PROPOSAL DISERTASI
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Masykuri Bakri, M.Si
Prof. Dr.Drs. H. Muhammad Djunaidi Ghony
Oleh:
Luqman Ahsanul Karom
NPM: 22103011020
2023
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan sistem pendidikan yang khas.
Sistem pendidikan yang diterapkan di pesantren ini sangat berbeda dengan sistem
lembaga pendidikan yang unik dan istimewa. Selain itu, lembaga pendidikan ini
interaksi antar santri, guru, dan masyarakat sekitar. Proses-proses sosial tersebut
diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku yang baik pada santri sehingga
unik dan berbeda dengan sistem pendidikan yang ada di sekolah-sekolah formal.
Islam dalam kehidupan sehari-hari melalui kajian kitab kuning dan pengajian rutin
yang diikuti setiap hari. Selain itu, pesantren juga mengutamakan pendidikan
akhlak yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan sistem pendidikan yang unik dan khas ini, pesantren berperan
penting dalam menjaga kelestarian ajaran Islam dan menjaga keseimbangan antara
akulturasi antar tradisi daerah yang berbeda di Indonesia. Akulturasi ini dapat
dilihat dari cara pesantren mengakomodasi perbedaan budaya dan tradisi yang ada
kelompok masyarakat. Selain itu, pesantren juga menjadi tempat untuk mengatasi
terhadap sesama, sehingga konflik dapat diatasi dengan baik. Dalam hal ini,
dengan berbagai proses sosial yang terjadi secara bersamaan. Salah satu proses
yang penting adalah akulturasi antar tradisi daerah yang berbeda di Indonesia.
Selain itu, pesantren juga menjadi tempat yang tepat untuk mengatasi konflik-
konflik sosial yang mungkin terjadi di masyarakat. Para santri diajarkan untuk
pendidikan formal, tetapi juga sebagai lembaga sosial yang penting dalam
masyarakat.
sistem pendidikan yang khas dan proses-proses sosial yang kompleks, pesantren
yang kuat serta memahami dan menghargai budaya dan tradisi yang ada di
Indonesia.
menanamkan nilai-nilai moral dan budaya yang baik pada siswanya. Beberapa
pesantren yang ada di Indonesia juga dikenal sebagai tempat untuk menanamkan
kearifan lokal yang merupakan bagian dari budaya setempat. Dengan demikian,
Indonesia.
Selain itu, sejak dahulu kala, pesantren telah memberikan sumbangsih yang
Pesantren merupakan tempat belajar yang kaya akan sejarah dan tradisi, yang
menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda untuk mengejar kesuksesan dan
menjadi pemimpin yang berkualitas. Selain itu, pesantren juga merupakan tempat
yang cocok untuk menanamkan nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan warisan
budaya yang harus dijaga dan dikembangkan. Pesantren memegang peran penting
tradisi yang kuat dalam memperkenalkan ajaran agama Islam. Para santri di
pesantren dikenalkan dengan beragam budaya dan tradisi dari berbagai daerah,
yang membuat mereka lebih terbuka dan toleran terhadap perbedaan. Selain itu,
pesantren juga memiliki program-program yang mengajarkan bahasa asing,
seperti bahasa Arab dan Inggris, yang membantu santri untuk lebih mengenal
dunia luar dan berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang.
bahasa asing, pengenalan budaya negara lain, dan juga pengajaran tentang
diharapkan para santri dapat menjadi individu yang memahami dan menghormati
prinsip ajaran islam yang benar dan tidak mengabaikan nilai-nilai dasar ajaran
islam.
Dan proses pembelajaran yang dalam penelitian ini kemudian disebut sebagai
tradisi yang ada di sekeliling kita. Kulturisasi dapat dilakukan melalui berbagai
cara, seperti pelajaran sejarah dan sosial, kegiatan seni dan budaya, dan
pengalaman melalui perjalanan dan interaksi dengan individu dari budaya yang
berbeda.
kelompok atau masyarakat lain. Ini dapat terjadi melalui kontak langsung atau
tidak langsung, dan dapat menyebabkan perubahan dalam cara hidup, cara
terkulturisasi.
masyarakat lain. (3) Kolonisasi: Kelompok atau masyarakat yang diduduki atau
karena orang yang belajar dapat mengadopsi norma, nilai, tradisi, dan budaya dari
kelompok atau masyarakat yang mengajar. (5) Kerja sama antar negara : kerja
sama antar negara juga dapat memicu kulturisasi dengan cara saling berinteraksi
dan mengadopsi budaya satu sama lain. Tentu saja dalam penelitian ini, penulis
akan lebih berfokus pada kulturisasi langsung yang terjadi melalui proses
pendidikan.
salah satu pondok pesantren yang terletak di Kota Jombang. AIS berdiri pada
tahun 2020 sebagai pengembangan atas pesantren yang telah didirikan lebih
dahulu oleh KH. Ahmad Junaidi Hidayat, SH yaitu Pondok Pesantren Al Aqobah.
Kekhasan pesantren ini adalah salah satu misinya yaitu berupaya melakukan
kulturisasi terhadap masyarakat kalangan menengah keatas. Misi ini dilakukan
Indonesia.
perubahan dalam budaya lokal, termasuk "tercerabutnya budaya lokal." Hal ini
dapat terjadi karena pengaruh budaya asing yang diterima oleh kalangan sosial
menengah ke atas yang cenderung lebih terbuka dan memiliki akses yang lebih
luas terhadap informasi dan teknologi global. Ini dapat menyebabkan budaya
demikian, patut diingat pula bahwa perkembangan global juga dapat membawa
dan investasi asing dapat mempengaruhi perubahan gaya hidup dan pola konsumsi
yang diterima oleh kalangan sosial menengah ke atas yang cenderung lebih
terbuka, (2) media dan teknologi: akses yang lebih luas terhadap media global dan
budaya lokal, serta meningkatkan minat terhadap budaya asing, (3) pendidikan:
pendidikan global yang diterima oleh kalangan sosial menengah ke atas dapat
terhadap budaya asing, (4) mobilitas: perjalanan dan migrasi dapat mempengaruhi
persepsi seseorang terhadap budaya lokal dan meningkatkan minat terhadap
budaya asing.
Lebih jauh AIS melihat bahwa diantara efek negatif dari fenomena
individualistik dan materialistis. Dua hal ini agaknya cukup berseberangan dengan
kepekaan sosial yang tinggi. Sila pertama Pancasila adalah ketuhanan yang maha
esa, yang artinya panglima dalam kehidupan berbangsa dan bahkan setiap
individu yang hidup di dalamnya haruslah ketuhanan dan bukan materi semata.
Demikian pula doktrin persatuan dan demokrasi tampaknya akan dapat berfungsi
yang tinggi, seperti yang diatur dalam doktrin Pancasila. Namun, perkembangan
global juga dapat memberikan dampak positif jika dikelola dengan baik dan
Oleh karena itu, AIS memandang dunia pesantren perlu hadir di kalangan
menengah ke atas sebagai alat dan sarana untuk mengembangkan budaya islam
kewirausahaan, manajemen, dan bisnis berbasis syariah. Selain itu, pesantren juga
dapat mengadakan kegiatan-kegiatan sosial dan budaya yang dapat menunjukkan
Sehingga dalam penelitian ini, proses kulturisasi yang dilakukan oleh AIS
terhadap kalangan sosial menengah keatas akan menjadi fokus utama untuk
diinvestigasi. Topik ini menjadi unik dan menarik karena belum banyak pesantren
yang melakukan upaya tersebut, sehingga hal-hal yang nantinya akan ditemukan
dalam penelitian ini dapat menjadi suatu acuan yang bermanfaat untuk dapat
Berangkat dari konteks penilitian di atas, fokus penelitian pada penelitian ini
berikut:
1.3.1. Untuk mengetahui Budaya Islam Multikultural yang ditanamkan
lingkup pendidikan.
Adapun kegunaan penelitian ini baik baik dalam ranah teori maupun praktis
Dalam ranah teori, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber
rujukan dalam rangka membangun suatu teori tentang kulturisasi yang terjadi di
pesantren secara umum. Kulturisasi ini dapat berupa proses yang terjadi di dalam
oleh KH. Abdurrahman Wahid yang menyatakan bahwa pesantren adalah sebagai
pesantren.
a. Bagi Lembaga
bagi lembaga, penelitian ini dapat berfungsi sebagai acuan dalam melihat
dirinya sendiri yang untuk selanjutnya dapat berguna dalam proses evaluasi
menjadi refleksi yang bersifat ilmiah, sehingga lembaga dapat merumuskan hal-
hal apa saja yang merupakan unsur utama dalam pengelolaan pendidikan dan
yang perlu dipertahankan dan aspek apa sajakah yang dapat dimodifikasi,
b. Bagi peneliti
Bagi peneliti, penelitian ini dapat berguna sebagai rumusan awal tentang
digunakan sebagai acuan untuk menetukan fokus dan lokus penelitian lebih lanjut.
Penelitian lanjutan ini dapat berupa penelitian kuantitatif untuk dapat dilakukan
verifikasi atas temuan-temuan pola dalam penelitian ini atau dapat pula penelitian
kualitatif yang lain pada lokus yang lain untuk menemukan pola-pola baru yang
istilah yang telah banyak digunakan dalam dunia akademik, sehingga penegasan
istilah yang berlaku untuk penelitian ini perlu dilakukan untuk menghindari
kelompok atau masyarakat lain. Ini dapat terjadi, dalam konteks penelitian ini,
melalui kegiatan pendidikan yang terstruktur dan kontak langsung yang terjadi di
kehiduan sosial sehari-hari, dan dapat menyebabkan perubahan dalam cara hidup,
cara berpikir, dan cara bersosialisasi dari kelompok atau masyarakat yang
terkulturisasi.
terhadap perbedaan budaya dan latar belakang sosial, serta integrasi nilai-nilai
naungan pondok pesantren. Sehingga international school ala pesantren ini adalah
penerapan kurikulum internasional yang sesuai dengan standar global, namun juga
mencakup pelajaran agama dan budaya Islam sebagai bagian integral dari
pengajaran. Sekolah ini juga mengutamakan pendidikan karakter dan moral yang
didasarkan pada ajaran agama terutama ajaran agama yang khas pesantren.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.2. Kulturisasi
kulturisasi adalah proses di mana satu budaya mengambil alih budaya lain dan
dianggap superior. Proses ini dapat terjadi secara sadar atau tidak sadar, dan dapat
dengan imperialisme, di mana satu negara atau kekuatan global mengambil alih
kekuasaan atas negara lain atau kelompok masyarakat. Dalam konteks ini,
kulturisasi dapat digambarkan sebagai cara bagi negara atau kekuatan global
untuk mengambil alih budaya dan nilai-nilai negara atau kelompok masyarakat
yang dikuasai, dan mengubahnya untuk menyesuaikan dengan cara hidup dan
kehilangan budaya asli dan nilai-nilai dari masyarakat yang dikuasai, serta
1
John Tomlinson, “Cultural Imperialism: a Critical Introduction” (Baltimore: John Hopkins
University Press, 1991),
kulturisasi dapat menyebabkan perubahan positif, termasuk dalam hal
Sementara itu ada pula yang menggunakan istilah kulturisasi dalam konteks
kolonialisasi. Hal ini seperti apa yang dikemukakan oleh Derek Gregory, seorang
proses di mana satu budaya mengambil alih budaya lain dan mengubahnya untuk
menyesuaikan dengan cara hidup dan nilai-nilai yang dianggap superior. Proses
ini dapat terjadi secara sadar atau tidak sadar, dan dapat terjadi melalui kontak
negara atau kekuatan global yang lebih kuat dengan negara atau kelompok
masyarakat yang lebih lemah, tetapi juga dapat terjadi antar budaya yang sama
atau setara. Dalam hal ini, kulturisasi dapat diartikan sebagai proses di mana satu
budaya mengambil alih dan mengubah budaya lain untuk menyesuaikan dengan
kehilangan budaya asli dan nilai-nilai dari masyarakat yang dikuasai, serta
2
Derek Gregory, “The colonial present : Afghanistan, Palestine, Iraq” (Malden, MA: Blackwell
Pub, 2004),
Namun demikian, pada penelitian ini, kulturisasi digunakan dalam konteks
adopsi budaya oleh santri terhadap subkultur pesantren yang telah ada
Meskipun, lebih jauh ia juga menyatakan bahwa istilah subkulktur itu sendiri
perlu dikembangkan lebih jauh dalam ranah ilmiah sebagai bentuk kehati-hatian
merupakan unit masyarakat yang bahkan secara fisik terpisah dengan masyarakat
seseorang untuk dapat mengadopsi subkultur yang ada dalam pesantren tersebut
mengintegrasikan norma, nilai, tradisi, dan budaya dari kelompok atau masyarakat
lain. Ini dapat terjadi, dalam konteks penelitian ini, melalui kegiatan pendidikan
yang terstruktur dan kontak langsung yang terjadi di kehiduan sosial sehari-hari,
3
Abdurrahman Wahid, “Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren”, (Yogyakarta: LkiS, 2007),
hlm. 2
dan dapat menyebabkan perubahan dalam cara hidup, cara berpikir, dan cara
pengertian budaya secara umum. Maka dari itu, beberapa ahli memberikan
Tylor yang menyatakan bahwa budaya adalah keseluruhan dari apa yang diketahui
dan diterima oleh suatu kelompok orang sebagai cara hidup mereka. Dalam
definisi ini, kita dapat memahami bahwa aspek-aspek budaya adalah sangat luas
banyak hal dalam kehidupan. Sehingga di dalamnya tentu mencakup tata nilai,
norma, pengetahuan, tata cara hidup yang diadopsi dan lain sebagainya.4
simbolik yang membantu kita memahami dan memberikan makna pada dunia di
sekitar kita. Dari definisi ini dapat kita fahami bahwa Geertz lebih menekankan
kebudayaan yang khas antar budaya.5 Dengan sudut ini pula ia melakukan studi
4
Francis E. Merril, Society and Culture an Introduction to Sociology, Third Edition, hal 129
5
Cliffort Geertz, “Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa”, (Depok:
Komunitas Bambu, 2013)
tersebut adalah bahwa ia mengklasifikasikan agama masyarakat jawa menjadi tiga
alat mental yang kita gunakan untuk memahami dan mengatasi masalah hidup.
Dari sudut pandang ini, Linton menyoroti budaya dari aspek individual dimana
budaya dipandang sebagai alat individu untuk memahami dan mengatasi masalah
dalam rangka hidup berdampingan dengan manusia dan alam sebagai sarana ia
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.8 Hal ini artinya senada dengan apa yang disampaikan oleh Tyler bahwa
kebudayaan mencakup aspek yang sangat luas. Lebih jauh, hal tersebut berarti
bahwa hampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan” karena hanya amat
sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tak perlu
refleks, beberapa tindakan akibat proses fisiologi, atau kelakuan apabila ia sedang
membabi buta.
6
Cliffort Geertz, “Agama Jawa: Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa”, (Depok:
Komunitas Bambu, 2013)
7
Ralph Linton, “The Cultural Backgroun of personality”, (New York : Appleton-Century-Crofts,
1945)
8
Koentjaraningrat, “Pengantar Ilmu Antropologi”, (Jakarta: Rineka Cipta, 1979), hlm. 180
Lebih jauh lagi, Koentjaraningrat membedakan tiga gejala kebudayaan, yaitu:
(1) ideas, (2) activities, dan (3) artefacts, lalu kemudian membagi wujud
Tiga hal di atas akan digunakan sebagai pisau analisis dalam rangka untuk
membedah apa yang terjadi pada konteks penelitian ini. Namun demikian,
pesantren di sini tidak dipandang sebagai suatu kebudayaan yang utuh. Hal ini
seperti dinyatakan oeh Abdurrahman Wahid bahwa tidak semua aspek kehidupan
subkultur.9
kehidupan pesantren
9
ibid
3. Berlangsungnya proses pembentukan tata nilai yang tersendiri dalam
menganggap pesantren sebagai alternatif ideal bagi sikap hidup yang ada
Pondok merupakan asrama dimana para santri tinggal dan hidup bersama
dengan sesama santri, guru, dan kyai. Sehingga pondok menjadi sarana bagi
semacam laboratorium kehidupan dimana sistem tata nilai yang diambil dari
10
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai” (Jakarta: LP3ES,
1994) hlm. 44
terpisah dari masyarakat umum memberikan keuntungan terutama dalam hal
filterisasi pengaruh budaya luar yang barangkali tidak sesuai dengan tata nilai
keislaman sesuai yang diajarkan pada kitab-kitab Islam klasik. Lebih lanjut, kitab-
kitab Islam klasik merupakan sumber tata nilai yang dijalankan di pesantren.
pelestarian ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah yang tentu saja sumber-sumber
Di sisi yang lain, keberadaan fasilitas dan sarana berupa pondok dan masjid,
begitu juga sarana literasi berupa kitab-kitab klasik adalah merupakan kebutuhan
fisik bagi keberadaan pondok pesantren, maka keberadaan kyai dan santri adalah
inti dari pesantren itu sendiri. Santri merupakan orang-orang yang menimba ilmu
adalah guru, pembimbing spiritual, dan penjaga tata nilai di pondok pesantren.
Santri
Kulturisasi
Santri multikultural
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
culture and behavior, with culture referring to the shared beliefs, values,
Ethnografi adalah sebuah studi mendalam tentang perilaku yang terjadi secara
natural di dalam sebuah kebudayaan atau kelompok sosial tertentu. Penelitian ini
berupaya memahami hubungan antara budaya dan perilaku, dengan merujuk pada
keyakinan bersama, nilai-nilai, konsep, praktik, dan sikap dari sebuah kelompok
masyarakat tertentu.
Pendekatan ini sesuai dengan fokus penelitian terutama karena secara alamiah
penelitian ini akan berupaya memahami ideas, activities, dan artefacts dari suatu
11
Donald Ary, Lucy Jacobs, Chris Sorensen, “Introduction to Research in Education Eigth Edision”,
(Belmont: Wadsworth, 2010), hlm. 459
B. Kehadiran Peneliti
penelitian.12 Peneliti hadir untuk menemukan permasalahan yang akan diteliti baik
secara langsung maupun tidak langsung. Prosedur yang peneliti gunakan melalui
3 tahap yaitu:
pelaksanaan penelitian.
C. Lokasi Penelitian
Ngasem Jombok Ngoro Jombang Jawa Timur. AIS adalah sebuah pondok
pesantren yang dikemas dalam wujud international school untuk dapat menarik
minat dari kalangan sosial menengah keatas. Hal ini menjadikan profil AIS sesuai
D. Sumber Data
12
Nana S. Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Rosdakarya, 2009), 77.
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
gejala-gejala yang diteliti dan bersifat otoritatif dalam informasi yang dibutuhkan
sendiri, yaitu sesuai dengan pertimbangan peneliti tentang maksud dan tujuan.14
Dengan kata lain sampel informan yang dipilih dikarenakan informan tersebut
Data merupakan faktor penting dalam penelitian, untuk itu diperlukan teknik
1. Observasi
menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, rekaman
13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif Dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2010), 300.
14
Sukandarrumidi, Metode Penelitian:Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula
(Yogyakarta:Gadjah Mada University Press, 2012), 65.
dan gambar. Ini dilakukan dengan cara peneliti melibatkan diri secara langsung
pada kegiatan yang dilakukan oleh subjek penelitian dalam lingkungannya, selain
juga itu juga mengumpulkan data secara sistematik dalam bentuk catatan
lapangan.
2. Wawancara
Dalam hal ini peneliti akan melakukan wawancara kepada informan kunci dari
AIS Jombang yaitu pengasuh/kyai, para ustadz pengajian kitab, para guru dan staf
lainnya.
3. Dokumentasi
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan
Huberman, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data),
penjelasannya:
15
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,... 98..
16
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta:Teras, 2009), 185.
1. Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu
dicatat secara teliti dan dirinci melakukan penelitian di lapangan maka jumlah
data yang akan diperoleh semakin banyak, komplek dan rumit. Oleh karena itu
perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti
2. Penyajian Data
guna membuat gambar secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian.
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data, yaitu
naratif.
3. Penarikan Kesimpulan
memahami dan memaknai berbagai hal yang ditemui dari mulai melakukan
pengulangan dengan gerak cepat, sebagai pikiran kedua yang timbul melintas
17
Sugiyono, Ibid., 338.
pada penelitian waktu menulis dengan melihat kembali (fieldnotes) atau catatan
lapangan.
1. Perpanjangan Keikutsertaan
2. Triangulasi
sesuatu yang lain. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah
obeservasi wawancara maupun dari apa yang disampaikan oleh narasumber serta
lainnya.
18
M.Djunaidi Ghony, dkk, Analisis dan Interprestasi Data Penelitian Kualitatif,
(Bandung:PT.Refika Aditama, 2020), 200.
19
Ibid, 201-204.
c) Triangulasi teori yaitu pengecekan data bukan hanya melalui satu teori
lainnya.
DAFTAR RUJUKAN