Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN
TERMOREGULASI

Dosen Pengampu :
Dr. Retno Susilowati,M.Si
Berry Fakhry Hanifa, S.Si., M.Sc
Tyas Nyonita Punjungsari, S.Pd., M.Sc

Disusun Oleh :
Nama : Shofwatul Hanna
NIM : 18620078
Kelas : Biologi C
Tanggal: 19 November 2020
Asisten : Zadani Nabila A.

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Kegiatan pemeliharaan suhu tubuh merupakan hasil dari proses metabolisme, dimana
bahan pangan diubah menjadi protein, karbohidrat, dan lemak dengan pelepasan energi dalam
bentuk panas, suhu tubuh termasuk derajat panas. Otot aktif pada memetabolisme makanan
lebih cepat dibandingkan pada otot saat istirahat, yang menyebabkan lebih banyak panas
diproses aktivitas fisik yang dapat meningkatkan suhu tubuh.
Termoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan intgrasi dan koordinasi
yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan perubahan suhu
dingin atau hangat. Pengaturan suhu tubuh (termogulasi), pengaturan cairan tubuh, dan
ekskresi adalah elemen-elemen dari homeostasis, dalam termoregulasi dikenal adanya hewan
berdarah dingin dan hewan berdarah panas (Bickley, 2006).
Suhu hewan dibedakan menjadi dua golongan Berdasarkan pengaruh suhu dan
lingkungan yaitu poikilotherm dan homoiotherm . Hewan poikilotherm suhunya dipengaruhi
oleh suhu lingkungan , suhu organ tubuh bagian dalam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
organ luar hewan yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya . Perbedaan suhu pada
bagian- bagian ini diakibatkan oleh adanya panas yang diproduksi , panas yang diperoleh dan
panas yang dilepaskan bagian tersebut . Hewan ini disebut juga hewan berdarah dingin
( Duke's,1995 ) .
Allah telah menjelaskan pada Quran surat Al-Baqarah ayat 164 yang memilkiki arti
sebagai berikut :

“dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara
langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Ayat diatas menjelaskan bahwa persebaran segala macam dan jenis hewan di muka bumi
merupakan tanda tanda kekuasaan dan kebesaran Allah swt . Ayat itu juga menegaskan bahwa
tanda - tanda itu hanya dapat dipahami bagi orang - orang yang mau memikirkan . Bagi orang
yang berakal , melihat tanda kebesaran Allah swt dan berusaha memahami imu , kekuasaan ,
dan kreasi seni - Nya yang tak terhingga ini dengan mengingat dan merenungkan hal - hal
tersebut sebab ilmu Allah swt tak terbatas dan ciptaan – Nya. Oleh karena itu pada praktikum
kali ini akan membahas tentang pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh pada hewan
katak dan mencit sehingga bisa didapatkan ilmu yang bermanfaat untuk manusia. Diharapkan
setelah praktikum ini praktikan dapat mengambil pelajaran mengenai sistem termoregulasi
pada hewan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum yang berjudul termoregulasi adalah Bagaimana
pengaruh suhu lingkungan terhadapsuhu tubuh hewan katak dan mencit ?
1.3 Tujuan
Tujuan pada praktikum yang berjudul termoregulasi adalah untuk mengetahui pengaruh
suhu lingkungan terhadapsuhu tubuh hewan katak dan mencit.
BAB II

METODE

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :

Termometer 3 buah

Papan dan tali pengikat 3 buah

Kandang hewan coba 3 buah

Wadah air/es batu 1 buah

2.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :

Katak 3 buah

Mencit 3 buah

Es batu secukupnya

2.2 Cara Kerja

Langkah-langkah pada praktikum kali ini adalah :

1. disiapkan 3 kandang hewan dari bahan plastik, buat 3 variasi suhu lingkungan
a.Suhu lingkungan suhu kamar dengan menempatkan air di dalam wadah dan tempatkan
dalam kandang
b.Suhu lingkungan dibawah suhukamar dengan menempatkan es batu dalam wadah dan
tempatkan dalam kandang, ukur suhu kandang, usahakan suhu turun 3-4oC dengan
menambah jumlah es batu.
c. Suhu lingkungan diatas suhu kamar dengan tempatkan air panas di dalam wadah dan
tempatkan dalam kandang, usahakan suhu naik sekitar 3-4oC (dapat juga dengan
menjemur dibawah matahari)
2. diukurlah suhu lingkungan dalam kandang
3. disiapkan katak dan mencit, masukan kedua hewan tersebut dalam kandang, diamkan
selama 10 menit pada kandang
4. ditunggu selama 10 menit kemudian ukur suhu tubuh katak dan mencit serta suhu
kandangnya
5. dibuat tabel dan grafik hibungan antara suhu lingkungan dengan suhu tubuh hewan
percobaan.
BAB III

HASIL dan PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil pada praktikum ini sebagai berikut

Katak Mencit
indikator Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum
Suhu ruang 28 ̊C 27 ̊C 28 ̊C 32 ̊C 31 ̊C
Diatas suhu ruang 27 ̊C 28 ̊C 33 ̊C 32 ̊C
36 ̊C
Dibawah suhu 27 ̊C 24 ̊C 32 ̊C 30 ̊C
ruang 20 ̊C

3.2 Pembahasan

Hasil dari praktikum ini menjelaskan bahwa ada proses termoregulasi pada hewan
mamalia dan amfibi. Termoregulasi sendiri memiliki pengertian menurut Delfita( 2019)
kemampuan hewan untuk meregulasi atau mempertahan-kan temperatur tubuhnya.
Termoregulasi berperan sangat vital dalam menjaga homeostasis tubuh agar enzim, hormon
dan lainnya bekerja sebagaimana mestinya sehingga fisiologi berjalan normal. Sedangkan
menurut lestari (2014) bahwa termoregulasi adalah keseimbangan antara kehilangan panas
dan produksi panas tubuh yang tujuanya adalah untuk mengontrol lingkungan suhu netral dan
meminimalkan energi.
Mekanisme termoregulasi pada hewan mamailia dan amfibi itu berbeda. Menurut
pendapat Siswanto (2016) Mekanisme pengaturan panas (thermoregulasi) pada hewan
vertebrata tingkat lebih tinggi (unggas dan mamalia) utamanya melibatkan penyesuaian
fisiologi. Berbagai penyesuaian fisiologi yang berlangsung untuk mengatasi cekaman luar
yang dingin atau panas pada yang menyangkut meningkat atau menurunnya produksi panas
metabolisme serta meningkat atau menurunya penahan (atau retensi) panas yang dihasilkan
itu dalam tubuh. Sedangkan pada amfibi menurut Siswanto (2016) bahwa mekanismenya
berusaha mempertahankan temperatur tubuhnya agar berada dalam kisaran yang mampu
ditolerir oleh tubuhnya. Secara umum, upaya thermoregulasi itu meliputi penyesuaian
perilaku, seperti misalnya mencari bagian lingkungan yang temperaturnya sesuai dengan yang
diinginkan. Thermoregulasi yang demikian berlangsung pada vertebrata tingkat yang lebih
rendah, yaitu ikan, amfibia, dan reptilia.
Pengaturan temperatur tubuh pada Katak dan Mencit menurut Sherwood (2001)
adalah neuron (sel saraf) yang terdapat di bagian anterior hipotalamus Neuron tersebut
memberikan respon terhadap perubahan temperatur darah yang beredar ke organ itu. Tingkat
respon demikian tepat sesuai dengan perubahan temperatur sehingga panas dalam jumlah
yang tepat pula akan dihasilkan atau dibuang ke luar tubuh agar temperatur darah tersebut
segera pulih kembali ke keadaan normal (homeostasis). Terdapat neuron peka dingin, tetapi
tidak pasti peran spesifiknya dalam thermoregulasi. Pusat termoregulasi menerima masukan
dari termoreseptor di hipotalamus itu sendiri yang berfungsi menjaga temperatur ketika darah
melewati otak (temperatur inti) dan reseptor di kulit yang menjaga temperatur eksternal.
Keduanya diperlukan oleh tubuh untuk melakukan penyesuaian. Dalam individu yang sehat,
suhu inti tubuh diatur oleh mekanisme kontrol umpan balik yang menjaga hampir konstan
sepanjang hari, minggu, bahkan bulan atau tahun
Proses termoregulasi pada katak dapat dilihat bahwa pada suhu ruang dan diatas suhu
ruang hanya 1 derajat perubahan suhunya sebelum dilakukan sedangkan pada suhu dibawah
suhu ruang terjadi perubahan yang lumayan sitnifikan dari 27 ke 24 derajat, hal ini karena
katak termasuk kedalam kelas amfibi yang suhu nya dipengaruhi oleh lingkungan luar, dan
suhunya relatif setabil termasuk berdarah dingin dan kelas amfibi itu poilkoterm. Menurut
pendapat Rizzo (2016) bahwa hewan-hewan yang suhu tubuhnya mengalami perubahan
mengikuti suhu eksternal disebut poikilotermis. Kelompok poikilotermis meliputi invertebrata
dan hewan akuatis seperti ikan dan amfibi, reptil. Sedangkan menurut pendapat Delfita (2019)
Suhu tubuh hewan-hewan kelompok poikiloterm tergantung kepada suhu lingkungan,
sehingga sering juga disebut dengan hewan ektoterm. Apabila suhu lingkungan tinggi, maka
suhu tubuh-nya akan meninggi dan apabila suhu lingkungan rendah, maka suhu tubuhnya juga
akan menjadi rendah, sehubungan dengan itu, tidak akan terlalu besar memerlukan energi
untuk termoregulasi-nya karena laju metabolismenya juga rendah dan sedikit atau tanpa
adanya produksi panas. Suhu tubuh akan meningkat karena efek meningkatnya suhu
lingkungan, yang akan membuat laju metabolisme dipercepat. Dengan kata lain, tidak ada laju
metabolisme yang tetap pada poikilotermis atau akan berubah-ubah sesuai suhu lingkungan.
Menurut pendapat Syazali (2017) bahwa kondisi tubuh amfibi dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan sekitar karena termsuk kedalam hewan berdah tinggi sedangakan menurut
pendapat Adam (1989) bahwa Hewan poikilothermic seringkali mampu bergerak di berbagai
bagian tubuh suhu.
Proses termoregulasi pada mencit dapat dilihat bahwa pada suhu ruang, diatas suhu
ruang dan dibawah ruangan tidak ada perubahan suhu yang ,hal ini karena mencit termasuk
kelas mamalia yang suhunya tidak dipengaruhi oleh suhu ruangan tapi dipengaruhi oleh panas
yang dihasilkan di dalam tubuhnya dan ini sering disebut sebagai homoitermis. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ivanov (2006) Hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya pada kondisi yang
relatif konstan ketika suhu eksternal berubah dalam kisaran yang luas disebut dengan
homeotermis dan hewan menghasilkan panas yang cukup dari metabolisme oksidatifnya dan
menjaga temperatur tubuhnya pada level yang konstan sehingga panas tubuhnya tergantung
ke-pada produksi internalnya sendiri. Kelompok ini disebut endotermis yang meliputi
homeotermis, Contoh hewan homeotermis adalah aves dan mamalia. Sedangkan menurut
Delfita (2019) bahwa Regulasi suhu pada mamalia biasanya berhubungan dengan adaptasi
morfologi dan ekologi. Mamalia secara kontinu melepaskan panas ke lingkungannya melalui
mekanisme transfer panas. Proses termoregulasi tersebut berkenaan dengan kontrol laju pele-
pasan panas ke lingkungan, dan peningkatan produksi panas.Mamalia yang hidup di daerah
dingin akan mempertahankan suhu tubuhnya untuk lebih tinggi dari suhu lingkungan. Selama
musim dingin yang intens, suhu tubuh mamalia akan relatif tetap konstan. Menurut pendapat
Qiston (2019) bahwa Pada lingkungan panas, mekanisme termoregulasi akan aktif untuk
mengeluarkan panas agar suhu tubuh tetap normal. Mekanisme ini melibatkan kerja sistem
respirasi, sirkulasi, ekskresi, endokrin, dan syaraf.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kemampuan untuk mengendalikan temperatur tubuh (termoregulasi) Mencit telah


berkembang jauh lebih baik ketimbang Katak. Oleh karena itu dapat dibuat kesimpulan bahwa
aklimasi terhadap temperatur rendah lebih berkembang pada vertebrata endotherm ketimbang
vertebrata ektotherm. Hal tersebut disebabkan Katak (ektoterm), temperatur tubuhnya tidak
bisa konstan dan akan berubah mengikuti perubahan temperatur luar tubuhnya.

4.2 Saran

Saran pada praktikum ini adalah pada saat pembuatan video keterangan tentang hasil
diberi durasi lama supaya saat mencatat tidak ada yang ketinggalan dan pengumpulan laporan
harusnya dihari yang sama saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Adams, BA (1989). Temperature And Synaptic Efficacy In Frog Skeletal Muscles. Journal
Of Physiology, 408 (1), 443-455.

Bickley, L.S., And Szilagyi, P.G. 2006. Physical Examination And History Taking, 9th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Delfita, Rina.2019.Fisiologi Hewan Komperatif . Sumatera Barat : Prenadamedia Group

Duke's , N.H. 1995. The Physiologis Of Domestic Animal . Comstock Publishing . New York

Ivanov, K. (2006). The development of the concepts of homeother-my and thermoregulation.


Journal of Thermal Biology, 31, 24–29
Lestari, S. A., Septiwi, C., & Iswati, N. (2014). Pengaruh Perawatan Metode
Kanguru/Kangaroo Mother Care terhadap Stabilitas Suhu Tubuh Bayi Berat Lahir
Rendah di Ruang Peristi RSUD Kebumen. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
10(3).
Qisthon, A., & Hartono, M. (2019). Respons Fisiologis Dan Ketahanan Panas Kambing
Boerawa Dan Peranakan Ettawa Pada Modifikasi Iklim Mikro Kandang Melalui
Pengkabutan. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 7(1), 206-211.
Rizzo, D. (2016). Fundamentals Of Anatomy And Physiology (Fourth Edi). Boston, USA:
Cengage Learning.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Siswanto, 2016. Thermoregulasi. Bali: Universitas Udayana.
Syazali, M., Al Idrus, A., & Hadiprayitno, G. 2017 .Analisis Multivariat Dari Faktor
Lingkungan Yang Berpengaruh Terhadap Struktur Komunitas Amfibi Di Pulau
Lombok. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 12(2), 147-154.

Anda mungkin juga menyukai