Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

Pembuatan Yoghurt

Disusun Oleh:
Kelompok B
Anggota Kelompok: NIM
1. Nani Baidinah 150210103070
2. Reny Dwi Irfiana 150210103071
3. Violetta Firdaus Arindasari 150210103072
4. Angki Tri Agustina 150210103073
5. Saiful Nizzam 150210103085
Mikrobiologi B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
I. Judul:
Pembuatan Yoghurt

II. Tujuan:
II.1Untuk mengetahui mekanisme pembuatan yoghurt yang benar.
II.2Menjelaskan suhu yang baik untuk membuat yoghurt.

III. Metode Penelitian:


III.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

a. Kompor Listrik
b. Beaker Glass
c. Pengaduk kayu
d. Panci
e. Sendok
f. Gelas Plastik dan cup sealer
g. Pisau
h. Plastik kg
i. Karet gelang
j. Inkubator
k. Termometer

3.1.2 Bahan

a. Susu sapi murni 3 liter


b. Susu skim
c. Starter Lactobacillus sp.
d. Starter Acetobacter xilinum

3.2 Skema Kerja

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Memanaskan susu sapi murni sebanyak 3 liter

Mengaduk rebusan susu sampai suhunya menjadi 800 C

Membiarkan susu sampai dingin hingga suhunya turun


400 C sambil diaduk
Menambahkan starter berupa yakult sebanyak 6 botol di
dalam susu

Mengaduk sampai susu dan yakult tercampur atau


homogen

Menuangkan ke dalam cup-cup yang telah disediakan

Melakukan uji organoleptik


IV. Hasil pengamatan:

KEL RASA TEKSTUR GAMBAR


.
1 Hambar Asam Cair Kental

2 Asam Asam Cair Kental

3 Asam Asam Cair Kental


Cair
4 Hambar Asam Cair Kental

5 Asam Pahit Cair Kental

6 Asam Pahit Cair Kental

7 Asam Pahit Cair Kental Kental

V. Pembahasan

Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan


bakteri asam laktat (BAL).Yoghurt atau susu fermentasi dapat dibuat
melalui beberapa cara yaitu menambahkan enzim-enzim untuk proses
fermentasinya atau menambahkan mikrobia yang dapat melakukan proses
fermentasi susu. Cara yang pertama sangat mahal karena enzim-enzim yang
harus ditambahkan jumlahnya lebih dari satu dan harus diberikan dalam
kondisi dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Oleh sebab itu penambahan
mikrobia yang dipilih karena mikrobia tersebut secara alami terdapat pada
susu, kita hanya tinggal menginokulasinya menjadi biakan murni untuk
selanjutnya diperbanyak dan ditambahkan pada susu yang difermentasi
(Jumadi, 2015).
Pembuatan yoghurt pada praktikum kali ini yaitu dengan
menambahkan yakult ke dalam susu segar. Penambahan yakult disini
dikarenakan kandungan bakteri starter yang ada di dalamnya. Bakteri Starter
merupakan bakteri yang bekerja secara sinergi untuk menghasilkan asam
amino, vitamin dan enzim pencernaan yang bermanfaat bagi pertumbuhan
dan kesehatan. Kandungan bakteri starter yang ada di dalam yakult yaitu
Lactobacillus casei Shirota strain yang merupakan salah satu jenis bakteri
asam laktat. Penambahaan yakult ke dalam susu segar menyebkan susu
segar tersebut terfermentasi oleh bakteri asam laktat yang ada di yakult
sehingga susu segar tersebut ikut menjadi susu fermentasi. Susu fermentasi
ini ada yang bertekstur cair dan ada pula yang bertekstur padat..
Peningkatan kadar keasaman yang menyebabkan protein untuk
membuat susu menjadi menggumpal. Campuran atau kombinasi dari
Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus sering digunakan
pada beberapa macam produksi yoghurt. Walaupun kedua mikroorganisme
tersebut dapat digunakan secara terpisah, namun penggunaan keduanya
dalam kultur starter yoghurt secara bersama-sama terbukti telah
bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri tersebut. Selain
menyebabkan tingkat produksi asam yang lebih tinggi, Streptococcus
thermophilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan
karbondioksida. Format dan karbondioksida yang dihasilkan ini
menstimulasi pertumbuhan Lactobasillus bulgaricus. Disamping itu,
aktivitas proteolitik dari Lactobasillus bulgaricus ternyata juga
menghasilkan peptide dan asam amino yang digunakan oleh Streptococcus
thermophilus. Selain itu beberapa zat hasil fermentasi mikroorganisme yang
berperan dalam menentukan rasa produk adalah asam laktat, asetaldehida,
asam asetat dan diasetil. Intinya adalah jenis dan jumlah mikroorganisme
dalam starter yang digunakan sangat berperan dalam pembentukan dan
formasi rasa serta tekstur yoghurt. Selain tentunya lama fermentasi dan suhu
lingkungan (Ajuz, 2015).
Berdasarkan hasil tes organoleptik terhadap ke sembilan belas
kelompok, didapatkan perbedaan rasa antara yoghurt yang bertekstur padat
dan yang bertekstur cair. kebanyakan rasa yoghurt yang bertekstur cair
adalah hambar sedangkan rasa yoghurt yang bertekstur padat kebanyakan
pahit. Menurut Hidayat (2013), Pembentukan asam laktat menyebabkan
peningkatan keasaman dan penurunan nilai pH. Sehingga dapat diartikan
bahwa rasa susu fermentasi yang cair seharusnya asam bukan hambar.
Pernyataan mengenai rasa asam pada yogurt diperkuat oleh Jannah (2014),
proses fermentasi yang berlangsung selama pembuatan yogurt menyebabkan
laktosa dalam susu akan diubah menjadi asam laktat oleh bakteri asam
laktat, pemecahan laktosa menjadi asam laktat oleh aktivitas bakteri asam
laktat akan meningkatkan keasaman susu, sehingga menyebabkan yoghurt
memiliki rasa asam.

Praktikum ini dibuat 2 jenis yoghurt, adalah yoghurt padat daan


yoghurt cair. Perbedaan kedua jenis yoghurt ini dalam prosesnya adalah
penambahan susu Dancow Instant Enriched pada pembuatan yoghurt padat.
Sedangkan pada pembuatan yoghurt cair tidak ditambahkan susu Dancow
Instant Enriched melainkan hanya susu sapi segar dan bakteri starter yang
berasal dari susu probiotik Yakult. Penambahan susu Dancow Instant
Enriched bertujuan agar ada penambahan komposisi glukosa dalam
pembuatan yoghurt. Yusmarini(2016) mengatakan bahwa yoghurt yang
dibuat tanpa penambahan sukrosa memiliki nilai cerna yang lebih rendah
dibandingkan dengan perlakuan yang ditambah sukrosa. Sehingga yoghurt
yang cair memiliki nilai cerna yang lebih rendah dibandingkan dengan
yoghurt yang padat. Hal ini menunjukkan bahwa gula sebagai sumber energi
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba.

Berdasarkan uji orgenoleptik rasa yoghurt yang bertekstur padat


adalah pahit. Hal ini bisa saja dipengaruhi oleh adanya penambahan susu
bubuk untuk mengubah tekstur yoghurt cair menjadi padat. Menurut Diputra
(2014), Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
susu bubuk (susu skim) berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap nilai
pH yoghurt. Semakin tinggi penambahan susu skim maka pH yang
dihasilkan semakin rendah. Hal ini membuktikan bahwa semakin banyak
penambahan susu bubuk maka pH yang dihasilkan akan semakin rendah,
dengan kata lain rasa pahit yang dihasilkan pada yogurt padat merupakan
efek dari penambahan susu bubuk yang menyebabkan rasa yoghurt yang
seharusnya asam menjadi pahit akibat turunnya pH yang sangat rendah.
Selama proses fermentasi, protein akan terhidrolisi menghasilkan
peptida-peptida dengan bermacam ukuran dan asam-asam amino bebeas
yang dapat merubah struktur fisik dari yoghurt dan secara tidak langsung
memberi kontribusi terhadap citarasa yoghurt yang dihasilkan(Tamime dan
Robinson, 1995). Selain itu, citarasa yoghurt juga disebabkan oleh asam
laktat dan senyawa-senyawa karbonil seperti asetaldehid, aseton, dan
diasetil. Proses fermentasi juga dapat meningkatkan nilai cerna protein suatu
bahan pangan(Yusmarini, 2016).

Perlakuan pemanasan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi


protein dalam makanan. Protein yang telah terdenaturasi akan lebih mudah
dihidrolisis dengan menggunakan enzim tripsin, khimotripsin, dan peptidase
mempunyai nilai cerna sebesar 80,42% dan susu yang telah dipasteurisasi
pada suhu 75oC mempunyai nilai cerna sebesar 80,81%(Carbonaro et.al.,
1996). Tetapi pada praktikum suhu yang digunakan ketika susu sapi segar
dipanaskan atau dipasteurisasi adalah 80oC, hanya berbeda 5oC yang tidak
berpegaruh dalam komposisi kimianya. Jadi, susu sapi segar dipasteurisasi
bertujuan untuk mematikan mikroba yang kurang menguntungkan dan
meningkatkan nilai cerna proteinnya. Proses pasteurisasi tidak dilakukan
pada titik didih susu sapi segar agar protein kasein di dalam susu tidak
pecah atau rusak, karena mengingat sifat protein yang tidak tahan panas.
Selain itu, pada proses penanmbahan bakteri starter puntidak dilakukan
sebelum atau ketika susu sapi segar dipasteurisasi tetapi setelah susu
dipasteurisasi dan diturunkan suhunya menjadi sekitar 45oC. Hal ini
dilakukan agar bakteri starter tidak mati sehingga dapat melakukan proses
fermentasi.

Jika sumber energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba


tidak mencukupi, maka akan menghambat aktivitas mikroba tersebut
sehingga kemampuan untuk menghidrolisis protein juga akan berkurang.
Hal ini sejalan dengan pendapat Koswara(1992) yang menyatakan bahwa
dalam pembuatan yoghurt perlu penambahan gula sebesar 4-5% yang
bertujuan untuk meningkatkan sumber karbon dan energi bagi mikroba
untuk pertumuhannya. Selain itu, susu sapi yang langsung ditambah dengan
bakteri starter setelah dipasteurisasi tanpa penambahan gula dan diinkubasi
pada suhu 43-45oC tidak akan menghasilkan perubahan pH dan kekentalan
pada susu kedelai(Yusmarini, 2016). Sehingga perbedaan antara yoghurt
padat dan yoghurt cair adalah dari tekstur kekentalannya, perubahan pH,
dan nilai cerna proteinnya.

Proses fermentasi susu menghasilkan produk dengan rasa yang disukai


serta tekstur yang lembut. Seperti yang telah dipaparkan diatas, komponen
susu yang paling berperan selama proses fermentasi adalah sukrosa dan
kasein. Hasil metabolisme dari bakteri starter adalah asam laktat yang
menyebabkan pH susu menurun.Menurut Helferich dan Westhoff(1990),
suasana asam (pH rendah) menyebabkan keseimbangan kasein terganggu
dan pada titik isoelektrik (pH=4.6), kasein akan menggumpal membentuk
koagulan sehingga terbentuk susu semi padat. Pada kondisi tersebut kasein
susu bermuatan negatif sedangkan molekul asam laktat selama proses
fermentasi bermuatan positif(Rahman et.at. 1992). Persinggungan antara
kasein dan asam laktat menyebabkan terjadinya proses netralisasi sehinga
kasein mengendap(Sunarlim, 2009:71).
VI. Penutup

VI.1 Kesimpulan
1. Pembuatan yogurt yang pertama adalah proses pemanasan yang
menyebabkan terjadinya denaturasi protein dalam makanan
sehingga lebih mudah dihidrolisis. Kemudian susu sapi segar
dipasteurisasi bertujuan untuk mematikan mikroba yang kurang
menguntungkan dan meningkatkan nilai cerna proteinnya.
Selanjutnya, pada proses penanmbahan bakteri starter tidak
dilakukan sebelum atau ketika susu sapi segar dipasteurisasi tetapi
setelah susu dipasteurisasi dan diturunkan suhunya menjadi sekitar
45oC.
2. Protein yang telah terdenaturasi akan lebih mudah dihidrolisis
dengan menggunakan enzim tripsin, khimotripsin, dan peptidase
mempunyai nilai cerna sebesar 80,42% dan susu yang telah
dipasteurisasi pada suhu 75oC mempunyai nilai cerna sebesar
80,81%(Carbonaro et.al., 1996). Tetapi pada praktikum suhu yang
digunakan ketika susu sapi segar dipanaskan atau dipasteurisasi
adalah 80oC, hanya berbeda 5oC yang tidak berpegaruh dalam
komposisi kimianya.

VI.2 Saran
Saran yang ingin disampaikan dalam praktikum pembuatan yogurt
adalah untuk mekanisme pembuatan yagurt lebih diperhatikan lagi
agar hasil yang didapatkan sesuai dengan prosedur serta lebih
memperhatikan lagi kesterilan dalam pembuatannya agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri lain yang dapat membahayakan karena ini
untuk bahan yang dapat dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA

Ajuz, Yayan. 2015. Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari


Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan
Streptococcus Thermophilus. Jurnal Bioteknologi Dasar. Vol 1 (2):122-
142.

Carbonaro, M. F. Bonomi, dkk. 1996. Food: Modification of Milk. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Helferich,W., dan D. Westhoff. 1990. All About Yoghurt. New York: Prentice-
Hall, Inc.

Hidayat, I.R. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai Ph Dan Sifat Organoleptik
Drink Yoghurt Dari Susu Sapi Yang Diperkaya Dengan Ekstrak Buah
Mangga. Animal Agriculture Journal Vol 2 (1):10-23

Jannah, A. M. 2014. Kombinasi susu dengan air kelapa pada proses pembuatan
drink yoghurt terhadap kadar bahan kering, kekentalan, dan pH. Jurnal
Teknologi Pangan Vol 3(3):44-57
Jumadi, Oslan. 2015 Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Makassar : Jurusan
Biologi FMIPA UNM press

Koswara, S. 1992. Teknologi Pengelolaan Kedelai Menjadi Makanan Bermutu.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Rahman, A., S. Fardiaz dkk. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Bogor: IPB.

Sunarlim, Roswita. 2009. Potensi Lactobacillus sp. Asal dari Dadih Sebagai
Strater pada Pembuatan Susu Fermentasi Khas Indonesia. Buletin
Teknologi Pascapanen Pertanian Vol 5(1):67-79

Tamime, A.Y dan R.K. Robinson. 1995. Yoghurt Science and Technology. New
York: Pergamon Press.

Yusmarini. 2016. Perubahan Nilai Cerna dan Fraksi Protein pada Susu Kedelai
dalam Proses Pembuatan Soygurt. Agritech Vol 21(3):122-139.

Anda mungkin juga menyukai