Anda di halaman 1dari 19

PENILAIAN TERNAK AYAM BURAS

(Laporan Praktikum Ilmu Tilik Ternak)

Oleh

Asha Velica Agung


1854241001

PROGRAM STUDI NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN TERNAK


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Penilaian Ternak Ayam Buras

Waktu Praktikum : Senin, 13 September 2021

Tempat Praktikum : Bandar Lampung

Nama : Asha Velica Agung

NPM 1854241001

Jurusan : Peternakan

Program Studi : Nutrisi Dan Teknologi Pakan Ternak

Fakultas. : Pertanian

Universitas : Universitas Lampung

Bandarlampung, 18 September2021

Mengetahui

Dosen

Dr.Ir. Khaira Nova, M.P.

19611018198603200

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktikum Ilmu Tilik Ternak yang berjudul “Penilaian Ternak Ayam
Buras” sesuai yang di harapkan.

Penulis berharap, laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembaca,


menambah pengetahuan dan mempermudah percobaan yang hendak dilakukan.

Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan laporan


praktikum ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan
laporan praktikum ini untuk ke depannya.

Bandar Lampung, 18 September 2021

Penulis,

3
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN................................................................ i

KATA PENGANTAR........................................................................ ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktikum...............................................................

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

III. METODE PRAKTIKUM ...........................................................

3.1 Waktu dan Tempat .............................................................

3.2 Alat dan Bahan ...................................................................

3.3 Cara Kerja ..........................................................................

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

4.1 Data hasil praktikum skor betina dan jantan .............................….

4.2 Penilaian Ayam Jantan ..............................................................….

4.3 Penilaian Ayam Betina..............................................................….

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................

5.1 Kesimpulan ........................................................................

5.2 Saran ..................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

4
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penilaian terhadap produktivitas ternak di lapangan harus dilakukan secara cepat
sehingga dibutuhkan cara atau metode yang praktis namun efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan tersebut. Berbagai metode yang cukup praktis untuk
menilai berbagai jenis ternak dengan tujuan pemeliharaan yang berbeda-beda
telah berkembang pesat dan terangkum dalam ilmutilik ternak. Penilaian ternak
tersebut dilakukan terhadap bagian-bagian tubuh yang mencerminkan tingkat
produktivitas ternak yang bersangkutan.

Kebutuhan terhadap ayam kampung semakin meningkat selain untuk memenuhi


kebutuhan protein hewani juga disebabkan karena kepercayaan masyarakat
terhadap daging ayam kampung yang lebih alami dibandingkan dengan ayam
jenis lainnya. Akan tetapi peningkatan kebutuhan terhadap ayam kampung ini
tidak diimbangi dengan jumlah populasi ayam kampung pada masing-masing
daerah di Indonesia. Kurangnya perhatian terhadap ayam kampung merupakan
salah satu faktor penyebab populasi ayam kampung semakin menurun.

Keragaman ukuran tubuh hewan disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan.
Ukuran tubuh ayam yang penting untuk diamati dan dapat dijadikan penentu
karakteristik antara lain adalah bobot badan, panjang tarsometatarsus, panjang
tibia, panjang femur, tinggi jengger, dan jarak tulang pubis untuk ayam betina.

Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam
kampung di Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh
peternak-peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan
pekarangan, pemenuhan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan.

5
Ayam buras yang terdapat di Indonesia sangat beragam penampilan dan
penyebarannya. Hal ini dapt dilihat dari pola warna bulu. Tidak ada patokan atau
standar khusus untuk ayam buras dari segi bentuk, ukuran-ukuran tubuh dan
warna bulu, penampilan ayam buras yang bervariasi mengakibatkan ayam buras
sulit dipilih dalam kelompok tertentu. Penampilan ayam buras dikaitkan dengan
penampilan luar antara lain warna bulu, Shank, dan bentuk jengger.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui cara pendugaan prestasi ayam buras


2. Mengetahui prestasi penilaian ayam buras pejantan dan betina

6
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ayam Buras

Ayam buras (ayam bukan ras) merupakan unggas lokal yang populasinya tersebar
di seluruh wilayah Indonesia, seperti ayam Kedu, Nunukan, Lampung dan Pelung,
biasanya dipelihara secaara bebas dan untuk usaha sambilan. Ayam buras adalah
keturunan dari Gallus gallus atau Red Jungle Fowl yang sudah mengalami
domestikasi selama puluhan tahun. (Crawford, 1990).

Produktivitas ayam buras yang dipelihara secara tradisional masin rendah, antara
lain karena tingkat mortalitas tinggi, pertumbuhan lambat, produksi telur rendah,
dan biaya pakan tinggi (Zakaria 2004). Produksi telur ayam buras yang dipelihara
secara tradisional berkisar antara 40−45 butir/ekor/tahun, karena adanya aktivitas
mengeram dan mengasuh anak yang lama, yakni 107 hari (Sulandari et al. 2007).

Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha tani


ayam buras, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis
(Zakaria 2004; Yudohusodo dalam Iriyanti et al. 2005). Pengembangan ayam buras
secara semiintensif dan intensif dengan pemberian pakan yang berkualitas serta
pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama tetelo (ND), cacingan, dan kutu,
cukup. Perbaikan tata laksana pemeliharaan dari tradisional ke intensif dapat
meningkatkan daya tetas sampai 80%, frekuensi bertelur menjadi 7 kali/tahun, dan
menurunkan kematian hingga 19% (Sartika, 2005)

Harjosoebroto dan Atmojdo (1977), menyatakan bahwa ciri-ciri ayam buras


sebagai berikut : (1) warna bulu bervariasi dan warna bulu ayam buras jantan
lebih bagus; (2) kulit berwarna kuning pucat; (3) bentuk jengger pada ayam buras
jantan dan betina tidak seragam. Varietas ayam kampung yang dapat dijumpai di

7
pelosok Indonesia memiliki tanda-tanda tubuh kecil, produksi rendah, bobot
badan relatif tinggi, memiliki sifat keindukan dan mengeram yang baik.
• Keunggulan Ayam Buras
1. Menghasilkan telur anatara 12-18 butir per satu masa bertelur,
2. Rata-rata berat telur 35-50 gr,
3. Pertama kali bertelur umur 250 hari,
4. Setahun bisa bertelur2-3 kali,
5. Lama mengasuh anak 27-107 hari,
6. Kembali bertelur setelah 8-23 hari anaknya dipisah,
7. berat rata-rata anak umur 90 hari adalah 425 gr.

Produksi telur ayam buras yang dipelihara secara tradisional berkisar antara 40−45
butir/ekor/tahun, karena adanya aktivitas mengeram dan mengasuh anak yang
lama, yakni 107 hari (Biyatmoko 2003; Sartika 2005; Sulandari et al. 2007). Ayam
buras yang dipelihara secara ekstensif umumnya mencapai dewasa kelaminpada
umur 6−7 bulan, bobot badan dewasa 1.400−1.600 g/ekor, produksi telur 40−45
butir/ekor/tahun, bobot telur 40 g, persentase karkas 75%, mortalitas anak (DOC)
31%, daya tetas 86,65%, dan lama mengeram 21 hari (Biyatmoko 2003).

Ciri-ciri kuantitatif ayam buras antara lain bobot badan rata-rata jantan umur 5
bulan 1.222 g, betina 916 g, bertelur pertama pada umur 6,37 bulan, bobot telur
41,60 g, dan daya tetas telur 84,60% (Septiwan 2007). Produksi telur ayam buras
yang dipelihara secara intensif mencapai 151 butir/tahun, bahkan setelah
mengalami seleksi yang ketat, produksi telur meningkat menjadi 170−230
butir/tahun (Syamsari 1997).

B. Pendugaan lama berproduksi


Ilmu tilik ternak adalah ilmu pengetahuan yang mengajarkan tentang pengetahuan
menilik atau menilai seekor ternak sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dalam
waktu yang singkat atau ilmu pengetahuan ynag digunakan untuk
mempertimbangkan prestasi atau produktivitas suatu ternak dalam waktu singkat.

8
Prestasi atau produktivitas ternak adalah nilai hayati yang dimiliki oleh seekor
ternak seperti keadaan tubuh, produksi daging, susu, telur, tenaga serta lain-lain.
Disamping itu, ilmu tilik ternak digunakan untuk menilai seekor ternak yang
memiliki kapasitas berproduksi dan reproduksi serta tingkat kesehatan yang
normal sesuai dengan bangsa ternak dan daya beradaptasi pada suatu lingkungan
tertentu.

Pendugaan prestasi unggas umumnya dilakukan berdasarkan persyaratan kualitatif


dan kuantitatif dalam menilai ayam buras. Tata cara penilaian ayam buras
dilakukan kepada pemeliharaan yang ditujukan untuk produksi daging dan telur,
pemilikan ternak minimal 30 ekor induk dengan sisitem pemeliharaan semi
intensif, dan umur ternak antara 30-60 minggu.

Martojo (1992) dan Warwick, Astuti, dan Hardjosubroto (1995) menjelaskan


bahwa sifat kuantitatif dipengaruhi oleh sejumlah besar pasang gen, yang masing-
masing dapat berperan secara aditif, dominant dan epistatik dan bersama-sama
dengan pengaruh lingkungan (non-genetik), dan tidak dapat dibedakan dengan
jelas. Nozawa (1980) melaporkan bahwa keragaman ukuran tubuh hewan
disebabkan oleh factor genetik dan lingkungan. Ukuran tubuh ayam yang
menentukan karakteristik antara lain : bobot badan, panjang bagian-bagian kaki
(tarsometatarsus), jarak tulang pubis (tulang panggul) untuk ayam betina, panjang
tulang kering (tibia), panjang tulang paha (femur) dan tinggi jengger.

Pendugaan lama produksi ayam secara visual dapat dilihat dari urutan hilangnya
pigmen kuning pada anus (1-2 minggu), cincin mata dan gelambir kuping (3-4
minggu), paruh (6-8 minggu), dan kaki (12-20 minggu). Hilangnya warna kuning
pada paruh dimulai dari dasar dan pada kaki dimulai dari bagian dorsal. Apabila
produksi berhenti, pigmen kuning kembali dalam urutan yang sama dengan waktu
dua kali lebih cepat daripada waktu menghilangnya pigmen.

9
III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu praktikum dilakukan pada pukul 19:00-19:45 WIB pada tanggal 13


September 2021. Tempat praktikum di Tanjung Karang Barat, Kota Bandar
Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum terdiri dari 3 ekor ayam buras pejantan
dan 3 ekor ayam buras betiana. Alat yang digunakan terdiri dari tali rapia,
timbangan, alat tulis, kalkulator, dan recording pemeliharaan ayam buras.

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja pada praktikum ini adalah:

1. Letakkan ketiga ayam pejantan berjejer, demikian juga ketiga ayam betina
induk dengan mengikatkan salah satu kakinya dengan tali rapia. Berilah nama
pada masing-masing ayam tersebut.

2. Berdasarkan recording yang ada dan perabaan pada bagian tubuh ayam,
lakukan penilaian dengan kartu penilaian ayam buras.

3. Timbanglah bobot tubuh ayam yang dinilai.

4. Tulislah laporan hasil penilaian ayam tersebut dengan mencantumkan


pemenangnya.

10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum Skor Betina Dan Jantan

Sumber: Data hasil penilaian ayam buras

11
4.2 Penilaian Ayam Jantan

Faktor yang dinilai/Skor Nilai


Sifat dan Bentuk Eksterior ( Syarat 40
yang terpenuhi 9 buah, Yaitu aktivitas
sangat aktif, sikap gesit, punggung
lebar, paruh : pendek, tebal jengger
besar, merah, segar, hangat mata besar,
bersinar, menonjol, sayap terkatup
pada tubuh.
Bobot Badan = 2,4 kg 10
Total Skor 50

Berdasarkan data hasil praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh hasil
untuk penilaian ternak ayam buras jantan dan betina yaitu: Bentuk eksterior pada
ayam jantan diperoleh nilai 40 karena memenuhi hampir semua persyaratan. Bibit
ayam buras jantan yang baik adalah aktif, gesit, punggung lebar, paruh pendek
dan tebal, jengger besar, merah, dan segar, mata besar dan bersinar, dada penuh
dan dalam serta abdomennya dalam dan penuh kemudian sayapnya terkatup pada
tubuh. Sedangkan untuk Bentuk eksterior pada ayam betina diperoleh nilai 30
karena hanya 4 syarat yang terpenuhi, yang meliputi bentuk badan yang bulat,
cukup besar dan perutnya luas, kepala halus, matanya terang dan jernih, serta
paruhnya pendek dan kuat. Bobot ayam buras jantan yaitu sebesar 2,4 kg.

Pendugaan prestasi unggas umumnya dilakukan berdasarkan persyaratan kualitatif


dan kuantitatif dalam menilai ayam buras. sifat kuantitatif dipengaruhi oleh
sejumlah besar pasang gen, yang masing-masing dapat berperan secara aditif,
dominant dan epistatik dan bersama-sama dengan pengaruh lingkungan (non-
genetik), dan tidak dapat dibedakan dengan jelas. Adapaun pernyataan menurut
Nozawa, 1980 yang menyatakan bahwa ukuran tubuh ayam yang menentukan
karakteristik antara lain : bobot badan, panjang bagian-bagian kaki

12
(tarsometatarsus), jarak tulang pubis (tulang panggul) untuk ayam betina, panjang
tulang kering (tibia), panjang tulang paha (femur) dan tinggi jengger.

4.3 Penilaian Ayam Betina

Faktor yang dinilai/Skor Nilai


• Produksi telur induk tidak 25
mengeram 25
• Produksi daging pertahun
Bentuk eksterior induk (Syarat
yang terpenuhi 4 buah, yaitu: 30
Bentuk badan bulat, cukup besar
dan perutnya luas, kepalanya
halus, matanya terang dan jernih
dan paruhnya pendek dan kuat.
Total skor 80

Zakaria, et al. 2004 menyatakan Untuk meningkatkan populasi, produksi,


produktivitas, dan efisiensi usaha tani ayam buras, pemeliharaannya perlu
ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis. Salah satu cara yang efektiv
dilakukan yaitu dengan pengembangan ayam buras secara semiintensif dan
intensif dengan pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan
pengendalian penyakit, terutama tetelo (ND), cacingan, dan kutu. Dengan
perbaikan tata laksana pemeliharaan dari tradisional ke intensif dapat
meningkatkan daya tetas sampai 80%, frekuensi bertelur menjadi 7 kali/tahun, dan
menurunkan kematian hingga 19%.

Adapun ciri-ciri yang menunjukkan ayam sedang berproduksi adalah kulit lemas
dan berminyak. Rontoknya bulu juga menunjukkan bahwa itik tersebut sudah

13
berproduksi selama lebih kurang satu tahun dan pada ayam sudah berproduksi
selama 6-8 bulan

Pemeliharaan dan pemasaran ayam buras sangat sederhana sedangkan dari


pendapatan sangat menguntungkan bagi peternak. Pangsa pasar nasional untuk
daging dan telur ayam buras masing-masing mencapai 40% dan 30%. Hal ini dapat
mendorong peternak kecil dan menengah untuk mengusahakan ayam buras
sebagai penghasil daging dan telur pernyataan ini sesuai dengan pendapat Rohaeni
et al. 2004.

14
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini yaitu:

1. Penilaian ayam buras dapat dilakukan bila ayam buras dipelihara secara semi
ekstensif, penilaian dilakukan pada bagian eksterior tubuh, produksi terlur, bobot
badan, produksi daging dan keseragaman,
2. Faktor yang berpengaruh pada prestasi ternak yaitu tata laksana pemeliharaan,
pemberian pakan, reproduksi, dan kesehatan ternak.

5.2 Saran
Penilaian terhadap seekor ternak harus dilakukan menurut cara dan urutan tertentu
sehingga kelupaan satu hal dapat dihindari caranya adalah sebagai berikut:
1. Ternak harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dilihat atau
diperiksa dengan mudah.
2. Tempat dimana ternak itu berdiri harus rata
3. Perhatikan lukisan umum seekor ternak
4. Dalam menilai harus dibedakan jenis ternak berdasarkan fungsi dari ternak
tersebut
5. Melakukan penilaian terhadap bagian-bagian tertentu dari ternak.

15
DAFTAR PUSTAKA

Biyatmoko, D. 2003. Permodelan usaha pengembangan ayam buras dan upaya

perbaikannya di pedesaan. Makalah disampaikan pada Temu Aplikasi


Paket Teknologi Pertanian Subsektor Peternakan. Banjarbaru, 8−9
Desember 2003. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan,
Banjarbaru. hlm. 1−10.

Crawford, R.D. 1990. Origin and history of poultry species. In : Poultry breeding

and genetics. Elsevier, Amsterdam. Pp. 1-42

HARDJOSUBROTO, W. & ATMODJO, S.P. 1977. Performance daripada Ayam

Kampung dan ayam Kedu. Makalah Seminar Pertama Tentang flmu dan
Inditstri Perunggasan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 30-
31 Mei 1977 di Cisarua Bogor, III 24 hal.

Martojo, H.1992. Peningkatan mutu genetik ternak. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar


Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nozawa, K. 1980. Phylogenetic studies on native domestic animal in east and

Southeast Asia. Tropical Agriculture Research Center, JapanIV : 23-43.

Rohaeni, E.S., D. Ismadi, A. Darmawan, Suryana dan A. Subhan. 2004. Profil

usaha peternakan ayam lokal di Kalimantan Selatan. Hal. 555 – 562.


Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004.

16
Buku II. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan
peternakan. Bogor.

Sartika, T. 2005. Peningkatan mutu bibit ayam kampung melalui seleksi dan

pengkajian penggunaan penanda genetik promotor prolaktin dalam


MAS/Marker Assiated Selection untuk mempercepat proses seleksi.
Disertasi. Sekolah Pascasarjanan IPB. Bogor

Septiwan, R. 2007. Respons produktivitas dan reproduktivitas ayam kampung

dengan umur induk yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Sulandari, S., M.S.A. Zein, S. Paryanti, dan T. Sartika. 2007. Taksonomi dan asal-

usul ayam domestikasi. hlm. 5-25. Dalam K. Diwyan- to dan S.N. Prijono
(Ed.). Keanekaragaman Sumber Daya Hayati Ayam Lokal Indonesia:
Manfaat dan Potensi. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indo- nesia, Bogor.

Syamsari. 1997. Populasi dan Produktivitas Ayam kampung, Ayam Pelung dan

Ayam Kedu di Desa Karacak. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut


Pertanian Bogor. Bogor.

Warwick, E.J., M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Gadjah

Mada University. Yogyakarta.

Zakaria, S. 2004. Performans ayam buras fase dara yang dipelihara secara intensif

dan semiintensif dengan tingkat kepadatan kandang yang berbeda. Bulletin


Nutrisi dan Makanan Ternak 5(1): 41−45.

17
LAMPIRAN

18
Gambar: Penilaian Ayam Jantan

Gambar: Penilaian Ayam Betina

19

Anda mungkin juga menyukai