Anda di halaman 1dari 100

Agar Perbuatan Kita Menjadi Amal Yang Baik

Mar 1, '07 12:26 PM

for everyone
Ketika saya masih kuliah, saya punya teman namanya katakanlah lala (maaf ini bukan
nama sebenarnya) Lala adalah seorang gadis yg cantik dan menarik. Tidak sedikit temen
cowok yg jatuh hati padanya. Banyak yg suka padanya karena selain cantik lala juga
ramah dan supel. Lala selalu berpenampilan modis dan seksi..hmm. Hingga suatu hari
terjadi perubahan. Lala yg biasanya selalu berpenampilan hmmm tersebut, hari itu
tampak lebih anggun dan kalem. Lala sudah menutup aurat!!

Entah angin apa yg

membuat lala mengubah penampilannya, tapi yg pasti saya termasuk orang yg suka
atas perubahannya itu. Iseng2 saya cari tau, apa yg membuat lala berubah. Akhirnya
saya pun jadi ngerti kenapa lala seperti itu. Lala mengubah gaya busananya karena dia
telah jatuh hati melihat seorang muslimah yg berjilbab. Dalam pandangan lala muslimah
itu keliatan anggun, tenang, dan nyaman dipandang. Tergelitiklah hati lala untuk
mengikuti jejak mulia muslimah tersebut. Tanpa pikir panjang, lala pun segera mencari
pakaiannya yg agak longgar dan membeli kerudung untuk menutupi rambutnya yg
hitam panjang itu. Ucapan selamatpun disampaikan ke lala, lala merasa bahagia. Ketika
satu minggu berjalan, tiba-tiba lala tidak lagi tampil dengan busana muslimahnya, lala
sudah kembali ke lala yg berpenampilan modis dan seksi. Sungguh banyak yg kaget
termasuk saya, apa lagi yg membuat lala bisa seperti itu? Lagi2 saya pun mencoba
mencari tau jawabannya, ternyata lala merasakan selama dia berjilbab bukan
ketenangan yg didapatkan, bukan pula rasa nyaman tetapi justru setelah berjilbab,
banyak orang bilang kalau lala keliatan tua dengan busana barunya itu, dan lala keliatan
lebih cantik dengan rambut indahnya. Banyak orang yg mencemoohnya, ada yg bilang
lala kunolah, gak gaullah, dan seabrek kata2 lainnya yg membuat lala menjadi goyah
dan akhirnya pusing. Hal itulah yg membuat lala merasa tidak tenang dan nyaman.
Ditambah lagi rambutnya yg menjadi rontok dan ketombean. Akhirnya lala pun
meninggalkan jilbabnya.
Cerita tersebut mungkin saat ini sudah jarang terjadi, karena alhmadulillah saya melihat
sudah banyak muslimah yg menutup auratnya.Tapi tidak pada jaman saya kuliah dahulu,
yg namanya jilbab masih dianggap langka dan aneh. Wajar saja kalau ternyata muncul
kejadian seperti yg dialami lala.
Peristiwa yg dialami lala telah menyadarkan saya, bahwa dalam melakukan suatu
perbuatan jangan melupakan 2 hal, yang mana jika 2 hal ini terpenuhi maka perbuatan

kita adalah termasuk perbuatan yg baik(ihsanul amal) dan insya Allah langgeng.
Adapun 2 hal tersebut adalah:
1. Niat dari perbuatan. Ketika hendak melakukan sesuatu, kita niatkan itu semata2 ikhlas
karena Allah,hanya mengharapkan keridoanNya bukan karena ingin dipuji manusia atau
karena sekedar mengikuti tren. Andai saja lala meluruskan niatnya kembali bahwa dia
menutup aurat bukan karena ingin seperti muslimah yg pernah ia lihat,yg keliatan
anggun,tenang dan nyaman dilihat. Tapi adalah semata2 karena ia tau itu adalah
perintah Allah yg harus ia lakukan sekalipun berat. Ketika lala berniat untuk berjilbab ia
berharap ia akan mendapatkan ketenangan dan kenyamanan.Tapi sayangnya hal itu
tidak ia dapatkan, akhirnya begitu mudahnya lala melepaskan kembali busana
muslimahnya. Kalau saja lala niatkan berjilbab itu ikhlas karena Allah semata-mata untuk
mendapatkan ridoNya maka saya yakin lala pasti kuat menghadapi segala
ketidaknyamanan yg dia dapatkan selama berjilbab. Karena Allah telah berjanji pada
hambaNya... "Aku adalah berdasarkan kepada sangkaan hambaKu terhadapKu. Aku bersamanya ketika
dia mengingatiKu. Apabila dia mengingatiKu dalam dirinya, nescaya aku juga akan mengingatinya dalam
diriKu. Apabila dia mengingatiKu dalam suatu kaum, nescaya Aku juga akan mengingatinya dalam suatu
kaum yang lebih baik daripada mereka. Apabila dia mendekatiKu dalam jarak sejengkal, nescaya Aku akan
mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, nescaya Aku akan mendekatinya
dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepadaKu dalam keadaan berjalan seperti biasa, nescaya Aku
akan datang kepadanya dalam keadaan berlari-lari

".

Allah pasti akan menolong hambaNya yg telah rela dan ikhlas menjalankan syariatNya
InsyaAllah jika kita berbuat diniatkan ikhlas karena Allah, tidak mengharap pujian
manusia maka kita akan kuat menghadapi setiap masalah yg dihadapi dan menganggap
masalah itu sebagai ujian hidup yg harus dilalui dengan sabar.
2. Selain niat adalah bagaimana caranya kita melakukan perbuatan itu. Belumlah cukup
hanya dg niat saja sekalipun niatnya melakukan sesuatu sudah benar, tanpa didukung
dg hal yg kedua ini. Perbuatan yg dilakukan tanpa melihat apakah caranya sudah benar
atau salah sekalipun niatnya benar maka belum sempurna perbuatan itu. Misalnya ada
seorang bapak yg pengen menafkahi keluarganya tapi dilalui dengan cara mencuri atau
berjudi.Tentu saja amal ini menjadi tertolak karena ditempuh dg cara yg tidak benar
sekalipun niatnya sangat mulia yaitu ingin menafkahi keluarganya. So.perbuatan yg
baik itu mau gak mau harus memenuhi 2 hal tersebut yaitu diniatkan ikhlas karena Allah
dan dilakukan dg cara yg benar yaitu sesuai dengan perintah dan laranganNya.
Rasulullah saw bersabda:

Barang siapa yang melakukan sesuatu amal yang bukan perintah kami(Allah
dan RasulNya), maka amalan itu tertolak. Hadis riwayat Muslim
Dengan demikian ketika hendak melakukan sesuatu hendaklah kita mencari tau terlebih
dahulu apakah perbuatan yg kita lakukan itu sudah dilakukan dengan benar sesuai
perintahNyamisalnya ketika ingin berjilbab selain niatnya ikhlas karena Allah juga
caranya berjilbab pun sudah sesuai dengan perintah Allah jangan hanya mengikuti tren
mode saja ternyata gak sesuai dengan aturan yg diberikanNya.Atau ketika ingin bekerja
mencari rejeki maka niat dan caranya sudah benar ,misalnya dengan bekerja menjadi
tenaga pengajar, jualan makanan yg halal dsb. Nah untuk bisa melakukan perbuatan
dengan cara yg benar maka kita terlebih dahulu ngerti ilmunya ttg apa2 saja yg
termasuk perintah dan laranganNya. Apakah perbuatan yg hendak dilakukan sudah
sesuai syariatNya ? Dan untuk bisa ngerti ilmunya maka mau gak mau ditempuh dg
belajar ttg tsaqofah islam(ilmu pengetahuan islam). Medianya, bisa dengan baca buku,
mengikuti pengajian agama secara rutin, diskusi dengan ahli agama,dll.
InsyaAllah dengan bekal ilmu agama yg kita miliki, kita tidak akan tersesat dalam
bertindak
Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi niat dan perbuatan kita amin.
Wallhu a'lam bi ash-shawb

BAIK DAN HALAL ADALAH SYARAT DITERIMANYA DOA


Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas




:






:






: (( ayat



: ((Qs al-Mu'minn/23 ayat 51)) Qs al-Baqarah/2




172-))



:
:


















Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
besabda:
"Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya
Allah Taala memerintahkan kepada kaum mukminin seperti yang Dia perintahkan

kepada para rasul. Maka, Allah Taala berfirman, Wahai para rasul! Makanlah dari
(makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan Qs al-Mu'minn/23 ayat 51- dan
Allah Taala berfirman,Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari rizki yang baik
yang Kami berikan kepada kamu Qs al-Baqarah/2 ayat 172- kemudian Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang lama bepergian; rambutnya
kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, Wahai Rabb-ku, wahai
Rabb-ku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan
diberi kecukupan dengan yang haram, bagaimana doanya akan dikabulkan?
TAKHRJ HADITS
Hadits ini shahh, diriwayatkan oleh:
1. Muslim, no. 1015.
2. Ahmad, II/328.
3. At-Tirmidzi, no. 2989.
4. Ad-Drimi, II/300.
5. Al-Baihaqi, III/346.
6. Al-Bukhri dalam kitab Raful Yadaini fish-Shalh, no. 158.
SYARAH HADITS
Pertama : Mensucikan Allah Taala Dari Segala Kekurangan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mensucikan diri-Nya dari segala kekurangan dan aib.
Allah Tala telah mensucikan dirinya dari memiliki isteri dan anak, Allah Tala
berfirman:

"Dan mereka berkata, "(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak". Sungguh, kamu
telah membawa sesuatu yang sangat mungkar, hampir saja langit pecah, bumi terbelah,
dan gunung-gunung runtuh (karena ucapan itu), karena mereka menganggap (Allah)
Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha
Pengasih mempunyai anak". [Maryam/19:88-92]
Allah Tala juga mensucikan diri-Nya sendiri dari sifat zhalim. Allah Tala berfirman:
"Sungguh, Allah tidak menzhalimi seseorang walaupun sebesar dzarrah . [anNis`/4:40]

Dan selainnya dari ayat-ayat Al-Qur`n yang Allah Taala mensucikan diri-Nya dengannya
dari segala hal yang tidak sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.
Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam,

( sesungguhnya Allah itu baik),

adalah bentuk pensucian beliau terhadap Allah Taala dari segala kekurangan dan aib.
Sebab, makna thayyib (baik) ialah suci dan bersih dari segala aib dan kekurangan.[1]
Kedua : Makna Hal-Hal Yang Baik.
Ada hadits tentang sedekah yang semakna dengan hadits ini, yaitu Sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, Tidaklah seseorang bersedekah dengan sedekah dari
pendapatan yang baik, dan Allah tidak menerima kecuali yang baik-baik . [2]
Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima sedekah kecuali sedekah yang
berasal dari pendapatan yang baik dan halal.
Ada yang mengatakan, maksud hadits yang sedang kita bahas, yaitu hadits, Allah tidak
menerima kecuali yang baik. Itu lebih luas, maksudnya ialah bahwa Allah tidak
menerima amal perbuatan kecuali amal perbuatan yang baik dan bersih dari semua hal
yang merusaknya seperti riya dan ujub. Allah juga tidak menerima harta kecuali harta
yang baik dan halal. Jadi, kata baik atau suci itu disifatkan pada amal perbuatan,
perkataan, dan keyakinan. Ketiga hal tersebut (yakni keyakinan, perbuatan, dan
perkataan) terbagi dalam dua bagian: baik dan buruk.
Ada yang mengatakan, sifat baik (dalam hadits ini) masuk dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala :
"Katakanlah (Muhammad), "Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik, meskipun
banyaknya keburukan itu menarik hatimu [al-Midah/5:100]
Allah Tala membagi perkataan menjadi dua jenis, baik dan buruk, seperti firman-Nya:
"Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat, dan cabangnya (menjulang) ke langit."

[Ibrhm/14:24]
Juga firman-Nya:
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk".[Ibrhm/14:26]
Dan firman-Nya:
" Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik dan amal kebajikan Dia
akan mengangkatnya " [Fthir/35:10]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam disifati sebagai orang yang menghalalkan hal-hal
yang baik dan mengharamkan hal-hal yang buruk. Allah Taala berfirman:
" Yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang
buruk bagi mereka"[al-Arf/7:157]
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyifati kaum mukminin sebagai orang-orang yang baik.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik "[anNahl/16:32].
Jadi, hati, lidah, dan tubuh orang mukmin itu baik karena iman yang bersemayam di
hatinya. Dzikir pun terlihat di lidahnya dan amal-amal shalih -yang merupakan buah
iman dan masuk dalam namanya- juga terlihat pada tubuhnya. Semua hal-hal yang baik
tersebut diterima Allah Azza wa Jalla.[3]
Ketiga : Memakan Yang Halal.
Di antara hal teragung yang menghasilkan amal yang baik bagi seorang mukmin ialah
makanan yang baik dan berasal dari sumber yang halal. Dengan makanan yang baik
amalnya jadi berkembang.
Dalam hadits di atas terdapat isyarat bahwa amal tidak diterima dan tidak berkembang

kecuali dengan memakan makanan yang halal, dan bahwa makanan haram itu merusak
amal dan membuatnya tidak diterima. Setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda sesungguhnya Allah tidak menerima kecuali yang baik, beliau bersabda
bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kaum mukminin seperti yang Dia
perintahkan kepada para rasul. Allah Tala berfirman:

"Wahai para rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan"
[al-Mu`minn/23: 51]
Maksudnya, bahwa para rasul dan umat mereka masing-masing diperintahkan memakan
makanan yang baik yang merupakan makanan yang halal. Mereka juga diperintahkan
beramal. Jika makanannya halal, maka amalnya shalih dan diterima. Sebaliknya, jika
makanannya tidak halal, bagaimana amal bisa diterima?
Setelah itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan tentang doa. Bagaimana doa
tersebut diterima dengan sesuatu yang haram? Itu sebuah perumpamaan tentang tidak
diterimanya amal jika makanan pelakunya adalah haram.
Keempat : Tidak Diterima Mempunyai Dua Makna.

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
( tidak menerima kecuali
yang baik). Terdapat banyak hadits yang serupa dengan hadits ini, yang di dalamnya
terdapat pernyataan tidak diterimanya sebagian dari amal perbuatan dan perkataan. Hal
itu karena pelakunya terjatuh dalam larangan atau menyepelekan syarat atau rukun dari
amalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Rabb-nya Azza wa Jalla . Maka, harus
dipahami makna tidak diterimanya suatu amalan seperti yang dipahami oleh para
ulama.
Tidak diterimanya suatu amalan memiliki dua makna:
1. Tidak diterima dalam artian tidak mendapat pahala dan ganjaran, namun amalan
yang wajib telah gugur darinya, contohnya sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
:
.

"Barang siapa yang mendatangi tukang ramal (dukun), kemudian bertanya kepadanya
tentang sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh malam". [4]
2. Tidak diterima dalam artian tidak sah dan batal, seperti sabda Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam :


.





"Allah tidak menerima shalat seorang dari kalian jika dia berhadats sampai dia
berwudhu" [5]

Makna tidak diterima dalam sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

(tidak menerima kecuali yang baik), ialah tidak diperolehnya pahala dan ganjaran,
keridhaan, pujian, dan sanjungan dari Allah di sisi para malaikat. Adapun dari segi
diterimanya shadaqah dari harta yang haram maka itu tidak bisa diterima, hal itu
berdasarkan sabda Rasulullah:

.







"Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan shadaqah dari ghull (mengambil harta
rampasan perang sebelum dibagikan)."[6]
Maksud yang sesungguhnya, wallahu alam, ialah tidak diterima dengan makna pertama
atau kedua. Itulah, wallahu alam, yang dimaksud firman Allah Taala:
" Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa". [al-M`idah/5:27).
Oleh karena itu, ayat itu di atas sangat ditakuti generasi Salaf. Mereka khawatir tidak
termasuk orang-orang yang bertakwa dan takut jika amal mereka tidak diterima.
Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya tentang makna al-muttaqn (orang-orang
yang bertakwa) pada ayat di atas kemudian ia menjawab: Yaitu orang yang menjaga
dirinya dari hal-hal (yang syubhat) kemudian tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang
tidak halal baginya. [7]

Abu Abdullah as-Saji rahimahullah berkata, Ada lima hal, yang dengannya amal menjadi
sempurna: (1) beriman dengan mengenal Allah Azza wa Jalla , (2) mengenal kebenaran,
(3) mengikhlaskan amal karena Allah, (4) beramal sesuai dengan Sunnah, dan (5)
memakan yang halal. Jika salah satu dari kelima hal tersebut ada yang hilang, amal
menjadi tidak naik. Jika engkau mengenal Allah Azza wa Jalla, namun tidak mengenal
kebenaran, engkau menjadi tidak berguna. Jika engkau mengenal Allah dengan
mengenal kebenaran, namun tidak mengikhlaskan amal, engkau menjadi tidak berguna.
Jika engkau mengenal Allah, mengenal kebenaran, dan mengikhlaskan amal, namun
tidak sesuai dengan Sunnah, engkau menjadi tidak berguna. Jika engkau memenuhi
keempat syarat tersebut, namun makananmu tidak halal, engkau menjadi tidak
berguna.[8]
Adapun sedekah dengan uang haram, maka tidak diterima seperti disebutkan dalam
Shahh Muslim dari Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang bersabda:

.







"Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan sedekah dari ghull (mengambil harta
rampasan perang sebelum dibagikan)." [9]
Dalam Shahh al-Bukhri dan Shahh Muslim disebutkan hadits dari Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Tidaklah
seseorang bersedekah dengan sedekah dari pendapatan yang baik (halal) dan Allah
tidak menerima kecuali yang baik- melainkan sedekah tersebut diambil oleh (Allah) Yang
Maha Pengasih dengan tangan kanan-Nya . [10]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:













.




"Barang siapa mengumpulkan harta yang haram, kemudian bersedekah dengannya, ia
tidak mendapatkan pahala di dalamnya dan dosa menjadi miliknya. " [11]

Disebutkan dalam hadits-hadits mursal al-Qsim bin Mukhaimirah bahwa Rasulullah


Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa memperoleh harta dari perbuatan
dosa, lalu menyambung kekerabatan dengannya, atau bersedekah dengannya, atau
menginfakkannya di jalan Alah, maka Allah mengumpulkan semua itu lalu melemparnya
ke neraka Jahannam dengannya.[12]
Diriwayatkan dari Abu Darda` dan Yazd bin Maisarah bahwa keduanya mengumpamakan
orang yang mendapatkan harta tidak halal kemudian bersedekah dengannya seperti
orang yang mengambil harta anak yatim kemudian membeli pakaian dan
memakaikannya kepada janda-janda.[13]
Ibnu Abbs Radhiyallahu 'anhu ditanya tentang orang yang beramal. Namun,
sebelumnya ia berbuat zhalim dan mendapatkan harta haram lalu bertaubat. Ia
melaksanakan ibadah haji, memerdekakan budak, dan bersedekah dengan harta
tersebut? Ibnu 'Abbs menjawab: Sesungguhnya keburukan tidak bisa dihapus dengan
keburukan.[14]
Ibnu Masd juga berkata: Sesungguhnya keburukan tidak bisa dihapus dengan
keburukan dan hanya kebaikan yang bisa menghapus keburukan. [15]
Ketahuilah bahwa bersedekah dengan uang haram itu terjadi dalam dua bentuk:
Pertama : Pencuri, pengkhianat, perampas, perampok, koruptor, dan selainnya
bersedekah dengan harta yang haram atas namanya sendiri. Inilah yang dimaksudkan
hadits di atas bahwa sedekah tidak diterima darinya dalam arti ia tidak diberi pahala
karenanya, justru ia berdosa karena ia menggunakan harta orang lain tanpa seizinnya.
Pemilik harta (orang yang hartanya dicuri) tersebut juga tidak mendapatkan pahala,
karena sedekah tersebut tidak karena maksud dan niatnya. Itulah pendapat sejumlah
ulama, di antaranya Ibnu 'Aql dari Hanabilah-.
Dari Zaid bin al-Akhnas al-Khuzi rahimahullah bahwa ia bertanya kepada Sad bin alMusayyib rahimahullah : Aku menemukan barang tercecer, apakah aku boleh
bersedekah dengannya? Sad bin al-Musayyib menjawab: Engkau dan pemiliknya tidak

diberi pahala. Bisa jadi, yang dimaksud Sad bin al-Musayyib ialah orang tersebut
bersedekah dengan barang tersebut sebelum mengumumkannya.
Jika penguasa atau salah seorang pejabatnya mengambil uang dari Baitul-Ml yang
bukan haknya kemudian bersedekah, atau memerdekakan budak dengannya, atau
membangun masjid atau lain-lain yang manfaatnya dirasakan manusia, maka yang
diriwayatkan Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma ialah bahwa ia seperti perampas jika ia
bersedekah dengan uang hasil rampasannya. Itu pula yang dikatakan Ibnu Umar kepada
Abdullah bin Amir, Gubernur Basrah. Menjelang kematiannya, orang-orang berkumpul
di tempat Abdullah bin Amir dan menyanjungnya atas kebaikannya. Di sisi lain, Ibnu
Umar diam. Abdullah bin Amir meminta Ibnu Umar bicara, kemudian Ibnu Umar
meriwayatkan hadits untuk Abdullah bin Amir: Allah tidak menerima harta sedekah
dari ghull (pencurian harta rampasan perang sebelum dibagikan). Setelah itu, Ibnu
Umar berkata kepada Abdullah bin Amir: Dan engkau adalah Gubernur Basrah. [17]
Sejumlah orang yang sangat wara, seperti Thwus rahimaullah dan Wahib bin al-Ward
rahimahullah, tidak mau memanfaatkan apa saja yang dibuat oleh para raja. Sedang
Imam Ahmad, ia memberi rukhshah (dispensasi) terhadap fasilitas-fasilitas umum yang
dibuat para raja. Misalnya, masjid, jembatan, dan pabrik, karena hal-hal tersebut
dibangun dari harta fai, terkecuali jika seseorang yakin betul bahwa mereka
membangunnya dengan uang haram, misalnya uang dari pajak, bea cukai, harta
rampasan, dan lain sebagainya, maka ia tidak boleh memanfaatkan sesuatu yang
dibangun dengan harta haram. Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma mengecam para
gubernur yang mengambil uang dari Baitul-Ml untuk kepentingan pribadi dan klaim
mereka bahwa apa yang mereka kerjakan setelah itu dengan uang tersebut adalah
sedekah dari mereka. Itu mirip dengan harta rampasan. Kecaman sejumlah ulama
terhadap pembangunan masjid-masjid oleh para raja tidak lain karena sebab ini.
Jika uang tersebut haram atau hasil rampasan, maka semua penggunaan uang tersebut
haram. Uang tersebut seterusnya dikembalikan kepada pemiliknya atau ahli warisnya.
Jika pemilik uang tersebut atau ahli warisnya tidak diketahui, uang tersebut dikembalikan
ke Baitul-Ml dan digunakan untuk kemashlahatan umum atau sedekah.
Kedua : Penggunaan perampas terhadap harta yang dirampasnya. Jika ia

menyedekahkannya atas nama pemiliknya karena ia tidak bisa mengembalikannya


kepada pemiliknya atau ahli warisnya, itu diperbolehkan menurut sebagian besar ulama,
di antaranya Imam Maalik, Abu Hanfah, Ahmad dan selain mereka.
Imam Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata bahwa Imam az-Zuhri, Mlik, ats-Tsauri, alAuzi, dan al-Laits berpendapat bahwa jika para tentara telah berangkat, sedang
pencuri rampasan perang tidak bisa menyusul mereka, ia harus menyerahkan seperlima
hasil curiannya dari rampasan perang dan bersedekah dengan sisanya.[18]
Pendapat yang sama diriwayatkan dari Ubdah bin ash-Shmit, Muwiyah, dan alHasan al-Bashri. Pendapat tersebut mirip dengan pendapat Ibnu Masd dan Ibnu Abbs.
Mereka berdua berpendapat bahwa seseorang harus bersedekah dengan uang yang
tidak ia ketahui siapa pemiliknya. Para ulama juga sepakat tentang dibolehkan sedekah
dengan luqathah (barang temuan) setelah diumumkan kepada khalayak dan pemiliknya
tidak bisa diketahui. Jika pemilik luqathah datang, para ulama memberinya hak pilih
antara pahala atau pengganti. Harta rampasan juga begitu.
Diriwayatkan dari Mlik bin Dinr rahimahullah, dia berkata bahwa aku pernah bertanya
kepada Atha` bin Abi Rabh rahimahullah tentang orang yang memegang harta haram,
tidak mengetahui siapa pemiliknya, dan ingin terbebas darinya. Atha' bin Abi Rabh
berkata: Ia menyedekahkannya namun aku tidak berkata itu sah baginya.
Imam Mlik rahimahullah berkata: Perkataan Atha' bin Abi Rabh tersebut lebih aku
sukai daripada emas seberat perkataan tersebut.
Sufyan rahimahullah juga berkata seperti itu tentang orang yang mendapat warisan dari
ayahnya dan dulu ayahnya menjual barang kepada orang yang bermuamalah dengannya
dimakruhkan. Sufyan rahimahullah berkata: Ia bersedekah sebesar keuntungan dan
mengambil sisanya. Pendapat yang sama juga diriwayatkan dari sejumlah sahabat, di
antaranya Umar bin Khaththb Radhiyallahu 'anhu dan Abdullah bin Yaziid al-Anshri.
Pendapat yang masyhur dari Imam asy-Syfii rahimahullah tentang harta haram ialah
harta tersebut dijaga dan tidak disedekahkan hingga pemiliknya diketahui.

Tentang orang yang memegang harta haram dan tidak mengetahui pemiliknya, alFudhail bin Iydh rahimahullah berpendapat bahwa ia harus merusaknya, membuangnya
ke laut, dan tidak bersedekah dengannya. Al-Fudhail bin Iydh berkata: Orang tersebut
tidak bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan harta yang halal.
Pendapat yang benar ialah harta tersebut disedekahkan. Karena, merusak dan
manghambur-hamburkan harta dilarang agama, menyimpannya selama-lamanya juga
membuatnya rusak, dan menimbulkan kegelapan pada orang yang bersangkutan.
Sedekah dengan harta tersebut bukan atas nama orang yang mendapatkannya. Sebab,
jika itu terjadi berarti ia bertaqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan harta
haram, namun sedekah tersebut atas nama pemiliknya agar manfaatnya di akhirat bisa
ia rasakan karena ia tidak merasakannya di dunia.[19]
Kelima : Sebab-Sebab Dikabulkannya Doa.
Ucapan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menyebutkan orang yang lama bepergian, rambutnya kusut, berdebu, dan
menengadahkan kedua tangannya ke langit, 'Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku,' padahal
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan diberi makan dengan
yang haram, bagaimana doanya dikabulkan?
Dengan hadits di atas, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menunjukkan etika
berdoa, sebab-sebab yang menjadikan doa dikabulkan, dan sebab-sebab yang
menjadikan doa seseorang itu tidak dikabulkan. Dalam hadits di atas, Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menyebutkan empat hal yang membuat doa dikabulkan, yaitu:
a). Lama bepergian.
Bepergian itu sendiri menyebabkan doa dikabulkan seperti terlihat pada hadits Abu
Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


.







:




"Tiga doa yang dikabulkan dan tidak ada keraguan di dalamnya: (1) doa orang yang
terzhalimi, (2) doa musafir (orang yang sedang bepergian jauh), dan (3) doa seorang
ayah untuk anaknya." [20]

Dalam riwayat lain disebutkan, doa keburukan seorang ayah untuk anaknya.
Jika seseorang telah lama bepergian, doanya sangat mungkin dikabulkan karena dugaan
kuat orang tersebut sedih karena lama terasing dari negerinya dan mendapatkan
kesulitan. Sedih adalah sebab terbesar yang membuat doa dikabulkan.
b). Terjadinya keusangan pada pakaian dan penampilan dalam bentuk rambut kusut dan
berdebu.
Hal ini juga membuat doa terkabul seperti terlihat pada hadits yang masyhur, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersabda:



.




"Bisa jadi orang yang rambutnya kusut, berdebu, mempunyai dua pakaian lusuh, dan
pintu-pintu tertutup baginya, namun jika ia berdoa kepada Allah, Dia pasti
mengabulkannya" [21]
Ketika Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar rumah untuk mengerjakan shalat Istisqa,
beliau keluar dengan pakaian lusuh, tawadhu`, dan merendahkan diri.[22]
Keponakan Mutharrif bin Abdullah dipenjara, kemudian Mutharrif bin Abdullah
rahimahullah mengenakan pakaian usang miliknya dan mengambil tongkat dengan
tangannya. Dikatakan kepadanya, Kenapa engkau berbuat seperti itu? Mutharrif bin
Abdullah menjawab, Aku merendahkan diri kepada Rabb-ku, mudah-mudahan Dia
memberi syafaat kepadaku untuk keponakanku.[23]
c). Menengadahkan kedua tangan ke langit.
Ini termasuk adab berdoa, dan dengan cara seperti itu, diharapkan doa tersebut
dikabulkan. Disebutkan dalam sebuah hadits dari Salmn Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya Allah Maha Pemalu dan Maha Mulia. Dia malu bila seseorang
menengadahkan kedua tangan kepada-Nya, namun Dia mengembalikan keduanya dalam
keadaan kosong tidak mendapatkan apa-apa." [24]
Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari hadits Anas bin Mlik[25], Jbir[26], dan
selain keduanya.
Cara Menengadahkan Tangan Dalam Berdoa.
Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua pundak dengan
menghadapkan kedua telapak tangan ke langit dan menghadapkan bagian luarnya ke
tanah. Menengadahkan kedua tangan seperti itu diperintahkan dalam banyak hadits
ketika seseorang berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dari Ibnu Umar,
Abu Hurairah dan Ibnu Sirn bahwa itulah doa dan permintaan kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Menengadahkan kedua tangan sejajar dengan pundak dan menghadapkan bagian luar
tangan ke arah kiblat ketika menghadap ke sana dan menghadapkan bagian dalam
tangan ke wajah [27]. Salah seorang generasi salaf berkata,Menengadahkan kedua
tangan seperti itu adalah sikap merendahkan diri.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menengadahkan kedua tangan beliau dengan tinggi
ketika shalat Istisqa` hingga ketiak beliau yang putih bersih terlihat. Yaitu, dengan
menghadapkan bagian luar telapak tangan ke langit dan bagian dalamnya menghadap
ke tanah.[28]
Menengadahkan kedua tangan dengan posisi tangan bagian dalam menghadap ke
langit dan bagian luarnya menghadap ke tanah. Salah seorang dari generasi Salaf
berkata, Menengadahkan kedua tangan seperti itu adalah meminta perlindungan
kepada Allah Azza wa Jalla dan berlindung diri kepada-Nya. Diriwayatkan dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa jika beliau berlindung diri kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala, beliau menengadahkan kedua tangan seperti itu.[29]
Beristighfar dengan berisyarat satu jari. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam bahwa beliau berbuat seperti itu ketika beliau berada di atas mimbar.[30]

Adapun ibtihl (yaitu istighatsah) dengan mengangkat tangan tinggi-tinggi.[31] Beliau


menengadahkan kedua tangan beliau pada Perang Badar guna meminta pertolongan
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas kaum musyrikin hingga pakaian beliau jatuh dari
kedua pundak beliau.[32]
d). Terus-menerus berdoa kepada Allah Taala dengan mengulang-ulang kerububiyyahanNya.
Cara seperti ini termasuk aspek penting yang membuat doa terkabul.
Ath-Thabrni dan lain-lain meriwayatkan hadits dari Saad bin Khrijah Radhiyallahu
'anhu, dia berkata, Salah satu kaum mengeluhkan ketiadaan hujan kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau bersabda, Kumpulkan rombongan
kepadaku dan katakan, Rabbi Rabbi.... Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengangkat jari telunjuk ke langit kemudian mereka diberi hujan hingga mereka ingin
air hujan tersebut diberhentikan dari mereka. [33]
Yazid ar-Raqqsyi rahimahullah berkata, dari Anas bin Mlik, Tidaklah seorang hamba
berkata Rabb (wahai Rabb-ku), Rabb (wahai Rabb-ku), melainkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman kepadanya, Aku penuhi panggilanmu, Aku penuhi panggilanmu.
Diriwayatkan dari Abu ad-Darda` dan Ibnu Abbas bahwa keduanya berkata: Nama Allah
terbesar ialah Rabb (wahai Rabb-ku), Rabb (wahai Rabb-ku).
Disebutkan dari Athaa` rahimahullah, ia berkata: Tidaklah seorang hamba berkata
Rabb, Rabb hingga tiga kali melainkan Allah melihatnya.[34].
Perkataan tersebut disebutkan kepada al-Hasan rahimahullah kemudian al-Hasan
berkata: Tidakkah kalian membaca Al-Qur`n? Setelah itu al-Hasan membaca firman
Allah Taala Surat Ali Imrn ayat 191-195.
Barang siapa mencermati doa-doa yang disebutkan dalam Al-Qur`n, ia menemukan
pada umumnya doa-doa tersebut dimulai dengan kata "Rabb", misalnya firman Allah
Taala: Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan

lindungilah kami dari siksa Neraka. [Al-Baqarah/2:201].


Atau firman Allah Taala: Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami melakukan kesalahan. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebani kami dengan
beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya
Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. [Al-Baqarah/2:286]
Juga firman-Nya:Ya Rabb kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada
kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. [Ali Imrn/3:8]
Dan ayat-ayat lainnya yang banyak sekali di dalam Al-Qur`n.
Sedang penyebab doa tidak dikabulkan, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
mengisyaratkan di antaranya ialah karena mengkonsumsi barang haram, baik dalam
makanan, minuman, pakaian, dan memberi makanan kepada orang lain. Tentang hal ini,
telah disebutkan hadits Ibnu 'Abbaas, dan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepada Saad bin Abi Waqqaash: Wahai Saad, (Kondisikan agar makananmu
baik, Athib Math'amak, ashim) hendaklah makananmu baik, niscaya engkau menjadi
orang yang doanya dikabulkan. Dari sisi ini, bisa disimpulkan bahwa makan sesuatu
yang halal, meminumnya, mengenakannya, dan memberikannya kepada orang lain
merupakan penyebab doa seseorang dikabulkan.
'Ikrimah bin Ammaar rahimahullah meriwayatkan bahwa al-Ashfar berkata kepadaku
bahwa dikatakan kepada Saad bin Abi Waqqsh: Engkau orang yang doanya dikabulkan
di antara sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Saad bin Abi Waqqaash berkata: Aku tidak mengangkat sesuap makanan ke mulutku,
melainkan aku tahu asal usulnya dan ke mana makanan tersebut hendak keluar.
Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih rahimahullah, ia berkata: Barang siapa ingin
doanya dikabulkan Allah, hendaklah ia makan makanan yang baik (halal).

Diriwayatkan dari Sahl bin Abdillah rahimahullah, dia berkata: Barangsiapa makan
makanan halal selama empat puluh pagi (hari), doanya dikabulkan.
Diriwayatkan dari Yusuf bin Asbath rahimahullah, dia berkata: Diberitahukan kepada
kami bahwa doa seorang hamba ditahan dari langit, karena makanannya haram.[35]
Keenam : Sebab-Sebab Doa Tidak Dikabulkan


Sabda Nabi


( bagaimana doanya dikabulkan?), maksudnya, bagaimana
doa orang tersebut bisa dikabulkan. Sabda tersebut merupakan pertanyaan dengan
konotasi keheranan dan kecil kemungkinannya, dan bukan penegasan tentang
kemustahilan terkabulnya doa secara umum.
Dari sini, bisa disimpulkan bahwa mengkonsumsi sesuatu yang haram dan
memberikannya kepada orang lain termasuk sebab-sebab tidak terkabulnya doa. Bisa
jadi, ada sebab-sebab lain yang membuat doa tidak terkabul, misalnya mengerjakan halhal yang haram dilakukan. Begitu juga tidak mengerjakan perintah-perintah seperti
dijelaskan dalam hadits bahwa tidak melakukan amar maruf dan nahi munkar
menyebabkan doa tidak terkabul, serta mengerjakan perintah-perintah membuat doa
terkabul.[36]
Oleh karena itu, orang-orang yang masuk ke dalam gua kemudian gua tersebut tertutup
oleh batu, mereka bertawassul dengan amal shalih yang mereka niatkan karena Allah,
dan mereka berdoa kepada Allah dengannya kemudian doa mereka dikabulkan.[37]
Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata: Perumpamaan orang yang berdoa tanpa
amal ialah seperti orang yang memanah tanpa anak panah.[38]
Juga diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih rahimahullah, dia berkata: Amal shalih
membuat doa sampai (kepada Allah), kemudian Wahb bin Munabbih membaca firman
Allah Taala: Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik dan amal
kebajikan Dia akan mengangkatnya... [Fthir/35:10].[39]
Umar bin al-Khaththaab Radhiyallahu 'anhu berkata: Dengan sikap wara`
(meninggalkan apa saja yang diharamkan Allah), Allah Subhanahu wa Ta'ala menerima
doa dan tasbih.[40]

FAW`ID HADITS
1). Ath-Thayyib (baik) termasuk dari nama-nama Allah, berdasarkan sabda beliau:
Sesungguhnya Allah itu baik, dan ini mencakup baik dalam Dzat-Nya, nama-nama-Nya,
sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, dan hukum-hukum-Nya.
2). Kesempurnaan Allah Taala dalam Dzat, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya,
dan hukum-hukum-Nya.
3). Sesungguhnya Allah Mahakaya terhadap hamba-Nya, dan tidak menerima kecuali
yang baik. Maka, amal yang terdapat perbuatan syirik di dalamnya tidak akan diterima
Allah karena amal itu tidak baik. Demikian pula bersedekah dengan harta curian tidak
akan diterima Allah karena sedekah itu tidak baik, begitu pula bersedekah dengan harta
yang haram pada dzatnya tidak akan diterima Allah karena harta itu tidak baik.
4). Amal terbagi menjadi dua, yaitu yang diterima dan yang tidak diterima.
5). Sesungguhnya para nabi dan rasul diberikan perintah dan larangan oleh Allah Taala.
Demikian pula kaum mukminin, mereka diberikan perintah dan larangan.
6). Perintah bagi para rasul dan kaum mukminin untuk memakan makanan yang halal
dan baik.
7). Wajib mensyukuri nikmat Allah Taala dengan cara melakukan ketaatan kepada-Nya.
8). Diharamkannya berbagai hal yang najis (buruk) yang dianggap buruk oleh syariat.
9). Orang yang memakan harta yang haram doanya sangat kecil kemungkinannya untuk
dikabulkan meskipun dia melakukan sebab-sebab yang membuat doa dikabulkan.
Artinya, makan yang halal termasuk sebab dikabulkannya doa.
10). Safar (bepergian jauh) merupakan sebab dikabulkannya doa.
11). Rambut yang kusut berdebu termasuk sebab terkabulnya doa.
12). Mengangkat tangan ketika berdoa termasuk sebab dikabulkannya doa.
13). Termasuk sebab dikabulkannya doa, yaitu bertawassul dengan sifat Rububiyyah
Allah Taala.
14). Peringatan keras dari memakan makanan yang haram karena itu sebagai sebab
tertolaknya doa meskipun syarat terkabulnya doa telah terpenuhi.

Syarat Diterimanya Amal


15 November 2008 atsary

Syarat Diterimanya Amal

Jurnal Islamy Al-Atsariyyah


Ketahuilah wahai saudaraku kaum muslimin semoga Allah memberikan hidayah
kepadaku dan kepada kalian untuk berpegang teguh kepada Al-Kitab dan As-sunnah-,
sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima suatu amalan apapun dan dari
siapapun kecuali setelah terpenuhinya dua syarat yang sangat mendasar dan prinsipil,
yaitu :
1.

Amalan tersebut harus dilandasi keikhlasan hanya kepada Allah, sehingga pelaku
amalan tersebut sama sekali tidak mengharapkan dengan amalannya tersebut kecuali
wajah Allah Taala.

2.

Kaifiat pelaksanaan amalan tersebut harus sesuai dengan petunjuk Rasulullah


Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam.
Dalil dari kedua syarat ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Taala- di beberapa
tempat dalam Al-Quran, di antaranya :










Yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kalian, siapa dianatra kalian yang
paling baik amalannya . (QS. Al-Mulk : 2)
Al-Fudhoil bin Iyadh Rahimahullah berkata sebagaimana dalam Majmu Al-Fatawa
karya Ibnu Taimiyah rahimahullah (18/250)- menafsirkan firman Allah siapa di antara
kalian yang paling baik amalannya, (Yaitu) Yang paling ikhlasnya dan yang paling
benarnya. Karena sesungguhnya amalan, jika ada keikhlasan akan tetapi belum benar
maka tidak akan diterima, dan jika amalan itu benar akan tetapi tanpa keikhlasan maka
juga tidak diterima, sampai amalan tersebut ikhlas dan benar. Yang ikhlas adalah yang
hanya untuk Allah dan yang benar adalah yang berada di atas sunnah ( Rasulullah).
Dan juga firman Allah Taala-:
Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaknya ia
mengerjakan amalan yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS. Al-Kahfi: 110)
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat di atas, Maka hendaknya ia
mengerjakan amala yang shaleh, yaitu apa-apa yang sesuai dengan syariat Allah, dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya yaitu
yang hanya diinginkan dengannya wajah Allah tanpa ada sekutu bagi-Nya. Inilah dua
rukun dari amalan yang diterima, harus ikhlas hanya kepada Allah dan benar di atas
syariat Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam.
Syarat Pertama : Pemurnian Keikhlasan Hanya Kepada Allah.

Ini adalah konsekuensi dari syahadat pertama yaitu persaksian bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak untuk disembah dan diibadahi kecuali hanya Allah
Subhanahu wa Taala-.
Allah Subhanahu wa Taala- berfirman :



( 2)













Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab (Al quran) dengan kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan
Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (QS. Az-Zumar: 2-3)
Dan

Allah

Taala

berfirman

Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan


mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (QS. Az-Zumar :
11)
Dan

Allah

Taala

berfirman

Katakanlah : hanya Allah saja Yang aku sembah dengan mengikhlaskan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku ( Az-Zumar : 14)
Dan

Allah

Taala

berfirman

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus. (QS. Al-bayyinah : 5)
Dan Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam juga telah menegaskan dalam
sabda beliau :
Allah

Subhanahu

wa

Taala

berfirman

dalam

hadits

Qudsy-:

Siapa saja yang beramal dengan suatu amalan apapun yang dia memperserikatkan
Saya bersama selain Saya dalam amalan tersebut maka akan saya tinggalkan dia 5 dan
siapa yang dia perserikatkan bersama Saya. (HSR. Muslim dari Abu Hurairah
Radhiallahu anhu)
Dan

Allah

Barangsiapa

-Subhanahu
yang

wa

Taala-

menghendaki

(dengan

juga
ibadahnya)

telah

menegaskan

kehidupan

dunia

:
dan

perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia
dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang
tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Hud :
15-16)

1.

Lepas dari syirik akbar (besar), yaitu menjadikan sebahagian dari atau seluruh
ibadah yang sedang dia amalkan untuk selain Allah -Subhanahu wa Taala-. Perkara
kedua ini jauh lebih berbahaya, karena tidak hanya membuat ibadah yang sedang
diamalkan sia-sia dan tidak diterima oleh Allah, bahkan membuat seluruh pahala ibadah
yang telah diamalkan akan terhapus seluruhnya tanpa terkecuali.
Allah -Subhanahu wa Taala- berfirman mengancam Nabi Muhammad Shollallahu alaihi
wa

ala

alihi

wasallam

dan

seluruh

Nabi

sebelum

beliau

Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang


sebelummu : Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan terhapuslah seluruh
amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Az-Zumar :
65)
Dan

semakna

dengannya

firman

Allah

Azza

wa

Jalla-

Seandainya mereka (para Nabi dan Rasul) mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah
dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-Anam : 88)
Syarat Kedua : Pemurnian Ittiba (pengikutan) Kepada Ar-Rasul Shollallahu alaihi wa
ala alihi wasallam.
Ini adalah konsekuensi syahadat yang kedua yaitu persaksian bahwa Muhammad adalah
utusan Allah -Subhanahu wa Taala- kepada para hamba agar mengajari mereka cara
menyembah kepada-Nya. Dan ini juga merupakan salah satu rukun dari syahadat yang
kedua ini, yaitu tidak menyembah Allah -Azza wa Jalla- kecuali dengan apa yang beliau
(Rasulullah) syariatkan.
Maka Allah -Subhanahu wa Taala- tidaklah boleh disembah dengan bidah, tidak pula
dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, perasaan atau anggapan-anggapan yang
ia pandang baik karena sesungguhnya asal dari ibadah itu adalah syariat, maka nanti
dikatakan ibadah kalau disyariatkan.
Allah

-Subhanahu

wa

Taala-

menegaskan

Katakanlah : Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah
akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. Ali Imran:31)
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, Ayat yang mulia ini adalah hakim atas
semua orang yang mengaku mencintai Allah akan tetapi dia tidak di atas jalan Nabi
Muhammad. Karena sesungguhnya dia dusta dalam pengakuannya tersebut, sampai dia
mengikuti syariat kenabian pada seluruh ucapan dan perbuatannya.

Dan

Allah

-Azza

wa

Jalla-

berfirman

dalam

surat

Al-Maidah

ayat

Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian dan Aku cukupkan pada
kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian.
Berkata Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, Ini adalah nikmat terbesar dari seluruh
nikmat Allah Taala atas ummat ini yaitu Allah Taala telah menyempurnakan untuk
mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka
shalawat dan salam Allah atas beliau-. Oleh karena itulah Allah Taala menjadikan beliau
sebagai penutup para Nabi, mengutus beliau kepada seluruh manusia dan jin, maka
tidak ada yang halal kecuali apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali apa
yang beliau haramkan dan tidak ada agama kecuali apa yang beliau syariatkan.
Maka siapa saja yang beramal dengan suatu ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan
Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam maka amalan tersebut tertolak dan
sia-sia

di

sisi

Allah

-Azza

wa

Jalla-.

Allah

-Azza

wa

Jalla-

berfirman

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amala itu
(bagaikan) debu yang beterbangan. (QS Al Furqan : 23)
Dan

Rasulullah

Shollallahu

alaihi

wa

ala

alihi

wasallam

telah

bersabda

Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan
darinya maka dia tertolak. (HSR. Bukhary-Muslim dari Aisyah Radhiallahu anha).
Dan dalam lafadz Imam Muslim, Siapa saja yang beramal dengan suatu amalan yang
tidak ada tuntunan kami padanya maka amalan itu tertolak.
Dan termasuk dalil yang menunjukkan akan syarat kedua ini adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Muslim Rahimahullahu dari sahabat Al-Barro bin
Azib Radhiallahu anhu, bahwa Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam bersabda
dalam khutbah Iedul Adhha :
.

:

:
dan barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat (Iedul Adhha) maka dia
teranggap sebelum shalat maka tidak ada sembelihan baginya (yakni tidak syah). Maka
Abu Burdah bin Niyar paman dari Al-Barro berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya telah menyembelih kambingku sebelum shalat karena saya mengetahui bahwa hari
ini adalah hari makan dan minum dan saya senang kalau kambingku adalah hewan
pertama yang disembelih di rumahku maka sayapun menyembelih kambingku dan saya

sarapan dengannya sebelum mendatangi shalat . Maka beliau bersabda, Kambingmu


adalah kambing daging6.
Berkata Al-Hafizh dalam Fathul Bary (10/17), Berkata Syaikh Abu Muhammad bin Abi
Hamzah, Dan di dalam hadits ini terdapat (faidah) bahwa suatu amalan, walaupun
bersesuaian dengan niat yang baik (tetap) tidak diterima kecuali jika dilaksanakan sesuai
dengan syariat.
Dan juga hal ini nampak dari kisah Ibnu Masud Radhiallahu anhu yang masyhur
bersama para pelaku dzikir jamaiy. Amr bin Salamah Ibnul Harits rahimahullah bercerita
:


: , , ,
? : , ,
, : !
, , : ? :
, : , ,

, , : , ,
, , , , :
, : , : ?
? ,

, , : ? :
! , :
, !
!
, ,
, ,

, ! : ? ! :
) : ,
, ! , (
: .
Kami pernah duduk-duduk di depan pintu rumah Abdullah bin Masud sebelum shalat
shubuh maka jika beliau keluar, kami akan berjalan bersamanya ke masjid. Maka Abu
Musa Al-Asyary mendatangi kami lalu berkata, Apakah Abu Abdirrahman (kunyah dari
Ibnu Masud) sudah keluar kepada kalian?, kami berkata, Belum, maka diapun duduk
bersama kami sampai beliau keluar. Tatkala beliau keluar, kami semuanya berdiri menuju
kepadanya, lalu Abu Musa berkata kepadanya, Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya
baru saja saya melihat di masjid suatu perkara yang saya ingkari dan saya tidak
berprasangka alhamdulillah- kecuali kebaikan, beliau berkata, Apa perkara itu?, dia
menjawab, Kalau engkau masih hidup maka engkau akan melihatnya, saya melihat di
masjid ada sekelompok orang duduk-duduk dalam beberapa halaqah (majelis) sambil
menunggu shalat, di setiap halaqah ada seorang lelaki (yang memimpin) ada di tangantangan mereka ada batu-batu kecil-, lalu orang (pemimpin) itu berkata, Bertakbirlah
kalian sebanyak 100 kali, maka merekapun bertakbir 100 kali, lalu orang itu berkata
lagi, Bertahlillah kalian senbanyak 100 kali, maka merekapun bertahlil 100 kali, orang
itu berkata lagi, Bertasbihlah kalian sebanyak 100 kali, maka merekapun bertasbih 100
kali. Beliau berkata, Apa yang engkau katakan kepada mereka?, dia (Abu Musa)
menjawab, Saya tidak mengatakan sesuatu apapun kepada mereka karena menunggu
pendapat dan perintahmu. Maka beliau berkata, Tidaklah engkau perintahkan kepada
mereka agar mereka menghitung kejelekan-kejelekan mereka dan kamu jaminkan
kepada mereka bahwa kebaikan-kebaikan mereka tidak akan ada yang sia-sia?!,
Kemudian beliau pergi dan kami pergi bersamanya sampai beliau mendatangi salah satu
halaqoh dari halaqoh-halaqoh tadi lalu berdiri di depan mereka dan berkata, Perbuatan
apa ini yang saya melihat kalian melakukannya?!, mereka menjawab, Wahai Abu
Abdirrahman, ini adalah kerikil-kerikil yang kami menghitung takbir, tahlil dan tasbih
dengannya, maka beliau berkata, Maka hitunglah kejelekan-kejelekan kalian dan saya
jamin kebaikan-kebaikan kalian tidak akan sia-sia, betapa kasihannya kalian wahai
ummat Muhammad, begitu cepatnya kehancuran kalian, ini mereka para sahabat Nabi
kalian Shollallahu alaihi wasallam masih banyak bertebaran, ini pakaian beliau
(Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam) belum lagi usang dan bejana-bejana beliau

belum lagi pecah. Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya kalian betulbetul berada di atas suatu agama yang lebih berpetunjuk daripada agama Muhammad
atau kalian sedang membuka pintu kesesatan?!, mereka berkata , Wahai Abu
Abdirrahman, demi Allah kami tidak menginginkan kecuali kebaikan, maka beliau
berkata, Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan akan tetapi dia
tidak mendapatkannya, sesungguhnya Rasulullah menceritakan kepada kami tentang
suatu kaum yang mereka membaca Al-Quran akan tetapi (bacaan mereka) tidak
melewati tenggorokan mereka, demi Allah, saya tidak tahu barangkali kebanyakan
mereka adalah dari kalian kemudian beliau meninggalkan mereka. Maka Amr bin
Salamah berkata , Kami melihat kebanyakan orang-orang di halaqoh itu adalah yang
menyerang kami bersama khawarij pada perang Nahrawan. (HR. Ad-Darimy dan
dishohihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 2005)
Maka perhatikanlah kisah ini baik-baik Semoga Allah merahmatimu- niscaya engkau
akan mendapatkan suatu harta yang lebih berharga daripada dunia dan seisinya,
bagaimana sahabat Ibnu Masud Radhiallahu anhu menghukumi perbuatan mereka
sebagai bidah dan kesesatan tanpa memandang sedikitpun kepada jenis amalan yang
mereka perbuat dan tidak pula memandang sedikitpun kepada maksud dan niat mereka
melakukannya, karena sekali lagi suatu perbuatan yang walaupun asalnya adalah ibadah
dan walaupun dikerjakan dengan niat-niat yang baik dan penuh keikhlasan akan tetapi
bila pelaksanaannya tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala
alihi wasallam maka semuanya tetap tertolak dan dianggap sebagai suatu kesesatan,
maka bagaimana lagi amalan bidah itu asalnya memang bukan merupakan ibadah dan
tidak dikerjakan dengan keikhlasan?!.
Al-Imam Ibnul Qoyyim dalam Madarijus Salikin (1/95-97) telah membagi manusia
berdasarkan dua syarat ini menjadin empat golongan yang kesimpulannya sebagai
berikut :
1.

Siapa yang dalam amalannya terkumpul kedua syarat di atas. Mereka adalah
orang-orang yang menyembah Allah dengan sebenar-benarnya, karena mengikhlaskan
amalan mereka hanya kepada Allah dalam keadaan mencontoh Rasulullah Shollallahu
alaihi wa ala alihi wasallam. Mereka tidak beramal untuk manusia karena mereka
sangat mengetahui bahwa pujian manusia sama sekali tidak bisa mendatangkan
manfaat, akan tetapi mereka mengikhlaskan ibadah mereka secara zhohir dan batin
serta mereka jujur dalam mengikuti Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam secara
zhohir dan batin.

1.

Orang yang kehilangan dua syarat ini dalam amalannya. Ini adalah keadaan
kebanyakan orang-orang yang senang berbuat kerusakan dan para zindiq (orang kafir
yang pura-pura masuk Islam untuk menghancurkannya dari dalam) yang mereka ini
dalam beramal suatu amalan tidak memeperdulikan keikhlasan di dalamnya dan tidak
perduli walaupun menyelisihi sunnah Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam.

1.

Orang yang beramal dengan ikhlas tapi tanpa ittiba. Ini kebanyakannya terjadi
pada orang-orang sufi dan paar ahli ibadah yang bodoh tentang syariat, yang tahunya
hanya beribadah dan tidak pernah menuntut ilmu. Mereka melakukan bidah dalam
ucapan-ucapan dan amalan-amalan mereka dengan maksud bertakarrub kepada Allah
akan tetapi hakikatnya perbuatan mereka tidak menambah kecuali semakin jauh dari
Allah -Subhanahu wa Taala-.

1.

Sebaliknya, orang yang memiliki ittiba dalam amalannya tapi meninggalkan


keikhlasan, seperti keadaan orang-orang munafik, orang-orang yang senang riya dan
sumah. Mereka ini adalah orang yang amalan mereka tidak memberikan manfaat
apapun kepada mereka.
-selesai dari Madarijus Salikin.
Bila ada yang bertanya, Apa ukuran yang menunjukkan bahwa kita telah mewujudkan
ittiba kepada Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam?.
Maka kita katakan bahwa tidak akan terwujud ittiba sampai ibadah yang dilakukan
sesuai dengan apa yang datang dari Rasulullah Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam
dalam 6 perkara :

1.

Sebab Pelaksaannya.
Maka siapa saja yang beribadah kepada Allah dengan suatu ibadah tapi dia melakukan
ibadah tersebut dengan sebab yang Allah -Subhanahu wa Taala- tidak pernah
menjadikannya sebagai sebab disyariatkannya ibadah itu maka ibadahnya tidak akan
diterima Allah -Azza wa Jalla-.
Contoh: Seseorang yang merayakan maulid Nabi Shollallahu alaihi wa ala alihi
wasallam dengan alasan sebagai bentuk kecintaan dan mengirimkan sholawat kepada
beliau. Maka kita katakan bahwa ini bukanlah ittiba karena walaupun mencintai Nabi
Shollallahu alaihi wa ala alihi wasallam dan mengirimkan sholawat kepada beliau
adalah ibadah akan tetapi orang ini menjadikan perayaan maulid sebagai sebab dia
melaksanakan ibadah-ibadah di atas, padahal Allah -Subhanahu wa Taala- dan RasulNya
tidak pernah menjadikan maulid ini sebagai sebab/wasilah untuk mencintai dan
bersholawat kepada beliau.

1.

Jenisnya.
Misalnya dalam udhhiyah (hewan kurban), syariat telah menentukan jenisnya yaitu
harus dari jenis bahimatul anam (onta, sapi, domba dan kambing). Bila ada seseorang
yang berkata bahwa kambing harganya hanya sekitar Rp. 400.000,- maka saya akan
menyembelih kuda yang harganya jelah lebih mahal dari kambing. Maka kita katakan
bahwa ini tidaklah benar karena kuda bukan termasuk jenis yang ditentukan oleh syariat
sehingga sembelihan-mu tidak dianngap sebagai udhhiyah.

1.

Ukurannya.
Contohnya jelas, misalnya ada seseorang yang shalat zhuhur 6 rakaat atau berwudhu
dengan 4 kali cucian dengan sengaja dan tanpa udzur yang membolehkan, maka sholat
zhuhurnya serta cucian keempatnya tidak diterima karena menyelisihi syariat.

1.

Sifatnya.
Misalnya ada orang yang wudhu lalu mendahulukan mencuci kaki sebelum mencuci
wajah atau seseorang yang shalat dan memulainya dengan sujud, maka kedua ibadah
seperti ini tidak akan diterima.

1.

Waktu Pelaksanaannya.
Bila ada orang yang menyembelih udhhiyahnya sebelum shalat Iedul Adhha maka tidak
teranggap udhhiyah karena pensyariatan sebenarnya adalah setelah shalat dan bukan
sebelumnya.

1.

Tempat Pelaksanaannya.
Misalnya ada orang yang beritikaf di kamar rumahnya atau pergi melakukan thawaf
kepada Allah di kuburan. Kedua ibadah ini tidak akan diterima karena itikaf, tempat
disyariatkannya adalah di masjid sedangkan thawaf hanya diperbolehkan di Kabah
bahkan perbuatan kedua ini bisa masuk ke dalam kategori syirik kecil karena merupakan
wasilah/pengantar kepada syirik besar.
Wallahu Taala Alam, wa fauqo kulli dzi ilmin alim
BENAR ITU JUGA HARUS BAIK
July 8th, 2010
Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
[QS. 2: 110]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka
mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.

[QS. 41: 8]
Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi
mereka ampunan dan rezeki yang mulia.
[QS. 22: 50]
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
[QS. 28: 77]
***
Secara kebahasaan, ihsanul amal berarti perbuatan kebaikan atau amal saleh. Segala
tindakan dapat dikatakan sebagai kebaikan dan bernilai ibadah di sisi Allah SWT
manakala memenuhi dua hal, benar dan baik. Benar atau salah itu hubungannya dengan
hukum, terutama hukum dari Allah SWT. Ada pun baik dan buruk itu berkaitan dengan
etika, norma, atau perilaku.
Perbuatan yang benar hendaknya dilakukan dengan cara yang baik. Tidak cukup jika
hanya benar. Contohnya sholat. Dari segi kegiatan, sholat adalah perbuatan yang benar.
Ada landasan yang kuat yang memerintahkan seorang Muslim untuk sholat, baik dalam
al-Quran maupun hadits. Akan tetapi, makala sholat ini dilakukan tanpa mengikuti
aturan yang berlaku, atau tidak menjalankannya sesuai dengan sunnah yang diajarkan
Rosulullah SAW, maka hal itu bukan termasuk perbuatan kebaikan.

Untuk itu, sekiranya ada empat hal yang perlu diperhatikan sehingga sebuah perbuatan
dikatakan kebaikan, yaitu:
(1) NIAT IKHLAS
Sebenar dan sebaik apa pun sebuah perbuatan, tapi jika dilakukan tanpa keikhlasan,
maka akan sia-sia hasilnya. Allah SWT menilai perbuatan berdasarkan niatnya.
Sementara niat yang Allah SWT sukai adalah yang ikhlas, penuh kesadaran, tanpa
paksaan dalam melakukannya.

Rosulullah SAW bersabda, Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya,
dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya [HR. Bukhari dan Muslim].
Allah SWT pun berfirman, dan (aku telah diperintah): Hadapkanlah mukamu kepada
agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
musyrik. [QS. 10: 105]
Dan dalam firman-Nya yang lain, Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada
orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim
menjadi kesayangan-Nya. [QS. 4: 125]
(2) PERBUATANNYA BENAR
Sekiranya ini cukup penting. Mengingat perbuatan yang baik itu akan dinilai ibadah
manakala perbuatan yang baik itu juga benar dalam aspek hukumnya. Artinya
perbuatan tersebut sesuai dengan syariat dan ada landasan dalilnya, bukan perbuatan
yang dibenci Allah SWT juga tentunya.
Seperti contoh, Robin Hood mencuri harta orang kaya demi menolong rakyat miskin.
Menolong rakyat miskin secara etika adalah baik, namun kurang benar lantaran
dilakukan dengan cara yang salah, mencuri. Hal ini dapat dianalogikan seperti gali
lubang untuk tutup lubang. Artinya untuk menyelesaikan satu masalah, akhirnya
melahirkan masalah yang baru.
Perbuatan yang baik hendaknya diiringi dengan landasan yang benar. Sehingga tidak
menimbulkan masalah lainnya. Hakikat perbuatan baik adalah melahirkan kebaikankebaikan lainnya, bukan menimbulkan masalah.
(3) TIDAK MENIMBULKAN MASALAH
Seperti yang telah disinggung di atas, fitrah atau hakikat kebaikan adalah melahirkan
kebaikan-kebaikan lainnya. Pun sebaliknya, keburukan akan menimbulkan keburukankeburukan yang lain pula. Maka sebuah perbuatan yang baik haruslah bersifat solutif,
bukannya menimbulkan masalah baru seperti pada kasus sholat dengan bahasa selain
bahasa Arab atau kisah Robin Hood tadi.
Analoginya seperti ini, seorang Muslim diperintahkan untuk mengubah kemungkaran
yang ada dengan kemampuan yang maksimal. Bahkan dalam hadits dikatakan jika
mampu dilakukan dengan tangan (kemampuan), lisan, atau pun hati. Pada suatu ketika
ada orang yang melakukan kesalahan, katakanlah tidak sholat subuh lantaran bangun
kesiangan. Hal ini ia lakukan karena tidak tahu bahwa ada sebuah hadits yang
mengatakan jika terlupa, maka lakukan sholat ketika telah ingat. Artinya tidak ada

kesengajaan dari orang tersebut. Kita yang mengetahui hal itu hendak memberi tahu
orang itu agar menjadi tahu dan tidak melakukan kesalahannya yang sama. Namun
dalam prakteknya, kita melakukannya dengan cara yang kasar dan tidak mencerminkan
kelemahlembutan seorang Muslim, seolah-olah ia menjadi terdakwa dan ahli neraka.
Kira-kira, apakah dia dakwah kita akan diterima? Tidak! Kalau pun iya, ada masalah baru
yang timbul, yaitu jeleknya image Muslim yang buruk di mata orang itu. Bahkan di sisi
lain, orang itu mungkin sakit hati pada kita.
Bayangkan, Rosulullah SAW pernah bersabda yang kurang lebih seperti ini, bahwa
barang siapa yang menjadi baik (mendapat hidayah) lantaran usaha kita, maka bagi
pahalanya lebih baik dari pada bumi dan seisinya. Apabila pernyataan itu dibalik, barang
siapa yang menjadi buruk, jauh dari hidayah Allah SWT, atau bahkan apatis terhadap
Islam karena perbuatan kita, maka dosanya Naudzubillah!

Syarat Suatu Amal Diterima Oleh Allah

Oleh : Husain bin Audah al-Awayishah

Sebelum melangkah wahai saudarakuseyogianya mengetahui jalan yang dapat


menyelamatkanmu, dan janganlah melelahkan dirimu dahulu dengan banyak melakukan
amal perbuatan, karena banyak sekali orang yang melakukan perbuatan, sedangkan
amal tersebut sama sekali tidak memberikan apa-apa kecuali kelelahan di dunia dan
siksa di akhirat,[1] karena itu sebelum melangkah untuk melakukan amal perbuatan,
Anda harus mengetahui syarat diterimanya di sis Allah Subhanahu wa Taala. Di dalam

masalah ini ada dua syarat penting lagi agung yang perlu diketahui oleh setiap hamba
yang beramal, jika tidak demikian, maka amal tersebut tidak akan diterima:

Pertama, Pelaku yang melakukan amal tersebut hanya karena Allah Subhanahu wa
Taala.

Kedua, Amal yang dilakukannya sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah
Subhanahu wa Taala di dalam al-Quran atau sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasalam di dalam sunnahnya.

Jika salah satu di antara syarat amal tersebut hilang, maka ia tidak benar (bukan amal
shalih) dan tidak akan diterima di sisi Allah Subhanahu wa Taala, di antara dalil yang
memperkuat pernyataan di atas adalah firman Allah Subhanahu wa Taala :

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-Nya, maka hendaklah ia


mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadah kepada Rabb-nya. (QS. Al-Kahfi: 110)

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan agar amal itu berupa amal
yang shalih, yang maknanya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan di dalam
agama, lalu Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan kepada pelaku amal tersebut
untuk mengikhlaskan karena-Nya dengan tidak mengharap selain-Nya.[2]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam kitab Tafsiirnya[3] berkata, Inilah dua rukun
amal yang diterima di sisi Allah Subhanahu wa Taala, yaitu dilakukan dengan ikhlas
karena Allah Subhanahu wa Taala, dan sesuai dengan syariat Rasulullah Shallallahu

Alaihi Wasallam. Ungkapan ini diriwayatkan pula dari al-Qadhi Iyadh rahimahullah dan
yang lainnya.

Thalabul 'Ilmi : Al-Arham Edisi 1(B)


Senin, 15 Juni 2009 08:09 AD. Kusumaningtyas
Thalabul ilmi fariidlatun ala kulli muslimin wa muslimatin. Kata-kata hikmah yang
bersumber dari sabda Nabi Muhammad tersebut begitu populer kita dengar dari para
muballigh di berbagai pengajian. Namun ironisnya, sebagai muslim seringkali kita hanya
berbangga hati dengan banyaknya slogan namun kurang serius dalam mengamalkan.
Betapa tidak, sebagai negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim (lebih dari
80%) kita memiliki angka buta huruf yang sangat tinggi.
Data Badan Pusat Statistik dan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2007
mencatat bahwa warga buta aksara mencapai 18,1 juta orang dan sekitar 4,35 juta di
antaranya tergolong usia produktif (15-44 tahun). Sementara, yang di atas 44 tahun
terdapat 13,4 juta orang. Yang tragisnya dari semua yang buta aksara tersebut sebanyak
70% adalah perempuan. Khusus untuk perempuan, menurut Dirjen Pendidikan Luar
Sekolah Depdiknas Bapak Ace Suryadi lebih rendahnya tingkat melek huruf dikarenakan
kondisi budaya yang kurang berpihak pada kaum perempuan, bahkan untuk sekadar
memperoleh pendidikan SD.
Budaya seperti apakah kiranya yang mempengaruhi tingkat pendidikan perempuan
sehingga begitu mengenaskan, sekalipun untuk mendapatkan pendidikan dasarnya?
Masih banyak terdapat ungkapan di masyarakat, Buat apa sekolah tinggi-tinggi, kalau
akhirnya nanti ke dapur juga. Mereka barangkali lupa pada sabda Rasulullah, bahwa
kaum perempuan adalah madrasatul kubra atau sekolah yang pertama dan utama
bagi putra-putrinya. Bisa dibayangkan, bagaimana kualitas umat nantinya manakala
perempuan dihalang-halangi haknya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan soal gizi, kesehatan diri dan keluarganya, pendidikan yang memberi akses
yang adil setara bagi anak lelaki maupun perempuan, tentu mustahil mereka dapatkan.
Imbasnya, secara turun-temurun kualitas generasi mendatang tak berubah. Padahal
ajaran Islam telah melarang umatnya untuk meninggalkan generasi yang lemah.

Tayangan sebuah iklan layanan masyarakat yang ditampilkan di sebuah televisi swasta
beberapa tahun lalu tentang seorang anak perempuan yang terpaksa putus sekolah
sehingga pupus cita-citanya, akan mengusik kembali hati kita. Gadis kecil itu berkata,
Aku ingin sekolah yang tinggi sekali, tetapi bagaimana mungkin? Aku kan harus
membantu Ibu ..... Layanan iklan tersebut menyadarkan bahwa kemiskinan seringkali
berwajah perempuan. Dalam keadaan serba kekurangan, anak perempuan seringkali
harus dikalahkan manakala kesempatan belajar yang tersedia bagi anak lelaki dan
perempuan sangat terbatas. Perempuan seringkali harus menerima kenyataan bahwa
membantu ibu adalah kewajibannya, ketika anak lelaki bebas bermain layang-layang
maupun menikmati hobi sepakbolanya sebagai kesenangan yang layak dia dapatkan.
Ajarilah anak-anakmu berkuda, berenang dan memanah (HR Ad-Dailamy).
Mungkin kata-kata Baginda Nabi tersebut sudah mulai kita lupakan. Bahkan, tak pernah
ada sebuah riwayat tegas yang menyatakan bahwa semua itu hanya boleh diajarkan
kepada laki-laki dan tidak kepada perempuan. Bila kita ingat kisah-kisah dalam tarikh
Islam, Nabi bahkan tak pernah melarang perempuan untuk belajar di dalam majelisnya.
Aisyah, juga belajar bersama-sama dengan para sahabat. Dari penuturan perempuan
inilah, ribuan hadis sahih diriwayatkan. Termasuk hadis-hadis yang menyangkut urusan
yang dianggap privat, ketika tiada seorang rawi pun yang sanggup menyampaikannya.
Jika demikian, masihkah kita berpendapat bahwa tidak perlu pendidikan bagi
perempuan? Masihkah kita beranggapan bahwa kata ulama, yang dipandang sebagai
pewaris para Nabi hanyalah dinisbatkan kepada kaum laki-laki. Bila kita merujuk pada
makna harfiahnya, kata ulama berasal dari kata alim yang bermakna orang yang cerdik
pandai dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Maka laki-laki dan perempuan samasama berhak menyandang gelar tersebut sepanjang dia memenuhi kualifikasi yang
dipersyaratkan. Karena ilmu yang diberikan pada orang-orang yang beriman, akan
meninggikan derjat mereka sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah swt:
Yarfaillahulladziina aamanuu minkum, walladziina uutu al-ilma darajaat
Allah hendak meninggikan orang-orang yang beriman dan diberi ilmu di antara kamu
sekalian dengan memberikan kelebihan beberapa derajat. (QS. Al-Mujadilah: 11).
Para muslimah di tanah air juga telah berupaya untuk menikmati ajaran Islam ini. Tak
heranlah kita dapat mengidentifikasi nama-nama seperti Kartini, Dewi Sartika, R.Hj. Siti
Djenab, Rahmah El Yunusisah, Hj. Nonoh Hasanah dan lain-lain yang mendarmabaktikan
hidup mereka untuk menekuni dunia pendidikan. Kartini telah merintis sekolah bagi anak

perempuan di Jepara, sedang Dewi Sartika dan R.Hj. Siti Djenab telah berkhidmat
dengan mendirikan Sekolah Kautamaan Isteri di Priangan Jawa Barat. Adapun Rahmah El
Yunusiyah telah mendirikan Sekolah Diniyah Putri Padang Panjang, dan Hj. Nonoh
Hasanah telah merintis berdirinya Pesantren Putri (PP) Cintapada Tasikmalaya.
Lihatlah apa yang telah dilakukan oleh kaum perempuan di dunia pendidikan. Dalam
konteks stratifikasi jenjang pendidikan, perempuan banyak terjun di level Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dan pendidikan dasar. Sementara pada jenjang pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi, jumlah perempuan mulai menurun. Hal ini dikarenakan
bahwa pendidikan anak pra-sekolah dan pendidikan dasar, identik dengan pekerjaan
perempuan dan dipandang seseuai dengan stereotipe mereka yang memiliki naluri
memelihara dan mengasuh. Bukankah, selain mendarmabaktikan dirinya dalam dunia
pendidikan, mereka pun berhak untuk terus belajar dan mengembangkan diri.
Sebuah mahfudhat menyebutkan ungkapan sebagai berikut: Saudaraku, kamu tidak
akan mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara. Kecerdasan, motivasi, kesungguhan,
keuangan yang memadai, bersahabat dengan guru, dan memerlukan cukup waktu.
Intelegensia yang dimiliki oleh seorang anak perempuan, akan sia-sia manakala dia tidak
diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan seperti halnya anak laki-laki. Harus
pula ada kesempatan untuk mendapatkan guru yang hebat maupun beasiswa yang
memungkinkan mereka meraih cita-cita. Mendidik perempuan berarti mendidik hampir
separuh umat; dan ini bukanlah sebuah perjuangan yang sia-sia. (AD. Kusumaningtyas)
Bukankah Balasan Kebaikan adalah Kebaikan Pula
Artikel Syariah
Written by M. Haikal
Wednesday, 11 October 2006 05:19
Beberapa pemikiran terhadap Budaya Kerja LKS Berkah Madani
(Kerja Ikhlas, Kerja Cerdas, Kerja Keras, Kerja Tuntas, Kerja Puas)
Dalam salah satu firman-Nya Allah Swt mengatakan Bukankah balasan kebaikan adalah
kebaikan pula (Q.S. Ar Rahman : 60). Ayat ini menegaskan keadilan Allah Swt bahwa
Allah akan membalas seluruh pekerjaan baik yang dikerjakan manusia tentunya yang
dilandasi keimanan atau kalaupun tidak didasari keimanan, Allah tetap akan
memberikan hasil atas kerja keras yang dilakukan, karena memang Allah memiliki sifat
Rahman (Pengasih) tetapi tidak diberikan Rahim-Nya kepada yang bekerja tidak didasari
keimanan.

Disisi lain Allah mengajarkan kepada kita bahwa dalam mengerjakan sesuatu jangan
didasari untuk mendapatkan balasan (Reward) ataupun ucapan terima kasih,
Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan)
terima kasih (Q.S. Al Insaan : 9). Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa dasar kita
beramal adalah semata-mata karena Allah, jangan diniatkan untuk mendapatkan
sesuatu, akan tetapi bila kita melakukan kebaikan maka yakinlah bahwa kita akan
mendapatkan kebaikan pula atas pekerjaan itu, karena memang Allah berjanji.
Hal ini penting karena bila kita bekerja karena mendapatkan sesuatu, misalnya
ketenaran, jika ketenaran itu di dapat maka cuma ketenaran yang diperoleh, tetapi bila
karena Allah, maka walaupun kita belum mendapatkan sesuatu atas kerja kita itu
maka ridha Allah telah kita dapatkan. Mungkin apa yang akan Allah berikan atas hasil
kerja itu belum diberikannya saat itu juga (menunggu waktu), atau diberikan dalam
bentuk yang lain, atau menurut Allah justru jika diberikan akan berdampak buruk bagi
kita. Artinya bahwa kewajiban kita adalah bekerja sebaik mungkin. Dan katakanlah:
Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu
kerjakan (Q.S. At-taubah : 105).
Bagi seorang Muslim seharusnya ia banyak melakukan kerja-kerja Ihsan (baik) karena ia
meyadari bahwa Allah begitu banyak memberikannya kebaikan-kebaikan (IhsanulLah).
Disamping itu pula ia merasakan betul bahwa Allah SWT senantiasa melihat dan
mengawasi (MuraqabatulLah) setiap tindakannya, bahkan apa yang dia sembunyikan
sekalipun, sehinga mendorong dia untuk terus melakukan kebaikan. Dan barangsiapa
yang beramal kebaikan sebesar biji dzarrah ia akan melihatnya dan barangsiapa yang
beramal keburukan sebesar biji dzarrah ia akan melihatnya (Q.S. Az-Zilzalah : 7-8).
Kedua hal ini, yaitu IhsanulLah dan MuraqabatulLah akan mengarahkan kita kepada
Ihsanul Amal, amal yang ihsan atau baik. Suatu amal disebut ihsan bila memiliki tiga hal
sekaligus yaitu :
Pertama Ikhlasun Niat, bahwa kerja yang dilakukan didasari atas keikhlasan sematamata karena Allah. Dan kamu tidak diperintahkan kecuali mengabdi kepada Allah

dengan mengikhlaskan diri dalam beragama (QS. Al Bayyinah : 5). Bekerja bukan
karena Direktur, bukan karena Perusahaan, bukan karena uang, ataupun lainnya.
Barangsiapa yang menghendaki dunia maka akan Allah berikan, dan barangsiapa yang
menghendaki Akhirat maka akan Allah berikan Dunia dan Akhirat sekaligus.
Kedua Itqanul Amal, yaitu bahwa kerja yang dilakukan tidak asal kerja, akan tetapi
dilakukan dengan seprofesional (Itqan) mungkin. Dan profesionalitas itu didapat antara
lain dengan banyak latihan dan menimba pengalaman orang lain, dan kemauan untuk
terus belajar dari kesalahan-kesalahan, serta budaya kerja yang harus diciptakan oleh
Perusahaan tempat bekerja untuk setiap karyawan do professional. Rasulullah
mengatakan bahwa Allah cinta/suka kepada seseorang bila ia beramal/bekerja ia
melakukannya dengan professional (Itqan) (H.R. Baihaqy).
Ketiga Jaudatul Ada, pekerjaan yang telah dilakukan atas dasar Ikhlasun Niat dan Itqanul
Amal maka harus senantiasa dievaluasi kualitas pelaksanaannya/mutu (Jaudah). Artinya
bahwa setelah kita beramal kemudian mendapatkan (atau tidak mendapatkan) hasil dari
kerja itu maka sikap dan sifat yang seharusnya kita tunjukkan adalah seperti yang Allah
gambarkan dalam Surat Al Fath, ketika Allah menceritakan kemenangan (kesuksesan)
gilang gemilang yang diraih oleh kaum muslimin. Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan
berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji (tahmid) Tuhan-MU dan
mohonlah ampun (Istighfar) kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
Taubat.(Q.S. Al Fath : 1-3)
Jadi sikap yang harus dimiliki oleh setiap muslim ketika mendapatkan kesusksesan (atau
mungkin kegagalan) adalah Tasbih, yaitu mensucikan Allah karena kita menyadari
bahwa boleh jadi kerja yang kita lakukan tidak terlepas dari kekotoran-kekotoran, kita
mohon Allah mensucikan kerja kita. Tahmid, kita memuji Allah atas hasil yang telah
diberikann-Nya, dan Istighfar karena boleh jadi pada kesusksesan yang kita raih ada
perilaku keliru.
Jika ketiga hal di atas telah kita upayakan maksimal maka Insya Allah, Allah tidak akan
mengingkari janjinya untuk memberikan balasan kebaikan (Reward) terhadap kerja kita,
yang boleh jadi kita terima melalui Perusahan tempat kita bekerja atau dari yang

lainnya. Dan jika memang Perusahaan tersebut luput untuk melihat kerja baik kita
sehingga tidak memberikan seharusnya yang kita terima, maka harus diyakini bahwa
rejeki kita bukan manusia yang mengatur, tetapi Allah Yang Maha Pemberi Rejeki dan
pasti ada hikmah dibaliknya, sambil kita melakukan upaya taushiyah atau memberikan
masukan untuk perbaikan sistim penilaian terhadap kerja yang dilakukan. Namun harus
tetap ditanamkan keyakinan Bukankah Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Pula.
Keyakinan ini penting supaya kita tidak berhenti untuk terus bekerja dan beribadah seihsan mungkin (Ihsanul Amal), khususnya di LKS Berkah Madani ini.
__________________________________________________________________________________

Thursday, May 17, 2007


Syarat-Syarat Asas Agar Amalan Kita Diterima Di Sisi Allah

Syarat-Syarat Asas Agar Amalan Kita Diterima Di Sisi Allah


http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
1 - Berakidah Dengan Akidah Yang Sahih:
Sesiapa yang beramal soleh, sama ada dari lelaki atau perempuan, dan ia sentiasa di
dalam keadaan yang beriman (berakidah dengan akidah yang sahih), maka
sesungguhnya Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan
sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan memberikan pahala yang lebih dari
apa yang telah mereka kerjakan. (Surah an-Nahl, 16: 97)
Dan barang siapa yang mengerjakan amal soleh, dari lelaki atau perempuan, dan ia
sentiasa berada di dalam keadaan yang beriman (berakidah sahih), maka mereka itu
akan masuk syurga, dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasannya)
sedikitpun. (Surah an-Nisa, 4: 124)
2 - Ikhlas Lillahi Taala (tidak syirik):
Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran ini kepadamu (Wahai Muhammad) dengan

membawa kebenaran; oleh itu hendaklah engkau menyembah Allah dengan


mengikhlaskan segala ibadat dan bawaanmu kepada-Nya. Ingatlah! (hak yang wajib
dipersembahkan) kepada Allah ialah segala ibadat dan bawaan yang suci bersih (dari
segala bentuk kesyirikan). (Surah az-Zumar, 39: 2)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Wahai Muhammad) dan kepada Nabinabi yang terdahulu daripadamu: Demi sesungguhnya! Jika Engkau (dan pengikutpengikutmu) mempersekutukan (sesuatu yang lain dengan Allah) sudah pasti segala
amal-amalmu akan terhapus, dan engkau akan tetap menjadi orang-orang yang rugi.
(Surah az-Zumar, 39: 65)
Barangsiapa yang percaya dan berharap terhadap pertemuan dengan Tuhannya,
hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan
apa pun dalam ibadatnya kepada Tuhannya. (Surah al-Kahfi, 18: 110)
Dan sekiranya mereka berbuat syirik nescaya gugurlah dari mereka apa yang mereka
telah lakukan (dari amal-amal yang baik). (Surah al-Anam, 6: 88)
3 - Beramal Dengan Petunjuk al-Qur'an Dan Sunnah Rasul-Nya (bersumberkan
hadis-hadis yang sah):
Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Surah Ali Imran, 3: 31)
Kemudian jika datang kepada kamu petunjuk dari-Ku, maka sesiapa yang mengikut
petunjuk-Ku itu nescaya ia tidak akan sesat dan ia pula tidak akan menderita azab
sengsara. (Surah Thoha, 20: 123)
Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik,
iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredhaan) Allah dan (balasan baik) di
hari akhirat, serta ia pula menyebut dan mengingati Allah sebanyak-banyaknya (sama
ada di waktu susah mahu pun senang). (Surah al-Ahzaab, 33: 21)

Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah Subhanahu wa Taala, dan sebaik-baik


petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam. (Hadis Riwayat
Muslim, no: 2003)
4 - Haram Menokok Tambah (Mereka-Cipta) Amalan-Amalan Yang Baru Di
Dalam Agama:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memandai-mandai (melakukan


sesuatu perkara) sebelum (mendapat hukum atau kebenaran) Allah dan Rasul-Nya; dan
bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha
mengetahui. (Surah al-Hujurat, 49: 01)
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku redhai Islam itu menjadi agama bagimu. (Surah alMaidah, 5: 3)
Barangsiapa yang beramal dengan amalan selain dari cara kita (Rasulullah bersama
para sahabat-sahabatnya), maka ianya tertolak. (Hadis Riwayat Muslim, no: 4468)
Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru di dalam urusan agama, maka
ianya tertolak. (Hadis Riwayat al-Bukhari, no: 2697)
Hendaklah kamu menjauhi setiap perkara yang baru yang diada-adakan di dalam
urusan agama kerana setiap perkara yang baru di dalam agama itu adalah
menyesatkan. (Hadis Riwayat Ibnu Majah, 1/31, no: 40)
Ibnu Umar radhiyallahu anhu menjelaskan, Setiap perkara yang baru yang diadaadakan di dalam agama adalah kesesatan walaupun manusia memandangnya baik
(hasanah). (Atsar Riwayat al-Baihaqi, no: 191. al-Laalikaai, Syarah Ushul Itiqad, 1/104,
no: 126)
5 - Janji Allah Untuk Mereka Yang Sentiasa Beristiqomah Dengan Aqidah Yang
Benar, Tidak Syirik, Ikhlas, dan Sentiasa Menjaga Kesahihan Amal-amalannya:

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman (tidak berbuat syirik yang murni
akidahnya) dan beramal soleh dari kalangan kamu bahawa Dia (Allah) akan menjadikan
mereka berkuasa memegang kekuasaan di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka: yang berkuasa; dan Dia akan
menguatkan dan mengembangkan agama mereka (agama Islam) yang telah diredhaiNya untuk mereka; dan ia juga akan menggantikan bagi mereka keamanan setelah
mereka mengalami ketakutan (dari ancaman musuh). mereka terus beribadat kepada-Ku
dengan tidak mempersekutukan sesuatu yang lain dengan-Ku. Dan (ingatlah) sesiapa
yang kufur ingkar sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang derhaka (fasiq).
(Surah an-Nuur, 24: 55)
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman (menjaga aqidahnya) dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi. (Surah al-Araaf, 7: 96)
Sesiapa yang beramal soleh, sama ada dari lelaki atau perempuan, dan ia sentiasa di
dalam keadaan yang beriman (berakidah dengan akidah yang sahih), maka
sesungguhnya Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan
sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan memberikan pahala yang lebih dari
apa yang telah mereka kerjakan. (Surah an-Nahl, 16: 97)
Dan barang siapa yang mengerjakan amal soleh, dari lelaki atau perempuan, dan ia
sentiasa berada di dalam keadaan yang beriman (berakidah sahih), maka mereka itu
akan masuk syurga, dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasannya)
sedikitpun. (Surah an-Nisa, 4: 124)
Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang
menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Sebenarnya banyak ayat Al-Quran dan As-Sunnah yang memerintahkan kita agar
menuntut ilmu dan kelebihan-kelebihan menuntut ilmu itu.

Maksud firman Allah s.w.t:


Maka tanya oleh mu akan orang yang ahli zikri (orang yang alim) jikalau kamu tidak
mengetahui.

Maksud sabda Rasulullah s.w.w pula yang bermaksud :


Sesungguhnya sesuatu bab daripada ilmu yang dipelajari oleh seorang lelaki terlebih
baik baginya daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya

Di samping itu terdapat juga hadis-hadis yang menceritakan tentang fadhilat-fadhilat


menuntut ilmu itu yang menjadi lebih baik daripada ibadah kita (ibadah sunat)
sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w ertinya :
Demi Tuhan bahawa jika kamu pergi menuntut ilmu daripada sesuatu bab terlebih baik
daripada kamu sembahyang seratus rakaat,
Di samping itu, banyak hadis yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w tentang kematian
bagi orang-orang yang sedang menuntut ilmu antaranya:
Barangsiapa yang mati di dalam keadaan menuntut ilmu untuk menghidupkan agama
Islam, maka dia berada di dalam Syurga kelak satu darjat dengan para nabi.

Rasulullah s.a.w juga telah menggariskan beberapa peringkat kelebihan ilmu dengan
sabda Baginda s.a.w,
Sesungguhnya ilmu itu adalah umpama gedung dan anak kuncinya adalah
pertanyaan.
Empat jenis golongan yang diberikan pahala di dalam menuntut ilmu ini, iaitu :

1.

Golongan yang sukar bertanya akan sesuatu ilmu

2.

Golongan pengajar atau orang yang mengetahui sesuatu ilmu dan mengajar
kepada orang lain

3.

Golongan yang yang mendengar orang yang mengajar ilmu

4.

Golongan orang yang suka dan kasih akan majlis ilmu.


Jika kita teliti kepada kepentingan ilmu seperti yang telah dijelaskan di atas, maka
seharusnya bagi kita sebagai Ummah Terbaik mengambil kesempatan yang berharga
di dalam kehidupan ini untuk merancakkan lagi pemburuan ilmu itu. Maka menuntut
ilmu itu tidak mengira usia sama ada seseorang itu muda atau tua, lelaki atau
perempuan semua digalakkan menuntut ilmu.

Adab Menuntut Ilmu Agama


Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut
berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab
tersebut di antaranya adalah:

1.

Ikhlas dalam menuntut ilmu.


Sepertimana amalan-amalan yang lain, langkah yang pertama adalah keikhlasan diri.
Langkah ini merupakan faktor yang amat penting sehinggakan Rasulullah telah memberi
amaran: Maksud hadis riwayat Ibn Hibban dan ia dinilai sahih oleh Syuaib al-Arnauth
dalam semakannya ke atas Shahih Ibn Hibban (Muassasah al-Risalah, Beirut, 1997),
hadis no: 78
Sesiapa yang mempelajari satu ilmu yang sepatutnya dilakukan kerana mencari Wajah
Allah, namun dia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan keuntungan duniawi,
maka dia tidak akan mencium bau syurga pada Hari Kiamat.

Oleh kerana itu dalam sebuah hadis yang lain, baginda mengingatkan: Maksud hadis
riwayat Ibn Hibban dengan para perawi yang dipercayai lagi sahih, demikian terang
Syuaib al-Arnauth dalam semakannya ke atas Shahih Ibn Hibban, hadis no: 77
Jangan mempelajari ilmu untuk berbangga-bangga di hadapan para ulama, atau untuk
berdebat dengan orang-orang bodoh, atau untuk memilih majlis yang terbaik (demi
mendapat pujian orang). Sesiapa melakukan hal itu maka nerakalah tempatnya.
Sesiapa yang memiliki niat dan tujuan yang betul sepertimana di atas, dia tidak sekalikali akan terkalah dengan pelbagai cubaan dan fitnah yang mungkin dihadapinya dalam
rangka memahami agama Islam. Ini kerana: Maksud surah Muhammad, ayat 7
Wahai orang-orang yang beriman, kalau kamu membela (agama) Allah nescaya Allah
membela kamu dan meneguhkan tapak pendirian kamu.

2.

Positif dan Yakin kepada diri sendiri


Sikap yang positif dan keyakinan diri adalah faktor yang penting untuk mencapai
sesuatu tujuan. Faktor ini tidak terpisah bagi sesiapa yang ingin memahami agama yang
dicintai ini. Bahkan ketahuilah bahawa sesiapa yang berusaha dengan ikhlas untuk
tujuan ini, maka Allah akan membimbingnya, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud:
Dan orang-orang yang berusaha dengan bersungguh-sungguh kerana memenuhi
kehendak agama Kami, sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami;
dan sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah berserta orang-orang yang
berusaha membaiki amalannya.
[al-Ankabut, ayat 69]

Pimpinan Allah boleh wujud dalam pelbagai bentuk, seperti dipertemukan dengan guru
yang benar, ditunjuki kepada buku daripada penulis yang jujur, dipersahabatkan dengan
orang-orang yang shalih, dibimbing kepada subjek-subjek yang mengikut tertib
kepentingannya dan ditanam dalam dirinya akhlak yang mulia apabila berinteraksi

dengan ilmu agama. Oleh itu janganlah merasa ragu-ragu atau rendah diri untuk
berusaha memahami agama Islam. Yakinilah bahawa Allah akan memimpinnya selagi
mana dia ikhlas dan bersungguh-sungguh.

3.

Bersiap sedia untuk melakukan pengorbanan.


Tidak ada jalan pintas (short cut) untuk memahami agama Islam, maka janganlah
mengharapkan kefahaman dalam agama secara serta merta atau melalui jalan yang
mudah. Sebaliknya hendaklah bersiap sedia untuk melakukan banyak pengorbanan dari
sudut tenaga, masa, kewangan dan kehidupan. Proses menuntut ilmu sememangnya
memerlukan banyak pengorbanan dan hal ini diketahui oleh Rasulullah. Oleh itu baginda
menjanjikan ganjaran yang besar kepada sesiapa yang melakukan pengorbanan tersebut
dengan bersabda, maksudnya:

Sesiapa yang menempuh satu jalan kerana mencari ilmu, maka Allah akan
memudahkan baginya jalan ke syurga.
[Riwayat Muslim dalam Shahihnya (penomboran Fuad Abd al-Baqi), hadis no: 2699].

Pengorbanan dari sudut tenaga dan masa adalah berusaha untuk ke kelas-kelas
pengajian agama sekalipun kesibukan atau keletihan dengan kuliah di universiti atau
kerja di pejabat. Pengorbanan kewangan adalah membelanjakan wang ringgit untuk
membeli buku-buku agama yang berkualiti. Ini adalah pengorbanan yang tidak boleh
ditinggalkan, dimana setiap yang ingin memahami agama Islam perlu mencintai buku
dan berusaha membina koleksi buku-buku agama atau perpustakaan peribadi yang
tersendiri.

Namun di antara semua pengorbanan, yang terbesar adalah pengubahsuaian gaya


hidup. Tidur perlu dikurangkan, gizi pemakanan perlu dijaga dan aktiviti harian yang sia-

sia perlu dihindari. Sedar atau tidak, terdapat banyak aktiviti harian yang sebenarnya
adalah sia-sia seperti mengikuti acara sukan, membaca akhbar harian, menonton
televisyen dan berbual kosong. Semua ini hendaklah diubah kepada bersukan demi
menjaga kesihatan, menelaah akhbar harian sekadar mencari laporan yang bermanfaat,
menghadkan tontonan televisyen kepada dokumentari yang ilmiah dan berbual sekadar
menyampaikan nasihat. Pengubahsuaian ini akan membuka banyak masa lapang yang
dapat dimanfaatkan untuk memahami agama Islam.

4.

Tidak mengenal titik noktah.


Semua orang yang melazimkan diri berinteraksi dengan ilmu akan mengetahui bahawa
ia sentiasa dinamik tanpa mengenal titik noktah. Maka demikianlah juga seharusnya
sikap setiap muslimin dan muslimah yang ingin mencari kefahaman agama. Tidak boleh
berkata Saya sudah habis belajar agama atau Saya sudah faham Islam. Sebaliknya
hendaklah sentiasa mengkaji dan menganalisa kerana ilmu agama juga adalah sentiasa
dinamik. Bak kata pepatah:

Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.

Pertama: Pada masa kini terdapat banyak ajaran yang menyeleweng, setiap darinya
berselindung di sebalik slogan Ahli Sunnah Wal Jamaah agar kelihatan berada di atas
jalan yang benar. Seandainya seseorang itu tergelincir dalam salah satu daripada ajaran
yang menyeleweng, sikap dinamiknya yang sentiasa mengkaji dan menganalisa akan
mengeluarkan dirinya daripada ajaran tersebut kepada ajaran yang benar.

Kedua: Seseorang yang berusaha memahami agama akan melalui beberapa tahap,
daripada tahap kebudak-budakan sehinggalah kepada tahap kedewasaan. Ini kerana
dalam rangka melakukan kajian, dia akan menemui banyak perkara baru yang tidak
pernah diketahuinya sebelum itu. Penemuan ini akan menjana semangat baru dalam

dirinya. Terdapat kemungkinan yang besar semangat tersebut akan mengarah dirinya
kepada sikap merasa dirinya amat berilmu (ujub), memandang rendah para ulama dan
mudah menghukum orang yang tidak sependapat dengannya. Inilah sikap kebudakbudakan yang saya maksudkan.

Di sini manhaj dinamik amatlah perlu dimana sikap yang sentiasa mengkaji dan
menganalisa akan mengalih seseorang itu dari tahap kebudakan-budakan ke tahap
kedewasaan. Tahap kedewasaan akan mengarah kepada sikap merendah diri
berdasarkan keinsafan bahawa ilmu agama sebenarnya amat luas, sikap menghormati
para ulama berdasarkan kesedaran bahawa terdapat banyak faktor lain yang mereka
pertimbangkan dan terbuka kepada dialog berdasarkan mata yang celik kepada hakikat
berbeza pendapat adalah fitrah manusia.

5. Mengamalkan ilmu.
Usaha untuk memahami agama Islam bukanlah sekadar class room discussion, akan
tetapi ia adalah untuk diamalkan. Ilmu tanpa amalan adalah sesuatu yang dibenci oleh
Allah sebagaimana firman-Nya yang bermaksud:

Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu memperkatakan apa yang kamu
tidak melakukannya! Amat besar kebenciannya di sisi Allah - kamu memperkatakan
sesuatu yang kamu tidak melakukannya.
[al-Saff, ayat 2-3]

Sebaliknya orang yang mengamalkan ilmunya akan ditambahi oleh Allah dengan ilmu
dalam pelbagai bentuk. Orang yang berusaha memahami agama Islam akan meningkat
keimanannya dan iman itu sendiri adalah apa yang dibuktikan dengan hati, lidah dan

perbuatan. Keimanan seperti ini akan ditambahi oleh Allah dengan hidayah-Nya,
sebagaimana firman-Nya yang bermaksud:

sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada Tuhan mereka,
dan kami tambahi mereka dengan hidayah.
[Maksud surah al-Kahf, ayat 13]

Orang yang mengamalkan ilmu juga bererti mengamalkan hidayah yang Allah kurniakan
kepadanya, meningkatkan ketaqwaannya, maka dengan itu Allah akan mengurniakan
kepadanya al-Furqan yang membolehkan dia membezakan antara yang benar dan batil.
Allah akan juga menambahi Rahmat-Nya dan memberikannya cahaya untuk terus
berada di atas jalan yang benar. Perhatikan dua firman Allah berikut yang bermaksud:

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertaqwa kepada Allah, nescaya Dia
mengadakan bagi kamu (al-Furqan) yang membezakan antara yang benar dengan yang
salah, dan menghapuskan kesalahan-kesalahan kamu, serta mengampunkan (dosa-dosa)
kamu. Dan Allah (sememangnya) mempunyai limpah kurnia yang besar.
[al-Anfal, ayat 29]
6.

Berhubung dengan orang yang berhubung dengan ilmu.


Siapa kita berhubung, siapa kita berkawan, memiliki pengaruh yang besar kepada
perwatakan diri kita sendiri. Rasulullah pernah mengingatkan, maksudnya:

Sesungguhnya perumpamaan teman yang shalih dan teman yang buruk hanyalah
seumpama pembawa minyak wangi dan peniup tungku api seorang tukang besi. Bagi
pembawa minyak wangi, boleh jadi sama ada dia memberinya kepada kamu (minyak
wangi) atau kamu membeli daripadanya (minyak wangi) atau kamu mendapat bau

harum daripadanya. Bagi peniup tungku api seorang tukang besi, boleh jadi sama ada ia
akan membakar pakaian kamu (kerana kesan tiupan api) atau kamu mendapat bau yang
tidak sedap daripadanya (bau besi).

[Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, hadis no: 2628].


Oleh itu sesiapa yang berusaha untuk memahami agama Islam hendaklah sentiasa
berhubung dengan orang-orang yang perhubungannya sentiasa bersama ilmu. Mereka
adalah orang-orang yang perhatiannya sentiasa kepada al-Quran dan al-Sunnah yang
sahih, usahanya sentiasa kepada mengkaji kitab-kitab peninggalan para ulama dan
pemikirannya sentiasa ke arah memperbaiki keadaan umat Islam dan menjaga
kemurnian agama Islam.
Di antara mereka ialah para alim ulama dan guru-guru, maka hendaklah memuliakan
mereka, mendengar nasihat mereka dan mengikuti jejak langkah mereka. Seandainya
mereka berbuat salah, hendaklah menasihati mereka secara sopan dan tersembunyi,
tidak secara kasar dan terbuka kepada orang ramai. Di antara mereka adalah orangorang yang dalam proses memahami agama Islam, maka hendaklah menjadikan mereka
sebagai sahabat karib, selalu meluangkan masa berkongsi ilmu, bertukar-tukar pendapat
dan saling menasihati.

7.

Berdoa Kepada Allah.


Setiap usaha perlu diikuti dengan doa dan usaha untuk memahami agama Islam tidak
terpisah daripada adab ini. Maka hendaklah berdoa kepada Allah dan sebaik-baik doa
adalah apa yang diajar oleh Allah dan Rasul-Nya. Antaranya:

Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan
pula (jalan) orang-orang yang sesat.

[Maksud surah al-Fatihah, ayat 6-7]

Demikian tujuh adab yang dapat saya ringkaskan daripada sekian banyak adab untuk
menuntut ilmu. Diharapkan adab-adab di atas bermanfaat untuk setiap orang, termasuk
diri saya sendiri. Selain tujuh adab tersebut, setiap orang yang berusaha untuk
memahami agama Islam perlu berwaspada kepada unsur-unsur yang boleh
merosakkannya. Unsur-unsur tersebut akan saya jelaskan dalam penulisan yang
seterusnya insya-Allah.

__________________________________________________________________________________

Wednesday, October 29, 2008


075 - Syarat-Syarat Asas Agar Amalan Kita Diterima Di Sisi Allah

Syarat-Syarat Asas Agar Amalan Kita Diterima Di Sisi Allah


http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com
1 - Berakidah Dengan Akidah Yang Sahih:
Sesiapa yang beramal soleh, sama ada dari lelaki atau perempuan, dan ia sentiasa di
dalam keadaan yang beriman (berakidah dengan akidah yang sahih), maka
sesungguhnya Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan
sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan memberikan pahala yang lebih dari
apa yang telah mereka kerjakan. (Surah an-Nahl, 16: 97)
Dan barang siapa yang mengerjakan amal soleh, dari lelaki atau perempuan, dan ia
sentiasa berada di dalam keadaan yang beriman (berakidah sahih), maka mereka itu
akan masuk syurga, dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasannya)
sedikitpun. (Surah an-Nisa, 4: 124)

2 - Ikhlas Lillahi Taala (tidak syirik):


Sesungguhnya Kami menurunkan al-Quran ini kepadamu (Wahai Muhammad) dengan
membawa kebenaran; oleh itu hendaklah engkau menyembah Allah dengan
mengikhlaskan segala ibadat dan bawaanmu kepada-Nya. Ingatlah! (hak yang wajib
dipersembahkan) kepada Allah ialah segala ibadat dan bawaan yang suci bersih (dari
segala bentuk kesyirikan). (Surah az-Zumar, 39: 2)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Wahai Muhammad) dan kepada Nabinabi yang terdahulu daripadamu: Demi sesungguhnya! Jika Engkau (dan pengikutpengikutmu) mempersekutukan (sesuatu yang lain dengan Allah) sudah pasti segala
amal-amalmu akan terhapus, dan engkau akan tetap menjadi orang-orang yang rugi.
(Surah az-Zumar, 39: 65)
Barangsiapa yang percaya dan berharap terhadap pertemuan dengan Tuhannya,
hendaklah ia mengerjakan amal yang soleh dan janganlah ia mempersekutukan dengan
apa pun dalam ibadatnya kepada Tuhannya. (Surah al-Kahfi, 18: 110)
Dan sekiranya mereka berbuat syirik nescaya gugurlah dari mereka apa yang mereka
telah lakukan (dari amal-amal yang baik). (Surah al-Anam, 6: 88)
3 - Beramal Dengan Petunjuk al-Qur'an Dan Sunnah Rasul-Nya (bersumberkan
hadis-hadis yang sah):
Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (Surah Ali Imran, 3: 31)
Kemudian jika datang kepada kamu petunjuk dari-Ku, maka sesiapa yang mengikut
petunjuk-Ku itu nescaya ia tidak akan sesat dan ia pula tidak akan menderita azab
sengsara. (Surah Thoha, 20: 123)
Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik,

iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredhaan) Allah dan (balasan baik) di
hari akhirat, serta ia pula menyebut dan mengingati Allah sebanyak-banyaknya (sama
ada di waktu susah mahu pun senang). (Surah al-Ahzaab, 33: 21)
Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah Subhanahu wa Taala, dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam. (Hadis Riwayat
Muslim, no: 2003)
4 - Haram Menokok Tambah (Mereka-Cipta) Amalan-Amalan Yang Baru Di
Dalam Agama:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memandai-mandai (melakukan


sesuatu perkara) sebelum (mendapat hukum atau kebenaran) Allah dan Rasul-Nya; dan
bertaqwalah kamu kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha
mengetahui. (Surah al-Hujurat, 49: 01)
Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku redhai Islam itu menjadi agama bagimu. (Surah alMaidah, 5: 3)
Barangsiapa yang beramal dengan amalan selain dari cara kita (Rasulullah bersama
para sahabat-sahabatnya), maka ianya tertolak. (Hadis Riwayat Muslim, no: 4468)
Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru di dalam urusan agama, maka
ianya tertolak. (Hadis Riwayat al-Bukhari, no: 2697)
Hendaklah kamu menjauhi setiap perkara yang baru yang diada-adakan di dalam
urusan agama kerana setiap perkara yang baru di dalam agama itu adalah
menyesatkan. (Hadis Riwayat Ibnu Majah, 1/31, no: 40)
Ibnu Umar radhiyallahu anhu menjelaskan, Setiap perkara yang baru yang diadaadakan di dalam agama adalah kesesatan walaupun manusia memandangnya baik
(hasanah). (Atsar Riwayat al-Baihaqi, no: 191. al-Laalikaai, Syarah Ushul Itiqad, 1/104,

no: 126)
5 - Janji Allah Untuk Mereka Yang Sentiasa Beristiqomah Dengan Aqidah Yang
Benar, Tidak Syirik, Ikhlas, dan Sentiasa Menjaga Kesahihan Amal-amalannya:
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman (tidak berbuat syirik yang murni
akidahnya) dan beramal soleh dari kalangan kamu bahawa Dia (Allah) akan menjadikan
mereka berkuasa memegang kekuasaan di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang yang sebelum mereka: yang berkuasa; dan Dia akan
menguatkan dan mengembangkan agama mereka (agama Islam) yang telah diredhaiNya untuk mereka; dan ia juga akan menggantikan bagi mereka keamanan setelah
mereka mengalami ketakutan (dari ancaman musuh). mereka terus beribadat kepada-Ku
dengan tidak mempersekutukan sesuatu yang lain dengan-Ku. Dan (ingatlah) sesiapa
yang kufur ingkar sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang derhaka (fasiq).
(Surah an-Nuur, 24: 55)
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman (menjaga aqidahnya) dan
bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi. (Surah al-Araaf, 7: 96)
Sesiapa yang beramal soleh, sama ada dari lelaki atau perempuan, dan ia sentiasa di
dalam keadaan yang beriman (berakidah dengan akidah yang sahih), maka
sesungguhnya Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan
sesungguhnya Kami akan membalas mereka dengan memberikan pahala yang lebih dari
apa yang telah mereka kerjakan. (Surah an-Nahl, 16: 97)
Dan barang siapa yang mengerjakan amal soleh, dari lelaki atau perempuan, dan ia
sentiasa berada di dalam keadaan yang beriman (berakidah sahih), maka mereka itu
akan masuk syurga, dan mereka pula tidak akan dianiaya (atau dikurangkan balasannya)
sedikitpun. (Surah an-Nisa, 4: 124)
Posted by Nawawi Bin Subandi at 9:09 AM
Labels: Manhaj Aqeedah
Hukum Menuntut Ilmu
expr:id='"post-" + data:post.id'>

apabila kita memperhatikan isi Alquran dan Al Hadist, maka terdapatlah beberapa
suruhan yang mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk
menuntut ilmu, agar mereka tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut
kejahilan dan kebodohan.
Menuntut ilmu artinya berusaha menghasilkan segala ilmu, baik dengan jalan bertanya,
melihat atau mendengar.
Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam Hadist Nabi Muhammad SAW :
"menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan"
(HR. Ibn Abdulbari)
Dari hadis ini kita memperoleh pengertian, bahwa Islam mewajibkan pemeluknya agar
menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemashlahatan dan
jalan kemanfaatan, menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisa segala
pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan soalsoal keduniaan dan segala kebutuhan hidup.
Nabi Muhammad bersabda :
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya dan barangsiapa yang ingin selamat dan berbahagia di akhirat,
wajiblah ia mengetahui ilmunya pula. dan barangsiapa yang menginginkan keduanya
wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula". (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna
untuk menuntun kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia,
agar tiap-tiap muslim jangan picik dan agar setiap muslim dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi penghuni dunia
ini dalam batas-batas yang di ridhai Allah SWT.
Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat yang menghasilkan natijah,
yaitu ilmu yang diamalkan sesuai dengan perintah-perintah syara.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adlah wajib ain dan adakalanya wajib
kifayah.
Ilmu yang wajib ain dipelajari oleh mukalaf yaitu yang perlu diketahui untuk meluruskan

aqidah yang wajib dipercayai oleh seluruh muslimin dan yang perlu diketahui untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang difardukan atasnya, seperti salat, puasa, zakat
dan haji. Disamping itu perlu dipelajari ilmu akhlak untuk mengetahui adab sopan santun
yang perlu kita laksanakan dan tingkah laku yang harus kita tinggalkan. Disamping itu
harus pula mengetahui kepandaian dan keterampilan yang menjadi tonggak hidupnya.
Adapun pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan sehari-hari maka diwajibkan
mempelajarinya kalau dikehendaki akan melaksanakannya, seperti seseorang yang
hendak memasuki gapura pernikahan, seperti syarat-syarat dan rukun-rukunnya serta
segala yang diharamkan dan dihalalkan dalam menggauli istrinya.
Sedang ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya
menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadis dan sebagainya.

Seri - 5 Tauhid Syarat diterima Amal


Kamis, 29 April 2010 23:54 Abu Sulaiman
Tags tauhid syarat amal diterima - Abu Sulaiman
Amal shalih apapun, baik itu shalat, shaum, zakat, haji, infaq, birrul walidain (berbakti kepada orang tua)
dan sebagainya tidak mungkin diterima Allah Subhanahu Wa Taalabila tidak dilandasai tauhid yang
bersih dari syirik. Berapapun banyaknya amal kebaikan yang dilakukan seseorang tetap tidak mungkin
ada artinya bila pelakunya tidak kufur kepada thaghut, sedangkan seseorang tidak dikatakan beriman
kepada Allah apabila dia tidak kufur kepada thaghut.

dan tidak ada pahalanya

Anda telah mengetahui makna kufur kepada thaghut beserta thaghut-thaghut yang mesti kita kafir
kepadanya. Kufur kepada thaghut serta iman kepada Allah adalah dua hal yang dengannya orang bisa
dikatakan mukmin dan dengannya amalan bisa diterima, Allah Taala berfirman:
Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedang dia itu mukmin, maka Kami
akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan
balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan (An Nahl: 97)

Dalam ayat ini Allah

Subhanahu Wa Taala menetapkan pahala amal shalih hanya bagi orang mukmin, sedang orang yang suka
membuat tumbal, sesajen, meminta kepada orang yang sudah mati atau mengusung sekulerisme,
liberalisme, demokrasi atau nasionalisme dan falsafah sistem syirik lainya, dia bukanlah orang mukmin,
tetapi dia musyrik, karena tidak kufur kepada thaghut, sehingga shalat, shaum, zakat dan ibadah lainnya
yang dia lakukan tidaklah sah dan tidak ada pahalanya.
Juga Allah Taala berfirman:
Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka
masuk surga seraya mereka diberi rizqi di dalamnya tanpa perhitunganGhafir/Al Mukmin: 40)

DSisalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Taala menetapkan pahala masuk surga bagi orang yang beramal
shalih dengan syarat bahwa dia mukmin, sedangkan para pendukung Pancasila, Demokrasi, dan Undang
Undang Dasar buatan tidaklah dikatakan mukmin, karena tidak kufur kepada thaghut, tapi justeru dia
adalah hamba thaghut.
Juga dalam firmanNya Taala:
Dan siapa yang melakukan amalan-amalan shalih baik laki-laki atau perempuan, sedang dia itu mukmin,
maka mereka masuk surga dan mereka tidak dizhalimi barang sedikitpunAn Nisa: 124)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Taala menetapkan pahala surga bagi orang yang beramal shalih,
dengan syarat dia mukmin, sedangkan aparat thaghut, hamba demokrasi, hamba Pancasila, Undang
Undang Dasar buatan dan Pemerintah kafir, maka mereka itu bukan mukmin, karena tidak kafir terhadap
thaghut, bahkan mereka menjadi pelindung dan benteng thaghut.
Juga firmanNya Taala:
Dan siapa yang melakukan amal-amal shalih sedang dia itu mukmin, maka dia tidak takut dizhalimi dan
tidak pula takut akan dikurangi (Thaha: 112)
Ini berbeda dengan orang musyrik dan kafir, dia tidak dapat apapun dari amal shalih yang dia kerjakan.
Juga firmanNya Taala:
Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin, maka tidak ada pengingkaran terhadap
amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan (Al Anbiya: 94)
Sedangkan para penguasa sistem syirik dan para pejabatnya serta para anggota parlemennya bukanlah
orang mukmin tetapi mereka adalah Thaghut.
Semua ayat mengisyaratkan iman untuk diterimanya amal shalih, sedangkan para penyembah kuburan
atau batu atau pohon keramat atau pengusung demokrasi atau hukum buatan manusia atau falsafah syirik
(seperti Pancasila, dan Undang Undang Dasar buatan) atau aparat keamanan penguasa thaghut bukanlah
orang yang kafir terhadap thaghut.
Jadi, kemanakah amalan-amalan yang mereka lakukan? Maka jawabannya ; hilang, sirna lagi sia-sia,
sebagaimana firmanNya Subhanahu Wa Taala:
Sungguh, bila kamu berbuat syirik, maka hapuslah amalanmu, dan sunguh kamu tergolong orang-orang
yang rugi (Az Zumar: 65)
Amalan-amalan yang banyak itu hilang sia-sia dengan satu kali saja berbuat syirik, maka apa gerangan
apabila orang tersebut terus-menerus berjalan di atas kemusyrikan, padahal ayat ini ancaman kepada
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam yang tidak mungkin berbuat syirik. Dan begitu juga para nabi
semuanya diancam dengan ancaman yang sama. Allah Taala berfirman:
Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang pernah mereka amalkan (Al
Anam: 88)
Ya, lenyap bagaikan debu yang disapu angin topan, sebagaimana firmanNya Taala:
Amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin
kencang di hari yang penuh badai (Ibrahim: 18)
Dalam ayat ini Allah serupakan amalan orang-orang kafir dengan debu, dan kekafiran/ kemusyrikan
diserupakan dengan angin topan. Apa jadinya bila debu diterpa angin topan? tentu lenyaplah debu itu.
Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana:

Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah lapang, yang dikira air oleh
orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru
dia mendapatkan Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisabanNya (An Nur: 39)
Orang yang musyrik di saat dia melakukan shalat, zakat, shaum, dan sebagainya, mengira bahwa di sisi
Allah pahalanya banyak, tapi ternyata saat dibangkitkan dia tidak mendapatkan apa-apa melainkan
adzab!
Dalam ayat lain amalan-amalan mereka itu bagaikan debu yang bertaburan:
Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian Kami jadikannya debu
yang bertaburan (Al Furqan: 23)
Sungguh sangatlah dia merugi sebagaimana dalam ayat lain:
Katakanlah, Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling rugi
amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka
mengira bahwa mereka melakukan perbuatan baik? (Al Kahfi: 103-104)
Ya, memang mereka rugi karena mereka lelah, capek, letih, berusaha keras, serta berjuang untuk amal
kebaikan, tapi ternyata tidak mendapat apa-apa karena tidak bertauhid. Allah Taala berfirman:
Dia beramal lagi lelah, dia masuk neraka yang sangat panas (Al Ghasyyiah: 3-4).
Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Masih ada dua
syarat lagi yang berkaitan dengan satuan amalan, yaitu ikhlash dan mutabaah. Dan berikut ini adalah
penjelasan ringkasnya:
1. Ikhlash
Orang yang melakukan amal shaleh akan tetapi tidak ikhlas, namun justeru dia ingin dilihat orang atau
ingin didengar orang, maka amalan-amalan itu tidak diterima Allah Subhanahu Wa Taala sebagaimana
firmanNya:
Siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia beramal shalih dan tidak
menyekutukan sesuatupun dalam ibadah kepada Tuhannya (Al Kahfi: 110)
Ayat ini berkenaan dengan ikhlas, jadi orang yang saat melakukan amal shalih dan dia bertujuan kepada
yang lain di samping kepada Allah, maka ia itu tidak ikhlas.
Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits qudsiy: Bahwa Allah berfirman: Aku adalah
yang paling tidak butuh akan sekutu, siapa yang melakukan amalan dimana dia menyekutukan yang lain
bersamaKu dalam amalan itu, maka Aku tinggalkan dia dengan penyekutuannya (HR. Muslim)
2. Mutabaah (sesuai dengan tuntunan Rasul)
Amal ibadah meskipun dilakukan dengan ikhlash akan tetapi jika tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah
Shalallahu alaihi wa sallam, maka pasti ditolak.
Beliau Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasarnya dari
kami, maka itu tertolak (HR. Muslim)
Beliau Shalallahu alaihi wa sallam juga bersabda: Jauhilah hal-hal yang diada-adakan karena setiap yang
diada-adakan adalah bidah, dan setiap bidah itu sesat (HR. At Tirmidzi)
Sedikit amal tapi di atas Sunnah adalah lebih baik daripada banyak amal dalam bidah. Ibnu Masud
radliyallahu anhu berkata: Ikutilah (tuntunan Rasulullah) dan jangan mengada-ada yang baru

Jadi, dalam urusan ibadah, antum harus bertanya pada diri sendiri: Apa landasan atau dalil yang engkau
jadikan dasar? Karena siapa engkau beramal ? Apabila tidak mengetahui dasarnya maka tinggalkanlah
amalan itu karena hal itu lebih selamat bagi kita.

Adab Menuntut Ilmu


Posted on Agustus 22, 2007 by abuzubair
ADAB MENUNTUT ILMU
Oleh : Ustadz Abdullah Shaleh Al Hadrami
Mukaddimah:
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Taala, shalawat dan salam semoga selalu
tercurah kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat dan
pengikut setia mereka sampai hari kiamat, Amma badu:
Allah telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang
berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam
firman-Nya:

Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At Taubah:122)
Pada ayat tersebut, Allah membagi orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok,
mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya
mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal
ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu
semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah
mengangkat derajat kedua kelompok tersebut. (Hilyah al Alim al Muallim, Salim al
Hilaliy hl:5-6)
Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syari, yaitu ilmu yang Allah turunkan
kepada Nabi-Nya Shalallahu Alaihi Wassalam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu

yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja.
Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam:
Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan
menjadikannya mengerti masalah agama. (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda pula:
Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja
mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia
mengambil nasib (bagian) yang banyak. (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu
syariat Allah dan bukan yang lainnya. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:11)
Hukum Menuntut Ilmu Syari
Menuntut ilmu syari adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut
ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib
bagi tiap orang atau fardlu ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak
ia kerjakan. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:21)
Penuntut Ilmu Hendaklah Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai
Berikut:
Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah
Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah dan kampong akhirat,
sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:
Barangsiapa menuntut ilmu-yang mestinya untuk mencari wajah Allah-,
tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari
dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat. (HR.
Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :25)
Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; berpindahlah ia dari ketaatan yang paling
afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah. Diriwayatkan dari Sufyan ats Tsauri
rahimahullah berkata: Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku.
Dari Umar bin Dzar bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku! Mengapa
orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis
apabila orang lain yang menasehati mereka? Ayahnya menjawab: Wahai puteraku!
Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita
yang dibayar (untuk meratap). (Hilyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10)
Kedua: Memberantas Kebodohan Dirinya dan Orang Lain

Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat untuk memberantas kebodohan dari dirinya dan
dari orang lain, karena pada dasarnya manusia itu jahil (bodoh), sebagaimana firman
Allah:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl:78)
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
Ilmu itu tiada bandingannya bagi orang yang niatnya benar. Mereka bertanya:
Bagaimanakah hal itu? Beliau menjawab: Berniat memberantas kebodohan dari
dirinya dan dari orang lain. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 26-27)
Ketiga : Membela Syariat
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat membela syariat, karena kitab-kitab tidak
mungkin bisa membela syariat. Tiadalah yang membela syariat melainkan para
pengemban syariat. Disamping itu, bidah juga selalu muncul silih berganti yang ada
kalanya belum pernah terjadi pada jaman dahulu dan tidak ada dalam kitab-kitab
sehingga tidak mungkin membela syariat kecuali para penuntut ilmu. (Kitab al Ilmi,
Syaikh Utsaimin hal 27-28).
Alangkah banyaknya kitab dan alangkah banyak pula perbedaan didalamnya! Seorang
muslim tidak lagi tahu apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia tinggalkan? Dari
mana memulai dan dimana berakhir! (Wasiyyatu Muwaddi, Husain Al Awayisyah hal :
29-30).
Keempat : Berlapang Dada Dalam Masalah Khilafiyah (Perbedaan Pendapat)
Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang
bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat
dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan
salafush shalih dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir.
(Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 28-29) . Baca pula untuk masalah ini kitab Perpecahan
Umat, karya: Dr Nasir al Aql, penerbit Darul Haq Jakarta.
Kelima : Mengamalkan Ilmu atau Zakat Ilmu
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah,
akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu

itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula
mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam:
Al Quran itu membelamu atau mencelakakanmu. (HR. Muslim)
Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan.
(Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah
(diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan
diajarkan) serta yang merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah
Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72)
Keenam : Berdakwah Kepada Allah
Allah berfirman:

Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar;
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran:104)
Hendaklah mendakwahkan ilmunya kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik di
masjid, di majlis-majlis, di pasar dan diberbagai kesempatan. (Kitab al Ilmi, Syaikh
Utsaimin hal :37-38).
Ketujuh : Hikmah
Hendaklah menghiasi dirinya dengan hikmah. Apabila kita menempuh cara ini pastilah
kita mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah:

Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah


dianugerahi karunia yang banyak. (QS. Al Baqarah:269)
Al Hakim (orang yang bijaksana) adalah orang yang menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Allah telah menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah dalam firman-Nya :

Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An Nahl:125)

Dan Alla menyebutkan pula tingkatan keempat tentang berdebat dengan ahli kitab
dalam firman-Nya:

Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang dzalim diantara mereka. (QS. Al
Ankabut:46)
(Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:37-38)
Kedelapan : Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula
bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran
slafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari
Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: Dengan apa
anda bisa mendapatkan ilmu? Beliau menjawab: Dengan lisan yang selalu bertanya
dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan. (Kitab al Ilmi,
Syaikh Utsaimin hal:40 dan 61)
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya
tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada
Syubah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: Ketika aku belajar hadits dan tertinggal
(satu hadits) maka akupun menjadi sakit.
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu
ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah keying
sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam: Ada dua kelompok
manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu
tidak pernah keying dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.
(HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al Alim al Muallim, Syaikh Salim al
Hialaliy hal 22-23)
Abu al Aliyah rahimahullah menuturkan:Kami mendengar riwayat (hadits) dari
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu
kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari
mulut mereka (para perawinya) secara langsung. (Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali
Hasan al Atsariy hal 44).
Kesembilan : Menghormati dan Menghargai Ulama

Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama dan berlapang
dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur
(alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan.
Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari
kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah
kesalahan terbesar. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
Hendaklah menghormati majlis (ilmu) dan menampakkan kesenangan terhadap
pelajaran serta mengambil faedahnya. Apabila seorang syaikh (guru) melakukan suatu
kesalahan atau kekeliruan maka janganlah hal itu membuatnya jatuh dihadapanmu,
karena hal ini menjadikanmu tidak lagi mendapatkan ilmunya. Siapasih orang yang tidak
pernah berbuat kesalahan.?
Jangan sekali-kali memancing kemarahannya dengan Perang urat syaraf, yaitu menguji
kemampuan ilmu dan kesabarannya. Apabila hendak berguru ke orang lain maka
mintalah ijin kepadanya, karena hal ini menjadikannya selalu menghormatimu, semakin
cinta dan saying kepadamu. (Hilyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal:36).
Kesepuluh : Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya yang tidak
mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
1. Al-Quranul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca,
menghafal, memahami dan mengamalkannya.
2. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Quran) dan
penjelas al Quran Karim.
3. Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para
ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda.
(Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
Kesebelas : At Tatsabbut dan Ats Tsabat
Termasuk adab terpenting yang wajib dimiliki oleh penuntut ilmu adalah; At Tatsabbut.
Yang dimaksud dengan At Tatsabbut adalah berhati-hati dalam menukil berita dan ketika
berbicara.
Adapun ats tsabat adalah sabar dan tabah untuk tidak bosan dan marah, dan agar tidak
mengambil ilmu hanya secuil-secuil saja lalu ia tinggalkan, karena hal ini berdampak
negatif dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :50)
Keduabelas : Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya

Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan
juga maksud Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang diberi
ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Quran dan
hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya
Shalallahu Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh
kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan
Rasul-Nya Shalallahu Alaihi Wassalam sehingga timbullah kesesatan karenanya.
Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan
kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan
kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah
dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa
benar. (Kitab al Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri
tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
Anjuran Menuntut Ilmu dalam Islam

May 23, '07 10:01 PM


for everyone

Islam merupakan agama yang punya perhatian besar kepada ilmu pengetahuan. Islam
sangat menekankan umatnya untuk terus menuntut ilmu.
Dalam surat Ar-Rahman, Allah menjelaskan bahwa diri-Nya adalah pengajar (Allamahu
al-Bayan) bagi umat Islam. Dalam agama-agama lain selain Islam kita tidak akan
menemukan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar.
Ayat pertama yang diturunkan Allah adalah Surat Al-Alaq, di dalam ayat itu Allah
memerintahan kita untuk membaca dan belajar. Allah mengajarkan kita dengan qalam
yang sering kita artikan dengan pena.
Akan tetapi sebenarnya kata qalam juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang yang
dapat dipergunakan untuk mentransfer ilmu kepada orang lain. Kata Qalam tidak
diletakkan dalam pengertian yang sempit. Sehingga pada setiap zaman kata qalam
dapat memiliki arti yang lebih banyak. Seperti pada zaman sekarang, komputer dan
segala perangkatnya termasuk internet bisa diartikan sebagai penafsiran kata qalam.

Dalam surat Al-Alaq, Allah Swt memerintahkan kita agar menerangkan ilmu. Setelah itu
kewajiban kedua adalah mentransfer ilmu tersebut kepada generasi berikutnya. Dalam
hal pendidikan, ada dua kesimpulan yang dapat kita ambil dari firman Allah Swt
tersebut; yaitu Pertama, kita belajar dan mendapatkan ilmu yang sebanyak-banyaknya.
Kedua, berkenaan dengan penelitian yang dalam ayat tersebut digunakan kata qalam
yang dapat kita artikan sebagai alat untuk mencatat dan meneliti yang nantinya akan
menjadi warisan kita kepada generasi berikutnya.
Dalam ajaran Islam, baik dalam ayat Quran maupun hadits, bahwa ilmu pengetahuan
paling tinggi nilainya melebihi hal-hal lain. Bahkan sifat Allah Swt adalah Dia memiliki
ilmu yang Maha Mengetahui. Seorang penyair besar Islam mengungkapkan bahwa
kekuatan suatu bangsa berada pada ilmu. Saat ini kekuatan tidak bertumpu pada
kekuatan fisik dan harta, tetapi kekuatan dalam hal ilmu pengetahuan. Orang yang tinggi
di hadapan Allah Swt adalah mereka yang berilmu.
Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw menganjurkan kita untuk menuntut ilmu
sampai ke liang lahat. Tidak ada Nabi lain yang begitu besar perhatian dan
penekanannya pada kewajiban menuntut ilmu sedetail nabi Muhammad Saw. Maka
bukan hal yang asing jika waktu itu kita mendengar bahwa Islam memegang peradaban
penting dalam ilmu pengetahuan. Semua cabang ilmu pengetahuan waktu itu
didominasi oleh Islam yang dibangun oleh para ilmuwan Islam pada zaman itu yang
berawal dari kota Madinah, Spanyol, Cordova dan negara-negara lainnya. Itulah zaman
yang kita kenal dengan zaman keemasan Islam, walaupun setelah itu Islam mengalami
kemunduran. Di zaman itu, di mana negara-negara di Eropa belum ada yang
membangun perguruan tinggi, negara-negara Islam telah banyak membangun pusatpusat studi pengetahun. Sekarang tugas kita untuk mengembalikan masa kejayaan Islam
seperti dulu melalui berbagai lembaga keilmuan yang ada di negara-negara Islam.
Dalam Al-Quran sudah dijelaskan bahwa orang yang mulia di sisi Allah hanya karena
dua hal; karena imannya dan karena ketinggian ilmunya. Bukan karena jabatan atau
hartanya. Karena itu dapat kita ambil kesimpulan bawa ilmu pengetahuan harus
disandingkan dengan iman. Tidak bisa dipisahkan antara keduanya. Perpaduan antara
ilmu pengetahuan dan iman akan menghasilkan peradaban yang baik yang disebut
dengan Al-Madinah al-Fadhilah.

Dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, dan juga tidak mengenal gender. Pria dan
wanita punya kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu. Sehingga setiap orang, baik
pria maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan oleh Allah Swt kepada
kita sehingga potensi itu berkembang dan sampai kepada kesempurnaan yang
diharapkan. Karena itulah, agama menganggap bahwa menuntut ilmu itu termasuk
bagian dari ibadah. Ibadah tidak terbatas kepada masalah shalat, puasa, haji, dan zakat.
Bahkan menuntut ilmu itu dianggap sebagai ibadah yang utama, karena dengan ilmulah
kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah yang lainnya dengan benar. Imam Jafar As-Shadiq
pernah berkata: Aku sangat senang dan sangat ingin agar orang-orang yang dekat
denganku dan mencintaiku, mereka dapat belajar agama, dan supaya ada di atas kepala
mereka cambuk yang siap mencambuknya ketika ia bermalas-malasan untuk menuntut
ilmu agama.
Ajaran agama Islam yang menekankan kewajiban menuntut ilmu tanpa mengenal
gender. Karena menuntut ilmu sangat bermanfaat dan setiap ilmu pasti bemanfaat.
Kalau kita dapati ilmu yang tidak bermanfaat, hal itu karena faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya. Sedangkan ilmu itu sendiri pasti sesuatu yang bermanfaat.
Sumber :
Peran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Keberadapan Islam
Prof.

Dr.

Ayatullah

Sayyid

Hasan

Sadat

Mustafawi

(Rektor Islamic University of Teheran-Iran)

Hukum Menuntut Ilmu Dalam Islam


oleh Masjid Jamek Al-A'la Bandar Mas pada 27 Juni 2010 jam 21:49
Kadang-kadang kita lupa untuk apa sebenarnya kita menuntut ilmu, dan kita juga lupa
apa hukumnya menuntut ilmu dalam agama Islam. Dalam hal tersebut, saya ingin
mengingatkan kembali untuk apa sebenarnya, dan apa hukumnya kita menuntut ilmu
dalam agama Islam. Hal tersebut ada dinyatakan di dalam buku "Ilmu Fiqih Islam"
karangan Drs. H. Moh. Rifai.
Apabila kita memperhatikan isi Al-Quran dan Al-Hadis, terdapat beberapa suruhan yang
mewajibkan bagi setiap muslim baik laki-laki mahupun perempuan, untuk menuntut
ilmu, agar tergolong menjadi umat yang cerdas, jauh dari kabut kejahilan dan

kebodohan. Menuntut ilmu artinya berusaha dengan jalan menanya, melihat atau
mendengar. Perintah kewajiban menuntut ilmu terdapat dalam hadis Nabi Muhammad
S.A.W. yang bermaksud;
"Menuntut ilmu adalah fardhu bagi tiap-tiap Muslim, baik laki-kali mahupun perempuan."
(HR. Ibn Abdulbari)
Dari hadis ini kita memperoleh pengertian bahawa Islam mewajibkan pemeluknya agar
menjadi orang yang berilmu, berpengetahuan, mengetahui segala kemaslahatan dan
jalan kemanfaatan; menyelami hakikat alam, dapat meninjau dan menganalisis segala
pengalaman yang didapati oleh umat yang lalu, baik yang berhubungan dengan aqidah
dan ibadat, serta hubungannya dengan soal-soal keduniaan dan segala keperluan hidup.
Nabi Muhammad S.A.W. bersabda:
"Barangsiapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia
memiliki ilmunya; dan barangsiapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat,
wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan keduaduanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duannya pula." (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna
untuk kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiaptiap muslim tidak dikategorikan sebagai terkebelakang dan agar setiap muslim dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi
penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diredhai Allah swt. Demikian pula Islam
mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu deenul Islam agar menghasilkan natijah yang
sempurna, amalan yang dilakukan sesuai dan selaras dengan perintah-perintah syara.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ain dan adakalanya wajib
kifayah.
Islam mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu dunia yang memberi manfaat dan berguna
untuk kita dalam hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan kita di dunia, agar tiaptiap muslim tidak dikategorikan sebagai terkebelakang dan agar setiap muslim dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi
penghuni dunia ini dalam batas-batas yang diredhai Allah swt. Demikian pula Islam
mewajibkan kita menuntut ilmu-ilmu deenul Islam agar menghasilkan natijah yang
sempurna, amalan yang dilakukan sesuai dan selaras dengan perintah-perintah syara.
Hukum wajibnya perintah menuntut ilmu itu adakalanya wajib ain dan adakalanya wajib
kifayah.

Bagikan
,,,,,? ,?

XQc1T

fbeeb7ff3bba757

Bismillah,
Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh, -semoga Allah menjaga muSebagian orang ada yang meredahkan dan menganggap remeh kewajiban yang mulia
ini, dan ada lagi sebagian orang tidak peduli terhadap hal ini. Maka ketahuilah wahai
saudara ku. Jika didalam hal dunia saja kita harus mempunyai ilmu. Apalagi didalam
masalah agama. Ketahuilah bahwa :
1. Hukum Menuntut Ilmu Agama dan Dalil Dalilnya (Landasan Hukum nya)
Ketahuilah, wahai saudara ku. Para Ulama telah sepakat bahwa menuntut ilmu syari
adalah Wajib Bagi Setiap Muslim.
Banyak dalil yang menunjukkan kewajiban ini. Kami hanya membawakan beberapa dalil
tetang kewajiban mempelajari agama
Didalam al-Quran Surat An-Nahl ayat 43
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui (Q.S An-Nahl ayat 43)
Didalam Hadits yang Shahih, Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bersabda :
Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi setiap Muslim (orang Islam) (Imam As-Suyuthi
mengatakan : Hadits ini Shahih dengan segala penguatnya. Diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah)
Didalam Ijma (kesepakatan) Ulama, banyak sekali namun hal ini semua perkataan
mereka dikembalikan kepada kaidah agama (Ushul Fiqih) yang berbunyi.
Apabila suatu kewajiban tidak bisa dijalankan kecuali dengan yang lain, maka yang lain
itu diwajibkan (hukum nya menjadi wajib)

2. Ilmu ilmu yang Wajib yang dipelajari oleh setiap Muslim


Mungkin timbul pertanyaan didalam benak kita, apakah semua ilmu agama itu wajib kita
pelajari atau ada hal hal yang tertentu..?
Wahai saudaraku, semoga Allah merahmati mu. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Taala tidaklah memberatkan seseorang mukmin, dan tidak memberikat beban yang dia
tidak sanggup untuk dipikul. Telah disebutkan kaidah ini.
Apabila suatu kewajiban tidak bisa dijalankan kecuali dengan yang lain, maka yang lain
itu diwajibkan (hukum nya menjadi wajib)
Penerapan (Maksudnya) kaidah ini adalah, Mendirikan Shalat hukum nya wajib, apabila
seorang mukmin tidak bisa mendirikan shalat karena tidak tahu tata cara nya maka
hukum mempelajari tetang shalat juga hukumnya wajib. Sebagaimana Sabda Rasulullah
Shallallahualaihi wa Sallam
Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat
(Hadits Shahih, riwayat Imam Bukhari dan Ahmad)
Seorang muslim mustahil, dia bisa melaksanakan shalat sesuai dengan perintah
Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam. Kecuali dengan membaca dan mempelajari tata
cara shalat Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam.
Begitu juga dengan kewajiban yang lain, seperti Puasa, Puasa hukum nya wajib, maka
apabila seorang mukmin mengetahui hukum puasa. Seorang pedagang wajib,
mempelajari hukum jual beli supaya dia tidak terjatuh kepada yang diharamkan.
Dengan demikian, maka dapat kita simpulkan bahwa, Ilmu Agama yang wajib bagi
seorang untuk pelajari adalah ilmu yang apabila dia tidak mempelajarinya maka dia
tidak bisa melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Taala. Atau ringkas nya
Mengenal Allah, Mengenal Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam dan Mengenal Dinul
Islam.
Tiga pokok inilah yang wajib dia pelajari, supaya kita jangan termasuk orang orang
yang merugi, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala.

Katakanlah (Muhammad) : "Apakah mau Kami beritahukan kepadamu tentang orangorang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya (amalnya) dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka
bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Q.S Al-Kahfi ayat 103 104)
Dan Rasulullah Shallallahualaihi wa Sallam bersabda
Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintahnya dari kami maka
amalan nya tertolak. (Hadits Shahih, Riwayat Imam Muslim)
Semoga Allah Subhanahu wa Taala memelihara kita semua dari tertolak nya amal.
Wallahuallam. Assalamualaikum , ,

Diambil dari beberapa Sumber diantara nya :

Kitab Al-Jami Fie Thlabil Ilmi Asy-Syarif karya Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz hafizhullah.

AMAL YANG DITERIMA ALLAH


10 April 2008 alasyjaaripb
Rate This

Oleh : Layyina Ridwan*


Syariah Publications. Lala (bukan nama sebenarnya), mahasiswi yang cantik,

ramah, dan supel. Ia selalu berpenampilan modis dan seksi. Banyak mahasiswa yang
jatuh cinta kepadanya. Tiba-tiba, pada hari itu terjadi perubahan yang sangat
mengejutkan seluruh teman-teman dan warga kampusnya. Lala menanggalkan semua
baju-baju seksinya. Sebagai gantinya, ia memakai baju yang menutup rapat seluruh
auratnya. Ia tampil kalem. Kampus pun menjadi geger. Lala berjilbab, begitu ucapan
orang-orang yang melihatnya. Tidak diketahui, berapa banyak mahasiswa yang kecewa
karena tidak lagi mempunyai kesempatan melihat body Lala yang seksi. Orang-orang
terkejut, namun tidak semua orang mengetahui alasan Lala mengubah penampilannya
itu. Selama satu minggu itu, Lala menjadi bahan pertanyaan warga kampus yang

terheran-heran dengan perubahan sikapnya.


Bukan Lala jika tidak membuat geger. Hari ini, tepat satu minggu setelah ia
berkerudung. Ia mendadak membuat sensasi lagi. Ia tanggalkan baju muslimahnya. Ia
ganti dengan baju-bajunya yang seksi. Lagi-lagi, warga kampus dibuat bingung dengan
ulahnya.

Selidik punya selidik, ternyata ada alasan dibalik kejadian ini. Lala memutuskan
memakai kerudung karena simpati pada seorang muslimah yang berjilbab. Dalam
pandangannya, wanita yang berjilbab itu tampak anggun, tenang, dan nyaman
dipandang. Terpanggillah hati Lala untuk mengikuti jejak mulia wanita itu. Tanpa berpikir
panjang, ia segera membeli kerudung dan mencari pakaian yang agak longgar. Ucapan

selamat pun disampaikan kepadanya.


Lantas, mengapa ia melepas kembali kerudungnya selang seminggu kemudian?
Ternyata, Lala tidak mendapatkan hal yang ia kira. Ia tidak mendapatkan ketenangan
dan rasa aman, tetapi justru kalimat negatif yang diterimanya. Banyak orang
mengatakan kalau Lala kelihatan tua dengan baju muslimah itu. Lala lebih cantik jika
seperti dulu, menampilkan rambut indahnya yang hitam panjang. Bahkan, ada orang
yang mengatakan Lala kuno dan tidak gaul. Lala tidak tahan mendengar cemoohan itu.

Pendiriannya menjadi goyah. Akhirnya, ia tanggalkan baju muslimahnya.


Kejadian di atas terjadi bertahun-tahun yang lalu, ketika jilbab belum populer,
khususnya di kampus yang diceritakan tersebut. Pada masa itu, jilbab masih dianggap

langka dan aneh.


Dari peristiwa di atas, ada pelajaran yang bisa kita ambil. Perbuatan seseorang
seharusnya selalu dikaitkan dengan dua hal. Dua hal ini harus ada agar perbuatan
seseorang menjadi ihsanul amal (perbuatan baik) sehingga berpahala dan diterima

Allah SWT. Dua hal tersebut adalah :


Pertama, niat yang lurus. Innamal amalu binniyat. Sesungguhnya amalan itu
tergantung niatnya (Al Hadis). Semua perbuatan kita niatkan itu hanya karena Allah,
hanya mengharapkan keridloanNya. Bukan karena ingin dipuji manusia atau sekedar
mengikuti mode. Berbeda niat, berbeda pula hasilnya. Apabila niat Lala lurus karena
Allah, tentu ia akan lebih tegar walaupun dicemooh. Akan tetapi, karena niatnya adalah
karena ingin anggun, maka ketika keanggunan itu tidak dikatakan oleh orang lain, ia
langsung goyah. Kalau saja Lala niatkan berjilbab itu ikhlas karena Allah semata-mata
untuk mendapatkan ridoNya maka Lala pasti kuat menghadapi semua ketidaknyamanan
yang dia dapatkan selama berjilbab. Bukankah Allah telah berjanji pada hambaNya
Aku adalah berdasarkan kepada sangkaan hambaKu terhadapKu. Aku bersamanya
ketika dia mengingatiKu. Apabila dia mengingatiKu dalam dirinya, nescaya aku juga
akan mengingatinya dalam diriKu. Apabila dia mengingatiKu dalam suatu kaum, nescaya
Aku juga akan mengingatinya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada mereka.
Apabila dia mendekatiKu dalam jarak sejengkal, nescaya Aku akan mendekatinya
dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekatiKu sehasta, nescaya Aku akan

mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepadaKu dalam keadaan

berjalan seperti biasa, nescaya Aku akan datang kepadanya dalam keadaan berlari-lari .
Allah pasti akan menolong hambaNya yang telah rela dan ikhlas menjalankan
syariatNya InsyaAllah jika kita berbuat diniatkan ikhlas karena Allah, tidak mengharap
pujian manusia maka kita akan kuat menghadapi setiap masalah yang dihadapi dan

menganggap masalah itu sebagai ujian hidup yang harus dilalui dengan sabar.
Kedua, cara yang benar. Niat yang benar harus disertai cara melakukan
perbuatan secara benar. Maksud benar adalah sesuai syariat Allah. Niat benar tetapi
cara salah, maka amal itu pasti ditolak Allah. Misalnya, ada seorang ayah yang ingin
menafkahi keluarganya. Ini niat yang benar. Akan tetapi, jika ia mencari nafkah dengan
berjudi, ia akan berdosa. Rasulullah saw bersabda:
Barang siapa yang melakukan sesuatu amal yang bukan perintah kami(Allah

dan RasulNya), maka amalan itu tertolak. Hadis riwayat Muslim


Dengan demikian, ketika hendak melakukan sesuatu, seharusnya kita mencari
tahu terlebih dahulu apakah perbuatan yang akan kita lakukan itu sesuai syariat Islam.
Proses mancari tahu ini bukan perkara yang sederhana. Dibutuhkan pengetahuan
tentang ajaran agama Islam. Oleh karena itu, kita setiap muslim harus meluangkan
waktunya untuk belajar tsaqofah Islam (ilmu pengetahuan Islam). Berbagai cara dan
sarana bisa dipakai. Misalnya, membaca buku, majalah, situs internet (misalnya Syariah
Publications red), mendengarkan ceramah agama di radio, televisi, mengikuti forum
pengajian, dan lain sebagainya. Sesibuk apapun seseorang, ia harus belajar Islam.
InsyaAllah dengan bekal ilmu agama yang kita miliki, kita tidak akan tersesat dalam

bertindak
Semoga Allah selalu menjaga dan melindungi niat dan perbuatan kita. Amin.
Catatan buat Para Pengemban Dawah tentang Percaya Diri
Monday, February 22nd, 2010 | Author: Felix Siauw

Masalah yang satu ini emang nggak ada


habis-habisnya, karena hampir dialami oleh kebanyakan orang atau mungkin semua
orang! PD melibatkan banyak hal dari hidup kita, mulai dari belajar sampai memimpin.
Oleh karena itu, bisa dibilang kalo orang yang kurang PD rata-rata akan kehilangan 70%

dari makna hidupnya. PD juga bisa mempunyai rumus turunan (derivat) (kayak
matematik aja ya hehehe) seperti rasa pesimisme, utopis, dan malu tidak pada
tempatnya, serta masih banyak lagi yang akhirnya akan merugikan orang yang
bersangkutan itu sendiri, nah karena itulah mengapa masalah ini cukup urgent untuk
dibahas karena, mau tak mau, suka tak suka kita akan banyak berinteraksi dengan

masyarakat.
Penyebab utama seorang anak manusia menjadi tidak PD adalah karena merasa
kemampuan

yang

dimilikinya

relatif

kurang

dibandingkan

sekelilingnya

atau

saingannya, atau merasa tak pantas melakukan sesuatu , merasa malu, takut bila
semuanya tidak berjalan sebagaimana mestinya dll, dan banyak pertanyaan seperti
kalo salah ntar gimana yah..?, bisa nggak ya?, apa aku pantas.? Atau
pernyataan seperti aku mau melakukanya, tapi ini bukan saat yang tepat atau ah,
masih ada kesempatan lain dan lain-lainya yang pada intinya seorang yang tidak PD
akan selalu merasa dirinya tidak selevel, atau tidak akan bisa seperti itu. Lalu,

bagaimana caranya mengatasi krisis tersebut secara positif?


Saya sering mengibaratkan diri saya sendiri dengan seorang pemburu. Seorang
pemburu akan mempersiapkan segala macam yang diperlukanya untuk berburu sebelum
ia pergi, dengan kata lain, agar kita menjadi Percaya diri dalam mengerjakan sesuatu,
maka persiapan kita pun harus matang terlebih dahulu. Persiapan ini menyangkut segala
bentuk segi, misalnya seorang pemburu akan menentukan target terlebih dahulu,
binatang apa yang ingin diburunya, lalu mencari tahu tentang hewan buruanya itu, mulai
dari

kelebihanya,

kekuranganya,

tempat

hidupnya,

kebiasaanya,

makananya,

kelemahanya, kekuatanya, kecepatan larinya, dan segala macam informasi yang lainya.
Selain mencari tahu tentang buruan, ia juga akan senantiasa menyiapkan senjatanya,
memilih peluru yang digunakan, berapa jauh jangkauanya, seberapa kuat tolakanya,
seberapa kuat bunyinya dan hal-hal lain yang juga bisa berpengaruh terhadap
pemburuanya itu, tak lupa ia juga melatih dirinya sendiri agar siap memburu buruanya,
tahu apa kelebihanya, kekuranganya, ketelitian, kecerobohan, serta hal-hal yang lainya.
Selain itu ia sendiri haruslah yakin bahwa yang dilakukanya adalah hal yang benar dan

tidak menimbulkan kerugian, baik pada dirinya dan bagi orang lain.
Melalui pedoman si pemburu tadi, maka ada beberapa tips yang bisa saya bagikan

kepada oknum-oknum yang sedang tidak percaya diri


Sebagai seorang muslim, saya menganalisis bahwa salah satu penghambat
dakwah islam adalah karena ketidak PD an hamlud dawah, karena itu tulisan saya sekali

ini lebih menitikberatkan bagaimana tips agar PD dalam berdakwah. Tetapi tidak

menutup kemungkinan untuk diterapkan ke hal-hal yang lainya


1. Agar PD dalam berdawah pertama kali kita harus paham apakah sesuatu yang
kita lakukan/dakwahkan adalah sesuatu yang benar, tidak mungkin anda bisa
meyakinkan seseorang atau menyukseskan suatu pekerjaan bila anda sendiri tidak yakin
atau tidak tahu apakah hal itu benar ataukah salah. Oleh karena itu keyakinan atas
sesuatu itu menjadi hal yang sangat urgent, yakinlah bila kita yakin pada sesuatu kita

akan lebih PD.


2. Sebagai seorang muslim, standar halal haram kita adalah hukum syara, dalam
berbuat apapun, motivasi kita yang pertama haruslah diniatkan ikhlas karena memenuhi
seruan dari Allah SWT, bukan karena hal-hal lain. Misalnya, motivasi utama kita tidak
berzina bukan karena malu, tapi karena ada larangan dari Allah SWT, malu harusnya
menjadi motivasi ke sekian. Motivasi utama kita belajar harusnya bukanlah untuk
bekerja atau memenuhi tuntutan ayah ibu, tetapi haruslah karena diseru Allah untuk
mlakukanya, jadi kita harus menjadikan ridho Allah SWT sebagai tujuan segala aktivitas
kita. Selain niat, caranya pun harus benar, karena syarat-syarat amal yang baik (ihsanul

amal) adalah niat dan cara yang benar.


3. Bertolak belakang dari keyakinan yang pasti 100% (tashdiqul jazm) kita
terhadap Islam, dan yakinya kita bahwa Islam pasti benar dan kebenaran hanyalah milik
islam semata, maka seharusnya seorang muslim tidak kurang PD dalam menjalankan
aktivitas-aktivitas yang memang diserukan, karena kita melakukanya bukan untuk
dilihat, dipuji ataupun untuka apa-apa dan siapa-siapa, tapi untuk Allah semata! Dan
yakinlah, segala macam usaha kita, asal niat dan caranya benar, berhasil atau tidak
aktivitas itu, sukses atau gagalnya akan mendapatkan nilai di mata Allah SWT. Lalu jika
kita yakin bahwa apa yang kita lakukan adalah benar, lantas apalagi yang perlu

ditakutkan?
4. Takut dan malu adalah perasaan fitrah dari diri manusia, setiap orang memiliki
rasa takut karena ia termasuk potensi manusia, yaitu naluri-naluri (al-gharaiz) sehingga
menghilangkan rasa takut dari diri manusia adalah hal yang tidak mungkin, yang
mungkin adalah menyalurkanya dan membuatnya tidak terlihat atau meminimalisir rasa
takut itu dengan meyakinkan diri, terkadang kita malu untuk tampil karena merasa kita
bukan seorang pemberani (penakut) atau seorang pemalu. Hal pertama yang ingin saya
tegaskan disini adalah, malu dan takut itu harusnya perasaan kita ketika melanggar
hukum-hukum syara, malu dan takut itu harusnya muncul ketika kita sedang
mengerjakan kemaksiatan, dengan kata lain, dalam mengerjakan perintah atau seruan

dari syara kita harusnya tidak boleh merasa malu atapun takut, karena kita
melaksanakan perintah dari pencipta kita, pencipta langit dan bumi, pencipta segala
yang ada di alam semesta dan segala keteraturanya! Jadi tidak ada cerita bila kita malu
ataupun takut menjalankan perintah atau seruan-Nya, termasuk dalam hal berdakwah

dan lain-lainya.
5. Manusia adalah makhluk yang lemah dan sangat terbatas, bahkan segala
sesuatu yang ada di dunia inipun memiliki batasanya, contohnya, manusia suatui saat
pasti akan mati, dia tak kuasa untuk memajukan atau memundurkan ajal itu barang
sesaatpun, manusia juga tidak tahu kapan ajalnya akan menjemput, apakah ketika
sholat, apakah ketika belajar, ataupun ketika sedang melakukan maksiat. Yang ingin
saya tegaskan disinai adalah, wajar bila manusia itu memiliki kelemahan, itulah hakikat
seorang manusia! Dan menurut saya, lebih baik kita menonjolkan kelebihan kita, dan
sementara itu memperbaiki kekurangan kita. Hal yang sama berlaku pada orang-orang
disekitar kita, saingan kita, teman dan lainya. Mereka juga pasti tidak lepas dari
kelemahan dan keterbatasan, sehingga tidak perlu bagi kita untuk merasa kitalah yang
paling tidak sempurna, sedangkan mereka jauh lebih baik daripada kita. Jauhkanlah
pertanyaan-pernyataan seperti Kayaknya dia lebih baik daripada saya, saya tidak punya
harapan itu adalah logika yang salah. Harusnya Kalau dia juga bisa, kenapa saya

tidak?!
6. Cara mengatasi rasa takut dam malu, selain dengan meyakini apa yang
dilakukan, juga bisa dengan cara membiasakan diri dengan ketakutan dan rasa malu itu,
jadi seorang yang ingin berhasil dalam sesuatu yang kurang PD nya dalam hal itu
tidaklah boleh mundur, karena jika dia tidak pernah mencoba, niscaya tidak akan ada
perubahan di dalam dirinya, Allah berfirman Sesungguhnya Allah tidk akn merubah apa
yang ada dalam suatu kaum sampai mereka merubahnya sendiri sehingga, walaupun
takut, walaupun gemetar, walaupun hasilnya kurang baik, tetap hal-hal tersebut harus
dilaksanakan, Insyaallah setelah beberapa kali melakukanya semua akan terlihat lebih
baik, lebih enak dan lebih tenang. Orang-orang yang paling sukses atau paling percaya
diri sekalipun pasti pada awalnya merasa tidak PD, tetapi bedanya dengan orang yang
gagal adalah, ketika dia takut maka ia akan mengalahkan ketakutanya itu, bukan tunduk

kepadanya.
7. Melihat dari awal perjalanan hidup kita, kita sadar bahwa pada proses
penciptaan kita telah terjadi suatu hal yang luar biasa, dalam banyak firmanya Allah SWT
telah memberitakan bahwa kita berasal dari mani yang dipancarkan, Ketika seorang
suami melakukan (maaf) hubungan badan dengan istrinya maka rata-rata sperma yang

keluar pada waktu itu adalah sekitar 500.000.000 (lima ratus juta!) dan sperma-sperma
ini bersaing satu sama lain untuk mendapatkan satu sel telur (ovum), jadi dulunya
sperma yang akan menjadi kita itu bersaing dengan 499.999.999 sperma lain, atau
saingan kita dahulu kala mencapai angka tersebut, sekarang berapakah saingan kita?
10, 40, 100, 1000? Kenapa kita tidak PD bersaing dengan jumlah yang sedikit ini,
padahal dulunya kita adalah pemenang dari antara 500.000.000 peserta hehehehehe
jadi nggak ada alasan bagi kita untuk tidak PD dalam bersaing yang sehat! Selain itu,
kalian-kalian semua adalah ciptaan-ciptaan sempuna yang khusus, unik dan tiada
duanya, yang dihasilkan dari sperma terbaik! Bisakah anda bayangkan bila bukan
sperma yang terkuat yang membuiahi sel telur itu, apakah kita akan seperti ini? saya
rasa tidak, karena dalam perjalananya menuju sel telur adalah proses seleksi sperma

dan yang terbaiklah yang akan mampu, sehingga kita semua adalah benih-benih terbaik!
8. Hal yang terakhir adalah, kita, sebagai manusia yang selalu merasa rendah
adalah hal yang wajar, tetapi akan sangat bagus bila perasaan itu dipadukan dengan
akal dan ditempatkan di tempat yang seharusnya, untuk mencapai ketenangan hidup,
kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup, kita tidak boleh hanya membandingkan diri
dengan orang yang lebih atas tetapi haruslah juga kita melihat ke bawah betapa
masih banyaknya orang yang lebih tidak beruntung daripada kita, tetapi orang yang di

atas juga bisa dijadikan contoh.


Tulisan ini adalah karangan manusia, belumlah final, jadi perlu pengembangan
pemikiran dari pembacanya, semoga tulisan ini dapat membantu perjuangan dawah kita

semata hanya untuk Allah Taala, semoga bermanfaat


Felix

Siauw

Islamic Inspirator

Setahun Itu Cepat


Salasa, 3 April 2007 ku osolihin
1 Nilai
Pada hari ulang tahun saya yang ke 30 tahun 2004 lalu, seorang teman kirim SMS.
Bunyinya, Hidup dimulai dari usia 30 tahun! Kemudian saya membalasnya dengan
menuliskan pesan (redaksi aslinya lupa), tapi kira-kira begini isinya, Ya, ternyata
setahun itu terasa begitu cepat. Jatah hidup saya jadi berkurang satu tahun. Cepat sang

teman membalas lagi: Kata Musashi, seribu tahun bagai kilatan cahaya.
Kilatan cahaya? Cepat sekali bukan? Coba lihat ke langit ketika hari mulai gelap,
bahkan rintik gerimis hujan mulai turun. Biasanya kadang-kadang ada kilat menyambar-

nyambar ke bumi. Lihat kilatan cahayanya. Berapa detik ia menyala? Cepat! Bahkan

super cepat. Lebih cepat dari gelombang suara.


Hidup ini memang nggak terasa. Saya sering mengenang masa kecil. Kadang
indah terasa, tapi sering juga sesal menyergap. Indah rasanya ketika saya bisa
bersenda-gurau dengan teman main di sawah atau di sungai dekat bendungan. Main

cipratan air. Lucu sekali kalo itu dilakukan sekarang.


Tapi saya sering juga menyesal, karena dulu saya termasuk murid SMP yang
sempat tergoda untuk ikutan jadi bandel. Terutama, saya mulai rajin mabal alias
minggat dari sekolah. Namanya minggat tentu nggak perlu ijin dong. Beruntung tidak
berlangsung lama, karena ada teman yang mengingatkan dan sekaligus mengajak untuk

kembali baik.
Cepat, memang cepat. Saya sering ketawa sendiri membayangkan 10 tahun lalu.
Waktu itu saya masih sibuk mencari pekerjaan. Bertualang dari satu tempat kerja ke
tempat kerja lainnya. Saat itu saya merasa masih muda, merasa masih banyak waktu
untuk mencoba dan terus menjajal. Jika sudah bosan di sebuah perusahaan biasanya
saya akan pamitan. Saya pikir, gampang cari kerja dengan mengandalkan ijasah dari

sekolah kejuruan tempat saya menimba ilmu.


Bahkan sejatinya bayangan 20-an tahun lalu pun saat masih anak-anak, sedikit
tersisa kenangan itu. Kenangan ketika saya menjadi seorang anak SD yang suka jail.
Terpaksa saya buka rahasia kebandelan saya. Kalo ada acara pramuka, saya pasti ikut.
Sangat semangat. Kegiatan yang paling saya suka adalah mencari jejak. Kegiatan ini
paling menyenangkan karena saya bisa ngerjain teman-teman saya. Saya memang

bandel saudara-saudara!
Suatu saat, ketika mencari jejak saya sering berada di bagian belakang barisan.
Tujuan utama waktu itu, saya akan memindahkan tanda panah yang biasanya dibuat
sama panitia sepanjang rute yang akan dilalui para pencari jejak. Kalo ada jalan
bercabang, saya biasanya akan mengalihkan tanda panah ke arah yang salah. Tentu

saja, kelompok pencari jejak setelah gerombolan saya pasti kesasar!


Ternyata beberapa tahun kemudian saya kena batunya. Waktu itu acara hiking
yang diadain sama pramuka waktu saya sekolah di Bogor. Kita semua satu grup sok
tahu, sampe akhirnya baru kerasa kita ternyata kesasar karena salah mengikuti petunjuk

yang dibuat panitia. Waduh!


Ingatan-ingatan masa lalu itu terasa baru kemarin. Saya kadang merasa masih
inget bau keringat yang menempel di baju pramuka saya waktu SD. Ya, masih anak-

anak, ternyata sekarang udah punya anak-anak. Cepat sekali berlalu.


Saya sering miris dengan amalan yang saya koleksi. Karena waktu begitu cepat,
sementara amalan saya, yang bisa saya kalkulasi, itu pun dengan sangat kasar dan

tanpa kalibrasi, masih sedikit yang baiknya. Bahkan jujur saja ada beberapa teman yang
saya sendiri sudah lupa wajahnya, apalagi namanya yang belum saya mintakan maafnya
karena saya sering ngerjain mereka waktu SD dan SMP. Semoga saja, beliau masih mau

membukakan pintu maaf saya yang telah banyak berbuat salah.


Sobat muda muslim, satu pelajaran dari catatan ringan yang saya buat ini, adalah
jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan. Mumpung masih muda, kayaknya lebih baik
kalo kita berlomba ngebanyakkin amalan baik kita. Selagi masih sehat, kita berpacu
memburu amal shaleh. Ketika diberi kemudahan oleh Allah Taala untuk bisa
memberikan yang terbaik bagi orang lain, lakukanlah segera sebelum segalanya

terlambat.
Setahun itu memang cepat sobat. Rasa-rasanya SMS dari teman yang dikirim pada
saat saya berusia 30 tahun masih tersimpan rapi di otak saya. Rasanya baru seminggu
yang lalu. Eh, ternyata sekarang, tahun 2005 ini, sudah 31 tahun usia saya. Nggak
terasa dan memang sangat cepat. Setahun itu sangat super cepat jika mengingat

pernyataan Musashi: Seribu tahun bagai kilatan cahaya.


Bagaimana dengan teman-teman semua? Semoga saja catatan ringan nan
sederhana ini bisa memberikan setitik inspirasi buat teman-teman untuk lebih
memperbaiki dan mempersiapkan hidup ini. Saya yakin, teman-teman semua yang
masih duduk di bangku SMU atau SMP, insya Allah masih punya masa depan lebih
banyak ketimbang saya yang sudah tinggal menghitung hari, dengan jumlah yang

mungkin tersisa sedikit lagi.


Memang sih jika kita bicara umur, mana ada yang tahu (kecuali Allah Swt.
tentunya) keberadaan kita di dunia itu berapa lama. Itu sebabnya yang terpenting
adalah berlomba memperbanyak ihsanul amal alias amal yang baik, semampu kita.
Karena, setahun itu cepat. Kita berpacu dengan waktu. Karena siapa tahu ajal lebih

cepat datang kepada kita.


Setahun itu cepat. Semoga saja itu menjadikan kita lebih semangat untuk
memikirkan masa depan kita. Masa depan di dunia dan juga masa depan di akhirat
kelak. Jika kalian malas belajar dalam semester ini, rasanya pantas untuk menyalahkan

diri sendiri jika hasil raportnya kebakaran, atau malah nggak naik kelas.
Mungkin pikir kita, Kan bisa mengulang! Ya, memang bisa mengulang, tapi
tolong pikirkan bahwa waktu yang kita buang nggak bakalan balik lagi. Saat kita ngulang
di sekolah, teman kita mungkin sudah lulus dan sekolah di tingkat yang lebih tinggi.
Setahun, itu terlalu cepat, itu sebabnya sering membuat kita lengah. Tahu-tahu, kita tak
berbuat apa-apa selama setahun itu. Sayang sekali bukan?[O. Solihin:
sholihin@gmx.net]

Fatwa-Fatwa Hukum Hizbut Tahrir yang


menyimpang..!!!
oleh " Bahaya Hizbut Tahrir" pada 21 Februari 2010 jam 21:16
Indeks
1. Mendorong Berfatwa Tanpa Ilmu
2. Berjabat Tangan dengan Perempuan Ajnabi
3. Mencium Wanita Ajnabi yang bukan Isteri
4. Membolehkan Melihat Aurat
5. Melihat Mahram Yang Sedang Bugil
Mendorong Berfatwa Tanpa Ilmu
Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam Kitab al-Tafkir berikut ini:

(




)












.

Sesungguhnya seseorang apabila telah mampu melakukan ber-istinbath, maka ia sudah
menjadi mujtahid. Oleh karena itu sesungguhnya istinbath atau ijtihad itu mungkin
dilakukan oleh semua orang dan mudah dicapai oleh siapa saja yang menginginkan
lebih-lebih sesudah buku-buku bahasa Arab dan buku-buku syariat Islam telah tersedia di
hadapan banyak orang dewasa ini.
Pernyataan al-Nabhani di atas memberikan kesimpulan bahwa ijtihad itu merupakan
sesuatu yang gampang dan mudah diraih oleh siapa saja, lebih-lebih setelah kitab-kitab
bahasa Arab dan syariat Islam seperti kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih tersedia di
hadapan banyak orang dewasa ini, dan dengan mudah dapat dibaca di berbagai
perpustakaan pribadi maupun umum atau dapat dibeli di toko-toko kitab. Pernyataan
seperti di atas banyak sekali terdapat dalam buku-buku Hizbut Tahrir. Pernyataan
tersebut sangat berpotensi membuka pintu fatwa dengan tanpa ilmu dan tanpa
mengetahui syarat-syarat ijtihad serta sangat berpotensi menimbulkan kekacauan dalam
urusan agama dengan banyaknya orang-orang yang berfatwa tanpa didukung oleh ilmu

pengetahuan agama yang memadai.


Sudah barang tentu pernyataan tersebut tidak benar karena beberapa alasan. Pertama,
ijtihad bukan sesuatu yang gampang dan mudah dicapai oleh siapa saja yang ingin
meraihnya. Karena berdasarkan pernyataan para ulama, seorang mujtahid disyaratkan
harus memiliki perbendaharaan yang cukup tentang ayat-ayat dan hadits-hadits ahkam,
yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks yang 'am dan yang khash, muthlaq dan
muqayyad, mujmal dan mubayyan, nasikh dan mansukh, mengetahui bahwa suatu
hadits termasuk yang mutawatir, ahad, mursal dan muttashil, mengetahui 'adalah dan
kecacatan (jarh) para perawi hadits, mengetahui pendapat-pendapat para sahabat dan
generasi-generasi setelahnya sehingga mengetahui hukum yang disepakati dan yang
tidak disepakati, mengetahui qiyas yang jaliy dan khafi, qiyas yang shahih dan yang
fasid, mengetahui bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Qur'an dengan baik dan
mengetahui prinsip-prinsip akidah. Seseorang dapat dikategorikan mujtahid juga
disyaratkan seorang yang adil, cerdas dan hafal terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits
tentang hukum. Persyaratan semacam ini jelas tidak mudah dimiliki oleh siapa saja
apalagi di akhir zaman seperti sekarang ini.
Kedua, seorang alim bisa dikategorikan sebagai mujtahid harus diakui oleh para ulama
telah memenuhi syarat-syarat berijtihad. Sementara Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani
sendiri tidak seorang pun dari kalangan ulama yang mengakuinya telah memenuhi
syarat-syarat ijtihad tersebut atau bahkan hanya mendekati saja sekalipun. Sehingga
ketika keilmuan seseorang tidak diakui oleh para ulama, maka keilmuannya sama
dengan tidak ada.
Ketiga, Rasulullah saw sendiri mengakui bahwa tidak semua orang mampu menggali
hukum dari hadits-hadits beliau. Dalam hadits Zaid bin Tsabit, Rasulullah saw bersabda:












: j





d















.










Zaid bin Tsabit berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Semoga Allah
membuat elok pada orang yang mendengar sabdaku, lalu ia mengingatnya, kemudian
menyampaikannya seperti yang pernah didengarnya. Karena tidak sedikit orang yang
menyampaikan suatu hadits dariku tidak dapat memahaminya." Dalam riwayat lain

dikatakan: Tidak sedikit orang yang memperoleh suatu hadits dari seseorang lebih
memahami daripada orang yang mendengar hadits itu secara langsung dariku."
Hadits tersebut menunjukkan bahwa di antara sahabat Rasul saw yang mendengar
hadits dari beliau secara langsung, ada yang kurang memahami terhadap makna-makna
yang dikandung oleh hadits tersebut. Namun kemudian ia menyampaikan hadits itu
kepada murid-muridnya yang terkadang lebih memahami terhadap kandungan
maknanya. Pemahaman lebih, terhadap kandungan hadits tersebut menyangkut
penggalian hukum-hukum dan masalah-masalah yang nantinya disebut dengan proses
istinbath atau ijtihad. Dari sini dapat dipahami, bahwa di antara sahabat Nabi saw ada
yang kurang mengerti terhadap maksud suatu hadits daripada murid-murid mereka. Dan
murid-murid mereka yang memiliki pemahaman lebih terhadap hadits tadi disebut
dengan mujtahid yang menjadi fokus dalam hadits Nabi saw:


Amr bin al-Ash mendengar Rasulullah saw bersabda: "Apabila seorang hakim melakukan
ijtihad, lalu ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila melakukan
ijtihad, lalu ijtihadnya keliru, maka ia memperoleh satu pahala."
Berjabat Tangan dengan Perempuan Ajnabi
Islam sebagai agama yang sempurna menganjurkan umatnya agar melakukan 'iffah,
menjaga kesucian dan kebersihan diri dari perbuatan yang hina dan maksiat,
menganjurkan akhlak yang mulia, dan mengharamkan jabatan tangan antara laki-laki
dan perempuan ajnabi (bukan mahram dan bukan isteri) dan menyentuhnya. Namun
dalam persoalan ini, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa yang nyeleneh dan berpotensi
menebarkan dekadensi moral, yaitu fatwa bolehnya berjabat tangan antara laki-laki
dengan perempuan ajnabi (bukan mahram). Hal ini seperti dikatakan oleh Taqiyyuddin
al-Nabhani dalam bukunya al-Nizham a-Ijtima'i fi al-Islam:
.














Orang laki-laki boleh berjabat tangan dengan orang perempuan, dan sebaliknya orang
perempuan boleh berjabat tangan dengan orang laki-laki tanpa ada penghalang.

Alasan Hizbut Tahrir membolehkan jabat tangan laki-laki dan perempuan ajnabi adalah
bahwa Rasulullah saw kata mereka- berjabatan tangan dengan perempuan dengan dalil
hadits Ummu Athiyyah ketika melakukan bai'at yang diriwayatkan oleh al-Bukhari. Ummu
Athiyyah berkata:





Salah seorang di antara kami (perempuan-perempuan) menggenggam tangannya.
Hizbut Tahrir mengatakan bahwa hadits di atas menunjukkan bahwa yang lain tidak
menggenggam tangannya. Tentu saja asumsi Hizbut Tahrir tersebut keliru. Para ulama
Ahlussunnah Wal-Jama'ah mengatakan bahwa dalam hadits di atas tidak ada
penyebutan bahwa perempuan yang lain menjabat tangan Nabi saw. Jadi yang dikatakan
oleh Hizbut Tahrir adalah salah faham dan kebohongan terhadap Rasulullah saw. Hadits
di atas bukanlah nash yang menjelaskan hukum bersentuhnya kulit dengan kulit. Bahkan
sebaliknya hadits tersebut menegaskan bahwa para wanita saat membai'at mereka
memberi isyarat tanpa ada sentuh menyentuh sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam
al-Bukhari dalam Shahih-nya di bab yang sama dengan hadits Ummu Athiyyah. Hadits ini
bersumber dari Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia mengatakan:
j




Nabi saw memba'iat kaum wanita dengan berbicara (bukan jabat tangan).
'Aisyah juga mengatakan:






:




j


.


Tidak, demi Allah, tidak pernah sekalipun tangan Nabi saw menyentuh tangan seorang
perempuan ketika bai'at. Beliau tidak membai'at para wanita kecuali hanya dengan
mengatakan: "Aku telah menerima bai'at kalian atas hal-hal tersebut."
Sedangkan dalil keharaman jabat tangan laki-laki dan perempuan ajnabi adalah haditshadits berikut ini:



Zina tangan adalah menyentuh.

Dalam riwayat Ahmad disebutkan:




Zina tangan adalah menyentuh.
Dalam riwayat Ibn Hibban juga disebutkan:




Zina tangan adalah menyentuh.
Dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah saw menganggap bersentuhan sebagai zina
tangan yang berarti hukumnya haram. Keharaman jabatan tangan ini juga diperkuat
dengan hadits shahih berikut ini:



:












j:


.

Ma'qil bin Yasar berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Seandainya kepala salah seorang
kalian ditusuk dengan potongan besi, niscaya hal itu lebih baik baginya (lebih ringan)
daripada [disiksa karena maksiat] menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.
Kata massu dalam hadits di atas maknanya adalah menyentuh dengan tangan, dan
bukan bermakna bersetubuh sebagaimana asumsi Hizbut Tahrir, karena perawi hadits
tersebut yaitu sahabat Ma'qil bin Yasar memahami hadits ini dengan makna menyentuh
dengan tangan sebagaimana dalam riwayat al-Imam Ibn Abi Syaibah al-Kufi dalam
kitabnya al-Mushannaf.
Sebagian Hizbut Tahrir ada yang berasumsi bahwa hadits Ma'qil bin Yasar tersebut
adalah hadits ahad, bukan hadits mutawatir, sehingga tidak dapat dijadikan dalil
keharaman menyentuh wanita yang bukan mahram. Tentu saja alasan ini tidak benar,
karena hadits ahad dapat dijadikan hujjah dalam pengambilan hukum fiqih sebagaimana
pandangan para ulama ushul fiqih.
Hizbut Tahrir juga mengatakan, bahwa Nabi saw pernah dituntun seorang budak

perempuan yang berkulit hitam di perkampungan Madinah. Menurut Hizbut Tahrir hadits
ini menjadi dalil bolehnya menjabat tangan perempuan tanpa tabir (hail). Tentu saja
alasan ini sangat lemah, karena hadits tersebut tidak menegaskan bahwa budak
perempuan itu menyentuh tangan Nabi saw secara langsung dan tanpa tabir (hail), dan
pula tidak ada dalil bahwa budak perempuan itu sudah sampai pada usia disyahwati.
Oleh karena itu hadits ini masih mengandung banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa
mengalahkan hadits Muslim dan hadits-hadits lain di atas yang secara tegas melarang
persentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Mencium Wanita Ajnabi yang bukan Isteri
Selain membolehkan laki-laki menjabat tangan wanita yang bukan mahramnya, Hizbut
Tahrir juga mengeluarkan fatwa mesum yaitu membolehkan laki-laki mencium wanita
ajnabi yang bukan istri. Hal ini seperti tertulis dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir
tertanggal 24 Rabiul Awal 1390 H berikut ini:












... :


:


...


















...










...














...


...



































...
.












.

Soal: Bagaimana hykum ciuman dengan syahwat beserta dalilnya?
Jawab: Dapat dipahami dari kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat
adalah perkara yang mubah dan tidak haram... karena itu kita berterus terang kepada
masyarakat bahwa mencium dilihat dari segi ciuman saja bukanlah perkara yang haram,
karena ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang
membolehkan perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh,
mengecup dua bibir dan yang semacamnya tergolong dalam perbuatan yang masuk
dalam keumuman dalil... makanya status hukum gambar (seperti gambar wanita
telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi tergolong hal yang mubah tetapi negara

kadang melarang beredarnya gambar seperti itu. Karena negara bisa saja melarang
dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal yang sebenarnya mubah ... di
antara lelaki ada yang menyetuh baju perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang
melihat sandal perempuan dengan syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio
dengan syahwat lalu nafsunya bergejolak sehingga dzakarnya bergerak dengan sebab
mendengar suaranya secara langsung atau dari nyanyian, atau dari suara-suara iklan
atau dengan sampainya surat darinya ... maka perbuatan-perbuatan itu seluruhnya
disertai dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu
boleh, karena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya.
Demikian ajaran mesum yang disebarkan oleh Hizbut Tahrir, na'udzu billahi min dzalik.
Dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir, tertanggal 8 Muharram 1390 H, mereka juga
menyatakan sebagai berikut:


Barangsiapa mencium orang yang tiba dari perjalanan, laki-laki atau perempuan, atau
berjabatan tangan dengan laki-laki atau perempuan, dan dia melakukan itu bukan untuk
berzina atau liwath (homoseks) maka ciuman tersebut tidaklah haram, karenanya baik
ciuman maupun jabatan tangan tersebut hukumnya halal (boleh).
Dalam selebaran yang sama, tertanggal 20 Shafar 1390 H, Hizbut Tahrir juga
mengeluarkan fatwa mesum yang sama:



















:
























.

Jadi tidak bisa dikatakan apakah dalil yang membolehkan mencium wanita, apakah dalil
yang membolehkan menjabat tangan wanita, apakah dalil yang membolehkan berbicara
dengan wanita, apakah dalil yang membolehkan mendengarkan suasa wanita dan lainlain yang masuk di bawah keumuman dalil-dalil. Justru yang perlu ditanyakan adalah,
apakah dalil yang mengharamkan laki-laki mencium wanita yang bukan mahram?
Pertanyaan ini dijawab, bahwa masuknya hukum ciuman di bawah dalil keharaman zina

menjadikannya haram. Ketika ciuman ini tidak masuk, maka tetap dibolehkan sampai
ada dalil yang menetapkan keharamannya..
Demikianlah Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa mesum, liberal dan menebarkan
dekadensi moral di kalangan kaum Muslimin, bahwa pergi untuk berzina tidak haram,
ciuman laki-laki dan perempuan tidak haram, meraba, mengecup dan menyentuh baju
perempuan yang bukan istrinya juga tidak haram. Hizbut Tahrir menganggap semua hal
tersebut sebagai perkara mubah (boleh) dan halal. Tentu saja fatwa-fatwa di atas
bertentangan dengan hadits riwayat al-Thabarani sebelumnya. Juga bertentangan
dengan hadits shahih berikut ini:
j




.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, bersabda: "Anak Adam telah ditetapkan
bagiannya dari zina dan pasti ia melakukannya. Zina kedua mata adalah memandang.
Zina kedua telinga adalah mendengarkan. Zina lidah adalah berbicara. Zina tangan
adalah menyentuh. Zina kaki kalah melangkah. Sedangkan hati menginginkan dan
mengkhayalkan. Dan kesemuanya akan dibenarkan atau diduskan oleh farji (kemaluan)."
Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda:





.

Abu Hurairah berkata: "Nabi saw bersabda: "Setiap anak Adam memiliki bagian dari zina.
Kedua tangan berzina, dan zinanya adalah menyentuh. Kedua kaki berzina, dan zinanya
adalah berjalan. Dan mulut berzina dan zinanya adalah mengecup."
Membolehkan Melihat Aurat
Dalam selebaran yang terbit tanggal 8 Mei 1970, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa aurat
laki-laki adalah wilayah antara pusar dan lutut. Dengan sangat kuat Hizbut Tahrir di sini
mendiskusikan alasan sebagian kalangan yang mengambil dalil dari hadits-hadits yang
menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah membuka pahanya, bahwa hadits-hadits
tersebut membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi bagi Rasulullah saw, bukan

sesuatu yang menjadi hukum bagi umat secara umum, sehingga tetap pada kesimpulan
bahwa paha laki-laki adalah aurat. Ini merupakan kajian Hizbut Tahrir yang memiliki
bobot ilmiah yang patut dihargai.
Hanya saja di bagian akhir tulisan tersebut, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa hukum
tabu dan nyeleneh, seperti kebiasaannya, dan menyatakan bahwa larangan laki-laki
melihat aurat laki-laki dan larangan perempuan melihat aurat perempuan adalah
terbatas pada aurat besar (al-'aurah al-mughallazhah), yaitu dua kemaluan saja (alsau'atain). Dalam hal ini Hizbut Tahrir berkata:










.









Yang dimaksud dengan larangan laki-laki melihar aurat laki-laki, dan perempuan melihat
aurat perempuan, maksudnya adalah melihat aurat besar yakni dua kemaluan, jalan
depan dan jalan belakang, dan bukan aurat secara mutlak. Adapun mahram-mahram
maka mereka tidak masuk dalam larangan hadits tersebut.
Sudah barang tentu fatwa Hizbut Tahrir di atas yang membolehkan melihat aurat, kecuali
dua kemaluan saja tergolong fatwa tabu, nyeleneh dan liberal. Karena larangan melihat
aurat tidak terbatas pada aurat besar saja. Hal ini bisa dilihat dengan memperhatikan
beberapa hadits berikut ini:















.


j

Dari Jarhad al-Aslami, bahwa Nabi saw lewat bertemu dengan Jarhad yang sedang
membuka pahanya, lalu Nabi saw bersabda: "Apakah kamu tidak tahu bahwa paha itu
aurat."
Dalam riwayat lain:



j











.




j
Dari Jarhad al-Aslami dan beberapa orang dari suku Aslam yang diridhai, bahwa
Rasulullah saw lewat bertemu Jarhad, sedang pahanya dalam keadaan terbuka di dalam
Masjid. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: "Wahai Jarhad, tutuplah pahamu,

karena paha itu aurat."


Dalam hadits lain juga disebutkan:
















.







j
Ibn Abbas berkata: "Suatu ketika Rasulullah saw lewat bertemu seorang laki-laki yang
pahanya terbuka. Lalu beliau berkata: "Tutuplah pahamu, karena paha laki-laki itu aurat."
Dalam hadits lain, Rasulullah saw juga menjelaskan batasan aurat laki-laki:







.


Dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:
"Perintahlah anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, pukullah
mereka karena meninggalkannya ketika berusia sepuluh tahun dan pisahkan di antara
mereka dalam tempat tidur. Apabila salah seorang kalian menikahkan budaknya atau
buruh upahannya, maka janganlah sekali-kali melihat pada bagian auratnya karena
wilayah di bawahnya pusar dan lututnya adalah termasuk auratnya."
Hadits-hadits di atas menjelaskan secara tegas bahwa paha seorang laki-laki termasuk
aurat yang harus ditutupi. Sedangkan hadits terakhir menjelaskan batasan aurat lakilaki, yaitu wilayah antara pusar dan lututnya, yang tidak boleh dilihat oleh orang lain
meskipun oleh sesama jenisnya. Hal ini juga dipertegas oleh hadits berikut ini:

j

.







Dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Janganlah seorang laki-laki
melihat pada aurat laki-laki, dan janganlah seorang perempuan melihat pada aurat
perempuan."
Dalam hadits ini Rasulullah saw melarang melihat aurat orang lain secara mutlak tanpa
membedakan antara aurat besat dan aurat kecil, meskipun aurat sesama jenisnya. Hal
ini berbeda dengan pernyataan Hizbut Tahrir yang menyatakan bahwa larangan melihat
aurat sesama jenis hanya terbatas pada aurat besar saja, yaitu dua kemaluan. Al-Imam

al-Nawawi berkata:



.





















.



Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan bab ini, maka hadits tersebut
mengandung hukum keharaman laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat
aurat perempuan, hal ini tidak ada perselisihan di kalangan ulama. Demikian pula lakilaki melihat pada aurat perempuan dan perempuan melihat pada aurat laki-laki adalah
haram berdasarkan ijma' ulama. Nabi saw juga mengingatkan dengan menyebutkan
larangan laki-laki melihat aurat laki-laki pada larangan laki-laki melihat aurat
perempuan, yang hal ini memang lebih diharamkan. Tentu keharaman melihat lawan
jenis ini berlaku pada selain suami [pada istrinya) dan majikan [pada budaknya].
Melihat Mahram Yang Sedang Bugil
Dalam selebaran tertanggal 12 September 1973, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa
hukum yang tidak kalah tabu, nyeleneh dan liberal dari fatwa-fatwa di atas. Dalam
selebaran tersebut Hizbut Tahrir menyatakan bahwa aurat perempuan di hadapan para
perempuan dan mahramnya (laki-laki) adalah dua kemaluan saja. Dalam hal ini Hizbut
Tahrir mengatakan:

.















Semua aurat perempuan halal dilihat oleh mahramnya, kecuali dua kemaluan yaitu aurat
besar karena adanya hadits yang umum mengenai aurat besar tersebut.
Pernyataan Hizbut Tahrir di atas menunjukkan bahwa seorang laki-laki boleh melihat
aurat mahram perempuannya selain aurat besarnya, yaitu dua kemaluan depan dan
belakang. Dengan kata lain, ia boleh melihat mahram perempuannya dalam pakaian
baju renang yang hanya menutupi dua kemaluannya. Dua kemaluan itulah yang
diharamkan dilihat oleh mahram laki-lakinya menurut Hizbut Tahrir.
Di sisi lain, kita akan terkejut ketika membaca fatwa lain dari Hizbut Tahrir yang paradoks
dengan fatwa di atas serta lebih tabu dan liberal, di mana pada halaman yang sama
fatwa tersebut Hizbut Tahrir membolehkan melihat aurat mahramnya sampai aurat

besarnya, yakni tanpa pengecualian dua kemaluan. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir
membolehkan melihat mahramnya dalam keadaan bugil tanpa ditutupi oleh sehelai
benang pun. Dalam bagian lain fatwa tersebut Hizbut Tahrir mengatakan:


.








Yang dimaksud dengan larangan laki-laki melihar aurat laki-laki, dan perempuan melihat
aurat perempuan, maksudnya adalah melihat aurat besar yakni dua kemaluan, jalan
depan dan jalan belakang, dan bukan aurat secara mutlak. Adapun mahram-mahram
maka mereka tidak masuk dalam larangan hadits tersebut, karena ayat tentang mahram
bersifat umum, sehingga seorang ayah boleh membuka kemaluan anaknya untuk
mengajarinya istinja', dan seorang anak perempuan boleh membuka aurat ayahnya dan
membantunya beristinja' dan mandi.
Dalam fatwa ini, Hizbut Tahrir membolehkan seorang laki-laki melihat aurat mahramnya
dalam keadaan bugil, apakah mahram itu masih kecil maupun sudah dewasa, baik dalam
kondisi darurat maupun tidak darurat. Fatwa di atas tidak dapat diarahkan pada kondisi
darurat, karena Hizbut Tahrir mengakui kondisi darurat terbatas pada soal makanan
ketika seseorang diyakini akan meninggal bila tidak menjamah makanan yang haram
sebagaimana selebaran Hizbut Tahrir yang terbit tanggal 7 Rabiul Awal 1390 H/12 Mei
1970.
Kedua fatwa nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir di atas sangat paradoks. Pertama
mengatakan bahwa seseorang boleh melihat aurat mahramnya kecuali dua kemaluan
atau aurat besar. Namun kemudian, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa hadits tentang
larangan melihat aurat itu tidak berlaku pada mahram, dengan artian seseorang boleh
melihat aurat mahramnya meskipun aurat besarnya dan dalam keadaan bugil.
Demikianlah fatwa-fatwa tabu, nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir, yang membuktikan
bahwa semangat mereka yang berlebihan dalam memperjuangkan tegaknya syariat dan
khilafah Islamiyah tidak didukung dengan latar belakang ilmu pengetahuan agama yang
memadai, sehingga kerap kali aliran ini mengeluarkan statemen dan fatwa-fatwa yang

sesat dan menyesatkan umat Islam. Visi dan misi Hizbut Tahrir tentang terlaksananya
syariat Islam secara kaffah hanyalah isapan jempol belaka, karena di balik visi dan misi
idealis tersebut Hizbut Tahrir ternyata menyebarkan fatwa-fatwa liberal yang keluar dari
syariat Islam yang benar dan lurus.
Wallahu a'lam bishshawab.

Sumber Asli Klik tautan


ini :http://pesantren.or.id.42303.masterweb.net/ppssnh.malang/cgibin/content.cgi/artikel/hizbut_tahrir/03.single
Bagikan
,,,,,? ,?

XQc1T

fbeeb7ff3bba757

Lihat Komentar Sebelumnya

Saif Rusly
"man kaffara musliman faqad kafar." hati hati bos..!! itu peringatan dari Nabi saw.
Saya tidak pernah menemukan fitnah-fitnah itu dalam kitab, selebaran, ataupun karyakarya syabab hizbut tahrir, bahkan mereka (saya katakan mereka karena sa...ya bukan
anggota hizbut tahrir) dalam mengambil pendapat menyalin dari kitab-kitab ahlus
sunnah seperti Imam Syafi'i ra, al-Ghazali, dsb. Ingat juga tentang ayat "walan tardla
ankal Yahudu walan nashara hatta tattabi'a millatahum" Buku-buku yang Anda baca
adalah karya-karya orientalis yang disebarkan atas nama Hizbut Tahrir. Dan, kayaknya
semua fitnah itu telah terjawab dengan akurat siapa dalang dan di mana asal
penyebarannya. Cobalah Anda masuk dulu ke Hizbut Tahrir, baca kitab-kitabnya,
tanyakan maknanya. Semoga Allah melindungi umat Islam dari berbagai macam fitnah.
Lihatlah Iraq, itu yang terjadi kalau kita saling menyalahkan sesama muslim.Lihat
Selengkapnya
28 Februari jam 15:20 Laporkan
" Bahaya Hizbut Tahrir"
@ Saif Rusly : Kalau pakai dalil yang mecing donk Mas emang siapa disini yang Takfir
justru yang gemar berbuat Takfir ituu Hizbut Tahrir dalil ituu mestinya Anda tunjukan
kepada mereka masa engga sepakat dengan pemahaman Hizbut Tahrir dia...nggap atau
di tuding antek Kaffir. dan sini kami juga memberikan refenrensi silahkan Anda baca,
dengan tuntas jangan gegabah mengambil kesimpulan padahal Anda sendiri belum

membaca secara tuntas karena tulisan yang kami hadirkan disni disini meruju kepada
sumber-sumber Hizbut Tahrir baik ituu dalam Buku-buku karya Taqiyudin an Nabhani
ataupun dari buletin2 yang dii keluarkan Hizbut Tahrir.Lihat Selengkapnya
28 Februari jam 17:02 Laporkan
Fajar Kabut Akhirnya...yg mengaku Islam tercerai berai sesuai dengan keinginan para
musuh Allah. Bukannya bersatu padu menegakkan hukum Allah malah saling bertikai
sesama saudara, sungguh berhasil para musuh Allah dalam tujuannya merusak Islam
dari dalam sampai akhirnya ada toleransi dalam agama.
01 Maret jam 8:25 Laporkan
Taufik Denok Deblong Montoks wah benar sabda nabi bahwa umatku akan berpecah
belah menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang masuk surga yaitu siapa yang
mengikuti aku dan para sahabatku(ahlu sunnah)pertanyaan yang muncul kemudiaan
siapa ahlu sunnah?dan klau semua mengaku ahlu sunnah berarti syukur deh karena
akan masuk surga.kwkwkwkkwkwkwkw.he he he he ehe
01 Maret jam 17:21 Laporkan
Saif Rusly
Hizbut Tahrir berdiri di Palestina, tanah suci Palestina, awalnya ditolak karena citacitanya dianggap utopis. Tapi, setelah ayat-ayat dan hadits tentang wajibnya mendirikan
khilafah dan dijanjikannya berdirinya kembali Daulah Islamiyyah ak...hir jaman maka
lambat laun organisasi Hizbut Tahrir diterima oleh rakyat Palestina. Meskipun, masih ada
orang-orang pemerintah Palestina (yang terkontaminasi pemikiran Barat) yang masih
menghambat laju perjalanan dakwahnya.Namun, sekali lagi... dakwah itu terus melaju.
Setahap demi setahap, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun
demi tahun hingga menjebol dinding national State. Dakwah itu terus merayap, merayap
hingga melangkahi batas benua. Ya, inilah Islam mas... Dakwahnya terus menggema...
Dan, Khilafah itu akan berdiri. Biarlah saudara-saudara kita menganggapnya utopis,
ekstrimis, atau apapun itu, yang jelas janji Rasulullah akan terwujud.
Mulut-mulut itu akan diam tatkala KHILAFAH ISLAMIYYAH benar-benar berdiri. Saat itu,
barulah PERINTAH IMAM AKAN MENYINGKIRKAN PERBEDAAN-PERBEDAAN... Ya Allah,
luluhkan hati saudara-saudara kami. Ya Allah, tatkala kami sibuk memperjuangkan
sistem yang Engkau ridloi, permudahkanlah ya Allah... Hanya dengan duduknya seorang
Imam di kursi Kekhilafahanlah yang akan menyatukan kembali uamt yang Engkau
muliakan dengan LA ILAAHA ILLALLAH MUHAMMADUR RASULULLAH...
Ya, Allah benarkah orang-orang yang sholat menyembahMu di masjidil Aqsha, membaca

kitabMu yang suci, menggenggam erat sunnat nabiMu yang suci, berpuasa di bulanMu
yang suci, berzakat untuk membela kehormatan hamba-hambamu yang tertindas,
berhaji ke RumahMu yang suci,benarkah mereka orang tersesat ya Allah... aku lihat
sebuah diskusi besar di Masjidil Aqsha diikuti orang-orang Hizbut Tahrir menyuarakan
syariatmu, diikuti utusan-utusan tiap-tiap negara, benarkah mereka orang sesat ya
Allah... Bukankah Nabimu, Muhammad saw, pernah bersabda: "La tajtami'u ummati aladl
dlalalah..." umatku tidak akan berkumpul dalam sebuah kesesatan... Apakah kami sesat
ya Allah... Demi Namamu ya Allah, demi nama rasulMu ya Allah, demi para khulafa'ur
Rasyidin, demi para ulama' yang ikhlas, demi umat Islam yang rindu akan datangnya
Khilafah... percepat berdirinya Khilafah yang dijanjikan Engkau lewat lisan NabiMu
dengan sabdanya... "Tsumma takuunu khilafatan alaa minhajin nubuwwah..."
Ya Allah, kami tidak akan menyibukkan diri dengan meladeniorang-orang yang
menghalang-halangi, memecah belah, mengecam perjuangan suci ini..
Ya Allah, suara tangis saudara kami di Palestina terdengar hingga ke seluruh penjuru
dunia...
Ya Allah, satukan kembali umat Nabi Muhammad ini... Satukan kembali sebagaimana
Engkau menyatukan Auz dan Khazraj, menyatukan Mekkah dan Madinah, menyatukan
semua suku dan kabilah. Satukan kembali Ya Allah... satukan kembali sebagaimana umat
manusia pernah bersatu di bawah naungan Khilafah Islamiyyah selama lebih 1300
tahun... Amin, ya Allah...Lihat Selengkapnya
02 Maret jam 10:46 Laporkan
Awaludin Amir yakin tuh janji Allah? di Al-Qur'an disebutkan gak?
Ya dah saya tunggu khilafah itu berdiri tapi tetap saya gak akan mengikutinya, lah wong
saya tinggalnya di Indoensia..
Di Al-Qur'an aja gak disebutkan bagaimana bentuk2 pemerintahan..
02 Maret jam 21:51 Laporkan
Sendy Ramadhona saya sependapat dengan pendapat awaludin karena negara kita
berbeda dengan negara arab. Islam adalah agama rohmatan lil 'alamin yang tidak
pernah memaksakan kehendak , anti kekerasan dan hukumnya sesuai dengan fitroh
manusia.
03 Maret jam 14:51 Laporkan
Tri Widodo Di dalam Al-Qur'an jg tdk disebutkan tata cara wudlu, tp qt tetap
mengikutinya khan krn disebutkan dalam hadis. Islam itu bukan untuk orang Indonesia
atau orang Arab...tp utk seluruh umat manusia yg wajib menerapkannya, jd mau tinggal

di Arab atau Indonesia atau dimanapun kewajibannya sama...termasuk wajib


melaksanakan syariat Islam.
06 Maret jam 10:26 Laporkan
Tri Widodo Mengerikan sekali tulisan tentang Fatwa-Fatwa Hukum Hizbut Tahrir yang
menyimpang!!! Kalo itu benar sy akan menjauhi Hizbut Tahrir....tapi sampai saat ini sy
masih mengikuti Hizbut Tahrir...krn tidak pernah diajari seperti dlm tulisan itu oleh Hizbut
Tahrir.
06 Maret jam 13:29 Laporkan
Rushied Buaya Darat pantes fatwa seksualitasnya saru, namanya aja ""Jem**t Tahrir"....
09 Maret jam 1:27 Laporkan
Sendy Ramadhona Tidak ada pengganti Rosululloh yang paling mulia kecuali Abubakar
Assiddiq, umar Alfaruk, Usman bin Affan, dan Ali karomallohuwajjah. Jadi siapa yang
pantas jadi khilafah y zaman sekarang yang penuh dengan fitnah dan rusaknya aqidah?
09 Maret jam 15:52 Laporkan
Prince Al-Ayubbi Yahya
mereka tidak henti2 untuk menghancurkan dan menghapuskan agama Allah agar
kembali berkuasa dimuka bumi. namun Allah pasti akan mempersiapkan kemenangan
untuk agamanya. dan pasti yang bathil itu akan terus terkalahkan... dan yang jelas,
keba...thilan itu apabila melihat kemungkaran, mereka setuju dan diamkan namun
bersifat keras dan tegas terhadap kebenaran. mngapa tidak dinyatakan disini bahaya
kapitalisma, atau bahaya sekular. mengapa perlu membahayakan hizbut tahrir, yang
berjuang untuk meninggikan agama Allah.
tepuk daada tanya iman. Apakah pemilik page ini benar seorang beriman atau tidak?.....
atau usaha yang diteruskan untuk mendapatkan keredhaan dunia, bukan keredhaan
Akhirat, sangat sayang jika jiwa manusia terbeli dengan dunia. dan sangat kasihan bila
mereka menyatakan paling Ahli Sunnah Wal Jamaah, namun Ahli Sunnah Wal Jamaah
yang mana mereka perjuangkan sehingga menuduh2 dan memfitnah2...
ingatlah saudaraku anda adalah Makhluk Allah, yang akan dipersoalkan setiap langkah
dan perbuatan, amat kasihan bila mana apabila Agama Allah ini sedang dalam persiapan
untuk ia kembali berkuasa, anda menjadi penentangnya. dan menjadi orang yang
memfitnahnya agar ummat semua menjauhi sebuah kebenaran dan terus senang dalam
kehidupan yang mungkar....

ingatlah wahai adikku, kau kelak pasti akan mati bertemu tuhanmu, dengan mulut yang
terkaku, tiada jawpan terucap hanya yang ada sebuah tayangan diatas segala
perbuatanmu. lantas apakah antum tidak merasakan erti sbeuah ketakutan terhadapnya
dengan menjadi seorang pemfitnah dan pemecahbelah ummat di akhir zaman. ?
duhai sadaraku yang dirahmati Allah. kajilah islam kembali dengan hati yang ikhlas dan
mementingkan kebenaran, pasti sahaja nanti kau akan terlihat dimana itu sebuah
kebenaran dan dimana itu sbeuah kemungkaran. dan pastinya kau akan tersimpuh malu
dihadapan ummat dimana kau dahulunya seorang penentng walhal sewajibnya kaulah
pejuang........
Lihat Selengkapnya
19 Maret jam 20:42 Laporkan
Erif Fathoni
yang jelas pribadi saya sendiri saya tidak yakin akan sistemnya HT,yang aku tau orang2
HT dengan gampangnya mengkafirkan, merasa dirinya paling bener, suka menghujat
orang, kk ku adalah salah satu anggota HT, dengan gampangnya menganggap ya...ng
bukan anggota HT adalah musuh.
Lihat Selengkapnya
20 Maret jam 15:06 Laporkan
Prince Al-Ayubbi Yahya
yaker? dimana kk mu itu? musuh dalam islam hanyalah barat dan segala pertembungan
hdarah (peradaban) dengan kekufuran. dengan ertikata lain hadharah adalah sebuah
nizham, atau peraturan hidup, masakan seorang muslim mengambil peraturan hidu...p
daripada barat kafir untuk dijadikan peraturannya bukan mengambil islam itu sendiri.?
bukankah kita siang-siang tahu kafr barat itu memang memusuhi islam, meereka
menyerang dan membunuh kaum muslimin tanpa menghiraukan lagi anak kecil atau
orang tidak berdosa, dan lagi barat itulah yang membawa idea2 kufur merka di engah
kaum muslimin agar berfikir hanya melewati akal tanpa ada terkait dengan hubungan
antara manusia dengan Allah, bukankah jelas disini salah dan bukan sebagian dari
islam???Lihat Selengkapnya
20 Maret jam 15:47 Laporkan
Prince Al-Ayubbi Yahya

wah siapakah yang berjubah islam namun aqidah menyimpang bukankah itu mereka
yang membela islam di atas jalan yang menuju keneraka. du'atun lil abwabi fil
jahannam... rasulullah ada sebutkan dalam hadithnya. ciri2 mereka suka mengadu
domba ...menyatakan diri paling benar, mengkufurkan orang lain dengan fitnah2 yang
tidak berasas dan beraqidahkan aqidah yang mengelirukan.
ana rasa tuan blog dan para antek2nya perlu mengkaji islam lebih dalam dari terus
mencaci orang yang sedang membela islam, masakan ana yang bukan ht dan tidak bias
terhadap mana2 jemaah selagi dia berpegang pada quran dan sunnah yang bersumber
jelas bisa lihat, antum yang berjuang kononnya menjadi pembenar akidah ummat tidak
bisa terlihat?Lihat Selengkapnya
21 Maret jam 9:47 Laporkan
Prince Al-Ayubbi Yahya
ana sememangnya sedih akhi, sethau ana ht berakidahkan islam, mereka gak
kelihatannya bercanggah dengan 4 mazhab yang telah ada neh, selain mengemban
kembali dakwah islam yang kaffah, mengapa ya akhi hujah mereka tidak bertentangan
dengan k...ebanyakkan ulama muktabar, namun kok kayaknya hujah antum yang sepele
ini lebih banyak bertentangan dengan para ilmuwan islam terdahulu neh???
ana rasa orang yang berakal sehat bisa sahaja donk melihat siapa benar dan siapa yang
salah? dan pasti sahaja bertaubat setelah melihat kesalahan2nya itu merosak dan
menjadi penghalang akan kebangkitan islam yang dijanjikan...
waduh bisa aja kok kayak gini ingin membela islam...Lihat Selengkapnya
21 Maret jam 15:07 Laporkan
Surono Hadiwarsito kelihatannya orang diskusi kok seperti bukan orang pinter, Gak
CeRD45..... melihat sesuatu dari satu sudut jadinya ya kaya orang bodoh.....coba daah
digali atau ditambah ilmunya lagi biar pada ilmiah diskusinya
21 Maret jam 18:42 Laporkan
Sugi Helmanto
Saya sungguh heran..muslim sekarang ni suka merendahkan muslim lain..Katanya
perbedaan itu rahmat,,dimana rahmatnya, malah caci maki dan penghinaan berpotensi
sakit hati muslim lain...Jelas sekali ummat islam ini tidak bijak menyikapi
perbe...daan...Diskusi beda paham wajar, asal tidak saling menhujat, mencela, sesama

muslim lagi....Ketawa ummat non muslim jadinya....Diskusi aja seperti air , jaga
emosi,,tunjukkan akhlak baik kita ok.....
Ooo..ya..saya tak sependapat kalau yang mayoritas itu benar...Sekarang saja kejahatan
dgn suara mayoritas...Lihat Selengkapnya
29 Maret jam 11:30 Laporkan
Sugi Helmanto Kalau salah satu kelompok islam dianggap salah...ya..jangan dicela
dong...dekati...dialog yang baik....jgn pernah tinggi hati saat dialog...Tidak temu dlm
dialog solusinya ya..tinggalkan aja...tak usah dicela.....do'ain kebaikan bagi mereka ok
kan....
29 Maret jam 11:48 Laporkan
Yajid Kalam
salah satu yang dipertimbangkan dalam agama adalah sanad - mutawatir, sohih, hasan,
do'if, - kepada teman2 ht atau yang membelanya saya ingin minta sanad anda sampai
ke Nabi Muhammad s.a.w., bila yang NU saya sudah dapatkan sanad2 yang mere...ka
miliki, yang tersambung dari sejak masa Nabi Muhammad s.a.w sampai ke masa kini
melalui 'ulama yang ... Lihat Selengkapnyaterpercaya di zamannya. Saya perlu sanad itu
untuk mengecek pemahaman apakah memang bersanad sampai ke Nabi Muhammad
s.a.w. ataukah tidak.
Saya mohon, maaf, saya minta sanad itu, karena saya temukan banyak pendapat hari ini
di berbagai golongan yang ternyata mereka tidak mempunyai sanad yang menyambung
dari masa Nabi Muhammad s.a.w sampai ke masa kini. (Ilmu mereka tidak bersanad).
Jadi tolong beri saya sanadnya HTILihat Selengkapnya
30 Maret jam 13:10 Laporkan
Siti Yulia Sari @hti: kembali kpd ajaran islam yg benar yah....
07 April jam 21:29 Laporkan
Pompy Syaiful Rizal @ Siti : Marilah menerapkan ISlam dg benar yah.. berjuang dg HTI :D
08 April jam 1:23 Laporkan
Joko Lelono Rosulullah SAW bersabda : " salah satu diantara tanda2 akhir zaman adalah
banyak orang yg pandai berdebat dan sedikit sekali orang2 yg Faqih"
09 April jam 1:17 Laporkan
Ayz Noe Azlie sungguh organ yang bekedok islam... bubarkan... waspadalah
09 April jam 1:31 Laporkan

Latifah Al Zahra a
Baca tabloid Media Umat,..Di Sana kalian Akan Mengetahui sepak terjang Hizbut
Tahrir,atau Klik Di .www,mediaumat.com kurang jelas ttg HT klik aja di www.hizbuttahrir.or.id
Baru kalian koment Hizbut tahrir tuuuh gimana?
18 April jam 1:13 Laporkan
Hilyat Bunda AysyaHumayro
^^1. Mendorong Berfatwa Tanpa Ilmu
2. Berjabat Tangan dengan Perempuan Ajnabi
3. Mencium Wanita Ajnabi yang bukan Isteri
4. Membolehkan Melihat Aurat
5. Melihat Mahram Yang Sedang Bugil^^
...
hmm....geli banget bacanya. begitu masuk ke akun ini. Lebih dr 10 thn hidup dan
bergerak di hizb. Belum pernah saya nemuin kajian Hizb yg membolehkan hal2 tersebut
dgn versi yg begitu ekstrim dr pemilik akun ini. Penjelasan Akhina Mabsus sudah
menjelaskan ini dgn lengkap. Saran saya kpd pemilik akun. Gantilah nama anda dgn
Bahaya Tukang Fitnah Thd HTI. Karena andalah yg berbahaya dan sedang menggali
lubang utk anda sendiri. Serta jangan lg anda menyebarkan fitnah2 spt ini yg udah
lammmmaaa banget baunya. Bahkan sudah kami bantah dgn telak. Karena membuat
tujuan anda membuat Hizb dan ide2nya yg mulia dijauhi umat semakin tidak tercapai.
Justru banyak org yg berupaya mencari kebenaran dibalik fitnah2 yg diluncurkan oleh
org2 spt anda, termasuk saya ini sblm akhirnya bergabung dgn hizb.
Lihat Selengkapnya
Nghak Revolusioner Blas iya bang akhirnya ku sadar .... maafkan aku bunda ... mulai
besok aku gak ikut jamaah ngaji ngajian lagi.... mending nongkrong di FB
24 April jam 2:53 Laporkan
Nghak Revolusioner Blas pompy saiful rijal : ... ayo bang
serbuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu ....... Hidup Muhammadiayah ... eh sorry maksud ane ...
Hidup HT
24 April jam 2:56 Laporkan
Antho Butur HATI2 YAH,,, ALLAH MELIHAT DAN MENDENGARM
Pak Dhe Rifqi H HTI= Halaqoh Ter Infeksi.......kedurhakaaan..

Permana Aza @hti: ciri orang2 yg beraqidah seperti orang yahudi,,, Meyakini ALLAH
bertempat, memiliki TAngan, KAki, berada di LAngit,,,, Orang yang beraqidah yahudi
seperti itu Anda mau ikutin????
sadar donk.....
Permana Aza
hilyat: belajar ilmu agama itu sama yg paham,,,,
saya baru tau ternyata beberapa peryataan HT disembunyikan dari syababnya sendiri,,,
Yah bisa dimaklumi karena bila diketahui semua itu mgkn anda sdh kluar dari HT ya,,,,
ttg menjabat tangan dg... wanita yg bkn mahramnya sdh saya dgr dr musrif saya
dahulu...Lihat Selengkapnya
Permana Aza
syabab HT: kasian yah ternyata banyak yg ditutupi oleh HTI kpd kalian,,,, AQIDAH Yahudi
tokoh2nya ja ga disampaikan secara gambLang....
MR.kurnia jelas2 dlm bukunya mengatakan "ALLAh bertempat di atas 'arsy"........
makanya menuntut ilmu aga...ma itu jgn sembarangan nti salah2 bs sesat LHo,,,,Lihat
Selengkapnya
Guyz Ayyubi Hati2, PEMBENCI PEJUANG SYARIAH ADALAH PEMBENCI ISLAM TEGAK DI
MUKA BUMI!!! MEREKA LEBIH MENYUKAI KEDZOLIMAN. LEBIH SUKA MENJILAT KAUM
PENJAJAH DARIPADA MEMPERJUANGKAN TEHAKNYA KHILAFAH.....!!!
Permana Aza Guyz: HAti2 LAH kpd org yg TERIAK2 TTG PENEGAKKAN SYARIAT,
MEMPERJUANGKAN SYARIAT ISLAM TAPI BERAQIDAH SEPERTI ORANG YAHUDI
Permana Aza khilafah dijadikan KEDOK untuk menyebarkan PEMAHAMAN
MENYIMPANG........
.....KASIAN ORG2 YG LOYAL TERHADAP HTI.....
MEREKA HANYA DIMANFAATKAN TENAGANYA UNTUK MENYEBARKAN PENYIMPANGAN
AJARAN HTI
Azwil Seprianda
di mesjid tempat saya biasa sholat jum'at HT tiap minggu ngasih buletin2 ttg
keagamaan,
isinya berdasarkan ilmu pengetahuan kok,.
dan skali sbulan ustad dr HT juga memberikan khotbah jum'at,.isi nya khotbahx gk da yg
aneh,malah itu ustad plin...g bermutu di lingkungan saya,.
saya tinggal di padang,. Lihat Selengkapnya

02 Oktober jam 9:44 melalui


Boeng Acink Bener2 aneh HTI tuh! Sjarah keMunculnya ja dah bikin heboh bin
kontroversial. Knpa di indonesia mlh di sokong!? mesir dg HTI-nya s.arabia dg
wahabinya. Indonesia dg kejawen dan kbatinannya.. Jangan...2x!!!??
05 Oktober jam 21:37
Taufik Kamajaya ORANG 2 yang menyadari bahwa perbedaan itu,,,sesungguhnya adalah
merupakan bukti yang nyata bahwa hakekat manusia ini sebenarnya adalah
UMMI...tentang kebenaran agama/al Quran....itulah yang disebut Rahmatny
perbedaan.....itu jalan tawadhu...tapi klo perbedaan itu justru menjadikan seseorang
atau kelompok orang merasa paling hero...jelas itu hawa nafsu.....kesadaran bahwa
manusia ini /pikiran/ ini TIDAK BISA menebus kebenaran absolut, seharusnya
dimengerti.....salam semuanya.....
08 Oktober jam 20:26
Suhlani Juwan HTI skarang malah mo kudeta Rohis disekolahan ane.... -,11 Oktober jam
'Cahaya Kegelapan' saya bukan orang HTI tapi selama saya ikut kajian2nya gak dah tuh
yang SEPERTI DIFITNAHKAN OLEH ADMIN AKUN INI
sebaiknya akun ini ditutup saja jika hanya suka pecah belah kaum muslim..
Laporkan
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=362801355829

Anda mungkin juga menyukai