Anda di halaman 1dari 91

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PEMBELAJARAN PROFETIK

DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI


DI PONDOK PESANTREN ROUDLOTUS SOLICHIN
KALIJARAN KARANGANYAR PURBALINGGA

Oleh :
Abdul Ra’ub, S.Pd.I
NIM. 519.13.1.13

Pembimbing
Dr. H. Asyhar Kholil, Lc., MA

TESIS

Diajukan kepada Magister Pendidikan Agama Islam


Program Pascasarjana Universitas Sains A1-Qur’an (UNSIQ)
Jawa Tengah di Wonosobo
Untuk Memenuhi salah sam syarat guna memperoleh
Gelar Magister Pendidikan ( M.Pd)

WONOSOBO
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN..................................................
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT…...................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
HALAMAN DEWAN PENGUJI……............................................................
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING....................................................
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………..
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………...
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………………...
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………………..
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................................
A. Latar belakang Masalah............................................................................
B. Rumusan Masalah .................................................................................
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.............................................................
D. Kajian Pustaka…….................................................................................
E. Kerangka Teori ………………...............................................................
F. Metode Penelitian……………………..……………………..…………
G. Sistematika Pembahasan………………………….…………………..
BAB 2 LANDASAN TEORI.....................................................................................
A. Implementasi Pembelajaran Profetik.......................................................
1. Teori Implementasi ………………………………………………………
2. Pembelajaran Profetik………………..………………....………………...
3. Misi Profetik …………………………………..…….……………..
4. Implementasi Nilai-Nilai Profetik.……………………………….…
5. Implemntasi Pembelajaran Profetik…………………………………
B. Pembentukan Karakter.............................................................................
1. Pengertian Karakter…………..……………………………………..
2. Unsur-unsur pembentukan karakter ..................................................
3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter…………..…….
4. Teori pembentukan karakter..............................................................
5. Nilai-nilai karakter ............................................................................
6. Proses pembentukan karakter............................................................
C. Implementasi pembelajaran profetik dalam pembentukan karakter........
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN....................................................................
A. DESKRIPSI LOKASI PENEITIAN.......................................................
1. Letak dan Keadaan Geografis..………………………..…………...
2. Sejarah Berdiri dan ProsesPerkembangan…………………………..
3. Profil Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran…………….
4. Visi Misi Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran…………
5. Data Sarana Prasarana………………………………………………
6. Kegiatan Santri/Ekstra………………………………………………
B. DATA RUMUSAN MASALAH............................................................
1. Kegiatan Pembelajaran dalam rangka Pembentukan Karakter
Santri……………………………………………………………
a. Pembelajaran Al-Shidq………………………………………..
b. Pembelajaran Al Amanah……………………………………….
c. Pembelajaran Al Tabligh……………………………………….
d. Pembelajaran Al Fathanah
2. Implementasi Pendidikan di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin
Kalijaran…………………………………………………………….
3. Metode Pembelajaran di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin
Kalijaran…………………………………………………………….
4. Peran Kyai/Pengasuh dalam rangka pembentukan karakter di
Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran…………………..
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS………………………..……...
A. Analisa penerapan dari Nilai Profetik dalam Membentuk Karakter
Santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran......................
B. Analisa terhadap Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran
Profetik dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren
Roudlotus Solichin Kalijaran…………………………………………..
C. Analisa Hasil Pembelajaran Profetik dalam Pembentukan Karakter
Santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran……………..
BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................
B Saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL

Tabel 1 (Nilai karakter di masyarakat )..................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pondok Pesantren merupakan model awal dari pendidikan Islam di

Indonesia. Lembaga Pendidikan tersebut didirikan karena adanya tuntutan

kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari perjalanan sejarah. Bila

diruntut kembali sesungguhnya Pondok Pesantren dilahirkan dalam rangka

syiar dan dakwah islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan

Islam sekaligus mencetak kader ulama atau dai. Sejarah pondok pesantren di

Indonesia terus berkembang sejalan dengan perkembangan di negara-negara

yang mayoritas penduduknya Islam, khususnya di Indonesi.

Menjadi lembaga pendidikan islam paling tua di Indonesia, pondok

pesantren akan selalu menarik untuk dikaji dan diteliti lebih dalam.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mempunyai ciri khas

tersendiri serta berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya, juga

mengandung makna autentik kultur di Indonesia1. Apabila Ditinjau dari segi

historisnya, pesantren merupakan lembaga pribumi tertua di Indonesia

bahkan mungkin lebih tua dari Republik ini. Pesantren sudah ada dan

dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka.

Pernyataan dan jawaban sekaligus mengenai asbab pesantren tetap

mampu bertahan dan eksis diantara derasnya arus modernisasi, hal tersebut

1
Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, ( Jakarta : Paramadina, 1997 ), hal. 3
dikarenakan bahwa pesantren tidak tergesa-gesa mentrasformasikan

kelembagaan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam modern

sepenuhnya, tetapi melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan dan

mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, seperti sistem perjenjangan,

kurikulum yang jelas dan sistem yang baik.2

Pada masa lalu pesantren telihat dalam hal menggerakkan, memimpin,

dan melakukan perjuangan mengusir penjajah. Pada masa yang akan datang

agaknya peran pesantren teramat besar. Misalnya, menghadapi arus

globalisasi dan industrialisasi yang menimbulkan depresi dan bimbanganya

pemikiran serta suramnya prespektif masa depan. Maka, pesantren amat

dibutuhkan untuk menyeimbangkan akal dan hati3.

Di tengah kemajuan ilmu dan teknologi yang menjadi motor

bergeraknya modernisasi, dewasa ini banyak pihak yang meragukan akan

eksistensi lembaga pendidikan pesantren. Keraguan itu dilatarbelakangi oleh

kecenderungan dari pesantren yang terkesan menutup diri terhadap

perubahan di sekelilingnya dan sikap konservatif dalam merespon upaya

perubahan ke era modern. Menurut Azra, kolotnya pesantren dalam

mentransfer berbagai hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari

respon pesantren terhadap kolonial Belanda.4

Pondok pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang berada

pada lingkungan masyarakat Indonesia dengan model yang sarat dengan

2
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam ( Jakarta : Logos Wacana Ilmu ), cet 1, hal.187
3
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001),
hal. 192
4
Hanun Asrohah, Op.Cit., Hal. 186
pendidikan nilai, baik nilai agama maupun nilai-nilai luhur bangsa.

Sehingga pesantren menjadi sebuah lembaga yang sangat efektif dalam

pengembangan pendidikan karakter (akhlak). Seperti ungkapan Sauri yang

menyatakan bahwa “pendidikan karakter di pesantren lebih efektif

dibandingkan dengan pendidikan karakter di sekolahan”. Di Pesantren,

model pembelajaran yang dilaksanakan bersifat holistik, tidak hanya

mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi aspek afektif dan

psikomotorik santri terasah dengan optimal dan maksimal.5

Melalui aspek pendidikan, Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran sebagai lembaga pendidikan melakukan tranformasi sosial dalam

rangka menyongsong tantangan zaman yang semakin kompleks dan elusif di

masyarakat, maka pondok pesantren harus memberanikan diri tampil dan

mengembangkan diri sebagai pusat keunggulan dalam mencetak kader

santri yang professional, cakap dan yang sholeh sholehah. Pondok pesantren

tidak hanya mendidik santri agar memiliki ketangguhan jiwa, jalan hidup

yang lurus, budi pekerti yang mulia, akan tetapi santri juga harus dibekali

dengan disiplin ilmu dan ketrampilan lainnya, guna mewujudkan dan

mengembangkan segenap kualitas dan kapasitas yang dimilikinya.

Keberadaan pondok pesantren dan masyarakat melambangkan dua sisi yang

tidak bisa di pisahkan dan dibatasi peranya, karena keduanya memiliki

pengaruh yang sangat besar antara kedua belah pihak. Sebagian besar

pesantren yang berkembang menunjukkan adanya dukungan dari


5
Sri Wahyuni Tanshzil, Model Pembinaan Pendidikan Karakter Pada Lingkungan Pondok
Pesantren Dalam Membangun Kemandirian Dan Disiplin Santri.. Jurnal Penelitian Pendidikan |
Vol. 13 No. 2 Oktober 2012,hal. 3
masyarakat, dan secara sederhana munculnya pesantren merupakan inisiatif

dari masyarakat baik secara individual mapun kolektif.6

Dengan ketekunan dan keuletan seorang Kyai mendidik santrinya di

dalam pondok pesantren sehingga banyak melahirkan sejumlah ulama besar.

Dampak positif yang muncul adalah terjadinya perubahan orientasi kegiatan

pondok pesantren sesuai dengan perkembangan msayarakat. Dengan

demikian pondok pesantren berubah tampilan menjadi suatu lembaga yang

cukup dewasa dalam beregerak di bidang sosial dan masyarakat. Perubahan

fungsi pondok pesantren terlihat dari pola pengasuhan yang baik oleh

seorang kyai yang berbeda-beda di tiap-tiap pondok pesantren.

Perkembangan pondok pesantren telah mengalami transformasi yang dapat

memungkinkan hilangnya identitas jika nilai tradisional tidak di lestarikan.

Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan, akan tetapi

juga sebagai lembaga sosial keagamaan dan sebagai penyiar ajaran agama

Islam. Pondok pesantren diakui memiliki andil dan peran yang sangat urgen

dan besar terhadap perjalanan sejarah Bangsa Indonesia.7

Demikian juga dengan apa yang diharapkan oleh Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran dalam menanamkan jiwa kerohanian yang

cakap, pembelajaran yang bersifat kemanusiaan serta ketakwaan akan selalu

memompa semangat generasi muslim yang unggul dan ulung kepada para

santrinya yakni dengan pembelajaran profetik.

Dengan menggunakan Pembelajaran Profetik diharapkan mampu


6
Ghazali, M. Bahri. Pesantren Berwawasan Lingkungan. (Jakarta: CV. Prasasti, 2000, cetakan III),
hal. 13
7
Ibid, hal. 19
mengupayakan sintesa antara sistem pembelajaran dalam pendidikan Islam

tradisonal yang konsen dengan pemeliharaan iman dan sistem pendidikan

Islam modern yang konsen dengan perkembangan nilai-nilai kemanusiaan.

Pembelajaran menurut KBBI adalah cara, tahu proses, menjadikan orang

atau makhluk hidup untuk belajar.8 Pembelajaran dalam definisinya yang

paling ringkas adalah seni atau ketrampilan dalam membentuk manusia.9

Ditengah munculnya berbagai pemikiran pendidikan yang muncul

saat ini, pendidikan profetik menjadi salah satu alternatif bagi pendidikan di

Indonesia. Pendidikan profetik digadang-gadang menjadi sebuah solusi atau

jawaban atas buruknya hasil pendidikan Indonesia hingga saat ini.

Pendidikan profetik bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan

proses pendidikan profetik ini diharapkan untuk mencetak manusia-manusia

yang mempunyai keseimbangan dalam hidupnya antara dunia dan akhirat

yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa kandungan nilai profetik yang dapat dijadikan acuan

dalam mengarahkan perubahan-perubahan dalam masyarakat, yakni

humanisasi, liberasi dan transdensi yang merupakan makna dari Al-Qur’an

surat Ali Imran ayat 110 :

‫ُوف َوتَ ۡنهَ ۡو َن َع ِن‬ ِ ‫ُون بِ ۡٱل َم ۡعر‬ َ ‫اس تَ ۡأ ُمر‬ ِ َّ‫ُكنتُمۡ َخ ۡي َر أُ َّم ٍة أُ ۡخ ِر َج ۡت لِلن‬
‫ان َخ ۡي ٗرا لَّهُمۚ ِّم ۡنهُ ُم‬ ِ َ‫ون بِٱهَّلل ۗ ِ َولَ ۡو َءا َم َن أَ ۡه ُل ۡٱل ِك ٰت‬
َ ‫ب لَ َك‬ َ ُ‫ۡٱل ُمن َك ِر َوتُ ۡؤ ِمن‬
8
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, diunduh 28 Januari 2019
9
Dwi Budiyanto, Prophetic Learning, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009), hal. 168
)١١٠( َ ُ‫ون َوأَ ۡكثَ ُرهُ ُم ۡٱل ٰفَ ِسق‬
‫ون‬ َ ُ‫ۡٱل ُم ۡؤ ِمن‬
Artinya : kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik dari mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.10

Ayat tersebut menjelaskan bahwa engkau adalah umat terbaik yang

diturunkan di tengah manusia untuk menegakan kebaikan (humanisasi),

mencegah kemunkaran (liberasi) dan beriman kepada Allah (transdensi).11

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran adalah salah satu

pondok yang menerapkan pendekatan pembelajaran untuk santrinya

menggunakan paradigma profetik, demi berlangsungnya tujuan pendidikan

pesantren itu sendiri maupun membentuk muslim/mulimah yang unggul dan

menjadi insan kamil. Implementasi pembelajaran profetik di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran ini adalah sebagai berikut:

1. Tauhid

2. Sosial

3. Pendidikan dan Pesantren

Peneliti memilih Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

merupakan pondok pesantren yang dalam pendidikan di pesantren

menerapkan nilai-nilai profetik. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk

mengeksplorasi bagaimana implementasi profetik tersebut bekerja dalam

pengembangan karakter para santrinya. Maka peneliti pun mengambil

10
Al-Quran-Terjemah-Depag-v2-1.pdf, QS, Ali Imron(3): 110
11
Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik,. hal 14
penelitian berjudul Implementasi nilai-nilai Pembelajaran Profetik

dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran Karanganyar Purbalingga.

B. Rumusan Masalah

1. Apa penerapan dari nilai profetik dalam pembentukan karakter santri di

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran ?

2. Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat proses Pembelajaran

Profetik dalam pembentukan karakter santri di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran ?

3. Bagaimana hasil Implementasi Pembelajaran Profetik dalam

pembentukan karakter santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran ?

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan di

atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami apa sajakah penerapan wujud dari

nilai pembelajaran profetik dalam membentuk karakter santri di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran.

2. Untuk mengetahui dfan memahami unsur ataupun elemen yang menjadi

pendukung dan penghambat proses pembelajaran profetik dalam

pemebntukan karakter santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin


Kalijaran.

3. Untuk mengetahui hasil implementasi pembelajaran profetik dalam

membentuk karakter santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran.

Sesuai dengan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini

nantinya dapat memiliki nilai guna sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoretis

a. Dapat menambah wawasan dan pemahaman secara teoretis dan

praktis mengenai metode pembelajaran profetik yang diterapkan

sebagai pembentuk karakter santri di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran. Dengan bekal pemahaman tersebut, maka

penulis dapat meneladani serta menerapkan pembelajaran yang

sarat dengan nilai-nilai profetik yang sebenarnya dalam

membentuk karakter;

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi peneliti

berikutnya yang ingin mengkaji lebih mendalam tentang topik dan

fokus yang sama namun berangkat dari seting yang berbeda serta

dianalisis dari perspektif yang berbeda pula, sekaligus sebagai

perbandingan sehingga dapat memperkaya temuan-temuan dalam

bidang penelitian.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi almamater, penulis ingin memberikan kontribusi intelektual

terhadap khazanah literatur pendidikan Islam, utamanya pendidikan


yang benar-benar dapat di implementasikan dari nilai-nilai profetik

sebagaimana yang telah dipraktikkan dalam membentuk karakter

santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran;

b. Bagi para pendidik terutama guru dan pengasuh pondok pesantren,

dapat menjadi bahan pertimbangan atau acuan dalam penerapan

pembelajaran dalam pembentukan karakter santri kepada anak

didik dan santrinya sehingga dapat mencapai target yang

diinginkan.

c. Bagi pondok pesantren, penelitian ini diharapkan menjadi kritik,

saran sekaligus inspirasi dalam mengembangkan metode dalam

pembentukan karakter santri.

D. Kajian Pustaka

Sudah banyak penelitian dilakukan yang concern terhadap

kehidupan Rasulullah SAW, baik oleh para sarajana muslim sendiri ataupun

kaum orientalis, guna mengungkap kehidupan Nabi Muhammad SAW. Para

peneliti harus mengakui bahwa setiap sisi kehidupan Rasulullah niscaya

mengandung nilai-nilai universial yang bersifat mondial dan eternal.

Kepribadian Nabi Muhammad SAW yang begitu agung dan multi dimensi,

setidaknya hanya sebagian dari kepribadian mulia beliau yang dapat ditulis

dengan pena dan menjadi subjek yang senantiasa bersifat in-conclusive

(penutup). Ia melampaui pena untuk menggambarkan kepribadiannya secara


keseluruhan.12

Moh. Slamet Untung dalam penelitiannya yang berjudul “Transmisi

Pendidikan pada Periode Nabi”,13 mencoba mengungkap fakta dan data

mengenai figur Muhammad SAW. sebagai pendidik ideal yang menerapkan

pendidikan untuk semua disiplin ilmu pengetahuan melalui berbagai

metode. Dengan pendekatan historis ia mencoba menelusuri akar-akar

sejarah pendidikan Islam pada masa klasik dengan memfokuskan kajian

pada segmen sejarah pendidikan Islam masa awal. Secara spesifik ia

membahas dan menyoroti figur sentral ‘Sang Guru Agung’ Muhammad

sebagai peletak dasar-dasar teoretik metodologik pendidikan Islam dan

sekaligus “penerjemah utama”serta “model” Al-Qur'an. Al-Qur’an yang

sarat dengan muatan kependidikan membutuhkan penjelasan praktis melalui

ucapan dan perbuatan si penerima pesan pertama Al-Qur'an, yakni

Muhammad dalam bentuk sunnahnya.14

Skripsi Muhammad Arifudin15, yang berjudul Pengembangan Nilai-

nilai Islam Santri dengan Pendekatan Prophetic Intelligence (Kasus di

Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien, Babadan, Purwomartani,

Sleman)”

12
Abdul Wahid Khan, Rasulullah di Mata Sarjana Barat (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), Cet.
2, hal. 12.
13
Moh. Slamet Untung, “Transmisi Pendidikan pada Periode Nabi” (Tesis-- IAIN Walisongo,
Semarang, 2002). Atas berbagai pertimbangan, akhirnya tesis ini dijadikan sebuah buku dan
diterbitkan pada tahun 2005 dengan judul “Muhammad Sang Pendidik”.
14
Moh. Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik (Semarang: Pustaka Rizki Putra dan Program
Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, 2005) hal. 10.
15
Muhammad Arifudin, Pengembangan Nilai-nilai Islam Santri dengan Pendekatan Prophetic
Intelligence (Kasus di Pondok Pesantren Raudhatul Muttaqien, Babadan, Purwomartani, Sleman)”,
Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah
UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta, 2008.
E. Kerangka Teori

1. Implementasi Pembelajaran Profetik

Implementasi ialah penerapan atau pelaksanaan.16 Sedangkan

pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau makhluk

hidup belajar.17 Kata implementasi sendiri berasal dari bahasa Inggris

“to implement” artinya mengimplementasikan. Tidak sekedar aktivitas,

implementasi merupakan suatu kegiatan yang direncanakan serta

kemudian dilaksanakan dengan serius pula dengan mengacu pada

norma-norma tertentu demi mencapai tujuan kegiatan. Dalam kalimat

lain implementasi itu sebagai penyedia sarana untuk melaksanakan

sesuatu yang menyebabkan dampak terhadap sesuatu.

Pembelajaran dalam definisi paling ringkas adalah seni untuk

membentuk manusia.18 Pembelajaran adalah proses interaksi peserta

didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar yang meliputi guru dan siswa yang saling bertukar informasi.

Menurut Wikipedia, pengertian pembelajaran merupakan bantuan yang

diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan

sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pengertian

16
M. Dahlan al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hal.247
17
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, diunduh 18 November 2013
18
Dwi Budiyanto, Prophetic Learning,.hal.168
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat

belajar dengan baik. 19

Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip

dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang

berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik

dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu

objektif yang ditentukan atau dalam aspek kognitif, juga dapat

memengaruhi perubahan sikap aspek afektif, serta keterampilan sebagai

aspek psikomotor seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini

memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan

pengajar saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi

antara pengajar dengan peserta didik.

Profetik berasal dari kata prophet.20 Profetik bermakna Kenabian

atau sifat yang terdapat dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat ciri sebagai

manusia yang ideal secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi

pelopor perubahan, pembimbingan kepada masyarakat ke arah

perbaikan.

Profetik atau kenabian di sini memiliki dua misi yaitu; pertama,

seorang hamba yang diutus oleh Allah dan diberi wahyu, agama baru,

dan diperintahkan oleh Allah untuk mendakwahkannya kepada umatnya

yang sering kita sebut (messenger), kedua, seseorang hamba yang

19
https://belajarpsikologi.com/pengertian-dan-tujuan-pembelajaran/
20
Rudy Haryono, Kamus Inggris-Indonesia,.hal.177
menerima wahyu dari Allah sesuai dengan agama yang sudah ada dan

tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya kepada umat disebut

(prophet).21 Kenabian berasal dari bahasa Arab “nabiy” dan membentuk

kata nubuwwah, yang berarti kenabian. Sebagaimana disebutkan di

dalam Al Quran surat al-Imran ayat 79, nabi merupakan hamba Allah,

insan yang ideal secara fisik dan psikis, yang telah berintegrasi dengan

Allah dan malaikat-Nya, dibekali kitab suci dan hikmah, dan ia juga

mampu mengimpelemntasikannya dalam hidup dan menyampaikannya

secara efektif kepada sesama manusia. Dalam Nihāyah al-Iqdām fī Ilm

al Kalām (Limits prowerss in Theology), Syahrastani mengatakan

bahwa jiwa dan perangai nabi itu harus memiliki semua kesempurnaan

natural, berkarakter unggul menjunjung kebenaran, jujur dalam

berbicara, dan lainnya.

2. Pembentukan Karakter Santri

Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti

yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian

karakter adalah nilai-nilai yang unik dan baik yang terpatri dalam diri

dan terejawantahkan dalam perilaku.22

Kata santri berasal dari bahasa India, shastri, yaitu orang yang

tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci

agama Hindu. Pendapat lain menyebutkan bahwa istilah santri berasal

21
Moh. Roqib, Prophetic Education Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam
Pendidikan, (Purwokerto: Stain Press, 2011), hal. 46
22
Muchlas Samani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,
2012), hal. 42
dari Bahasa Tamil yang berarti guru mengaji.23 Nurcholish Madjid

berpendapat berbeda, dalam pandangannya asal usul kata santri dilihat

dari dua pendapat. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa Santri

berasal dari kata sastri, sebuah kata dari bahasa Sansekerta yang artinya

melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid didasarkan atas

kaum santri kelas literary bagi orang Jawa yang berusaha mendalami

agama melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa Arab. Kedua,

pendapat yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya

berasal dari bahasa Jawa, dari kata cantrik berarti seseorang yang selalu

mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap.24

3. Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran adalah salah satu

pondok pesantren yang berada di Purbalingga. Berdasarkan wawancara

kepada KH. Mustaidz Billah selaku Pengasuh Pondok bahwa Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran berdiri pada tanggal 02

Perbruari 1929 di sebuah desa kecil, Desa Kalijaran Kecamatan

Karanganyar Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah. Dan didirikan oleh

KH. Hisyam Abdul Karim. Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran sebuah lembaga pengembangan ilmu agama dan merupakan

satu-satunya pondok pesantren di Desa Kalijaran.

23
Babun Suharto, Dari Pesantren Untuk Umat: Reiventing Eksistensi Pesantrendi Era Globalisasi
(Surabaya: Imtiyaz, 2011 ), hal. 9
24
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam

Tradisional ( Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 61


Pendidikan yang dikemas Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran adalah pendidikan non formal layaknya pondok pesantren

salaf lainnya. Yakni segala yang berkaitan dengan keteladanan nabi dan

sifat-sifatnya diterapkan dalam program atau kegiatan santri-santri

untuk membentuk karakter santri yang mumpuni.

F. Metode Penelitian

Kegiatan yang ditunjukkan untuk mengetahui seluk beluk tentang

sesuatu disebut penelitian. Kegiatan ini biasanya muncul dan dilakukan

karena ada suatu masalah yang memerlukan sebuah jawaban atau ingin

membuktikan sesuatu yang telah lama dialaminya selama hidup, atau untuk

mengetahui berbagai latar belakang terjadinya sesuatu.25

Penelitian secara umum bertujuan untuk meningatkan daya imajinasi

mengenai masalah-masalah. Kemudian meningkatnya penalaran untuk

mencari jawaban permasalahan itu melalui penelitian.26

1. Pendekatan penelitian

Peneliti memilih pendekatan yang akan digunakan ialah

penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau

perilaku yang dapat diamati.27

Penelitian kualitatif sebagai suatu gambaran kompleks, meneliti

kata-kata, laporan terperinci dari pandangan responden, dan melakukan


25
Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2008), hal.39
26
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal.1
27
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 3
study pada situasi yang alami. Penelitian kualitatif merupakan riset

yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan

pendekatan induktif. Selain itu, landasan teori juga bermanfaat untuk

memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai

bahan pembahasan hasil penelitian.28

2. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini ialah penelitian deskriptif yang diartikan

sebagai suatu pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan dan melukiskan keadaan atau objek penelitian pada

saat sekarang yang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya. 29

3. Unit analisis penelitian

Unit analisis penelitian ini adalah Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran, yaitu pondok pesantren yang menerapkan

Pembelajaran Profetik.

4. Informan penelitian

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi ditempat penelitian. Informan

dengan partisipan sama dalam suatu penelitian, yaitu subjek penelitian

yang mana dari mereka data penelitian dapat diperoleh.30

Informan dalam penelitian ini meliputi :

28
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012), hal.
33-34
29
Michail Quin, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hal. 5
30
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal.
121
a) Pengasuh Pondok Pesantren

b) Santri

c) Alumni dan Masyarakat

5. Sumber data

Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini meliputi :

a) Sumber data primer

Data primer adalah data langsung yang dikumpulkan oleh

peneliti dari informan dan elemen yang terkait, data primer yang

yang digunakan diperoleh secara terjun dengan cara langsung

dalam objek penelitian untuk memperoleh data yang dibutuhkan.

b) Sumber data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh

peneliti-peneliti dari bahan kepustakaan sebagai penunjang dari

data pertama. Data sekunder diperoleh dengan membaca buku

atau literatur yang sesuai dengan kajian-kajian teoritis untuk

didokumentasikan dan dipaparkan dalam landasan teori.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data

yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik

yang digunakan adalah wawancara (interview), pengamatan

(observation), studi dokumentasi. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini terdiri dari :

a. Interview atau wawancara


Interview atau wawancara merupakan teknik pengumpulan

data yang dilakukan berhadapan secara langsung dengan yang

diwawancarai tetapi dapat juga diberikan daftar pertanyaan dahulu

untuk dijawab pada kesempatan lain. Teknik wawancara yang

digunakan adalah wawancara mendalam, dimana proses

memperoleh keterangan untuk penelitian secara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau

tanpa menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara

dan informasi terlibat dalam kehidupan social yang relatif lama.31

b. Observasi atau pengamatan

Pengamatan adalah pengumpulan data dengan cara

mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang

diselidiki.32

Observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para

ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.33

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentas bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya

monumenta dari seseorang. 34


Sifat utama data ini tidak terbatas

pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang pada peneliti

31
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian,. hal. 138
32
Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 70
33
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif, (Bandung: Alffabeta, 2008), Hal. 226
34
Ibid, hal. 240
untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi waktu silam.35

7. Teknik analisis data

Analisis data adalah upaya atau cara mengolah data menuju ke

dalam pola, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan oleh

data untuk dipahami.36 Analisis data dalam penelitian kualitatif,

dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu.

8. Uji Keabsahan data

Tujuan dari keabsahan data untuk memperkuat penelitian dalam

hal data-data yang diperoleh dan disesuaikan dengan teori dan temuan

peneliti.37

Dalam penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil

penelitian adalah, valid, reliabel dan obyektif untuk melakukan uji

keabsahan data. Ini digunakan untuk mengungkap suatu kelompok

berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan

tertentu.38

G. Sistematika Pembahasan

Guna memperoleh gambaran yang jelas dalam isi pembahasan ini,

35
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, op.cit., hal. 141
36
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003),
hal. 73 37
Ibid, hal. 270

38
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif,. hal. 131
maka dapat dilihat pada sistematika penelitian dibawah ini sebagi berikut:

Dalam bab I sebagai pendahuluan didalamnya memuat latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat

penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

Selanjutnya Bab II menjelaskan kerangka teoritis yang meliputi

konsepnya yakni; pembelajaran profetik, misi profetik, pembentukan

karakter, dan implementasi pembelajaran profetik dalam pembentukan

karakter.

Bab III Memaparkan tentang pesantren, gambaran pondok pesantren

Roudlotus Solichin meliputi : sejarah berdiri dan perkembangan, profil

pondok pesantren, tujuan serta visi, misi dan penerapan pembelajaran

profetik, data rumusan masalah yang berisi Implementasi pembelajaran

profetik di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran, faktor

pendukung dan penghambat penerapan pembelajaran profetik, metode

pembelajaran di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran dan peran

kyai/pengasuh dalam penerapan pembelajaran Profetik.

Dalam Bab IV Memaparkan laporan hasil penelitian meliputi;

implementasi dari nilai pembelajaran profetik di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran, faktor pendukung dan penghambat

implementasi pembelajaran profetik di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran dan hasil implementasi dari pembelajaran profetik dalam

pembentukan karakter santri.


Bab V Merupakan bab terakhir yang berisi penutup yang meliputi,

kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Implementasi Pembelajaran Profetik

1. Teori Implementasi

Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris ‘to implement’

artinya mengimplementasikan. Tak hanya sekedar aktivitas,

implementasi merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dan

dilaksanakan dengan serius juga mengacu pada norma-norma tertentu

guna mencapai tujuan kegiatan. Dalam kalimat lain implementasi itu

sebagai penyedia sarana untuk melaksanakan sesuatu yang

menyebabkan dampak terhadap sesuatu.

Implementasi Pendidikan profetik di lembaga pendidikan Islam

tercermin dari aktualisasi nilai-nilai transendensi (tauhid), liberasi

(pembebasan/pemerdekaan), dan humanisasi (kemanusiaan) pada

pelaksanaan aspek-aspek di dalamnya. Nilai profetik tersebut termaktub

dalam kepemimpinan, kurikulum, pendidik, peserta didik, dan proses

pembelajaran

2. Pembelajaran profetik

Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau

makhluk hidup belajar.39 dalam definisi yang paling sederhana adalah

seni untuk membentuk manusia.40 Profetik berasal dari kata prophet.41

39
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, diunduh 29 Januari 2019
40
Dwi Budiyanto, Prophetic Learning, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2009),hal.168
41
Rudy Haryono, Kamus Inggris-Indonesia, , (Jakarta:Pustaka Indonesia, 2004),hal.177
Istilah profetik (nubuwwah) umumnya mengacu kepada

kenabian dalam artinya yang luas, bukan hanya Nabi Muhammad SAW.

Penggunaan istilah profetik dalam tulisan ini, meskipun focus kajiannya

adalah Nabi Muhammad SAW, dimaksudkan untuk menunjukkan

kontinuitas dan unitas kenabian beliau dengan nabi-nabi sebelumnya.

Semacam gaya bahasa Totem pro Parto, menggunakan kata yang

bermakna umum untuk menunjuk makna khusus; atau semacam Majaz

Mursal Min Dzikr al-Kull wa Iradah al-Juz`.42

Sifat pada nabi ini, diterapkan dalam suatu gagasan ilmu sosial

yang mana menjadi 3 pilar nilai-nilai profetik yakni humanisasi

(menegakkan kebaikan), liberasi (mencegah kemunkaran), dan

transendensi (beriman kepada Allah SWT). Suatu cita-cita profetik yang

mana terkandung dalam QS. Ali Imran ayat 110.43

‫ُوف َوتَ ۡنهَ ۡو َن َع ِن‬ ِ ‫ُون بِ ۡٱل َم ۡعر‬ َ ‫اس تَ ۡأ ُمر‬ ِ َّ‫ُكنتُمۡ َخ ۡي َر أُ َّم ٍة أُ ۡخ ِر َج ۡت لِلن‬
‫ان َخ ۡي ٗرا لَّهُمۚ ِّم ۡنهُ ُم‬ ِ َ‫ون بِٱهَّلل ۗ ِ َولَ ۡو َءا َم َن أَ ۡه ُل ۡٱل ِك ٰت‬
َ ‫ب لَ َك‬ َ ُ‫ۡٱل ُمن َك ِر َوتُ ۡؤ ِمن‬
‫ون‬َ ُ‫ون َوأَ ۡكثَ ُرهُ ُم ۡٱل ٰفَ ِسق‬َ ُ‫ۡٱل ُم ۡؤ ِمن‬
Artinya : Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.44

Jadi, definisi pembelajaran profetik adalah suatu proses

pembelajaran tentang pengambilan nilai-nilai spritual yang pernah


42
Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014
43
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu Epistemologi, Metodologi, dan Etika. (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2006) hal. 87
44
Al-Quran-Terjemah-Depag-v2-1.pdf, QS AliImron :110
dilakukan para nabi kepada umatnya dahulu.

Pendidikan di Indonesia sudah berjalan puluhan tahun, akan

tetapi sampaisaat ini belum bisa menunjukkan kualitas dan keberhasilan

yang diharapkan, karena hanya menekankan pada dimensi kognitif saja,

yaitu mencetak manusia cerdas, terampil, dan mahir, akan tetapi masih

kurang menekankan pada dimensi afektif, sehingga banyak kebohongan,

korupsi, nepotisme, serta sederet keburukan yang diilustrasikan sebagai

sosok anak bangsa yang berada dalam kondisi split personality

(kepribadian yang terpecah atau tidak utuh). Krisis tersebut bersumber

dari krisis moral, akhlak (karakter), yang secara langsung atau tidak

langsung berkaitan dengan pendidikan yang menyebabkan kerusakan

individu masyarakat yang terjadi secara kolektif sehingga menjadi

budaya. Dan budaya inilah yang melekat dalam sanubari masyarakat

Indonesia dan menjadi karakter bangsa.45

3. Misi Profetik

Sebagaimana kita ketahui, Nabi Muhammad SAW mempunyai

misi mulia sebagai pembawa risalah dari Allah, yaitu menyampaikan

Islam untuk dijadikan jalan hidup dan akan membawa keselamatan bagi

seluruh alam. Misi diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk

memperbaiki budi pekerti (akhlak), mengajak manusia untuk

mentauhidkan Allah dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa

45
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika (Jogjakarta:Ar Ruzz Media),
hal.13
diutusnya Nabi sebagai rahmat bagi seluruh sekalian alam. Inilah misi

yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW yang seharusnya dijalankan

oleh umat Islam sampai saat ini. Kejayaan Islam yang terukir dalam

sejarah peradaban manusia, tidak terlepas dari kapasitas dan peran Nabi

Muhammad SAW sebagai pembawa pesan kebaikan dan kebenaran dari

Allah SWT. Bukti-bukti kejayaan itu hingga kini dapat dirasakan oleh

siapapun yang bermaksud menggalinya; sejak dari peradaban umat

manusia hingga warisan agama yang oleh Voltaire disebut warisan

agama alami yang wajar dan tidak dibuat-buat. Misi keduanya adalah

misi Tauhid. Tujuan utama dakwah Rasulullah SAW bukan untuk

menguasai tampuk kepemimpinan dalam masyarakat Arab, namun pada

intinya adalah mengajak kepada kebenaran. Ajaran Nabi Muhammad

SAW yang paling pokok adalah keyakinan kepada Allah yang Maha Esa

(Tauhid). Ajaran Tauhid inilah yang didakwahkan Nabi Muhammad

SAW secara intensif kepada masyarakat Mekkah waktu itu yang

menyembah patung-patung yang mereka buat sendiri lalu mereka

pertuhankan. Ajaran Tauhid yang dibawa Nabi Muhammad SAW

tersebut mengajarkan egalitarian antar sesama manusia, dihadapan Allah

SWT manusia sama, yang membedakan adalah tingkat kualitas dan

derajat ketakwaannya. Oleh sebab itu ajaran Nabi Muhammad ditentang

oleh para pemuka kafir Quraisy yang tidak mau menerima perubahan

yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Pendidikan saat ini pada dasarnya mengabaikan idealisme yang


mencerminkan proses-proses pemenuhan tugas kemanusiaan.

Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan harus memandang manusia

menjadi subjek pendidikan. Proses pendidikan berawal dari pemahaman

teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia

diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka

bumi ini. Pendidikan yang lepas dari fondasi inilah akhirnya

memunculkan cara hidup yang tidak lagi membangun bagi tegaknya

nilai-nilai kemanusiaan.

Pendidikan Islam adalah bimbingan yang didasarkan pada

hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian

utama menurut ukuran-ukuran Islam.46 Tanpa mengabaikan beberapa

konsep pendidikan Islam yang terumus dalam definisi yang

dikemukakan oleh para pakar pendidikan Islam, Khoiron Rosyadi dalam

bukunya Pendidikan Profetik juga berpendapat bahwa melihat

pendidikan Islam adalah suatu ikhtiar menanamkan nilai-nilai Islami

yang tidak terlepas dari acuan dasar (Al Qur’an dan Al Sunnah) yang

sebagai target akhirnya adalah manusia taqwa.47

Dalam agama Islam, Al Qur’an ditelaah sebagai kesatuan dan

saling berhubungan antara yang satu dengan lainnya, maka taqwa

mampu melahirkan makna dan implikasi kemanusiaan, sebagaimana

Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 8.

ُ Šََٔ‫وا قَ ٰ َّو ِمينَ هَّلِل ِ ُشهَدَٓا َء بِ ۡٱلقِ ۡس ِۖط َواَل يَ ۡج ِر َمنَّ ُكمۡ َش َٔن‬
‫ان قَ ۡو ٍم‬ ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا ُكون‬

46
D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Ma‟arif,1962), hal. 23.
47
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hal. 303
ْ Šُ‫ َو ٰ ۖى َوٱتَّق‬Š‫ َربُ لِلتَّ ۡق‬Š‫و أَ ۡق‬Š
‫ا‬ŠŠ‫ي ۢ ُر بِ َم‬ŠŠِ‫وا ٱهَّلل ۚ َ إِ َّن ٱهَّلل َ َخب‬Š ْ ُ‫ ِدل‬Š‫ٱع‬
َ Šُ‫وا ه‬ ْ ۚ ُ‫ ِدل‬Š‫َعلَ ٰ ٓى أَاَّل ت َۡع‬
ۡ ‫وا‬
َ‫ت َۡع َملُون‬

Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu


menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) hanya
karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah hanya kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan48

Dengan pembelajaran profetik, pendidikan Islam diharapkan

mampu mencapai puncak tujuannya dengan melahirkan manusia-

manusia yang beriman kokoh dan berilmu berpengetahuan luas (ulul

albab) menjadi insan kamil yang dapat diartikan yang utuh rohani dan

jasmani, dapat hidup berkembang wajar dan normal karena keimanan

kepada Allah, berguna bagi diri dan masyarakat, bersahabat dengan alam

untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.49

Kegagalan pendidikan selain setelah meninggalkan nilai-nilai

kemanusiaan, bahwasannya krisis yang terjadi dalam pendidikan Islam

muncul karena ada dikhotomi epistemologi antara ilmu agama dan ilmu

umum, antara ilmu modern barat dan ilmu tradisional islam. 50 Oleh

karena itu, pendidikan harus kembali pada misi profetik, yaitu

memanusiakan manusia, yang dalam terminologi Islam sering disebut

sebagai insan kamil, syumus, dan manusia taqwa.

48
Al-Quran-Terjemah-Depag-v2-1.pdf, QS. AlMaidah : 8
49
Zakiyah Daradjat. dkk., Ilmu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal 29
50
Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik, (Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2004), hal.
12
4. Implementasi Nilai-nilai Profetik

Menurut bahasa, nilai artinya sifta-sifat atau hal-hal yang penting

atau berguna bagi kemanusiaan.51 Sedangkan secara istilah, nilai adalah

esensi yang melekat pada objek yang sangat berarti bagi kehidupan

manusia.21 Nilai dapat didefinisikan sebagai konsepsi-konsepsi abstrak

di dalam diri manusia atau masyarakat, mengenai hal-hal yang dianggap

baik, benar dan hal-hal yang dianggap buruk dan salah. Misalnya nilai

religi. Maksudnya adalah konsep mengenai penghargaan yang diberikan

oleh masyarakat kepada beberapa akar permasalahan dalam kehidupan

beragama yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman tingkah laku

keagamaan warga masyarakat bersangkutan

Kegagalan pendidikan Agama disebabkan pendidikan agama

Islam lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat formal dan

hafalan, bukan pada pemaknaan.52 Sejalan dengan pendapat Nurcholis

Madjid, Sutrisno dengan mengutip pendapat Fazlur Rahman

mengatakan bahwa metode pendidikan umat Islam didominasi oleh

metode hafalan, bukan pengolahan pikiran secara kreatif. 53 Para murid

tidak diarahkan untuk paham, kritis, dan analitik,54 akibatnya terjadi

ketimpangan sosial karena pendidikan telah disorientasi atau salah arah


51
http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, ibid
52
Nurcholis Majid dalam Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya, 2004) Hal.286
53
Sutrisno, Revolusi Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz,2005) Hal.13-14
54
Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, penerjemah Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka,1995)
Hal.211. Fazlur Rahman mengatakan bahwa metodologi pembelajaran yang disenangi oleh
kalangan ortodoks adalah hafalan diluar kepala. Murid tidak dilatih untuk memahami, mengkritik,
dan menganalisis.
dan tujuan. Kegagalan pendidikan agama Islam di Indonesia tampak

dalam carut marutnya sendi-sendi kehidupan masyarakat dan birokasi.

Masyakarat masih terbelenggu dalam kemiskinan, kebodohan, dan

keterbelakangan. Semuanya menjadi sasaran empuk internalisasi budaya

Barat yang berakibat masyarakat seakan-akan tidak memiliki pegangan

hidup dan teraliensi dari lingkungannya. Padahal, Indonesia terkenal

dengan kearifan lokal dan fanatisme keagamaannya. Dua potensi itulah

seharusnya menjadi pedoman hidup, namun sekarang tergoyahkan oleh

arus globalisasi.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sudah

berdiri sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Dalam lembaga

ini diajarkan dan dididikkan ilmu dan nilai-nilai agama kepada santri. 55

Santri sebagai sebuah elemen bangsa yang meniti masa depannya

melalui lembaga pesantren. Santri adalah generasi-generasi yang dinanti

oleh masyarakatnya di kemudian hari saat ke kampung halamannya.

Harapan tersebut tidak hanya dinanti oleh masyarakat saja melainkan

bangsa tercinta ini, Indonesia.

Di era globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi semakin meningkat, tidak hanya memberikan dampak positif

saja, akan tetapi juga memberikan dampak negatif jika tidak diimbangi

nilai-nilai Islam. Tantangan pesantren yang sebenarnya adalah menjaga

nilai-nilai moral yang dihadapkan dengan hantaman globalisasi yang

Haidar Putra Daulay, Peranan Pendidikan Pondok Pesantren Dalam Menciptakan Masyarakat
55

Madani, (Jakarta: Kencana, 2004) Hal. 25


mewujud dalam ilmu dan teknologi. Kekhawatiran ini muncul apabila

pesantren kehilangan tuahnya dalam mengajarkan moral, Sebab, sebagai

sumber nilai, ajaran yang ditekuni pesantren adalah terutama dalam

pengembangan fungsi moral.56

Dalam pengembangan moral terhadap dunia pendidikan maupun

pesantren untuk mengimplementasikannya kedalam proses

pembelajaran, muncul paradigma profetik, yang menjadi salah satu

solusi mengatasi pendidikan di era globalisasi ini.

Profetik yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia

yang ideal secara spiritual individual, tetapi juga menjadi pioner

perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan.

Yang menjadi impelementasi pembelajaran profetik adalah nilai

profetik yang terkandung mampu membentuk karakter bangsa ini. Nilaii

profetik yang dapat dijadikan bingkai acuan dalam mengarahkan

perubahan masyarakat, yakni humanisasi, liberasi dan transdensi.57

Pada perubahan sosial yang menjadikan 3 acuan nilai-nilai

profetik sebagai acuan awal diterapkan pembelajaran profetik, untuk

proses implementasinya adalah dengan pendekatan ketakwaan yang

mana meningkatkan kecerdasan berjuang, kecerdasan ruhani, kecerdasan

emosional, dan kecerdasan berpikir. Kesehatan ruhani (ketakwaan)

adalah telah sucinya diri dari dari penyakit-penyakit ruhaniah, seperti

56
Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997)
Hal.106.
57
Moh. Shofan, Ibid, Hal. 106
syirik, kufur, nifaq, dan fusuq (kefasikan).58 Dalam kondisi itulah Allah

SWT, menurunkan rasa percaya atau yakin ke dalam diri Hamba-Nya,

yakni rasa percaya, yakin, dan takut kepada-Nya. Dari rasa itulah

lahirnya kekuatan dan keinginan untuk perbaikan ke arah yang lebih

positif, lebih baik, dan lebih benar.

B. Pembentukan Karakter

a. Pengertian Karakter

Benih dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan

kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah

fundamen yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia

untuk hidup bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang

dipenuhi dengan kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan

tindakan-tindakan tidak bermoral.59

Kata karakter berasal dari bahasa latin kharakter, dalam bahasa

inggris character dan Indonesia karakter, dan bahasa Yunani charassein

yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam Kamus

Poerwadarminta, karakter dimaknai sebagai tabiat, watak, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan

yang lain. Nama dari jumlah seluruh ciri pribadi yang meliputi hal-hal

seperti perilaku, kebiasaan, ketidaksukaan, kemampuan, kecenderungan,

58
Hamdani Bakran Adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence, (Yogyakarta: Penerbit Islamika,
2004)Hal.162
59
Muchlas Samani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2012). Hal . 41
potensi, nilai-nilai, dan pola pemikiran.60

Menurut Megawangi karakter berbeda dengan moral dimana

moral lebih cenderung pada pengetahuan seseorang terhadap nilai-nilai

yang benar dan nilai-nilai yang salah serta tergantung dengan kondisi

masyarakatnya ,sedangkan karakter adalah tabiat seseorang yang

langsung dikendalikan dari otak namun dapat dibimbing kearah yang

lebih baik dengan pembiasaan (habituasi).61 Oleh karenanya dapat

disimpulkan bahwa karakter adalah gambaran tingkah laku atau perilaku

seseorang yang dinilai dengan norma-norma yang berlaku pada

masyarakat.

Sedangkan W.S Winkel menjelaskan bahwa Karakter merupakan

keseluruhan hasrat manusia yang terarah pada tujuan-tujuan yang

mengandung nilai moralitas atau nilai etis.62 Lebih jelas lagi, Ngainun

Naim menjelaskan bahwa karakter mengacu kepada serangkaian sikap

(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan

ketrampilan (skills).63 Jadi karakter merupakan hasrat dan kebiasaan

manusia yang selalu mengarah pada tujuan-tujuan positif. Sehingga

yang disebut orang yang berkarakter adalah orang yang mempunyai

hasrat dan berbagai kebiasaan positif.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang

60
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Presektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Hal.
11
61
Pendidikan Karakter: Prioritas Yang Terlupakan (02/09), http://www.lpmpalmuhajirin. com,
Diunduh 29 Januari 2019
62
W.S. Winkel & Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, (Yogjakarta:
Media Abadi, 2004), Hal.218
63
Ngainun Naim, Character Building, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), Hal. 55
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, lingkungan dan

kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan,

dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum tata krama.64

b. Unsur-unsur Pembentukan Karakter

Unsur paling signifikan dalam pembentukan karakter adalah

pikiran, karena di dalam pikiran terdapat seluruh progam yang terbentuk

dari pengalaman hidupnya yang menjadi merupakan pelopor segalanya.

Progam ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya

dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilaku

seseorang. Jika progam yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-

prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan sesuai dengan

hukum alam. Apabila perilaku tersebut tidak sejaan dengan prinsip

hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan

menghasilkan penderitaan. Karenanya pikiran harus mendapatkan

perhatian serius.

Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwa dalam diri

manusia terdapat satu pikiran yang memiliki ciri berbeda. Dan kedua ciri

tersebut, dikenal dengan istilah pikiran sadar (conscious mind) atau

pikiran objektif dan pikiran bawah sadar (subconscious mind) atau

pikiran subjektif.65

Pikiran sadar terletak dibagian korteks otak bersifat logis dan

analisis dengan memiliki pengaruh besar 12% dari kemampuan otak.


64
Agus Zainul Fitri, Pendidikan Krakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah (Jakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), 20.
65
http://www.aseps21.com, di unduh 29 Januari 2019
Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terletak di medulla

oblongata yang sudah terbentuk ketika masih di dalam kandungan.

Pikiran bawah sadar adalah pikiran subyektif yang berisi emosi serta

memori, bersifat irasional, tidak nalar dan tidak menentang, pikiran

bawah sadar bersifat netral dan sugestif. Sedangkan pikiran sadar adalah

pikiran objektif yang berhubungan dengan objek luar dengan

menggunakan panca indra sebagai media dan sifat pikiran sadar ini

adalah menalar.

c. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Karakter

Karakter dipengaruhi oleh heriditas. Perilaku seorang anak

sering kali tidak jauh dari perilaku ayah atau ibunya. Dalam pepatah

Jawa dikenal istilah “Kacang ora bakal ninggal lanjaran” artinya pohon

kacang panjang tak mungkin meninggalkan panjatan yang jadi

tempatnya merambat. Selain itu lingkungan, baik lingkungan sosial

maupun lingkungan alam ikut membentuk karakter. Di lingkungan sosial

yang keras seperti di Harlem Kota New York, remaja cenderung

berperilaku anti sosial, keras, tega, suka bermusuhan, dan sebagainya.

Sementara itu di lingkungan yang gersang panas, dan tandus,

pendudukanya cenderung bersifat keras dan berani mati.66

Sedangkan Masnur Muslich dalam bukunya Pendidikan karakter

menjelaskan bahwa faktor yang berpengaruh dalam pembentukan atau

Muchlas Samani, Konsep dan model Pendidikan Karater, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012),
66

Hal. 41-42
pembinaan karakter itu terdapat 8 faktor, yaitu:

a. Guru

b. Selebriti/Idola

c. Tokoh Masyarakat

d. Teman Sejawat

e. Kedua Orang tua

f. Media Cetak

g. Media Elektronik.67

d. Nilai-Nilai Karakter

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang

diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter.

Jadi suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut.

Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak luput dari nilai. Hanya

barangkali sejauhmana kita memahami nilai-nilai yang terkandung

didalam perilaku seorang anak atau sekelompok anak memungkinkan

berada dalam kondisi tidak jelas. Dalam arti bahwa nilai dari suatu

perilaku teramat sulit dipahami oleh orang lain daripada oleh dirinya

sendiri.

Dalam kehidupan manusia, begitu banyak nilai yang ada didunia

ini, sejak dahulu sampai pada saat ini. Beberapa nilai yang dapat kita

identifikasi sebagai nilai yang penting bagi kehidupan anak baik saat ini

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab tantangan Krisis Multidimensional, (Jakarta:


67

Bumi Aksara, 2012), Hal. 141


maupun dimasa yang akan datang, baik untuk dirinya maupun untuk

kebaikan lingkungan hidup dimana anak hidup saat ini dan dimasa yang

akan datang. Dalam acuan Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat

yang merepresentasikan akhlak atau perilaku yang luar biasa tercermin

pada nabi Muhammad SAW, yaitu : sidik, amanah, fatonah, dan tabligh.

Tentu dipahami bahwa empat nilai ini merupakan esensi, bukan

seluruhnya. Karena Nabi Muhammad SAW, juga terkenal dengan

karakter kesabarannya, ketangguhannya,dan berbagai karakter lain.

Sidik yang berarti benar, mencerminkan bahwa Rasulullah

berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar, dan

berjuang untuk manegakkan kebenaran.

Amanah yang berarti jujur atau terpercaya, mencerminkan bahwa

apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan Rasulullah dapat dipercaya

oleh siapapun, baik oleh kaum muslimin maupun non muslim.

Fatonah yang berarti cerdas atau pandai, arif, wawasan luas,

terampil dan professional. Artinya perilaku Rasulullah dapat

dipertanggung jawabkan kecerdasannya dalam pemecahan masalah.

Tabligh yang bermakna komunikatif mencerminkan bahwa

siapapun yang menjadi lawan bicara Rasulullah, maka orang tersebut

akan mudah memahami apa yang dibicarakan atau dimaksudkan oleh

rasulullah.

Banyak nilai-nilai yang dapat menjadi perilaku atau karakter dari

berbagai pihak. Dibawah ini berbagai nilai yang dapat kita identifikasi
sebagai nilai-nilai yang ada di kehidupan saat ini.68

Nilai yang terkait Nilai yang terkait Nilai yang


dengan diri sendiri dengan orang/ terkait
makhluk lain dengan ketuhanan
- Jujur - Senang Membantu - Ikhlas

- Kerja Keras - Toleransi - Ikhsan

- Tegas - Murah Senyum - Iman

- Sabar - Pemurah - Takwa


- Dan sebagainya
- Ulet - Kooperatif/mampu

- Ceria bekerja sama

- Teguh - Komunikatif

- Terbuka - Amar Ma‟ruf

- Visioner - Nahi Munkar

- Mandiri - Perduli
- Adil
- Tegar
- Dan sebagainya
- Pemberani

- Reflektif

-Tanggung Jawab

- Disiplin

-Dan Sebagainya

Sedangkan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan menurut

Indonesia Heritage Foundation (IHF), ialah sebagai berikut :

a. Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya

Dharma Kesuma, Pendidikan Karakter Kajian Teori Dan Praktik Di Sekolah (Bandung:Remaja
68

Rosda Karya, 2012), Hal. 11-12


b. Kemandirian dan tanggung jawab

c. Kejujuran/ amanah, bijaksana

d. Hormat dan santun

e. Dermawan, suka menolong dan gotong royong

f. Percaya diri, kreatif dan kerja keras

g. Kepemimpinan dan keadilan

h. Baik dan rendah hati

i. Toleransi dan kedamaian, serta kesatuan. 69

Karakter terbentuk setelah mengikuti proses sebagai berikut :

a. Adanya nilai yang diserap seseorang dari berbagai sumber, mungkin

agama, ideologi, pendidikan, temuan sendiri atau lainnya.

b. Nilai membentuk pola fikir seseorang yang secara keseluruhan keluar

dalam bentuk rumusan visinya.

c. Visi turun ke area hati membentuk suasana jiwa yang secara keseluruhan

membentuk mentalitas.

d. Mentalitas mengalir memasuki area fisik dan melahirkan tindakan yang

secara keseluruhan disebut sikap.

e. Sikap-sikap yang dominan dalam diri seseorang yang secara

keseluruhan mencitrai dirinya adalah apa yang disebut sebagai

kepribadian atau karakter.

Jadi, proses pembentukan karakter itu menunjukkan keterkaitan

yang erat antara fikiran, perasaan dan tindakan. Dari wilayah akal

69
Ibid, Hal.14
terbentuk cara berfikir dan dari wilayah fisik terbentuk cara berperilaku.

Cara berfikir akan menjadi visi, cara merasa akan menjadi mental dan

cara berperilaku akan menjadi karakter. Apabila hal ini terjadi

berulang-ulang yang terus-menerus menjadi kebiasaan.70

C. Implementasi Pembelajaran Profetik dalam Pembentukan Karakter

Tumbuh dan berkembangnya kecerdasan atau potensi dalam diri

seseorang, akan membuatnya mendapatkan berbagai kemudahan dalam

meningkatkan kualitas diri dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya

sebagai seorang hamba yang mampu mengemban amanahNya.

Implementasi akhlak dalam Islam terpancar dalam karakter pribadi

Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang

mulia dan agung.71 Oleh karenanya pembelajaran profetik (kenabian) dapat

membentuk karakter bangsa ini. Hal ini dapat dijadikan bingkai acuan

dalam mengarahkan perubahan masyarakat, yakni humanisasi, liberasi dan

transdensi yang merupakan derivasi dari Al Qur an surat Ali Imran ayat 110.

Tiga acuan dasar nilai-nilai profetik yakni kebaikan

(humanisasi), mencegah kemunkaran (liberasi) dan beriman kepada

Allah (transdensi) menjadikan proses implementasi pembelajaran

profetiknya dalam pendekatan kerohanian (ketakwaan) yang dapat

meningkatkan kecerdasan berjuang, kecerdasan ruhani, kecerdasan

emosional, dan kecerdasan berpikir. Kesehatan ruhani (ketakwaan)

adalah telah bersihnya diri dari dari penyakit-penyakit ruhaniah, seperti


70
http://almimbar.org, diunduh 29 Januari 2019
71
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Hal.59
syirik, kufur, nifaq, dan fusuq (kefasikan).72

Adanya pembelajaran profetik melalui pendekatan keruhanian

(ketakwaan), para santri diharapkan selalu mengingat lima prinsip

pembelajaran profetik yang telah dirangkum adalah adanya daya juang

(advesity), spritualitas (sprituality), emosi (emotion), persepsi

(perception), intelektual (intellectual). Dengan selalu mengingat lima

prinsip ini, para santri dapat terbentuk karakternya sebagai insan kamil.

Sesuai dengan nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan, menurut

Indonesia Heritage Foundation (IHF), cinta tuhan dan segenap

ciptaanNya, kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran/amanah,

bijaksana, hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong

royong, percaya diri, kreatif dan kerja keras, kepemimpinan dan

keadilan, baik dan rendah hati, toleransi dan kedamaian, serta kesatuan.

Dapat dirangkum juga yang mana nilai karakter tersebut

memiliki beberapa pilar, meliputi:

1) Moral knowing (pengetahuan tentang kebaikan).

2) Moral loving atau moral felling, merupakan penguatan aspek emosi

seseorang untuk menjadi manusia berkarakter.

3) Moral doing/ acting (pelaksanaan atau perilaku yang berlandaskan

moral).73

Dari ketiga pilar diatas dalam pembentukan karakter tersebut

72
Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik,. Hal 14
73
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Prespektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Roosdakarya,
2012). Hal. 41
juga dapat di ukur dengan: kesadaran, kejujuran, keikhlasan,

kesederhanaan, kemandirian, keperdulian, kebebasan dalam bertindak,

kecermatan dan ketelitian, serta komitmen 74

Ari Ginanjar Agustian menyodorkan sebuah pemikiran bahwa

setiap karakter positif sesungguhnya akan merujuk kepada sifat-sifat

mulia Allah, yaitu asmaul husna. Semua sifat dan nama mulia Tuhan

inilah sumber inspirasi setiap karakter positif yang dirumuskan oleh

siapapun. Dari sekian banyak karakter yang bisa diteladani dari nama-

nama tersebut, Ari merangkumnya dalam 7 karakter dasar, yaitu: Jujur,

tanggung jawab, disiplin, visioner, adil, perduli, dan kerjasama.75

Bagi seorang pendidik profetik, hendaknya memiliki sifat-sifat

tertentu seperti ajaran oleh Rasulullah SAW. Dalam perspektif agama,

syarat menjadi guru yang ideal sebagaimana disampaikan KH. M.

Hasyim ‘Asyari, ada 20 macam, yaitu:

1. Selalu istiqamah dalam muraqabah kepada Allah Swt.

2. Selalu berlaku khauf (takut kepada Allah) dalam segala ucapan dan

tindakan.

3. Senantiasa bersikap tenang.

4. Senantiasa bersikap wara’ (meninggalkan perkara syubhat/tidak

bermanfaat)

5. Selalu bersikap tawadhu’.

6. Selalu bersikap khusyu’ kepada Allah Swt.

74
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), Hal.12
75
Abdul Majid, Pendidikan Karakter Prespektif Islam,. Hal.43
7. Menjadikan Allah Swt sebagai tempat meminta segala pertolongan

dalam segala hal.

8. Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keungtungan

duniawi.

9. Tidak diskriminatif terhadap murid.

10. Bersikap zuhud, sederhana, dan qana’ah

11. Menjauhkan diri dari tempat yang rendah dan hina.

12. Menjauhkan diri dari tempat yang kotor dan maksiat, walaupun

jauh dari keramaian.

13. Selalu menjaga syiar-syiar islam dan zahir zahir hukum, seperti

shalat berjamaah di masjid, menebar salam, amar ma’ruf nahi

munkar, serta sabar terhadap musibah.

14. Menegakkan sunnah dan menghapus unsur bid’ah

15. Membiasakan melakukan sunnah-sunnah yang bersifat syar’I, baik

qauliyah maupun fi’liyah

16. Bergaul dengan akhlak yang baik.

17. Membersihkan hati dan tindakan dan akhlak yang jelek.

18. Senantiasa bersemangat untuk mengembangkan ilmu.

19. Tidak boleh membeda-bedakan semua orang dalam mengambil

faedah.

20. Membiasakan diri menyusun dan merangkum pengetahuan.76

76
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif (Jogjakarta: 2012),
h.32-38
BAB III

DATA HASIL PENELITIAN

A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1. Letak dan Keadaan Geografis

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran yang beralamat

di Jalan Sokawera Desa Kalijaran Kecamatan Karanganyar Kabupaten

Purbalingga. Meskipun hanya sebuah pedukuhan (gerumbul) nama

Sokawera cukup terkenal karena keberadaan Pondok Pesantren ini.

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin terletak kurang lebih 20 km dari

Kabupaten Purbalingga kearah utara, 13 km ke Kecamatan Bobotsari

dan 7 km kearah Desa Kalijaran dan dari jalan raya Karanganyar

tepatnya Mapolsek Karanganyar kearah selatan kira-kira 500 m,

disitulah terletak Pondok Pesantren Roudlotus Solichin tepatnya di RT.


04 RW. 01 Desa Kalijaran.

Adapun batas-batas Pondok Pesantren Roudlotus Solichin yaitu;

sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk, sebelah timur

berbatasan dengan rumah penduduk, sebelah selatan berbatasan

dengan rumah penduduk, sebelah barat berbatasan dengan rumah

penduduk dan maqom keluarga. Keberadaan Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin yang tengah pemukiman keuntungan yang sangat

besar bagi pendidikan yaitu santri dapat belajar dan besosialisasi

dengan masyarakat. Posisi bangunan rumah Kyai, Masjid dan Asrama

putra dan putri membentuk lingkaran dan asrama putra terdapat jalan

desa yang sudah diaspal, sehingga mudah untuk dijangkau.

2. Sejarah Berdiri dan Proses Perkembangan

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran pertama kali

didirikan pada tahun 1929. Perkembangan Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran mengalami pasang surut, masa kejayaan

Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran adalah ketika pondok

pesantren diasuh oleh pendiri yaitu KH Hisyam Abdul Karim. Santri

baik putra maupun putri berjumlah sampai ribuan dari berbagai

pelosok daerah dan kota baik dari Purbalingga sendiri maupun daruar

Purbalingga, bahkan ada beberapa santri yang berasal dari luar jawa.

KH Hisyam Abdul Karim meninggal pada tahun 1989. Setelah beliau

wafat Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran dibawah


pengasuhan KH Muzammil Syaebani. Keadaan santri pada masa

pengasuhan beliau santri keadaan santri masih memberikan warna

baru di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran, dengan

metode-metode pembelajaran baru dalam pondok salaf. Beliau

meninggal dunia pada tahun 2016. Sepeninggal KH Muzammil

Syaebani Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran diasuh oleh

adik beliau KH Mustaidz Billah, sampai saat ini jumlah santri yang

menetap di pondok pesantren berjumlah kurang lebih 300 santri

secara keseluruhan baik putra maupun putri. Meskipun dalam satu

pesantren, namun antara asrama putra dan asrama putri di letakkan

pada lokal atau gedung yang terpisah.

3. Profil Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

Berikut di bawah ini merupakan profil Roudlotus Solichin

Kalijaran :

1. Nama Pesantren : Raudlotus Sholihin Sholihat

2. Tanggal berdiri : 02 Februari 1929/22 Sya’ban 1347

3. Alamat : RT. 04 RW. 01 Sokawera

4. Desa : Kalijaran

5. Kecamatan : Karanganyar

6. Kabupaten : Purbalingga

7. Provinsi : Jawa Tengah

8. Nomor Statistik : 5103330300033


9. Nama Pengasuh : KH Musta’idz Billah

10. Nama Yayasan dan Alamat : Yayasan Roudlotus Sholihin

11. Akta Notaris : Heru Prastowo Wisnu W., SH.

AHU-0051480.AH.01.12.2016

Tanggal 02 Januari 2017

12. Kepemilikan Tanah : Wakaf

4. Visi Misi Pondok Pesantren Roudlotus Sholihin Kalijaran

a. Visi

Terwujudnya lembaga yang mencetak generasi solih dan

sholihah, intelektual, berwawasan luas serta berkompetensi

keahlian.

b. Misi

1) Melakukan proses pendidikan dan pembelajaran agama

sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As sunah.

2) Melaksanakan proses pembelajaran dan pembimbingan

secara efektif dan inovatif sehingga membawa santri

berkembang secara optimal dan terarah sesuai dengan

potensi yang dimiliki.

3) Melakukan bimbingan pengembangan diri disegala bidang

khususnya akhlaq dan budi pekerti secara maksimal dan

menyeluruh.

4) Mencetak alumni yang memiliki imtaq dan penguasaan


agama yang luas dan ketrampilan hidup sebagai bekal

untuk melanjutkan kehidupan dimasyarakat.

5. Data Sarana dan Prasarana

Berikut adalah sarana dan prasarana yang tersedia di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran :

A. Lembaga non Formal

1) Madrasah Diniyah

2) Tahfidzul Qur’an

3) Mujahadah

4) Kegiatan Thoriqoh

B. Fasilitas

1) Masjid

2) Gedung Pondok

3) Ruang Belajar/ Madrosah

4) Gedung Diniyah

5) Toko / Koperasi Santri

6) Lapangan

6. Kegiatan santri /ekstra

1) Bahtsul Masail

2) Peningkatan Bahasa Arab

3) Khitobah

4) Rebana

5) Seni kaligrafi
6) Bela Diri/Silat

B. DATA RUMUSAN MASALAH

1. Kegiatan Pembelajaran Profetik dalam rangka Pembentukan

Karakter Santri

Dalam penanaman nilai-nilai pendidikan profetik tidak lepas dari

visi dan misi Pondok Pesantren yakni menjadi Pondok Pesantren

berkualitas unggul. Pelaksanaan nilai-nilai pendidikan profetik di

Pondok Pesantren dilaksanakan di dalam dan diluar Pondok Pesantren,

hal ini dimaksudkan agar santri lebih memahami nilai-nilai pendidikan

profetik maupun sikap-sikap yang dibentuk ketika pelaksanaan

penanaman nilai-nilai pendidikan profetik, dengan begitu peserta didik

akan mampu mempunyai kepribadian yang berakhlakul karimah di

lingkungan Pondok Pesantren maupun di lingkungan masyarakat

nantinya.

Seperti diuangkapkan pengasuh Pondok Pesantren :

“Nilai-Nilai pendidikan profetik menurut saya itu adalah


nilai keteladanan, karena Nabi merupakan suri tauladan sehingga
dengan pendidikan kenabian dapat menanamkan nilai-nilai
kenabian dan keislaman di lingkungan pondok pesantren, sehingga
diharapkan mencetak generasi-generasi yang bisa menjadi tauladan
dan berjiwa santri.77

Hal serupa diuangkapkan ustadz Pondok pesantren, beliau

mengatakan

Nilai-nilai pendidikan profetik yang dilakukan di Pondok


Pesantren ini dilakukan dengan cara pembiasaan dan keteladanan,
77
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 15 Pebruari 2019
seperti bersalaman dengan Pengasuh, Ustadz/ustadzah ketika
bertemu, sholat malam, sholat berjamaah lima waktu dan memberi
keteladanan para santri dengan saling menghormati, tolong
menolong, toleran dan bersosialisasi dengan masyarakat”.78

Sehingga peneliti berkesimpulan bahwa metode yang diajarkan

kepada para santri tidak hanya ketika mengikuti kegiatan rutinitas

pengajian dan berjamaah saja, akan tetapi bersosialisasi dengan

masyarakat juga menjadikan santri percaya diri dan secara langsung

berbaur dengan masyarakat, Sehingga proses pembentukan karakter

yang bernilai profetik diajarkan selama dalam pondok. Pembelajaran

profetikyang diajarkan meliputi :

a. Pembelajaran Al-Sidq

Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya selalu

benar, akan tetapi perbuatannya juga. Nabi Muhammad SAW.

mempunyai sifat yang membuatnya disukai siapa saja yang

berhubungan dan membuatnya menjadi pujaan bagi para

pengikutnya. Nabi memiliki kepribadian dan kekuatan bicara,

yang demikian memikat dan menonjol sehingga siapapun

Implementasi pendidikan shiddiq dilakukan dengan

memberikan pemahaman kepada santri tentang pentingnya berkata

jujur dan sekaligus mengingatkan tentang resiko bahaya menjadi

orang yang tidak jujur.

Langkah-langkah di atas juga dibenarkan oleh Pengasuh Pondok dalam


kesempatan wawancara yang lain. Beliau mengungkapkan:

78
Hasil wawancara dengan Ustadz pada tanggal 15 Pebruari 2019
Untuk melatih kejujuran, kita latih santri untuk mengakui
kesalahan dulu. Misalnya ada yang mencuri, kita nasihati untuk
mengakuinya. Kita intinya mereka harus berani untuk berkata apa
adanya.79

Dalam penjelasan tersebut dapat dipahami langkah-

langkah yang diambil dalam menanamkan sifat jujur kepada

santri, yaitu melalui pembiasaan dan arahan yang tepat dari

asatidz. Dengan bimbingan yang tepat, santri dapat membiasakan

diri dengan sikap jujur. Salah satunya dengan sarana Koperasi

JUJUR, koperasi buka 24 jam dan bagi santri hanya menuliskan

barang apa yang diambil kemudian membayar dan menulis tanpa

ada yang menjaga koperasi.

b. Pembelajaran Al-Amanah

Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika suatu

urusan diserahkan kepada beliau, niscaya semua orang percaya

bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh

karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk

Mekkah dengan gelar Al Amin yang artinya terpercaya, gelar itu

disematkan kepada beiau jauh sebelum beliau diangkat jadi Rasul.

Apapun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya

karena beliau bukanlah seorang yang suka berbohong.

Karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin

sebagaimana karakter yang dimiliki Rasul yaitu sifat dapat

79
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 15 Pebruari 2019
dipercaya atau bertanggung jawab. Sifat amanah inilah yang dapat

mengangkat posisi Rasul di atas pemimpin umat atau Nabi-Nabi

terdahulu. Yang dimaksud amanah dalam hal ini adalah apapun

selalu dipercayakan kepada Rasulullah SAW. meliputi segala

aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun agama.

Sikap amanah dapat membentuk pribadi yang dipercaya

secara luas untuk dapat mengemban amanat sosial bagi

kepentingan maslahat umat. Guna membentuk pribadi yang

terpercaya dan siap bersaing dalam kehidupan bermasyarkat

secara luas, Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

menanamkan sikap ini kepada santrinya dalam berbagai program

pendidikan, baik kurikuler maupun nonkurikuler, seperti

penunjukan sebagai pengisi di kegiatan latihan khitobah, Rebana,

Bahtsul Masail dll.

Pengasuh pondok mengungkapkan :

Selain tugas belajar, kita juga menilai santri dalam aspek


khidmah. Jadi mereka ini punya tugas tersendiri, ada yang di
bagian kebersihan, perairan, ketakmiran, listrik, dan sebagainya.
Jadi mereka dibekali untuk punya tanggung jawab. Kemudian
ronda malam juga para santri yang menjalankan secara bergiliran
sesuai dengan jadwal.80

Pada penjelasan di atas, Pengasuh menjelaskan adanya

pola kegiatan keseharian yang dibiasakan di pesantren di luar

80
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 15 Pebruari 2019
kegiatan, yaitu adanya program piket bagi seluruh santri untuk

secara bergantian menanggung tugas yang harus dijalankan.

Pemberian tugas tanggung jawab ini melatih santri untuk

memperhatikan secara seksama langkah-langkah yang harus

dilakukan untuk menunaikan tanggung jawabnya. Dengan

program ini, penanaman nilai karakter amanah melalui

pembiasaan dapat terimplementasikan. Namun disamping

pembiasaan, santri juga dibekali dengan pemahaman yang cukup

tentang makna tanggung jawab. diungkapkan bahwa pendidikan

sifat amanah secara kurikuler dilaksanakan dengan cara

menjelaskan bahwa amanah adalah tanggungan yang harus dijaga

dan jangan sampai dikhianati. Strategi yang dibangun untuk

membangun sifat amanah adalah dengan memberikan ruang

kemandirian kepada santri untuk bersikap.

Pengasuh mengungkapkan:

“Anak kita latih untuk mandiri. Kita beri mereka


kepercayaan untuk melakukan sesuatu, baik tugas, karya, atau
apapun juga. Kita cukup mendampingi dan mengarahkan. Tapi
santri harus berani untuk tampil.” 81

Penjelasan tersebut diatas mengindikasikan bahwa sikap

terpercaya tidak bisa dilatih melalui pengaturan yang berlebihan

dari asatidz maupun pengurus, justru dengan diberikan ruang yang

81
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 15 Pebruari 2019
luas untuk bersikap, santri mampu melatih diri untuk lebih dewasa

dan bijaksana dalam bertindak.

c. Pembelajaran Al-Tabligh

Tabligh merupakan pembelajaran sifat ketiga. Sasaran

tabligh pertama adalah keluarga beliau, lalu berdakwah ke

segenap penjuru. Sebelum mengajarkan sesuatu, beliau yang akan

terlebih dahulu melakukannya. Sifat Ini adalah sebuah sifat Rasul

untuk tidak menyembunyikan informasi yang benar apalagi untuk

kepentingan umat dan agama. Beliau tidak pernah sekalipun

menyimpan informasi berharga hanya untuk dirinya sendiri.

Beliau selalu memberikan berita gembira mengenai kemenangan

dan keberhasilan yang akan diraih oleh pengikutnya di kemudian

hari.

Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin

adalah keberaniannya menyatakan kebenaran meskipun

konsekuensinya berat. Beliau sangat tegas pada orang yang

melanggar hukum Allah, namun sangat lembut dan memaafkan

bila ada kesalahan yang menyangkut dirinya sendiri. Dalam istilah

Arab dikenal ungkapan, quill haqqo walau kana murron,

katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun itu pahit

rasanya.

Semangat untuk senantiasa tabligh sejatinya sudah tampak

pada para santri. Diungkapkan oleh Rihi, salah seorang santri,


bahwa implementasi tabligh di lingkungan pondok pesantren

adalah dengan menyampaikan apa yang disampaikan ustad kepada

teman santri apabila belum mengerti. Pernyataan tersebut

membuktikan bahwa sudah adanya kesadaran dari diri santri untuk

senantiasa mengamalkan sikap tabligh dan tidak menyembunyikan

ilmu yang dimilikinya kepada sesama.

Rasulullah SAW dikaruniai sifat tablig yang berarti

menyampaikan. Penyelenggaraan proses dakwah yang dilakukan

Rasulullah itu benar-benar dihasilkan dari hasil pemikiran dan

perhitungan yang cermat mengenai beberapa kejadian yang akan

terjadi serta melakukan pengamatan yang jeli terhadap situasi dan

kondisi yang ada. Disamping itu, beliau juga sangat memerhatikan

cara-cara yang teratur dan logis untuk mengungkapkan

permasalahan yang hendak mereka sampaikan. Hal ini terlihat

ketika akan melakukan dakwahnya, beliau mula-mula menentukan

tempat yang kondusif, memanggil orang-orang yang akan diseru,

kemudian beliau menggungkapkan persoalan yang tidak mungkin

diperselisihkan oleh siapa pun.

Nilai-nilai inilah yang diprogramkan untuk ditanamkan

kepada santri Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran.

Pengasuh menegaskan bahwa di mana pun kelak santrinya berada,

harus senantiasa menyampaikan ilmunya, khususnya dalam

rangka menularkan ajaran-ajaran rasul.


“Ini kita dorong kepada anak, di mana pun berada, ketika
di dalam dan di luar pondok, harus menyampaikan kepada
siapapun di lingkungannya, terkait ajaran-ajaran rasul.”82

Pesan ini menjadi penegasan adanya penanaman karakter

tabligh pada santri secara intensif.

d. Pembelajaran Al-Fathanah

Mustahil Rasul itu bersifat bodoh atau jahlun. Dalam

menyampaikan ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam

puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.

Rasul harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada

kaumnya sehingga mereka bersedia memeluk Islam. Rasul juga

harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang

sebaik-baiknya.

Kesuksesan Nabi Muhammad sebagai seorang pemimpin

umat memang telah dibekali kecerdasan oleh Allah SWT.

Kecerdasan itu tidak saja diperlukan untuk memahami dan

menjelaskan wahyu Allah SWT., kecerdasan yang dibekalkan juga

karena beliau mendapat kepercayaan Allah SWT. untuk

memimpin umat, karena agama Islam diturunkan untuk seluruh

manusia dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu

diperlukan pemimpin yang cerdas yang akan mampu memberi

petunjuk, nasihat, bimbingan, pendapat dan pandangan bagi

umatnya, dalam memahami firman-firman Allah SWT.

82
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 16 Pebruari 2019
Sesuai dengan kesaksian sejarah, bukti-bukti Al-Qur’an

dan berbagai petunjuk yang diambil dari sejarah Islam, beliau

ialah seorang ummiy yaitu tidak dapat baca dan tulis, maka dapat

dikatakan bahwa pikiran Rasulullah SAW. sama sekali tidak

pernah tersentuh oleh ajaran manusia. Beliau hanya diajar pada

sekolah illahi dan menerima pengetahuan dari Allah secara

langsung. Beliau merupakan bunga yang dipupuk tukang kebun

para kenabian sendiri.

Fathanah yang merupakan sifat Rasul yang keempat, yaitu

akalnya panjang sangat cerdas sebagai pemimpin yang selalu

berwibawa. Selain itu, seorang pemimpin juga harus memiliki

emosi yang stabil, tidak gampang berubah dalam dua keadaan,

baik itu dimasa keemasan dan dalam keadaan terpuruk sekalipun.

Menyelesaikan masalah dengan tangkas dan bijaksana. Sifat

pemimpin adalah cerdas dan mengetahui dengan jelas apa akar

permasalahan yang dia hadapi serta tindakan apa yang harus dia

ambil untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada umat. Sang

pemimpin harus mampu memahami betul apa saja bagian-bagian

dalam sistem suatu organisasi/lembaga tersebut, kemudian ia

menyelaraskan bagian-bagian tersebut agar sesuai dengan strategi

untuk mencapai sisi yang telah digariskan.

Penanaman nilai fathanah dalam kegiatan merupakan salah

satu yang paling dominan diselenggarakan di lembaga pendidikan,


termasuk Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran.

Implementasi pendidikan karakter menjadi pribadi fathonah

pengasuh secara konsisten dilakukan dengan memberi motivasi

untuk rajin belajar, selalu berusaha tanpa mengenal putus asa.

Santri juga menerima bimbingan dengan memahaminya sebagai

sebuah semangat belajar yang tidak terbatas.

Salah seorang santri mengungkapkan bahwa:

Pendididikan menjadi pribadi cerdas dilaksanakan dengan ponpes


mengutamakan untuk selalu belajar dengan rajin.83

2. Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Pembelajaran Profetik

Dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran

Setiap kegiatan dan usaha selalu diperlukan adanya kesiapan

yang matang dalam melaksanakannya, dan setiap orang pasti

mempunyai kelebihan dan kekurangan yang mana keduanya bisa saling

melengkapi untuk mencapai sebuah keberhasilan. Begitu juga dalam hal

pembelajaran profetik di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

terdapat pendukung dan hambatan dalam pelaksanannya.

a. Faktor Pendukung

1) Sarana dan Prasarana yang memadai

Saat ini Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

telah memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk

83
Hasil wawancara dengan santri Pondok pada tanggal 20 Pebruari 2019
pengembangan pendidikan Islam. Ketersediaan masjid,

Asrama baik putra maupun putri lengkap dengan kamar mandi

dan toilet, bangunan madrasah, perpustakaan, tempat olah

raga, Toko/Koperasi Pondok dan juga fasilitas-fasilitas

penunjang potensi santri dan santriwati.

2) Lingkungan belajar yang kondusif

Lingkungan belajar yang sangat mendukung walaupun

terletak di tengah pemukiman, sehingga santri bisa secara

langsung berinteraksi dan mengamalkan apa yang dipelajari

terutama mengenai akhlaq dan sopan santun.

3) Sistem pengajaran

Sistem pengajaran, santri tidak hanya diberikan teori

atau materi saja akan tetapi praktik langsung ke masyarakat.

Adanya kegiatan santri bersama masyarakat juga punya andil

besar dalam membentuk karakter santri yang berjiwa profetik,

sehingga akan memunculkan sikap-sikap tanggung jawab,

kepemimpinan dan kemandirian santri.

b. Faktor Penghambat

1) Konflik Internal Penerus Pondok Pesantren

Semenjak wafatnya KH Muzammil Syaebani sebagai

penerus KH Hisyam kemudian diteruskan oleh KH Musta’idz

Billah terjadi ketegangan-ketegangan dan konflik antar


keluarga. Sehingga menimbulkan sedikit miss pada kebijakan

pondok.

2) Sifat bawaan santri

Santri yang mondok berasal dari berbagai daerah dan

berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Berbeda tingkat

kejujuran, tanggung jawab, kepercayaan dan kedisiplinan.

Sehingga menimbulkan penghambat dalam penerapan

pembelajaran profetik di pondok pesantren.

3) Pengaruh teman

Pengaruh teman sangat signifikan dalam proses

pembelajaran, artinya bahwa ketika teman bermalas-malasan,

santri lain bisa mengikuti. Apalagi bagi santri yang memang

berperangai buruk akan berimbas kepada santri lainnya.

3. Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran

Karakter yang diajarkan dan dipraktikkan dalam pendidikan

disebut pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter terdapat

berbagai macam karakter yang dapat dikembangkan. Di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran sendiri meskipun tidak semua

macam karakter dapat dipelajari akan tetapi terdapat beberapa macam

nilai-nilai karakter yang diunggulkan dalam pendidikan di pondok

pesantren diantaranya nilai religius, nilai kemandirian dan nilai


tanggung jawab dan nilai sosial.

Nilai-nilai karakter tersebut dipilih untuk diterapkan di pondok

pesantren karena dinilai tepat untuk diajarkan pada santri dalam

kehidupan sehari-hari dan dapat dijadikan sebagai dasar dari nilai-nilai

karakter yang lainnya. Meskipun begitu, penanaman nilai-nilai

karakter yang lain tidaklah dikesampingkan oleh pondok pesantren

hanya saja penerapannya tidak sebanyak nilai karakter tersebut.

Diantara nilai-nilai yang diajarkan di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran, nilai religius menjadi nilai yang utama

ditanamkan pada setiap santri tanpa terkecuali. Hal tersebut berkaitan

dengan tujuan pondok pesantren yaitu mengutamakan pembentukan

kepribadian dan sikap mental serta penanaman ilmu-ilmu agama

Islam. Tujuannya adalah untuk membentuk generasi islam yang

berakhlaqul karimah. Penanaman nilai religius di pondok pesantren

berfokus pada peningkatan keimanan santri atau kepercayaan santri

kepada sang pencipta Tuhan Yang Maha Esa.

Berikut ini hasil wawancara dengan Hidayat (17 Tahun) yang

mengatakan bahwa:

Yang pasti itu kan agama pak. Ya disini sih yang jelas pertama
diajarkankan tentang ibadah kepada Gusti Allah dulu. Apapun
kegiatannya karena disini intinya adalah pondok pesantren jadi
semua kegiatannya dipusatkan untuk ibadah kepada Allah.
Semisal ketika mengaji tidak hanya mengaji kitab saja tetapi
juga difokuskan ini tujuannya seperti apa, jadi muncul
pertanyaan-pertanyaan kenapa sih kita harus ibadah, sehingga
nanti kita dapat memahami, oh iya ya kita harus rajin
beribadah, jadi seperti itu pak.84
84
Hasil wawancara dengan santri Pondok pada tanggal 17 Pebruari 2019
Nilai religius dianggap sangat tepat untuk diajarkan pada para

santri sebagaimana fungsi pondok pesantren itu sendiri yaitu sebagai

lembaga pendidikan pembelajaran agama Islam yang lebih mendalam

pada diri santri. Nilai religius yang diterapkan di pondok pesantren

juga berkaitan dengan peningkatan kesadaran akan hubungan vertikal

antara manusia dengan Tuhan.

Di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran,

penanaman nilai karakter religius dapat terlihat dalam berbagai

kegiatan santri, antara lain sholat berjamaah lima waktu, tadarus Al

Qur’an serta mengaji kitab kuning dan juga setiap ba’da sholat shubuh

diwajibkan bagi setiap santri untuk mengikuti ziaroh kubur ke makam

pengasuh terdahulu. Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut,

santri menerima berbagai ilmu dan wawasan bagaimana kewajiban

seorang muslim dalam beribadah dan selalu mengingat kepada Tuhan.

Bagi santri yang telah menetap dan belajar di pondok pesantren lebih

dari satu tahun, sudah terlihat dapat beradaptasi dengan lingkungan

pondok pesantren dan telah memahami bagaimana peranannya

sebagai seorang santri yang pada dasarnya belajar di pondok pesantren

ialah untuk menuntut ilmu agama Islam. Oleh karena itu, santri yang

telah menerapkan nilai religius dalam kehidupan sehari-hari

perubahannya akan terlihat secara lebih signifikan karena telah

terbiasa dan menyadari akan kewajibannya tersebut.

Sebagai contoh, Prayit (18 tahun) mengungkapkan :


Memang awalnya masuk pondok pesantren karena disuruh
oleh orang tua pak, tetapi lama-kelamaan belajar disini
menyenangkan. Saya jadi lebih disiplin dalam melaksanakan
sholat dan mengaji pak.85

Selain itu, pondok pesantren juga mengajarkan nilai

kemandirian dan nilai tanggung jawab. Nilai-nilai tersebut dapat

terlihat dalam berbagai kegiatan. Nilai kemandirian mengajarkan

santri bahwa setiap manusia disamping sebagai makhluk sosial yang

saling membutuhkan satu sama lain, ia juga harus dapat memenuhi

kebutuhannya sendiri.

Selain nilai kemandirian adapula nilai-nilai karakter lain yang

juga diunggulkan oleh pondok pesantren yaitu nilai tanggung jawab.

Nilai tanggung jawab yang diajarkan di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran pada dasarnya dapat terlihat dalam setiap kegiatan

santri. Hal tersebut dikarenakan bahwa setiap kegiatan yang

ditetapkan pondok pesantren tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh

santri. Dengan adanya kewajiban tersebut, santri dituntut untuk dapat

bertanggung jawab dalam menjalankan setiap kegiatan dan dapat

menerima segala konsekuensi atas segala sikap dan perilakunya

selama menjalankan kegiatan tersebut.

Penanaman nilai tanggung jawab tidak hanya mengajarkan

santri untuk mampu bertanggungjawab pada dirinya sendiri akan

tetapi juga tanggung jawab pada orang lain. Beberapa contoh kegiatan

yang dapat menanamkan nilai tanggung jawab tersebut antara lain


85
Hasil wawancara dengan santri Pondok pada tanggal 17 Pebruari 2019
kewajiban sholat berjamaah, ziaroh maqom, menyetorkan hafalan,

melakukan bersih-bersih pondok asrama, olahraga dan juga

berinteraksi dengan warga sekitar Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran.

Soleh (19 tahun) seorang santri yang mengatakan:

Tanggung jawab diri kita masing-masing kalau disini seperti


dalam kegiatan yang diwajibkan. Semisal ketika berjamaah
dan ziaroh, apabila kita tidak melaksanakan tanpa izin itu
dikenakan sanksi, begitu pula ketika mengaji. Terlebih lagi
ketika kita ditugaskan untuk mengisi kultum di kegiatan warga
RT kita harus siap, Nah disitu kita merasa munculnya sikap-
sikap bertanggung jawab, mandiri dan disiplin itu untuk kita
sendiri.86

Pembelajaran di pondok pesantren memiliki banyak manfaat

tidak hanya saat santri belajar di pondok pesantren, tetapi juga saat

mereka hidup bermasyarakat. Biasanya akan terlihat perbedaan sikap

dan perilaku santri ketika sebelum dan sesudah masuk pondok

pesantren. Santri yang semula masih berperangai buruk, setelah

beberapa bulan mengikuti kegiatan dan pembiasaan di pondok

pesantren hidupnya menjadi lebih terarah dan lebih rajin beribadah..

Hal tersebut juga dikuatkan dengan adanya peraturan yang

mewajibkan setiap santri untuk mengikuti setiap kegiatan di pondok

pesantren baik dalam hal berjamaah, tadrus, ataupun kegiatan lainnya.

Bagi santri yang tidak mengikuti kegiatan tanpa izin ataupun

melanggar peraturan akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan

pelanggaran yang ia lakukan.


86
Hasil wawancara dengan santri Pondok pada tanggal 17 Pebruari 2019
Dengan adanya peraturan tersebut maka santri menjadi

terbiasa untuk melakukannya tanpa perlu diingatkan terus-menerus

dan paksaan dari orang lain, sehingga pembiasaan di pondok

pesantren dapat berjalan dengan lancar dan dapat diterima dengan

baik oleh para santri. Selain adanya pembiasaan, kurikulum juga

mempengaruhi keberhasilan pendidikan karakter. Kurikulum

dirancang secara jelas dan sistematis agar pendidikan karakter dapat

terselenggara dengan efektif. Kurikulum yang diajarkan di pondok

pesantren antara lain yakni pembelajaran Al-Qur'an, Al-Hadits, tajwid,

tauhid, fiqih/syari'ah, akhlaq/tasawuf, nahwu, shorof, sejarah

kebudayaan Islam, aswaja, tafsir Al Qur'an, dan bahasa Arab.

Jadwal kegiatan harian santri dimulai setelah bangun tidur

sampai menjelang tidur kembali. Santri dituntut sholat malam dan

setelah itu persiapan sholat shubuh berjamaah. Kegiatan seperti itu

dapat dijadikan wadah menanamkan nilai-nilai religius pada santri.

Selain kegiatan tersebut, kegiatan membaca Al Qur’an atau mengaji

kitab kuning serta sorogan Al Qur’an juga mendukung penanaman

nilai religius. Di pondok pesantren, sholat lima waktu wajib dilakukan

berjamaah sehingga penanaman nilai religius cepat dapat diserap oleh

satiap santri.

Selain rutininas santri tersebut, penanaman nilai-nilai karakter

juga dilaksanakan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan tersebut

dimaksudkan untuk mengembangkan bakat dan minat santri serta


membentuk jiwa kreatif dan inovatif dalam diri santri. Kegiatan ekstra

di pondok pesantren tersebut diantaranya seperti bela diri, rebana,

khitobah seni kaligrafi dan olah raga.

Beberapa kegiatan ekstra diwajibkan bagi seluruh santri selain

dengan tujuan agar tidak ada kesenjangan antara santri yang satu

dengan santri lainnya serta pencapaian pendidikan karakter di dalam

kegiatan tersebut dapat tertanam dalam diri setiap santri.

e. Peran Pengasuh/Kyai dalam pembentukan karakter di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

Kyai merupakan komponen terpenting di dalam pondok

pesantren. Kyai dianggap sebagai figur sentral yang memiliki

kekuasaan dan kewenangan yang besar bagi kehidupan pondok

pesantren. Meskipun dalam proses pembelajaran terdapat tenaga

pendidik yang berkompeten, keberadaan kyai tidak dapat digantikan

atau dihapuskan. Pada umumnya, Kyai merupakan pemilik pondok

pesantren tempat beliau mengajar tersebut. Kepemilikan pondok

pesantren itu sendiri dapat berasal dari turun-temurun ataupun sebagai

pendiri pertama.

Di dalam pondok pesantren, kyai juga berperan sebagai tenaga

pendidik atau pengajar, dimana kyai juga turut andil secara langsung

dalam kegiatan belajar mengajar pada santri-santrinya. Selain sebagai


pemilik dan pengajar di pondok pesantren, kyai berperan dalam hal

membimbing, membina dan mengarahkan santri-santrinya menjadi

pribadi yang lebih baik. kyai dianggap sebagai ulama yang dapat

dimintai saran dan tempat bagi santri untuk berbagi cerita.

Berdasarkan peran sebagai ulama tersebutlah kyai biasanya

menanamkan nilai-nilai religius pada santri. kyai rutin melakukan

dialog dengan santri dalam membahas permasalahan yang dihadapi

dalam proses pelaksanaan pendidikan di pondok pesantren tersebut.

Oleh karena itu kedekatan antara santri dan sang kyai memang tidak

dapat dipungkiri.

Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Bapak Nadirin (42 tahun)

yang mengatakan bahwa:

Oh iya jelas pak. Bapak Kyai disini kan sebagai pendiri sekaligus
keturunan pengasuh terdahulu, jadi turun-temurun. Jadi Bapak
Kyai berperan sebagai ulama, pendiri, pengasuh, pembina di
pondok pesantren ini. Semisal ketika semua santri dikumpulkan,
disitu kita dan Bapak Kyai membahas kegiatan yang kurang atau
ada masalah apa seperti itu sehingga kita juga merasa bahwa kita
diperhatikan.87

Meskipun memiliki kedudukan yang tinggi di dalam pondok

pesantren, akan tetapi kyai tidak menggunakan kekuasaannya secara

sewenang-wenang. Beliau juga membebaskan santri dalam beberapa

hal seperti, pemilihan kegiatan ekstraataupun dalam hal pemilu

politik. Hal tersebut juga mengajarkan santri untuk mampu bersikap

mandiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri.

87
Hasil wawancara dengan warga sekitar Pondok pada tanggal 20 Pebruari 2019
Hal tersebut diungkapkan pengasuh :

Hasil implementasi pembelajaran tradisi profetik yang jelas


terlihat adalah terciptannya kedisiplinan dan terbangunnya akhlakul
karimah pada para santri. Tumbuhnya tingkat keagamaan atau cinta
akan ibadah pada peserta didik.88

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Analisa Penerapan Dari Nilai Profetik Dalam Membentuk Karakter

Santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan proses penelitian

secara keseluruhan di lapangan. Penulis dapat menyimpulkan pendidik

profetik, akan berkiblat kepada pendidik sejati, yaitu Nabi Muhammad,

yang telah dibekali dengan sifat-sifat mulia untuk dapat mencapai tugasnya

dengan baik.

Penananam nilai-nilai kenabian dan keislaman kepada santri

tercermin dari metode pengajaran dan sistem evaluasi yang dipakai serta

lingkungan pondok yang mendukung. Penanaman nilai tersebut diharapkan

dapat membentuk dan membangun moral dan akhlak santri sebagai Hamba
88
Hasil wawancara dengan Pengasuh Pondok pada tanggal 20 Pebruari 2019
Allah dan khoirul ummah. Pembiasaan keteladanan dan demonstrasi atau

praktek langsung yang dilakukan oleh santri, dengan begitu akan

menumbuhkan sikap menghormati dan menghargai. Adannya integrasi

terhadap Islam dan ilmu yang dilakukan dilakukan dalam pembelajaran

pendidikan agama Islam menjadikan masing-masing perbedaan yang ada

menjadi menyatu dan menyeluruh karena orientasinya tidak hanya

mengarah hal yang bersifat duniawi namun juga ukhrawi.

Implementasi pembelajaran profetik yang berada di Pondok

Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran adalah bagaimana nilai profetik

mampu membentuk karakter yakni :

1. Shidiq (jujur) dalam segala hal baik niat, bathin maupun lahirnya.

2. Amanah (Tanggung jawab) dalam segala hal baik perkataan maupun

perbuatannya, dalam hukum dan keputusan.

3. Tabligh (komunikatif) maksudnya selalu menyampaikan ajaran dan

kebenaran dan tidak pernah menyembunyikan kebenaran.

4. Fathonah (cerdas) dari aspek intelektual, emosi, spiritual, kinestetik,

dan magnetik

Sedangkan untuk proses adalah dengan melalui pendekatan

kerohanian dengan meningkatkan kecerdasan berjuang, kecerdasan ruhani,

kecerdasan emosional, dan kecerdasan berpikir. Kesehatan ruhani adalah

telah bersihnya diri dari dari penyakit-penyakit ruhaniah, seperti syirik,

kufur, nifaq, dan fusuq (kefasikan).89

HamdaniBakran Adz-Dzakiey, Prophetic Intelligence, (Yogyakarta: PenerbitIslamika, 2004),


89

Hal. 601
Adanya merasionalkan nilai-nilai yang diwujudkan ke dalam

perbuatan yang juga bersifat, orang lain dapat menikmatinya tanpa harus

menyetujui nilai-nilai aslinya. Misalnya, di dalam Islam orang yang malas

mencari ilmu adalah orang yang tidak disukai oleh Tuhan, orang yang

membiarkan orang lain tetap berada di bawah penindasan adalah orang yang

tidak disukai Tuhan. Dengan adannya keteladanan dan pembiasaan tersebut

maka penanaman nilai-nilai kenabian akan mudah tertanam dalam diri

santri.

Dalam konsep pendidikan profetik, evaluasi tidak hanya untuk

mengetahui dan mengukur pemahaman maupun penguasaan peserta didik

terhadap materi pelajaran tetapi juga terhadap tujuan, muatan materi,

kualitas pendidik dan menilai serta mengukur moral dan akhlak dari peserta

didik itu sendiri. Evaluasi yang dilakukan tidak hanya dimonitoring oleh

pembimbing dan juga peran serta orang tua santri yang bersama-sama

mengevaluasi perkembangan santri. Dalam mengimplementasikan

pembelajaran profetik dalam pembentuan karakter santri di pondok adalah

mengubah mindset bagi semua pihak. Semua pihak berperan yaitu sebagai

Uswatun Hasanah tatkala sedang dimana saja.

Pendidikan karakter di pondok pesantren juga merupakan hal yang

tidak dapat dihilangkan, mengingat bahwa keberadaan pondok pesantren

menjadi solusi alternatif dalam memperbaiki karakter masyarakat terutama

santri.
Pendidikan karakter di pondok pesantren bertujuan untuk

membentuk karakter atau sikap peserta didik atau yang biasa disebut dengan

santri agar menjadi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan

karakter merupakan suatu ikhtiar yang secara sengaja untuk membuat

seseorang memahami, peduli dan akan bertindak atas dasar nilai-nilai yang

etis. Pendidikan karakter yang dimaksudkan di sini ialah pendidikan yang

diimplementasikan dalam bentuk penanaman nilai-nilai karakter terhadap

diri individu agar individu tersebut dapat membedakan antara yang baik dan

buruk.90

Pendidikan karakter di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran tidak secara langsung dicantumkan dalam program atau

pendidikan khusus, melainkan diajarkan melalui berbagai kegiatan yang

memuat penanaman nilai-nilai karakter. Dalam pelaksanaannya, santri

diwajibkan untuk mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh pondok

pesantren dan mematuhi segala aturan yang telah ditetapkan. Bagi santri

yang melanggar peraturan maka akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan

pelanggaran yang ia lakukan.

Penanaman nilai-nilai karakter santri tidak hanya dalam kegiatan di

pondok saja, akan tetapi juga dalam kegiatan ekstrakurikulernya. Kegiatan

ekstrakurikuler tersebut bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat

santri dalam berbagai bidang seperti bela diri, rebana, pengembangan

90
Thomas Lickona,Educating for Character: How Our School Can TeachRespect&
Responsibility.(New York: Bantam Books, 2012), Hal. 53
bahasa dan lain-lain. Penanaman nilai-nilai karakter disisipkan dalam

berbagai macam kegiatan santri mulai dari saat bangun tidur hingga

menjelang tidur kembali. Pada pagi harinya santri diwajibkan untuk sholat

subuh berjamaah, ziaroh makam, kemudian dilanjutkan dengan membaca Al

Qur’an atau mengaji kitab kuning. Apabila kegiatan setelah sholat subuh

ialah ziaroh makam membaca Al Qur’an maka santri akan diawasi oleh

pembimbing, sedangkan apabila kegiatan tersebut adalah mengaji kitab

kuning maka kyailah yang akan mendampingi para santri.

Pada pagi hari inilah santri mendapatkan materi atau pembelajaran

pondok pesantren baik dari ustadz/ustadzah ataupun langsung dari sang

Kyai. Kemudian sebaliknya, santri memaparkan apa saja materi yang telah

dipelajarinya pada malam hari dalam kegiatan belajar bersama ataupun

madrasah. Pada waktu-waktu tertentu, pondok pesantren juga sering

menghadirkan kyai atau ulama dari luar untuk berceramah atau memimpin

pengajian. Hal tersebut dilakukan guna menambah wawasan dan

pengetahuan santri serta meningkatkan nilai-nilai karakter santri sebelum

memasuki dunia kerja di masa yang akan datang. Pada dasarnya, terdapat

beberapa macam nilai-nilai karakter yang ditanamkan di pondok pesantren

diantaranya yaitu nilai religious cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, nilai

kemandirian serta nilai tanggung jawab.

Nilai religius yang diterapkan pondok pesantren pada dasarnya

bertujuan membentuk pola pikir santri bahwa hubungan vertikal antara

manusia dan Tuhan adalah yang utama di dalam kehidupan kita. Selain
dengan adanya keimanan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah

kehendak Tuhan, hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan tersebut

dapat dilakukan dalam hal beribadah. Di pondok pesantren tersebut selain

mewajibkan santrinya untuk rajin beribadah, tetapi juga memberikan

pengetahuan dan pemahaman kepada santri tentang manfaat dan tujuan

kewajiban beribadah kepada Tuhan.

Kegiatan-kegiatan di pondok pesantren yang mengarahkan santri

memperoleh nilai religius diantaranya seperti kewajiban sholat berjamaah 5

waktu (subuh, dzuhur, ashar, magrib dan isya), mengaji atau madrasah dan

tahfidz atau hafalan Al Qur’an. Apabila santri mendapatkan hukuman

karena melanggar aturan ataupun tidak mengikuti kegiatan tanpa izin, maka

santri juga akan tetap diarahkan kepada penanaman nilai religius. Sebagai

contoh hukuman yang diberikan yaitu seperti santri diminta membaca

beberapa ayat-ayat Al Qur’an ataupun menghafalkan sejumlah ayat Al

Qur’an.

Jadi dalam pengimplementasian pembelajaran profetik dalam dalam

pembentukan karakter santri terdapat pada tujuan pembelajaran yang

digunakan, model pembelajaran, inovasi pembelajaran dan evaluasi

pembelajarannya. Pendidikan profetik menekan penggunaan metodologi

objektifikasi dan integralisasi bukan Islamisasi atau doktrinasi. Tidak hanya

dalam proses pembelajaran, melainkan penerapan pendidikan profetik juga

diaktualisasikan dalam proses pendidikan yang dilakukan. Sehingga

pengimplementasian profetik dalam pembelajaran bukan hanya menjadi


tanggung jawab kyai, melainkan merupakan tanggung jawab semua pihak

yang terlibat dalam proses pendidikan di Pondok Pesantren Roudlotus

Solichin Kalijaran.

B. Analisa terhadap Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran

Profetik dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran

Dari hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan, dalam

menanamkan nilai karakter religius pada santri bukanlah hal yang mudah

dan tidak sedikit kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran

karakter di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran. Akan tetapi

dalam pelaksanaannya terdapat juga faktor pendukung dan penghambat.

Sebagai pondok pesantren yang sudah berumur puluhan tahun sarana

dan prasarana yang ada dalam pondok pesantren sudah bisa dikatakan

memadai untuk pengembangan pendidikan Islam. Ketersediaan masjid,

Asrama baik putra maupun putri lengkap dengan kamar mandi dan toilet,

bangunan madrasah, perpustakaan, tempat olah raga, Toko/Koperasi Pondok

dan juga fasilitas-fasilitas penunjang potensi santri dan santriwati. Begitu

pula sistem pengajaran yang tidak melulu teori akan tetapi pengaplikasian

dengan bersosialisasi dengan lingkungan sekita pondok. Imbasnya

lingkungan sekitar pondok pun secara tidak langsung ikut mendukung

dalam pengembangan dan pelaksaannya, karena santri bisa secara langsung

mengaplikasikan apa yang diajarkan dalam pondok pesantren terutama yang


paling bisa diihat adalah akhlak dan bersopan santun dalam berinteraksi

sehingga antara santri dan masyarakat ikut merasakan hasil pembelajaran.

Akan tetapi selain faktor pendukung yang ikut menyukseskan masih

terdapat penghambat terutama sekali pada masa transisi perubahan

kepengasuhan pondok pesantren. Semenjak wafatnya pengasuh terdahulu

kemudian digantikan oleh KH Mustaidz Billah terjadi konflik-konflik

internal keluarga pengsuh terdahulu dengan beliau, sehingga proses

kebijakan pondok sering terjadi tumpang tindih dan efeknya berimbas pada

para santri.

Selain itu sifat bawaan santri yang berasal dari berbagai latar

belakang yang berbeda-beda terkadang menghambat dalam penerapan

pembelajaran. Kegiatan yang bisa dikatakan sepanjang hari dan proses

adaptasi yang lambat pada santri saling mendukung sehingga bisa dirasakan

menghambat pembelajaran. Contoh kendala tersebut antara lain, santri

tertidur saat mengikuti kegiatan madrasah atau pemaparan dari kyai ataupun

ustadz/ustadzah karena merasa kelelahan menjalankan aktifitas sepanjang

hari.

Dalam waktu yang bersamaan santri dituntut untuk beradaptasi

dengan lingkungan barunya di Pondok yang dituntut mandiri untuk dapat

memenuhi kebutuhan dan menjalankan aktifitas sehari-harinya tanpa boleh

bergantung pada orang lain, diperparah dengan kurangnya dukungan dari

pihak wali santri.

Lingkungan baru, teman baru, pengaruh baru. Biasanya disemester


awal santri masuk pondok pesantren santri masih membawa karakter dan

kebiasaannya masing-masing sehingga masih sulit untuk mengubah karakter

santri tersebut menjadi lebih baik. Bagi santri yang secara pribadi ingin

masuk ke pondok pesantren biasanya akan lebih mudah beradaptasi dengan

kehidupan pondok pesantren. Lain halnya dengan santri yang pada awalnya

masuk ke pondok pesantren atas dorongan atau permintaan keluarga,

biasanya lebih sulit beradaptasi dan baru dapat bersosialisasi dan

bermasyarakat dengan santri yang lain setelah beberapa bulan. Selain itu

kendala yang muncul adalah dalam ketepatan waktu santri dalam

menjalankan kewajibannya di pondok pesantren. Salah satu contohnya

adalah dalam menyetor hafalan santri sering tidak melaksanakannya sesuai

dengan jadwal yang telah ditentukan.

Ditambah lagi kurangnya tanggung jawab pihak yang terlibat dalam

proses pendidikan juga menjadikan hasil pendidikan kurang maksimal.

Strategi pendidikan profetik yang dimulai dari keteladanan kolektif dan

kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan profetik. Jika

hal itu belum terlaksana terbukti menjadi hambatan dalam

pengimplementasian pendidikan profetik dalam pembentukan karakter

santri khususnya.

Seperti yang pernah diungkapkan pengasuh :

Masih lemahnya keteladanan dari ustadz, kejujuran santri, masih ada


yang merokok di lingkungan pondok yang masih dapat dilihat oleh santri
dan juga kurangnnya perhatian terhadap nilai-nilai agama sebelum di
pondok menjadi hambatan dalam penanaman dan pembentukan akhlakul
karimah yang akhirnya terbawa sampai di pondok. Perlunya kesadaran dan
penuh kesabaran diri untuk memberikan suri tauladan yang bagi santri serta
menjaga perilaku

Itulah yang menjadikan hambatan dalam implementasi pendidikan

profetik. Pendidikan selama ini hanya menekankan doktrinasi, sehingga

santri seakan-akan dipaksa dan harus mengikuti. Seharusnya dengan

pembiasan dan keteladanan kolektif serta kontinu dapat membangun dan

membentuk nilai-nilai pofetik dan akhlakul karimah pada internal pribadi

santri. Masih kurangnya perhatian terhadap nilai-nilai keagamaan serta

masih minimnya keilmuan dan hasanah keIslaman yang dimiliki lainnya

lainya di pondok menjadikan minimnya keteladanan dan nilai-nilai profetik

yang tertanam pada diri setiap peserta didik dalam proses pembelajaran,

seperti kejujuran santri pada koperasi pondok yang berjargon JUJUR

(banyak yang hanya mengambil tanpa membayar), pura-pura sakit ketika

mendapatkan jatah mengisi dalam latihan khitobah sehingga terlihat jelas

kurang bertanggung jawab dan banyaknya santri yang hanya berbincang-

bincang ketika jam belajar yang sebenarnya merugikan santri sendiri.

Dalam pendidikan karakter perlu adanya evaluasi guna mengetahui

kekurangan-kekurangan apa saja yang perlu diperbaiki. Kekurangan

tersebut berupa kendala-kendala yang muncul selama proses pelaksanaan

pendidikan karakter. Kendala tersebut dapat berupa kendala dalam

kelembagaan, tenaga pendidik ataupun santri itu sendiri.


C. Analisa Hasil Pembelajaran Profetik dalam Pembentukan Karakter

Santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin Kalijaran

Dengan adanya pendidikan tradisi profetik dapat membangun dan

membentuk moral dan akhlak santri. Penerapan pendidikan profetik

menjadikan nilai plus tersendiri dalam proses pendidikan di pesantren. Di

dalam pendidik profetik dalam penerapannya membutuhkan metodologi

baru yaitu integralisasi dan objektifikasi. Pendidikan yang selama ini

cenderung kepada Islamisasi atau doktrinasi, sedangkan pendidikan profetik

lebih kepada objektifikasinya. Maksudnya adalah mengenai keadaan yang

sebenarnnya.

Strategi pendidikan tradisi profetik yang dimulai dari keteladanan

kolektif dan kontinu merupakan hal penting dalam penerapan pendidikan

profetik91. Maka dengan adanya pembiasaan dan keteladaan kolektif akan

membentuk karakter santri. Penanaman misi kenabian dan nilai-nilai

kenabian yang tercermin dalam pembelajaran serta keteladanan dapat

tumbuh dalam diri santri.

Seperti yang pernah diungkapkan oleh pengasuh ;

Hasil implementasi pembelajaran tradisi profetik yang jelas


terlihat adalah terciptannya kedisiplinan dan terbangunnya akhlakul
karimah pada para santri. Tumbuhnya tingkat keagamaan atau cinta
akan ibadah pada peserta didik.

91
M. Roqib:88
Pembelajaran profetik membawa misi dan nilai-nilai kenabian untuk

mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual, emosional,

akhlak dan amal sholeh. Pembelajaran profetik lebih dari pada penilaian

total akan setiap perbuatan dan tingkah laku yang dilakukannya. Maka

adanya pembiasaan dan keteladan kolektif yang dilakukan dapat

membangun dan membentuk moral dan akhlak santri. Dalam proses

pembelajaran pun ditekankan pada aspek afektif dan psikomotoriknya,

sehingga santri tidak hanya mengetahui atau memahaminya saja tetapi

menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa nilai unggul profetik telah

terbukti mampu mengubah manusia menjadi lebih baik. Nilai karakter

profetik atau kenabian yang utama adalah sifat-sifat wajib bagi rasul yaitu

jujur (shiddiq), (amanah), komunikatif (tabligh), dan cerdas (fathanah).

Kontekstualisasi dari keempat sifat kenabian itu ialah terbentuk figur

sebagai berikut.

Pertama, selalu berpedoman pada nurani dan kebenaran, tidak

mengikuti hawa nafsu dan pengaruh lingkungan yang negatif, bahkan ia

yang telah terinternalisasi nilai profetik akan menebarkan kebenaran dan

nilai kemanusiaan keberbagai kalangan.

Kedua, figur tersebut juga menjaga profesionalisme dan komitmen.

Apa yang ia dikatakan akan dilaksanakan dengan konsekuen. Ia menjadi

seorang figur yang mampu menjaga amanah, tugas pokok, dan fungsinya
sehingga tidak tenggelam dalam rayuan nafsu untuk menguasai jabatan atau

kekayaan. Ia akan terus berbuat sesuai dengan mandat yang ia terima.

Ketiga, figur ini menguasai keterampilan berkomunikasi dengan

berbagai kalangan dan strata. Ia tidak membedakan suku, agama, partai

politik, dan golongan. Kebenaran ia tegakkan dan komunikasikan ke

berbagai kalangan dengan niatan untuk memberi kemanfaatan dan

kedamaian hidup. Ucapan dan perilakunya sekaligus menjadi duta yang

mampu menerjemahkan apa yang ada di hatinya secara jujur.

Keempat, ia menjadi figur yang mampu menyelesaikan masalah

karena memiliki multikecerdasan. Ia menjadi sosok kunci (key person) yang

mampu menyelesaikan berbagai kasus dan problem yang muncul. Ia juga

sosok yang mampu memanfaatkan fasilitas dan lingkungan baik fisik

maupun sosial untuk mendukung pencapaian tujuan mulianya. Dalam

filsafat profetik juga diidentikan dengan tiga pilar, yaitu transendensi

(keimanan), humanisasi, dan liberasi yang jika dikontekstualisasikan dalam

pendidikan karakter.

Dengan menggunakan Pembelajaran profetik di Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran menjadi terobosan baru dalam proses

pembelajaran dipondok khususnya di wilayah Kabupaten Purbalingga.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi dan pembahasan hasil penelitian yang telah

penulis kemukakan di atas, maka impilikasi pembelajaran profetik dalam

pembentukan karakter santri di Pondok Pesantren Roudlotus Solichin

Kalijaran dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Wujud pembelajaran profetik pondok pesantren bertujuan untuk

memperbaiki karakter dan sikap santri dalam kehidupan

bermasyarakat adalah bagaimana nilai-nilai profetik yang terkandung

mampu membentuk karakter profetik yaitu : Siddiq, Amanah, Tabligh

dan Fathonah.

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran profetik

wajib adanya sebagai motor dan lebih memotivasi Pondok Pesantren

Roudlotus Solichin Kalijaran lebih baik.

3. Pembelajaran profetik membawa misi dan nilai-nilai kenabian untuk

mengembangkan manusia secara utuh dari aspek intelektual,

emosional, akhlak dan amal sholeh.


B. Saran

1. Pondok pesantren sebagai wadah dalam mengembangkan nilai-nilai

karakter pada santri diharapkan dapat meningkatkan kualitas

pendidikan baik dari segi kegiatan yang diajarkan kepada santri

ataupun dari segi mutu tenaga pendidik sehingga dapat tercapainya

keberhasilan pendidikan karakter.

2. Perlu pengembangan dan evaluasi diri terhadap para ustadz yang

masih kurang memberikan keteladanan khususnya pada santri putra.


DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran. 2004. Prophetic Intelligence, Yogyakarta :

Penerbit Islamika.

Ahmadi, Abu. 2009. Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara.

Asmani, Jamal Maimun. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter

di Sekolah, Yogyakarta : DIVA Press.

Budiyanto, Dwi. 2009. Prophetic Learning, Yogyakarta: Pro-U Media.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Daradjat, Zakiah. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.

Dhofir, Zamakhsyari. 2011. Tradisi Pesantren : Menurut Pandangan Kyai dan

visinya mengenai masa depan Indonesia, Jakarta: LP3ES.

Fethullah Gülen, M.. 2002. Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad.

Terjemahan oleh Tri Wibowo Budi Santoso dan  Prophet Muhammad

Aspect of His Life (2000), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Haryono. Rudy. 2004. Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:Pustaka Indonesia.

http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, diunduh 18 November 2013


http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php, diunduh 28 Januari 2019

https://news.okezone.com/read/2017/09/18/337/1778077/mendagri-77-kepala-

daerah-kena-ott-kpk-300-bermasalah

Kementerian Agama RI. 2012. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT.Sinergi

Pustaka Indonesia.

Khan, Wahid, Abdul. 2002. Rasulullah di Mata Sarjana Barat, Cetakan Kedua.

Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Lexy J Moleong, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

M. Dahlan al Barry, 1994. Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola.

Madjid, Nurcholis, 1997, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan,

Jakarta: Paramadina.

Majid, Nurcholis dalam Abdul Majid dan Dian Andayani, 2004, Pendidikan

Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung : Rosda Karya.


Marimba
, Ahmad D. 1962, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung : PT Al-

Ma‟arif.

Michail Quin, 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Moh. Shofan, 2004, Pendidikan Berparadigma Profetik, Yogyakarta: Penerbit

IRCiSoD.

Muhammad Arifudin, 2008. Pengembangan Nilai-nilai Islam Santri dengan

Pendekatan Prophetic Intelligence (Kasus di Pondok Pesantren

Raudhatul Muttaqien, Babadan, Purwomartani, Sleman)”, Skripsi,


Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Pendidikan Agama Islam

Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijogo Yogyakarta

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian, Jakarta : Kencana Prenada Media

Group.

S. Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.

Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian, Bandung : CV Pustaka Setia.

Samani, Muchlas. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya

Sugiono, 2008. Metode Penelitian Kuantitaf Kualitatif, Bandung: Alffabeta.

Sugiyono, 2009. Metode Penelian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:

ALFABETA,.

Sutrisno, 2005, Revolusi Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz,

Untung, Slamet, Moh. 2002. “Transmisi Pendidikan pada Periode Nabi”

_________________. 2005. Muhammad Sang Pendidik. Semarang: Pustaka Rizki

Putra dan Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Nama : Abdul Ra’ub, S.Pd.I


Tempat/tgl lhir : Pamekasan, 06 Agustus 1974
NIP (jika PNS) : 197408062009101003
Pangkat /Gol : Penata Muda / IIIa
Jabatan : Penghulu KUA Kecamatan Bobotsari
Alamat Rumah : RT. 12 RW. 03 Kutabawa Karangreja Purbalingga
Alamat Kantor : Jl. Mbah Sigra No. 1 Bobotsari Purbalingga
Nama Ayah : H. Abdul Halim
Nama Ibu : Hj. Armani
Narna Istri/Suami : Siti Aminah
Nama anak : 1. Maulida Khofi Inayah
2. Maulida Faidatul Fariha
3. Barqalit Hafis Rouf Ghazali
4. Barqalit Hijris Rouf Ghoilan

B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD Negeri Teja Timur II Pamekasan
b. SMP Negeri 4 Pamekasan
c. SMA N 3 Pamekasan
d. Undaris Ungaran
2. Pendidikan Non-formal
a. Pondok Pesantren Miftahul Ulum Teja timur
b. Pondok Pesantren Miftahul Ulum Pamekasan
c. Pondok Pesantren Al Inayah Sumber Batu Pamekasan
C. Riwayat Pekerjaan :
1. Guru Mts Ma’arif 13 Purbalingga
2. Penyuluh Non PNS Purbalingga
3. Staf KUA Mrebet 2
4. Penghulu KUA Kecamatan Bobotsari
D. Prestasi/Penghargaan :
1. Juara 1 MQK Penghulu Tingkat Kab. Purbalingga Tahun 2018
2. Juara Harapan 3 MQK Penghulu Tingkat Prov. Jawa Tengah Tahun 2018
3. Juara 1 KTI Penghulu Tingkat Kab. Purbalingga Tahun 2019
E. Pengalaman Organisasi
1. Wakil Pengurus LDNU PCNU Kab. Purbalingga
2. Wakil Syuriah MWC NU Kecamatan Karangreja
3. Minat Keilinuan:
1. Keagamaan
4. Karya llmiah:
1. KTI : Peran dan Fungsi Penghulu KUA Upaya Mewujudkan Layanan
yang Profesional, Bersih dan Akuntabel
2. KTI : Optimalisasi Peran Penghulu Dalam Rangka Pengembangan Profesi
Kepenghuluan

Wonosobo, Juli 2019

Abdul Ra’ub, S.Pd.I.


Nama Terang & tanda tangan

Anda mungkin juga menyukai