MAKALAH
Disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Manajemen Lembaga Pendidikan
Islam
Disusun Oleh :
Jangcik Mohza
NIM :
801220068
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara historis pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia
sangat terkait erat dengan dakwah Islamiyyah. Pendidikan Islam berperan sebagai
mediator dalam memasyarakatkan ajaran Islam kepada masyaarakat di berbagai
tingkatannya. Melalui pendidikan inilah, masyarakat Indonesia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai ketentuan Al-Qur‟an dan
Sunnah. Sehubungan dengan itu tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan masyarakat terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada kualitas
pendidikan Islam yang diterimanya. Pendidikan Islam tersebut berkembang
setahap demi setahap hingga mencapai tingkat seperti sekarang ini 1. Namun pada
perkembangannya, pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan
berbagai problematika yang tidak ringan. Masuknya Indonesia dalam era
globalisasi dunia menjadikan berbagai sektor dalam tatanan kehidupan manusia
mengharuskan mengikuti perspektif global termasuk sektor pendidikan.
Diketahui bahwa pendidikan merupakan sebuah sistem, Pendidikan Islam
mengandung berbagai komponen yang antara satu dengan yang lainnya saling
berkaitan. Komponen tersebut meliputi visi, misi, landasan tujuan, kurikulum,
metode pembelajaran dan lain sebagainya. Berbagai komponen yang terdapat
dalam pendidikan ini seringkali berjalan apa adanya, alami, tradisional serta
dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Akibat dari keadaan demikian, maka
mutu pendidikan Islam pun seringkali menunjukkan keadaan yang kurang
menggembirakan.2 Seiring dengan masuknya dunia pada tatanan globalisasi, maka
sudah seharusnya wajah pendidikan Islam mulai berubah ke arah yang lebih baik.
Banyak tantangan pendidikan Islam yang membutuhkan penanganan khusus dari
setiap komponen-komponen yang ada dalam lembaga pendidikan Islam. Selain
itu, landasan pendidikan Islam yang berasal dari Al-Qur‟an dan Sunnah pun harus
senantiasa digalakkan kembali serta disesuaikan dengan metode pengajarannya
1
Abbudin Nata, Manajemen Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2008.
Hlm. 1.
2
Ibid, hlm. 2.
4
yang mengikuti perkembangan zaman dalam artian penyampaian ilmu berikut
fasilitas pendukung lainnya diharapkan dapat menumbuhkan minat pembelajaran
agama dan juga memudahkan bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
Berbagai tantangan pendidikan Islam yang ada memang sudah seharusnya
dihadapi dengan kesiapan yang matang secara bertahap karena Islam merupakan
Sebuah agama yang tak mengenal aspek ibadah ritual saja namun berbicara pula
mengenai aspek pendidikan yang khas dan bersifat universal. Dengan begitu
memasukinya pendidikan Islam ke dalam era globalisasi bukan berarti bersikap
menutup diri dari kemajuan-kemajuan yang ada, namun harusnya wajah
pendidikan ini dibawa ke arah yang lebih modern tanpa melepas ruh Islamiyyah
dalam berbagai aktivitasnya.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di
rumuskan beberapa rumusan masalah tentang Lembaga Pendidikan Islam dan
Tantangan Dunia Globalisasi, diantaranya :
1. Apa itu Globalisasi dan Pendidikan Islam?
2. Apa saja tantangan-tantangan pendidikan Islam dalam era globalisasi?
3. Bagaimana strategi dan upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi
tantangan pendidikan Islam dalam era globalisasi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah
mempelajari tentang Lembaga Pendidikan Islam dan Tantangan Dunia
Globalisasi serta pembahasan yang mencakup ruang lingkup di dalamnya seperti
upaya menghadapi tantangan pendidikan Islam dalam era globalisasi.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan oleh penyusun adalah dengan menggunakan
metode pustaka yaitu mencari dan mengumpulkan data yang relevan dengan tema
yang akan dibahas, terutama yang terdapat dalam kitab-kitab yang mempelajari
tentang Lembaga Pendidikan Islam dan Tantangan Dunia Globalisasi.
5
BAB II
GLOBALISASI DAN PENDIDIKAN
A. Pengertian Globalisasi
Globalisasi merupakan suatu tatanan di mana dunia begitu menjadi terbuka
dan transparan, sehingga ada kesan seolah-olah tak ada lagi batas Negara.
Globalisasi ini dimulai dalam bidang informasi dan ekonomi yang kemudian
mempunyai implikasi pada bidang-bidang lainnya termasuk bidang pendidikan.
Era globalisasi ini telah masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan yang
menjadikan setiap bangsa menjadi bagian dari sistem nilai dunia.3
Globalisasi bermakna kepada istilah menyatunya sesuatu dengan sesuatu yang
lai, yakni menyatu dan saling berpengaruhnya antara satu bangsa dengan bangsa
lain di dunia, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, budaya, ilmu pengetahuan
dan lainnya yang terjadi akibat adanya komunikasi dan interaksi global yang di
dukung oleh adanya ilmu dan teknologi canggih.4
3
Sufyarma, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfabeta, 2004.
Hlm. 122-123.
4
Abuddin Nata, Pendidikan di Era Global. Jakarta: Penerbit UIN Jakarta Press, 2005.
Hlm. 67.
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Bandung: Penerbit
Remaja Rosdakarya, 2005. Hlm. 24.
6
Aan Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam. Bandung: Penerbit Insan
Komunika, 2013. Hlm. 24.
6
Sedangkan Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan adalah pengembangan
pribadi dalam semua aspeknya, pengembangan pribadi adalah yang mencakup
pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh
orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati. Maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh
seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam, singkatnya pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang
agar ia menjadi muslim semaksimal mungkin.7
Rumusan di atas tersebut menunjukan bahwa pendidikan Islam mempunyai
cakupan yang sama luasnya dengan peendidikan umum bahkan melebihinya,
karena pendidikan Islam juga membina dan mengembangkan pendidikan agama,
dimana titik terberatnya terletak pada internalisasi nilai-nilai, Islam dan ihsan
dalam pribadi manusia muslim yang berilmu pengetahuan luas. Dengan
demikian, tujuan dari pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai
Hamba Allah dan terbentuknya orang yang berkepribadian muslim, beriman,
bertakwa sekaligus membina dan mendasari kehidupan anak didik dengan nilai-
nilai agama sekaligus mengajarkan ilmu agama Islam sehingga ia mampu
mengamalkan syariat Islam secara benar berdasarkan pengetahuan agama.8
7
Ibid, hlm. 26.
8
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2009. Hlm. 6.
7
mencemari akhlak mulia seseorang. Kemajuan itu ternyata sarat beban pergeseran
tata nilai dan moral yang dapat menjerumuskan manusia
Industrialisasi membawa berbagai perubahan pada banyak aspek kehidupan
manusia. Perubahan cara kerja, gaya hidup, tata ekonomi, kebijakan politik, pada
akhirnya membawa pula dampak sosial yang sulit diperkirakan. Diantara berbagai
kecendrungan sosial pada era ini, yang menonjol adalah berkembangnya orientasi
yang berlebihan terhadap materi (fasilitas) berikut konsumerismenya. Bila tidak
terkendali , kecendrungan ini dapat mengguncang keseimbangan antara orientasi
keduniaan (linner wordly) dan keakhiratan (other wordly). Banyak anggota
masyarakat yang terperangkap dalam arus materialisme, hedonistik atau
sebaliknya, sufisme yang terlalu jauh.
Pada masyarakat yang di situ tingkat persaingannya untuk dapat hidup layak
sedemikian ketat, dan pembagian pendapatan tidak merata, disana sikap ananiyah
berkembang sedemikian pesat. Ironisnya, dalam sebuah masyarakat di mana
komunikasi mudah dilakukan, justru disana hubungan antar manusia menjadi
semakin merenggang. Relasi umumnya baru terjadi manakala terdapat
kepentingan materi tertentu. Maka dapat dipahami bahwa salah satu permasalahan
serius dunia modern sekarang ini adalah kurangnya komunikasi dan pemahaman
antar individu dan antar kelompok, rendahnya kepedulian sosial serta seringnya
terjadi berbagai perilaku yang tidak manusiawi.
Kompleksitas masyarakat dunia modern seperti itu, bagi banyak orang,
membawa konsekuensi meningkatnya kesulitan dalam adaptasi. Sehingga,
fenomena kebingungan, ketegangan, kecemasan, dan konflik-konflik berkembang
begitu rupa yang pada akhirnya menyebabkan orang mengembangkan pola –pola
perilaku yang menyimpang dari norma-norma umum, berbuat semaunya sendiri
dan menggangu orang lain.
Fenomena demikian, ditambah lagi dengan kenyataan sosial yang terjadi
belakangan ini, semakin menambah kekhawatiran orang tua berkenaan dengan
masa depan anak cucu mereka. Meningkatnya angka kriminalitas yang disertai
tindak kekerasan, pemerkosaan dan penyelewengan seksual, pembunuhan sadis,
semakin meningkatnya hubungan seks pra nikah, perkelahian pelajar, penyalahan
obat/narkotika/minuman keras dan lain sebagainya semuanya memenuhi deretan
8
kelam dunia globalisasi dari sisi gelapnya. Akibatnya, semakin banyak dorongan
keluarga untuk berpikir ulang mengenai efektifitas pendidikan formal, utamanya
pendidikan Islam dalam mengembangkan kepribadian anak.9
9
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2008.
Hlm. 110-112.
10
Ibid, hlm. 108.
9
Globalisasi dapat menjadi peluang ketika dimanfaatkan sebaik mungkin dan
menggangapnya sebagai anugerah dari Allah yang harus disyukuri.
Implementasinya, segala sesuatu yang termanfaatkan dari produk globalisasi
hendaknya disesuaikan dengan perintah dan larangan-Nya. Dengan demikian
segala sesuatunya akan bernilai ibadah.11
11
Aan Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam. Bandung: Penerbit Insan
Komunika, 2013. Hlm. 13-15.
10
BAB III
TANTANGAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM ERA GLOBALISASI
11
Islam diartikulasikan melalui dakwahnya dalam masyarakat sampai kini, proses
kependidikan Islam yang telah mengacu dalam masyarakat yang beraneka ragam
kultur dan struktur. Selama itu pula jasa-jasanya telah Nampak mewarnai sikap
dan kepribadian manusia yang tersentuh oleh dampak-dampak positif dari proses
keberlangsungannya.
Namun akhir-akhir ini, akibat timbulnya perubahan sosial di berbagai sektor
kehidupan manusia utamanya karena pengaruh globalisasi, maka nilai-nilai
kemanusiaan pun ikut mengalami pergeseran yang belum mapan. Maka dari itu
tantangan pendidikan Islam dalam era globalisasi pun semakin besar. Pendidikan
Islam yang dikehendaki umat Islam yakni harus mengubah strategi dan taktik
operasional. Strategi dan taktik itu tak pelak lagi menuntut perombakan model-
model sampai dengan institusinya sehingga lebih efektif dan efisien, dalam artian
pedagogis, sosiologis dan kultural.
Bila diibaratkan seorang pemimpin, ilmu pendidikan Islam dalam mengamati
dinamika kehidupan masyarakat yang seringkali menggejalakan perubahan
sosiokultural dalam proses pertumbuhannya harus meneliti esensi dan implikasi-
implikasi di belakang perubahan itu dalam rangka menemukan sumber sebabnya.
Dari sanalah pendidikan Islam mengadakan modifikasi-modifikasi terhadap
strategi dan taktik yang inovatif terhadap program pembelajarannya, sehingga
kondusif terhadap aspirasi masyarakatnya.12 Adapun tantangan pendidikan Islam
lainnya dapat dirumuskan sebagai berikut :
12
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2009. Hlm. 3-5.
12
Ringkasnya, ayat diatas menunjukan bahwa jika datang perkara yang
hak, maka hancurlah perkara yang batil. Namun, ketika melihat realita
saat ini malah yang terjadi adalah sebaliknya bahkan terkesan
mencampuradukkan. Pendidikan Islam masa kini dihadapkan kepada
tantangan yang jauh lebih berat dari tantangan yang dihadapi pada masa
permulaan penyebaran Islam. Tantangan tersebut berupa timbulnya
aspirasi dan idealitas umat manusia yang serba multiinteres. Banyaknya
paham-paham barat yang merasuki dunia pendidikan Islam seakan
dikemas secara rapi dan berkeyakinan bahwa itu berasal dari ajaran
agama Islam padahal tidak sama sekali dan bahkan menghancurkan.
Seperti paham demokrasi yang diyakini dalam Islam adalah musyawarah
padahal antara keduanya pun berbeda antara hakikat maupun
pelakasanaannya.
Orientasi pendidikan Islam dalam zaman teknologi pun perlu
dirubah. Tidak hanya berorientasi kepada kehidupan ukhrawi saja
melainkan harus menjadi duniawi-ukhrawi secara bersamaan.
Pendidikan Islam yang masih banyak ditemukannya pergeseran nilai-
nilai tentu dituntut untuk menerapkan pendekatan dan orientasi baru
yang relevan dengan perkembangan zaman.13
13Ibid, hlm. 6-
7.
13
Tidak hanya nafsu mutmainah yang dapat diperlemah oleh
rangsangan negatif dari teknologi elektronik dan informatika, melainkan
juga fungsi-fungsi kejiwaan lainnya seperti kecerdasan pikiran, ingatan,
kemauan, perasaan diperlemah. Kemampuan aktualnya dipermudah
dengan alat-alat teknologis-elektronis dan informatika seperti komputer
yang tentunya tidak bisa menginternalisasi dan mentransformasikan
nilai-nilai iman dan takwa ke dalam lubuk hati manusia. Maka dari itu,
perlu adanya dehumanisasi pendidikan Islam berupa netralisasi nilai-
nilai agama atau upaya pengendalian dan mengarahkan nilai-nilai
tersebut dengan kokoh dan tahan banting baik dalam dimensi individual
maupun sosiokultular.
Pendidikan Islam harus dijadikan sebagai pusat pengembangan
peradaban dan kebudayaan umat manusia dalam bermasyarakat. Aspek
kekeliruan pandang mengenai lembaga pendidikan Islam saat ini adalah
lembaga pendidikan hanya dijadikan sumber pengembangan sains dan
teknologi belaka. Menteknologikan proses kependidikan yang
berlangsung untuk mencapai outcomes yang seirama dengan kemajuan
teknologi yang bebas dari nilai apapun, baik nilai moral maupun spiritual
tentu menyebabkan pandangan yang bersifat pragmatis.14
14
cepat tentang obat-obatan yang mengandung narkotika, literatur
pornografi, pengangguran, penggunaan senjata api, serta alat-alat
mikroelektronika untuk melakukan tindakan kejahatan. Informasi-
informasi seperti ini telah mendorong banyak orang melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat. Inilah akibat yang
ditimbulkan oleh perubahan gaya hidup sebagai implikasi dari adanya
penjajahan baru dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.15
15
Abbudin Nata, Manajemen Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2008.
Hlm. 67.
15
Fenomena sosial yang telah diteliti oleh para ahli perencanaan kebijaksanaan
pendidikan misalnya, menunjukan bukti bahwa setiap tahap kemajuan Islam dan
teknologi canggih, selalu membawa perubahan social yang sepadan atau bahkan
lebih besar daripada perkiraan atau peramalan mereka. Dampak positif dan
negatifnya terhadap kehidupan manusia terkadang tak dapat lagi dikontrol atau
diarahkan oleh lembaga-lembaga sosial dan kultular atau moral yang sengaja
dibangun oleh masyarakat seperti sekolah.
Akibat dari dampak negatif IPTEK dalam bidang moral dan spiritual
menimbulkan keresahan batin yang menyakitkan, karena kejutan-kejutan tidak
terkendali lagi. Maka dari itu, masyarakat kini sedang dihinggapi kerawanan
sosial dan kultular yang obatnya sedang „dicari‟ oleh para ahli dari berbagai
bidang keilmuan. Di sana sini para ahli sedang melakukan diagnosis, namun
proses diagnosis mereka kalah cepat dari serbuan penyakit baru yang saling susul
menyusul, sehingga kronitas penyakit itu tak dapat dibendung lagi. Maka makin
membengkaklah akumulasi virus teknososial yang ditularkan oleh kepesatan
kemajuan IPTEK itu sendiri.
Kita tidak menyalahkan kemajuan IPTEK, karena IPTEK telah menjadi
tumpuan harapan manusia. Kita mengharapkan suatu bentuk kehidupan yang
paling baik berkat kemajuan yang telah kita raih, namun pada gilirannya kita
justru menanggung resiko yang makin kompleks dan mencemaskan batin kita.
Itulah peta kehidupan umat manusia masa kini dan masa depan yang hanya
mengandalkan kemampuan intelektualitas dan logika tanpa memperhatikan
perkembangan mental-spiritual dan nilai-nilai agama
Beberapa ahli perencanaan kependidikan masa depan telah
mengidentifikasikan krisis pendidikan yang bersumber dari krisis orientasi
masyarakat masa kini yang mencakup fenomena-fenomena antara lain16 :
16
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2009. Hlm. 38-41.
16
dan hal-hal lain yang menyangkut perilaku etis individual dan sosial.
Sikap penilaian yang dahulu ditetapkan sebagai “benar, baik, sopan, atau
salah, buruk, tak sopan” mengalami perubahan drastis menjadi
ditoleransi, sekurang-kurangnya diacuhkan orang.
17
(5) Kurangnya sikap idealisme dan citra remaja tentang peranannya di
masa depan
Sekolah dituntut untuk mengembangkan idealisme dan self-image
generasi muda untuk berwawasan masa depan yang realistis sehingga
mereka mau mempersiapkan diri untuk berperan serta dalam
pembangunan bangsanya sesuai dengan keahlian, keterampilan dan ilmu
pengetahuan serta teknologi yang amat diperlukan oleh negaranya.
18
keuntungan materil dan status. Alhasil sikap dan pola hidup yang lebih
mengedepankan dekadensi moral dan kekayaan materi, mengurangi
sikap dan pola hidup sederhana dan berorientasi kepada nilai-nilai
agama.
19
dan karena itu hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat
eksploitatif bukan harmonis. Ini adalah salah satu penyebab penting
munculnya krisis masyarakat modern.
Islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu upaya pembebasan
pengetahuan dari asumsi-asumsi atau penafsiran-penafsiran barat
terhadap realitas dan kemudian menggantikannya dengan pandangan
dunia Islam. Selain itu Islamisasi ilmu pengetahuan juga muncul sebagai
reaksi tehadap adanya konsep dikotomi antara agama dan ilmu
pengetahuan yang dimasukan masyarakat barat dan budaya masyarakat
modern. Misalnya memandang sifat, metode, struktur sains, dan agama
saling berbeda jauh maka munculah ide sekulerisme yang memandang
wajibnya pemisahan agama dalam kehidupan, ringkasnya memisahkan
antara sains dan hubungannya dengan agama. Selanjutnya,
bermunculanlah penyimpangan-penyimpangan diantaranya sifat
konsumtif dan materialisme, menjajah bangsa-bangsa yang lemah
karena didorong kemajuan dan haus akan hawa nafsu yang bebas tanpa
diatur oleh agama,
Penyimpangan dari tujuan penggunaan ilmu pengetahuan itulah yang
direspon melalui konsep Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu
menempatkan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi dalam bingkai
Islam dengan tujuan agar perumusan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
tersebut dapat mempertinggi harkat dan martabat manusia,
melaksanakan fungsi kekhalifahan di muka bumi serta tujuan-tujuan
luhur lainnya. Adapun Islamisasi ilmu pengetahuan dapat direalisasikan
dalam bentuk :
a) Ilmu pengetahuan dikembangkan dalam kerangka tauhid, yakni
memahamkan aktivitas mental kesadaran manusia dalam perihal
hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan sesamanya dan manusia dengan Allah
b) Ilmu pengetahuan dalam Islam hendaknya dikembangkan dalam
rangka bertakwa dan beribadah kepada Allah
20
c) Ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang-orang Islam
yang memiliki keseimbangan antara kecerdasan akal dan
kecerdasan moral yang dibarengi dengan kesungguhan untuk
beribadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya.
d) Ilmu pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka yang
integral. Yakni bahwa antara ilmu agama dan ilmu umum walau
bentuk formalnya berbeda-beda, namun hakikatnya sama, yaitu
sama-sama sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah 17
17
Abbudin Nata, Manajemen Pendidikan. Jakarta: Penerbit Prenada Media Group, 2008.
Hlm. 107-111.
21
usia yang berada dalam goncangan dan mudah terpengaruh sebagai
akibat dari keadaan dirinya yang masih belum memiliki bekal
pengetahuan, mental, dan pengalaman yang cukup. Akibat dari keadaan
demikian, para remaja mudah sekali terjerumus ke dalam perbuatan-
perbuatan yang menghancurkan masa depannya.
Sejalan dengan berbagai kerusakan yang ditimbulkan dari krisis
akhlak maka pendekatan pendidikan akhlak bagi para remaja sangat
urgen untuk dilakukan dan tidak dapat dipandang ringan. Dengan
terbinanya akhlak para remaja ini berarti kita telah memberikan
sumbangan yang besar bagi penyiapan masa depan bangsa yang lebih
baik. Pembinaan remaja juga berguna baik bagi remaja yang
bersangkutan, karena dengan cara demikian masa depan kehidupan
mereka akan penuh harapan yang menjanjikan. Dengan terbinanya
akhlak para remaja, keadaan lingkungan sosial juga semakin baik, aman,
tertib, dan tentram yang memungkinkan masyarakat akan merasa
nyaman. Berbagai gangguan lingkungan yang diakibatkan ulah sebagian
para remaja pun sedikit demi sedikit akan teratasi.
Sejalan dengan sebab-sebab timbulnya krisis akhlak tersebut, maka
cara untuk mengatasinya dapat ditempuh dengan langkah-langkah
berikut, diantaranya :
a) Pendidikan akhlak dapat dilakukan dengan menetapkan
pelaksanaan pendidikan agama baik di rumah, sekolah maupun
masyarakat
b) Mengintegrasikan antara pendidikan dan pengajaran. Hampir
semua ahli pendidikan sepakat bahwa pengajaran hanya berisikan
pengalihan pengetahuan (transfer of knowledge), sedangkan
pendidikan tertuju kepada upaya membantu kepribadian, sikap dan
pola hidup yang berdasarkan nilai-nilai luhur, karena pada setiap
pengajaran sesungguhnya terdapat pendidikan.
c) Pendidikan akhlak bukan hanya menjadi tanggung jawab guru
agama saja, melainkan juga tanggung jawab seluruh guru bidang
22
studi, semua nya turut andil dan mendapatkan kewajiban untuk
membina para akhlak mereka.
d) Pendidikan akhlak harus didukung oleh kerja sama yang kompak
dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga),
sekolah, dan masyarakat. Orang tua di rumah pun harus berupaya
menciptakan rumah tangga yang harmonis, tenang, tentram,
sehingga anak akan merasa tenang jiwanya dan dengan mudah
dapat diarahkan kepada hal-hal yang positif.18
18
Ibid, hlm. 225-226.
19
Aan Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam. Bandung: Penerbit Insan
Komunika, 2013. Hlm. 44-45.
23
(4) Meningkatkan Sikap Profesionalisme di lembaga pendidikan Islam
Istilah profesionalisme berasal dari profesion. Profesion
mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang
memerlukan keahlian yang dapat diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu
bidang keahlian yang khusus untuk menanagani lapangan kerja tertentu
yang membutuhkannya. Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa
suatu kahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang manma
keahlian itu hanya diperoleh melalui pendiudikan khusus atau latihan
khusus.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat
fungsi dan tugas lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang
diperoleh melalui pendidkan dan latihan khusus di bidang pekerjaan
yang mampu mengembangklan kekayaan itu secara ilmiah disamping
mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu
adalah para guru yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan
atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Di
samping tugas keguruan, mereka pun harus mampu bertugas dalam
manajemen kelas dalam rangka proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien.20 Adapun poin-poin penting yang harus dilaksanakan demi
profesionalitas seorang tenaga pendidik diantaranya21 :
a) Menguasai bahan studi
b) Menguasai program belajar
c) Mengelola Kelas
d) Menggunakan Media/sumber pembelajaran
e) Menguasai landasan-landasan pendidikan
f) Mengelola interaksi belajar-mengajar
g) Menilai prestasi siswa untuk kependidikan dan pengajaran
h) Menguasai fungsi dan program pelayanan bimbingan di sekolah
20
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2009. Hlm. 158-159.
21
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Bandung: Penerbit
Remaja Rosdakarya, 2005. Hlm. 114-115.
24
(5) Mengembangkan Madrsah sebagai lembaga pendidikan Islam
Madrasah merupakan lembaga pendidikan Islam yang menjadi
cermin umat Islam. Fungsi dan tugasnya adalah merealisasikan cita-cita
umat Islam yang menginginkan agar anak-anaknya dididik menjadi
manusia beriman dan berilmu pengetahuan dalam rangka untuk meraih
hidup sejahtera duniawi dan kebahagiaan hidup di akhirat.22
Kebijakan pendidikan di madrasah hendaknya dirancang dan
diarahkan untuk membantu, membimbing, melatih serta mengajar atau
menciptakan suasana agar para peserta didik (lulusannya) menjadi
manusia muslkim yang berkualitas. Dalam arti mampu mengembangkan
pandangan hidup, sikap dan ketrampilan hidup yang berperspektif
Islami. Makna pendidikan Islami sebagai aktivitas (formal dan
nonformal) dan sebagai fenomena atau persitiwa (informal) semuanya
perlu termuat dan perlu terkondisikan di madrasah. Selain itu perlu
adanya upaya pengembangan suasana agamis di madrasah, tentu bukan
hanya bermakna simbolik tapi lebih kepada berupa penanaman dan
pengembangan nilai-nilai religious (keislaman) pada setiap bidang
pelajaran yang termuat dalam program pendidikan. Tentu
konsekuensinya diperlukan guru-guru yang mampu mengintegrasikan
wawasan IMTAQ dan IPTEK.
Dalam konteks pengembangan pendididkan di madrasah, sebagai
sekolah umum yang berciri khasa agama Islam, maka faktor mutu guru
dan tenaga kependidikan lainnya tersebut perlu disiapkan secara matang
terutama dari segi wawasan akademis-religiusnya, agar makna substansi
madrasah dapat tertangkap dengan baik.23
22
Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara,
2009. Hlm. 159.
23
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Penerbit Pustaka
Pelajar, 2004. Hlm. 179-115.
25
BAB IV
PENUTU
P
A. Kesimpulan
1. Globalisasi merupakan suatu tatanan di mana dunia begitu menjadi terbuka
dan transparan, sehingga ada kesan seolah-olah taka da lagi batas Negara.
Globalisasi ini dimulai dalam bidang informasi dan ekonomi yang
kemudian mempunyai implikasi pada bidang-bidang lainnya termasuk
bidang pendidikan. Era globalisasi ini telah masuk ke dalam berbagai
aspek kehidupan yang menjadikan setiap bangsa menjadi bagian dari
sistem nilai dunia.
2. Tantangan pendidikan Islam di era globalisasi diantaranya (1) Adanya
sistem pendekatan dan orientasi yang non Islami, (2) Pengaruh Sains dan
teknologi, (3) Penjajahan baru dalam bidang pendidikan dan kebudayaan
3. Strategi dan upaya yang dilakukan untuk menjawab tantangan pendidikan
Islam di era globalisasi dapat dirumuskan sebagai berikut : (1) Islamisasi
ilmu pengetahuan, (2) Pendekatan Pendidikan Akhlak bagi Para Remaja,
(3) Mengembangkan Model Pendidikan Karakter, (4) Meningkatkan Sikap
Profesionalisme di lembaga pendidikan Islam, dan (5) Mengembangkan
Madrsah sebagai lembaga pendidikan Islam
B. Saran
Pendidikan Islam memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan
karakter suatu bangsa karena dalam pendidikan Islam manusia diajarkan
mengenai hal yang baik dan buruk maka sudah sepantasnya pendidikan Islam
menjadi pendidikan yang wajib ada di semua jenjang pendidikan baik itu SD,
SMP, SMA dan juga Perguruan Tinggi. Sebaiknya dalam setiap mata
pembelajaran di sekolah umum para pengajar selalu mengaitkan materi
pembelajaran dengan nilai-nilai agama sehingga siswa dapat lebih memahami
fungsi dari mempelajari agama dan korelasinya terhadap kehidupan sehari-hari.
26
DAFTAR PUSTAKA
27