OLEH:
ARIF RAHMANSYAH
NPM: 15.170207.001266
SKRIPSI
OLEH:
ARIF RAHMANSYAH
NPM: 15.170207.001266
i
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI........................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii
BERITA ACARA................................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... v
MOTTO................................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN.................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii
ABSTRAK.............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... xii
BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 9
D. Kegunaan Penelitian............................................................................. 10
E. Definisi Operasional.............................................................................. 10
F. Sistematika Pembahasan........................................................................ 12
BAB V: PENUTUP................................................................................................ 67
A. Simpulan................................................................................................ 67
B. Saran...................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 69
RIWAYAT HIDUP................................................................................................ 71
xiii
ABSTRAK
Arif Rahmansyah. 2021. Telaah Pemikiran Nurcholis Madjid tentang Modernisasi
Pendidikan Pesantren. Skripsi, Fakultas Agama Islam Jurusan Tarbiyah
Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Kutai Kartanegara.
Pembimbing (1) Misran, S.Ag.,M.Pd.I., (2) Mukmin, S.Pd.I.,M.Pd
Penulisan Skripsi ini dilatarbelakangi oleh kondisi dilematis yang dihadapi oleh
pendidikan pesantren dewasa ini, di satu sisi pendidikan pesantren yang cendrung eksklusif
bahkan steril dari dunia luar membuat sumber daya manusia yang ada di pesantren secara
tidak langsung mengalami ketertinggalan terhadap pendidikan modern pada umumnya. Di
lain sisi juga, apabila pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional yang identik dengan
keaslian bangsa ini akan terancam kehilangan identitasnya bila kembali menyesuaikan diri
dengan dunia dan kurikulum yang baru.
Jenis Penelitian ini berupa Studi Pustaka (library research) dan bersifat
deskriptif kualitatif. Sumber data yang penulis peroleh melalui sumber utama (primary
sources) berupa buku, jurnal, artikel, dan makalah, sumber kedua (secondary sources)
berupa buku, jurnal, artikel, makalah, dan sebagainya.
Pengaruh utama globalisasi sudah seharusnya membangkitkan semangat para
pimpinan pondok, kiyai dan para pembuat kebijakan di dalamnya untuk semaksimal
mungkin menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Sudah barang tentu hal tersebut
dilakukan agar lulusan-lulusan pondok pesantren ketika mengabdikan diri di masyarakat
tidak hanya sekedar paham akan ilmu dan nilai-nilai ke-islaman tetapi jiwa sosial dan ilmu-
ilmu ke-masyarakatan juga harus di sesuaikan. Hal itu dilakukan oleh sebab bangsa
Indonesia yang majemuk, bangsa yang dilatarbelakangi suku, ras, agama dan adat istiadat
yang berbeda, sehingga alumni atau lulusan pondok tidak hanya berguna pada satu agama
dan aliran tertentu tapi juga pada kepentingan umum dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena hal tersebut penulis ingin mengkaji kembali refleksi pemikiran Nurcholis Madjid,
tokoh pembaruan pemikiran islam yang memiliki banyak karya-karya yang tulisan-
tulisannya masih relevan dan sering dipakai untuk dijadikan reverensi akademis bagi
kalangan terpelajar di Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
tersendiri. Pesantren memiliki tradisi keilmuan yang berbeda dari tradisi keilmuan
timbal balik secara kultural dengan masyarakat, dan juga tempat pemupukan
dengan sendirinya pesantren memiliki tradisi keilmuan tersendiri. Akan tetapi, tradisi
ini mengalami perkembangan dari masa ke masa dan menampilkan manifestasi yang
tertua di Indonesia, berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat. Terdapat lima
unsur yang menjadi ciri pondok pesantren. Kelima unsur ini menjadi syarat utama
dimaksud, meliputi kiai sebagai pimpinan pondok pesantren, santri yang bermukim
di asrama dan belajar kepada kiai, asrama sebagai tempat tinggal para santri,
pengajian atau kitab kuning sebagai bentuk pengajaran kiai terhadap para santri; dan
masjid sebagai pusat pendidikan dan pusat kegiatan pondok pesantren. Keberhasilan
pola pendidikan ala pesantren menarik para pengelola pendidikan untuk mengenal
jargon, tetapi benar-benar sudah dipraktikkan, meski secara teoretis, sang kiai tidak
tidak mengikuti standar pendidikan modern. Setidaknya ada dua hal yang menjadi
pengasramaan bagi para santri merupakan salah satu ciri yang menonjol dari
dengan tempat "penampungan" bagi para santri yang sudi belajar mengaji. Para santri
dibimbing pada sebuah lokasi yang telah ditentukan oleh seorang kiai atau wakil-
sebuah asrama yang telah disiapkan oleh pengelola sekolah atau madrasah yang
model asrama. Alasannya, model asrama atau pemondokan yang selama ini
digunakan di dunia pesantren bisa menjadi media yang efek untuk menghasilkan
output yang berkualitas. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan keagamaan yang
ditransformasikan kepada para santri tidak hanya pada tataran kognitif Lebih dari itu,
baik dari ustadz maupun seorang kiai langsung. Kondisi ini mengandung banyak
Kondisi ini juga sekaligus menjadi media penanaman keterampilan sosial dan
keterampilan hidup (life skill) para santri. Jadi, kelebihan tradisi pesantren sebenarnya
ada pada sisi tersebut, yakni kebersamaan, saling pengertian, di samping proses
formal dengan menerapkan model boarding. Namun sayang, model boarding yang
para siswa, karena sistem asrama kurang dipahami sepenuhnya. Model boarding
hanya dipahami secara parsial sebagai tempat "penampungan" Jadi, meskipun para
siswa telah diasramakan, masih sering terjadi ketimpangan pelayanan atau klasifikasi
ruangan, yang berakibat memunculkan watak elitis. Mengapa pesantren bisa survive
sampai hari ini? Pertanyaan ini mungkin kedengarannya mengada- ada. Tetapi terus
terang, pertanyaan ini sering dan mungkin juga banyak pengamat pendidikan Islam
menjadi lembaga pendidikan umum, atau setidak tidaknya menyesuaikan diri dan
tradisional Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi
Islam yang dikembangkan ulama dari masa ke masa, tidak terbatas pada periode
4
dalam sejarah Islam, seperti periode kaum Salaf, yaitu periode para sahabat Nabi
Muhammad dan tabi'in . Anehnya, istilah "salaf” juga digunakan oleh kalangan
berbeda, jika tidak bertolak belakang dengan pengertian umum mengenai salaf
seperti baru saja dikemukakan. Istilah salaf bagi kalangan pesantren mengacu pada
pengertian "pesantren tradisional" yang justru sarat dengan pandangan dunia dan
praktik Islam sebagai warisan sejarah, khususnya dalam bidang syari'ah dan tasawuf
Disisi lain, dalam pengertian lebih umum, kaum Salaf adalah mereka yang
memegang paham tentang "Islam yang murni" pada masa awal yang belum
dipengaruhi bid'ah dan khurafat. Karena itulah kaum Salafi di Indonesia sering
menjadikan pesantren dan dunia Islam tradisional lainnya sebagai sasaran kritik keras
tasawuf atau tarekat. Bagi kaum Salafi umumnya, tasawuf dan tarekat merupakan
pandangan dunia dan pengamalan Islam yang bercampur dengan bid'ah dan khurafat.
Meski kritik semacam ini masih terus terdengar sampai sekarang, tetapi pesantren
tetap bertahan. Karena itu, tetap bertahannya pesantren agaknya secara implisit
mengisyaratkan bahwa tradisi dunia Islam dalam segi segi tertentu masih tetap
bukan tanpa kompromi. Pada awalnya, dunia pesantren terlihat "enggan" dan "rikuh"
dalam menerima modernisası, sehingga tercipta apa yang disebut Cak Nur sebagai
pola yang dipandangnya cukup tepat guna menghadapi modernisasi dan perubahan
yang kian cepat dan berdampak luas. Tetapi, semua akomodasi dan penyesuaian itu
dilakukan pesantren tanpa mengorbankan esensi dan hal-hal dasar lainnya dalam
eksistensi pesantren.
melakukan adjustment dan readjustment seperti terlihat di atas. Tetapi juga karena
karakter eksistensialnya, yang dalam bahasa Cak Nur disebut sebagai lembaga yang
tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga "mengandung makna
lain, pesantren mempunyai keterkaitan erat yang tidak terpisahkan dengan komunitas
lingkungannya.
Modernisasi berarti cara proses transformasi perubahan, baik dari sikap dan
mentalitas untuk menyesuaikan tuntunan hidup dengan tuntunan hidup masa kini,
Modernisasi ini juga dapat diartikan sebagai gerakan, aliran atau usaha-usaha yang
dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan. Lebih jauh Nurcholish Madjid
pengertian rasionalisasi, karena rasionalisasi ini berarti suatu proses yang mengubah
pola dan tata cara berfikir yang bersifat tradisional menjadi tata cara dan pola yang
dihadapi dan dijawab oleh pesantren juga semakin kompleks, dan harus kita sadari
ukur seberapa jauh dia dapat mengikuti arus modernisasi jika dia mampu menjawab
tantangan itu, maka akan memperoleh kualifikasi sebagai lembaga yang modern Dan
sebaliknya, jika kurang mampu memberikan respon pada kehidupan modern, maka
bahwa perkataan "modern" itu mempunyai konotasi “Barat” Meskipun tidak mutlak
benar, kita tidak bisa menyalahkan anggapan itu karena pada dasarnya masih banyak
yang mengakui bahwa -nilai yang dianggap modern itu memang didominas nilai dari
Barat. Berpijak pada anggapan tersebut kita digiring untuk mengakui bahwa
peradaban modern yang melanda dunia termasuk Indonesia, adalah hasil invasi
peradaban Barat Karena itu ada orang yang mengatakan bahwa “modernisası"
2010:95).
7
dengan nilai-nilai Barat yang lokal atau regional saja. Maka dari itu, yang menjadi
arus bawah dari peradaban modern adalah sesuatu yang bersifat universal, yaitu ilmu
pengetahuan dan teknologi. Jadi tantangan zaman modern pada hakikatnya adalah
tantangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan yang bersifat khusus Barat
adalah hanya akibat sampingan, dan tentunya tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa
mengikuti dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya visi dan
tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Relatif sedikit pesantren yang mampu
tahapan rencana kerja atau program. Kondisi ini menurut Nurcholish Madjid lebih
disebabkan oleh adanya kecenderungan visi dan tujuan pesantren diserahkan pada
proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh seorang kyai atau bersama-sama para
pembantunya"(Yasmadi, 2002:72).
merupakan hasil usaha pribadi atau individual (individual enterprise), karena dari
pancaran kepribadian pendirinyalah dinamika pesantren itu akan terlihat. Dalam hal
ini Nurcholish Madjid mengemukakan, pada dasarnya memang pesantren itu sendiri
ingin dicapai pesantren lebih disebabkan oleh faktor kyai yang memainkan peran
cukup sentral dalam sebuah pondok pesantren. Hal ini tidak bisa dielakkan, karena
kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren, (sebagaimana
Yasmadi,2002:73).
sebagai suatu kerajaan kecil dimana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan
dan kewenangan (power and authority) dalam kehidupan dan lingkungan pesantren."
Oleh sebab itu, cukup logis bila dikatakan bahwa penentu arah dan tujuan kebijakan
pendidikan pesantren berada pada kekuasaan otoritas kyai. Sehingga hampir tidak
ada rumusan tertulis tentang kurikulum, tujuan dan sasaran pendidikan pesantren,
perkembangannya ke arah yang lebih baik. Hal ini didasarkannya atas profil kyai
sebagai pribadi yang punya serba keterbatasan dan kekurangan. Salah satu
tema modernisasi pendidikan Islam Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
B. Rumusan Masalah
sebagai berikut:
pesantren?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Pendidikan pesantren.
D. Kegunaan Penelitian
Setiap kegiatan pasti mempunyai kegunaan baik itu berguna untuk diri
sendiri maupun berguna untuk orang lain. Adapun kegunaan dari penelitian ini
adalah:
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
Islam.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari salah presepsi atau penafsiran terhadap skripsi ini, maka
berarti proses, cara atau perbuatan memikir yaitu menggunakan akal budi untuk
11
bijaksana dalam konteks ini, pemikiran dapat diartikan sebagai upaya cerdas
(ijtihady) dari proses kerja akal dan kalbu untuk melihat fenomena dan berusaha
perubahan sosial yang terarah (directed change) yang didasarkan pada perencanaan
(intended atau planned change) atau yang dinamakan (social planning) (Lewis
Ma`luf, 1997:81).
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
sehari-hari(Mastuhu, 1994:55).
Nurcholis Madjid ini adalah suatu upaya kritik yang membangun untuk menata
kembali pola pendidkan yang ada di pesantren sehingga lebih baik dan tidak
ketinggalan zaman.
12
F. Sistematika Pembahasan
yang jelas dan teratur. Sebuah masalah harus disajikan menurut urutannya, untuk
memperoleh gambaran secara garis besar dari penelitian ini, maka peneliti
menguraikannya dalam:
sistematika pembahasan.
pendidikan pesantren.
Bab III Metode Penelitian yang berisi tentang jenis penelitian, subjek dan
objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian yang berisi tentang hasil penelitian terkait dengan
Bab V merupakan bab penutup bagian akhir dari penelitian ini yang berisi
LANDASAN TEORI
1. Riwayat Pendidikan
dari keluarga yang berlatar belakang budaya pesantren, karena ayahnya, H. Abdul
dekat dengan K.H. Hasyim Asy’ari, salah seorang pendiri NU. Ibunya juga berasal
dari kalangan NU, adik dari Rais Akbar NU, dari ayah seorang aktivis Serikat
Dagang Islam (SDI) di Kediri, JawaTimur. (Siti Nadroh, 1999:21). Sejak kecil
Madrasah Al-Wathaniyah, yang dikelola orang tuanya sendiri, dan Sekolah Rakyat
Jombang. Tetapi proses pendidikannya di Rejoso ini tidak berlangsung lama, karena
berkaitan dengan pilihan politik orang tuanya, Abdul Madjid untuk tetap menjadi
13
14
untuk terus belajar di Rejoso, yang merupakan salah satu pesantren NU terkemuka.
Bukan hanya ayahnya, ibu Nurcholish Madjid pun termasuk aktivis politik
Masyumi, dan bahkan pernah menjadi juru kampanye Partai Masyumi (Nurcholish
Madjid, 1998:212).
cukup mendalam dalam diri Nurcholish Madjid. Ayahnya telah membawa proses
ke dalam Partai Masyumi bermakna bahwa keluarganya adalah lahan bagi penetrasi
pengaruh pemikiran-pemikiran baru, karena saat itu, Masyumi adalah partai Islam
yang dipimpin dan dikelola oleh kaum intelektual Islam, yang merupakan lapisan
pemikirannya, melintasi batas-batas pemikiran lokal, pada saat usianya masih muda
memadukan dua kultur berbeda antara kultur liberal gaya modern Barat dengan
tradisi Islam klasik. Kedua kultur ini diwujudkan dalam sistem pengajaran maupun
materi pelajaran.Literatur kitab kuning karya ulama klasik juga diajarkan di Gontor
tetapi dengan sistem pengajaran modern, suatu sistem yang relatif kurang dikenal
Nurcholish Madjid hijrah ke Jakarta dan memilih studi di Fakultas Adab Jurusan
Sastra Arab, IAIN Syarif Hiayatullah, fakultas yang mendalami khazanah budaya
Islam, klasik maupun modern. Kuliah Nurcholish Madjid selesai pada tahun 1968,
dalam bahasa Arab. (Siti Nadroh, 1999:24). Kaitan dengan masa muda Nurcholish
Madjid, agaknya perlu dicatat pula bahwa saat itu situasi politik di Indonesia tengah
diwarnai dengan berbagai gejolak politik yang serius. Nurcholish Madjid muda
tentu merasa transisi dan perubahan besar; akibat peralihan kekuasaan dari kekuatan
colonial menjadi bangsa yang merdeka. Sementara saat itu, isu utama setelah
Perang Dunia II dan dasawarsa 50-an adalah kemenangan sistem demokrasi. Situasi
demikian juga merupakan faktor yang harus dilihat untuk memahami keseriusan
Hamka. Kurang lebih lima tahun Nurcholish Madjid sempat menjalin hubungan
yang akrab dengan Buya Hamka, pada saat itu ia masih menjadi mahasiswa dan
tinggal di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Dalam kaitan ini,
Madjid kepada Buya Hamka. Dalam berbagai forum obrolan maupun dalam
mengemukakan respek dan kekagumannya pada Buya Hamka yang dinilai mampu
sehingga dakwah dan paham keislaman yang ditawarkan Buya Hamka sangat
menyentuh dan efektif untuk masyarakat Islam kota. (Nurcholish Madjid, 1995:6).
2. Karya-karya
personal dan maskot dari lembaga ini.Paramadina sebagai salah satu pusat kajian
keislaman, menawarkan citra baru Islam inklusif dan menghadirkan perspektif baru
dan bertanggungjawab akan terjadinya masyarakat yang berserah diri kepada Allah
bernalar dan bertanggungjawab sehingga terjadi dialog yang kreatif dan kritis; dan
berdaya guna tinggi. (Dedy Djamaluddin, 1998:138). Platform dan visi Paramadina
muncul sebagai semacam aliran tersendiri dalam mengkaji agenda keislaman dan
produktivitas karya tulis dan intelektual Nurcholish Madjid sangat tinggi.dalam hal
MizanBandung.
oleh ParamadinaJakarta.
Jakarta.
Jakarta.
oleh ParamadinaJakarta.
ParamadinaJakarta.
lain yang tersebar dalam berbagai bentuk, seperti makalah, kertas kerja, artikel dan
Madjid telah menjadi tokoh yang tidak sekedar berdimensi pribadi, tetapi juga telah
Tenggara), (1967-1969)
Organizations), (1969-1971)
(ICMI), (1991)
1992)
4. Corak Pemikiran
Nurcholis Madjid tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik yang
Hidayat, 1998:175)
penting dalam melakukan sebuah ijtihad, dimana ijtihad adalah kunci bagi umat
Islam untuk menata diri dan berkembang lebih maju dalam menjawab persoalan
dinamika zaman. Fokus ijtihad Madjid diarahkan dan diterapkan dalam pola
dari negara yang kurang berkembang atau kurang berkembang ke arah yang lebih
baik dengan harapan hidup mencapai masyarakat yang lebih maju, berkembang,
dan sejahtera.
pengetahuan dan teknologi terus berkembang saat ini. Tingkat teknologi dalam
19:30 Wita):
tradisional atau pra-modern dalam hal teknologi dan organisasi sosial terhadap
pola ekonomi dan politik yang menjadi ciri negara-negara barat yang stabil.
b. Menurut JW School
c. Menurut Koentjaraningrat
Modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan keadaan
dunia sekarang.
memproyeksikan diri ke masa depan nyata dan bukan pada angan-angan semu.
23
tradisional dan organisasi sosial menuju ke arah pola-pola ekonomis dan politis.
Modernisasi adalah sebuah tradisi baru yang mengacu pada urbanisasi atau
yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan
masyarakat.
lini kehidupan seseorang yang awalnya tradisional yang dapat mengarah pada
fungsi yang berbeda pada saat yang sama akan dibagi menjadi substruktur untuk
musnahnya sebuah perbedaan dasar antara ruang privat dan ruang publik yakni
tenggelamnya keduanya.
p. Menurut R. Soekmono
q. Menurut Diderot
C. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan
pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh sipendidik terhadap
2003, pendidikan dirumuskan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa
yang akan datang. Sedangkan, pendidikan dalam pengertian yang luas adalah
kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat
murid dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan,
sekali oleh nilai spritual dan sangat sadar akan nilai etis Islam, (Rahmani Astuti,
manusia pada perilaku dan perbuatan manusia yang berpedoman pada syariat Allah.
of knowledge ataupun transfer of training, tetapi lebih merupakan suatu sistem yang
ditata di atas pondasi keimanan dan kesalehan, yaitu suatu sistem yang terkait secara
langsung dengan Tuhan. Dengan demikian, dapat dikatakan pendidikan Islam suatu
sejalan dengan nilai-nilai Islam. Maka sosok pendidikan Islam dapat digambarkan
sebagai suatu sistem yang membawa manusia kearah kebahagian dunia dan akhirat
26
melalui ilmu dan ibadah. Karena pendidikan Islam membawa manusia untuk
kebahagian dunia dan akhirat, maka yang harus diperhatikan adalah nilai-nilai Islam
17 tentang manusia, hakekat dan sifat-sifatnya, misi dan tujuan hidupnya di dunia
ini dan akhirat nanti, hak dan kewajibannya sebagai individu dan anggota
masyarakat. Semua ini dapat kita jumpai dalam Al-Qur'an dan Hadits. (Anwar
Jasin, 1985:2). Dikatakan bahwa konsepsi pendidikan model Islam, tidak hanya
kecerdasan), melainkan sejalan dengan konsep Islam tentang manusia dan hakekat
eksistensinya. Maka pendidikan Islam sebagai suatu pranata sosial, juga sangat
Oleh karena itu, pendidikan Islam juga berupaya untuk menumbuhkan pemahaman
dan kesadaran bahwa manusia itu sama di depan Allah dan perbedaanya adalah
D. Pondok Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-dan akhiran
an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar
Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang
belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat
orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren
adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk
27
hidup keseharian. Dalam kamus besar bahas Indonesia, pesantren diartikan sebagai
asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara
istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya
tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-
kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta
pondok pesantren.
Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit, karena masih
komprehensif. Maka dengan demikian sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi
serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awalnya
tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak lagi
selamanya benar.
senantiasa memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-
ibadah ritual, kehidupan sehari- hari maupun yang lain, karena nilai
Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akan menjadi akhlak yang
3. Kondisi Pesantren
itu yang menyebabkan lembaga pesantren "lagging behind the time" atau tidak
29
mampu menjawab tantangan zaman. Sudah tentu ilustrasi ini adalah hasil
a. Lingkungan
memiliki ciri yang khas. Yaitu letak masjid, asrama atau pondok, madrasah,
umumnya sporadis.
jendela terlampau kecil, dan pengaturannya pun semrawut Selain itu minim
peralatan, seperti dipan, meja kursi, dan tempat untuk menyimpan pakaian.
3) Jumlah kamar mandi dan kakus (wc) tidak sebanding dengan banyaknya
jumlah santri yang ada. Atau malah ada pesantren yang tidak menyediakan
fasilitas ini sehingga para santrinya mandi dan buang air di sungai Kalaupun
ada kondisinya tidak memenuhi syarat sistem sanitasi modern yang sehat.
kemarau berdebu dan pada musim hujan becek. Kadang kadang sampah
berserakan di sana-sini.
yang terlalu sempit atau terlalu luas. Antara dua ruang kelas tidak
dipisahkan oleh suatu penyekat, atau pun kalau ada penyekatnya tidak tahan
suara sehingga gaduh Perabotannya yang berupa bangku, papan tulis, dan
kuantitasnya.
kota.
kira cukup mewakili kondisi pesantren yang ada pada saat itu.
b. Penghuni/Santri
dilihat dari sudut para penghuninya. Keseharian para santri pengauni pesantren
kehidupan di luar pesantren. Untuk lebih jelasnya berikut ini kami sajikan
lakukan:
santri tidak membedakan antara pakaian untuk belajar, dalam kamar, keluar
penyakit kudis (ingat ejekan "santri gudigen" dalam bahasa jawa) Meskipun
sekarang ini sudah jarang kelihatan, tetapi kondisi yang "favourable" untuk
3) Tingkah laku sudah menjadi rahasia umum bahwa para santri mengidap
penyakit rasa rendah diri dalam pergaulan ketika harus berasosiasi dengan
laku yang kurang konsisten pada para santri. Untuk lingkungan intern
berhadapan dengan orang luar sikap ini tidak tampak. Bisa dikatakan
lain" (agama, ras, pandangan politik faham kea gamaan intern, atau malah
4) Salah satu hal yang bisa sangat mengejutkan peninjau dari luar adalah
jarang terjadi, yang justru sangat bertentangan dengan ajaran moral agama
32
sendiri. Praktek itu agaknya merupakan akibat buruk dari sistem asrama
kelamin lain. Praktek yang pernah dilakukan oleh kaum Nabi Luth dan yang
c. Kurikulum
Segi kurikulum adalah segi yang lebih penting daripada yang lainnya.
Dalam segi ini terdapat ketidak-cocokan antara dunia pesantren dengan dunia
luar :
1) Agama: yang masuk dalam pengertian pelajaran agama biasanya apa saja
(yang untuk mudahnya) "tertulis dan mengandung unsur bahasa Arab" Fiqh
tasawuf, salah satu dari trio ilmu-ilmu Islam, hanya merupakan anjuran yang
Alfiyah) Mungkin nahwu sharaf ini memang penting sebagai ilmu alat"
kurang relevan.
33
3) Keagamaan berbeda dengan perkataan agama di atas yang lebih tertuju pada
segi formil dan ilmunya saja, perkataan keagamaan ini dimaksudkan sesuatu
yang lebih mengenai semangat dan rasa agama (religiusitas) Dalam hal ini
lalu saja. Pengerabangan di bidang ini oleh seorang santri hanya terjadi
menduduki tempat yang begitu penting? Padahal justru segi inilah yang
akan lebih berfungsi dalam masyarakat zaman modern, bukan fiqh atau ilmu
terkenal tidak efisien. Ini disebabkan caranya yang unik dan memang khas
dan nahwu sharaf itu mengandung rasionalisme (dalam fiqih ialah ushûl
34
seperti ilmu hitung, ilmu alam, maupun ilmu pasti lainnya. Karena itu para
santri lebih bersifat reproduktif (mengeluarkan kembali apa yang ada dalam
buah pikiran baru yang merupakan hasil pengolahan sendiri dari bahan-
masyarakat luas.
a. Hambatan-Hambatan Pesantren
anggapan bahwa perkataan modern itu mempunyai konotasi Barat. Meskipun tidak
mutlak benar, kita tidak bisa menyalahkan anggapan ini, karena pada dasarnya
masih banyak yang mengakui bahwa nilai nilai yang dianggap modern itu memang
didominasi nilai-nilai Barat. Berpijak dari anggapan tersebut kita digiring untuk
adalah hasil inovasi peradaban Barat. Karena itu dikatakan bahwa modernisasi
35
2010:95).
dengan nilai-nilai Barat yang lokal atau regional saja. Yang menjadi arus bawah
dari peradaban modern adalah sesuatu yang bersifat universal, yaitu ilmu
Tantangan yang bersifat khusus Barat adalah hanya akibat sampingan, dan tentunya
tidak bisa dilepaskan dari fakta bahwa kepemimpinan dunia saat ini masih
atas tantangan-tantangan itu, maka kaitannya ialah dengan dua aspek: yang
universal, yaitu ilmu dan teknologi dan yang nasional, yaitu pembangunan di
ada semacam ketidakcocokan antara dunia pesantren dengan dunia luar yang dinilai
modern.
saat ini masih terdapat kekurangan dalam sistem pendidikan yang diterapkan. Hal
itu disebabkan masih terdapatnya anggapan bahwa hal-hal yang terkait dengan soal
persial atau dikotomis yang memisahkan antara ilmu agama dan sains (Haedar
Amin, 2004:84).
hingga infrastruktur yang tidak bernyawa, dalam konteks ini secara garis besar
internet, lapangan olah raga, dan yang lainnya, ketiga, wahana pengembangan diri
diri ditengah masyarakat, seperti tabligh, khatib, dan lainnya (Haedar Amin,
2004:84).
sistemnya memang dihadapkan pada tantangan zaman yang cukup berat Jika tidak
mampu memberi responsi yang tepat maka pesantren akan kehilangan relevansinya
segala kerugian yang bakal ditanggung. Sungguh ironis bahwa yang lebih dulu
kota-kota besar yang telah mengalami kenaikan status sosial (umumnya melaiui
dan tehnik. Sementara itu mereka "membiarkan" anak-anak desa dari orang orang
kecil tetap memasuki pesantren Mungkin karena massa pengikutnya akan hilang
tanpa pesantren yang tradisional itu. Karena itu mereka juga masih membela adanya
Seolah-olah mereka berkata "Cukuplah aku saja, anakku jangan!" Mereka dengan
sendirinya juga lebih bangga kalau mendapatkan menantu seorang dokter atau
insinyur dari ada seorang kiai maupun santri yang sudah bertahun-tahun mondok.
Yang bangga memungut menantu dari kalangan pesantren itu hanyalah orang-orang
Madjid,1997:108). Maka dari itu tidak ada jalan lain kecuali mengusahakan sedapat
jawab pesantren ini diharuskan oleh keadaan untuk berpacu melawan waktu.
Namun untuk dapat mengejar ketertinggalannya ini masih banyak masalah yang
1) Tidak ada yang dapat memimpin proses perubahan pesantren kecuali "orang
dalam" Sebab untuk dapat diterimanya gagasan gagasan baru itu, betapa pun
2) Meskipun oleh pemimpin yang "legitimate" itu, tetap diperlukan sikap hati-hati
tetapi diusahakan seperti pepa tah: "Bagaimana benang tak putus tepung tak
terserak."
tidak cukup hanya dengan karisma saja, tetapi juga diperlukan skill atau
keahlian. Dan jika ini tidak dimiliki oleh seorang pemimpin pesantren maka
dapat dipenuhi oleh orang lain yang kedudukannya hanya sebagai pembantu
4) Biaya senantiasa merupakan persoalan yang kronis. Ini tentu harus dicarikan
jalan pemecahannya.
maka perlu disusun skala prioritas yang bisa dituangkan dalam rencana kerja,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mungkin sekali prioritas utama
adalah perombkan kurikulum, sebab selain biayanya relatif kecil pengaruh dan
kelanjutan dari sistem gilda para pengamal atau merupakan wujud dari sistem
pendidikan Hindu-Budha yang telah terislamkan, yang jelas kini banyak orang yang
mulai mengakui bahwa pesantren, termasuk juga madrasah, sudah merupakan suatu
kenyataan hidup yang ineleka: di bumi Indonesia. Bahkan peranan dan kedudukan
39
pesantren di masyarakat kita ini ternyata lebih besar, lebih kuat, dan lebih penting
sistem pesantren adalah merupakan sesuatu yang bersifat "asli" atau "indegenous"
sebagai sisa masa lalu). Misalnya dalam pembicaraan atau penulisan resmi, hampir
tidak terdapat penyebutan pesantren sebagai unsur pokok dalam sistem pendidikan
berada di luar "jalur resmi" atau "standar" dalam hal pendidikan, dan dilihat sebagai
gejala yang seolah-olah, seharusnya tidak boleh ada. Sebab yang resmi" dan "baku"
atau "standar" ialah apa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh pemerintah
kolonial Belanda, yaitu sistem dan filsafat pendidikan tertentu yang kini dikenal
sebagai sekolah" atau lebih populer "sekolah umum". Namun kembali pada apa yang
disebutkan tadi, syukurlah bahwa kecenderungan yang lebih positif sekarang mulai
tampak di ufuk dunia pemikiran para sarjana kita. khususnya di bidang pendidikan
beberapa kelompok yang perlu. Pertama, yang merupakan bagian terbesar, yaitu
kelompok pesantren yang tidak menyadari dirinya, apakah bernilai baik atau
bernilai kurang baik. Mereka menganggap bahwa apa yang terjadi adalah terjadi
begitu saja, tanpa ada persoalan serius yang perlu mereka pikirkan. Kedua, adalah
kelompok yang seperti seorang zealot atau fanatikus yang karena kefanatikannya
ini membuat penilaian mereka kurang obyektif. Kelompok ini menilai bahwa
pesantren dengan segala aspeknya adalah pasti positif dan mutlak harus
Perasaan ini bisa nenumbuhkan sikap pesimis dan kurang percaya diri dalam
pesantrennya tidak perlu lagi dipertahankan. Tentunya ini akan berakibat rusaknya
dengan jernih melibat mana yang harus diteruskan dan mana yang harus
peranan pesantren di masa lampau adalah terlalu banyak untuk diceritakan atau
dibahas segi-segi positifnya. Maka biarkan hal itu menjadi suatu kesaksian sejarah
yang mencatat tanpa salah kebijakan yang telah dibaktikan oleh para ulama kita.
41
Kalau kita telusuri secara historis keberadaan pesantren ini, maka akan
kita temukan kenyataan yang tak terbantah bahwa pesantren lahir pada zamannya
yang tepat. Pada saat itu pesantren sangat fungsional memberi jawaban terhadap
tantangan zaman, misalnya dalam menghadapi penetrasi asing kolonial, baik dalam
bidang politik dan terlebih lagi dalam bidang sosial-budaya. Tetapi peranan
pesantren masa kini, apalagi masa mendatang, adalah peranan dalam menjawab
antara meneruskan peranan yang telah diembannya selama ini atau menempuh jalan
menyesuaikan diri dengan keadaan itu adalah keikutsertaan sepenuhnya dalam arus
itu, ada baiknya kita mengingat sejenak "riwayat" pertumbuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada mulanya semua
cabang ilmu pengetahuan adalah berpangkal pada ilmu agama. Lembaga ilmiah
bersikap independen atau sedikitnya otonom dari teologi dan menempuh jalan
pertumbuhannya sendiri sehingga tak lagi berada dalam kekuasaan kontrol agama
(Kristen). Diibaratkan sebuah busur, gereja telah melepaskan anak panah ilmu
pengetahuan, namun sayangnya anak panah itu melesat begitu hebat sehingga tidak
42
saja dalam hubungannya dengan tugas pengembangan ilmu pengetahuan ini nasib
pesantren Islam di Indonesia ini akan sama dengan nasib gereja dan seminari
Kristen di Eropa itu. Atau apakah memang terdapat perbedaan prinsipil hal
pandangan dunia Islam dan Kristen sehingga lembaga keislaman tidak akan
dikehendaki penilaian yang murni apa adanya, dan tidak bersifat dongengan belaka
sedang lengan kuat berada dalam kekuatan dan genggaman tangan orang-orang
Barat, tetapi karena efeknya telah begitu keras menguasai kehidupan seluruh umat
manusia secara mondial, maka kita di Indonesia ini pun selain kebagian nangkanya
juga tak luput dari getahnya, yang berupa ekses-ekses negatif. Hal itu menyeret
daerah pengawasan nilai agama atau moral dan etika. Begitu imperatifnya
dunia umat manusia secara perlahan atau cepat meluncur ke dalam ruang
dalam al-Qur'an? Kita tentu merasa keberatan jika dikatakan bahwa pesantren tidak
sepenuhnya mampu mengemban tugas keilmuan. Tetapi saya kira kita lebih
sumber nilai, ajaran agama yang ditekuni pesantren adalah terutama berfungsi
sekarang ini sedang berjalan. Tetapi misalnya amanat ilmu itu hanya diserahkan ke
"sekolah umum, toh bukan berarti akan terlepas dari persoalan zaman. Mungkin
persoalan yang kita hadapi bisa kita kategorikan menjadi dua, yaitu:
1) Primer, yaitu persoalan bagaimana menyuguhkan kembali isi pesan moral yang
diembannya itu kepada masyarakat abad ini begitu rupa sehingga tetap relevan
dan mempunyai daya tarik Tanpa relevansi dan daya tarik itu keampuhan atau
efektifitasnya tidak dapat diharapkan. Ibarat rokok isinya boleh dan mungkin
malah harus tetap kretek, sebab ternyata lebih sehat dari jenis "cigarette" dan
sehingga akan memiliki hak hidup pada zaman sekarang karena memenuhi
moral saja, dengan tidak disertai dengan usaha meningkatkan mutu penyuguhan (ini
pun bertolak dari sisi bahwa dari segi Isi sudah tidak ada persoalan lagi). Maka yang
akan terjadi adalah semakin lemahnya hak hidup pesantren di tengah kehidupan
abad ini, untuk kemudian tidak diakui sama sekali dan lenyap tidak mudah
mengatakan apakah hal itu akan menguntungkan atau merugikan, atau menunjuk
siapa yang untung dan siapa yang rugi, (misalnya dapat dikiaskan dengan kasus
44
Maka dari itu, kemungkinan ideal yang bisa dilakukan pesantren adalah
dengan mengambil posisi sebagai pengembang amanat ganda (duo mission), yaitu
amanat keagamaan atau moral dan amanat ilmu pengetahuan. Dua amanat ini
diharapkan. Tuntutan utama pelaksanaan amanat ganda ini adalah efisiensi yang
menyangkut penggunaan waktu, dana, dan daya (juga ruang) dengan sebaik-
baiknya. Kalau bisa faktor-faktor itu harus dipergunakan dua kali lebih efektif
daripada yang ada sekarang ini. Mungkin "streamlining" apa yang diperlukan
sebagai pengetahuan. Barangkali hal ini tidak perlu mengenai isi atau materi, tapi
keagamaan. Dan mungkin pula pemilihan yang tepat tentang ilmu penge huan yang
mudah dideteksi, yaitu tinggal meli hat dan membaca kondisi masyarakat sesuai
perjalan kita sekarang ini untuk mengingat-ingat dan merenung renung peringatan
dalam al-Qur'an, bahwa "Adapun buih maka akan lenyap tak berbekas, sedangkan
sesuatu yang berguna untuk umat manusia maka akan tetap menghujar di Bumi."
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya
yang relevan. Menurut Iqbal (2002:11). Penelitian kepustakaan disebut juga library
(kepustakaan), baik berupa buku, catatan, maupun laporan hasil penelitian dari
peneliti terdahulu.
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu atau orang, benda maupun lembaga yang
sifat keadaannya yang akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah
sesuatu yang didalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian (Sugiono,
2007:49). Buku-buku karya Nurcholish Madjid seperti buku, Bilik- Bilik Pesantren,
2. Objek Penelitian
manusia. (Sugiono, 2007:49). Objek dalam penelitian ini adalah telaah pemikiran
45
46
Data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk
menyusun suatu informasi. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang
atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
yang dipakai dalam penelitian library research ini dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian
dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambilan data langsung pada
subjek sebagai informasi yang dicari (Saifudin Azwa, 1998:91). Adapun data
primer dalam penelitian ini adalah buku Khasanah Intelektual Islam, Bilik-Bilik
Pesantren, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan dan juga buku- buku yang
berkaitan dengan tokoh Nurcholish Madjid baik dari karangan tokoh sendiri atau
2. Data sekunder
Data skunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber-sumber yang telah ada. Adapun data sekunder dalam penelitian ini berupa
buku-buku ilmiah dan buku-buku lainnya yang menunjang penulisan skripsi ini
karya ilmiah yang isinya dapat melengkapi data yang diperlukan penulis dalam
memperoleh data yang diperlukan, dalam hal ini akan selalu ada hubungan antara
teknik pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Teknik
dalam mengumpulkan data sesuai dengan metode penelitian yang digunakan (Uhar
buku, majalah, artikel, maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan
dapat ditemukan dan dirumuskan hipotesis kerja berdasarkan data tersebut (Lexi J.
Moleong, 2007:). Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi
perwujudan yang dapat dipahami melalui pendeskripsian secara logis dan sistematis
sehingga focus studi dapat ditelaah, diuji dan dijawab secara cermat dan teliti.
Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi perwujudan yang
48
dapat dipahami melalui pendeskripsian secara logis dan sistematis sehingga fokus
studi dapat ditelaah, diuji, dan dijawab secara cermat dan teliti. Dengan kata lain
analisis data adalah penelaahan dan penguraian atas data sehingga menghasilkan
sebuahkesimpulan. Dalam penelitian ini setelah data terkumpul maka data tersebut
di analisis, bentuk dalam teknik analisis data menggunakan Analisis Deskriptif Data
yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode dekriptif analisis.
Analisis ini bertujuan untuk mempelajari dan menela’ah isi dokumen dan literature
secara objektif.
digunakan untuk merekonstruksi teks, dan naskah. Kemudian memahami isi uraian
yang disajikan untuk memahami seluruh aspek yang berkaitan dengan modernisasi
menggunakan cara berpikir deduktif yaitu suatu cara yang digunakan untuk
bersifat umum kemudian disimpulkan pada sesuatu yang bersifat khusus yaitu
dengan mencari informasi pendukung meliputi buku, majalah, jurnal, dan bahan
yang hendak dianalisis sudah paasti ada dan bias didapatkan oleh seorang
peneliti.
49
2. Sebuah teks dapat di jadikan objek kajian analisis isi (apapun bentuknya)
Dengan kata lain, tidak mungkin sebuah analisis dapat dilakukan dengan
disebut dengan proses klasifikasi teks dalam analisis isi (content analisis).
Setelah proses satu sampai empat dilakukan dengan baik, baru seorang
peneliti analisis isi (content analysis) dapat memaknai, menafsirkan dan mengambil
2015:116-117).
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
panjang di antaranya adalah pondok pesantren. Institusi ini lahir, tumbuh dan
Sementara di pihak lain, ia juga harus bersedia membuka diri terhadap sistem
pendidikan modern yang bersumber dari luar pesantren. Salah satu agenda
hingga dewasa ini pondok pesantren telah memberi kontribusi penting dalam
50
51
merupakan realitas yang tak dapat dihindari atau pun dipungkiri. Di sadari atau
satu sisi pesantren tergiring pada budaya pragmatis. Sedangkan, disisi lain
pesantren belum mampu mengintegrasikan antar disiplin ilmu secara untuh dan
Upaya ini diwujudkan dengan kembali kepada sumber ajaran Islam yang
ini tidak ditunjukkan oleh pesantren, namun orientasi dan visi pesantren tidak
harus dibiarkan begitu saja yang berjalan apa adanya. Apalagi kondisi seperti
ini lebih diperburuk lagi oleh pola pembelajaran yang cenderung memakai
pendekatan searah dan monolog. Akibatya, ajaran Islam yang begitu holistik
dan universal, diterima oleh para santri secara parsial dan terpotong-potong.
53
Akibatnya, aspek kognitif, afektif, dan konatif pada masyarakat santri sulit
pesantren.
sebuah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang yang terbentuk dalam diri
dan menguasai perkembangan zaman adalah lemahnya visi dan tujuan yang
dibawa pendidikan pesantren relatif sedikit pesantren yang mampu secara sadar
Adanya proses improvisasi yang dipilih sendiri oleh kyai atau bersama-sama
kalau timbul anggapan bahwa hampir semua pesantren itu merupakan hasil
sentral sebuah pondok pesantren. Kyai yang merupakan elemen yang paling
1985:74). Oleh karena itu, dengan pendekatan normatif dan teoritis dalam
mengamati dunia pesantren atas ilmu-ilmu sosial Barat, selalu tidak kena dan
tidak mampu merasuki realitas yang lebih dalam dari dunia pesantren.
Sehingga hampir tidak ada rumusan tertulis tentang kurikulum, tujuan, dan
Madjid punya dampak negatif bagi pesantren dalam perkembangannya. Hal ini
berdasarkan atas profil Kyai sebagai pribadi yang punya keterbatasan dan
kyai yang kebetulan tidak dapat menulis huruf latin mempunyai kecenderungan
dianggap kurang siap untuk “lebur” dan mewarnai kehidupan modern. Dengan
kognitif yang berdampak negatif pada out put pesantren itu sendiri. Lebih jauh
materi pengajaran oleh seorang Kyai kepada para santrinya. Tetapi dalam
pengajian ini ternyata segi kognitifnya tidak cukup diberi tekanan, terbukti
dengan tidak adanya sistem kontrol berupa test atau ujian- ujian terhadap
penguasaan santri pada pelajaran yang diterimanya. Disini para santri kurang
bagaimana santri mau dan mampu menyadari nilai-nilai ajaran Islam dan
Usman Mulyadi, 1988:6). kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk
bahkan materinya lebih khusus disajikan dalam berbahasa arab. Mata pelaran
meliputi: Fiqh, nahwu, aqa‟id sharaf, sedangkan tasawuf serta rasa agama
“agama” lebih tertuju pada segi formil dan ilmunya saja. Sedangkan
“keagamaan” ini hanya dipelajari sambil lalu saja tidak secara sungguh-
sungguh. Padahal justru inilah yang lebih berfungsi dalam masyarakat zaman
modern, bukan fiqh atau ilmu kalamnya apalagi nahwusharafnya serta bahasa
sharaf, fiqih, aqa‟id, tasawuf, tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Dimana
penegetahuan umum. usaha integrasi kedua sistem ilmu (ilmu agama dan ilmu
umum) (Yasmadi, 2002: 90). hanya akan menambah persoalan makin rumit.
Ini disebabkan belum tersusunnya konsep ilmu integral yang ilmiah yang
mampu mengatasi dikotomi ilmu umum dan agama itu sendiri. Integrasi
58
kurikulum pesantren tidak lebih sebagai penggabungan dua sistem ilmu tanpa
tetap terus bertahan dan eksis. Hal ini berarti mereka mengikuti jejak kaum
epistemologis untuk menjelaskan ilmu-ilmu empiris atau ilmu- ilmu alam dari
Islam. Sebagaimana contoh pada Pondok Modern Gontor salah satunya yang
bahasa Inggris tidak ada hubungannya dengan tradisi keilmuan dalam Islam.
Hal ini beda dengan bahasa Arab yang digunakan untuk mempelajari kitab
membawa keahlian mengaji beberapa kitab saja. Jika seorang santri merasa
tashih dan ijazah kelulusan. Jika ijazah itu diberikan, maka santri tersebut
mempunyai wewenang untuk mengajarkan kitab itu kepada orang lain, dan
integritas keilmuan (ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu Islam) yang selama ini
penggabungan antara bahasa Arab (ilmu Islam) dan bahasa inggris (ilmu
umum) melambangkan perpaduan antara unsur islam dan unsur keislaman dan
hal semacam itulah yang memenuhi selera bagi kaum muslim dalam memasuki
a. Nilai di Pesantren
Sistem nilai ini berkembang secara wajar dan mengakar dalam kultur
pesantren, baik terbentuk pengajaran kitab-kitab klasik, maupun yang lahir dari
60
pesantren adalah yang berakar dalam agama Islam. Tetapi tidak semua yang
berakar dalam agama itu dipakai oleh mereka. Kalangan pesantren itu sendiri,
menamakan sistem nilai yang dipakainya itu dengan ungkapan Ahl-u‘l- Sunnah
wa‘I Jama’ah. Kalau kita lihat, Ahl-u ‘l-Sunnah wa ‘I Jama’ah itu sediri
pertama- tama adalah mengacu pada golongan Sunni. Maka dalam hal kalam
dirumuskan oleh Abu Hassan Al-Asy‟ari, dan kemudian tersebar antara lain
Sedangkan golongan syi‟ah yang merupakan gologan terbesar diluar Ahl- u‘l-
Sunnah wa‘I Jama’ah, tidak begitu disadari kehadirannya oleh kaum santri.
Sedangakan, perkataan Ahl-u‘l- Sunnah wa‘l Jama’ah itu sendiri ialah para
pengikut tradisi Nabi Muhammad dan ijma‟ ulama. Definisi ini dapat diartikan
suatu golongan yang berpegang teguh pada norma-norma dalam sunnah Rasul
dan para Khulafaur Rasyidin dan mengamalkan apa-apa yang telah diamalkan
Rasul dan para Sahabatnya. Faham Ahl-u‘l-Sunnah wa‘I Jama’ah, menjadi ciri
utama pesantren di Indonesia dan telah dijadikan pula sebagai sistem nilai yang
kedangkalan tata nilai ini pada gilirannya menghasilkan sikap hidup yang
kita dan fihak lawan. Dalam bentuknya yang paling buruk, kedangkalan ini
dapat dilihat pada sikap angkuh yang sebagian santri, disamping verbalisme
yang sangat kaku dan formalistis dalam menilai suatu perbuatan (Dawam
yang berpengaruh cukup luas dalam pesantren, dapat dilihat dari adanya Kyai
atau ulama yang menganut ajaran tertentu, atau mengamalkan wirid-wirid yang
62
hanya diamalkan sendiri. Ajaran- ajaran sufi tersebut membentuk tingkah laku
para Kyai.
Islam Tradisional
Usaha ini dimaksudkan untuk menemukan format pendidikan yang ideal sebagai
untuk merekonstruksi konsep pendidikan yang dimaksud. Sedang sistem yang lama
pengawasan nilai agama,moral, dan etika (Haedar Amin, 2004:85). karena pada
prinsipnya, asal mula semua cabang ilmu pengetahuan adalah berpangkal pada
ilmu pengetahuan yang modern itu, dunia islam akan mencapai kemakmuran dalam
Menurutnya problem yang ada dalam umat Islam ialah kesenjangan yang cukup
parah antara ajaran dan kenyataan. Hal yang paling diperlukan oleh umat Islam
yang mapan (sebagai hasil interaksi sosial dalam sejarah), dan mengukurnya
kembali dengan yardstrick, sumber suci Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an dan Al-
pada nilai-nilai besar Islam. Memodernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut
fitrah atau sunnatullah. Oleh sebab itu, dalam menghadapi tantangan zaman modern
dunia pendidikan Islam tidak cukup hanya mengimpor iptek Barat secara mentah-
mentah, melainkan melihat pada hubungan antara ilmu dan iman atau iman dan
ilmu. Kesadaran akan adanya hubungan tersebut akan mendekatkan orientasi tujuan
intelektual, imajinatif, fisikal, ilmiah, dan linguistik untuk mencapai kebaikan dan
kesempurnaan.
perpaduan antara tradisional dan moden diharapkan mampu menjadi sarana yang
efektif dalam membentuk manusia modern. Namun bagi Nurcholish Madjid ada hal
yang lebih penting dalam hal itu ialah pendidikan Islam diharapkan mampu
menyelesaikan masalah moral dan etika ilmu penegetahuan modern. Hal tersebut
64
dengan tekhnologi dan ilmu pengetahuannya miskin moral dan etika. Dalam
peradaban modern dengan tekhnologi dan ilmu pengetahuannya itu. Dari sudut
pandang Islam, hanya segi metode dan empirissme ilmu pengetahuan modernlah
yang nampaknya absah (valid). Sedangkan dalam hal moral dan etika, ilmu
pengetahuan modern amat miskin. Hal ini bisa menjadi sumber ancaman lebih
lanjut umat manusia. Disinilah letak inti sumbangan Islam dengan sistem keimanan
penyelesaian atas masalah moral dan etika ilmu penegetahuan modern. Manusia
harus disadarkan kembali atas fungsinya sebagai ciptaan tuhan, yang dipilih untuk
tindakannya di muka bumi ini kepadanya. Ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan,
2008:278).
pendidikan pesantren begitu tinggi dan besar. Dalam hal ini Nurcholish Madjid
masyarakat modern (rasional dan ilmiah) tidak akan terwujud tanpa adanya peran
yang begitu besar dari pendidikan. Dengan kata lain pendidikan memiliki peran
alternatif untuk menuju era mutakhir saat ini. Untuk itu, disini penulis memaparkan
B. Analisis
pesantren, saya rasa sangat relevan jika diterapkan pada saat ini. Hal ini karena,
masih banyak pesantren di Indonesia yang masih termajinalkan. Kaum santri yang
pesantren yang bisa mengintegralkan antara pendidikan umum dan agama bisa
diharapkan akan terwujudnya para santri intelek dan siap bersaing di era
modernisasi ini.
tersebut penulis berpendapat bahwa pesantren berhak lebih baik dan lebih berguna
ajaran-ajaran agama yang diberikan kepada setiap pribadi menjadi jawaban yang
antaranya.
66
tentang agama tetapi juga umum, tentunya harus sesuai dengan bakat dan
menerapkan kemampuan bahasa asing, berupa bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Lulusan sekolah ini biasanya juga memiliki kesetaraan dengan siswa sekolah
Ponpes Modern Darussalam Gontor berawal dari Ponpes Tegalsari di abad ke-
18. Ponpes Tegalsari didirikan Kyai Ageng Hasan Bashari. Setelah mengalami
sejarah panjang, Ponpes Darussalam Gontor kembali dibangun tiga generasi yaitu
Darussalam (ISID). Saat ini ISID memiliki tiga fakultas, Fakultas Tarbiyah dengan
jurusan Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Ushuluddin
67
dengan jurusan Perbandingan Agama, dan Akidah dan Filsafat, dan Fakultas Syariah
terbuka dan moderat, tanpa menghilangkan unsur peran Islam. Saat ini, Ponpes
Ma'roef Zainuddin dan Nyai Aina 'Ainaul Mardliyyah Anwar pada Februari 1995.
agama yang baik. Untuk menjaga keseimbangan perkembangan santri dan kualitas
Pondok Pesantren Darul ‘Ulum didirikan oleh Kyai Haji Tamim Irsyad
dibantu Kyai Haji Cholil sebagai mitra kerja dan sekaligus menantunya pada tahun
1885 M. Berdirinya pondok pesantren ini bermula dari kedatangan Kyai Haji Tamim
Irsyad dari Bangkalan, Madura ke Desa Rejoso. Dia adalah murid Kyai Haji Cholil
Bangkalan.
68
Sebagaimana pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal
metode weton atau bandongan atau halqah. Tetapi, kini pesantren ini mulai berbenah
26 Agustus 1979 oleh Kyai Haji Moh. Badruddin Anwar (putra pertama KH.Anwar
Nur). Pada awal berdirinya pondok pesantren ini hanya berupa rumah dari bambu
PENUTUP
A. Simpulan
maupun ilmu-ilmu modern. Menyikapi realitas pendidikan saat ini. Dari hasil
menerima hal-hal yang baru. Berangkat dari fenomena di atas Nurcholish Madjid
Ada dua kondisi yang dihadapi oleh pendidikan pesantren yang menjadi
Akibatnya, sampai saat ini masih terdapat kekurangan dalam sistem pendidikan
yang diterapkan. Hal itu disebabkan masih terdapatnya anggapan bahwa hal-hal
67
68
gagasan khusus sistem pendidikan sekuler. Kedua: adanya pemahaman persial atau
Tawaran dan solusi yang diberikan cak Nur adalah penertiban manajemen
nilai pesantren serta penanaman nilai kepada peserta didik agar beriman, berilmu,
B. Saran
Dalam penelitian ini memuat beberapa saran terhadap guru dalam mengelola
pembelajaran daring. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah atau
guru khususnya guru PAI dalam hal kegiatan belajar mengajar secara daring.
1. Hasil dari penulisan skripsi ini harap bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi
untuk memiliki kader santri yang unggul dalam hal-hal yang universal.
penulis skripsi yang sama dengan judul ini dan menjadikan skripsi ini
Dedy Djamaluddin, 1998, Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran & Aksi Politik
Abdurrahman Wahid, M.Amien Rais, Nurcholish Madjid, Djamaluddin
Rakhmat, Yogyakarta: Zaman Wacana Mulia.
Haedar Amin. 2004. Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas Dan
TantanganKomplesitas Global. Jakarta: Ird Pres.
Komaruddin Hidayat, 1998, Tragedi Raja Midas: Moralitas Agama Dan Krisis
Modernisme, Yogyakarta: Paramadina
69
70
Siti Nadroh, 1999, Wacana Keagamaan & Politik Nurcholish Madjid, Bandung:
Raja Grafindo Persada.
Zamakhsyari Dhofier. 1994. tradisi pesantren. Jakarta: LP3Es. Zuhairini, dkk. 1995,
Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.