Anda di halaman 1dari 20

KULTUR SALAF SEBAGAI KONTROL ETIKA

DI MADRASAH DINIYAH UNGGULAN ULA BUSTANUL ULUM MLOKOREJO


DI ERA MODERN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Konservasi Etika Dan Budaya Lingkungan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Ahmad Zainuri

Bayu Prasetya

Rizal Hafidz Musthofa

Wakhidatul Mualifah

Wiwin Puji Rahayu

Fina Dwi Lestari

Dosen Pengampu Heri Irhamul Huda, S.Pd.,M.Pd.

UNVERSITAS PGRI ARGOPURO JEMBER

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala pujian dan rasa syukur atas kehadirat
Allah swt karena rahmat, hidayah wal inayah-Nya yang telah dikaruniakan kepada
segenap hambanya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam makalah


ini, oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritikan yang membangun demi
kesempurnaan ulasan makalah ini.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih yang


setulustulusnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
penyelesaian makalah ini, civitas akademi, teman sejawat UNIPAR wa bil khusus
dosen pengampu mata kuliah “ Konservasi Etika Dan Budaya Lingkungan”.

Akhir kalimat, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan


bermanfaat bagi kita semua. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan, datangnya
dari penyusun makalah ini.

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
JUDUL .............................................................................................................i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 6
A. Sistem Pendidikan di Madrasah Diniyah unggulan Bustanul Ulum
Mlokorejo......................................................................................6
B. Me t ode pe nga j a ra n di Madrasah Diniyah unggulan Bustanul
Ulum Mlokorejo........ ...... .................................. ......7
C . Implementasi Etika Budaya di Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum
Mlokorejo Melalui Kultur Salaf....... ...............................9
D. Pengendalian Etika di Lingkungan Madrasah dan Pesantren…….13

E . Evaluasi Implementasi Etika ……………………………………..14

BAB III PENUTUP........................................................................................ 15


A. Kesimpulan .................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal perkembangan Islam, umat muslim belum memiliki madrasah


atau tempat belajar seperti saat ini. Saat itu, kegiatan proses belajar mengajar
dilaksanakan di masjid-masjid. Di zaman Rasulullah SAW, para sahabat
menimba ilmu agama di Masjid Nabawi. Di dalam masjid itu terdapat suatu
ruangan tempat belajar yang disebut suffah, sekaligus menjadi tempat
menyantuni fakir miskin. Keadaan itu berlangsung hingga pada zaman Khulafa
ar-Rasyidun (empat sahabat Nabis SAW) dan Bani Umayah. Madrasah mulai
berubah pada era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Di masa itu ilmu pengetahuan
berkembang pesat. Kegiatan belajar mengajar sudah dilaksanakan di
perpusatakaan, istana khalifah serta rumah-rumah para ulama dan tentunya
masjid. Kebanyakan masjid di masa keemasan Islam itu sudah dilengkapi
dengan ruang belajar, ruang baca dan ruang perpustakaan. Para ulama dan
sarjana mengajar dengan sistem halaqah (murid duduk bersila di sekeliling
guru), seperti yang berlangsung Masjidilharam, Masjid Madinah dan masjid-
masjid di Baghdad, Kufah, Basra, Damaskus dan Kairo.

Madrasah yang pertama kali berdiri di dunia Islam sebagai lembaga


pendidikan yang bentuk dan sistemnya mendekati sperti sekarang adalah
Madrasah Nizamiyah di baghdad. Madrasah ini didirikan oleh Perdana
Menteri Nizamul Mulk (1018-1092), seorang penguasa bani Seljuk pada abad
ke-11 M. Sejak saat itu, madrasah mulai berkembang di berbagai kota di
wilayah kekuasaan Islam dan banyak melahirkan ulama dan sarjana. Di
Indonesia, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bentuk
madrasah juga merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang
diadakan di surau, masjid dan pesantren. Pada perkembangannya, sistem

1
halaqah mulai berubah menjadi sistem klasikal. Hal itu dipengaruhi oleh sikaf
diskriminatif sekolah-sekolah milik penjajah Belanda terhadap umat Islam.
Bertujuan untuk menandingi sekolah-sekolah milik penjajah Belanda,
madrasah pun berubah bentuk dari sistem halaqah ke klasikal. Di Indonesia,
madrasah berkembang setelah lahirnya organisasi-organisasi Islam, sebagai
sebuah institusi pendidikan, madrasah merupakan institusi yang tumbuh dan
berkembang oleh dan dari masyarakat, serta untuk masyarakat yang penuh
dengan makna budaya Islami, diakui atau tidak madrasah telah mengarungi
perjalanan peradaban yang panjang dalam mewujudkan pembentukan
kepribadian bangsa yang penuh dengan perubahan-perubahan, namun
madrasah enggan melepaskan diri dari makna asalnya yang sesuai dengan
ikatan budayanya, yakni budaya Islam.

Madrasah diniyah merupakan lembaga yang ada di pesantren dan berperan


penting sebagai suatu landasan pembelajaran. Madrasah diniyah adalah sebuah
naungan lembaga yang menyediakan sistem pembelajaran yang meliputi
tentang keagamaan, bahkan bukan hanya itu saja, madrasah diniyah juga
mendidik, dan juga membimbing para santri untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Dalam sejarahnya, madrasah diniyah merupakan lembaga
pendidikan Islam asli Indonesia yang juga pesantren merupakan bentuk
kesinambungan tradisi pendidikan yang mengakar kuat dalam sejarah
Islamisasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kenyataan ini
mengharuskan seluruh elemen masyarakat memikirkan masa depan madrasah
diniyah dalam menghadapi perkembangan jaman modern.

Secara universal, pesantren tergolongkan menjadi menjadi dua model


besar. Pertama Pesantren Salaf, merupakan model pesantren dengan
pengajaran yang hanya bertumpu pada pembelajaran kitab kuning saja. Kedua
Pesantren Modern, merupakan jenis pesantren yang mengadopsi sistem atau
pola pola yang lebih diterima oleh masyarakat kontemporer. Perkembangan
kemudian, pesantren mengkombinasikan dua model ini menjadi sangat

2
beragam. Perkembangan ini tetap menjadikan santri sebagai objek pendidikan
di pesantren. Para santri dengan bimbingan para kiainya harus dilatih terus
ketajaman pikiran dan daya analisisnya didalam memahami dan menjawab
berbagai macam problem yang kini tumbuh dan berkembang didalam
masyarakat, tentunya tanpa meninggalkan implikasi positif maupun
negatifnya. Ada madrasah diniyah yang juga menerima santri yang
berbarengan dengan bersekolah di SMP/MTs, SMA/MA, atau lainnya.
Konsekuensinya, madrasah diniyah ini menuntut kerja yang lebih keras karena
variasi santri yang amat beragam. Suguhan materi kajian yang disodorkan juga
demikian variatif atau strategi yang mungkin dikombinasi karena dalam satu
kelas ada yang masih usia anak-anak juga ada yang sudah dewasa.

Seiring dengan perkembangan zaman, madrasah diniyah mempunyai


tantangan-tantangan yang begitu besar. Tantangan ini berupa serangan-
serangan yang berdampak terhadap etika santri itu sendiri. Akan tetapi
madrasah diniyah tidaklah kehilangan kultur aslinya yaitu kultur salaf. Kultur
salaf merupakan sebuah acuan dalam berproses dan berpendidikan di dalam
madrasah diniyah terlebih pondok pesantren itu sendiri. Melalui wawancara
dengan Ust. Nuhyidin, S.Hum. M.Pd. bahwa:

“Seorang santri dalam perkembangan zaman seperti saat ini


sangatlah dituntut untuk pintar dalam menyeleksi paham-paham baru yang
baik akan tetapi tidak melupakan paham-paham lama atau kultur salaf sebagai
pedoman asli seorang santri”1

Melalui kultur salaf yang bersumber dari kitab-kitab para ulama’-ulama’


terdahulu, dan teladan yang dicontohkan secara langsung oleh kyai sebagai

1
Wawancara dengan Muhyidin, S.Hum. M.Pd. Kepala Madrasah Diniyah Unggulan Ula Bustanul
Ulum Mlokorejo.

3
pengasuh pesantren dan para ustadz yang ada di madrasah diniyah, seorang
santri sangatlah beruntung karena mempunyai asupan-asupan yang berguna
bagi keberlangsungannya dalam ber-etika di lingkungannya.

Dengan adanya paparan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti di Madrasah
Diniyah Unggulan Ula Bustanul Ulum Mlokorejo dengan judul “Kultur Salaf
Sebagai Kontrol Etika Di Madrasah Diniyah Unggulan Ula BUstanul Ulum Mlokorejo Di
Era Modern”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sistem pendidikan di Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum?

2. Bagaimana metode pengajaran di Madin Unggulan Ula Bustanul


Ulum?

3. Bagaimana Implementasi Etika Budaya di lingkungan Madin


Unggulan Ula Bustanul Ulum melalui kultur salaf?

4. Bagaiman Pengendalian terhadap sistem pendidikan etika yang


dilaksanakan?

5. Bagaimana Evaluasi sistem pendidikan etika yang dilaksanakan?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mendeskripsikan sitem pendidikan di Unggulan Madin Bustanul


Ulum

2. Untuk mendeskripsikan metode pendidikan di Unggulan Madin


Bustanul Ulum

3. Untuk mendeskripsikan Implementasi Etika Budaya di lingkungan


Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum melalui kultur salaf

4
4. Untuk mendeskripsikan Pengendalian sistem pendidikan etika yang
dijalankan

5. Untuk mendeskripsikan evaluasi dari pendidikan yang dilaksanakan

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem pendidikan di Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum Mlokorejo

Pada awal mula berdirinya, kisaran tahun 2000-an madrasah


diniyah menggunakan sistem ibtida’ dan sanawiyah saja, tapi jauh sebelum
itu sudah ada sistem ula, wustho, ulya, dan sekarang kembali ke sistem
yang dulu, yaitu ula, wustho, ulya, adapun masa pembelajaran pada tingkat
masing-masing, yaitu : tingkat ula 4 tahun, tingkat wustho 2 tahun, tingkat
ulya 2 tahun.

Gambar 2.1

Banner Nama Madaris Diniyah

Setiap tingkatan madrasah diniyah memiliki kepala yang berbeda,


hanya saja yang membedakan tahun sekarang dengan tahun-tahun yang
sebelumnya, pada periode saat ini terdapat direktur madrasah diniyah.
Sementara itu, label Unggulan diperoleh dari Kementrian Agama Jawa

6
Timur, sebelum ada label Unggulan bernama madrasah diniyah
takmiliyah. Adapun fungsi dari direktur yaitu mengkoordinasikan antar
kepala madrasah diniyah, dan dari masing-masing kepala madrasah
diniyah fokus dengan job diskripsi masing-masing dan sekaligus
membidangi tentang kesantrian yang di situ terdapat ketua pengurus yang
bernama “Ust. Muhammad Sholeh Misnari dan Ustd. Mahktumatul I.”.
Sementara itu, ada yang bertugas dalam bidang kemasyarakatan yakni
“Ust. Imam Syafi’i dan Ustd. Wasi’ah”.

Gambar 2.2

Struktur Madaris Diniyah

Kyai Zarkasih selaku pengasuh Pondok Pesantren Gontor berkata


“atthoriqoh khoiru minal maddah” yang memiliki arti “metode dalam
pembelajaran itu lebih penting daripada materi yang akan menjadi
pembahasan dalam pembelajaran. Sifat dari materi itu baik tetapi apabila
materi itu berada dalam orang yang tidak bertanggung jawab maka materi
itu menjadi tidak baik, dan dari seluruh staf madrasah diniyah mengikuti
apa yang dikatakan oleh pengasuh, standart oprasional prosedur di situ
semua para staf-staf di kasih jabatan selama 5 tahun untuk menjalankan

7
tugasnya masing-masing.

Dahulu di bawah naungan pesantren masih ada 100 lembaga lebih


yang tersebar diberbagai luar kabupaten jember seperti madura, lumajang,
probolinggo, bondowoso, situbondo dan tergabung dalam Yayasan Waka
Sosial Islam ( YWSI ). Pesantren, tpq, sekolah formal, madrasah diniyah
dan lain-lain yang ada di lumajang ,probolinggo, bondowoso, situbondo
dan masih banyak lainnya itu adalah cabang dari pondok pesantren gontor
dan sekarang tinggal 40 lembaga yang masih berada dalam naungan
pondok pesantren gontor. Dan lembaga yang sudah tidak berada dalam
naungan pondok pesntren gontor itu memiliki alasan tertentu, karna
lembaga tersebut sudah berhasil berjalan sendiri ibaratkan seorang ayah
yang memiliki anak pasti akan memberikan kebebasan kepada anak
tersebut, contohnya SMK PUGER yang sangat berkembang bahkan SMK
PUGER bisa berkerjasama dengan negara lain seperti china, jepang dan
lain lain.

B. Metode Pengajaran di Madin UnggulanBustanul Ulum Mlokorejo

Metode Pembelajaran Pendidikan Madrasah Bustanul Ulum


menggunakan metode perkelas yang memiliki 4 kelas. Di dalam kelas 1
dan 2 di fokuskan untuk tajuwid dan tauhid, adapun persyaratan tertentu
untuk naik kekelas berikutnya seperti hafalan dan lancar baca kitab
sementara itu untuk kelas 3 dan 4 fokus dalam pembelajaran ilmu shorof
dan nahwu madrasah itu sendiri memiliki konsep yang kurang lebih
berjalan selama 3 tahun. Untuk kelas 3 hanya materi dan hafaln, untuk
kelas 4 di tuntut untuk mempraktekan materi yang sudah di pelajari,
sebagian besar santri yang sudah mengikuti konsep ini sudah banyak
perkembangan. Karena awalnya pesantren ini yang konsepnya shalaf dan
kini menjandi semi modern tetapi masih berpegang teguh dengan apa yang
dikatakan oleh pengasuh pondok pesantren gontor. Dalam pesantren ini
ada juga lembaga formal yang memiliki prestasi yang tidak tanggung-

8
tanggung sampai ke tingkat nasional, seperti LKPI, bahasa arab, ilmu
nahwu dan lain-lain.

C. Implementasi Etika Budaya di Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum


Mlokorejo Melalui Kultur Salaf

Dalam menjalankan sistem pendidikan dan pengajaran, tentulah ada sistem


terkait pengajaran etika budaya. Dalam hal ini madrasah diniyah menerapkan
sistem melalui kultur salaf. Adapaun kultur salaf tersebut berupa pembelajaran
melalui kitab-kitab salaf. Adapun kitab-kitab tersebut diantaranya:

1. Kitab Hadits 101 Tentang Budi Luhur karya M. Said untuk kelas 1 Ula.
Meskipun kitab ini bukanlah kitab akhlak asli melainkan kitab kumpulan
hadits yang berisikan hadits – hadits tentang budi luhur.

Gambar 2.3

Kitab 101 Hadits Tentang Budi Luhur

2. Kitab Akhlakul Lil Banin karya Syeikh Umar Bin Ahmad Baradja untuk
kelas 2 Ula. Kitab ini berisikan kisah – kisah singkat tentang bagaimana
berakhlak mulia seorang anak kepada siapapun.

9
Gambar 2.4
Kitab Akhlakul Lil Banin

3. Kitab Taisirrul Khallaq karya Hafidz Hasan Al Mas’udi Arab untuk kelas
3 Ula. Kitab ini juga berisikan kisah-kisah dan juga berupa hadits-hadits.

Gambar 2.5

Kitab Taisirrul Khallaq

10
4. Kitab Ta’lim Wal Muta’allim karya Imam Al Zarnuji untuk kelas 4 Ula.
Kitab ini mrupakan kitab yang sangatlah popular di kalangan para santri.
Selain berisikan penjelasan mengenai akhlak seorang penuntut ilmu, kitab
ini juga menjelaskan segala yang berkaitan dengan ilmu dan ahlinya.

Gambar 2.6

Kitab Ta’lim Wal Muta’allim

Melalui kitab kitab ini akhlak-akhlak ulama salaf dipelajari oleh kalangan
santri, mulai dari tingkat yang rendah sampai yang tinggi.

Selain kitab-kitab tadi para santri sendiri juga menjunjung tinggi sebuah
motto yaitu “Mondhuk Niat Ngabdih” artinya seorang santri harus punya
niatan bahwasanya mondok diniatkan untuk menyediakan jiwa dan raga
terhadap apapun yang diperintahkan gurunya. Mengapa menggunakan Bahasa
pengabdian dikarenakan seorang santri yang notabene seorang yang menuntut
ilmu akan tetapi juga mencari keberkahan ilmu itu sendiri melalui para Kyai
dan para ustadz.

Adapaun tolak ukur profesionalitas madrasah diniyah yaitu keikhlasan dan


uswatun hasanah. Seringkali para ustadz dan pengasuh memberikan amanah-
amanah secara langsung kepada para santri dan implementasinya. Terkadang
Pengasuh mempraktikan bagaimana menerapkan etika tersebut melalui

11
membalikkan sandal. Di saat pengasuh keliling pesantren dalam waktu
senggangnya sandal para santri dibalik atau ditata rapi. Maksud dari pengasuh
yaitu untuk membantu orang lain dan memudahkan orang lain.

Ini merupakan sebuah teladan yang sangatlah jelas dan santri bisa
menjadikannya sebuah pegangan bahwa akhlak itu nilainya tinggi dan
siapapun dihormati karena ketinggian akhlaknya. Selain itu hidup itu
digunakan untuk membantu orang lain. Hal tersebut diterangkan dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian
tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh karena itu seorang santri dituntut, untuk mempunyai etika,


mempunyai akhlak yang tinggi. Kepala madrasah menegaskan “Seorang santri
boleh berfikiran modern akan tetapi hati tetaplah salaf”

Gambar 2.7

Kegiatan wawancara dengan Kepala Madrasah Diniyah Tingkat Ula

Ust. Muhyidin S.Hum., M.Pd.

12
D. Pengendalian Etika di Lingkungan Madrasah dan Pesantren

Sebuah sistem dalam pengimplementasian-nya tentulah mempunyai


kendali dalam menghadapi kendala yang ada. Dalam hal ini pihak madrasah
memberlakukan peraturan, dan setiap aturan tersebut jika terdapat yang
melanggarnya diberikan hukuman, sanksi atau punishment, dan sanksi tersebut
bermacam-macam mulai dari yang berbentuk peringatan sampai pemulangan
kepada pihak orang tua.

Di dalam pesantren sendiri terdapat lima macam pelanggaran berat


diantaranya:

1. Mencuri

2. Berkelahi

3. Merusak Fasilitas

4. Berhubungan dengan lain mahrom

5. Memakai dan mengkonsumsi narkoba.

Kelima pelanggaran tadi dapa diberikan sanksi berat berupa pemulangan


kepada pihak orang tua, karena dikhawatirkan menjadi racun kepada teman
sekitarnya. Dari pada yang lain terkontaminasi lebih baik kehilangan salah
satunya.

13
Gambar 2.8

Kegiatan wawancara bersama bidang keamanan madrasah diniyah

Ust. Jajang Yusuf (kiri) dan bidang kesantrian Ust. M. Sholeh


Misnari (kanan)

E. EVALUASI IMPLEMENTASI ETIKA

Sistem yang dijalankan pihak madrasah berjalan walaupun masih terjadi


kendala ditengah keberlangsungannya. Pihak madrasah dalam melaksanakan
menejemennya menerapkan sebuah konsep dari George R. Terry yaitu POAC.
POAC sendiri terbagi atas,

1. Planning (Perencaraan)

2. Organizing (Pengorganisasian)

3. Actuating (Pelaksanaan)

4. Controlling (Pengawasan)

Melalui konsep tadi diharapkan sistem dari madrasah dapat berjalan


sebagaimana mestinya. Bukan hanya itu pihak madrasah juga rutin
melaksanakan rapat bulanan, rapat awal tahun dan rapat evaluasi.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Sistem pendidikan di Madin Unggulan Ula Bustanul Ulum Mlokorejo


menggunakan sistem Ula, Wustho, dan Ulya. Dengan kepala madrasah
diniyah yang berbeda-beda di setiap tingkatannya. Akan tetapi untuk
periode ini terdapat seorang direktur.

2. Metode Madrasah Diniyah Unggulan Bustanul Ulum Mlokorejo dalam


menjalankan sistem pendidikannya meiliki jangka waktu masing-
masing yakni, tingkat Ula selama 4 tahun. Tingkat Wustho selama 2
tahun, dan tingkat Ulya selama 2 tahun.

3. Implementasi etika atau akhlak dalam madrasah bersumber dari kitab-


kitab ulama terdahulu atau melalui kultur salaf, dan di setiap kelas
mempunyai kitab akhlak yang berbeda-beda. Mulai dari Kitab Hadits
101 Tentang Budi Luhur karya M. Said untuk kelas 1 Ula, Kitab
Akhlakul Lil Banin karya Syeikh Umar Bin Ahmad Baradja untuk
kelas 2 Ula, Kitab Taisirrul Khallaq karya Hafidz Hasan Al Mas’udi
Arab untuk kelas 3 Ula, Kitab Ta’lim Wal Muta’allim karya Imam Al
Zarnuji untuk kelas 4 Ula. Selain itu santri juga mempunyai motto
tersendiri yakni “Mondhuk Niat Ngabdih” dan juga teladan-teladan
baik yang berasal Kyai serta para Ustadz.

4. Pengendalian Etika di Lingkungan Madrasah dan Pesantren berupa


sanksi atau punishment mulai yang ringan sampai yang paling berat
yaitu dikeluarkan dari pesantren. Terdapat lima pelanggaran berat
yaitu, mencuri, berkelahi, merusak fasilitas pondok, berhubungan
dengan lain mahrom, serta memakai dan mengkonsumsi narkoba.

5. Evaluasi implementasi etika sejauh ini berjalan sebagaimana yang

15
diharapkan namun pihak madrasah terus berupaya dengan menerapkan
sistem yang ada. Melalui POAC yang merupakan konsep dari George
R. Terry, dan juga melalui rapat bulanan, rapat awal tahun, serta rapat
evaluasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif,


Kuantitatif,dan R&D) Bandung: Alfabeta

Suharsimi, Arikunto. 2014. Prosedur Penelitian Kualitatif, Kuantitatif,dan R&D,

Bandung: Alfabeta

Sumber Internet:

http://repository.iainpurwokerto.ac.id/6227/1/COVER_BAB%20I_BAB%20V_D
AFTAR%20PUSTAKA.pdf, diakses pada 1 Desember 2021

https://www.hestanto.web.id/teori-manajemen-menurut-george-r-terry/, diakses pada 3


Desember 2021

https://rumaysho.com/18775-hadits-arbain-13-mencintainya-seperti-mencintai-diri-
sendiri.html, diakses pada 3 Desember 2021

17

Anda mungkin juga menyukai