Anda di halaman 1dari 22

PONDOK PESANTREN SURYALAYA

PERKEMBANGAN BUDAYA MANAQIB DI PONDOK PESANTREN


SURYALAYA TASIKMALAYA TAHUN 2011-2020

PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Humaniora Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Disusun Oleh

Silfa Azizy

01.2018.1.2.028

Program Studi Sejarah Peradaban Islam

Sekolah Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam Riyadlul Ulum

Tasikmalaya

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji beserta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu
melimpahkan nikmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
proposal ini. Sholawat dan salam semoga akan selalu tercurah limpahkan kepada sang
panutan umat manusia di seluruh belahan dunia yaitu Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan semoga sampai pula kepada kita selaku umatnya,
Amiin.
Dalam kesempatan ini, penulis mengambil suatu objek penelitian dengan
judul Perkembangan Budaya Manaqib di Pondok Pesantren Suryalaya Tahun
2011-2020. Penulisan proposal ini dilakukan untuk memenuhi salahsatu tugas mata
kuliah Metodologi Penelitian Sejarah Program Pendidikan Sejarah Peradaban Islam
di Sekolah Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam.
Melalui tulisan ini, penulis menyadari bahwa sangatlah nampak kekurangan
dengan adanya keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta kemampuan penulis.
Oleh karena itu, besar harapan penulis dari pembaca sekalian untuk mengkritisi
proposal ini dengan bentuk kritikan dan saran yang membangun sehingga proposal ini
dapat disusun menjadi lebih baik lagi. Terimakasih.

Tasikmalaya, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan Penelitian........................................................................................5
D. Manfaat Penelitian......................................................................................5
BAB II......................................................................................................................7
KAJIAN TEORITIK................................................................................................7
BAB III....................................................................................................................9
METODOLOGI PENELITIAN...............................................................................9
A. Lokasi Penelitian.........................................................................................9
B. Metodologi Penelitian.................................................................................9
1. Pengumpulan Data (Heuristik)..............................................................9
2. Kritik Sumber........................................................................................10
3. Interpretasi.............................................................................................13
4. Historiografi...........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam menuntaskan tugas proposal ini, penulis melakukan penelitian
ke sebuah tempat yang berlokasi di Kabupaten Tasikmalaya. Objek penelitian
ini merupakan saran dari Bapak Endang yang merupakan salahsatu rekan dari
ayah penulis. Pada awalnya objek penelitian yang akan penulis kaji yaitu
sebuah lahan di Dahana Tasikmalaya. Namun karena hal tersebut tidak terlalu
memiliki hubungan dengan program pendidikan Sejarah Peradaban Islam,
maka penulis memutuskan untuk meneliti objek yang disarankan oleh Bapak
Endang yakni mengenai Budaya Manaqib di Pondok Pesantren Suryalaya. Hal
menarik dari objek tersebut merupakan kegiatan manaqiban yang masih rutin
dilakukan hingga saat ini serta menjadi kebudayaan tersendiri bagi Pondok
Pesantren teresbut.
Proses penelitian ini hanya dilakukan selama hampir satu hari penuh
dari pagi pukul 08.00 sampai pukul 15.00 WIB pada hari Minggu. Meski
demikian, prosesnya tidak hanya sampai di sana saja, karena peneliti membeli
beberapa buku mengenai budaya manaqib serta mengenai Pondok Pesantren
suryalaya yang merupakan terbitan dari Pondok dan para guru dan atasan di
Pondok tersebut. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara lebih melalui
media sosial kepada beberapa tokoh serta warga dan pengurus yang
bersangkutan dengan penelitian ini. Penyambutan dan tanggapan mereka
sangatlah baik dan ramah sehingga memudahkan peneliti untuk bertanya lebih
lanjut mengenai objek ini.

1
Hal yang menarik bagi peneliti sehingga ingin meneliti di Pondok ini
karena kekuatan para Pimpinan yang masih mempertahankan Budaya
manaqib ini, bahkan budaya dari Pondok ini sudah sampai ke mancanegara.
Walau demikian, proses pembelajaran di Pondok tersebut bukan hanya dari
manaqiban nya saja, melainkan proses belajar mengajar mengenai pendidikan
yang bersangkutan dengan ilmu agama islam.
Pendidikan merupakan salahsatu bagian terpenting dalam memajukan
kualitas sebuah negara. Dengan pendidikan setiap orang mampu berdaya
saing dalam memajukan perkembangan kehidupannya. Karena sebuah negara
tidak hanya terdiri dari orang dewasa melainkan terdiri dari setiap orang baik
itu anak kecil atau orang lansia pendidikan sangat diperlukan demi cikal
bakal anak bangsa yang akan memajukan kualitas negara suatu saat nanti.
Namun demikian yang harus ditempuh oleh seorang anak bukan hanya
pendidikan calistung saja tetapi pendidikan karakter pendidikan agama serta
pendidikan mental.
Dengan demikian peran pendidikan sangatlah penting dalam
memajukan perkembangan sebuah negara khususnya negara Indonesia ini.
Salahsatu pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang anak bangsa yaitu
pendidikan keagamaan yang mana saat ini banyak lingkungan yang menjadi
wadah terciptanya pendidikan agama seorang anak yaitu pondok pesantren.
Menurut Mastuhu, pesantren memiliki peran yang sangat penting
terutama dalam kegiatan pendidikan. Kiprahnya dalam menyelenggarakan
kegiatan pendidikan keagamaan sudah teruji sejak lama. Pesantren merupakan
lembaga pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat secara
langsung. Karena itu tidaklah berlebihan jika dinyatakan bahwa pesantren
sebagai lembaga pendidikan sudah sangat menyatu dengan khidupan
sebagian besar rakyat.1

1
Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), 3

2
Tak dapat dipungkiri pula bahwa lembaga pesantren memiliki posisi
yang sangat penting karena kehadirannya tidak saja menempatkan diri sebagai
tempat bagi kegiatan pendidikan tetapi juga menjadi basis bagi kegiatan
dakwah islam. Lebih dari itu pesantren juga pernah menjadi pusat perjuangan
dan perlawanan sekaligus menjadi benteng pertahanan umat Islam di dalam
menentang kegiatan penjajahan (Dhofier 1982: 7). 2
Sebagai lembaga pendidikan islam tradisional tertua di Indonesia
pesantren juga merupakan hasil perjuangan para kyai santri serta masyarakat
dalam memajukan pendidikan islam. Menurut Nurcholis Majid, secara historis
pesantren tidak hanya identik dengan makna ke-Islam an akan tetapi juga
mengandung makna dari keaslian Indonesia.3
Selain itu, islam juga mengajarkan kepada kita bahwasannya mencari
ilmu itu tidak ada batasnya, baik laki-laki atau perempuan, anak kecil atau
dewasa. Bahkan salahsatu hadits juga menyebutkan wajibnya mencari imu
sejak dari buaian sampai akan kembali masuk ke liang lahat (wafat). Oleh
karena itu dapat kita simpulkan mengenai pentingnya dan ditekankannya
pendidikan dalam islam. Secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren
dewasa ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Pesantren Salaf yakni pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Sistem
madrasah diterapkan untuk mengendalikan sistem sorogan yang dipakai
dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan
pengajaran-pengajaran pengetahuan umum.
2. Pesantren Khalaf yakni pesantren yang memasukkan pelajaran-pelajaran
umum dalam madrasah-madrasah yang dikembangkannya atau membuka

2
Ibid
3
Ibid

3
pendidikan formal seperti sekolah-sekolah umum dalam lingkungan
pesantren.4

Jadi dapat disimpulkan, secara istilah bahwa pondok pesantren adalah


suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat dengan
ketersediaan asrama (pemondokan) bagi para santri sebagai tempat mereka
menerima pendidikan yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari
kepemimpinan seorang atau beberapa kiai dengan ciri khas yang kharismatik.5

Sampai saat ini pesantren ikut berperan aktif dalam mengembangkan


syiar islam. Ia juga berperan aktif dalam penyelenggaraan kegiatan
pendidikan. Karena itu dapat dikatakan bahwa usia pesantren yang terbilang
sudah tua dan memiliki pengaruh yang sangat besar di antara pesantren
lainnya yang ada tersebar di wilayah Priangan.6

Salahsatu pesantren yang sudah tua diantara yang lainnya dan


memberi pengaruh yang sangat besar di wilayah Priangan adalah Pesantren
suryalaya.7 Pesantren ini sudah dipercayai masyarakat sekitar sejak dahulu
untuk menjadikannya sebagai wadah mencari pendidikan agama islam.

Dilihat dari sistem pendidikannya yang sudah berdiri sejak awal abad
20 yang didirikan oleh Syaikh Nur Muhammad atau Abah Sepuh yang mana
kepemimpinan pondok ini terkenal pada masa KH Ahmad Sohibul Wafa
Tajul Arifin atau yang dikenal dengan sebutan Abah Anom, penulis
bermaksud mengangkat hal ini sebagai bentuk pembahasan pada proposal
4
Ibid
5
Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13
6
Dr Ading Kusdiana, M.Ag, Sejarah Pesantren : Jejak, Penyebaran, dan Jaringannya di Wilayah
Priangan (Jakarta, 2014), 123
7
Ibid

4
penulis. Usia Abah Anom sebagai pimpinan Pondok Pesantren Suryalaya ini
sampai pada tahun 2011, dimana ia wafat meninggalkan dunia ini.

Dari uraian diatas, penulis ingin mencoba menguraikan bagaimana


Perkembangan Sistem Budaya di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmlaya
yang pesat perkembangannya saat ini dengan judul “PERKEMBANGAN
BUDAYA MANAQIB DI PONDOK PESANTREN SURYALAYA
TASIKMALAYA TAHUN 2011-2020”.

B. Rumusan Masalah
Mengenai pokok-pokok permasalahan di atas, selanjutnya penulis
menjelaskan rumusan masalah dari penelitian yang akan dikaji. Adapun
permasalahan pokoknya adalah “Kapan Dilaksanakannya Rutinitas Kegiatan
Manaqib di Pesantren Suryalaya ?”

Sementara untuk membatasi kajian penelitian ini, maka diajukan


beberapa pertanyaan sekaligus sebagai rumusan masalah yang akan dibahas
dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya?


2. Bagaimana perkembangan budaya manaqib di Pondok Pesantren
Suryalaya dari tahun 2011-2020?
3. Apa saja yang menjadi faktor pendorong dan penghambat perkembangan
sistem pendidikan manaqib Pondok Pesantren Suryalaya Taskmalaya?

C. Tujuan Penelitian

5
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Secara Akademik (Praktis)
Bagi penulis, penelitian ini bertujuan sebagai salah satu persyaratan
memperoleh gelar sarjana dalam program strata satu (S1) pada jurusan
Sejarah Peradaban islam (SPI) di Fakultas Adab dan Humaniora Sekolah
Tinggi Ilmu Adab dan Budaya Islam (STIABI) Tasikmalaya.
b. Secara Ilmiah (Teoritis)
a. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren
Suryalaya Tasikmalaya
b. Untik mengetahui bagaimana perkembangan budaya manaqib di
Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya tahun 2000-2020
c. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat perkembangan
perkembangan sistem pendidikan manaqib Pondok Pesantren
suryalaya Tasikmalaya.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasl penelitian yang berjudul “PERKEMBANGAN BUDAYA
MANAQIB DI PONDOM PESANTREN SURYALAYA TASIKMALAYA”
nantinya diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut :
1. Secara Akademik (Praktis)
Dengan adanya hasil penelitian ini semoga dapat menjadi bahan
bacaan di perpustakaan Fakultas Adab dan Budaya Islam tasikmalaya
khususnya, serta menjadi bahan bacaan setiap orang pada umumnya.
2. Secara Ilmiah (Teoritis)
a. Untuk memperkaya kajian sejarah di Indonesia khususnya yang terkait
dengan perkembangan pendidikan manaqib Pondok pesantren
Suryalaya Tasikmalaya tahun 2000-2020
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi penelitian
selanjutnya dan dapat memberikan sumbangan wacana bagi

6
perkembangan pembendaharaan ilmu pengetahuan terutama dalam
bidang kesejarahan.

BAB II

KAJIAN TEORITIK

Untuk mempermudah penulis dalam memecahkan masalah, maka


dibutuhkan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana menurut Sartono
Kartodirjo bahwa penggambaran kita tentang suatu peristiwa sangat
tergantung pada pendekatan, yaitu dari segi mana kita memandangnya,
dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan
lain sebagainya.8

Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian dengan menggunakan


teori pendekatan historis, yang mana bertujuan untuk mendeskripsikan
permasalahan yang terjadi di masa lampau. Sejarah atau historis merupakan
suatu ilmu yang di dalamnya membahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang serta pelaku dari
peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan
melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, dan siapa yang
terlibat dalam peristiwa tersebut.9 Dengan pendekatan historis ini penulis
berusaha untuk menjelaskan latar belakang perkembangan sistem pendidikan
yang digunakan di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya.

8
Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1992), 4.
9
Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 64

7
Ada beberapa teori yang digunakan penulis dalam melakukan
penelitian ini. Pertama adalah teori Challenge and Respon yang dikemukakan
oleh Arnold J Toynbe yang berarti tantangan dan jawaban yang menjelaskan
tentang sebuah perkembangan dan pertumbuhan sebuah kebudayaan yang
digerakkan oleh kalangan minoritas hingga kalangan mayoritas mengikuti
kebudayaan tersebut.10

Arnold menghubungkan teori Challange and Respone yang


diciptakannya dengan tumbuhnya suatu peradaban (Civilization). Kemudian
menghasilkan suatu perubahan, penelitian ini menggunakan Growth of
Civilization, yaitu perkembangan kebudayaan. Dalam penelitian ini tantangan
dari pemimpin dzikir itu yang menjadi (Challange), dan tantangan tersebut
mendorongnya untuk terus mengembangkan dan menciptakan sebuah
kebudayaan Dzikir Manaqib, agar tidak mengalami kemandegan dalam
kebudayaannya tersebut, dan tantangan itu mendorong pemimpin dzikir untuk
terus mengembangkan dan menciptakan kreatifitas kebudayaannya. Timbullah
pemikiran baru untuk menghadapi tantangan tersebut (respone). Para Jamaah
diajak untuk berdoa, berdzikir, mengamalkan ajaran-ajaran manaqib agar
hajatnya terkabul, dan dengan keyakinan penuh, mereka mendapatkan
kekuatan dari Allah SWT melalui barokah dan karomah.

Teori kedua yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini


merupakan teori kebudayaan religi yang mana religi adalah segala sistem
tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara
menyandarkan diri kepada kemauan kekuasaan yang menempati alam
(Koentjaraningrat, 1982:28). Budaya manaqib atau juga yang merupakan
upacara keagamaan merupakan salah satu unsur penting dalam sistem religi,

10
Hasbulloh Mufich, Filsafat Sejarah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 71.

8
selain emosi keagamaan dan dua unsur lainnya yaitu sistem kayakinan dan
suatu umat yang menganut religi itu. Sistem religi atau sistem kepercayaan
sendiri merupakan salah satu unsur dalam kebudayaan yang dianggap sebagai
cultural universal. Istilah cultural universal menunjukkan bahwa unsur-unsur
tersebut bersifat universal, artinya dapat dijumpai pada setiap kebudayaan
dimanapun di dunia ini. Manaqib juga merupakan bagian dari wujud
kebudayaan yang bersifat musiman atau kadangkala.

Menurut Koentjaraningrat ada perbedaan antara religi dan agama.


Religi merupakan bagian dari kebudayaan. Tiap-tiap religi merupakan suatu
sistem yang terdiri dari empat komponen yaitu :

1. Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap religius.


2. Sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan
manusia tentang sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib
(supernatural) serta segala nilai, norma dan ajaran dari religi yang
bersangkutan.
3. Sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk
mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk-makhluk
halus yang mendiami alam gaib.
4. Umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan yang
melaksanakan sistem ritus dan upacara

Komponen sistem kepercayaan, sistem upacara dan kelompok-


kelompok religiusyang menganut sistem kepercayaan dan menjalankan
upacara-upacara, jelas merupakan ciptaan dan hasil akal manusia. Adapun
komponen yang pertama, yaitu emosi keagamaan digetarkan oleh cahaya

9
Tuhan. Religi sebagai suatu sistem merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi
cahaya Tuhan yang menjiwainya bukan bagian dari kebudayaan.11

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dari objek penelitian penulis ini bertempat di
Dusun Godebag RT 01/ RW 02 Desa Tanjungkerta, Kecamatan Pagerageung,
Tanjungkerta, Pagerageung, Tasikmalaya, Jawa Barat.
B. Metodologi Penelitian

11
Renggo Astuti, Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1998), 71

10
Sebagai bentuk kajian sejarah yang berusaha merekontruksikan
peristiwa-peristiwa masa lampau, maka penulisan penelitian ini menggunakan
metode penelitian sejarah yang terdiri dari beberapa tahap yaitu :

1. Pengumpulan Data (Heuristik)


Heuristik adalah teknik pengumpulan data (sumber) yang berkaitan
dengan penulisan sejarah, baik sumber primer maupun sumber sekunder.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan du acara untuk mencari dan
menemukan sumber sejarah, yaitu :
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber yang menggunakan data
kesaksian dari seorang saksi yang menyaksikan peristiwa sejarah
secara langsung atau dengan alat mekanis seperti arsip, dokumen
atau foto. Sebagai sumber utama dalam penelitian, penulis
mengumpulkan data dengan mengumpulkan sumber-sumber yang
berhubungan dengan penelitian seperti :
a) Wawancara langsung denganBapak Drs Agus Syamsul
Basyar S. Ag, M. Pd yang merupakan salahsatu pengurus di
Pondok Pesantren Suryalaya sekaligus Kepala Pusat Bahasa dan
Dosen di IAILM (Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah)
Suryalaya, Ibu Sindi yang merupakan salahsatu pengasuh di
asrama putri Pondok Pesantren Suryalaya, Bapak Teten yang
merupakan Asisten Dosen dan pengasuh, Bapak Drs Rahmat
Effendi yang merupakan Pembina Asrama sekaligus menantu
dari Alm Abah Anom, dan Melani yang merupakan salahsatu
santriwati di Pondok Pesantren Suryalaya.
b) Buku selayang pandang menegnai perkembangan Pondok
Pesantren Suryalaya

11
b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder ini berguna sebagai penguat data yang


memberikan informasi pendukung dalam menguraikan fakta-
fakta yang dapat memperjelas data primer. Sumber sekunder
tersebut berupa wawancara salahsatu karyawan Pondok yang
merupakan petugas bangunan yang sudah bekerja selama kurang
lebih sepuluh tahun, serta sumber yang berupa skripsi mengenai
Pondok Pesantren.

2. Kritik Sumber
Setelah sumber-sumber diperoleh, peneliti kemudian melakukan kritik
sumber. Kritik sumber yaitu suatu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber
yang diperoleh agar memperoleh kejelasan apakah sumber tersebut kredibel
atau tidak, dan apakah sumber tersebut bersifat otentik atau tidak. 12 Kritik
sumber ini meliputi kritik eksternal dan kritik internal.
a. Kritik Eksternal,
Kritik Eksternal merupakan kegiatan sejarawan untuk
melihat apakah data yang didapatkan bersifat otentik atau tidak.
Sumber yang diperoleh peneliti merupakan sumber yang relevan
pada masanya. Karena peneliti mendapatkan sumbernya
langsung dari tokoh sejarahnya.
Dalam penelitian ini, langkah pertama yang dilakukan
oleh penulis berkaitan dengan kritik eksternal adalah dengan
melihat narasumber yang diwawancarai oleh peneliti yaitu Bapak
Drs Rahmat Effendi yang berusia enam puluh empat (64) tahun.

12
Hugiono P.K. Purwantana, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), 96

12
Ia merupakan seorang Pembina Asrama, Pengajar, sekaligus
menantu dari Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin atau dikenal
dengan nama Abah Anom. Tubuhnya yang masih tegap serta
kesehatannya yang cukup baik membuat beliau masih mampu
untuk membina sekian banyaknya santri. Dengan demikian, hal
ini membuat penulis yakin bahwa Bapak Rahmat mampu
dijadikan sebagai bagian dari sumber primer.
Selain itu penulis juga mewawancarai salahsatu tokoh
yang merupakan salahsatu pengurus di Pondok Pesantren
Suryalaya sekaligus Kepala Pusat Bahasa dan Dosen di IAILM
(Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah) yaitu Bapak Drs.
Agus Syamsul Basyar S.Ag, M.Pd yang berusia 64 tahun.
Narasumber selanjutnya yang diwawancarai oleh penulis adalah
Bapak Teten yang berusia 40 tahun. Ia merupakan salahsatu
santri di Pondok Pesantren Suryalaya sejak ia bersekolah di
jenjang SMA, saat ini ia merupakan Asisten Dosen di Pondok
tersebut.
Setelah itu, penulis juga mewawancarai Ibu Sindi (37). Ia
merupakan salahsatu pengasuh di Asrama Putri, Melani (20)
yang merupakan sabtri putri, serta Bapak Jajang (63) yang
merupakan petugas bangunan di Pondok Pesantren Suryalaya
sejak 10 tahun yang lalu.
b. Kritik Internal

Kritik internal ini menyangkut tentang isi, dokumen atau


manuskrip yang diperoleh peneliti dapat dipercaya atau tidak dan
dapat digunakan sebagai sumber sejarah atau tidak. Peneliti
mencoba menguji beberapa keabsahan dari wawancara dengan

13
beberapa informan baik dari pengurus pondok pesantren
Suryalaya beserta para santri nya ataupun sebagian masyarakat
yang mengetahui tentang Pesantren ini. Peneliti juga mengkritisi
beberapa sumber sekunder untuk mencari persamaan dan
kesesuaian fakta, sehingga sumber-sumber yang diperoleh saling
melengkapi.

Dalam melakukan wawancara kepada narasumber,


akhirnya penulis mendapatkan informasi mengenai apa yang
ingin diketahui oleh penulis yakni mengenai perkembangan
sistem budaya manaqib di Pondok Pesantren Suryalaya. Pak
Rahmat mengatakan bahwa kegiatan manaqib ini merupakan
kegiatan rutinitas yang biasa dilakukan seluruh elemen yang ada
di Pondok termasuk santri beserta guru-gurunya. Menurutnya,
kegiatan ini dilakukan setiap setelah selesai sholat fardlu dalam
setiap harinya, setiap malam jum’at di setiap minggunya, serta
tanggal 11 Hijriyyah di setiap bulannya yang juga merupakan
puncak acara dari kegiatan manaqib.

Hal ini juga dikatakan oleh salahsatu santri putri yaitu


Melani (20) di Pondok Pesantren Suryalaya. Ia mengatakan
bahwa kegiatan manaqib ini dilakukan setiap waktu, karena yang
diunggulkan dari Pesantren ini adalah budaya
manawib/tasawufnya. Kegiatan manqib rutin dilaksanakan setiap
setelah selesai sholat fardlu, setiap hari jum,at, serta di setiap
tanggal 11 Hijriyah yang mana pada tanggal 11 ini juga
merupakan kegiatan manaqib rutinitas bulanan dan diikuti oleh
para pendatang hampir dari seluruh masyarakat Indonesia.

14
Bahkan tidak jarang, beberapa orang dari negeri Jiran seringkali
mengikuti kegiatan manaqib bulanan ini.

Adapun menurut Pak Jajang yang merupakan salahsatu


karyawan di Pondok Pesantren Sutyalaya, kegiatan manaqib ini
dilakukan di setiap tanggal 11 Hijriyah saja. Ia mengatakan
demikian mungkin karena tidak mengikuti dan menyaksikan
secara keseluruhan bagaimana kegiatan Pondok Pesantren
Suryalaya beserta para santrinya di setiap waktunya.

3. Interpretasi
Setelah adanya sumber dan fakta yang sesuai, maka untuk
mengungkap dan membahas cukup memadai, dilakukanlah sebuah
interpretasi. Interpretasi ini berupa penafsiran akan makna fakta dan hubungan
antara satu fakta dengan fakta yang lain. Penafsiran akan fakta ini harus
dilandasi dengan sifat obyektif. Dalam tahap ini penulis melakukan penafsiran
terhadap data-data yang telah diperoleh berupa hasil wawancara dan sumber
buku dan menyusunnya kembali sehingga menghasilkan sebuah fakta sejarah
yang relevan.
Fakta-fakta yang diperoleh terlebih dahulu perlu diseleksi karena tidak
semua fakta yang diperoleh dapat merekontruksi peristiwa sejarah itu sendiri.
Dalam langkah ini, penulis berusaha menafsirkan data yang telah diverifikasi,
berdasarkan pendekatan perkembangan intelektual yang digunakan dalam
pebelitian yang berjudul “Perkembangan Budaya Manaqib di Pondok
Pesantren Suryalaya Tasikmalaya” sehingga penelitian tersebut akan
menghasilkan suatu penelitian yang benar-benar otentik.
Untuk memperkokoh analisa penelitian dan permasalahan yang penuls
kaji, maka penulis mencari dan mewawancarai narasumber lain sehingga

15
diharapkan dapat memperkuat pendapat dari fakta yang diperoleh penulis.
Narasumber yang diwawancarai oleh penulis yaitu Pak Agus (64) yang
meupakan salahsatu masyarakat Suryalaya Tasikmalaya dan bekerja sebagai
Dosen di IAILM, juga sebagai Pengajar dan Kepala Pusat Bahasa beliau
mengatakan bahwa kegiatan manaqib merupakan kegiatam rutinitas santri
beserta seluruh elemen yang ada di Pondok. Hal ini dilaksanakan setiap
setelah selesai sholat fardlu, yang mana manaqib ini dapat berupa dzikir,
membaca Al-Qur’an, ataupun tawasulan . selain itu juga rutin dilaksanakan
setiap malam jum’at dan di setiap tanggal 11 Hijriyah yang dilakukan dari
malam berlanjut hingga pagi sekitar pukul 11.00 WIB.
Adapun narasumber lain yang mengatakan pendapat yang sama ialah
Ibu Sindi (37). Karena ia berperan sebagai pengasuh di Asrama Putri, maka
tentu ia juga mengikuti dan menyaksikan rutinitas kegiatan Pondok beserta
para santrinya. Ia mengatakan bahwa manaqib ini bukan hanya dilakukan di
setiap tanggal 11 Hijriyah, melainkan ada waktu tertentu di setiap harinya
yaitu setiap setelah selesai sholat fardlu dan di setiap malam jum’at. Oleh
sebab itu dapat dikatakan juga bahwa manaqib ini telah menjadi budaya yang
mendalam sejak lama di Pondok Pesantren suryalaya ini.

4. Historiografi

Beberapa hal yang dilakukan oleh penulis dalam langkah historiografi


ini adalah penyusunan. Historiografi yaitu menyusun atau merekontruksi
fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sejarawan
terhadap sumber-sumber sejarah dalam bentuk tertulis. 13 Setelah penulis
melewati tahapan-tahapan yang telah dikemukakan di atas, maka selanjutnya
penulis melakukan pemaparan mengenai penelitian sebagai laporan hasil

13
Hugiono P.K. Purwantana, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), 17

16
penelitian sejarah yang membahas tentang Budaya Manaqib di Pondok
Pesantren Suryalaya Tahun 2011-2020.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku

Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan (Jakarta:


Paramadina, 1997), 3

Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah (Jakarta: Departemen


Agama, 2004), 28

Sukamto, Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13

Dr Ading Kusdiana, M.Ag, Sejarah Pesantren : Jejak, Penyebaran, dan


Jaringannya di Wilayah Priangan (Jakarta, 2014), 123

Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 1992), 4.

Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2000), 64

Hasbulloh Mufich, Filsafat Sejarah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), 71

Hugiono P.K. Purwantana, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya,


1995), 96, 17

Renggo Astuti, Kajian Nilai Budaya Naskah Kuna (Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1998), 71

Sumber Internet

http://digilib.unila.ac.id/3338/14/BAB%20II.pdf diakses pada 18/3/20

17
https://www.scribd.com/doc/38622122/Konsep-Kebudayaan-Koentjaraningrat-Dan-
Havilland diakses pada 18/3/20 jam 10:26

18

Anda mungkin juga menyukai