Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA SENSORI

“UJI SCORING”

Disusun oleh :
Nanda Rizal S 361541333019
Lusi Riska Maulida 361541333006
Mita Damayanti 361541333016
Nadia Zahrotul F 361541333005
Anggi Gunawan 361541333022

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Laporan praktikum ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik.
Dengan menyusun laporan ini, kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang
proses analisa sensori uji scoring yang kami sajikan dengan berbagai poin-poin penting mulai
pendahuluan, tinjauan pustaka, dan hasil pembahasan yang kami dapatkan dari berbagai sumber
yang kompeten dan sesuai isi laporan.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran penulisan
laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang
akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan laporan dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
segala usaha kita. Amin.

Banyuwangi, 03 juni 2018

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 3
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 3
1.4. Manfaat........................................................................................................ 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Uji Scoring................................................................................................... 4

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1. Tempat dan Waktu........................................................................................ 6
3.2. Alat dan Bahan............................................................................................. 6
3.3. Cara Kerja.................................................................................................... 6

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Pengamatan......................................................................................... 7
4.2. Pembahasan.................................................................................................. 8

BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan.................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penginderaan merupakan proses fisiologis dan reaksi psikologis (mental). Indera manusia
merupakan alat tubuh untuk mengadakan reaksi mental (sensation, penginderaan) jika mendapat
rangsangan atau stimulus dari luar reaksi mental ini dapat menimbulkan kesadaran atau kesan
akan benda yang menimbulkan rangsangan, dilain pihak kesadaran atau kesan itu menimbulkan
sikap terhadap benda yang merangsang itu. Sikap itu dapat berwujud tidak menyukai jika
rangsangan itu menimbulkan kesan yang tidak menyenangkan, sebaliknya dapat berupa sikap
menyukai jika rangsangan itu menyenangkan (Soekarto, 1985).

Evaluasi sensori atau organoleptik merupakan ilmu pengetahuan yang menggunakan


indera manusia untuk mengukur tekstur, penampakan, aroma dan falvor. Oleh karena pada
akhirnya yang dituju adalah penerimaan konsumen, maka uji organoleptik yang menggunakan
panelis (pencicip yang terlatih) dianggap yang paling peka dan karenanya sering digunakan
dalam menilai mutu berbagai jenis makanan. Untuk mengukur daya simpannya atau dengan kata
lain untuk menentukan tanggal kadaluarsa makanan.

Mutu organoleptik mempunyai peranan dan makna yang sangat besar dalam penilaian
mutu produk pangan, baik sebagai bahan pangan hasil pertanian, bahan mentah industri maupun
produk pangan olahan. Meskipun dengan uji-uji fisik dan kimia serta uji gizi dapat menunjukkan
suatu produk pangan bermutu tinggi, namun akan tidak ada artinya jika produk pangan itu tidak
dapat dimakan karena tidak enak atau sifat organoleptik lainnya tidak membangkitkan selera.
Jadi bagi komoditas pangan pengujian organoleptik merupakan suatu keharusan (Rakhmah Y.,
2012).

Uji skoring artinya pemberian skor untuk atribut yang dinilai menurut kesan mutu atau
intensitas karakteristik sensoriknya, menurut skala numeric yang telah disediakan untuk masing-
masing deskripsinya (Raharjo,1988). Dalam hal ini diperlukan panelis yang benar-benar
mengerti atribut mutu yang diminta, misalnya panelis terpilih dan panelis terlatih. Pentingnya uji
inderawi, khususnya uji skoring dalam bidang teknologi pangan adalah pemeriksaan mutu
kualitas, pengendalian proses,dan pengembangan produk. Salah satu bagian dari uji inderawi
adalah uji skoring. Uji skoring termasuk dalam jenis uji skalar dalam evaluasi sensori.

Pada uji skalar penelis diminta menyatakan besaran kesan yang diperolehnya. Besaran ini
dapat dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik. Besaran skalar
digambarkan dalam bentuk garis lurus berarah dengan pembagian skala dengan jarak yang sama
atau pita skalar yaitu dengan degradasi yang mengarah. Skala numerik dinyatakan dengan angka
yang menunjukkan skor dari atribut mutu yang diuji. Dengan demikian uji skoring merupakan
jenis pengujian skalar yang dinyatakan dalam skala numerik (Susiwi, 2009).

Pengujian sensori berperan penting dalam pengembangan produk dengan meminimalkan


resiko dalam pengambilan keputusan. Panelis dapat mengidentifikasi sifat-sifat sensori yang
akan membntu untuk mendeskripsikan produk. Evaluasi sensori digunakan untuk menilai adanya
perubahan yang dikehendaki atau tidak dikehendaki dalam produk atau bahan-bahan formulasi.
Mengidentifikasi area perngembangan, mengevaluasi produk pesaing dan memberikan data yang
diperlukan bagi promosi produk.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan judul diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana cara melakukan analisa sensori uji scoring?


2. Bagaimana hasil dari pengujian sensori uji scoring yang telah dilakukan?

1.3. Tujuan
Tujuan dari prakikum analisa sensori uji scoring sebagai berikut:

1. Mahasiswa dapat melakukan analisa sensori uji scoring


2. Mahasiswa dapat menentukan hasil dari pengujian sensori uji scoring yang telah
dilakukan.

1.4. Manfaat
Manfaat dari prakikum analisa sensori uji scoring sebagai berikut:

Untuk mengetahui cara melakukan analisa sensori uji scoring


Untuk memahami konsep dan menentukan hasil dari pengujian uji scoring yang telah
dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uji Scoring
Uji skoring merupakan pengujian dengan menggunakan skala 1 sebagai nilai tertinggi
dan angka 7 sebagai nilai terendah (1-2-3-4-5-6-7). Spesifikasi ini dicantumkan dalam score
sheet (Soekarto, 1985).

Lingkup dan penerapan uji skoring adalah panelis diminta untuk menilai penampakan
sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus paham benar akan sifat
yang akan dinilai. Oleh karena itu, dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan
terlatih. Tipe pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu intensitas sifat tertentu misalnya
kemanisan, kekerasan, rasa, dan warna. Selain itu digunakan untuk mecari korelasi pengukuran
subjektif dan objektif dalam menentukan presisi pengukuran objektif (Kartika, 1988).

Menurut Setyaningsih (2010) dengan pembuatan skala skoring perlu diperhatikan


beberapa hal antara lain sebagai berikut:

A. Bila nilai yang dinilai dari satu sifat urutan, sifat yang dinilai adalah kenampakannya,
kemudian bau, kemudian rasa (dicicipi).

B. Skala tidak terlalu besar atau terlalau kecil, diperkirakan dapat memberi gambaran sifat
yang dinilai dan reproducible.

C. Ada persamaan persepsi antara panelis mengenai perbedaan dan persamaan yang ada
dengan membandingkan denga standar atau suatu kesepakatan.

D. Untuk keperluan pengendalian untuk dapat digunakan istilah baik dan tidak baik yang
disesuaikan dengan standar jika diperlukan.

E. Skala nilai yang dapat dibuat terstruktur digunakan potongan-potongan skala sedangkan
tidak terstruktur bagian kepala dan belakang saja diberi deskripsi.

F. Bentuk skala yang umum digunakan sama dengan skala hedonik.


Uji skoring dilakaukan dengan pendekatan skala atau skor yang dibutuhkan dengan
deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem skoring angka digunakan untuk
menilai intesitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan
merupakan pemberian skor yaitu memberikan angka nilai untuk menetapkan nilai mutu sensori
terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu
dinyatakan dalam skala mutu yang sudah baku. Uji skoring merupakan pengujian dengan
menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 6 sebagai nilai tertinggi (Soekarto,
1985).

Pentingnya uji skoring dalam bidang teknologi pangan adalah pemeriksaan mutu kualitas,
pengendalian proses, dan pengembangan produk. Skala satu bagian dari uji inderawi adalah uji
skoring. Pada dasarnya uji skoring merupakan pembedaan. Uji skoring merupakan uji
kemampuan dalam memberikan penilaian sampel berdasarkan atribut atau sifat yang dinilai pada
praktikum yang diujikan (Stone, dkk, 2004).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum analisa sensori uji scoring dilakukan pada tanggal 28 Maret 2018 pukul 14.00
WIB sampai 16.00 WIB, di laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Politeknik Negeri
Banyuwangi.

3.2. Alat dan Bahan


Alat:
1. Booth sensori
2. Nampan (tempat unutk menyajikan bahan)
3. Form kuesioner
4. Bolpoin

Bahan:
1. Sosis dari 3 podusen yang berbeda
2. Air mineral
3. Kertas label
4. Tissu

3.3. Cara Kerja


1. Sosis dari 3 produsen yang berbeda disajikan dalam nampan dan diberi kode yang
berbeda-beda.
2. Panelis mencicipi sseluruh sampel dan etiap selesai mencicipi harus minu air mineral
untuk menetralisir lidah.
3. Setelah mencicipi seluruh sampel, panelis memberika skor pada sampel yang diujikan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian
Nilai Produk
Panelis Kode Kode Kode Kode
345 115 275 495

1 3 5 4 4

2 5 5 4 3

3 3 5 3 2

4 4 3 5 2

5 5 5 4 2

RATA-
4 4,6 4 2,6
RATA

Value Label N

PANELIS 1,00 4

2,00 4

3,00 4

4,00 4

5,00 4

PERLAKUA 1,00 KODE 345 5


N
2,00 KODE 115 5

3,00 KODE 275 5

4,00 KODE 495 5


Dependent Variable: NILAI_PRODUK

Type III Sum


Source of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected
13,500a 7 1,929 2,386 ,089
Model

Intercept 288,800 1 288,800 357,278 ,000

PANELIS 2,700 4 ,675 ,835 ,528

PERLAKUAN 10,800 3 3,600 4,454 ,025

Error 9,700 12 ,808

Total 312,000 20

Corrected Total 23,200 19

a. R Squared = ,582 (Adjusted R Squared = ,338)

Duncana,b

Subset
PERLAKUA
N N 1 2

KODE 495 5 2,6000

KODE 345 5 4,0000

KODE 275 5 4,0000

KODE 115 5 4,6000

Sig. 1,000 ,335

Pembahasan
Dari hasil analisa sensori uji scoring dapat dilihat bahwa setelah diuji lanjut
menggunakan uji duncan yaitu score yang terendah ada diperlakuan kode 495 sedangkan pada
perlakuan yang lain mendapat score tinggi. Uji skoring artinya pemberian skor untuk atribut
yang dinilai menurut kesan mutu atau intensitas karakteristik sensoriknya, menurut skala
numeric yang telah disediakan untuk masing-masing deskripsinya (Raharjo,1988). Dalam hal ini
diperlukan panelis yang benar-benar mengerti atribut mutu yang diminta, misalnya panelis
terpilih dan panelis terlatih. Pentingnya uji inderawi, khususnya uji skoring dalam bidang
teknologi pangan adalah pemeriksaan mutu kualitas, pengendalian proses,dan pengembangan
produk. Salah satu bagian dari uji inderawi adalah uji skoring. Uji skoring termasuk dalam jenis
uji skalar dalam evaluasi sensori.

Uji skoring dilakakan dengan pendekatan skala atau skor yang dibutuhkan dengan
deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Dalam sistem skoring angka digunakan untuk
menilai intesitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan
merupakan pemberian skor yaitu memberikan angka nilai untuk menetapkan nilai mutu sensori
terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu
dinyatakan dalam skala mutu yang sudah baku. Uji skoring merupakan pengujian dengan
menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 6 sebagai nilai tertinggi (Soekarto,
1985).

Hasil analisa sensori uji scoring diatas menunjukkan bahwa pendapat atau persepsi setiap
panelis berbeda-beda dalam memberi score dan menganalisa sampel. Adapun beberapa prameter
yang diujikan yaitu meliputi rasa,aroma,dan warna. sedangkan sampel yang diujikan berupa
produk sosis dari berbagai merk. Sosis mempunyai rasa yang sangat enak, kenyal dan gurih jadi
tidak heran jika beberapa panelis juga menyukainya dan memberi skor tinggi. Menurut Pearson
dan Gillett (1999). Sosis merupakan terjemahan dari kata Sausage dalam bahasa inggris.
Kata Sausage berasal dari bahasa latin ‘Salsus’ yang berarti garam. Secara harfiah ‘Salsus’
diartikan daging cincang yang diawetkan dengan garam Sosis memiliki definisi yang
sangat beragam. Berdasarkan karakteristiknya, sosis didefinisikan sebagai produk olahan
daging yang terbuat dari red meat, daging unggas, atau kombinasi keduanya
dicampur dengan air, pengikat (emulsifier), dan bumbu (Essien, 2003). Menurut Badan Standar
Nasional (BSN) sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan
dimasukkan ke dalam selongsong sosis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan analisa sensori yaitu tingkat kenaikan
rasa, kesan, konsentrasi, dan motivasi sebagai panelis sehingga tingkat nilai hasil pengujian
terlihat sangat bagus atau , bisa juga karena panelis memiliki kepekaan terhadap rasa yang baik.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan analisa sensori yaitu panelis yang
melakukan uji sedang tidak dalam kondisi baik, panelis belum makan sesuatu apapun untuk
sarapan, panelis tidak melakukan respon yang spontan terhadap kesan yang didapat sehingga
perlu berulang kali mencoba, bisa juga karena panelis belum terbiasa atau berpengalaman
sehingga kurang dapat membedakan kesan dari alat indera terhadap reaksi atau rangsangan yang
diterima.
Sedangkan menurut Permadi (2011) Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dalam suatu pengujian, antara lain: motivasi, sensitivitas fisiologis, kesalahan
psikologis, posisi bias, sugesti, Expectation error, dan Convergen error. Untuk memperoleh hasil
pengujian yang berguna sangat tergantung pada terpeliharanya tingkat motivasi secara memuaskan,
tetapi motivasi yang buruk ditandai dengan pengujian terburu-buru, melakukan pengujian
semaunya, partisipasinya dalam pengujian tidak sepenuh hati. Satu faktor penting yang dapat
membantu tumbuhnya motivasi yang baik ialah dengan mengusahakan agar panelis merasa
bertanggung jawab dan berkepentingan pada pengujian yang sedang dilakukan. Kedua,
sensitivitas fisiologis, faktor-faktor yang dapat mencampuri fungsi indera terutama perasa dan
pembauan. Ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan agar fungsi normal indera perasa dan
pembauan tidak tercampuri antara lain jangan melakukan pengujian dalam periode waktu 1 jam
setelah makan, jangan mempergunakan panelis yang sedang sakit terutama yang mengganggu fungsi indera,
pada pengujian rasa disarankan kepada panelis untuk berkumur dengan air tawar sebelum
melakukan pengujian
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan
interpretasi atribut-atribut produk melalui lima panca indra manusia: indra penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran.

2. Uji skoring artinya pemberian skor untuk atribut yang dinilai menurut kesan mutu atau
intensitas karakteristik sensoriknya, menurut skala numeric yang telah disediakan untuk
masing-masing deskripsinya
3. Pentingnya uji skoring dalam bidang teknologi pangan adalah pemeriksaan mutu kualitas,
pengendalian proses, dan pengembangan produk
4. hasil analisa sensori uji scoring dapat dilihat bahwa setelah diuji lanjut menggunakan uji
duncan yaitu score yang terendah ada diperlakuan kode 495 sedangkan pada perlakuan
yang lain mendapat score tinggi
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan analisa sensori yaitu tingkat kenaikan
rasa, kesan, konsentrasi, dan motivasi sebagai panelis sehingga tingkat nilai hasil
pengujian terlihat sangat bagus atau , bisa juga karena panelis memiliki kepekaan
terhadap rasa yang baik.
6. faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan analisa sensori yaitu panelis yang
melakukan uji sedang tidak dalam kondisi baik, panelis belum makan sesuatu apapun
untuk sarapan.
DAFTAR PUSTAKA

Soekarto, S. T.. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Aksara: Jakarta

Rakhmah, Y. 2012. Studi Pembuatan Bolu dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.). Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Raharjo, Julia T. M., 1988. Uji Indrawi. Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Susiwi. 2009. Penilaian Organoleptik Regulasi Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia.Fakultas


Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Pendidikan Indonesia, Jakarta.

Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi : Yogyakarta

Setyaningsih, Dwi, Anton A., Maya P.. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Agro.
IPB Press : Bogor

Stone, Herbert dan Joel L Sidel. 2004. Sensory Evaluation Practices, edisi ketiga. California,
USA: Elsevier Academic Press.

Pearson, A.M. and Gillet, T.A. 1996. Processed Meat. Chapman & Hail. New
York. 29 pp.

Essien, E. 2003. Sausage Manufacture. Woodhead Publishing Limited, England.

Badan Standardisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia 01-6366-2000.


Batas Minimum Cemaran Mikroba pada Daging. Standar Nasional
Indonesia. Jakarta.

Permadi, R. 2011. ITP uji organoleptik metode duo trio dan triangle test.
http://permadikakak.wordpress.com (diakses pada tanggal 17 Mei 2016).

Anda mungkin juga menyukai