Ditulis oleh:
Lis Safitri, dkk.
ISBN : 978-623-8364-04-6
©Agustus 2023
vi+396 hlm. ; 15,5x23 cm.
Prakata
P uji syukur penulis sampaikan kepada Allah Swt., yang telah membe-
rikan nikmat dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan
Isu-isu Pendidikan Islam Kontemporer. Shalawat dan salam untuk baginda
Rasul Muhammad SAW.
Dengan tulus hati kami selaku editor mewakili menghaturkan banyak
terima kasih kepada segenap penulis buku “Isu-Isu Pendidikan Islam
Kontemporer” ini yang telah berperan serta dalam memberikan kontri-
busi gagasan dan pemikirannya. Juga rasa terima kasih kami sampaikan
kepada pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan rekan dosen program studi
Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Jakarta yang senantiasa
telah turut mendukung dan membantu sehingga terealisasinya buku ini
sampai terbit.
Buku yang ada dihadapan pembaca ini merupakan kumpulan
gagasan yang lahir dari buah pemikiran para akademisi mengenai
ragam isu atau persoalan pendidikan Islam dari berbagai aspeknya yang
dituangkan dalam empat bagian. Mulai dari mempersoalkan dinamika
perkembangan pendidikan Islam di era yang terus meneurs berubah,
seperti yang dituangkan pada bagian pertama buku ini. Kemudian pada
bagian kedua membahas tentang perkembangan pemikiran pendidikan
Islam dan prakteknya. Selanjutnya pada bagian ketiga dibahas mengenai
peran agama dalam resolusi konflik dan perdamaian. Dan pada bagian
akhir dikemukakan pembahasan tentang dinamika Masyarakat muslim
kontemporer.
iii
Dengan hadirnya buku ini, editor harapkan buku ini dapat mendorong
para pembaca lainnya untuk dapat terus mengkaji isu-isu pendidikan
Islam yang lebih aktual dengan balutan analisa yang lebih kritis, empirik,
dan rasional. Adapun saran dan koreksi kami harapkan, sebagai upaya
dalam penyempurnaan isi buku.
Editor
iv
Daftar Isi
Prakata......................................................................................................... iii
Daftar isi...................................................................................................... v
Bagian 1
MENYOAL DINAMIKA PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI......... 1
A. Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum:
Mau Dibawa ke Mana? ...................................................................... 2
B. Memberdayakan Budaya Inklusif dan Ramah Bagi
Mahasiswa Penyandang Disabilitas di Perguruan Tinggi........... 19
C. A Comparative Analysis of Character Education in Madrasas
and Common Schools in Indonesia................................................ 35
D. Pendidikan Islam Kontemporer “Tantangan dan inovasi”
Guru di Era Digital............................................................................. 57
E. Pendidikan Islam Industri 4.0 “Deskriptif Generasi Milenial”... 69
Bagian 2
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DAN
PRAKTEKNYA................................................................................... 77
A. Epistemologi Pendidikan Islam dan Tantangannya..................... 78
B. Konsep Multiple Intelligence & Penerapannya Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam......................................... 89
C. Perkembangan Tafsir Tarbawi di Indonesia dan Perannya
dalam Pengembangan Pendidikan Islam....................................... 113
v
D. Model Manajemen Pengorganisasian Kurikulum
Ecopesantren untuk Meningkatkan Kesadaran dan
Kepedulian Terhadap Lingkungan.................................................. 136
E. Pemberdayaan Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaq Melalui
Program Entrepreneurship .............................................................. 147
Bagian 3
PERAN AGAMA DALAM RESOLUSI KONFLIK DAN
PERDAMAIAN................................................................................... 181
A. Islam di Tengah Pusaran Konflik dan Perdamaian Dunia.......... 182
B. Agama dan Perdamaian: Kontribusi Pemikiran
KH. Ahmad Hasyim Muzadi............................................................ 201
C. Nahdlatul Ulama dan Perdamaian Global: Studi Awal
Mengenai Religion Twenty (R20)...................................................... 218
D. Peran Tokoh Agama dalam Penyelesaian Konflik Maluku......... 241
E. Keragaman Agama & Multikulturalisme di Indonesia:
Beberapa Tantangan........................................................................... 258
F. Memperkuat Benteng Pertahanan Tradisi dan Penguatan
Moderasi Beragama Melalui Pendidikan Pesantren..................... 272
Bagian 4
DINAMIKA MASYARAKAT MUSLIM KONTEMPORER............ 287
A. Peta Studi Islam Kontemporer di Indonesia.................................. 288
B. Peran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dalam
Perlawanan Petani Banten 1888....................................................... 307
C. Hermeneutika Hadis tentang Mengkafirkan Saudara
Sesama Muslim ................................................................................... 330
D. Perkembangan pemikiran Islam dan Praktiknya
di era Digital: Pemanfaatan Cyberspace di Dalam
Proses Dakwah Islam......................................................................... 342
E. Analisis Strategi Dakwah di Channel Labolatorium
Sains Kristologi (LSK) Al-Hadid ..................................................... 355
F. Perkembangan Islam dan Praktiknya di Era Digital:
Podcast Dakwah Strategi dan Analisis............................................ 367
G. Tajdid Nalar Beragama Untuk Menghadapi Era Industri 4.0..... 381
vi
Bagian 1
MENYOAL DINAMIKA
PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI
1
Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum: Mau
Dibawa ke Mana?
Lis Safitri
Universitas Jenderal Soedirman, Indonesia
Email: lis.safitri@unsoed.ac.id
Pendahuluan
Sejak tahun 2022, saya secara rutin melakukan evaluasi mata kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) di beberapa fakultas tempat saya mengajar
di Universitas Jenderal Soedirman. Dari survei berupa angket daring
tersebut ditemukan fakta bahwa hanya sekitar 50% mahasiswa saja yang
mengaku bahwa mereka memahami Islam dengan “baik” dari lima skala
yang ditentukan (sangat buruk, buruk, cukup, baik, sangat baik), 30%
mengaku “cukup”, dan sisanya terbagi menjadi kategori-kategori lain.
Fakta lainnya, hampir 90% mahasiswa mengaku bahwa kuliah Pendidikan
Agama Islam di kampus merupakan sumber pengetahuan agama utama
bagi mereka. Baru di peringkat kedua dan selanjutnya mereka memilih
media sosial, seperti Instagram dan YouTube sebagai sumber pengetahuan
agama (Lis Safitri, 2022, 2023).
Fakta tersebut menunjukkan betapa pentingnya eksistensi mata
kuliah PAI di perguruan tinggi umum (PTU). Sebagai mata kuliah wajib
umum, sejatinya PAI harus memberikan dasar yang kuat bagi dasar
keagamaan mahasiswa, praktik ibadah keseharian, serta menekankan
pada pembentukan karakter dan akhlak mahasiswa (Lis Safitri et al., 2022;
Umar Al Faruq, 2020). Namun sayangnya, masih banyak problematika
PAI di PTU, baik terkait organisasi kurikulum (Muhammad Nurul
Mubin, 2021; Nurti Budiyanti et al., 2021; Yahya Aziz, 2011) sampai
Pembahasan
PAI Ideal untuk PTU
Keragaman Materi Sesuai Kebutuhan
Tahun 1999, Nurcholish Madjid atau yang biasa dikenal dengan nama
Cak Nur menjelaskan hakikat pembelajaran agama Islam di perguruan
tinggi umum yang ideal. Meski pendapat tersebut diungkapkan lebih
dari dua dekade lalu, namun masih relevan hingga saat ini. Menurutnya,
pembelajaran PAI di perguruan tinggi umum harus benar-benar menyentuh
dasar filosofis keagamaan yang membuat mahasiswa memahami hakikat
dan tujuan agama secara filosofis. Pembelajaran PAI di PTU merupakan
mata kuliah keagamaan “terakhir” yang didapatkan seseorang di
pendidikan formal sehingga harus mengkhatamkan pondasi keagamaan
mahasiswa dan memberikan jawaban atas permasalahan kontemporer
yang dihadapi mahasiswa. Dengan demikian, konten pembelajaran dan
kedalaman pembahasannya harus tepat sesuai kebutuhan mahasiswa,
bukan hanya mengulang-ulang hafalan yang sama dari SD sampai SMA
(Lis Safitri et al., 2022; Nurcholish Madjid, 1999).
Berdasarkan pengamatan eyebird pada rencana pembelajaran semester
dan buku ajar PAI di beberapa kampus, materi PAI yang ditawarkan
hampir seragam mencakup konsep agama, konsep ketuhanan, hakikat
manusia, sumber hukum Islam, iman takwa dan amal saleh, etika akhlak
dan moral, eskatologis, kebudayaan Islam, moderasi agama, Islam dan
Simpulan
Keberadaan PAI di PTU bertujuan untuk memberikan pemahaman
filosofis terhadap dasar dan praktik keagamaan serta menjadi moral
value bagi pengembangan keilmuan yang digeluti oleh mahasiswa.
Dengan demikian, penyusunan komposisi materi harus berlandaskan
pada aspek kebutuhan dan relevansi bagi mahasiswa. Terdapat tiga topik
yang ditawarkan, yaitu dasar keagamaan, isu kontemporer, serta topik
kefakultasan. Aspek internalisasi karakter harus terintegrasi dengan
masing-masing materi. Demikian juga dengan penggunaan media dan
metode pembelajaran yang perlu disesuaikan dengan karakteristik Gen Z
berupa kedekatan dengan dunia digital dan kemudahan atau proses yang
instan. Integrasi-interkoneksi ilmu dan agama tidak dapat dihindarkan
lagi demi menghadirkan perkuliahan PAI yang ideal bagi PTU. Hal
Daftar Pustaka
Andriana Yoshinta Herindrawati, I. Nyoman Latra, & Purhadi Purhadi.
(2017). Pemodelan Regresi Poisson Inverse Gaussian Studi Kasus:
Jumlah Kasus Baru HIV di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Jurnal
Sains Dan Seni ITS, 6(1), 137–143.
B. Chaeruddin. (2016). Ilmu-Ilmu Umum dan Ilmu-Ilmu KeIslaman
(Suatu Upaya Integrasi). Jurnal Inspiratif Pendidikan, 5(1), 209–222.
Convey Report. (2018a). Api dalam Sekam: Keberagamaan Generasi Z (1)
[1]. Convey Institut dan PPIM UIN Jakarta.
Convey Report. (2018b). Sikap dan Perilaku Keberagamaan Guru dan
Dosen Pendidikan Agama Islam (No. 1; 2). Convey Institut dan PPIM
UIN Jakarta.
Erwin Muslimin & Uus Ruswandi. (2022). Tantangan, Problematika
dan Peluang Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi. Tarbiatuna: Journal of Islamic Education Studies, 2(1), 57–71.
https://doi.org/10.47467/tarbiatuna.v2i1.652
Joko Wiyono Evan, & Erlisa Candrawati. (2017). Hubungan antara Pola
Makan dengan Kejadian Obesitas pada Mahasiswa di Universitas
Tribhuwana Tunggadewi Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 2(3).
Faqihuddin Abdul Kodir. (2019). Qira’ah Mubadalah: Tafsir Progresif
untuk Keadilan Gender dalam Islam. IRCiSoD.
Igor M. Arievitch. (2020). Reprint of: The vision of Developmental
Teaching and Learning and Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives. Learning, Culture and Social Interaction, 27, 100473.
I. Novayani. (2017). 4. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Menurut Pandangan
Syed M. Naquib Al-Attas Dan Implikasi Terhadap Lembaga
Pendahuluan
Pendidikan adalah milik semua manusia tanpa melihat kepada latar
belakang ekonomi, fisik seseorang dan lain-lain. Pendidikan juga menjadi
hak setiap orang sebagaiman terdapat dalam PASAL 31 ayat 1 UUD
1945 yakni” setiap warga berhak mendapat pendidikan. Kemendikbud
membuat kebijakan untuk menyelenggrakan pendidikan inklusif adalah
sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendiddikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya. Kebijkan untuk meneyelenggarakan
pendidikan inklusif pada semua jenjang pendidikan mulai jenjang SD,
SMP dan SMP serta perguruan tinggi. Pembelajaran inklusif memfasilitasi
mahasiswa disabilitas untuk berinteraksi dengan mahasiswa bukan
penyandang disabilitas. Kewajiban untuk menghormati, menghargai
dan menolong kepada penyandang disabilitas memerlukan pendektan
yang berbeda. Pendekatan dengan social model adalah perbaikan cara
pandang masyarakat pada penyandang disabilitas dan pelayanan yang
ramah terhadap penyandang disabilitas. (Lembaga Bathsul Masail (LBM)
Pembahasan
Konsep Tasamuh (Ramah) dalam Islam
Merujuk kepada kamus bahasa arab, Kata “tasamuh” berarti sikap ramah
atau murah hati.25 Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari,
mengartikan kata “al-samhah” dengan kata “alsahlah” (mudah) dalam
memaknai sebuah riwayat yang berbunyi, “Ahabbu al-dien ilallahi
al-hanafiyyah al-samhah”. Secara garis besar kata “tasamuh” berarti sikap
ramah dengan cara memudahkan, memberi kemurahan dan keluasaan.
(Sakdiah, 2020). Berdasar pada konsep tasamuh maka menolong,
menghormati dan peduli terhadap penyandang disabilitas sepatutnya
secara proporsional yakni sesuai kondisi dan kebutuhan penyandang
disabilitas. Etika meolong, menghargai dan peduli dalam pandangan islam
adalah” nilai pertolongan yang diberikan oleh seorang Muslim bukan
Simpulan
Indikator budaya insklusif pada penyandang disabilitas adalah kegiatan
memberikan sikap peduli dan terbuka pada teman disabilitas dengan
mempertimbangkan kebutuhan disabilitas pada pendidikan serta
mempertimbangkan metode memberikan bantuan atau kepedulian yang
dilandasi aspek kemanusiaan dan religi, sehinnga penyandang disabiitas
merasa percaya diri dan tidak merasa rendah diri jika mendapat perlakuan
dari teman-temannya di kelas dan di luar kelas.
Tingkat kepedulian dan faktor yang menyebabkan mahasiswa
melakukan perilaku inklusif menunjukkan bahwa kesadaran mahasiswa
pada teman disabilitas yang mengikuti pembelajaran di kelas inklusi
pada umumnya mahasiswa sudah memiliki kesadaran yang tinggi untuk
Daftar Pustaka
Introduction
School character education Meanwhile, character education in madrasas
is based on the problems of Aqidah Akhlak, the History of Islamic Culture
or Civilization, Qur’an Hadith, Fiqh, Civic Education, and character values
integrated into another subject (Khamalah, 2017). Some researchers
have found differences in the orientation, goals, and content of character
education between schools and madrasas in their preliminary or initial
research on the curriculum documents of the two types of educational
institutions. It calls for more research to be conducted. Character education
in educational institutions is essential in shaping students’ personalities
following the expected moral values. The character values that are expected
to be embedded in students are noble values (al-karīmah) which in the
future can fortify students from bad deals (al-mazmūmah). The core goal
of character education at various levels of formal educational institutions
in Indonesia is to possess noble character values (Miller, 2022; Shields,
2011)what should be the goal(s.
Schools and madrasas are among the formal educational institutions
that emphasize character education as one of their materials or subjects.
These two institutions incorporate character education as a separate subject
and a component of other issues. From a psychological point of view, two
processes, growth and development, occur continuously in school-aged
Discussion
Character Education in Madrasas
The results of a study of the character education curriculum in Madrasas
found character education content in all subjects contained in several
curriculum components, starting from core competencies, essential
competencies, indicators, objectives, and learning materials. Thus,
character education in madrasas is integrated into all subjects. However,
character values are more commonly found in Aqidah Akhlak subjects
(Kementerian Agama RI, 2019).
The content of character education in the class X curriculum
of Madrasah Aliyah includes two core competencies: (1) applying
praiseworthy morals to God; (2) avoiding despicable morals towards God.
The two core competencies are then broken down into several essential
competencies, namely: (1) explaining the meaning and importance of
Conclusion
This research can draw several conclusions based on the results of the studies
and discussions conducted. First, according to the findings of examining
the character education curriculum in Madrasas, character education
content in all subjects is included in various curriculum components,
beginning with core competencies, fundamental competencies, indicators,
objectives, and learning materials. In madrasas, character education is
incorporated into all subjects. However, character values are more prevalent
among Aqidah Akhlak’s topics. Islamic moral values developed by classical
scholars are prioritized as the most essential character traits. Second,
the curriculum for character education in schools refers to the National
Curriculum, whose fundamental competencies are determined by the
Indonesian Ministry of Education and Culture. Character education is
incorporated into all subjects in schools, but Islamic Religious Education
is a “mainstay” subject. Character values that are integrated into all
issues include religious values, honesty, tolerance, discipline, hard work,
creativity, independence, democratic, curiosity, national spirit, love of
one’s motherland, respect for achievement, active communication, love
of peace, a passion for reading, environmental stewardship, and social
responsibility.
References
Aningsih, Zulela, M. S., Neolaka, A., Iasha, V., & Setiawan, B. (2022). How is
the Education Character Implemented? The Case Study in Indonesian
Elementary School. Journal of Educational and Social Research, 12(1),
371. https://doi.org/10.36941/jesr-2022-0029
Karmila Rianda
STAI Al-Hamidiyah Jakarta, Indonesia
Email: karmilaryndni@gmail.com
Pendahuluan
Di masa kini, dunia sedang mengalami era kemajuan yang saling terhubung
oleh perkembangan teknologi. (Menurut Randall dan Latulipe) Pendidikan
Islam di era digital menuntut adanya inovasi dalam metode pembelajaran
dan pengajaran. Pendidikan Islam dalam era digital telah mengubah cara
kita mempelajari, mempraktikkan, dan menyebarkan ajaran Islam. Akses
mudah terhadap informasi dan sumber belajar melalui internet telah
memperluas pengetahuan kita tentang Islam. Pembelajaran online dan
penggunaan media sosial juga telah memungkinkan penyebaran ajaran
Islam yang lebih luas. Namun, penting bagi kita untuk tetap selektif dalam
memilih sumber-sumber yang terpercaya dan mendapatkan bimbingan
dari cendekiawan yang kompeten. Dengan demikian, pendidikan Islam
pada era digital dapat memberikan manfaat besar dalam memperkuat
pemahaman dan praktik keagamaan umat Islam di seluruh dunia. Era
digital telah merasuki berbagai negara di seluruh dunia, menghubungkan
manusia secara global tanpa adanya batasan. Komunikasi dan pertukaran
informasi antar wilayah menjadi lancar, seolah tidak ada lagi pembatas
yang memisahkan mereka. Hal ini terjadi karena hadirnya era digital yang
telah menggeser dominasi era konvensional. (Rumata, Iqbal, & Asman,
2021)Era digital sendiri muncul sebagai hasil dari perkembangan pesat
Pembahasan
Tantangan dalam Pendidikan kontemporer
Dalam pendidikan Islam kontemporer saat ini sedang menghadapi
tantangan yang signifikan di era digital. Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi telah memengaruhi cara belajar dan mengajar di sekolah-
sekolah, termasuk pendidikan Islam. Dalam hal ini, peran guru sebagai
fasilitator pembelajaran sangat penting. Tulisan ini akan membahas
tantangan yang dihadapi oleh guru dalam pendidikan Islam kontemporer
serta inovasi yang dapat mereka terapkan untuk menghadapinya. Berikut
beberapa tantangan dalam Pendidikan Islam Kontemporer:
1. Kurangnya pemahaman terhadap konsep pendidikan Islam kontem-
porer dalam era digital. (Madekhan, 2020)
Dalam era digital yang terus berkembang pesat, terdapat beberapa
faktor yang dapat menjelaskan kurangnya pemahaman terhadap
konsep pendidikan Islam kontemporer yaitu minimnya sumber Belajar
yang Terpercaya. Dalam era digital, informasi dapat dengan mudah
Simpulan
Kesimpulan dari pembahasan Pendidikan Islam kontemporer dengan
fokus pada “Tantangan dan inovasi” guru di era digital adalah sebagai
Daftar Pustaka
-, L., & Suryani, M. (2018). Metode SLR untuk Mengidentifikasi Isu-Isu
dalam Software Engineering. SATIN - Sains Dan Teknologi Informasi,
3(1). https://doi.org/10.33372/stn.v3i1.347
Darmawan, D. (2019). BIOLOGI KOMUNIKASI MELALUI
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI MENUJU
AKSELERASI PEMBELAJARAN *. Jurnal Teknodik. https://doi.
org/10.32550/teknodik.v0i0.545
Fadhilah, Z. H., & Hudaidah, H. (2021). PARADIGMA BARU
PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA.
PARAMUROBI: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, 4(1).
https://doi.org/10.32699/paramurobi.v4i1.1787
Hofany, K., Andjarwirawan, J., & Dewi, L. P. (2016). Media Pembelajaran
Interaktif untuk Kelas 1 Sekolah Dasar Berdasarkan Kurikulum 2013
Berbasis Android. Jurnal Infra.
Kurniawan, J. (2018). Model-Model Pembaharuan Pendidikan Islam.
MUQADDIMAH: Jurnal Studi Islam, 14(3).
Kusumaningrini, D. L., & Sudibjo, N. (2021). The FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR SISWA DI ERA
PANDEMI COVID-19. Akademika, 10(01), 145–161. https://doi.
org/10.34005/akademika.v10i01.1271
Madekhan, M. (2020). FUNGSI PENDIDIKAN DALAM PERUBAHAN
SOSIAL KONTEMPORER. JURNAL REFORMA, 9(1). https://doi.
org/10.30736/rf.v9i1.252
Pendahuluan
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi 4.0 yang
ditandai dengan peningkatan interaksi, perkembangan digital dan
konektivitas serta kecerdasan artifisial dan virtual. Salah satu yang
terdampak dari teknologi dan informasi adalah sistem pendidikan.
Perubahan revolusi industri 4.0 tidak dapat dihindari mulai dari pendidikan
dasar sampai perguruan tinggi. Maka diperlukan peningkatan sumber
daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan secara global dan
bersaing Internasional.
Salah satu faktor keberhasilan sebuah negara dalam upaya merespon
revolusi industri 4.0, adalah pendidik. Para pendidik diwajibkan untuk
memiliki keahlian dan kemampuan untuk beradaptasi dengan teknologi
terbaru, dan mampu menjawab tantangan-tantangan yang bersifat global.
Dalam kondisi seperti ini, setiap instansi pendidikan harus mempersiapkan
trobosan-trobosan baru dalam bidang pendidikan. Ide-ide lama yang
mengedepankan membaca, menulis dan berhitung harus ditopang dengan
ide-ide baru seperti penganalisaan data berbasis teknologi dan sumber
daya manusia yang mampu dalam mengoperasikan teknologi.
Memasuki era revolusi industri 4.0, dibutuhkan pendidikan yang
dapat membentuk karakter siswa yang kreatif dan inovatif. Hal ini dapat
tercapai dengan cara memaksimalkan pemanfaatan teknologi sebagai
media pendidikan dengan harapan hasil yang didapatkan mampu
Pembahasan
Pendidikan Islam di Era Globalisasi
Saat ini Indonesia telah masuk ke era globalisasi, pendidikan agama
diharapkan memiliki kepekaan dan peduli terhadap gejala perubahan
sosial yang terjadi di masyarakat. Pendidikan agama Islam harus mampu
beradaptasi terhadap semua perubahan yang telah terjadi pada era revolusi
industri 4.0. Hal ini bertujuan untuk membentuk dan memperkokoh
keberadaan pendidikan agama Islam. Apabila pendidikan agama
Islam tidak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan yang terjadi
di dunia pendidikan, maka pendidikan agama Islam akan semakin
tertinggal. Dibutuhkan perubahan dalam pendidikan Agama Islam agar
mampu mengikuti perkembangan zaman. Salah satunya dengan cara
mengubah pemikiran-pemikiran lama menjadi pola pikir yang baru dan
mengutamakan kerja tim.(Nurhayati 2018)
Simpulan
Saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri generasi 4.0 yang
ditandai dengan peningkatan interaksi, perkembangan digital dan
konektivitas serta kecerdasan artifisial dan virtual. Salah satu yang
terdampak dari teknologi dan informasi adalah sistem pendidikan.
Perubahan revolusi industri 4.0 tidak dapat dihindari mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Maka diperlukan peningkatan
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan secara global
dan bersaing Internasional. Generasi Y atau generasi Milenial
yaitu generasi yang lahir di awal-awal teknologi belum pesat seperti
sekarang. Modernisasi digadang-gadang menjadi salah satu penyebab
atas penyebutan generasi Y atau generasi Milenial.
Saat ini Indonesia telah masuk ke era globalisasi, pendidikan
agama diharapkan memiliki kepekaan dan peduli terhadap gejala
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Pendidikan agama Islam
harus mampu beradaptasi terhadap semua perubahan yang telah terjadi
pada era revolusi industri 4.0. Hal ini bertujuan untuk membentuk dan
77
Epistemologi Pendidikan Islam dan
Tantangannya
Pendahuluan
Berbicara tentang pendidikan Islam lazimnya memunculkan gambaran
yang memilukan dalam pikiran kita tentang ketertinggalan, kemunduran,
dan arah tujuan yang tidak jelas. Hal ini muncul manakala pendidikan
Islam dihadapkan dengan modernisasi dan globalisasi yang ditandai
dengan kemajuan sains Barat, di samping ketika dikaitkan dengan
kenangan masa kejayaan Islam dimasa lalu
Sebagai agen peradaban dan perubahan sosial, pendidikan Islam
berada dalam atmosfir modernisasi dan globalisasi dituntut untuk mampu
memainkan perannya secara dinamis dan proaktif. Keberadaannya
diharapkan mampu memberikan kontribusi dan perubahan positif yang
berarti bagi perbaikan dan kemajuan peradaban umat islam, baik pada
dataran intelektual teoritis maupun praktis. Pendidikan Islam bukan
hanya sekedar proses transformasi nilai-nilai moral untuk membentengi
diri dari akses negatif globalisasi dan modernisasi. Tetapi yang paling
urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan lewat
pendidikan Islam tersebut mampu berperan aktif sebagai generator yang
memiliki pawer pembebas dari tekanan dan himpitan keterbelakangan
sosial budaya, kebodohan, ekonomi dan kemiskinan di tengah mobilitas
sosial yang begitu cepat.
Pembahasan
Problematika Pendidikan Islam
Mengapa pendidikan Islam sampai saat ini masih jauh tertinggal dengan
Barat dan berada dalam keterpurukan, dan mengapa pola pendidikan Islam
yang digunakan selama ini terkesan lambat untuk membentuk manusia
cerdas, kritis, kreatif, dan bermoral? apa faktor-faktor penyebabnya?
Pertama: format kurikulum yang tidak jelas orientasinya. Orientasi
pendidikan Islam masih tidak terarah pada tujuan yang semestinya sesuai
dengan orientasi Islam. Kedua: implementasi pendidikan Islam masih
memelihara warisan lama, sehingga ilmu yang dipelajari adalah ilmu
klasik dan ilmu modern tidak tersentuh. Ketiga: umat Islam cenderung
terbuai dengan romantisme masa lalu, sehingga mereka sulit dan enggan
melakukan reformasi dan pembaharuan. Keempat: model pembelajaran
pendidikan Islam masih menekankan dan mempertahankan pada
pendekatan intelektual verbalistik dan menegasi interaksi edukatif dan
komunikasi humanistik antara guru dan murid. Kelima: sempitnya
pemahaman terhadap esensi ajaran Islam. Keenam: persoalan konseptual-
teoritis ini ditandai dengan adanya paradigma dikotomi dalam dunia
Simpulan
Reformasi epistemologi Islam dalam dunia pendidikan sangat penting
dilakukan demi menghasilkan pendidikan bermutu yang mencerdaskan,
terlebih dalam krisis kekinian yang menyangkut pengetahuan dan
pendidikan umat saat ini. Krisis yang terjadi dalam dunia pengetahuan
dan pendidikan umat saat ini didasari rendahnya motivasi belajar umat
serta kurangnya rasa cinta dan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan,
terutama dalam bingkai ketauhidan.
Perlu disadari bersama, bahwa ilmu pendidikan Islam selama ini
belum didasarkan pada epistemologi yang jelas dan ini yang membedakan
dengan ilmu hukum Islam. Jika pendidikan menjadi penentu terhadap
kemajuan serta kejayaan peradaban, maka pendidikan Islam harus
diperkokoh. Pendidikan Islam sebagai ilmu dapat eksis secara kokoh,
Daftar Pustaka
Arifin, M. (1991). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Achmad, Amrullah. (1991). “Kerangka Dasar Masalah Paradigma
Pendidikan Islam” dalam Muslih Usa. Pendidikan Islam di Indonesia
Antara Cita dan Fakta. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
A. M, Saefuddin. et.al. (1991). Desekulerisasi Pemikiran: Landasan
Islamisasi. Bandung: Mizan.
Achmad, Mudlor. (1994). Ilmu Dan Keinginan Tahu (Epistemologi Dalam
Filsafat). Bandung: Trigenda Karya.
Abdurrahman, Muslim. (1995). Islam Transformatif. Jakarta: Pustaka
Firadaus.
Pendahuluan
Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada
manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dan dengan kecerdasan Allah
SWT menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang mempunyai
bentuk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-Nya yang
lain. Allah menegaskan di dalam QS. at-Tin ayat 4:
َْ َ ْ َ َ ْ َ َْ َ ْ ََ
لقد خلقنا الإن َسان ِفي أحس ِن تق ِو ٍيم
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.” (Departemen Agama RI, 2008)
Pembahasan
Multiple Intellegence
Kecerdasan (inteligensi) merupakan salah satu dari beberapa gejala
kejiwaan yang sulit dipahami. Padahal sudah tidak diragukan lagi,
bagaimana peranannya dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya
dalam bidang pendidikan dan pengajaran. (Add.Rachman Abror, 1993)
Kecerdasan sebagai “kemampuan untuk memecahkan masalah atau
menciptakan suatu produk yang bernilai dalam satu latar belakang budaya
atau lebih “. Dengan kata lain, kecerdasan dapat bervariasi menurut
konteksnya. (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2006)
Gardner menyatakan bahwa ada delapan macam komponen kecer-
dasan, yang disebutnya dengan Multiple Intelegence (Intelegensi Ganda)
yaitu meliputi: (1) kecerdasan linguistic-verbal dan (2) kecerdasan
logiko-matematik yang sudah dikenal sebelumnya, ia menambahkan
dengan komponen kecerdasan lainnya yaitu (3) kecerdasan spasial-visual,
Kecerdasan Linguistic-Verbal
Kecerdasan ini berupa kemampuan untuk menyusun pikirannya dengan
jelas juga mampu mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata
seperti berbicara, menulis, dan membaca. Orang dengan kecerdasan
verbal ini sangat cakap dalam berbahasa, menceriterakan kisah, berdebat,
berdiskusi, melakukan penafsiran, menyampaikan laporan dan berbagai
aktivitas lain yang terkait dengan berbicara dan menulis. Kecerdasan ini
sangat diperlukan pada profesi pengacara, penulis, penyiar radio/televisi,
editor, guru. Kecerdasan Linguistic-Verbal memiliki ciri-ciri kemampuan
sebagai berikut:
1. Mampu membaca, mengerti apa yang dibaca.
2. Mampu mendengar dengan baik dan memberikan respons dalam
suatu komunikasi verbal.
3. Mampu menirukan suara, mempelajari bahasa asing, mampu
membaca karya orang lain.
4. Mampu menulis dan berbicara secara efektif.
5. Tertarik pada karya jurnalism, berdebat, pandai menyampaikan
cerita atau melakukan perbaikan pada karya tulis.
6. Mampu belajar melalui pendengaran, bahan bacaan, tulisan dan
melalui diskusi, ataupun debat.
7. Peka terhadap arti kata, urutan, ritme dan intonasi kata yang
diucapkan.
8. Memiliki perbendaharaan kata yang luas, suka puisi, dan permainan
kata.
9. Profesi: pustakawan, editor, penerjemah, jurnalis, tenaga bantuan
hukum, pengacara, sekretaris, guru bahasa, orator, pembawa acara
di radio / TV, dan sebagainya. (Howard Gardner, 1983).
Fase 1
Guru merencanakan pendekatan pembelajaran berdasarkan kurikulum
yang berlaku. Dua mengajarkan kecerdasan melalui kurikulum: 1) Memulai
satu jenis kecerdasan untuk memikirkan tugas-tugas yang menggabungkan
berbagai ranah kurikulum. Namun guru kurang disukai karena cukup
banyak menyita waktu dan perhatian mereka yang ditambahkan ranah
lainnya pada kurikulum mereka yang terkadang sudah sangat padat. 2)
Disisipkan kedalam kurikulum reguler, mengambil ranah kurikulum untuk
menencanakan pendekatan yang melibatkan masing-masing kecerdasan.
Fase 3
Guru menentukan metode/teknik pembelajaran yang sesuai/cocok
dengan kompetensi yang ingin dicapai pada setiap mata diklat. Kemudian
Guru mengidentifikasi jenis kecerdasan yang paling dominan/efektif
digunakan sesuai dengan teknik/metode yang digunakan. Metodologi
pendidikan terdiri dari semua teknik dan strategi yang digunakan oleh
pendidik. Seorangpun dapat menjamin bahwa teknik dan strategi didalam
metodologi pendidikan tersebut apakah berhasil menunjang bakat siswa
atau malah memperkuat kelemahan mereka. Kooperatif pembelajaran
sebagai cara aktif melibatkan kecerdasan interpersonal, mengajak siswa
untuk bekerjasama dengan baik dengan orang lain.
Gardner didalam bukunya tidak menyebutkan secara khusus cara
tertentu untuk menerapkan teori Kecerdasan Majemuknya pada pengajaran
di kelas. Gardner tidak berniat hendak menekankan apalagi mendesakkan
sejenis pengendalian ketat atas sekolah yang mengimplementasikan teori-
teorinya. Akibatnya, tak satupun sekolah yang menerapkan Kecerdasan
Majemuk melakukan hal yang sama. Sebagian, seperti Key School
di Indiana Polis, Indiana, memberikan bobot yang sama pada setiap
kecerdasan dalam sistem pendidikannya. Sebagian yang lain, seperti
Sekolah Dasar Hart-Ransom di Modesto, California mempertahankan
sistem pendidikan tradisional tetapi menyusun ulang kurikulumnya
untuk memberi siswa “setidaknya tujuh cara untuk mempelajarinya”
(Julia Jasmin, 2007).
Fase 4
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan meminta
siswa untuk ikut berperan aktif dan bekerjasama mengenali dan
mengoptimalkan jenis-jenis kecerdasan yang ada pada diri mereka.
Fase 6
Evaluasi hasil belajar berfungsi untuk mengetahui sampai sejauh mana
ketercapaian dan kegagalan suatu program kegiatan dalam mewujudkan
tujuan yang seharusnya dicapai. Dalam kaitannya dengan program
pendidikan, tujuan evaluasi pendidikan adalah mendapat data pembuktian
yang menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan
peserta didik dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Hasil belajar
sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah yakni,
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor yang masing-masing
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian bahwa gaya belajar siswa tercermin dari
kecenderungan kecerdasan yang dimiliki oleh siswa tersebut. Oleh karena
itu, seharusnya setiap guru memiliki data tentang gaya belajar siswanya
masing-masing. Kemudian, setiap guru harus menyesuaikan gaya mengajar
dengan gaya belajar siswanya yang diketahui dari Multiple Intelligences
Research (MIR). Strategi pembelajaran Multiple Intelligences adalah
upaya mengoptimalkan semua kecerdasan (kecerdasan majemuk) yang
dimiliki siswa untuk mencapai kompetensi tertentu yang terdapat dalam
kurikulum. Konsep multiple intellegences tersebut sangat bermanfaat jika
diterapkan dalam memberikan pembelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah, sehingga guru dalam mengajar tidak hanya dengan satu metode
saja, karena adanya kesadaran guru tentang multiple intellegences yang
dimiliki siswa.
Daftar Pustaka
Abror, Add. Rachman. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Tiara Wacana.
1993.
Sudrajat, Akhmad. Psikologi Pendidikan. Kuningan: PE-AP Press. 2006.
Thomas, Armstrong. Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah.
Kaifa Mizan,Bandung. 2004.
Frenky Mubarok
STAI Pangeran Dharma Kusuma Segeran Indramayu, Indonesia
Email: fbarok@gmail.com
Pendahuluan
Setiap muslim percaya bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW agar menjadi petunjuk bagi
manusia. Pada awal risalah kenabian, setiap permasalahan yang ada pada
umat Islam langsung ditanyakan kepada Nabi (Hidayat, 2020, hlm. 31).
Namun ketika Nabi wafat umat Islam tidak lagi dapat berkomunikasi
secara langsung dengan Nabi dan hanya menggunakan riwayat-riwayat
yang disandarkan kepada Nabi guna menjawab setiap permasalahan
umat Islam paca Nabi wafat. Riwayat-riwayat yang merupakan bentuk
perkatan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad tersebut kemudian
dikenal sebagai hadits atau sunnah.
Meski sama-sama merupakan rujukan utama agama, kodifikasi hadits
tidak semudah kodifikasi Al-Qur’an yang telah banyak dihafal oleh umat
Islam sejak Rasulullah masih hidup. Berbeda dengan kodifikasi Al-Qur’an
yang telah dimulai sejak Khalifah Umar bin Khattab hingga lahirnya
Muṣḥaf Utsmani pada masa Khalifah Utsman bin ‘Affan, kodifikasi
hadits baru dapat dilakukan pada abad ke-2 Hijirah, yakni pada masa
Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz (Yuanitasari, 2020, hlm. 102). Upaya
kodifikasi hadits yang dilakukan secara sistematis tersebut adalah upaya
umat Islam agar dapat menghadirkan hadits yang memiliki kualitas yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Pembahasan
Tafsir Tarbawi sebagai Pendekatan Pengembangan
Pendidikan
Tafsir pendidikan atau tafsir tarbawi lahir guna memenuhi kebutuhan
akademik dalam rangka pengayaan kurikulum lokal atau kurikulum
Nasional di Perguruan Tinggi Agama Islam, dengan harapan bahwa
jurusan pendidikan atau tarbiyah akan mampu mempersiapkan calon
pendidik dalam wilayah pendidikan Islam. Selanjutnya, agar pendidikan
Islam dapat mengembalikan paradigma yang bersumber kepada dasar
ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, maka lahirlah disiplin tafsir
sebagai alternatif kajian yang mempunyai relasi dengan pendidikan yang
kemudian disebut tafsir tarbawi. Meski demikian, menurut Badruzzaman
M. Yunus, tafsir tarbawi masih membutuhkan pengembangan agar
kajian tafsir tarbawi dapat disejajarkan dengan kajian tafsir yang sudah
dianggap mapan seperti tafsir aḥkam dan lain-lain (Yunus, 2016). Dengan
أن علم التفسير علم يبحث عن مراد اهلل تعالى بقدر الطاقة البشرية
Bahwasanya ‘ilmu tafsir adalah ilmu yang membahas tentang (makna)
yang dikhendaki oleh Allah (pada Al-Qur’an) sesuai dengan kemampuan
manusia.
Simpulan
Ketika sebuah teks hadir ke tengah masyarakat, maka ia telah menjadi
milik publik. Selanjutnya publik pun akan memberikan apresiasi berupa
pemahaman sesuai dengan intelektualitas yang mereka miliki. Begitupun
ketika teks Al-Qur’an hadits di tengah umat Islam, maka mereka akan
menjadikannya sebagai dasar hukum dan pedoman bagi setiap muslim.
Al-Qur’an senantiasa memiliki kedudukan yang tinggi untuk dijadikan
sebagai landasan bagi setiap kegiatan umat Islam. Begitupun dalam bidang
pendidikan, umat Islam melakukan upaya pengkajian guna membentuk
sistem pendidikan yang sesuai dengan Al-Qur’an. Untuk memenuhi hal
tersebut, maka disusunlah disiplin ilmu pendidikan yang berlandaskan
Al-Qur’an yang disebut sebagai Tafsir Tarbawi. Diharapkan disiplin ilmu
ini dapat memenuhi kebutuhan akademik dalam rangka pengayaan
kurikulum lokal atau kurikulum nasional di perguruan tinggi agama
Islam yang ada di Indonesia.
Dalam perkembangannya, kajian Tafsir Tarbawi di Indonesia
berkembang cukup pesat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku-
buku yang corak penafsiran Tafsir Tarbawi dalam menyikapi isu-isu
pendidikan yang berkembang di Indoensia. Meski demikian, kompeksitas
dunia pendidikan, khususnya dalam pengembangan pendidikan Islam di
Indonesia masih membutuhkan pemikiran-pemikiran yang segar yang
berkaitan dengan pendidikan. Oleh karenanaya, wacana pendidikan
yang didasarkan pada corak penafsiran Al-Qur’an masih terbuka lebar
untuk terus dikembangkan.
Daftar Pustaka
Adz Dzahabi, M. H. (1976). At-Tafsir wa Al-Mufasirun (Vol. 1). Daar
al-Hadits.
Pendahuluan
Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga penyelenggara pendidikan
nasional memiliki peran penting melihat realitas degradasi lingkungan
yang telah terjadi melalui pendidik dengan mendidik serta menanamkan
karakter peduli lingkungan kepada para peserta didik. Hal ini dilakukan
karena dalam pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan upaya secara
kolektif tidak hanya tugas dari pegiat lingkungan atau tugas individu
yang memang berkecimpung di dunia lingkungan hidup. Akan tetapi,
dalam merealisasikan pendidikan lingkungan hidup tersebut perlu
memiliki strategi yang tepat. Strategi yang tepat dapat dilakukan dengan
mengorganisasikan isi kurikulum yang meliputi bahan atau materi
pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.
Ecopesantren adalah program yang bertujuan untuk mempromosikan
perlindungan lingkungan melalui pendidikan. Program tersebut
diluncurkan pada tahun 2008 oleh Kementerian Lingkungan Hidup
(Abbas, A. S et al. 2012). Ecopesantren terdiri dari dua kata, yakni eco
dan pesantren. Kata eco mengacu pada istilah ecology yang erat kaitannya
dengan lingkungan hidup. Sedangkan kata pesantren digunakan untuk
Simpulan
Dengan menggunakan struktur program kurikulum yang tergabung
dalam ranah formal dan non formal di pesantren dan madrasah, Yayasan
Pesantren SPMAA Lamongan mampu menata kurikulumnya secara
efektif dalam setting akademik. Sehingga proses internalisasi nilai-nilai
kepedulian terhadap lingkungan dapat membantu pihak Yayasan dalam
menigkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan. Kurikulum
dibagi menjadi dua bagian; bagian horizontal dan bagian vertikal.
Struktur kurikulum terintegrasi secara horizontal (Integrated curricular).
Organisasi vertikal kurikulum di madrasah menggunakan struktur kelas.
Sedangkan, di pesantren, di sisi lain, menerapkan sistem satuan kredit
semester (SKS). Selain pada program intrakurikuler sebagaimana yang
termaktub di struktur kurikulum di Yayasan dan madrasah, integrasi
kurikulum ecopesantren juga dilakukan melalui program ekstrakurikuler.
Pendahuluan
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan berbasis keagamaan
yang telah tumbuh pesat di Indonesia. Dalam pengertian ini, pondok
pesantren merupakan wadah pendidikan Islam yang mengutamakan
moral agama Islam sebagai pedoman hidup untuk dipahami, dihayati,
serta diamalkan secara langsung dalam kehidupan. Pondok pesantren
memiliki beragam fungsi sebagai badan pendidikan, sosial, dan keagamaan
yang dibentuk oleh pemerintah dalam upaya untuk membangun karakter
unggul (Supriyanto, 2020).
Bentuk-bentuk program pondok pesantren saat ini terbagi menjadi
empat klasifikasi, diantaranya (1) Pondok pesantren yang menyelanggarakan
pendidikan agama Islam yang identik dengan menerapkan pembahasan
kitab-kitab kuning serta Al-Qur’an, (2) Pondok pesantren yang berbentuk
pengalaman dan pendidikan moral sehingga menghasilkan output seperti
persaudaraan Islam, keikhlasan, kesederhanaan, dan kedisiplinan, (3)
Pondok pesantren yang berbentuk sekolah dan pendidikan umum yang
mengacu kepada pendidikan nasional dari Departemen Pendidikan
Nasional dan pendidikan madrasah dari Departemen Agama, (4) Pondok
pesantren berbentuk keterampilan dan kursus, yang memberlakukan
kegiatan secara terencana dan terprogram melalui kegiatan tertentu.
Simpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah program pemberdayaan santri
melalui program entrepreneurship di Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah
mengeluarkan hasil dengan memberikan manfaat dalam meningkatkan
kemandirian ekonomi pesantren, santri, dan masyarakat. Dalam
pemberdayaan santri terdapat program yang melibatkan pendirian
koperasi, pemanfaatan potensi alam sekitar, kerja sama dengan berbagai
pihak baik lokal, interlokal maupun pemerintah, dan pembentukan
kelompok santri berdasarkan minat dan keterampilan untuk menjalankan
praktek-praktek agribisnis.
Daftar Pustaka
181
Islam di Tengah Pusaran Konflik dan
Perdamaian Dunia
Pendahuluan
Pasca Perang Dingin dan pasca 9/11 berkembang berbagai kajian akademis,
terutama di Eropa dan Amerika Utara, yang berupaya menghubungkan
agama, konflik dan perdamaian. Kajian-kajian ini pada umumnya mencoba
mengaitkan adanya hubungan intrinsik antara agama dengan kekerasan.
Hubungan antara agama, konflik, dan perdamaian tersebut seringkali
dibingkai dalam sudut pandang kaku antara sekuler versus religius,
dimana sekuler dikategorikan sebagai liberal Barat sementara religius
dikategorikan sebagai non-liberal universal. Pembingkaian seperti ini
pada akhirnya sangat mempengaruhi bagaimana cara konflik selanjutnya
dianalisis dan bagaimana penyelesaiannya dibahas dalam konteks agenda
perdamaian liberal (Duderija, A., & Rane, 2019, p. 18).
Perang dan konflik sendiri bukanlah sebuah fenomena baru. Beberapa
alasan yang seringkali dinyatakan sebagai penyebab terjadinya konflik,
diantaranya perebutan wilayah, perebutan kekuasaan, penindasan
(oppression), perebutan sumber daya, politik, dan agama. Terkait hal
ini, semakin mengemuka pandangan yang menyatakan bahwa agama
memainkan peran penting dalam banyak konflik di seluruh dunia
(Appleby, 2000, p. 41). Dalam konteks ini, Islam sebagai salah satu agama
yang memiliki jumlah pemeluk cukup signifikan di seluruh dunia, ikut
Pembahasan
Perang dan Damai dalam Konteks Agama
Perang dan perdamaian dalam konteks agama telah menjadi topik yang
kompleks dan kontroversial sepanjang sejarah manusia. Berbagai agama,
termasuk Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lain-lain, memiliki hubungan
yang kompleks dengan konflik dan perdamaian. Perang dalam konteks
agama sering kali disebut sebagai perang agama atau konflik etno-religius.
Ini terjadi ketika agama digunakan sebagai dasar identitas kelompok, dan
perbedaan agama kemudian menjadi sumber perselisihan yang serius
(Roberts, 2004, p. 49). Gambar 1 dan 2 berikut, menunjukkan distribusi
Sumber: Islam and World Peace, Islamic Sciences & Research Academy Australia (ISRA),
p. 7.
Sumber: Global Peace Index/Institute for Economics and Peace diakses dari (www.visi-
onofhumanity.org/maps)
Simpulan
Agama seringkali dipandang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya konflik di dunia. Padahal dalam faktanya, konflik yang
melibatkan agama tidak selalu mencerminkan ajaran agama itu sendiri
karena seringkali faktor-faktor politik, sosial, ekonomi, dan etnis juga ikut
memainkan peran penting dalam sebuah konflik. Dalam faktanya pula,
agama sebetulnya telah memainkan peran penting dalam mempromosikan
perdamaian. Tetapi dengan begitu banyaknya penekanan pada agama
sebagai sumber konflik, menyebabkan peran agama sebagai kekuatan
dalam perdamaian biasanya diabaikan.
Islam sebagai salah satu agama besar di dunia, memiliki signifikansi
dan kontribusi dalam upaya perdamaian dunia. Hal ini misalnya termuat
dalam ajaran agama Islam yang mendorong umatnya untuk mewujudkan
perdamaian, keadilan, dan kesetaraan. Beberapa kontribusi nyata Islam
dalam upaya perdamaian dunia, tercermin pula melalui ajaran hubungan
antar umat beragama dimana Islam menghormati hak-hak agama minoritas
dan mendorong umat Muslim untuk berinteraksi secara positif dengan
komunitas yang berbeda, Islam juga menekankan pentingnya keadilan
dan kesetaraan dalam masyarakat dimana prinsip-prinsip ini dipandang
dapat membantu mengatasi ketidakadilan dan konflik yang mungkin
terjadi, serta Islam juga mendorong praktik dialog antar agama sebagai
bagian dari resolusi konflik.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa peran agama –
termasuk Islam – dalam menciptakan perdamaian juga harus dilihat
dalam konteks sosial, politik, dan budaya yang lebih luas. Agama tidak
bekerja sendiri, tetapi memiliki keterkaitan dengan faktor-faktor lain
seperti politik, ekonomi, pendidikan, dan hubungan antar bangsa. Dengan
kata lain, diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk upaya
diplomasi, dialog antar agama, pendidikan, pemberdayaan masyarakat, dan
penyelesaian konflik berbasis keadilan. Hal ini membutuhkan kerjasama
Daftar Pustaka
Abu-Nimer, M. (2003). Non-Violence and Peace Building in Islam: Theory
and Practice. University Press of Florida.
Adiong, N. M., Mauriello, R., & Abdelkader, D. (2019). Islam in
International Relations: Politics and Paradigms. Routledge.
Appleby, R. . (2000). The Ambivalence of the Sacred: Religion and Violence,
and Reconciliation. Rowman and Littlefield.
Bakar, O. (2003). Islam dan Dialog Peradaban. Fajar Pustaka Baru.
Berger, M. (2010). Religion and Islam in Contemporary International
Relations. Netherlands Institute of International Relations
Clingendael. https://www.clingendael.org/sites/default/files/
pdfs/20100400_cdsp_book_mberger.pdf
Duderija, A., & Rane, H. (2019). Islam and Muslim in the West: Major
Issues and Debate. Palgrave Macmillan.
Fadl, K. A. El. (2012). The Place of Tolerance in Islam. Beacon Press.
Fisher, S. (2002). Working With Conflict: Skills and Strategies for Action.
Zed Books.
Habermas, J. (2009). Between Naturalism and Religion. Polity Press.
Haynes, J. (2007). An Introduction to International Relations and Religion.
Pearson Longman.
Iqbal Dar, A. (2017). Revie Article Diplomacy in Islam. Asian Journal of
Science and Technology, 8(9), 5616–5618.
Kumar, D. (2016). Islamophobia: The Cultural Logic of Empire. Haymarket
Books.
Rahmanizadeh, H. (2015). Contribution of Islam to the Development of
Diplomatic and Consular Law. Journal of Current Research in Science,
3(2).
Pedahuluan
Peranan agama sangat urgen bagi kehidupan manusia di alam semesta ini,
semua agama yang ada di dunia ini pada hakikatnya mempunyai maksud
dan tujuan yang sama yakni menciptakan perdamaian dan salahsatu
penyelasaian konflik sosial sehingga menjadi harmoni dan kebahagiaan
pada makhluk hidup di dunia (Widagdo, 2013). Pada faktanya agama
tidak mengajarkan pada kekerasan, radikal, dan bahkan kejam kepada
sesma makhluk yang sama sebagai ciptaan Tuhan yang Mahasa Esa.
Islam salah satu agama besar didunia yang selalu mengajarkan kasih
sayang semaa manusia dan menjalin persaudaraan terhadap agama lain
(kristen, Budaha, Hindu dan kepercayaan)(Widagdo, 2013). Islam bukan
saja pada manusia tetapi pada hewan dan tumbuhan harus menjaga
kelestariannya karena semuanya ada manfaat dan saling menguntungkan
pada kelangsungan kehidupan tanpa ada konflik dan mengurangi bencana
alam yang diakubatkan ulah manusia itu sendiri (QS. Ar-Rum;41).
Agama pada dasarnya memiliki peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, karena agama merupakan sistem nilai yang di
dalamnya terdapat norma- norma yang mengatur pola perilaku manusia,
baik dalam kehidupannya sebagai individu maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Sehingga, agama dalam hal ini berfungsi sebagai pedoman
Pembahasan
Geneologi KH. A. Hasyim Muzadi
Beliau putra asal Tuban Jawa Timur , kelahiran 8 Agustus 1944 seorang
tokoh Muslim yang terang benderang di cakrawala Indonesia selama
Peranan Agama
Agama memiliki banyak istilah ada yang menyebutkan agama berasal
dari Bahasa arab din, dari Bahasa eropa religi, dari Bahasa sansekerta
a-gam, dan Bahasa semit din. dalam Bahasa arab din berarti menguasai,
menunjukan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. agama menjadikan
seseorang taat dan patuh terhadap Tuhan dengan menjalankan perintah
Simpulan
Kiai Ahmad Hasyim muzadi memberikan kontribusi yang sangat
berpengaruh pada konteks nasional, keumatan (NU) dan internasional.
Pada nasional kiai Hasyim telah menyatukan agama dan negara yang
saling membutuhkan (simbisosis-mutualisme) bahwa negara perlu
peranan agama untuk memberikan nilai agama yang subtansi begitu
pula agama membutukan negara dalam menjalankan kenyakian masing-
masing sebagai wujud ketuhanan yang Maha Esa untuk menciptakan
keharmonis beragama di Indonesia sehingga NKRI yang beragam bahasa,
agama, suku dan budaya disatukan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika.
Pernan agama yang terus diupayakan Kiai Hasyim mewujudkan
keharmonisan internal agama melalui pembenahan peranan nahdatul
ulama sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia harus menjadi
perekat persatuan kesatuan bangsa sehingga tehindar dari konflik internal
dengan organisasi keagamaan yang lainnya sebagai wujud toleransi
internal agama.
Peranan agama yang yang diwujudkan kiai Hasyim terlihat pada
perdamaian dunia Islam dan Barat yang saling mencurigai. Kiai Hasyim
menepis pandangan Barat bahwa Islam teloris melalui konferensi agama-
agama dunia dan ICIS maka streotif pada Islam sudah mulai cair. Kiai
Hasyim melalui konsep rahmatan lil alami sebagai dasar peranan agama
terhadap perdamaian bahwa Islam membawa rahmat bagis semsta alam
tanpa sekat agama, budaya, suku dan bahasa.
Ridwan
Universitas Islam Internasional Indonesia
Email: ridwan@uiii.ac.id
Pendahuluan
Serangan brutal terorisme terhadap World Trade Centre (WTC) di
New York pada 11 September 2001, dan peristiwa-peristiwa tragik dan
traumatis yang menyertainya, secara khusus invasi US ke Afghanistan
dan Iraq, telah mengukuhkan “benturan antar peradaban” (clash of
civilizations). Salah satu implikasi tesis benturan peradaban adalah
penguatan fundamentalisme dan ekstremisme agama sebagai detonator,
yang telah mengaktifkan sumbu ledak pelbagai konflik kekerasan di
dunia global. Dengan kata lain, dunia telah menyaksikan pelbagai konflik
kekerasan yang berkelanjutan hingga kini, terutama sejak dari tragedi
September (2001), pengeboman di Bali (2002), Madrid (2004), untuk
menyebut beberapa kasus, hingga terbit dan hancurnya organisasi ISIS
(Islamic State of Iraq and Syria/Sham), yang sempat mengejutkan dunia
dengan pembentukan pemerintahan khilafah.
Dalam pelbagai peristiwa konflik kekerasan tersebut, agama acap
digunakan sebagai senjata politik guna menghancurkan kelompok lain
yang berbeda agama, di mana mereka dianggap musuh. Samuel Huntington
(1996) menekankan bahwa sumber konflik peradaban di dunia tidak
lagi didasarkan pada ideologi dan ekonomi, tetapi berdasarkan budaya
dan agama. Dalam nada yang sama, Gerrie Ter Haar (2005) menyatakan
Pembahasan
Bagian utama tulisan ini akan menjelaskan Forum R20 yang terbagi dalam
beberapa sub bab: Pertama, kajian kepustakaan yang mendeskripsikan
peran ganda agama sebagai sumber perasoalan atau sebagai solusi, karena
R20 mengusung tema “agama sebagai solusi”. Setelah itu, bagian kedua
mengkaji NU dan perannya dalam perdamaian, secara singkat, sejak
kelahirannya dan dua dekade terakhir terlibat dalam ranah perdamaian,
dan bagian akhir secara khusus mengkaji R20 dari sebuah perspektif
yang lebih luas.
Simpulan
Forum R20 di Indonesia awal November 2022 adalah forum perdana
pertemuan para pemuka agama tingkat tinggi dunia, yang berupaya
menghadirkan agama sebagai solusi dan arus utama peradaban. Ia
diandaikan sebagai satu gerakan sosial, dengan mengajak para pemimpin
agama menyadari bahwa agama pernah berkontribusi sebagai sumber
konflik kekerasan di masa lampau, namun dewasa ini nilai-nilai agama
yang dipertukarkan untuk perdamaian dapat didorong untuk membuat
satu tatanan dunia yang lebih aman dan damai. R20 telah membahas
pelbagai masalah dunia terkait kaeagamaan ini dalam sebuah forum
yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai proses
rekonsiliasi antar kelompok-kelompok yang bertikai. Masing-masing
perwakilan agama menceritakan pengalaman buruk masa lalu dan cara
menyelesaikannya serta mengungkapkan pelbagai tradisi baik yang perlu
dikembangkan untuk kemudian mencari nilai-nilai bersama dan konteks
baru antar agama. Kesetaraan antara manusia dan warga negara harus
didasarkan pada doktrin agama, sehingga agama harus mengubah doktrin
ini sekarang. Karenanya, Forum R20 dilihat satu kerangka teori dialog
antar agama bertujuan untuk mewujudkan pembangunan perdamaian
dengan transformasi konflik dan rekonsiliasi melalui pemimpin agama.
Ia berbeda dengan model dialog antar agama yang bersifat tradisional
dan berorientasi politik.
Daftar Pustaka
Arifianto, A.R. (2017). Practicing what it preaches? Understanding the
contradictions between pluralist theology and religious intolerance
within Indonesia’s Nahdlatul Ulama. Al Jami’ah, Journal of Islamic
Studies. 55(2), 241–64.
_____________. (2021). Nahdlatul Ulama and its commitment towards
moderate political norms, A comparison between the Abdurrahman
Wahid and Jokowi era. Journal of Global Strategic Studies. 1(1), 77-
114.
Azka, M.N., dkk. (2019). Dua Menyemai Damai: Peran dan Kontribusi
Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam Perdamaian dan
Demokrasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Banchoff, T. (2012). Interreligious dialogue and international relations.
In Ts Shah, A Stepan, A. & Md Toft, (eds.), Rethinking Religion and
World Affairs (204-216). London: Oxford University Press.
Barton, G. & Fealy, G. (1996). Nahdlatul Ulama, traditional Islam and
modernity in Indonesia. Australia: Monash Asia Institute.
Baso, A. (2017). The intellectual origins of Islam nusantara; A study on a
globalising Indonesian Islam and reform of hegemonic reason. Jakarta:
Pustaka Afid.
Bayat, A. (2005). Islamism and social movement theory. Third World
Quarterly. 26(6), 891–908.
Pendahuluan
Manusia sebagai individu maupun sebagai komunitas sosial. Warga negera
pasti memiliki perbedan satu dengan lainnya. Perbedaan itu bisa meliputi
perbedaan sejarah, budaya, geografi, gender, agama, latar belakang sosial,
pendidikan, dan pekerjaan. Seluruh faktor di atas memergaruhi seseorang
atau sekelompok masyarakat dalam melihat suatu masalah. Berbagai
perbedaan yang kita miliki dapat mempengaruhi cara pandang kita
terhadap sesuatu masalah, cara pandang ini tentu berbeda dengan orang
lain. Berbagai perbedaan yang dimiliki oleh manusia dapat menjadikan
konflik apabila tidak dikelola dengan baik.
Konflik tidak hanya terjadi kerena faktor perbedaan, sejarah, budaya,
gender, agama, dan latar belakang sosial. Konflik sering terjadi kepada
orang yang memiliki identitas yang sama seperti identitas, bahasa, dan
agama sebab konflik dapat muncul ketika seseorang atau kelompok
memiliki perbedaan kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga
di antara mereka saling memperebutkan atau berkompetisi dalam
memperebutkan sesuatu.
Konflik Maluku yang berlatar belakang isu agama ternyata dalam
perkembangannya meluas ke isu etnik, perebutan akses ekonomi, dan
sumber daya alam. Meski konflik Maluku telah berakhir dengan perjanjian
Malino II, tetapi konflik-konflik kecil sesama komunitas agama sering
terjadi, misalnya konflik batas desa, meski kedua desa beragama sama
Pembahasan
Laskar dan Doktrin Jihad
Berlarut larutnya penanganan konflik Maluku menyebabkan aktor yang
bermain dalam konflik Maluku semakin banyak dengan berbagai agenda
kepentingan. Konflik Maluku tidak sebatas melibatkan masyarakat lokal
dengan solidaritas keagamaan tetapi juga jaringan organisasi keagamaan.
Jaringan organisasi keagamaan memberi dukungan kepada komunitas
kelompok mereka. Maluku menjadi daya tarik bukan karena potensi
sumber daya alamnya tetapi Maluku menjadi medan jihad bagi para
syuhada dari berbagai wilayah di Indonesia dan berbagai negara untuk
mencari pahala sahid.
Doktrin perang Jihad yang dikumandangkan oleh Laskar Jihad Jafar
Umat Talib yang bertempat bermarkas di Pondok Pesantren Degolan
Yogyakarta memunculkan simpati dan dukungan dari umat Islam di
Indonesia maupun Internasional. Laskar Jihad menyatakan, perjuangan
jihad yang dilakukan di Maluku tidak hanya bertujuan membela saudara-
saudara muslim tetapi juga jihat dalam mempertahankan NKRI dari upaya
kelompok gerakan RMS (Republik Maluku Selatan) untuk memisahkan
Maluku dari Indonesia. Dalam berbagai orasi dan selebaran, Laskar
Jihad meminta umat Islam Indonesia untuk mendukung TNI dalam
mempertahankan NKRI dari ancaman pemisahan oleh gerakan makar
Republik Maluku Selatan.
Laskar Jihad adalah organisasi sayap militer dari Forum Komunikasi
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (FKASWJ). Laskar Jihad (LJ) dideklarasikan
Simpulan
Konflik Maluku memberikan banyak pembelajaran dari segi akademik
bagaimana komunitas masyarakat berhasil menyelesaikan konflik berisukan
Daftar Pustaka
Indrawan, J., Putri, A. T. (2022). )Konflik Ambon Menggunakan
penahapan Konflik Simon Fisher. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik
Volume 4(1). https://doi.org/10.24198/jkrk.v4i1.36608
Supani. (2014). Gerakan Salafi Alumni Laskar Jihad (Studi Kasus Ponpes
Salafi, Al Manshuroh di Desa Munjur Kecaman Kroya Kabupaten
Cilacap). Jurnal Penelitian Agama 15(2), 179-193. 10.24090/jpa.
v15i2.2014.pp179-193
Sholehudin, M. (2013). Ideologi Religio-Politik Gerakan Salafi Laskar
Jihad Indonesia. Jurnal Review Politik 3(1), 46-68.
Elewahan, J., Mubin, I., & Serena, M. Y. (2019). Konflik Maluku dan
Pelaksanaan Perjanjian Malino. Jurnal Kajian, Penelitian, dan
Pengembangan Pendidikan Sejarah, 4(2), 47-51.
Fahham, A. M. (2010). Peran Tokoh Agama dalam Penangan Konflik
Sosial di Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Jurnal Kajian, 15(2),
311-341. 10.22212/kajian.v15i2.427
Sholeh, B. (2013). Peran dan Kontribusi Tokoh Islam Indonesia dalam
Proses Resolusi Konflik. Jurnal Kajian KeIslaman, 17(1), 31-38.
Media
Tokoh Agama Menyampaikan Pesan Damai: Antara News.Com. 17
Februari 2022
Pendahuluan
Indonesia adalah sub-wilayah yang beragam dan berlapis-lapis di kawasan
Asia yang terdiri dari berbagai negara dengan etnis, bahasa, budaya, dan
masyarakat yang berbeda. Selain itu, di antara negara-negara Asia Tenggara,
Indonesia berbagi karakteristik sosial-budaya yang khas mengenai bahasa,
ras, agama, budaya, dan orang yang berbeda. Indonesia, Malaysia, dan
Singapura adalah negara Asia Tenggara yang paling beragam, secara
etnis, bahasa, agama, budaya, sosial, dan politik. Tetapi mereka bervariasi
dalam cara yang berbeda dan berurusan dengan keragaman dengan cara
yang berbeda. Indonesia, sebagai wilayah dalam batas-batas geografis
dan pola budaya tertentu, dalam sejarahnya, adalah masyarakat yang
beragam budayanya.
Keragaman budaya di Indonesia sebagai bagian dari kawasan Asia
Tenggara telah berkembang karena kontak budaya melalui perdagangan
dan kegiatan lintas daerah, baik dalam praktik sosial, ekonomi, politik,
dan budaya. Fakta sejarah ini menggambarkan bahwa masyarakat
Indonesia terbiasa hidup berdampingan dalam keberagaman. Namun,
karena kolonialisme dan menguatnya globalisasi di wilayah ini, fanatisme
budaya masing-masing kelompok menguat. Akibatnya, setiap kelompok
mencoba menunjukkan bahwa identitas diri dan kelompok mereka lebih
unggul daripada kelompok lain.
Pembahasan
Isu Keragaman Agama di Indonesia
Ketika Indonesia merdeka, rakyatnya dikenal sebagai warisan kolonial
sebagai masyarakat majemuk. Masyarakat ini merupakan peninggalan
sejarah sebelum kemerdekaan, yaitu sejak zaman Hindia Belanda.
Masyarakat majemuk pada masa itu didefinisikan oleh Furnivall (1944)
sebagai masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih unsur hidup sendiri
tanpa bercampur dalam satu kesatuan politik. Sebagai masyarakat
majemuk, Indonesia dipandang sebagai komunitas tropis di mana mereka
yang memegang kekuasaan dan mereka yang memerintah memiliki
perbedaan ras.
Batas Toleransi
Toleransi beragama menjadi penting karena dengan toleransi beragama,
persatuan bangsa dan negara dapat terwujud. Ibadah tidak dapat
dilakukan dengan damai tanpa toleransi antar umat beragama. Kesabaran
dapat menjaga humas agar tetap harmonis di tengah perbedaan. Sikap
toleransi, kenyamanan dan kemudahan dalam masyarakat akan tertahan
tanpa konflik karena perbedaan yang spesifik. Toleransi bertujuan untuk
mencegah perpecahan karena banyak perbedaan.
Dengan sikap toleransi, konflik dan perpecahan antara individu dan
kelompok tidak akan terjadi. Banyak orang menyebut toleransi sebagai
kunci utama perdamaian yang harus dijaga. Hal ini penting untuk
diperhatikan, mengingat masyarakat Indonesia memiliki latar belakang
yang beragam, mulai dari kepercayaan, suku, ras, hingga warna kulit. Lebih
lanjut Taufiq menambahkan bahwa salah satu bentuk toleransi adalah
toleransi beragama, yaitu sikap saling menghormati dan menghargai antar
pemeluk agama lain, seperti tidak memaksa orang lain untuk mengikuti
keyakinan kita, tidak mengkritik/menghina agama lain dengan alasan
apapun, tidak melarang atau mengganggu orang yang berbeda agama
untuk beribadah menurut agama/kepercayaan masing-masing.
2. Minoritas
“Jika Anda menggunakan istilah ‘minoritas’ dan tidak menentukan
siapa yang Anda bicarakan, orang menganggap Anda mengacu pada
orang Afrika-Amerika” (Berbrier 2004, 41).
6. Mayoritarianisme
“sikap politik yang menolak jaminan konstitusional atas kesetaraan
semua warga negara dan berpendapat bahwa kelompok dominan dan
norma serta nilainya harus menang” (Jones 2020, 53)
Simpulan
Berdasarkan kajian di atas, keragaman agama merupakan sesuatu yang
diperlukan. Oleh karena itu, tidak perlu diperdebatkan atau menjadi
sumber konflik. Sebaliknya, harus menjadi penguatan dalam membangun
harmoni dan integrasi sosial. Yang pertama adalah Eufemisme Harmoni.
Kondisi politik yang paling menguntungkan bagi munculnya diskriminasi
terhadap minoritas agama tampaknya adalah ketika harmoni adalah
eufemisme untuk jenis [sistem politik] yang tidak cukup kuat untuk
menekan kelompok-kelompok radikal atau bersedia mengkompromikan
hak-hak minoritas agama untuk menghentikan ancaman dari garis
Daftar Pustaka
Burhani, A. N. (2007). Pluralism, Liberalism, and Islamism: Religious
Outlook of the Muhammadiyah Islamic Movement in Indonesia.
Faculty of Humanities, University of Manchester.
Burhani, A. N. (2019). Between Social Services and Tolerance: Explaining
Religious Dynamics in Muhammadiyah. ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Burhani, A. N. (2020). Muslim televangelists in the making: Conversion
narratives and the construction of religious authority. The Muslim
World, 110(2), 154-175.
Sa’dullah
Universitas Negeri Jakarta, Indonesia
Email: sadullah@unj.ac.id
Pendahuluan
Pasca reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi
telah menjadi lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena
radikalisme di kalangan umat Islam seringkali disandarkan dengan paham
keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme bisa lahir dari berbagai
sumbu, seperti ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
Dalam konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme Islam
telah makin membesar karena pendukungnya juga semakin menigkat.
Akan tetapi, gerakan-gerakan radikal ini kadang berbeda pandangan serta
tujuan, sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar
memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan
“negara Islam”, namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya “negara
Islam Indonesia”, disamping itu pula da yang memperjuangkan berdirinya
“khilafah Islamiyah”.
Pola organisasinya juga beragam, mulai dari gerakan moral ideology
seperti Majelis Mujahidin Indonesai (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia serta
yang mengarah pada gaya militer seperti Laskar Jihad, Front Pembela
Islam, dan Front Pemuda Islam Surakarta. Meskipun demikian, ada
perbedaan dikalangan mereka, ada yang kecenderungan umum dari
Pembahasan
Gerakan Radikalisme di Indonesia
Radikalisme agama yang dilakukan oleh gerakan Islam garis keras dapat
ditelusuri lebih jauh ke belakang. Gerakan ini telah muncul pada masa
kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai akar gerakan
Islam garis keras era reformasi. Gerakan dimaksud adalah DI/TII (Darul
Islam/Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang
muncul era 1950- an (tepatnya 1949). Darul Islam atau NII mulanya
di Jawa Barat, Aceh dan Makassar. Gerakan ini disatukan oleh visi dan
misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan
DI ini berhenti setelah semua pimpinannya atau terbunuh pada awal
1960- an. Sungguhpun demikian, bukan berarti gerakan semacam ini
lenyap dari Indonesia. Pada awal tahun 1970-an dan 1980-an gerakan
ٱلل َيأ ُۡم ُر ِبٱلۡعد ِۡل َوٱل ِۡإح َٰۡس ِن َو ِإيت ٓايِٕ ِذي ٱلۡقرۡب ٰى َو َينۡه ٰى ع ِن
َ َّ إن
َ َ َ ُ َ َ َّ
َ ُ َّ َ َ ُ َّ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ
٩٠ ٱلۡفحۡشا ِٓء وٱلۡمنك ِر وٱلۡبغۡيۚي ِعظكمۡ لعلكمۡ تذكرون
ِ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran
Daftar Pustaka
Afadlal, dkk, Islam dan Radikalisme di Indonesia, Lipi Pers: Jakarta, Cet
1, 2005
Ali MD, Ahmad, Aktualisasi Nilai-nilai Aswaja NU Dalam Mencegah
Redikalisme Agama, Al-Dzikra Vol. 5, 2011
Farid Mas’udi, Masdar, Syarah UUD 1945 Perspektif Islam, Pustaka
Alvabet: Tanggerang Selatan, Cet 4, 2013
Jamil, Mukhsin, dkk, Nalar Islam Nusantara (Studi Islam ala
Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis dan NU), Fahmina Institute:
Cirebon, 2008
Mun’im, Abdul, Piagam Perjuangan Kebangsaan, Setjen PBNU-NU
Online: Jakarta, 2011
287
Peta Studi Islam Kontemporer di
Indonesia
Cucu Surahman
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: cucu.surahman@upi.edu
Pendahuluan
Kajian Islam (baca: kajian atas sumber-sumber ajaran Islam yaitu Alqur’an
dan Hadis), tentu sudah lama dilakukan. Bisa dikatakan kajian Islam
sudah dimulai sejak masa awal kelahiran agama ini, tepatnya pada masa
setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW., yaitu pada masa para
sahabat. Usaha tersebut dilanjutkan oleh para tabi’in, tabi’it tabi’in, dan
ulama-ulama selanjutnya hingga saat ini. Kita mengetahui dari catatan
sejarah, bahwa para sahabat dan tabi’in sudah mulai melakukan upaya
“memahami” ajaran Islam yang termaktub dalam Alqur’an dan Hadis.
Adapun pengkajian Islam dalam arti kajian disiplin ilmu Keislaman,
seperti ilmu Kalam, Tafsir, Hadis, Fikih, Filsafat, Tasawuf, dan semisalnya,
dimulai lebih belakangan yaitu pada masa khalifahan Bani Umayyah
dan Bani Abbasiyah.
Pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah (132-656 H/750-1258
M.), telah lahir para sarjana dalam berbagai disiplin ilmu. Mulai dari
ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, Filsafat, Tasawuf, sampai pada ilmu sejarah,
Matematika, Fisika, dan Kedokteran. Mereka mengembangkan berbagai
bidang keilmuan berangkat dari semangat ajaran Islam. Sebagai contoh
kita mengenal ahli filsafat seperti al-Kindi dan al-Farabi. Dalam bidang
kedokteran kita mengenal nama ibnu Sina. Dalam bidang Tafsir kita
mengenal nama al-Thabari, Fakhruddin al-Razi, dan al-Baghawi. Dalam
bidang ilmu Fikih kita mengenal nama-nama imam madzhab, seperti
1
Pergeseran ini terjadi terutama sejak Edward Said menuliskan bukunya yang
berjudul Orientalism pada tahun 1978. Lihat Edward Said, Orientalism: Western Concepts
of the Orient (New York: Pantheon, 1978); Yusuf Rahman, “Tren Kajian Al-Qur’an Di Dunia
Barat,” Jurnal Studia Insania 1, no. 1 (2013): 1, https://doi.org/10.18592/jsi.v1i1.1076.
2
Hal ini misalnya terlihat dari nama-nama pusat kajian Islam di negara-
negara Barat, seperti Center of the Study of Islam and Middle East di Amerika
dan Center of the study of Islam and Southeast Asia di Belanda.
Pembahasan
Dapat kita katakan, kajian Islam di Indonesia sudah cukup berkembang.
Hal ini dapat kita lihat terutama setelah didirikannya Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTAIN) pada tahun 1960 (cikal bakal Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) dan Universitas Islam Negeri). Perkembangan dan
keragaman tema kajian Islam di Indonesia tersebut bisa dilihat dari karya-
karya ilmiah yang merupakan tugas akhir mahasiswa, baik yang berupa
skripsi, tesis, maupun disertasi.13 Karya-karya tulis berupa buku-buku
12
Zayd, Rethinking the Qur’ân: Towards a Humanistic Hermeneutics; Zayd, Reformation
of Islamic Thought: A Critical Historical Analysis.
13
Lihat laporan-laporan penelitian yang berupa artikel jurnal yang membahas arah
kecenderungan dan tren kajian Islam di sebagian perguruan tinggi Islam di Indonesia, seperti:
Mahmuddin Mahmuddin, “Analisis Kecenderungan Penelitian Tesis Mahasiswa Pascasarjana
UIN Alauddin Makassar Tahun 2012-2013,” Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran
Islam 20, no. 1 (2016): 45–65; M Endy Saputro, “Analisis Tren Studi Qur’an Di Indonesia,”
Al-Tahrir 11, no. 1 (2011): 1–17; Muhammad Lutfi Assidiqi, “Tren Kajian Al-Qur’an Di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Analisis Terhadap Skripsi Mahasiswa Program Studi Ilmu
Al-Qur’an Dan Tafsir Tahun 2017-2019)” (2020); Mujadid Sigit Aliah, “Model Penelitian
Hadis Mahasiswa Strata Satu Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Tahun 2014-
2019,” Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan Dan Penyuluhan Islam 9, no. 2 (2022): 140–50.
14
Mohammad Muslih, “Tren Pengembangan Ilmu Di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,”
Episteme 12, no. 1 (2017): 103–39.
15
Lihat M. Endy Saputro, “Indonesian Islamic Studies: Selected Dissertation
Bibliography 1980-1999,” DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies 1, no. 3 (2016):
387; M. Endy Saputro, “Indonesian Islamic Studies: Selected Dissertation Bibliography
2000-2016,” DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies 1, no. 3 (2016): 387.
17
Untuk mengetahui pemikiran keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan
Nurcholish Madjijd, silahkan baca karya-karyanya, seperti: Madjid, “Islam Kemodernan
Dan Keindonesiaan, Cet”; Madjid, Islam: Doktrin Dan Peradaban; Nurcholish Madjid,
Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2019).
18
Lihat: Luthfi Assyaukanie Abd Moqsith Ghazali and Ulil Abshar-Abdalla, Meodologi
Studi Al-Qur’an (PT Gramedia Pustaka Utama, 2009); Abd Moqsith Ghazali, “Argumen
Pluralisme Agama,” 2022.
Simpulan
Melihat perkembangan mutakhir terkait studi Islam (Islamic studies) di
Indonesia, kita bisa mengatakan bahwa kajian atau studi Islam di Indonesa
akan terus berkembang dan akan mengarah kepada pemahaman keislaman
19
Ulil Abshar-Abdalla, “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam,” Dalam Koran
Harian Kompas (Jakarta), Pada Hari Senin 18 (2002); Abdul Moqsith Ghazali, “Menegaskan
Kembali Pembaruan Pemikiran Islam,” 2013.
20
Taufik Adnan Amal, Tafsir Kontekstual Al-Quran (Bandung: Penerbit Mizan, 1989);
Muhammad Hasbiyallah, “Paradigma Tafsir Kontekstual: Upaya Membumikan Nilai-Nilai
Al-Qur’an,” Al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits 12, no. 1 (2018): 21–50.
21
Hayatul Islami, “Metodologi Tafsir Sosial (Studi Kritis Atas Metodologi Tafsir M.
Dawam Rahardjo)” (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).
22
Abd Moqsith Ghazali and Abshar-Abdalla, Meodologi Studi Al-Qur’an.
23
Abdul Mustaqim, “Tafsir Maqasidi,” Jurnal Penelitian Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, vol. 6, 2016; Abdul Mustaqim, “Argumen Keniscayaan Tafsir Maqashidi” 9 (2554),
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf.
24
Kementerian Agama Indonesia memiliki agenda penting yaitu pengatusutamaan
Moderasi Beragama di Indonesia. Lihat: Tim Penyusun, Moderasi Beragama, Kementerian
Agama, vol. 53, 2013.
Daftar Pustaka
Abd Moqsith Ghazali, Luthfi Assyaukanie, and Ulil Abshar-Abdalla.
Meodologi Studi Al-Qur’an. PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Abduh, Muhammad. “Risalah Tauhid, Terj.” Ahmad Firdaus AN Jakarta:
Bulan Bintang, 1979.
Abdullah, M. Amin. “Islamic Studies in Higher Education in Indonesia:
Challenges, Impact and Prospects for the World Community.” Al-
Jami’ah 55, no. 2 (2017): 391–426.
Abshar-Abdalla, Ulil. “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam.” Dalam
Koran Harian Kompas (Jakarta), Pada Hari Senin 18 (2002).
al-Jabiri, Mohammed Abid. “Naqd Al-‘Aql Al-Araby II: Bunyat Al-‘Aql
Al-Arabi.” Beirut: Al-Markaz Al-Tsaqafy Al-Araby, 1993.
Aliah, Mujadid Sigit. “Model Penelitian Hadis Mahasiswa Strata Satu
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Tahun 2014-2019.”
Al-Irsyad Al-Nafs: Jurnal Bimbingan Dan Penyuluhan Islam 9, no. 2
(2022): 140–50.
Amal, Taufik Adnan. Tafsir Kontekstual Al-Quran. Bandung: Penerbit
Mizan, 1989.
Agus Kusman
Sekolah Tinggi Agama Islam Indonesia
Email: agus.tonjong2016@gmail.com
Pendahuluan
Pada pertengahan abad ke-19, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
diperkenalkan oleh Syeikh Abdul Karim kepada masyarakat Banten
dan sekitarnya. Tarekat ini di kemudian hari menyebar luas dan menjadi
populer di Banten, khususnya di antara penduduk kelas menengah ke
bawah. Abad ke 19 bagi sejarah Banten, merupakan fase bergolaknya
rakyat Banten menghadapi penjajahan Belanda, meskipun sejak di awal
abad ke-19 secara formal Kesultanan Banten sudah dihapuskan oleh
pemerintah Hindia Belanda(Nina, 2003), namun ketidak-puasan rakyat
Banten atas penindasan dan pemerasan kekayaan rakyat terus berlangsung.
Kepemimpinan tidak ada di tangan sultan, tetapi diambil alih oleh ulama
dan pemimpin rakyat(Halwany & Chudari, 1993).
Gerakan sosial yang dilakukan rakyat Indonesia terjadi pada abad ke
19 terjadi ketika pihak kolonial melakukan kegiatan eksploitasi terhadap
nusantara. Para ulama Banten dengan semangat jihad, semangat anti
kafir, bahkan kadang semangat nativisme dan revivalisme, menjadi motor
penggerak untuk berbagai gerakan sosial yang marak pada abad ke-19.
Perlawanan yang berskala besar dan menegangkan pihak kolonial terjadi
lagi di daerah Cilegon, yang terkenal dengan Pemberontakan Petani
Banten pada bulan Juli 1888, yang terkait erat dengan gerakan kaum sufi,
Pembahasan
Pengaruh Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Banten
Dilihat dari perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah mulai
dari berdirinya, terlihat bahwa tarekat ini mempunyai pengaruh yang
cukup besar di Banten. Banten pada abad ke-19, keanggotaan dalam
tarekat justru memberikan prestise bagi seseorang. Para kyai dan haji,
sebagai guru tarekat, sangat disegani dan dihormati oleh penduduk desa.
Salah seorang pemuka tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, K.H. Abdul
Karim, memiliki pengaruh yang luar biasa di kalangan masyarakat Banten.
Sebelum tarekat ini didirikan, para kyai di Banten bekerja tanpa ikatan
apa-pun satu sama lainnya. Tiap kyai menyelenggarakan pesantrennya
sendiri, dengan caranya sendiri, dan bersaing dengan kyai-kyai lain
untuk mendapatkan nama sebagai ulama yang pandai, dukun yang
ampuh(Halwany & Chudari, 1993). Di bawah pengaruhnya, tarekat itu
semakin berakar dikalangan para kyai dan mempersatukan mereka.
Pada waktu yang bersamaan, pengaruh para kyai atas pengikut-pengikut
mereka bertambah besar(Kartodirdjo & Abdullah, 2015).
Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama. Di Banten, abad ke-19 merupakan kontak yang semakin
meningkat dengan dunia Barat. Bersamaan dengan itu pula dihadirkan
sistem birokrasi modern yang legal-rasional di bawah kekuasaannya,
beserta peraturan-peraturan yang menyertainya, seperti perekonomian
uang, pelaksanaan pajak kepala, peraturan rodi serta pemilikan hak
atas tanah merupakan gejala-gejala yang menyertai penetrasi kekuasaan
kolonial yang berlangsung secara berangsur-angsur, sangat mempengaruhi
kehidupan kaum petani yang karenanya menyebabkan kerusuhan di
daerah pedesaan, guna melawan penguasa Asing. Tekanan tersebut
memuncak menjadi sebuah pemberontakan.. Menjelang pemberontakan
tersebut, terjadi hal yang luar biasa di daerah Banten, seperti pertemuan
para masyarakat petani dengan kaum ulama, latihan pencak silat, dan
fanatik yang luar biasa terhadap orang-orang Belanda.
Kedua, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah diperkenalkan oleh
Haji Abdul Karim pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini mempunyai
Daftar Pustaka
Abdullah. Perkembangan Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara.
Surabaya: Al-Ikhlas. 1980.
Pendahuluan
Saat ini ilmu sudah mudah didapatkan oleh semua orang yang memiliki niat
dan tekad yang bulat karena di masa ini ilmu pengetahuan dan teknologi
sudah berkembang pesat dan berbeda dengan masa lalu yang mana
ketika ulama-ulama dahulu mencari ilmu harus bersusah payah melalui
jarak yang jauh dan waktu yang tidak singkat. Namun demikian, tidak
jarang orang-orang pada masa yang serba mudah ini masih saja banyak
yang salah dalam memahami suatu ilmu, bukan berarti memahami ilmu
yang salah tapi mempelajari ilmu yang benar namun salah kaprah dalam
memahami ilmu tersebut sehingga tidak jarang saat ini banyak saudara
sesame muslim yang saling menyalahkan satu sama lain padahal masih
dalam satu koridor agama yang sama, hal tersebut tidak lain dan tidak
bukan dikarenakan oleh sesuatu yang di namakan “Gagal memahami suatu
hal” sehingga terciptalah suatu keadaan yang Bernama “Kesalahpahaman”,
hal ini menjadi sangat penting untuk dicarikan solusinya karena jika hal
ini terus terjadi maka perdamaian akan menjadi suatu hal yang sangat
langka dan hanya banyak terdapat kondisi yang dapat kita namai sebagai
“Permusuhan dalam satu kelompok” kurang lebih seperti itulah gambaran
yang terjadi di Umat Islam saat ini.
Hadis menjadi sangat penting untuk dipahami maknanya secara
mendalam yaitu dengan memahami isi dari suatu hadis, namun sebelum
Pembahasan
Hermeneutika
Hadis merupakan perkatan dari Nabi Muhammad Saw yang mana
perkataan tersebut merupakan sumber utama Umat Islam yang ke dua
setelah Al-Qur’an. Jarak Umat Islam saat ini dengan Nabi Muhammad
Saw yaitu sekitar 1400 tahun atau sekitar 1 abad, sehingga berdasarkan
jarak waktu tersebut maka sangat banyak penafsiran-penafsiran dari
Fungsi Hadis
Hadis merupakan perkataan yang bersumber dari Rasulullah Saw yang
mana perkataan tersebut dapat diambil sebagai contoh suatu hukum
bagi Umat Islam. Hadis juga merupakan salah satu sumber hukum Umat
Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an. Begitu besarnya kedudukan hadis
sampai-sampai membuat hadis dapat diklasifikasikan ada yang shahih
yaitu hadis yang kuat, ada yang hasan yaitu hadis yang kualitasna sedang
dan ad juga yang dhaif yaitu hadis dengan kualitas yang lemah. Selain itu
juga ada perkataan-perkataan yang diyakini oleh sebagian orang sebagai
Analisis Sanad dan Matan Hadis dari Imam Bukhari No. 5638
َ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ َ َ
َ َ َ ْ ُ
يد قالا حدثنا عثمان ْب ُن ع َم َر أخب َرنا ع ِل ُّي ع س َ َحَّدثَ َنا ُم َحَّم ٌد َوأ ْح َم ُد ْب ُن
ٍ ِ
َ َ َ َ ْ
َّ
ُر َر َة َرض َي الل ْيح َيى ْبن أبي َثير َع ْن أبي َسل َم َة َع ْن أبي ُه َي َْ ْ َ َ ْب ُن ال ُم َب
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ن ع كِ ار
َيه يا
َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ ُ ْ َ
َّ
ِ الل صلى الل علي ِه وسلم قال ِإذا قال الرجل ِلأ ِخ ِ عنه أن رسول
َّ َ ْ َ ْ َ ْ َ َّ َ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ
ِ اء ِب ِه أحدهما َوقال ِعك ِرمة بن عم ٍار عن يح َيى عن ع ْب ِد
الل ك ِافر فقد ب
َّ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
َّ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ
الل عل ْي ِه َو َسل َم ر َرة ع ْن النب ّي صلى ب ِن ي ِزيد س ِمع أبا سلمة س ِمع أبا ه ي
ِ ِ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad dan Ahmad bin
Sa’id keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Abu
Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah R.A bahwa Rosulullah Saw.
bersabda: “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya: “Wahai Kafir”
maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya” Ikrimah
bin ‘Ammar berkata: dari Yahya dari Abdullah bin Yazid dia mendengar
والحاصل أن من أكفر المسلم نظر فان كان بغير تأويل استحق الذم
وربما كان هو الكافر وإن كان بتأويل نظر ان كان غير سائغ استحق
الذم أيضا ولايصل إلى الكفربل يبين له وجه خطئه ويزجر بما يليق به
Dan kesimpulannya adalah seseorang yang mengkafirkan seorang Muslim,
maka harus diteliti. Apabila ia menuduh tanpa adanya takwil (penjelasan/
interpretasi) maka ia pantas mendapatkan celaan dan tak jarang ia sendirilah
yang kafir. Dan apabila ia menuduh dengan adanya takwil (penjelasan/
interpretasi) maka dipertimbangkan seandainya ia menuduh tanpa alasan
yang diperkenankan maka ia pantas mendapatkan celaan, akan tetapi ia
tidak sampai derajat kafir. Bahkan, ia harus menunjukkan segi kesalahan
orang yang ia tuduhkan kafir serta ia harus menegurnya dengan perbuatan
yang pantas. (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, [Beirut: Darul Kutub
al-Islamiyyah], 209, juz 16 hal. 198).
Simpulan
Hermeneutika menjadi suatu ilmu yang sangat penting dalam hal
memberikan pemahaman sutu hadis agar Umat Islam tidak berada dalam
situasi “Salah mengartikan” suatu hadis sehingga tidak ada fanatisme yang
diakibatkanoleh kesalahpahaman terhadap memahami hadis terkhusus
hadis tentang mengkafirkan saudara sesame muslim.
Nabi Muhammad Saw melarang Umat Islam untuk memanggil dengan
sebutan Kafir kepada saudara sesame muslim karena apabila saudara
sesame muslim disebut kafir maka jika dilihat dari makna hadis yang telah
disebutkan bahwa ucapannya akan berbalik kepada yang mengkafirkan,
selain itu juga dapat dikatakan makna mengkafirkan kepada saudara
sesame muslim yaitu sama artinya dia membunuh saudaranya maka
sangat berat hukumannya. Allah akan mematikan hatinya selama hidup,
mematikan kecerdasan otaknya dan juga akan mematikan keberkahan
hidupnya atau sama seperti mayat yang berjalan tidak ada arti hidupnya
kecuali dia bersegera untuk bertaubat.
Umat Islam dilarang untuk memanggil saudara sesama muslim
dengan sebutan “Kafir” dikarenakan hal tersebut merupakan hal yang
diharamkan, selain itu pemanggilan kafir terhadap saudaranya sesama
muslim juga akan kembali ke seseorang diantara kedua orang tersebut,
terlebih lagi jika sebutan kafir tersebu tidak berdasar sehingga hal tersebut
sangat dilarang oleh Nabi Muhammad Saw.
Daftar Pustaka
Yahya, Agusni. “Pendekatan Hermeneutik dalam Pemahaman Hadis
(Kajian Kitab Fath al-Bari Karya Ibn Hajar Al-Asqalani)”. Aceh:
UIN Ar-Raniry International Journal of Islamic Studies Vol. 1. No.
2, Desember 2014.
Ilham Muchtar, M. 2016. Analisis Konsep Hermeneutika dalam Tafsir
Al-Qur’an. Hubafa: Jurnal Studia Islamika, 13(1), 67-89.
Ikhsan Siregar, Khairil. 2021. Hermeneutika Hadis tentang “Hidupkan
Saya Bersama Orang Miskin”. Hayula: Indonesian Journal of
Multidisciplinary Islamic Studies Vol. 5, Nom 1, Jan 2021
Tasbih. 2017. Kedudukan dan Fungsi Hadis sebagai Sumber Hukum
Islam. Gorontalo: Jurnal Ushuluddin Vol. 14. No 3 2010
Akhdan Ruwanda, Muhammad. 2023. Mengkafirkan Saudaranya Tanpa
Takwil: Studi Takhrij dan Syarah Hadits. Bandung: UIN Sunan
Gunung Djati, Vol. 24 (2023)
Pendahuluan
Pada bagian ini di dalam era digital, dari bermacam - macam permasalahan
yang muncul di kalangan anak muda maupun yang tertua perlu kita
perhatikan bahwasanya yang lebih kita jaga adalah kemajuan teknologi
yang kita alami pada saat ini. yang memang dampaknya akan sangat besar
terhadap kehidupan dan privasi didalam diri kita. kemajuan teknologi
berkat adanya modernisasi barat pada abad ke 21 – dunia Islam beserta
kaum muslimin yang ada dipenjuru dunia telah berhadapan dengan adanya
kemajuan teknologi atau sosial media yang berkembangan pesat pada saat
ini. dizaman yang sangat modern ini, kita tidak memerlukan lagi yang
namanya radio ataupun. televisi untuk mecari sebuah cerita. namun kali ini
kita hanya cukup membuka handphone dan mencari problem atau berita
apa yang sedang trend pada saat ini. selain handphone kita juga dapat
menemukan dari intenet seperti instagram, facebook dan masih banyak
lagi. melalui media baru ini kita dapat menemukan, menerima, memberi,
dan berbagi dengan apa yang telah kita ketahui pada saat itu. kapan saja
dan dimana saja. mungkin dari mereka yang dengan adanya keberadaan
media sosial ini akan selalu memberi batas kesadaran, dan menyadari
dampak apakah dan seperti apakah jika kita terlalu terlena dengan media
sosial ini. pada permasalahan di dalam media sosial ini sudah sangat
Simpulan
Pada bagian ini didalam era digital, dari bermacam macam permasalahan
yang muncul di kalangan anak muda maupun yang tertua perlu kita
perhatikan bahwasanya yang lebih kita jaga adalah kemajuan teknologi
yang kita alami pada saat ini.Kapan saja dan dimana saja.mungkin dari
mereka yang dengan adanya keberadaan media social ini akan selalu
memberi batas kesadaran, dan menyadari dampak apakah dan seperti
apakah jika kita terlalu terlena dengan media social ini.Namun dengan
adanya perkembangan teknologi ini memang jelas sangat amat membantu
umat muslim modern untuk melakukan penelusuran tentang dakwah
Islam kemdian mencari tahu seperti apakah system penyebar luasan
agama Islam dan masih banyak lagi.dari permasalahan yang memang
sudah jelas dan menyebabkan adanya Cyberspaces didalam media social
ini Anderson menyatakan bahwasanya forum didalam publik yang
baru ini harus difahami sebagai arena baru yang menyebarkan adanya
Daftar Pustaka
Chandra Kusuma, D. N. S., & Oktavianti, R. (2020). Penggunaan Aplikasi
Media Sosial Berbasis Audio Visual dalam Membentuk Konsep Diri
(Studi Kasus Aplikasi Tiktok). Koneksi, 4(2). https://doi.org/10.24912/
kn.v4i2.8214
Cyberspace Adalah: Pengertian, Definisi, dan Penggunaan Katanya!
(n.d.). Retrieved July 11, 2023, from https://rmdigital.co.id/kamus/
Cyberspace/
Dethlefsen, C., & Højsgaard, S. (2005). A common platform for graphical
models in R: The gRbase package. Journal of Statistical Software,
14(17). https://doi.org/10.18637/jss.v014.i17
Sarip Hidayatuloh
STAI Al-Hamidiyah Jakarta, Indonesia
Email: sariphidayatuloh51@gmail.com.
Pendahuluan.
Analisis strategi dakwah di era digital menjadi penting karena perubahan
paradigma komunikasi dan interaksi manusia dalam era digital. Berikut
beberapa alasan mengapa penting untuk menganalisis strategi dakwah
di era digital: pertama, Potensi Jangkauan yang Luas: Oleh karena itu,
menganalisis strategi dakwah di era digital membantu untuk memahami
cara terbaik untuk memanfaatkan potensi jangkauan yang luas ini.
Kedua, Responsif terhadap Perkembangan Teknologi: Teknologi terus
berkembang dengan cepat di era digital. Melalui analisis strategi dakwah,
kita dapat memahami tren dan inovasi terkini dalam teknologi digital
dan memanfaatkannya dalam rangka meningkatkan efektivitas dakwah.
Ketiga, Kreativitas dalam Penyampaian Pesan: Dengan memanfaatkan
berbagai format konten digital seperti video, podcast, infografis, dan
gambar, serta teknik-teknik pemasaran digital yang inovatif, strategi
dakwah dapat menjadi lebih menarik, relevan, dan mudah dipahami oleh
audiens. Keempat, Pengukuran Kinerja yang Lebih Akurat:. Dengan analisis
data yang tepat, kita dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
strategi dakwah dan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Kelima,
Adaptasi Terhadap Perubahan Perilaku Audiens: .Oleh karena itu, analisis
strategi dakwah di era digital membantu kita memahami bagaimana
perilaku audiens berubah dan bagaimana kita dapat beradaptasi untuk
Pembahasan
Strategi dan Tantangan LSK
Strategi yang digunakan Ust Yusuf Ismail Alhadid lakukan yaitu, bagaimana
memberikan vidio-vidio yang menarik mengenai lintas agama dan
Menyebarkan kampanye Aku Bangga Jadi Islam (ABJI). Karena dalam
chanel ini berfokus pada pemahaman kristologi. Tujuannya ialah untuk
menguatkan iman penonton sebagai seorang muslimin. Ust. Yusuf Ismail
Alhadid sebagai mantan kristen atau bisa disebut seorang Muallaf sangat
mengetahui mengenai strategi-strategi yang orang kristen lakukan, maka
dengan adanya pemahaman itu Ust. Yusuf Ismail Alhadid menyajikan
dakwah di chanel Labolatoriun Sains Kristologi Al-Hadid di singkat
menjadi LSK Al-Hadid. Untuk menangkal strategi yang mereka gunakan
agar pemuda islam tidak terjerumus kedalam ajaran mereka. Namun
dalam penyampian dakwah yang di sampaikan dalam vidio chanel LSK
Al-hadid menggunakan tutur kata yang baik agar tidak mempropokasi
dan menyalahkan agama lain dan juga tidak terkena teguran dari pihak
YouTube.(lsk alhadid, 2021a)
Dengan adanya teknologi sekrang sangat menguntungkan bagi
pendakwah, di dalam YouTube sendiri mereka yang berbeda agama selain
islam juga melancarkan strateginya dalam dunia di gital, dengan itu Ust.
Yusuf Ismail Alhadid juga bisa mencari refrensi mengenai isu-isu yang
sedang tren di kalangan mereka. Tujuannya tak lain untuk menyiapkan
strategi yang akan Ustand tuangkan dalam vidio di chanel LSK Al-Haid,
dalam menghadapi tren yang mereka sampaikan di media digitalnya.
Simpulan
Ust. Yusuf Ismail Alhadid sebagai mantan kristen atau bisa disebut seorang
Muallaf sangat mengetahui mengenai strategi-strategi yang orang kristen
lakukan, maka dengan adanya pemahaman itu Ust. Untuk menangkal
strategi yang mereka gunakan agar pemuda islam tidak terjerumus kedalam
ajaran mereka. Dengan adanya teknologi sekrang sangat menguntungkan
bagi pendakwah, di dalam YouTube sendiri mereka yang berbeda agama
selain islam juga melancarkan strateginya dalam dunia di gital, dengan
itu Ust. Yusuf Ismail Alhadid juga bisa mencari refrensi mengenai isu-isu
yang sedang tren di kalangan mereka. Di dalam vidio tersebut, Ust Yusuf
Ismail Alhadid juga menanyakan kepada orang tersebut mengenai strategi-
stretegi yang dia lakukan ketika dia masih memeluk agama terdahulunya.
Dan dengan itu Ust Yusuf Ismail Alhadid tau dan bisa memberikan
contoh-contoh untuk mengatasi strategi yang mereka lakukan agar kita
tidak terjerumus kedalam ajaran yang Allah tidak Ridhoi. Kemudia
strategi chanel Labolatorium Sains Kristologi (LSK) Al-Hadid dalam
mengembangkan chanel LSK, memberikan variasi dalam konten-konten
yang di sajikan, seperti dalam Playlist chanal LSK Al-Hadid Aku Bangga
Jadi Islam (ABJI), Guyonan Kristologi, Halaqoh Muallaf, bincang-bincang
kristologi,Islam VS Kristen dan live debat Islam VS Kristen. Namun tetap
dalam strategi dan arahan yang sudah di tetapkan oleh Ust Yusuf Ismail
Daftar Pustaka
an-nahal+125 | Tafsirq.com. (n.d.). Retrieved June 16, 2023, from https://
tafsirq.com/topik/an-nahal+125
Hanyfah, S., Fernandes, G. R., & Budiarso, I. (2022). Penerapan Metode
Kualitatif Deskriptif Untuk Aplikasi Pengolahan Data Pelanggan
Pada Car Wash. Semnas Ristek (Seminar Nasional Riset Dan Inovasi
Teknologi), 6(1). https://doi.org/10.30998/semnasristek.v6i1.5697
Kamillah, A. N., Fitri, A. A., Nur, M., Ar, K., Islam, A., & Iai, A. I. (2023).
Strategi Komunikasi Ustadz Hanan Attaki dalam Berdakwah di
Channel Youtube dengan Tema “ Muslim Gaul , Emang Ada ?” 7,
1733–1740.
lsk alhadid. (2021a). DEBAT FENOMENAL Kristen Domba vs Kristen
Kambing || LSK. indonesia: www.youtube.com. Retrieved from
https://www.youtube.com/watch?v=DwSlNrkVZKc
lsk alhadid. (2021b). Pasangan Muallaf Hebat, Patut Dicontoh || HALAQOH
MUALLAF || LSK Alhadid. indonesia: www.youtube.com. Retrieved
from https://www.youtube.com/watch?v=VEbYfiiFENg
lsk alhadid. (2021c). Uji Kesalahan Al Qur’an || ABJI || LSK Alhadid.
indonesia: www.youtube.com. Retrieved from https://www.youtube.
com/watch?v=fAku-dU-E-0
lsk alhadid. (2022). Siapakah Tempat Bergantung? || GUYONAN
KRITOLOGI || LSK Alhadid. indonesia: www.youtube.com. Retrieved
from https://www.youtube.com/watch?v=Io9mxE2c13M
Qodriyah, S. L. (2021). Youtube sebagai Media Dakwah di Era Milenial
(Channel Nussa Official). Jurnal Studi Islam Dan Kemuhammadiyahan
(JASIKA), 1(2). https://doi.org/10.18196/jasika.v1i2.14
Rumata, F. ’Arif, Iqbal, M., & Asman, A. (2021). Dakwah digital sebagai
sarana peningkatan pemahaman moderasi beragama dikalangan
Abdul Latif
STAI Al-Hamidiyah Jakarta, Indonesia
Email: abbdullatif4@gmail.com
Pendahuluan
Podcast merupakan media yang semakin populer dalam menyampaikan
pesan-pesan agama dan dakwah kepada masyarakat. Keunggulan podcast
sebagai medium komunikasi, seperti fleksibilitas waktu dan tempat,
mudah diakses, serta kemampuan menyampaikan konten dengan lebih
mendalam, menjadikannya sebagai alat yang efektif dalam menyebarkan
nilai-nilai agama dan pesan dakwah. Latar belakang ini akan memberikan
pemahaman tentang mengapa analisis strategi dan analisis podcast dakwah
menjadi topik yang menarik untuk diteliti.
Dalam konteks dakwah, podcast telah menjadi alat yang penting dan
efektif untuk menyampaikan pesan-pesan agama kepada audiens yang lebih
luas dan beragam. Podcast dalam dakwah menawarkan keuntungan yang
signifikan dalam mencapai dan mempengaruhi pendengar dengan cara
yang tidak mungkin dilakukan sebelumnya. Berikut adalah beberapa alasan
mengapa podcast penting dalam dakwah: Pertama, Aksesibilitas yang Luas:
Podcast memungkinkan pendengar untuk mendengarkan pesan-pesan
agama kapan saja dan di mana saja sesuai dengan kenyamanan mereka.
Pendengar dapat mengakses dan mendengarkan episode podcast melalui
perangkat seluler, tablet, atau komputer mereka. Hal ini memungkinkan
dakwah mencapai pendengar di berbagai belahan dunia tanpa batasan
geografis. Kedua, Fleksibilitas Waktu: Podcast memberikan fleksibilitas
Produksi Audio:
Proses produksi, editing, dan mixing audio dalam pembuatan podcast
dakwah meliputi:
1. Rekaman suara: Siapkan peralatan rekaman yang baik, seperti
mikrofon dan perangkat lunak rekaman suara. Rekam suara dengan
kualitas yang baik dan pastikan lingkungan rekaman hening untuk
menghindari gangguan suara.
2. Penyuntingan suara: Gunakan perangkat lunak penyunting suara
untuk mengedit rekaman suara. Potong bagian yang tidak perlu,
tambahkan efek suara jika diperlukan, dan perbaiki kualitas suara
jika ada masalah teknis.
3. Mixing audio: Sesuaikan level suara, seperti volume dan kualitas
suara, antara berbagai elemen audio dalam episode, seperti narasi,
musik latar, atau klip suara tambahan. Pastikan agar semua elemen
audio saling melengkapi dan mudah didengarkan.
Simpulan
Podcast dakwah adalah alat yang efektif untuk menyampaikan pesan-
pesan agama dan mempengaruhi positif pendengar. Dalam upaya
meningkatkan efektivitas dan kualitas podcast dakwah, penting untuk
fokus pada konten yang berkualitas, memperbaiki produksi audio,
mengembangkan gaya penyampaian yang menarik, dan meningkatkan
interaksi dengan pendengar. Melakukan evaluasi rutin, promosi yang aktif,
dan pengembangan berkelanjutan juga penting untuk terus memperbaiki
podcast dakwah Anda. Dengan menerapkan saran-saran ini, Anda dapat
meningkatkan efektivitas dan mencapai audiens yang lebih luas dengan
podcast dakwah Anda.
Daftar Pustaka
Hasan, N., & Badiuddin, Z. (2020). Exploring the Potential of Podcast as
a Tool for Islamic Preaching (Dakwah) in Malaysia. Jurnal Islam dan
Masyarakat Kontemporari, 20(4), 19-32.
Nordin, N. M., Ibrahim, N. H., & Salleh, A. M. (2020). Podcasting as an
Effective Tool for Islamic Da’wah: A Review. International Journal
of Academic Research in Business and Social Sciences, 10(2), 1-10.
Hamzah, S. A., & Saad, S. M. (2020). Dakwah through Podcast: A Study
of the Perspectives of Universiti Putra Malaysia Students. Journal of
Al-Qalam, 3(1), 19-30.
Md Nor, N., & Ab Aziz, N. (2020). Dakwah through Podcast: A Case Study
in IIUM.FM. Jurnal Usuluddin, 51, 141-157.
Andy Hadiyanto
Universitas Negeri Jakartam Indonesia
Email: andy-hadiyanto@unj.ac.id
Pendahuluan
Perubahan merupakan sunatullah terhadap alam semesta dan isinya.
Manusia dengan kecerdasan yang diberikan Allah kepadanya selalu
berusaha untuk membuat hidupnya lebih baik, lebih menyenangkan, dan
lebih mudah dari sebelumnya. Sejalan dengan itu, Islam memberikan
penghargaan kepada kebudayaan sebagai hasil cipta rasa, karsa, dan karya
manusia. Kebudayaan sebagai produk kemanusiaan dihargai selama ia
tidak bertentangan dengan spirit kebaikan Tuhan sebagaimana tercermin
dalam nilai-nilai etika, logika, estetika, dan agama. Kebudayaan selalu
mengalami perubahan dan modifikasi sesuai dengan perkembangan
kemampuan nalar, rasa, dan cipta manusia.
Saat ini, kita menghadapi revolusi industri 4.0. dimana kegiatan
industri manufaktur terintegrasi melalui penggunaan teknologi wireless
dan big data secara massif. Kehidupan umat manusia saatg ini begitu
tergantung dengan internet dan media digital dalam berinteraksi dan
bertransaksi. Kita mengenal: sharing economy, e-education, e-government,
cloud collaborative, smart city, dan sebagainya. Fenomena buka lapak, gojek,
traveloka, beli-beli, dan lain-lain merupakan manifestasi pemanfataan
teknologi big data dan internet untuk mempermudah kehidupan. Revolusi
industry 4.0 sebagai produk budaya merupakan sunatullah, ia adalah
berkah Allah terhadap umat manusia.
هل يستوي الذين يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أولو الألباب
)9 (الزمر
Di era modern dan global saat ini, ketika umat Islam mulai menyadari
ketertinggalam mereka atas umat-umat lainnya dalam bidang budaya dan
peradaban, maka al-Qur’an mutlak perlu dikaji ulang dengan menggunakan
paradigma baru. Mungkin pada dasarnya tidak diperlukan pemahaman
baru tersebut, karena Rasul dan para sahabat sebenarnya telah dengan
baik memfungsionalisasikan al-Qur’an dalam koridor masa mereka. Maka
dalam hal ini kita kembali dituntut untuk mengambil inspirasi dan spirit
pemahaman mereka dalam konteks yang berbeda sehingga al-Qur’an
tetap dapat memberikan tuntunannya yang rahmatan lil-‘alamin.
Menyadari bahwa kemunduran dunia Islam adalah akibat reduksi
konsep pengetahuan selama berabad-abad sehingga semata-mata
السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
واسجد واقترب
Al-Qur’an menjelaskan bahwa secara epsitemologis, pemerolehan
ilmu dan pengetahuan dapat melalui fakultas penglihatan, pendengaran,
dan hati sebagai alat memperoleh pengetahuan
)35 سنريهم آياتنا في الآفاق و في أنفسهم حتى يتبين لهم أنه الحق (فصلت
Dalam istilah Syahrur, upaya untuk membuktikan kebenaran
informasi teoritis al-Qur’an dengan realitas empiris adalah ta’wil. Artinya
melalui proses ta’wil pembaca diarahkan untuk melakukan upaya
penyingkapan makna secara bertingkat sampai diketemukan harmonisasi
Penutup
Era revolusi industry 4.0 adalah sunatullah sekaligus karunia Allah bagi
umat manusia. Ini menujukkan bahwa manusia terus berupaya untuk
membangun kehidupan bersama yang lebih mudah dan efektif. Di sisi
lain kemajuan budaya jagan sampai menghilangkan sisi kemanusiaan
manusia, sehingga ia jatuh dalam logika mesin dan hanya menjadi budak
teknologi yang mereka buat sendiri.
Agama di era revolusi industry 4.0 bukanlah hambatan dan halangan
dalam mencapai kompetensi abad 21. Agama justru berperan penting
dalam memberikan pemaknaan dalam pemanfatan produk budaya revolusi
industry 4.0. Melalui penguatan nilai-nilai agama kemajuan teknologi
dan sains tidak akan membuat manusia menjadi robot dan teralienasi