Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH METODE INTEGRASI ISLAM DAN SAINS

Model Wahyu Memandu Ilmu ( WMI)


Dosen Pengampu :
Mujahidin Ahmad, M.Sc

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Hasni Shofria 18620075
M. Hanif Nurzaaki 18620076
Sayyidatul Kholifah 18620077
Shofwatul Hanna 18620078
Rizqia Achsana Nadiya 18620106
Biologi C

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan, kesempatan, serta keridhoanNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat waktu. Shalawat dan salam selalu kami panjatkkan kepada baginda Rasulullah SWT yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yakni Addinul
islam wal iman
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Mujahidin Ahmad, M.Sc selaku dosen mata
kuliah Metodologi Integrasi Islam dan Sains yang telah memberi pengarahan mengenai tugas
makalah ini hingga selesai, kepada Orang tua yang tak pernah lupa memberikan motivasi, serta
kepada teman- teman yang selalu memberikan semangat dan dukungan.
Segenap kemampuan kami curahkan untuk membuat makalah ini namun kami sadar bahwa
kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan sehingga kritik dan salam sangat
kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan datang.

Malang, 09 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
METODE KAJIAN .............................................................................................................................. 3
2.1 Wahyu Memandu Ilmu .............................................................................................................. 3
2.2 Spirit Wahyu Memandu Ilmu dalam Terang Metafor Roda.................................................. 4
2.3 Filsafat Wahyu Memandu Ilmu................................................................................................. 6
2.4 Pendekatan Penelitian Ilmu-Ilmu Berbasis Spirit Keilmuan Wahyu Memandu Ilmu ........ 8
BAB III................................................................................................................................................. 10
MODEL INTEGRASI ........................................................................................................................ 10
3.1 Roda Wahyu Memandu Ilmu .................................................................................................. 10
3.2 Piramida Wahyu Memandu Ilmu ........................................................................................... 10
3.3 Pendulum Wahyu Memandu Ilmu .......................................................................................... 11
BAB IV ................................................................................................................................................. 14
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 14
4.1 Aplikasi Model Integrasi dalam Bidang Biologi ........................................................................ 14
4.1.1 Implementasi Wahyu Memandu Ilmu pada Pendidikan Sains Islam ............................... 14
4.1.2 Integrasi Al-Quran dengan Fenomena Alam ...................................................................... 14
4.1.3 Ayat Qauliyah dan Kauniyah ............................................................................................... 15
4.1.4 Al-Quran Sebagai Peneropong Masa Depan ....................................................................... 16
4.1.4.1 Penerapan Disiplin Biologi, misalnya tentang "Darah".............................................. 16
BAB V .................................................................................................................................................. 18
PENUTUP ............................................................................................................................................ 18
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................................ 18
5.2 Saran .......................................................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Islam, seseorang tidak hanya diperintahkan untuk belajar ilmu agama saja, akan
tetapi juga harus diimbangi dengan belajar tentang ilmu umum atau sains. Sebab sains sudah
menjadi kebutuhan pokok bagi setiap individu untuk menghadapi zaman sekarang yang sarat
akan persaingan ini. Ilmu agama Islam dan sains (ilmu pengetahuan) adalah dua komponen
yang sangat diperlukan dan tidak dapat dipisahkan dalam menjalani kehidupan di dunia dan
kehidupan nanti di akhirat. Ilmu agama Islam digunakan untuk mencapai jalan kebahagian
hidup di akhirat, sedangkan sains berfungsi untuk dijadikan sebagai pegangan dalam
menghadapi tantangan dan memecahkan masalah (duniawi) yang ada dalam kehidupan.
Ketika ilmu-ilmu sekuler posivistik diperkenalkan ke dunia Islam lewat imperialisme
Barat, terjadilah dikhotomi yang sangat ketat antara ilmu-ilmu agama sebagai yang
dipertahankan dan dikembangkan dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam pesantren di
satu pihak dan ilmu-ilmu umum sekuler sebagaimana diajarkan di universitas-universitas
umum yang diprakarsai pemerintah di pihak lain.
Tidak hanya di universitas-universitas umum, universitas-universitas Islam pun kita
jumpai pemisahan antara ilmu-ilmu umum dengan ilmu-ilmu agama. Oleh karena itu perlu
dilakukan upaya-upaya untuk mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
dalam suatu sistem pendidikan yang terpadu. Islam adalah bentuk harmonisasi nilai-nilai
agama Islam yang bersumber pada wahyu terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga menjadi produk peradaban manusia. Hal inilah yang menjadi pijakan
mendasar mengapa struktur keilmuan di Universitas Islam Negeri (UIN) perlu
mempertimbangkan kelebihan dan kekhususan pengintegrasian nilai-nilai agama Islam
dengan ilmuilmu lainnya (Syafei, 2008).
Berangkat dari isu ini UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sebagai salah satu kampus
berbasis keislaman, membuat dan menawarkan sebuah konsep integrasi antara ilmu-ilmu
Islam, yang datangnya dari sumber sakral dan peradaban Islam, dan ilmu pengetahuan
umum yang umumnya berasal dari para akademisi Barat. Ilmu-ilmu yang disebut terakhir
ini, yang tentunya tidak akan pernah dapat luput dari subjektivitas primordial para
penulisnya, perlu disesuaikan dengan prinsip-prinsip agama Islam sehingga akidah umat
Muslim tetap terjaga. Konsep tersebut diberi nama Wahyu Memandu Ilmu (WMI)
(Wicaksono, 2019).

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui model integrasi metode Wahyu memandu Ilmu
2. Untuk mengetahui aplikasi model integrase dalam bidang biologi

2
BAB II
METODE KAJIAN

2.1 Wahyu Memandu Ilmu


Konsep “Wahyu Memandu Ilmu”(di singkat WMI) dianut oleh UIN Sunan Gunung
Djati (SGD) Bandung sejak tahun 2008 (Natsir, 2008). Proses terbentuknya konsep tersebut
kurang lebih dimulai sejak tahun 2002-2007. Pada tahun 2008, konsep WMI mulai disisipkan
dalam visi UIN SGD Bandung. Ada sejumlah pemikir yang secara intens menekuni proses
intelektual ini, yaitu Ahmad Tafsir, Nanat Fatah Natsir, dan Juhaya S. Praja (UIN Sunan
Gunung Djati Bandung) serta Herman Soewardi (Universitas Padjajaran Bandung).
Kebudayaan Islam yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad SAW pada abad ke
VII M itu normatif dan bermoral serta dilandasi oleh iman dan taqwa. Oleh karenanya
kebudayaan Islam itu bermoral juga bertuhan. Sementara, kebudayaan Barat itu tidak bermoral
juga menyudutkan Tuhan ke tempat yang sangat tidak berarti dalam kehidupan manusia di
dunia ini bahkan banyak dari mereka yang ateis. Selain itu, rasionalitas Barat pun “picisan”
atau “kuda delman” sehingga melahirkan paham “saintisme” yang memutlakan kebenaran
sains di atas kebenaran agama. Herman Soewardi berpendapat bahwa untuk “melawan Barat”
perlu diciptakan suatu epistemologi sains baru yang dilandaskan pada ketentuan normatif
Allah, atau prinsip-prinsip dari nash-nash al-Qur’an maupun As-Sunnah. Epistemologi yang
demikian itu, kita sebut naqliah yang memandu aqliyah.
Konsep “naqliyah memandu aqliyah” sangat filosofis karena memuat unsur-unsur
ontologis, epistemologis dan aksiologis secara lengkap.Namun dalam beberapa hal terlalu
normatif sehingga cenderung ideologis. Kecenderungan ideologis inilah yang kemudian coba
“dikritisi” dan “dibersihkan” oleh Tafsir, Natsir dan S Praja. Tafsir kemudian menurunkan
“naqliyah memandu aqliyah” menjadi “’ulum al Dīn memandu ‘ulum al Dunyā”. S Praja
merumuskan ilmu yang berketuhanan itu dalam konsep “Sains Tauhidullah”. Natsir
menerjemahkan kebudayaan Islam yang dirujuk oleh Soewardi itu pada suatu masa yakni masa
Rasul dan Sahabat serta kebudayaan Islam klasik (abad 8-12 M). Sedangkan kebudayaan Barat
yang dimaksud oleh Soewardi adalah kebudayaan modern (abad 16-19 M). Jadi konsep
“naqliyah memandu aqliyah” itu bernuansa historis, teologis juga filosofis (S. Praja, 2005).
Pada tahun 2005-an, Natsir merumuskan ulang konsep naqliyah dan aqliyah dengan
menyandarkan kepada Sang Pemilik Wahyu yaitu Allah swt. Wujud dari wahyu tersebut bisa
bersifat quraniyyah (kitab suci al qur’an) dan/atau kauniyyah (alam semesta). Sejak saat itu,
Natsir dalam pelbagai pidatonya sebagai rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sering
3
menyebut “Wahyu Memandu Ilmu” daripada menyebut naqliyah memandu aqliyah. Ungkapan
tersebut banyak disebut, didiskusikan, didebat dan dikritisi oleh civitas akademika sehingga
secara tidak disadari, konsep WMI justru menjadi popular. Pada tahun 2008, konsep “Wahyu
Memandu Ilmu” tertulis sebagai bagian dari visi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Sejak saat
itu konsep WMI dianggap sebagai jargon kampus dan dianggap identik dengan UIN Sunan
Gunung Djati Bandung. Meskipun begitu, masih ada sejumlah civitas akademika yang merasa
keberatan, kurang setuju, menolak dan menentang konsep WMI ini, mungkin hingga sekarang.
Bahkan pada kurun waktu 2011-2015, WMI tidak dicantumkan dalam Renstra dan tidak
dijadikan visi UIN SGD Bandung (Renstra UIN SGD Bandung 2011-2015). Baru pada tahun
2015-2019, WMI kembali dikukuhkan sebagai visi UIN SGD Bandung (Renstra UIN SGD
Bandung 2015-2019: 4).
Orang-orang yang hanya mempelajarisains Barat Modern (positivistik) dan tidak
mengikuti perkembangan sains Barat postmodern serta kurang memahami dialektika sejarah
intelektual Islam klasik, juga tidak mengalami proses lahirnya konsep “Wahyu Memandu
Ilmu” akan mudah menyangka bahwa orang yang setuju dengan WMI telah terjebak pada
konkordisme (ayatisasi ilmu) dan simplisisme (terlalu menyederhanakan persoalan). Dalam
pandangan mereka, WMI itu tidak lebih dari sekadar menempelkan dalil-dalil naqli (ilmu-ilmu
agama Islam) atau memperlakukan sedemikian rupa dalil naqli (ilmu-ilmu agama Islam)
sebagai sesuatu yang given sehingga ia dengan secara bebas dan mudah dapat menghakimi
dalil-dalil aqli (ilmu-ilmu non agama Islam) sebagai Islami atau tidak. Bagaimana mungkin
dalil naqli yang dalam beberapa proses penyusunan mushaf dan penafsirannya masih
memerlukan peran akal, harus selalu lebih superior dibanding dengan dalil aqli yang sama-
sama bersumber dari Allah swt? Bukankah ini tautologis? Bagaimana mungkin “wahyu” yang
“abstrak”, “ghaib” dan “absolut” itu dapat menjadi “pemandu” bagi ilmu yang kongkret dan
empiris? Bukankah ini akan tiba pada kontradiksi-kontradiksi yang sama sekali tidak masuk
akal? Untuk menjawab persoalan tersebut, Natsir bersama Darun Setiadi membuat suatu
metafora, agar dapat menggali sekaligus menunjukkan sejumlah makna, nilai dan spirit
keilmuan dari konsep Wahyu Memandu Ilmu. Metafora tersebut dilambangkan dengan roda,
sehingga dikenal dengan sebutan “metafora roda Wahyu Memandu Ilmu”.
2.2 Spirit Wahyu Memandu Ilmu dalam Terang Metafor Roda
Wahyu yang besumber dari Allah swt. merupakan titik awal fungsi “memandu” ilmu
dan sebagai titik akhir bagi ilmu yang “dipandu” oleh wahyu. Logika “memandu” dan
“dipandu” secara metaforis dinisbatkan pada fungsi roda sebagai “pengendali” bagi pengemudi
(ilmuwan), “penyalur” tenaga (ilmu), “penopang” kendaraan (akal, indera dan intuisi) dan
4
“penyerap” tekanan atau kejutan dari permukaan jalan (dunia empiris/alam semesta yang
ditangkap oleh akal, indera dan intuisi). Secara mekanis, “daya” ini muncul dari gaya
sentripetal (sentripetal force) yaitu efek gerak melingkar yang menuju pusat putaran dan gaya
sentrifugal (sentrifugal force) yakni efek semu yang ditimbulkannya yang menjauhi pusat
putaran (Bandingkan dengan Natsir, ed., 2008: 135 dan Konsorsium Bidang Ilmu, 2008: 36).
Jadi secara metaforis, spirit utama WMI adalah “memandu”. Agar tidak simplistis maka
maknanya perlu diperluas, misalnya dengan cara-cara berikut ini;

BENTUK DASAR VARIASI PROSES PERLUASAN MAKNA


Wahyu mengendalikan (Wahyu) Iman dan akhlak
1 Ilmuwan yang membingkai perilaku
Ilmuwan dikendalikan sehari-hari Ilmuwan
Wahyu
wahyu
A Memandu
Wahyu menyalurkan (Wahyu) ayat-ayat
Ilmu 2 Ilmu Quraniyyah dan Kauniyyah
Ilmu disalurkan wahyu menginspirasi ilmu
Wahyu menopang akal, Allah sebagai sumber Wahyu
Wahyu 3 indera dan intuisi menciptakan akal, indera &
Dipandu
Ilmu B ilmuwan intuisi dan sebaliknya
Akal, indera dan intuisi akal,indera & intuisi
ilmuwan ditopang wahyu diciptakan Allah
Wahyu menyerap & (Wahyu) Iman & akhlak
4 meredam tekanan meredam dan mencegah
(godaan) dunia godaan dunia sehingga
Tekanan (Godaan) dunia ilmuwan senantiasa beramal
diserap & diredam oleh shaleh dan temuannya
wahyu (context of discovery)
bermanfaat untuk kehidupan

Gambar dan tabel di atas menunjukkan bahwa bentuk dasar “spirit” Wahyu Memandu
Ilmu (WMI) adalah proses “memandu” yang beranalogi dengan gaya sentrifugal dan sentripetal
dalam metafora roda. Relasi “memandu” sebanding dengan gaya sentrifugal sebagai efek semu
yang ditimbulkan oleh poros atau hub atau as sebagai pusat putaran, yang sifat “gerak”-nya
menjauhi pusat putaran. Jadi, pelaku utamanya adalah poros atau hub atau as yaitu “wahyu”
sebagai pusat putaran (bentuk dasar “A”). Sedangkan relasi “dipandu” sebanding dengan gaya
sentripetal yaitu efek gerak melingkar yang menuju pusat putaran. Berarti, tujuan dari efek
gerak melingkar pun adalah poros atau hub atau as sebagai pusat putaran yaitu “wahyu” atau

5
“Sang Pemilik Wahyu” atau “Allah swt”, bukan ilmu atau “ban”. Gaya sentripetal memiliki
“efek terbalik” atau “berlawanan arah”, dengan demikian efek terbalik dari kalimat aktif
“Wahyu Memandu Ilmu” adalah kalimat pasif “ilmu dipandu wahyu” (bentuk dasar “B”).
Dengan metafora roda, UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebenarnya telah memiliki
pondasi yang kuat dan khas untuk membangun paradigma keilmuan nondikotomis sendiri, di
samping “integrasi”, “interkoneksi” dan “pohon ilmu”. Dalam rangka membangun paradigma
tersebut diperlukan analisis filosofis atas sejumlah variasi dan bentuk perluasan makna WMI
itu sendiri agar spirit keilmuan (spirit of science/scientific) lebih ajeg dan konsisten serta
memiliki perbedaan yang mendasar dengan varian paradigma keilmuan nondikotomis lainnya.
2.3 Filsafat Wahyu Memandu Ilmu
Secara tradisional, sistematika filsafat itu terklasifikasi ke dalam tiga bagian besar yaitu
ontologi, epistemologi dan aksiologi (Irawan, 2008). Maka secara sistematis-filosofis, “isi”
atau “volume” yang terkandung dalam “wahyu memandu ilmu” itu terbagi ke dalam tiga
wilayah besar yakni wilayah: 1) ontologi; 2) epistemologi dan 3) aksiologi “Wahyu Memandu
Ilmu”. Bagian dari “wahyu memandu ilmu” yang masuk ke dalam wilayah ontologi adalah
“wahyu” yang berasal dari Allah swt. yang dilambangkan oleh poros, hub atau as roda. Bagian
yang masuk ke dalam wilayah epistemologi adalah “ilmu-ilmu” yang terletak di antara atau
dilambangkan oleh jeruji roda. Sedangkan bagian yang masuk ke dalam wilayah aksiologi
adalah “amal shaleh” yang terletak di dalam atau dilambangkan oleh “ban”. Wilayah-wilayah
tersebut memiliki “ukuran” atau dimensinya masing-masing, yaitu dimensi atributif, normatif
dan substantif, sehingga sistematikanya dapat digambarkan sebagai berikut ini:
Sistematika Filsafat Wahyu Memandu Ilmu
Dimensi atributif

Wilayah Ontologi WMI Dimensi normatif

Dimensi substantif

Dimensi atributif
Wilayah Epistemologi
WMI Dimensi normatif

Dimensi substantif

Wilayah Aksiologi WMI Dimensi atributif

Dimensi normatif

Dimensi substantif

6
Konsep “wahyu”, dalam kajian ontologi bisa bermakna “kongkret” atau “fisik” atau
“materi” dan bisa bermakna “abstrak” atau “non fisik” atau “metafisika” juga “spiritual”. Hal
itu bergantung pada aliran ontologi yang dianut seseorang. Dalam tradisi ontologi, aliran yang
pertama dikenal dengan aliran “materialisme” dan yang kedua dikenal dengan nama
“idealisme”. Jika “wahyu” yang dimaksud adalah al-Qur’an yang berbentuk mushaf dan al
Kaun (alam semesta) maka “wahyu” dalam pengertian ini bersifat fisik. Sebaliknya, jika
“wahyu” yang dimaksud adalah Firman Allah swt yang berada di Lauh al Mahfudz, maka
“wahyu” dalam arti yang demikian itu bersifat abstrak atau metafisis. Dalam hubungannya
dengan konsep “Allah swt” sebagai sumber wahyu, tentu orang lebih banyak memahami
sebagai “Yang Metafisis”, karena “Allah” itu Zat Yang Ghaib dan Satu (tauhid). Dalam tradisi
ilmu-ilmu keagamaan Islam, citra Allah sebagai Yang Satu atau Esa dipelajari dalam ilmu
(sains) tauhid (kalam). Dalam tradisi ilmu umum alam semesta sebagai citra Tuhan ditelusuri
oleh atau dipelajari dalam astrofisika dan/atau kosmologi (filsafat alam). Dalam terang
filsafatWMI maka secara ontologis isi wahyu memandu ilmu adalah “Sains Tauhidullah”.
Artinya, Allah mengemanasi (makna filosofis dari memandu) alam semesta yang dipelajari
oleh ilmuwan sebagai sains kealaman (natural sciences), dan sains alam diemanasi oleh Allah
swt.
Secara epistemologis ilmu-ilmu tentang wahyu/ayat-ayat yang terangkum dalam al Qur’an
dan al Hadis secara historis tersistematisasi dalam ilmu-ilmu agama Islam (Islamic
Studies/Sciences) terutama ‘ulūm al Qur’ān dan ‘ulūm al Hadis, sedangkan wahyu/ayat-ayat
yang berupa di alam semesta terangkum dalam ilmu-ilmu non agama Islam/umum (non Islamic
Studies/Sciences). Berarti epistemologi wahyu memandu ilmu bermakna Islamic studies
memayungi non Islamic studies dan sebaliknya non Islamic Studies dipayungi oleh Islamic
Studies. Sementara, dalam tradisi akademik dan penelitian ada yang disebut payung penelitian.
Berarti, secara epistemologis, isi wahyu memandu ilmu itu bagaimana menempatkan Islamic
studies sebagai payung ilmu dan penelitian bagi (memayungi) ilmu-ilmu non islamic studies
dan sebaliknya ilmu-ilmu non Islamic Studies dipayungi oleh Islamic studies. Pendeknya,
dalam epistemologi WMI, ilmu-ilmu keagamaan Islam harus menjadi core bagi atau dalam
ilmu-ilmu umum.
Secara aksiologis, hasil dari sains tauhidullah itu ilmuwan menjadi ber-iman, sedangkan
hasil dari penelitian ilmuwan menjadi ber-ilmu. Buah dari ilmu dan iman adalah amal shaleh.
Secara aksiologis ketiganya bersatu dalam perilaku ilmuwan yaitu akhlak. Jika baik maka
disebut alakhlak al karimah. Dengan demikian, makna aksiologi wahyu memandu ilmu itu

7
adalah, “al akhlak al karimah membingkai perilaku ilmuwan”. Di samping memiliki
sistematika khusus, filsafat juga memiliki pendekatan yang khas yaitu “kritis”, “reflektif” dan
“radikal”. Dengan begitu, setiap konsep yaitu “wahyu”, “memandu” dan “ilmu” hendaknya
ditelaah secara kritis, reflektif dan radikal, sehingga konsep-konsep tersebut dapat bermakna
mendalam dan meluas sesuai dengan karakternya masing-masing.

Makna Filosofis Wahyu Memandu Ilmu

Dimensi atributif
Ontologi WMI
(Sains Tauhidullah) Dimensi normatif

Dimensi substantif

Dimensi atributif
Epistemologi WMI
(Islamic Studies/Sciences sbg Dimensi normatif
Payung Penelitian/Ilmu)
Dimensi substantif

Dimensi atributif
Aksiologi WMI
Akhlak al Karimah
Dimensi normatif
membingkai Perilaku Ilmuwan

Dimensi substantif

2.4 Pendekatan Penelitian Ilmu-Ilmu Berbasis Spirit Keilmuan Wahyu Memandu Ilmu
Berdasarkan karakteristik keilmuan wahyu memandu ilmu maka metode penelitian
yang dianggap konsisten dengan spirit keilmuan wahyu memandu Ilmu adalah metode
penelitian multidisipliner. Hal ini karena jenis ilmu-ilmu yang dikembangkan di bawah spirit
keilmuan wahyu memandu Ilmu mesti berupa ilmu-ilmu multidisipliner. Karakteristik ilmu-
ilmu mutidisipliner itu memiliki objek yang menggabungkan berbagai sudut pandang, aspek
dan kajian atau bidang ilmu, dan memiliki satu perspektif, tinjauan atau bidang ilmu sebagai
teori utama yang dominan. Jadi karakteristik ilmu-ilmu multidisipliner itu memiliki objek
formal utama, dalam hal ini adalah Islamic studies dan memiliki objek material bermacam-
macam, dalam hal ini ilmu-ilmu non keagamaan Islam. Oleh karena itu ilmu-ilmu
multidisipliner tidak bermaksud mengintegrasikan dengan begitu saja bidang-bidang ilmu,
namun lebih menguatkan suatu bidang ilmu dengan dukungan pelbagai bidang ilmu yang

8
serumpun. Karakteristik lain dari ilmu-ilmu multidisipliner adalah senantiasa berusaha
memecahkan suatu masalah dengan menggunakan berbagai sudut pandang dan banyak ilmu
yang relevan.
Gambar: Karakteristik Penelitian Ilmu-ilmu Berbasis Wahyu Memandu Ilmu

9
BAB III
MODEL INTEGRASI

3.1 Roda Wahyu Memandu Ilmu


Roda merupkan bagian kendaraan yang paling vital. Sebuah kendaraan dapat dikatakan
lengkap, ketika kendaraan tersebut memiliki komponen roda. Secara metaforis, roda dan
bagian-bagiannya merupakan hal yang penting sebagai penggerak kehidupan (Bandingkan
dengan Natsir, ed., 2008: 135 dan Konsorsium Bidang Ilmu, 2008: 36). Dalam konteks Wahyu
Memandu Ilmu, poros roda melambangkan pusat (center) aqidah, syariat dan akhlak atau moral
yang terangkum dalam ayat-ayat quraniyyah dan kauniyyah sebagai wahyu dan semuanya
bersumber dari Allah swt. Pelek roda yang terhubung dengan poros oleh jeruji, melambangkan
rumpun atau bidang atau disiplin ilmu yang berkembang terus hingga saat ini. Ban luar yang
di dalamnya terdapat “iman” melambangkan “pengendali”, sementara “ilmu” sebagai
“penyalur” tenaga atau energi sangat berguna untuk membangun kehidupan yang lebih baik
yakni dengan “amal shaleh” (Bandingkan dengan Natsir, ed., 2008: 135 dan Konsorsium
Bidang Ilmu, 2008: 36).

Gambar Metafora Roda Wahyu Memandu Ilmu

Sumber: Natsir, ed. 2008: 135 dan Konsorsium Bidang Ilmu, 2008: 36

3.2 Piramida Wahyu Memandu Ilmu


Model paradigmatis piramida yang dapat digunakan untuk menjelaskan spirit keilmuan
wahyu memandu ilmu berupa piramida jumlah, energi dan biomassa. Secara umum ada dua
jenis piramida, yaitu piramida tegak dan piramida terbalik. Pada piramida biomassa, piramida
tegak adalah piramida yang massa gabungan dari seluruh produsen lebih besar daripada massa
gabungan dari setiap tingkatan konsumennya. Piramida tegak biasanya menggambarkan

10
sebuah ekosistem darat. Sedangkan piramida terbalik adalah piramida yang menggambarkan
massa gabungan dari produsen-produsennya yang lebih kecil dari massa gabungan dari
konsumennya. Contoh dari piramida ini yaitu ekosistem perairan/piramida ekosistem akuatik.
Piramida dalam spirit keilmuan wahyu memandu ilmu menunjukkan tingkat populasi
ilmuwan di tingkat wilayah yang berbeda (ontologi, epistemologi dan aksiologi) berdasarkan
dimensi (atributif, normatif dan substantif) dengan memperhitungkan tingkat kompleksitas
ilmu (energi) yang harus dikuasai oleh para ilmuwan dan bisa berbanding terbalik dengan
perilaku ilmuwan dalam tingkat wilayah berbeda berdasarkan dimensi yang berbeda pula.
Model paradigmatis ini cocok untuk menjelaskan spirit keilmuan wahyu memandu ilmu
melalui pendekatan sufistik.

Model Paradigmatis Piramida WMI

atributif
Wahyu:
Ayat Wahyu: Ayat
Kauniyyah
Normatif
Kauniyyah &
&
Kauliyyah
Kauliyyah

Substantif

Ilmu dan Ilmu dan


Teknologi Teknologi
substantif

Ilmu,
normatif Iman
Ilmu, Iman dan
Amal Shaleh dan
atributif Amal
Shaleh

3.3 Pendulum Wahyu Memandu Ilmu


Teori bandul pendulum dalam wahyu memandu ilmu digunakan untuk menjelaskan
pergeseran posisi Ilmu Agama (Islam) sebagai salah satu rumpun ilmu menjadi “payung ilmu”
yang konsepnya telah diuraikan dalam filsafat wahyu memandu ilmu. Pasal 10 UU No 12
Tahun 2012 tentang Rumpun Ilmu menunjukkan bahwa ilmu-ilmu yang ada dibagi ke dalam
enam rumpun ilmu, di mana ilmu agama adalah salah satunya.

11
Rumpun Ilmu

Terapan Formal Alam Sosial Humaniora Agama

Berdasarkan Pasal 10 UU No 12 Tahun 2012 tentang Rumpun Ilmu, rumpun ilmu yang
satu dengan lainnya sejajar. Tidak ada superioritas dan sebaliknya subordinasi dalam ilmu.
Akan tetapi sebagai sebuah bentuk pengembangan ilmu yang di dalamnya mengandaikan
adanya distingsi, masuk akal juga ketika sebuah universitas menempatkan ilmu tertentu sebagai
core-nya. Misalnya, ITB (Institut Teknologi Bandung), core-keilmuannya adalah teknologi
(rumpun ilmu terapan) sementara ilmu-ilmu lain sebagai penyeimbang seperti Seni Rupa dan
Kebudayaan,Demikian pula dengan perguruan tinggi keagamaan Islam, UIN Sunan Gunung
Djati Bandung misalnya, sebagai universitas yang bercirikan ke-Islaman, core keilmuannya
adalah Ilmu-Ilmu Agama Islam (rumpun ilmu agama), sementara ilmu-ilmu lain (Psikologi,
Fisika dan Hukum) sebagai pelengkap, penunjang dan penyeimbang. Oleh karena itu, Ilmu-
ilmu agama Islam bisa bertukar posisi dari pelengkap menjadi inti.
Berdasarkan teori bandul pendulum, pertukaran posisi merupakan hal yang sangat alamiah
(mungkin terjadi). Sifat alamiah ini menjadi penanda bahwa alam dan kehidupannya dinamis
dan harmonis. Berarti ilmu-ilmu agama Islam bisa menempatkan diri menjadi titik tumpu
(pusat) pendulum, bukan hanya sebagai bandul pendulum. Saat ilmu-ilmu agama Islam
menjadi inti atau titik tumpu pendulum, maka ilmu-ilmu (rumpun ilmu) lain menjadi bandul
pendulum. Ketika beban (ilmu-ilmu non Agama Islam) digantungkan pada ayunan dan tidak
diberikan gaya, maka benda (katakanlah ilmu alam) akan diam di titik keseimbangan. Jika
beban (ilmu alam) tersebut ditarik dan dilepaskan, maka beban akan bergerak lalu kembali lagi
ke (area ilmu alam). Gerakan beban (ilmu-ilmu non agama Islam) akan terjadi berulang secara
periodik, dengan kata lain beban pada ayunan di atas melakukan gerak harmonik sederhana
dibawah kendali (payung) titik pendulum (ilmu-ilmu agama Islam). Pendulum wahyu
memandu ilmu cocok digunakan untuk menjelaskan spirit keilmuan wahyu memandu ilmu
dengan pendekatan saintis. Dengan mengambil ilmu agama sebagai titik poros ayunan maka
diperoleh “gerak pendulum” pengembangan ilmu-ilmu berbasis wahyu memandu ilmu yaitu:

12
Gerak Pendulum Pengembangan Ilmu-ilmu Berbasis WMI

Ilmu Agama
(Islam)

terapan formal alam Sosial Humaniora

Dari “gerak pendulum” pengembangan ilmu-ilmu berbasis WMI di atas, terbukalah


kesempatan untuk mengembangkan bidang ilmu-ilmu baru yang berbasis spirit keilmuan
wahyu memandu ilmu (ilmu-ilmu agama Islam). Secara praksis sebenarnya ilmu-ilmu tersebut
sudah ada seperti Filsafat Islam, Hukum Islam, Pendidikan Islam dan Sejarah Kebudayaan
Islam namun masih masih memerlukan penelaahan dan penjelasan lebih lanjut agar konsisten
dalam kaidah spirit keilmuan wahyu memandu ilmu. Ada juga kajian yang relatif baru misalnya
sains kealaman Islam (Fisika Islam, Kimia Islam dst) dan Psikologi Islam yang sesungguhnya
berpotensi menjadi bidang ilmu baru, tentu setelah melalui “rekayasa epistemologi” spirit
keilmuan wahyu memandu ilmu.

13
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Aplikasi Model Integrasi dalam Bidang Biologi
4.1.1 Implementasi Wahyu Memandu Ilmu pada Pendidikan Sains Islam
Quran maupun Hadits masih banyak keterangan tentang benda, bukan hanya yang terlibat
analoginya dengan masalah, pangan, sanitasi dan kimia lingkungan, namun juga sains lainnya,
seperti misalnya fisika, biologi, dan geologi. Untuk mengimplementasikan Wahyu Memandu
Ilmu pada Pendidikan Sains Islam diperlukan integrasi antara berbagai sumber daya secara
sinergitas. Semangat interferensi yang terjadi dari berbagai sumber daya akan menimbulkan
kekuatan yang sangat bermanfaat dalam mencerahkan nilai Islam di alam ini. Sumber daya
paling tidak terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya alam. Selain sumber daya
manusia, sumber daya alam menjadi sangat penting dikaitkan dalam hal pengembangan
Pendidikan Sains Islam. Sumber daya alam yang menjadi sumber terjadinya fenomena alam
ciptaan Allah Swt. Sumber daya alam dapat berbentuk: (1) kelompok fauna, (2) kelompok
flora, (3) kelompok non fauna maupun flora. Baik yang bersifat makroskopis maupun yang
mikroskopis.
Kelompok non fauna dan flora seperti fenomena air terjun, aliran fluida, gunung meletus
(QS.[56]:5-6 “Dan gunung-gunung dihancurkan seluluh-luluhnya. Maka jadilah ia debu yang
beterbangan”, kejadian banjir (QS. [11: 43]), kejadian tsunami (QS [80]:3 “Dan apabila lautan
meluap”); kejadian gerhana, kejadian gempa (QS. [7]: 91 “Kemudian mereka ditimpa gempa,
maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam reruntuhan rumah-rumah
mereka”; kejadian angin puting beliung, kejadian longsor, dan sebagainya (Rochman, 2008).
4.1.2 Integrasi Al-Quran dengan Fenomena Alam
Al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat yang menunjuk kepada fenomena alam dan
memerintahkan manusia untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan penciptaan
alam dan merenungkan isinya (Syafi’i, 2000). Secara tegas Allah memerintahkan manusia
untuk belajar terhadap sesuatu, membawa dan menulis hal-hal yang ada disekitarnya, serta
memahami tanda-tanda kekuasaan dan petunjuk dari-Nya. Hanya orang yang beriman dan
berilmu pengetahuan sajalah yang oleh Allah sajalah yang diangkat derajatnya, sehingga hidup
di dunia bahagia dan sejahtera, serta di akhirat sentosa stimulus untuk manusia dalam
mengembangkan IPTEK telah diberikan oleh Tuhan sejak dahulu, yang terlihat dalam firman-
Nya bahwa manusia diberi tantangan untuk melintasi langit dan bumi:

14
“Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, maka linbtasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan
kekuatan.” (QS. Ar-Rahman: 33)
Pencarian kebenaran dalam Al-qur’an yang mutlak ini adalah tugas utama manusia yang
dapat dilaksanakan dalam banyak cara. Semua ini dipandang dalam sebuah ibadah kepada
Tuhan. Dalam pandangan Islam, tujuan pengkajian tentang alam adalah membawa manusia
kepada Tuhan dan mengungkapkan sifat-sifat-Nya.
Menurut Al-Qur’an, kajian tentang fenomena alam mengajarkan kita beberapa pelajaran
penting mengenai beberapa hal, diantaranya asal-usul dan evolusi dunia (QS. Al-‘Ankabut:
20), adanya tata tertib dan harmoni di alam semesta (QS. Al-Furqan: 2), adanya tujuan bagi
alam semesta (QS. Al-‘Anbiya’: 16), pentingnya umat manusia (QS. Al-Isra’: 70), mungkinnya
kebangkitan kembali (QS. Fathir: 9), dan argumen bagi keesaan Tuhan dari kesatuan alam (QS.
Al-‘Anbiya’: 22) (Golshani, 2004).
4.1.3 Ayat Qauliyah dan Kauniyah
Ilmu didalamnya sebenarnya tidak ada pemisahan satu dengan yang lainnya, melainkan
spesialisasi-spesialisasi yang berjalan secara kompetitif dan saling memberikan manfaat dalam
semua aspek kehidupan manusia. Al-Quran pun tidak mengajarkan adanya dikotomi keilmuan.
Al-Quran mengajak orang-orang yang mempercayainya untuk memperhatikan ayat qauliyyah
yang telah diturunkan dengan perantaraan rasul-Nya. Disamping itu, al-Quran juga mengajak
manusia untuk memperhatikan berbagai fenomena alam (ayat kauniyah) sebagai tandatanda
kebesaran-Nya. Itu dapat dibaca, misalnya pada ayat al-Quran yang menyatakan: “Allahlah
yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan izin-
Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di
langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang
berfikir.” (Q.S. Al-Jatsiyah: 12-13)
Pada ayat yang lain, berkaitan dengan hal ini juga ditegaskan secara signifikan seperti
firman-Nya: “…dan Kami turunkan kepadamu risalah ini supaya kamu jelaskan kepada
manusia apa yang sudah diturunkan kepada mereka, dan supaya kamu merenungkan.” (Q.S.
An-Nahl: 44)
Mengacu pada ayat-ayat di atas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya AlQuran
memberikan dorongan cukup tinggi untuk mengembangkan ilmu-ilmu yang bersumber pada
wahyu Allah swt dan ilmu-ilmu yang bersumber pada penalaran. Ilmu yang bersumber pada
wahyu Allah itu jelaslah Al-quran, sedangkan ilmu yang bersumber pada penalaran itu
15
merupakan hasil pemikiran manusia yang dikembangkan secara sistematis dan ilmiah.
Perpaduan antara kedua macam ilmu itulah yang akan membawa pada kemajuan umat manusia
dalam arti yang sesungguhnya.
4.1.4 Al-Quran Sebagai Peneropong Masa Depan
Ayat-ayat tentang sains banyak terungkap di dalam ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat
semacam itu dapat kita pergunakan untuk meneropong masa depan. Kita harus ingat bahwa al-
Quran memuat informasi sains masa depan yang memerlukan usaha keras kita untuk
memahaminya. Sehingga kita tidak boleh memaksakan informasi di dalam al-Quran agar
senantiasa sesuai dengan penemuan sains masa kini. Meskipun demikian, bahasa al-Quran
mudah difahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Para ilmuwan yang telah mempelajari al-
Quran mengungkapkan bahwa alQuran is always one step ahead of science. Ungkapan tersebut
artinya bahwa penjelasan-penjelasan al-Quran selalu selangkah lebih maju dibanding
penemuan penemuan modern. Dengan kata lain, sains selalu tergopoh-gopoh mengikuti
informasi al-Quran. Setiap penemuan hebat abad kontemporer, ternyata sudah dijelaskan oleh
al-Quran sejak abad ke-7 silam. Jelaslah bahwa al-Quran merupakan suatu himpunan informasi
tentang masa lalu, masa kini, sekaligus masa depan yang tak dapat disangkal kebenarannya
(Purwaningrum, 2015).
Sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, IPA menganalisis fenomena alam dan
makhluk hidup (Biologi). Al-Quran menyebutkan: Asal-usul kehidupan dari air (QS. Al-
Anbiya':30); Macam-macam air sebagai sumber kehidupan (QS. Thaha:53; QS. Al-An'am:99;
QS. AlNahl:65; QS. Al-Hajj:5); Dunia tumbuhan yang tumbuh subur karena air (QS.
Fushshilat:39; QS. Qaf: 9-11; QS. Al-An'am:141; QS. Al-Nahl:10- 11); Aneka ragam buah,
bunga, dan hasil panen yang dapat dipetik (QS. Al-Hijr:19; QS. Al-Qamar:49; QS. Ar-Ra'd: 3-
4; QS. Thaha:53; QS. Luqman:10; QS.Hajj:5; QS.asy-Syura:7-8; QS. Al-An'am:95; QS.
Yasin:36); Dunia binatang (QS. Al-Najm: 45-46; QS. Zukhruf: 12; QS. Al-An'am: 38, 142-
144; QS. Al-Nahl: 5-9); Dataran tinggi dan hujan (QS. Al-Baqarah: 265); Banjir (QS. Saba':
15-16); Gerak hewan (QS.Nur: 45); Perkawinan tumbuhan & hewan (QS. Yasin:36; QS. Al-
Hijr: 22).
4.1.4.1 Penerapan Disiplin Biologi, misalnya tentang "Darah"
Darah adalah gabungan dari cairan, sel-sel, dan partikel yang menyerupai sel, yang
mengalir dalam arteri, kapiler, dan vena, yang mengirimkan oksigen dan zat-zat gizi ke
jaringan dan membawa karbondioksida dan hasil limbah lainnya. Dideh adalah darah (ayam,
sapi, kerbau) beku yang dikukus. Darah dan dideh tidak jauh beda. Yang membedakannya
adalah bentuk fisik dan warnanya. Dideh diharamkan karena dari segi sains adanya kandungan
16
yang tinggi dari uric acid, suatu senyawa kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan manusia
seperti anemia, tallasemia, AIDS, dsb. Dapat disimpulkan bahwa darah merupakan media
penularan penyakit yang hebat. Jika kita mengkonsumsi darah, berarti sama saja dengan kita
mengkonsumsi penyakit. Jauh sebelum sains menemukan fakta bahwa darah adalah sumber
penyakit, al-Quran telah menjelaskan pengharaman konsumsi darah sebagaimana disebutkan
dalam QS. Al-Baqarah: 173. (Purwaningrum, 2015).
‫غفُ ۡو ٌر‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫عا ٍد فَ َ َۤل ا ِۡث َم‬
َ ٰ ‫علَ ۡي ِه ا َِّن‬ َ ‫اغ َّو ََل‬ ُ ‫اض‬
ٍ ‫ط َّر غ َۡي َر َب‬ ِ ٰ ‫علَ ۡي ُک ُم ۡال َم ۡيتَةَ َوالد ََّم َولَ ۡح َم ۡالخِ ۡن ِز ۡي ِر َو َما ٓ ا ُ ِه َّل ِب ٖه ِلغ َۡي ِر‬
ۡ ‫ّللاۚ فَ َم ِن‬ َ ‫اِنَّ َما َح َّر َم‬
‫َّرحِ ۡي ٌم‬
“Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa
(memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari makalah ini yaitu:

1. Model integrasi pada metode wahyu memandu ilmu menggunakan model poros roda,
model paragdimatis dan teoti pendulum wahyu memandu ilmu .Model poros roda yang
melambangkan pusat dari aqidah, syariat dan akhlak atau ayat yang terdapat pada
quraniyyah dan kauniyyah sebagai wahyu yang berasal dari Allah, Model paradigmatis
piramida yang dapat digunakan untuk menjelaskan spirit keilmuan wahyu memandu
ilmu berupa piramida jumlah, energi dan biomassa. Teori bandul pendulum dalam wahyu
memandu ilmu digunakan untuk menjelaskan pergeseran posisi Ilmu Agama (Islam) sebagai
salah satu rumpun ilmu menjadi “payung ilmu” yang konsepnya telah diuraikan dalam filsafat
wahyu memandu ilmu.
2. Aplikasi model integrasi dalam bidang biologi adalah diawali dengan bentuk dasar
yaitu dua kalimat "Wahyu Memandu Ilmu" dan "Ilmu Dipandu Wahyu". Dengan
variasi proses yaitu "Wahyu Menginspirasi Ilmu" dan "Ilmu diinspirasi wahyu". Dalam
hal ini perluasan maknanya adalah Ayat Quraniyyah dan Kauniyyah sumber ilmu,
sedangkan ilmu bersumber dari ayat Quraniyyah dan Kauniyyah.

5.2 Saran
Makalah mengenai Model Wahyu Memadu Ilmu masih terdsapat banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah yang perlu diperbaiki oleh penulis. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu diperlukan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca untuk dijadikan bahan evaluasi kedepannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Golshani, Mehdi. 2004. Melacak Jejak Tuhan Dalam Sains. Bandung: Mizan
Irawan., 2008. Pengantar Singkat Ilmu Filsafat. Bandung: Intelekia Pratama.
Konsorsium Bidang Ilmu UIN SGD Bandung, 2008. Transformasi IAIN Menjadi UIN Menuju
Research University. Bandung: Gunung Djati Press...
Natsir, Nanat, Fatah, Ed., 2008. Pengembangan Pendidikan Tinggi Dalam Perspektif Wahyu
Memandu Ilmu, Bandung: Gunung Djati Press.
Pedoman Penyusunan Kurikulum UIN Sunan Gunung Djati Bandung Mengacu Kepada KKNI
Dan SNPT Tahun 2016.
Purwaningrum, Septiana. 2015. Elaborasi Ayat-Ayat Sains dalam Al-Quran: Langkah Menuju
Integrasi Agama dan Sains dalam Pendidikan. Inovatif, 1(1)
Rencana Strategis UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2011-2015.
Rencana Strategis UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2015-2019.
Rochman, Chaerul. 2008. Strategi Penerapan Spirit Keilmuan Wahyu Memandu Ilmudalam
Bidang Ilmu Pendidikan Sains Islam Di Kampus Uin Sunan Gunung Djati. Bandung.
Bandung: UIN SGD
S. Praja, Juhaya., 2005. Universitas Islam Negeri Mengintegrasikan Ilmu (Sains Tauhidullah),
Bandung: IAIN SGD Bandung.
Safei, A. A. (2017). Sosiologi Islam. Bandung: Simbiosa.
Suguda Press., 2006. Research University Konsep dan Model Kajian Keilmuan dalam
Pengembangan UIN SGD Bandung. Bandung: Suguda Press.
Syafi’i, Imam. 2000. Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an: Telaah Pendekatan Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: UII Press.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Wicaksono, M. J. A. 2019. Perilaku Kunci Pembelajaran Efektif dalam Konsep Wahyu
Memandu Ilmu (Wmi). Jurnal As-Salam, 3(3), 90-101.

19

Anda mungkin juga menyukai