Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

“PEMBUATAN MAYONES”

Disusun oleh :
Susilo Hendri P 361541333014
Melvia Tamara D 361541333010
Ahmad Zaini 361541333021
Siti Robiah 361541333024
Lusi Riska M 361541333026

PROGRAM STUDI D4 TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Laporan
praktikum ini yang Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Dengan menyusun laporan ini, kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal
tentang proses pembuatan mayones yang kami sajikan dengan berbagai poin-poin
penting mulai pendahuluan, tinjauan pustaka, dan hasil pembahasan yang kami
dapatkan dari berbagai sumber yang kompeten dan sesuai isi laporan.
Kami sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran
penulisan laporan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

BBanyuwangi, 21 Desember 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3. Tujuan.................................................................................................................. 2
1.4. Manfaat................................................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Tape...................................................................................................................... 3
2.2. Ubi Jalar Ungu.................................................................................................... 3
2.3. Ubi Jalar Kuning................................................................................................ 4
2.4. Ragi Tape............................................................................................................. 4
2.5. Fermentasi........................................................................................................... 5
2.6. Antosianin........................................................................................................... 6
2.7. Total Mikroba..................................................................................................... 6

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1. Tempat dan Waktu.............................................................................................. 8
3.2. Alat dan Bahan.................................................................................................... 8
3.3. Cara Kerja........................................................................................................... 8
3.4. Skema Kerja........................................................................................................ 9

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Pengamatan............................................................................................... 10
4.2. Pembahasan......................................................................................................... 13

BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan......................................................................................................... 20
5.2. Saran.................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21
LAMPIRAN.............................................................................................................. 22
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah
dicerna, dan bergizi tinggi. Telur terdiri dari 13 % protein, 12 % lemak, vitamin dan mineral.
Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino
esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium dan vitamin B
kompleks. 50% protein dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Putih telur yang jumlahnya
sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Telur
dapat dibuat produk olahan agar meningkatkan daya jual, contoh dari produk olahan telura dalah
mayonnaise.

Di Amerika Utara, mayonnaise digunakan sebagai olesan sandwich, saus untuk french
fries di Eropa (terutama di Belanda, Belgia, Luxemburg dan telah meluas ke Inggris, Perancis,
sebagian Kanada dan Australia). Di Perancis mayonnaise digunakan sebagai saus makan telur
rebus atau hidangan ayam dingin, sedangkan di Jepang digunakan sebagai saus berbagai macam
makanan seperti okonomiyaki, yakisoba, takoyaki, ebifurai dan pizza. Mayonaisea dalah salah
satu saus dalam masakan Perancis, sehingga mayonnaise dapat dijadikan berbagai bahan dasar
untuk membuat beranekaragam saus dingin dan dressing. Mayonnaise telah meluas di berbagai
negara termasuk di Indonesia.

Mayonnaise merupakan emulsi semi padat (semi solid)antara minyak nabati dengan cuka
atau juice lemon, dan kuning telur sebagai emulsifier.Disamping itu ditambahkan garam dan
gula secukupnya (Ketaren, 1986). Biasanya mayonnaise digunakan sebagai bahan tambahan
makanan yang umumnya digunakan sebagai penyedap pada beberapa jenis makanan yang
diataranya burger, hotdog, pizza, salad, dan sebagainya. Salad merupakan makanan sehat yang
menggunakan mayonnaise sebagai penyedapnya.
Sifat-sifat fungsional telur didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari pangan atau bahan
pangan yang mempengaruhi penggunaannya. Sifat-sifat tersebut antara lain: daya koagolasi,
daya buih, daya emulsi, kontrol kristalisasi serta pewarna. Mayonnaise merupakan makanan
yang dibuat berdasarkan salah satu sifat-sifat fungsional dari telur, yaitu menggunakan kuning
telur sebagai daya emulsinya (o/w) (Muchtadi. dkk., 2010).
Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas cairan yang tidak tercampurkan
yang terdispersi dengan baik sekali dalam cairan lain, kemudian dapat diperkuat dengan
senyawa aktif permukaan dan beberapa senyawa lain (de Man, 1997). Pada suatu sistem
emulsi terdapat tiga bagian utama; yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butir-butir
yang biasnya terdiri dari lemak/minyak, bagian kedua disebut media pendispersi yang biasanya
terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifieryang berfungsi menjaga agar butir minyak
tadi tetap tersuspensi di dalam air (Winarno, 1997).
Salah satu kerusakan pada mayonnaise, yaitu kerusakan sistem emulsi yang
mengakibatkan pemisahan antara minyak dari air, yang diantaranya disebabkan jika di dalam
komponen bahan tersebut mengandung emulsifier yang tidak baik (Ketaren, 1986).
Mayonnaisemenggunakan kuning telur sebagai pengemulsinya. Hal yang menyebabkan daya
emulsifier yang kuat pada kuning telur adalah kandungan lesitinnya (fosfatidilkolin) yang
terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein (Winarno, 1997). Kuning telur
mengandung bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin, kolesterol, dan lesitoprotein.
Lesitin mendukung terbentuknya emulsi minyak dalam air (o/w), sedangkan kolestrol
cenderung untuk membentuk emulsi air dalam minyak (w/o) (Muchtadi. dkk., 2010).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana cara pembuatan mayones ?
Bagaimana metode pembutan mayones ?
Bagaiman memahami konsep biokimia aplikasi dalam pembutan mayones?

1.3. Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui proses pembuatan mayones
Mahasiswa dapat menentukan motode pembuatan mayones
Mahasiswa bisa memahami konsep biokimia aplikasi dalam proses pembuatan mayones.
1.4. Manfaat
Untuk mengetahui proses pembuatan mayones
Untuk mengetahui motode pembuatan mayones
Untuk memahami konsep biokimia aplikasi dalam pembuatan mayones.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mayones
Mayonnaise merupakan emulsi minyakdalam air dimana protein telur seperti lipoprotein
bertindak sebagai agen pengemulsi (Gaonkar et al., 2010). Komposisi telur secara umumadalah
protein 17,0%, glukosa 1,2%, lemak32,2%, garam 0,3% dan air 48,5% (Purnomodan Adiono,
1987). Kuning telur ayam kampung dapat berfungsi sebagai pengemulsi dan bahan pewarna,
sehingga ada kemungkinan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan mayonnaise yang pada
umumnya menggunakan kuning telur ayam ras.
Mayonnaise memiliki rasa yang khas. Mayonaise terdapat rasa asam yang disebabkan
oleh penambahan cuka. Rasa manis pada mayonnaise dihasilkan oleh gula, rasa asin yang
dihasilkan oleh garam. Mayonaise memiliki rasa sedikit pedas dan sedikit menyengat di lidah
dan di langit - langit mulut akibat adanya mustard dalam mayonnaise tersebut (Gaongkar et al.,
2010). Prinsip dari pembuatan mayonnaise adalah mencampurkan minyak nabati dengan cuka,
gula, garam, lada, mustard, dan kuning telur sebagai pengemulsi yang akan membentuk sistem
emulsi. Bahan pengemulsi sangat diperlukan untuk mempertahankan stabilitas sistem emulsi
setelah pencampuran, sehingga antara minyak nabati dan bahan yang lain tidak terpisah.
Pengemulsi yang tidak baik dan tidak seimbang dapat menyebabkan emulsi yang diperoleh
menjadi tidak stabil (Jaya, dkk., 2013). Ketidakstabilan emulsi dapat diaktifkan oleh beberapa
mekanisme seperti terpisahnya emulsi dan koagulasi. Untuk mempertahankan emulsi dan
mencegah perubahan fisika kimia yang tidak diinginkan dapat ditambahkan penstabil dalam
emulsi (Winarno, 2008). Mayonnaise dengan kadar lemak lebih dari 90 % mempunyai
konsistensi yang kaku dan minyaknya mudah terpisah. Karakteristik dari minyak yang digunakan
sangat berperan terhadap kestabilan emulsi pada penyimpanan dingin. Apabila konsistensi
minyak bertambah, mayonnaise dapat pecah dan dapat dibentuk kembali dengan penambahan
kuning telur, air, dan cuka. Hampir semua jenis minyak nabati dapat digunakan dalam
pembuatan mayonnaise, salah satunya adalah minyak sawit (Mutiah, 2002).

Lemak dalam mayonnaise berperan terhadap sifat reologi dan sifat sensoris seperti
aroma, tekstur, dan mouthfeel, serta penambah nilai gizi. Sifat sensoris tersebut sulit dibentuk
tanpa adanya lemak. Tetapi, konsumsi lemak yang tinggi dapat memicu penyakit seperti obesitas,
penyakit jantung, kanker hingga tekanan darah tinggi. Namun sekarang terdapat alternatif
dengan menggunakan bahan pengganti peranan lemak dengan jumlah tertentu untuk mengurangi
kadar lemak dan menghasilkan mayonnaise dengan tekstur yang mendekati tekstur mayonnaise
tradisional. Beberapa pengganti lemak yang banyak digunakan di antaranya pati termodifikasi,
inulin, pektin, xanthan gum, gum arab, dan karagenan dapat menstabilkan emulsi dan
meningkatkan viskositas mayonnaise(Liu, dkk., 2007). Dudina, dkk (1992) menyatakan bahwa
kandungan lemak yang terdapat pada mayonnaise rendah kalori adalah berkisar 30-40%.

2.2 Kuning Telur (Yolk)


Telur sebagai salah satu produk ternak yang bernilai gizi dan memiliki protein bermutu
tinggi. Setiap bagian telur dapat digunakan untuk pembuatan produk, misalnya putih telur
berfungsi untuk membentuk gel dalam pembuatan puding, mencegah kristalisasi dalam
pembuatan permen ataupun dalam pengembangan roti, sedangkan kuning telur dapat digunakan
sebagai pengemulsi yang kuat pada pembuatan mayonnaise(Jaya, dkk., 2013). Komponen kimia
telur terbesar adalah air (72,8-75,6 %), protein (12,8-13,4 %), dan lemak (10,5-11,8 %).
Komposisi tersebut menyatakan bahwa telur mempunyai zat gizi yang tinggi (Stadelman dan
Cotterill, 1977). Kuning telur berperan dalam membentuk dan menstabilkan emulsi karena
adanya lipoprotein. Kuning telur dalam pembuatan mayonnais akan mempengaruhi ukuran
partikel minyak selama pembentukan mayonnaise (Jones, 2007).
Lemak kuning telur memiliki daya pengemulsi yang kuat dibandingkan putih telur.
Komponen zat pengemulsi pada kuning telur adalah lesitin, kolesterol, lipoprotein, dan protein.
Kemampuan kuning telur sebagai zat pengemulsi dipengaruhi oleh adanya fosfolipid (lesitin,
ovosepalin, dan ovosfingomyelin) dan perbandingan antar zat pengemulsi, misalnya lesitin dan
kolesterol. Kuning telur juga memiliki fungsi sebagai pewarna pada mayonnaise karena adanya
pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta karoten, dan kriptoxantin (Mutiah, 2002).
Lesitin kuning telur mempunyai gugus polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester
fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus
non polar yang terdapat pada
ester asam-asam lemaknya adalah lipofilik yang mempunyai kecendrungan untuk larut dalam
lemak atau minyak (Winarno, 2008).
Penelitian Jaya, dkk (2013) menunjukkan bahwa penggunaan kuning telur sebesar 9%
dan minyak kedelai 75% menghasilkan mayonnaise dengan mutu yang terbaik dibandingkan
penggunaan kuning telur sebesar 6% dan 12 %. Konsentrasi tersebut dipilih sebagai perlakuan
terbaik karena mayonnaise yang dihasilkan memiliki nilai organoleptik meliputi warna, aroma,
rasa, dan tekstur yang disukai dan dapat diterima oleh panelis. Kuning telur sendiri memiliki
fungsi sebagai emulsifier, sehingga menyebabkan emulsi menjadi stabil dan meningkatkan
viskositas produk serta dapat memberikan warna pada mayonnaise.

2.3. Mustard
Mustard adalah salah satu rempah-rempah yang kandungan utamanya protein dan lemak.
Penggunaan mustard pada mayonnaise selain untuk memberikan aroma juga untuk
memperbaiki stabilitas emulsi produk, pengikat fase air dan minyak, serta memberikan
viskositas. Penggunaan mustard dalam pengolahan pangan, khususnya dalam pembuatan saus
dan produk daging akan memberikan flavor yang khas dan memperbaiki sifat fisikokimia, serta
daya tahan produk (Milani, dkk., 2013).
Aroma khas pedas/tajam dari mustard dikarenakan adanya senyawa turunan sulfur yang
dikenal dengan isotiosianat, khususnya allyl isotiosianat. Komponen tersebut bersifat larut dalam
pelarut organik dan sedikit larut air. Senyawa ini stabil dalam larutan dengan penambahan asam
sitrat atau minyak nabati (Depree dan Savage, 2001).
Penelitian mengenai penggunaan pasta mustard dan mustard bubuk oleh Milani, dkk
(2013), menyatakan bahwa terjadi peningkatan viskositas mayonnaiseseiring meningkatnya
konsentrasi pasta mustard yaitu 1% dan 1,5%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti
memilih konsentrasi mustard yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% agar tidak
menghasilkan aroma mayonnaiseyang terlalu pedas/tajam
2.4. Minyak Sawit
Minyak nabati merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam pembuatan salad
dressing. Ada dua fungsi utama minyak, yaitu sebagai peningkat mutu sensori terutama aroma
dan mouthfeel, dan sebagai sumber lemak yang berkontribusi terhadap energi (Foodreview,
2008a). Untuk memperoleh emulsi yang konsisten, minyak sebagai fase pendispersi sebaiknya
maksimum 74 %, karena jika lebih akan menyebabkan konsistensi minyak terpisah (Depree dan
Savage, 2001).
Minyak sawit selain diolah menjadi minyak goreng, dapat juga diolah menjadi margarin,
mentega, shortening, dan sebagai bahan untuk membuat kue. Penggunaannya dalam industri
pangan didorong oleh biaya produksinya yang rendah dan kestabilan oksidatifnya ketika
digunakan untuk menggoreng. Minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan minyak goreng lain, yaitu mengandung tokoferol sebagai sumber vitamin E (Fauzi, dkk.,
2008).
Minyak goreng mengandung asam lemak linoleat dan asam lemak linolenat yang rendah
sehingga minyak ini memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah
teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan
makanan yang digoreng menggunakan minyak sawit tidak mudah teroksidasi (Fauzi, dkk.,
2008).

Minyak sawit memiliki wujud setengah padat pada suhu ruang dan memiliki beberapa
jenis asam lemak jenuh, di antaranya asam laurat (0,1 %), asam miristat (1 %), asam stearat (5
%), dan asam palmitat (44 %), serta asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (39 %), asam
linoleat (10 %), dan asam alfa linoleat (0,3 %). Seperti semua minyak nabati, minyak sawit tidak
mengandung kolesterol meski konsumsi lemak jenuh diketahui menyebabkan peningkatan
kolesterol lipoprotein densitas rendah akibat metabolisme asam lemak dalam tubuh (Cottrell,
1991).
2.5. Garam
Garam dalam pengolahan pangan tidak hanya sebagai pemberi rasa asin. Garam dapat
mempengaruhi tekstur dan meningkatkan hidrasi protein dan kemampuan protein untuk
berikatan dengan komponen lain termasuk lemak (Foodreview, 2008b). Garam menghasilkan
efek yang kurang disukai pada konsentrasi yang terlalu tinggi dan dapat menurunkan palatibilitas
konsumen (Kramlich, dkk., 1973).
Garam juga mampu menghambat bahkan menghentikan aktivitas mikroorganisme dengan
menyerap kandungan air dalam makanan sehingga metabolisme bakteri terganggu akibat
kekurangan cairan dan akhirnya mikroorganisme mati (Ayustaningawarno, dkk., 2014).
Penggunaan garam terlalu banyak menyebabkan protein kuning telur terakumulasi dalam fase
cair pada emulsi daripada membentuk lapisan pada partikel-partikel minyak (Depree dan Savage,
2001).
2.6. Gula
Gula termasuk golongan senyawa karbohidrat yang berfungsi memberikan rasa manis
pada produk. Oleh karena itu gula juga akan menambah citarasa pada produk karena gula
mampu menetralisir rasa asin dari garam pada produk. Pada konsentrasi tinggi gula juga
digunakan sebagai pengawet karena mampu meningkatkan viskositas larutan (Buckle, dkk.,
2009).
Fungsi gula selain untuk memperbaiki aroma dan rasa, penambahan gula dalam produk
pangan sebesar 30% padatan terlarut dapat menurunkan aW dari bahan pangan. Penggunaan gula
sebagai pengawet akan menurunkan aw dari bahan pangan sehingga mikroorganisme dapat
terhambat pertumbuhannya (Gianti dan Evanuarini, 2011).
Gula selain sebagai pemberi rasa manis, juga memiliki fungsi sebagai pembentuk tekstur,
pengawet, dan pembentuk citarasa (Widayanti, dkk., 2013). Dalam pembuatan mayonnaise, gula
berfungsi untuk memberi rasa yang khas pada mayonnaise. Gula dan garam akan bercampur
dalam campuran mayonnaisememberikan rasa yang khas pada mayonnaise (Palma, dkk., 2004).
2.7. Lada
Merica atau lada (Paperningrum) merupakan salah satu jenis bumbu yang sering
ditambahkan dalam pembuatan mayonnaise. Lada memiliki rasa yang pedas serta aroma yang
khas sehingga digunakan untuk menguatkan rasa dari produk. Adapun senyawa pembentuk rasa
pedas dan aroma pada lada adalah zat piperin, pipeparanin, dan chavicia yang merupakan
persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).
Lada diperoleh dari merica tua yang dikeringkan dan dikupas kulitnya. Lada sering
digunakan sebagai bumbu dapur untuk menambah cita rasa pedas dan aroma yang khas pada
makanan. Lada dapat dijual dalam bentuk utuh ataupun yang bubuk. Pada umumnya, untuk
memperoleh aroma yang lebih tajam dari lada dilakukan penyangraian terlebih dahulu sebelum
digunakan (Bachir dan Zenou, 2006).

2.8. Carboxymethyl Cellulose (CMC)


Carboxymethyl cellulose adalah garam natrium turunan dari selulosa dan sering dipakai
dalam industri pangan untuk menghasilkan produk dengan tekstur yang baik. Fungsi CMC di
antaranya yaitu sebagai pengental, stabilitator, pembentuk gel, dan sebagai pengemulsi
(Winarno, 2008).
Penambahan bahan pengental ke dalam bahan pangan dapat meningkatkan sifat
hidrofilik protein dan sifat lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap protein menjadi lebih
banyak. Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur bahan pangan menjadi lebih lembut
dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan lemak terdispersi secara merata ke dalam bahan
pangan sehingga tekstur menjadi
lebih seragam (Winarno, 2008).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang
bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya berada di
luar granula yang bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas sehingga larutan
menjadi stabil dan terjadi peningkatan viskositas. Hal ini menyebabkan partikel-partikel
terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya
pengaruh gaya gravitasi (Fennema, dkk., 1996)
Na-CMC telah digunakan secara luas untuk formulasi farmasi oral dan topikal, terutama
karena tingkat viskositas yang dimilikinya. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, biasanya 3-6%
digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel dan pasta (Rowe, dkk., 2003). CMC akan
meningkatkan kekentalan sehingga partikel-partikel minyak sulit bergabung dengan yang
lainnya. Partikel minyak yang stabil dan sulit bergabung akan mengakibatkan stabilitas emulsi
dapat terjaga dengan baik (Kipdiyah, 2010)
2.9. Asam Cuka
Asam cuka adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tidak berwarna, berbau menyengat,
memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air, alkohol, gliserol, dan eter. Asam cuka
mempunyai aplikasi yang sangat luas di bidang industri dan pangan. Proses produksi asam cuka
dapat dilakukan secara kimiawi dan biologis. Untuk kebutuhan pangan, produksi asam cuka
harus dilakukan melalui proses biologis, salah satunya adalah fermentasi dari bahan baku alkohol
(Hardoyo, dkk., 2007).
Asam cuka merupakan asam organik yang aman digunakan sebagai bahan pengawet
makanan. Asam cuka merupakan pengawet yang aktif dalam menghambat pertumbuhan kapang
dan juga bakteri patogen yang berasosiasi dengan produk pangan seperti produk roti dan pikel
(Pundir dan Jain, 2010).
Asam cuka diperoleh dari fermentasi alkohol khamir yang diikuti oksidasi oleh bakteri
asam asetat dari bahan pangan yang mengandung gula atau pati. Asam cuka berperan sebagai
pemberi rasa asam, medium pendisepersi, dan juga menghambat kerusakan mayonnaise oleh
mikroorganisme (Mutiah, 2002). Asam cuka sebagai pengatur keasaman hingga pH 4,1 atau
lebih rendah berfungsi sebagai senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Radford dan
Board, 1993)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum pembuatan Mayonaise dilakukan pada tanggal 05 Desember 2017 pukul 14.00
WIB sampai selesai , di laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Politeknik Negeri
Banyuwangi.

3.2. Alat dan Bahan


Alat:
1. Mixer
2. Beker Glaas
3. Timbangan
4. Piring
5. Sendok
Bahan:
1. Kuning Telur
2. Minyak
3. Air
4. Cuka
5. Perasan Jeruk Nipis
6. Gula
7. Garam
8. Lada
9. Mustard
10. Aquadest
11. CMC

3.3. Cara Kerja


1. Cuci telur sampai bersih, kemudian pecahkan telur dan ambil kuningnya saja
2. Masukkan cmc, garam, gula, lada,dan sedikit air, kemudian Aduk menggunakan mixer
dengan kecepatan sedang
3. Campur mustard , air, cuka dan garam pada wadah yang terpisah kemudian tambahkan
campuran ini kedalam adonan kuning telur tersebut, dan mixer dengan kecepatan 3
selama 2-3 menit
4. Setelah itu tambahkan minyak sedikit demi sedikit dan mixer dengan kecepatan tinggi
5. Tambahkan sisa cuka dan air sedikit demi sedikit selama kurang lebih 1 menit dan diaduk
dengan mixer kecepaatan sedang , kemudian aduk kembali selama 1 menit dengan
kecepatan sedang.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
4.1. Hasil Rata-rata Pengamatan Organoleptik

Perlakuan Warna Rasa Aroma Tekstur

Mustard 0,1% 20 30 19 30

Mustard 0,2% 20 30 21 30

4.2. Hasil Uji Rancangan Percobaan


Parameter Warna

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model ,000a 10 ,000 . .

Intercept 80,000 1 80,000 . .

perlakuan ,000 1 ,000 . .

panelis ,000 9 ,000 . .

Error ,000 9 ,000

Total 80,000 20

Corrected Total ,000 19

Parameter Rasa

Type III Sum of


Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model ,000a 10 ,000 . .


Intercept 180,000 1 180,000 . .

perlakuan ,000 1 ,000 . .

panelis ,000 9 ,000 . .

Error ,000 9 ,000

Total 180,000 20

Corrected Total ,000 19

Parameter Aroma

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1,200a 10 ,120 1,350 ,331

Intercept 80,000 1 80,000 900,000 ,000

perlakuan ,200 1 ,200 2,250 ,168

Panelis 1,000 9 ,111 1,250 ,373

Error ,800 9 ,089

Total 82,000 20

Corrected Total 2,000 19

Parameter Tekstur

Type III Sum of


Source Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model ,000a 10 ,000 . .

Intercept 180,000 1 180,000 . .

Perlakuan ,000 1 ,000 . .


Panelis ,000 9 ,000 . .

Error ,000 9 ,000

Total 180,000 20

Corrected Total ,000 19

4.3. Grafik Spider

Pembahasan
Berdasarkan pengamatan uji organoleptik dapat dilihat bahwaa dari grafik spider,
untuk parameter warna

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Tape merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses
fermentasi bahan pangan berkarbohidrat atau sumber pati, yang melibatkan ragi di dalam
proses pembuatannya.
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik sebagai akibat
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba, namun dalam beberapa hal fermentasi
dapat berlangsung tanpa malibatkan mikroorganisme.
Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Kadar Gula Reduksi. Selain itu, rasa pada tape ubi
disebabkan pula karena proses fermentasi yang terjadi.
Semakin besar persentase ragi tape, maka kadar alkohol, organoleptik termasuk warna
akan semakin meningkat, total saluble solid, organoleptik rasa semakin meningkat.
Semakin besar persentase ragi tape maka nilai organoleptik aroma yang dihasilkan
semakin meningkat.
Semakin besar persentase ragi tape dan semakin lama fermentasi, maka nilai organoleptik
tekstur tape ubi jalar yang dihasilkan semakin meningkat.
Semua jenis tape ubi baik pada waktu fermentasi selama 24 ataupun 48 yang digunakan
jumlah starter yang berbeda, keseluruhan masih ada ragi pada pinggiran tape menandakan
proses fermentasi tape berlangsung baik.

5.2. Saran
Saran pada praktikum ini adalah agar pihak laboratorium TPHT lebih memperlengkap
perlatan yang dibutuhkan pada proses praktikum fermentasi, agar kegiatan praktikum berjalan
lebih cepat dan maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Abe T, Kano M, Sasahara T. 2005. Quantitative difference of 7s globulin on vegetable soybean
seeds. Journal Of The Japanese Society For Food Science And Technology52:107-113
Amerine. M. A. Berg and M. V. Croes, 1972. The Technology of Wine Making, The AVI
Publishing Company, Wesport, Connecticut.
Astawan, M dan Mita W.1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika
Pressindo, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H.
Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.
Desrosier, 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan Edisi Pertama. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Gandjar, I. (2003). Tapai from cassava and cereals. First International Symposium and Workshop
on Insight into the World of Indigenous Fermented Foods for Technology Development
and Food Safety. Bangkok, 13
Hidayat, N., M. C. Padaga dan S. Suhartini, 2006. Mikrobiologi Industri. Andi, Yogyakarta.
Judoamidjojo M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id, 1992. Teknologi Fermentasi. Rajawali Press,
Jakarta.
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor.
Rubatzky V. E. and M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 1 Prinsip, Produksi dan Gizi .
Penerjemah C. Herison. ITB-Press, Bandung.
Setyohadi, 2006. Proses Mikrobiologi Pengolahan). USU-Press, Medan.
Sumantri, D., 2007. Tape Ubi Jalar. http://software-komputer.blogspot.com.
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.
Tim Penulis UNAIR, 2008. Tape. http://kimia.fmipaunair.ac.id.

LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokumentasi Praktikum Tape Ubi Jalar

Lampiran 2
Warna 24 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 7,200a 12 ,600 1,761 ,108


Intercept 193,600 1 193,600 568,174 ,000
FaktorA 5,800 3 1,933 5,674 ,004
panelis 1,400 9 ,156 ,457 ,891
Error 27 ,341
9,200
Total 40
210,000
16,400 39
Corrected Total

Duncan
Subset

Faktor A N 1 2 3

Tape ubi jalar 0,50% 10 1,700


Tape ubi jalar 0,75% 10 2,000 2,000
Tape ubi jalar 1,00% 10 2,400 2,400
Tape ubi jalar 0,25% 10 2,700
Sig.
,261 ,137 ,261

Rasa 24 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3,800a 12 ,317 ,659 ,774


Intercept 112,225 1 112,225 233,532 ,000
FaktorA ,275 3 ,092 ,191 ,902
panelis 3,525 9 ,392 ,815 ,607
Error 27 ,481
12,975
Total 40
129,000
16,775 39
Corrected Total

Duncan
Faktor A N Subset
1

Tape ubi jalar 0,50% 10 1,600


Tape ubi jalar 0,75% 10 1,600
Tape ubi jalar 0,25% 10 1,700
Tape ubi jalar 1,00% 10 1,800
Sig.
,563

Aroma
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 4,100a 12 ,342 1,892 ,082


Intercept 156,025 1 156,025 864,138 ,000
FaktorA 2,875 3 ,958 5,308 ,005
panelis 9 ,136 ,754 ,658
1,225
Error 27 ,181
4,875
Total 40
165,000
8,975 39
Corrected Total

Duncan

N Subset

Faktor A 12

Tape ubi jalar 0,50% 10 1,700


Tape ubi jalar 1,00% 10 1,800
Tape ubi jalar 0,25% 10 2,000
Tape ubi jalar 0,75% 10 2,400
Sig.
,147 1,000

Tekstur 24 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 8,300a 12 ,692 4,173 ,001
Intercept 342,225 1 342,225 2064,821 ,000
FaktorA 6,275 3 2,092 12,620 ,000
panelis 9 ,225 1,358 ,255
2,025
Error 27 ,166
4,475
Total 40
355,000
12,775 39
Corrected Total

Duncan

N Subset

Faktor A 1 23

Tape ubi jalar 0,50% 10 2,400


Tape ubi jalar 1,00% 10 2,800
Tape ubi jalar 0,25% 10 3,000
Tape ubi jalar 0,75% 10 3,500
Sig.
1,000 ,282 1,000
Lampiran 3
Warna 48 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 18,100a 12 1,508 3,163 ,006


Intercept 198,025 1 198,025 415,276 ,000
FaktorA 15,875 3 5,292 11,097 ,000
panelis 2,225 9 ,247 ,518 ,848
Error 27 ,477
12,875
Total 40
229,000
30,975 39
Corrected Total

Duncan

N Subset

Faktor A 12

Tape ubi jalar 1,00% 10 1,700


Tape ubi jalar 0,25% 10 1,900
Tape ubi jalar 0,50% 10 2,000
Tape ubi jalar 0,75% 10 3,300
Sig.
,368 1,000

Rasa 48 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 9,200a 12 ,767 3,055 ,008


Intercept 119,025 1 119,025 474,343 ,000
FaktorA 5,475 3 1,825 7,273 ,001
panelis 3,725 9 ,414 1,649 ,151
Error 27 ,251
6,775
Total 40
135,000
15,975 39
Corrected Total

Duncan
Subset

Faktor A N 1 2

Tape ubi jalar 0,50% 10 1,100


Tape ubi jalar 0,75% 10 1,800
Tape ubi jalar 0,25% 10 2,000
Tape ubi jalar 1,00% 10 2,000
Sig.
1,000 ,408

Aroma 48 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 11,800a 12 ,983 2,250 ,039


Intercept 176,400 1 176,400 403,627 ,000
FaktorA 7,200 3 2,400 5,492 ,004
panelis 4,600 9 ,511 1,169 ,353
Error 27 ,437
11,800
Total 40
200,000
23,600 39
Corrected Total

Duncan
N Subset

Faktor A 12

Tape ubi jalar 0,50% 10 1,500


Tape ubi jalar 0,25% 10 1,900 1,900
Tape ubi jalar 0,75% 10 2,500
Tape ubi jalar 1,00% 10 2,500
Sig.
,187 ,064

Tekstur 48 jam
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 3,700a 12 ,308 2,707 ,015


Intercept 378,225 1 378,225 3321,000 ,000
FaktorA 2,675 3 ,892 7,829 ,001
panelis 1,025 9 ,114 1,000 ,464
Error 27 ,114
3,075
Total 40
385,000
6,775 39
Corrected Total

Duncan
Subset

Faktor A N 1 2

Tape ubi jalar 0,50% 10 2,800


Tape ubi jalar 0,25% 10 3,000
Tape ubi jalar 1,00% 10 3,000
Tape ubi jalar 0,75% 10 3,500
Sig.
,221 1,000

Anda mungkin juga menyukai