Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak terlepas dari peran

pesantren, dimana disitu, seorang yang disebut sebagai kyai/kiai/kiyai,

mendidikdanmembimbing parasantri agar menjadi manusia beriman, berilmu,

dan berakhlakul karimah. Disamping itu pesantren adalahlembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia. Pesantren atau pondok pesantren sendiri

adalahlembaga pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya memiliki

tigaunsur,yaitu kyai yang mendidikdan mengajar, santri yang belajar, dan

masjid/musholla sebagai tempat mengaji.1 Atau setidaknya pondok pesantren

mempunyai lima elemen, yaitu: pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab

klasik, dan kyai.

Sebagai lembaga yang berbasis Islam, pondok pesantren bisa dikatakan

sebagai perwujudan dari proses perkembangan sistem pendidikan di

Indonesia, ditinjau dari segi historisnya pesantren tidak hanya identik dengan

keislaman, tetapi menurut Nurcholis Majid mengandung pula makna keaslian

Indonesia (indigenius), sebab lembaga ini sudah ada sejak pada masa

kekuasan Kerajaan Hindu-Budha di Nusantara, Islam tinggal meneruskan dan

mengislamkan lembaga pendidikan yangada. Hal ini terutama tidak berusaha

mengecilkan peranan Islam dalam memelopori pendidikan di Indonesia.2

1
Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Pokok Pesantren, (Ditjen Binbaga
Islam, Jakarta, 2008) hlm8.
2
Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paradigma, 2010), hlm3

1
Alwi Shihab menegaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim (W.

1419 H) adalah orang yang pertama kali mendirikan pesantren sebagai tempat

mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya, agar para santri menjadi

pemikir dalam berbagai bidang sebelum mereka diterjunkan ke masyarakat

luas.3

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sangat luas

penyebarannya di berbagai daerah telah banyak memberikan kontribusi dalam

membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Lembaga ini juga telah

melahirkan pemimpin-pemimpin, baik itu pemimpin agama maupun

pemimpin bangsa.

Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga yang ada dalam

masyarakat mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber

daya manusia, pendidikan pesantren tidak saja memberikan pengetahuan dan

ketrampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah menanamkan nilai-

nilai moral dan agama. Filosofi pendidikan pesanatren didasarkan atas

hubungan yang bermakna antara manusia, ciptaan atau makhluk, dan Allah

SWT. Hubungan tersebut baru bermakna jika bermuatan atau menghasilkan

keindahan dan keagungan. Ibadah yang dijalani oleh semua guru dan santri di

pondok pesantren diutamakan dalam hal mencari ilmu, mengelola pelajaran,

mengembangkan diri, mengembangkan kegiatan bersama santri dan

masyarakat.4

Alwi Shihab, Islam Inklusif, cet I, (Bandung: Mizan, 2002), hlm23


3

M. Dian Nafi’ dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren,(Yogyakarta: Instite for Training


4

and Development Amherst MA, 2007) hlm 9

2
Pesantren sebagai tempat hidup dan belajar para santri seperti tersebut

di atas, bukan hanya sebagai tempat pendidikan tertua di negeri ini, tetapi

juga merupakan saksi sejarah tentang berbagai perkembangan Indonesia

sebagai bangsa di tengah pergaulan dunia yang semakin terbuka.5

Dalam menghadapi era globalisasi, dunia pendidikan di Indonesia

menghadapi berbagai persoalan, di antaranya adalah krisis moral yang

merajalela, sistem pembelajaran yang belum memadai serta mutu pendidikan

yang sangat rendah. Abad ini merupakan era persaingan bebas yang menuntut

ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing

pada tataran global. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan harus didukung

dengan adanya manajemen, teknologi serta kualitas SDM termasuk di

dalamnya adalah lembaga pendidikan pondok pesantren.

Pada zaman sekarang ini, dimana kemajuan dan perkembangan sudah

melaju di berbagai bidang, perubahan kearah kemajuan juga semakin

berkembang. Informasi saat ini dapat dengan mudah menyebar ke seluruh

penjuru dunia dengan cepat. Termasuk juga penyebaran nilai-nilai budaya

juga dapat menjangkau setiap ruang di dunia ini dengan mudahnya. Hal ini

karena kemajuan dalam bidang teknologi informasi. Oleh karena itu, jarak

dan waktu tidak menjadi masalah lagi dalam dunia sekarang ini, semua terasa

begitu dekat dan cepat. Masa dunia seperti sekarang ini biasa disebut era

globalisasi.

Pertukaran ataupun adopsi budaya di era globalisasi ini, sangat mudah

5
Hasyim, M. Affan,Menggagas Pesantren Masa Depan, (Geliat Suara Santri untuk
Indonesia Baru), (Yogyakarta: CV. Qolam, 2010), h. 6

3
terjadi, baik secara utuh maupun selektif. Akibatnya benturan dengan nilai-

nilai yang bersifat antagonis juga tak terelakkan. Dan pendidikan, terutama

pendidikan agama berperan penting dalam menyeleksi budaya yang masuk

yang sekiranya dapat merusak citra moral bangsa dan yang tidak sesuai

dengan kepribadian bangsa.

Negara Indonesia sendiri, rakyatnya dikenal religius dan sangat

menjiwai dalam beragama, berbangsa dan bernegara meskipun bukan negara

yang berdasar agama. Akan tetapi, saat ini telah terjadi dualisme pendidikan

di Indonesia, yaitu pendidikan umum yang mengedepankan pengembangan

daya akal dan pendidikan agama yang mengutamakan daya hati nurani. Dan

saat ini yang lebih dikedepankan di Indonesia adalah pengembangan daya

akal dengan pengetahuan umum melalui lembaga lembaga pendidikan umum.

Sedangkan pengembangan daya hati nurani atau pendidikan agama kurang

mendapat porsi.

Mengacu pada hal itu, pondok pesantren menjadi satu lembaga penting

untuk mengembangkan nilai-nilai agama yang bertujuan pada pengembangan

daya hati nurani. Sementara lembaga lembaga pendidikan formal lebih

mengutamakan pendidikan umum, pesantren dapat menjadi benteng bagi

umat Islam untuk mempertahankan nilai-nilai religius dari serbuan budaya

modern yang cenderung sekuler.

Pesantren sebagai sentral pendidikan agama yang sangat penting

peranannya di era sekarang ini. Arus perkembangan zaman yang melaju pesat

memungkinkan kita terjebak pada budaya sekuler, hal ini karena proses

4
penyebaran informasi dan budaya yang bebas dan dapat dengan mudah

menjangkau setiap daerah didunia ini. Sedangkan budaya yang tersebar bukan

hanya budaya yang sesuai dengan nilai-nilai agama saja, akan tetapi juga

budaya yang berpotensi merusak moral bangsa. Bahaya yang mungkin timbul

adalah lunturnya nilai-nilai moral, terutama bagi remaja, sebagai generasi

penerus bangsa mereka sangat rentan terhadap pengaruh budaya bebas yang

merusak moral. Untuk itulah perlu adanya filterisasi budaya atau paling tidak

melestarikan budaya bangsa yang bermoral dan beradab yang berguna untuk

membekali para penerus bangsa yang akan mengarungi era global ini.

Pondok Pesantren merupakan salah satu pendidikan Islam Indonesia

yang bersifat tradisional untuk mendalami ilmu agama Islam dan

mengamalkan sebagai pedoman hidup keseharian. Sejak masuk Islam di

Indonesia, pondok pesantren menjadi tempat yang paling berpotensi untuk

menjadi pusat pendidikan Islam dan mencetak kader berprestasi, bertakwa,

berakhlak mulia dan saat ini tetap bertahan dan berkembang luas diseluruh

pelosok tanah air terutama Pondok Pesantren Hidayatullah. Dari pondok

Pesantren inilah para santri dididik dan ditempatkan selama 24 jam, setiap

hari hidup bersama-sama seasrama. Dalam pondok Pesantren para santri

dididik disiplin, mereka di biasakan taat dan patuh terhadap aturan-aturan

yang ada.

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang

merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia di

mulai sejak Islam masuk di negeri ini dengan mengadopsi system pendidikan

5
keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan

Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini,

pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap

perjalanan sejarah bangsa.6

Keberadaan Pondok Pesantren yang berasal dari dan oleh masyarakat,

tentunya tahu apa yang berkembang di tengah lingkungannya. Dengan

demikiaan Pondok Pesantren akan menyadari bahwa setiap proses apapun

tentu akan mengalami perubahan. Dalam itu era zaman sekarang Pondok

Pesantren merespon perubahan sosial, budaya, politik yang terjadi sehingga

pesantren akan memperbaruhi diri. Perubahan itu dilakukan secara bertahap

dan perlahan dengan melihat kemampuandan budaya pada diri santri, hal ini

untuk menghindari timbulnya kegoncangan pada diri santri.

Pesantren adalah tempat untuk mencari ilmu agama. Namun pada

perkembangan selanjutnya, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu

agama,melainkan mulai memperkenalkan ilmu-ilmu umum.

Pesantren berperan dalam perkembangan manusia. Peranan pesantren

dapat berwujud: memperkuat iman, meningkatkan ketakwaan, membina

akhlak mulia, mengembangkan kekuatan masyarakat, dan ikut serta dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu pesantren berperan sebagai

keluarga yang membentuk watak dan personalitas pelajar dan menjadi

6
HM. Amin Haedari,dkk,Masa Depan Pesantren. (Cet.1;Jakarta: IRD Pres, 2000).h.
3.

6
tauladan masyarakat dalam segala hal sehingga memiliki potensi untuk

mengembangkan masyarakat.7

Keberadaan Pondok Pesantren yang berasal dari dan oleh masyarakat,

tentunya tahu apa yang berkembang di tengah lingkungannya. Dengan

demikiaan Pondok Pesantren akan menyadari bahwa setiap proses apapun

tentu akan mengalami perubahan. Dalam itu era zaman sekarang Pondok

Pesantren merespon perubahan sosial,budaya,politik yang terjadi sehingga

pesantren akan memperbaruhi diri. Perubahan itu dilakukan secara bertahap

dan perlahan dengan melihat kemampuan dan budaya pada diri santri, hal ini

untuk menghindari timbulnya kegoncangan pada diri santri.

Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong merupakan suatu

lenbaga pendidikan Islam yang didalamnya dikembangkan pula pendidikan

formal dengan kurikulum nasional. Pendidikan formal yang ada didalamnya

yaitu pendidikan tingkat menengah SLTP, SMU dan MA.

Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong bertujuan

membentuk insan yang saleh dan muslim dalam mewujudkan cita-cita yang

lurus dan suci itu tidak terlepas dari rintangan seperti pesatnya pembangunan

dan masuknya budaya asing ke Indonesia. Arus globlalisai akan

menimbulkan berbagai permasalahan pada diri santri, seperti masalah social

dan masalah pribadi.

Santri yang masuk ke pondok memiliki latar belakang yang berbeda,

hal ini didukung oleh luasnya daerah santri, mulai dari daerah Nusa Tenggara

7
Ahmad Afif,Psikologi Kaum Brsarung, (Makassar: Alauddin University Press.
2013),h. 100

7
Timur, Aceh, Seram ,kota Sorong dan sekitarnya. Beragamnya latar belakang

ini tentu saja melahirkan beberapa perbedaan, baik itu perbedaan karakter,

adat istiada dan bahasa, sehingga di butuhkan adaptasi. Kegagalan adaptasi

akan menimbulkan masalah tersendiri, seperti santri merasa kurang nyaman

dengan segala aturan tata tertib pondok, sehingga cenderung melakukan

pelanggaran baik yang disegaja maupun yang tidak disegaja.

Kenakalan santri pada umumnya tidak bereda dengan kenakalan

remaja, namun kenakalan santri pada umunnya bersifat pelanggaran terhadap

tata tertib yang berlaku di pondok pesantren, seperti membolos sekolah,

merokok, meninggalkan pondok pesantren tanpa izin, meminjam tanpa izin,

mencuri, hanya sebagian kecil yang menjurus kepada pelanggaran hukum.

Dalam Alquran Allah swt, memerintahkan kepada orang tua untuk menjaga

anaknya agar tidak melakukan dan kejahatan sebagaimana firman dalam QS.

At-Tahrim 66 .

Terjemahnya:

Wahai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang di perintahkan.8

8
Kementerian Agama Ri,Mushaf Al-Kamil: Al-Quran dan Terjemahnya
(Jakarta:cv.Darus Sunnah.2015) h.561

8
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang tua harus memelihara diri dan

keluarganya dari siksa api neraka dengan cara menjauhi kejahatan dan

kenakalan, apabila orang tua melihat anaknya melakukan kejahatan dan

kenakalan maka orang tua harus mencegahnya dan melarang untuk

melakukannya. Termasuk melanggar norma yang berlaku di masyarakat,

apabila ada yang melanggarnya maka orang yang melanggar disebut nakal

atau jahat.

Kehidupan di Pondok pesantren tidak lepas dari masalah yang berkaitan

dengan santrinya. Tanpa di kehenaki, perilaku menyimpang santri seringkali

menghiasi kehidupan social di pesantren. Peraturan yang di tetapkan oleh

pesantren tidak lantas membuat santri selalumengikuti dan sejalan dengan

tujuan peraturan.

Aktivitas pendidikan santri di pondok pesantren Hidayatullah

Kabupaten Sorong berlangsung hamper sehari semalam. Santri memiliki

aktivitas dan bangun tidur jam 03.30 WIT untuk melaksnakan shollat tahajud

sampai menjelang subuh,sampai malam hari jam 22.00 WIT. Hampir tidak

ada waktu untuk melakukan kegiatan yang tidakbernilai pendidikan. Akan

tetapi masih banyaknya santri yang melanggar dan kenakalan santri di

pesantren. Hal ini terlihat masih banyak santri yang melanggar tata tertib

pondok pesantren, seperti terlambat ke masjid, keluar lingkungan pondok

tanpa izin kepada yang mempunyai wewenang memberikan izin, bermalam di

luar pondok, memakai pakaian tidak mendidik.9

9
Buku Pedoman Santri Pondok Pesantren Hidayatullah Kab. Sorong

9
Berdasarkan dari permasalahan tersebut di atas, penulis termotivasi

untuk meneliti lebih jauh terkait dalam mengatasi penyimpangan dan

kenakalan di lingkungan Pondok pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong.

Mengingat santri termasuk agen perubahan yang kehadirannya diharapkan

mampu menjawab tantangan-tantangan moderinitas di masyarakat.

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Fokus penelitian adalah batasan penulisan sehingga ruang

lingkupnya menjadi jelas, olehnya itu penulis memfokuskan pada Metode

menangani kenakalan santri Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten

Sorong Propinsi Papua Barat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas,maka dapat di rumuskan

pokok permasalahannya yaitu “Bagaimana Metode pendampingan dalam

penanganan Kenakalan Santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong”

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetauhi Metode pendampingan dalam penanganan Kenakalan

Santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong

2. Kegunaan penelitian

Kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini dapat

diklarifikasikan menjadi dua yaitu;

10
a. Kegunaan Teoritis

1) Diharapkan bisa menjadikan bahan rujukan untuk mahasiswa yan

melakukan penelitian tentang metode menangani kenakalan santri

Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong dan penelitian ini

diharapkan dapat memberikaan sumbangan dalam tangka

memperkaya referesi dalam penelitian.

2) Mengetauhi secara rinci tentang bentuk-bentuk kenakalan santri di

Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong, faktor

pendukung dan penghambat dalam mengatasi kenakalan santri.

b. Kegunaan Praktis

1) Diharapakan penelitian dapat bermanfaat bagi para santri,pengurus

santri orang tua serta para guru.

2) Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai wacana baru yang

dapat membeikan inspirasi dan dapat membantu memberikan solusi.

E. Kajian Pustaka

Untuk melengkapi data dan pengetahuan dalam proses penelitian ini, di

perlukan kajian terdahulu penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-

peneliti terdahulu terkait metode pendampingan dalam penanganan kenakalan

santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong, oleh karena itu perlu adanya

kajian pustaka. Berdasarkan pengamatan kepustakaan yang telah peneliti lakukan,

ada beberapa karya tulis yang relevan dengan tema yang peneliti angkat, yaitu:

Yang pertama jurnal yang ditulis oleh Muhammad Affan Iskandar yang

berjudul “Metode Musyrif Dalam Mengatasi Kenakalan Santri Di Pondok

11
Pesantrenattaqwa Putera Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi”. Dimana

penelitian ini menjelaskan tentang Metode Musyrif Dalam Mengatasi Kenakalan

Santri Di Pondok Pesantrenattaqwa Putera Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi.

Hasil penelitian Muhammad Affan Iskandar, menunjukan bahwa ada tiga langkah

yang dilakukan oleh Musyrif (pembimbing) dalam mengatasi kenakalan santri,

pertama adalah langkah Preventif, kedua langkah Represif dan ketiga adalah

langkah Kuratif sedangkan faktor pendukung dalam mengatasi kenakalan santri

yaitu terdapat penanaman ajaran agama dari pihak pesantren, santri memiliki

kesadaran untuk taat kepada tata tertib, terjalinnya kerjasama antara Bimbingan

Konseling di asrama dengan Bimbingan Konseling di sekolah, terjalinnya

komunikasi secara intensif dengan orang tua santri. Adapun faktor

penghambatnya adalah padatnya aktifitas santri sehingga kurang intensif dalam

memberikan bimbingan, kurangnya penanaman pengajaran agama oleh orang tua

sebelum memasukkan anaknya ke pondok pesantren dan kuatnya santri dalam hal-

hal yang bersifat negatif. Implikasi penelitian ini diharapkan kepada pihak orang

tua agar memberikan perhatian dan meperhatikan kebutuhan anaknya. Orang tua

wajib membimbing anaknya, ketika anak masuk pondok pesantren tidak lantas

menggugurkan orang tua untuk membimbing anaknya. Kepada pengurus asrama

baiknya untuk tidak terlalu cepat menyalahkan santri yang nakal. Usahakan untuk

mengetahui dan memahami masalah-masalah yang sedang mereka hadapi,

Lakukan kunjungan ke rumah (home visit) agar lebih mengetahui mengenai latar

belakang santri yang bermasalah. Kepada santri perilaku negatif hanya

mendatangkan keburukan untuk diri sendiri dan orang lain, olehnya itu patuhilah

12
peraturan-peraturan yang berlaku baik di pondok pesantren, di sekolah maupun di

masyarakat, sehingga keberadaannya kalian dapat memberikan manfaat untuk

orang lain. Dalam penelitian Muhammad Affan Iskandar, meneliti tentang Metode

Musyrif dalam Mengatasi Kenakalan Santri Di Pondok Pesantrenattaqwa Putera

Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi, sedangkan penulis meneliti tentang

Metode Pendampingan Dalam Penanganan Kenakalan Santri Di Pesantren

Hidayatullah Kabupaten Sorong.

Yang kedua skripsi yang ditulis oleh Nurjanah Jurusan Dakwah Dan

Komunikasi STAIN Purwokerto, 2014. Dengan judul “Upaya Pondok Pesantren

Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja (Studi Kasus Pondok Pesantren Baitusshofa

di Desa Sumbang, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas Tahun 2014)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan di

Pondok Pesantren Baitusshofa dalam mengatasi kenakalan remaja. Subjek

penelitian ini adalah pengasuh, pengurus, ustadz dan santri remaja yang

bermasalah yang datang ke pondok pesantren Baitusshofa. Jenis penelitian yang

digunakan adalah kualitatif deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan upaya apa

saja yang dilakukan pondok pesantren Baitusshofa dalam mengatasi kenakalan

remaja. Metode pengumpulan data yang digunakan dengan cara wawancara

(interview), observasi dan dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisis, peneliti

menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian ini menunjukan bahwa

Pondok Pesantren Baitusshofa merupakan sebuah lembaga pendidikan agama

yang memfungsikan dirinya dalam mengatasi kenakalan remaja. Adapun jenis

masalah kenakalan remaja yang ditangani seperti minum-minuman keras,

13
narkoba, berjudi, mencuri, hubungan seks diluar nikah dan berbagai masalah

sosial lainnya. Faktor yang menyebabkan kenakalan karena lingkungan keluarga

yang kurang mendukung dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung.

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kenakalan remaja antara lain dengan

tindakan preventif, represif, dan kuratif.

Yang ketiga skripsi yang ditulis oleh Aan Fauzan Rifa’I Jurusan Pendidikan

Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2009. Dengan judul “Kenakalan Remaja Di Kalangan Santri Putra Di

Asrama Diponegoro Pondok Pesantren Yayasan Ali Maksum Krapyak

Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kenakalan remaja yang

terjadi di asrama Diponegoro adalah (1) kenakalan ringan, yaitu bentuk kenakalan

remaja yang tidak terlalu merugikan atau membahayakan diri sendiri maupun

orang lain. Contohnya seperti membolos sekolah. (2) kenakalan sedang yaitu

kenakalan yang mulai terasa akibat negatifnya, baik kepada diri sendiri maupun

orang lain. Contohnya seperti mencuri arus listrik. (3) kenakalan berat merupakan

kenakalan remaja yang terasa merugikan diri sendiri dan orang lain, masyarakat

dan negara dimana perbuatan tersebut sudah mengarah pada perbuatan yang

melawan hukum. Contohnya seperti minum-minuman keras. Sebab-sebab

kenakalan yang terjadi antara lain karena faktor internal yaitu faktor yang datang

dari dalam diri sendiri, tanpa pegaruh orang lain maupun lingkungan sekitar.

Selain itu juga ada faktor eksternal yaitu hal-hal yang mendorong timbulnya

kenakalan tersebut, yang berasal dari luar diri anak. Sementara itu upaya yang

dilakukan pembimbing dalam mengatasi kenakalan santri adalah (1) upaya

14
represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan menahan kenakalan yang

lebih parah. Misalnya seperti memanggil orang tua atau wali santri yang

bermasalah. (2) upaya kuratif yaitu tindakan revisi akibat perbuatan nakal

terutama individu yang telah melakukan kenakalan tersebut. Misalnya seperti

mengeluarkan atau mengembalikan santri yang bermasalah kepada orang tuanya.

Selain berupaya mengatasi kenakalan, pembimbing juga berupaya melakuakan

upaya preventif (pencegahan) yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah

timbulnya kenakalan baru atau meluasnya kenakalan terutama terhadap santri

baru. Penelitian Ketiga yang menjadi perbedaan skripsi Aan Fauzan Rifa’I dan

Penulis adalah lokasi penelitian, dimana pada penelitianya Aan Fauzan Rifa’I

berlokasi di Pondok Pesantren Yayasan Ali Maksum Krapyak Yogyakarta

sedangkan Penulis bertempat di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong.

F. Kajian Teori

Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun

secara sistematis yang menyatakan hubungan antara dua konsep atau lebih dan

dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena yang ada secara

sistematis. Dengan kata lain, teori adalah konstruk (konsep), definisi, dan proporsi

yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sisematis.10

1. Metode

Metode yaitu berasal dari bahasa yunani, yaitumethodos.Methodos

berasaldari kata “meta” dan “hodos”. Meta berarti melalui, sedang hodos

berarti jalan sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui atau cara
10
Nurhayati, Skrpsi; Penerapan Prinsip-Prinsip Muamalah Dalam Peningkatan Konsumen
(Sorong: STAIN Sorong), h.14.

15
untuk melakukansesuatuatau prosedur.11 Adapun dalam bahasa Arab,

metodebisa bermakna “Minhaj, al-Wasilah, al-Thariqah”. Semua kata ini

berarti jalanatau cara yang harus ditempuh.12 Sejalan dengan itu, menurut

(Hardini &Puspitasari,2012:33) Metode adalah cara krja yang bersistem

untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatanguna mencapai tujuan yang

ditentukan13.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai

carateratur untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai

dengan yang dikehendakinya, cara kerja yang bersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

dikehendaki.14

Thohari Musnamar menyebutkan metode sering diartikan sebagai

cara untuk mendekati masalah sehingga diperoleh dengan hasil yang

memuaskan. Metode tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a. Metode Langsung

Metode langsung (metode komunikasi langsung) adalah pembimbing

melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang

dibimbingannya, metode ini dapat dirinci menjadi:

1) Metode Individual

11
Nasution. Didaktik Asas-asas Mengajar.(Jakarta : Bumi Aksara : 2010.).h.2
12
Ilyas, As Nelly. Mendambakan Anak Shaleh.(Bandung: Al-Bayan. 2012).h.30
13
Hardini, Isriani dan Dewi Puspitasari. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep, &
Implementasi).(Yogyakarta: Familia: 2012).h.33
14
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka
2014), h. 740.

16
Pembimbing melakukan komunikasi langsung secara

individual dengan pihak yang dibimbingnya, hal ini dapat digunakan

dengan menggunakan teknik:

a) Percakapan Pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog

langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing.

b) Kunjungan kerumah (home visit), yakni pembimbing

mengadakan dialog dengan yang dibimbingnya tetapi

dilaksanakan di rumah orang yang dibimbing sekaligus

mengamati keadaan rumah dan lingkungannya.15

2) Metode Kelompok

Menggunakan metode kelompok, pembimbing akan dapat

mengembangkan sikap sosial,memahami peran dan bimbingan

dalam lingkungannya menurut pengelihatan oranglain dalam

kelompok. Pembimbing melakukan komunikasi dengan orang yang

dibimbing dalam kelompok, hal ini dapat dilakukan dengan teknik-

teknik sebagai berikut:

a) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan bimbingan

dengan cara mengadakan diskusi bersama kelompok yang

memunyaimasalah yang sama.

b) Karya wisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan secara

langsung dengan menggunakan ajang karya wisata sebagai

forumnya.

15
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam(Yogyakarta:
UII Press, 2012), h. 49

17
c) Sosiodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan bermain

peran untuk memecahkan/mencegah timbulnya masalah

psikologi.

d) Group Teaching,yakni pemberian bimbingan dengan memberikan

materi bimbingan tertentu kepada kelompok yang dibimbing.16

b. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung adalah metode yang dilakukan melalui media

komunikasi massa, hal ini dapat dilakaukan secara individual atau

kelompok, bahkan massa, seperti:

a) Metode Individual

(1) Melalui surat menyurat.

(2) Melalui telepon.

b) Metode Kelompok/Masaal

(1) Melalui papan bimbingan.

(2) Melalui surat kabar/majalah.

(3) Melalui brosur.

(4) Melalui radio.

(5) Melalui televisi.

Metode yang digunakan dalam melakukan bimbingan tergantung

pada masalah yang dihadapi dan keadaan orang yang dibimbing.17

Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Metode

adalah cara untuk melakukan atau menyajikan materi pelajaran untuk

16
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, h. 50
17
Ibid. h. 50

18
mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu pembelajara.

Namun, yang dimaksud penulis dalam pemelitian ini yang dimaksud

Metode adalah cara untuk melakukan bimbingan terhadap kenakalan santri

yang ada di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong.

a. Bentuk-bentuk kenakalan Santri

Bentuk kenakalan santri di pondok pesantren seperti:

1) Kenakalan ringan seperti: terlambat masuk sekolah, merokok, tidak

mengaji, memalsukan tanda tangan guru ngaji.

2) Kenakalan sedang sepeti: berkelahi, mencuri, meninggalkan shalat,

membolos (tidak masuk sekolah tanpa keterangan), meninggalkan

pondok tanpa izin.

3) Kenalan berat seperti: kasus narkoba, minuman keras, pelecehan

seksual.18

Bentuk-bentuk kenakalan santri di atas dapat disimpulkan bahwa

kenakalan yang dilakukan oleh santri adalah kenakalan yang umumnya

bersifat melanggar tata tertib pesantren dan hanya sebagian kecil yang

menjurus kepada pelanggaran hukum.

b. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Santri

a) Faktor Eksternal

Faktro ekternal tersebut adanya pengaruh dari teman sebaya,

kecewa terhadap pembina dan pengurus pondok pesantren.

Pembina dan pengurus tidak dapat memberikan contoh perilaku

18
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=151703&val=4059 (Tanggal 12
April 2019, Jam 14.00 WIT)

19
yang baik, tidak dapat mengurus dan mendidik dengan profesional.

Pengaruh teman sangat kuat, terutama untuk perilaku melanggar

peraturan secara bersama-sama sehingga santri tidak takut

melanggar.

b) Faktor Internal

Perilaku melanggar peraturan terjadi karena santri tidak

memahami visi dan misi pesantren. Kalaupun santri mengetahui

visi dan misi namun pengetahuan tidaktercermin dalam perilaku

sehari-hari. Bahkan pelanggaran dilakukan berkali-kali, itu

menandakan santri tersebut tidak jera pada hukuman.19

Terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan santri di

atas maka dapat disimpulan bahwa faktor tersebut datang dari

berbagai arah, seperti faktor orang tua yang terlalu memanjakan

anaknya sehingga anak menjadi pribadi yang tidak bertanggung

jawab dan mandiri. Lingkungan pesantren, masing-masing individu

mempunyai latar beralakang yang berbeda-beda satu sama lainya

hal ini yang mengharuskan santri mempuyai adaptasi yang baik

sehingga tidak terjadi kesalahan dalam bergaul karena apabila

santri tidak dapat beradaptasi dengan baik maka akan terjadi

konflik dalam diri santri sendiri hal ini akan membuat santri tidak

betah berada di pondok dan mempunyai kecenderungan untuk

melangga tata tertib pondok seperti bermalam di luar asrama. Dan

lingkungan luar pesantren, kontrol diri yang lemah akan membuat


19
http://jurnal.psikologiup45.com/wp-content/uploads/2007/10/Jurnal-Psikologi-vol-11-
2015d-.pdf (Tanggal 12 April 2019, Jam 14.00 WIT)

20
santri tidak dapat memfilter budaya asing yang masuk kedalam

pondok pesantren.

Padatnya kegiatan dan ketatnya peraturan yang harus dipatuhi

membuat kondisi santri menjadi lebih tertekan. Santri yang berada

dalam tekanan melampiaskan kondisi emosional yang dirasakan dengan

perilaku menentang aturan yang ditandai dengan pelanggaran tata tertib.

Teman sebaya dengan perilaku negatif menjadi alasan bagi santri

melakukan perilaku pelanggaran aturan, dimana santri cenderung

berperilaku sama sesuai dengan kelompok teman sebaya. Santri lebih

cenderung berorientasi kepada teman sebaya dikarenakan santri lebih

banyak menghabiskan waktu bersama teman sebaya.

2. Pendampingan

Dalam perspektif sejarah peradaban manusia, sesungguhnya usia

pendampingan setua umur manusia di bumi. Semangat, sikap, dan

tindakan memedulikan dan mendampingi sesama yang mengalami krisis

melekat erat dengan sejarah keberadaan dan peradaban manusia. Bahkan

pendampingan merupakan cara manusia memberadakan dan

memberadabkan diri. Dengan semangat, sikap dan tindakan mendampingi

orang yang mengalami krisis, manusia berada dan beradab. Tanpa

pendampingan pada orang yang mengalami krisis, manusia tidak beradab

dan tidak dapat disebut sebagai manusia. Dengan saling mendampingi

21
manusia mampu mempertahankan dan memberadabkan keberadaannya

sampai masa kini.20

Pendampingan adalah proses perjumpaan pertolongan antara

pendamping dan orang yang didampingi. Perjumpaan itu bertujuan untuk

menolong orang yang didampingi agar dapat menghayati keberadaannya

dan mengalami pengalamannya secara penuh dan utuh, sehingga

dapatmenggunakan sumber-sumber yang tersedia untuk berubah,

bertumbuh, dan berfungsi penuh secara fisik mental, spiritual dan sosial.

Pendampingan terutama mengacu pada semangat, tindakan memedulikan

dan mendampingi secara generik. Biasanya, pendampingan mengacu pada

hubungan bantuan psikologis secara informal sebagai lawan pada

hubungan bantuan psikologis secara formal dan profesional.

Pendampingan bisa dihubungkan dengan sikap dan tindakan yang

dilakukan oleh orang yang tidak berprofesi bantuan psikologis secara

penuh waktu, namun menginginkan layanannya lebih manusiawi.21

3. Kenakalan Santri

Asal usul kata santri, ada tiga pendapat yang bisa dijadikan acuan.

Pertama, pendapat Jhons dalam buku Tradisi Pesantren mengatakan bahwa

istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Kedua

20
Wiryasaputra, Totok. S. Ready To Care: Pendamping dan Konseling Psikoterapi.
(Yogyakarta: Galang Press: 2014).h.17
21
Ibid, 2014.h.17

22
menurut C.C Berg istilah tersebut berasal dari kata shastri, yang dalam

bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau

seorang sarjana ahli kitab suci Agama Hindu. Ketiga, menurut M.

Chaturverdi dan BN Tiwari istilah Shastri berasal dari kata Shastra yang

berarti buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang ilmu

pengetahuan.22

Santri dapat digolongkan menjadi dua kelompok menurut statusnya,

yaitu:

1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan

menetap di pesantren. Santri mukim yang lama tinggal (santri senior),

senior di pesantren tersebut biasanya merupakan satu kelompok

tersendiri yang memegang tanggung jawab mengurusi kepentingan

pesantren sehari-hari.

2) Santri kalong (pulang pergi), yaitu para santri yang berasal dari desa-desa

sekitar pesantren. Mereka pulang pergi (ngelajo) dari rumahnya sendiri.

Para santri kalong berangkat ke pesantren ketika ada tugas belajar dan

aktifitas pesantren lainnya.23

Yang dimaksud santri dalam penelitian ini adalah siswa Madrasah

Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah yang bertempat tinggal di Pondok

Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong. Sedangkan pengertian siswa itu

sendiri adalah peserta didik pada satuan pendidikan dasar jalur sekolah.

Dalam Pasal 1 ayat 4 UUSPN/2003 dijelaskan bahwa peserta didik adalah


22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kiyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia, h. 41.
23
HM. Amin Haedari, dkk, Masa Depan Pesantren (Cet. I; Jakarta: IRD Press, 2009), h.
35.

23
anggota masyarakat yang berusaha potensi diri melalui proses pembelajaran

yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.24

Sebagai santri atau siswa mereka memiliki kewajiban yang harus

dilaksanakan dan juga hak yang dapat dituntut bila tidak sesuai dengan

peraturan. Sedangkan yang paling berkaitan erat dengan tema kenakalan

remaja di sini adalah mengenai kewajiban sebagai santri sekaligus siswa.

Dijelaskan dalam pasal 12 ayat 2 UUSPN/2003 bahwa setiap peserta didik

berkewajiban :

a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan

proses dan keberhasilan pendidikan.

b. Ikut menanggung biaya penyelengaraan pendidikan, kecuali bagi peserta

didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.25

Selain kewajiban yang tetuang dalam undang-undang tersebut, pada

umumnya setiap sekolah atau lembaga pendidikan lainnya juga memiliki

peraturan tertentu yang khusus berlaku di sekolah itu saja. Begitu juga

dengan di Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong, di sini juga

memiliki peraturan-peraturan yang khusus diterapkan pada para santri

penghuninya. Maka apabila dengan sengaja melanggar ketentuan atau

peraturan tersebut maka dapat disebut sebagai tindakan menyimpang atau

kenakalan dan anak atau siswa pelakunya disebut anak nakal.

4. Upaya Untuk Mengatasi Kenakalan Santri

24
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), hal. 14
25
Undang-Undang Sistem Pendidikan..., hal 13.

24
Dalam mencegah dan mengatasi kenakalan santri ada beberapa

tindakan yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

3) Tindakan Preventif yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah

timbulnya kenakalan. Upaya ini bisa dilakukan dengan beberapa

pendekatan, misalnya pendekatan psikologis dan keagamaan. Ini adalah

usaha yang paling mudah dan efektif untuk dilakukan, karena bersifat

pencegahan, karena jika kenakalan sudah meluas akan lebih sulit untuk

menanggulanginya. Namun demikian, upaya ini tidak bisa dilakukan

secara sepihak, tetap harus melibatkan orang lain.

Upaya ini menurut ruang lingkupnya terbagi menjadi tiga, yaitu:

a) Dalam keluarga. Dalam lingkungan keluarga, upaya untuk mengatasi

kenakalan yang bisa dilakukan antara lain dengan berusaha

mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan anak secara wajar,

menciptakan suasana yang harmonis, menanamkan sifat disiplin,

mengadakan kontrol dan pengawasan terhadap kegiatan anak dalam

pergaulannya, dan mengisi waktu luang dengan kegiatan yang

positif.26 Selain itu, pendidikan agama dalam keluarga juga sangat

penting, karena dari keluargalah anak menerima pendidikan dasar

yang akan berpengaruh besar pada pembentukan karakternya.

Pendidikan agama sangat penting dalam upaya pencegahan kenakalan

remaja. Karena agama mengajarkan pada diri remaja sifat-sifat kasih

26
Bimo Walgito, Kenakalan Remaja, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
UGM, 1982), hal. 49.

25
sayang, lapang dada, dan sifat-sifat yang mendorong remaja berbuat

baik.

b) Dalam sekolah. Upaya preventif yang bisa dilakukan dalam

lingkungan sekolah diantaranya :

(1) Mengadakan hubungan yang erat dengan orang tua murid

sehingga saling ada pengertian antara orang tua dan sekolah

dalam hal mengawasi pendidikan anak.

(2) Mengisi jam kosong dengan kegiatan positif.

(3) Mengadakan kegiatan ekstra kulikuler, sehingga akan mengurangi

aktifitas yang kurang bermanfaat.

(4) Mengusahakan kurikulum yang dipakai konstan.

(5) Mengadakan operasi ketertiban secara kontinyu.

(6) Menciptakan kesatuan norma sekolah.27

c) Dalam masyarakat. Upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah

timbulnya kenakalan remaja dimasyarakat antara lain:

(1) Menggiatkan kegiatan pendidikan agama dimasyarakat.

(2) Mengadakan kontrol terhadap kegiatan dan pergaulan remaja.

(3) Mengadakan fasilitas untuk kegiatan remaja.

(4) Memperbanyak kegiatan remaja yang positif.

(5) Penyaringan terhadap media massa.

(6) Mengupayakan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Dalam upaya ini, partisipasi pemerintah sangat dibutuhkan untuk

memperbaiki kehidupan warga masyarakatnya.


27
Bimo Walgito, Kenakalan Remaja...hal. 60.

26
4) Tindakan Represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan menahan

kenakalan yang lebih parah. Adapun jenis dan proses pelaksanaan dari

upaya ini antara lain :

a) Anak itu dikembalikan kepada orang tuanya atau walinya.

b) Anak itu dijadikan anak Negara.

c) Dijatuhi hukuman.

Dalam hal pelaksanaannya, Zakiyah Daradjat menjelaskan

hendaknya usaha yang dilakukan, baik berupa pengusutan, penahanan,

penuntutan, maupun hukuman yang dilakukan menjamin rasa kasih sayang

kepada anak atau remaja. Sebaiknya menghindari anggapan bahwa mereka

jahat dan pantas dihukum atau dibenci, tapi anggaplah mereka orang baik

yang terlanjur berbuat kesalahan karena suatu sebab. Jika pelaksanaan

upaya tersebut dapat dilaksanakan dengan penuh pengertian dan kasih

sayang maka tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.28

5) Tindakan Kuratif dan rehabilitasi adalah revisi akibat perbuatan nakal

terutama individu yang telah melakukan kenakalan tesebut. Menurut

Kartini Kartono, diantara bentuk-bentuk pelaksanaan dari upaya ini

adalah:

a) Menghilangkan semua sebab-sebab kenakalan.

b) Melakukan perubahan lingkungan.

c) Memberi latihan pada remaja untuk hidup tertib.

d) Memanfaatkan waktu senggang untuk kegiatan positif.

28
Zakiyah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang,
1971) h.102.

27
e) Menggiatkan organsasi pemuda atau remaja dengan program-program

latihan voksional untuk mempersiapkan remaja dalam pasaran kerja.

f) Memperbanya lembaga pelatihan kerja bagi remaja.

g) Mendirikan klinik psikologi untuk meringankan dan memecahkan

konflik emosional dan gangguan kejiwaan lainnya.29

Tindakan ini tidak hanya ditujukan pada anak atau remaja yang

bersangkutan saja, tetapi juga pada orang tua maupun pengasuh juga, agar

supaya mereka memperoleh pengetahuan tentang cara yang lebih baik

dalam membina anak.

5. Pengertian Pondok Pesantren

Pada dasarnya pondok pesantren adalah asrama pendidikan Islam

tradisional dimana para siswanya tinggal dan belajar bersama di bawah

bimbingan seorang (atau lebih) guru yang biasa disebut dengan ”kyai”.30

Dalam sebuah pesantren sekurang-kurangnya biasanya terdiri dari tiga

unsur, yaitu :

1) Kyai, yaitu sebagai guru yang mengajarkan ilmu kepada para murid.

Biasanya kedudukannya sebagai pengasuh atau pemegang kendali

pesantren.

2) Santri, yaitu para murid yang belajar di pesantren, baik dia tinggal

menetap di pesantren tersebut maupun tidak.

3) Masjid, selain sebagai tempat ibadah, di pesantren masjid biasanya

29
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2008), h. 97-98.
30
Zakiyah Daradjat, Membina..., h. 45

28
sekaligus berfungsi sebagai sentral kegiatan belajar mengajar.

b. Tujuan Pondok Pesantren

Tujuan pondok pesantren dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Tujuan khusus, yakni mempersiapkan para santri untuk menjadi orang

yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai serta

mengamalkannya dalam masyarakat.

2) Tujuan khusus, yakni membimbing anak didik untuk menjadi manusia

yang berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya

menjadi muballigh Islam dalam masyarakat sekitar dengan ilmu dan

amalnya.31

Dari tujuan diatas, dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai salah

satu sub sistem pendidikan nasional, maka tujuannya pun harus bersifat

integral, yaitu dapat menampung cita-cita ’ulama sekaligus negara.

c. Materi Pelajaran di Pondok Pesantren

Seperti yang dikutip oleh Dawam Raharjo, bahwa sebagian besar

mata pelajaran pondok pesantren terbatas pada kajian ilmu yang secara

langsung membahas masalah aqidah, syari’ah, dan bahas Arab, antara lain

Al Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqidah, fiqh dan ushul fiqhnya,

hadits dengan musthola’ah haditsnya, bahasa Arab dengan ilmu ’alatnya

seperti nahwu, shorf, bayan, ma’anii, badi’, dan ’aruh, tarikh, manthiq,

dan tasawwuf.32
31
M. Arifin,M.Ed, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam dan Umum, (Jakarta : Bina
Aksara, 2010) , h. 240.
32
Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta :LP3ES, 2009), h. 86.

29
Namun demikian, pada masa sekarang ini kebanyakan pondok

pesantren telah memiliki sistem pendidikan yang lebih modern, yaitu

dengan mendirikan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal yang

berada dibawah naungan pondok pesantren. Mengenai kurikulum yang

dipakai biasanya perpaduan antara kurikulum dari pemerintah dan pondok

pesantren. Jadi bagi santri selain mengaji, mereka juga bisa mendapatkan

pendidikan secara formal di madrasah.

d. Sistem Pengajaran di Pondok Pesantren

Secara garis besar, pengajaran di pondok pesantren ada dua macam

cara, yaitu :

1) Sorogan

Berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti sodoran atau yang

disodorkan. Maksudnya suatu sistem belajar secara individu, diman

santri menyetorkan hasil belajarnya, baik berupa membaca Al Qur’an,

kitab, atau telaahnya kepada kyai secara berhadapan langsung.

Dengan begitu akan terjadi saling mengenal yang lebih akrab

antara kyai dan santri. Dan juga dapat menciptakan hubungan kyai-

santri yang sangat dekat karena kyai dapat mengenal santrinya secara

lebih mendalam baik kemampuannya maupun pribadinya secara satu

persatu.

Dengan sistem ini, kyai senantiasa berorientasi pada satu tujuan,

yaitu selalu berusaha santri tidak hanya bisa membaca kitab saja, tapi

juga mengerti dan memahami isi kitab yang dikaji.

30
2) Bandongan

Sistem ini sering disebut juga dengan halaqoh, dimana dalam

pengajian, seorang kyai membaca sebuah kitab, sedang para santri

membawa kitab yang sama kemudian mendengarkan dan menyimak

bacaan atau pengajian dari kyai.33

c. Metode Penelitian

1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Dalam rencana penelitian ini penulis menggunakan penelitian

kualitatif, dimana penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. 34 Selain itu penelitian kualitatif

juga sering dipandang sebagai perspektif intensif atau mikro yang berdasar

studi kasus atau fakta yang diperoleh dari situasi-situasi tertentu, tetapi

sebetulnya dapat menjadi berskala besar atau pendekatan yang

mengungkap makna-makna dan konteks perilaku individu.35

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian untuk mendapatkan data, harus mengetahui

instrument penelitian, dan dalam penelitian ini penulis akan menggunakan

teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut :

33
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009)
h.50.
34
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012) h.49
35
Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 1997), h. 116-117.

31
a. Observasi yaitu suatu kegiatan atau teknik yang digunakan untuk

mengetahui sesuatu yang sedang terjadi atau yang sedang dilakukan

merasa perlu untuk melihat sendiri, mendengarkan sendiri atau

merasakan sendiri.

b. Interview (wawancara), digunakan sebagai teknik pengumpulan data

tetapi tidak berdasarkan sejumlah pertanyaan yang telah disusun dengan

mendetail dengan alternativjawaban yang telah dibuat sebelum

melakukan wawancara, melainkan berdasarkan pertanyaan yang umum

yang kemudian didetailkan dan dikembangkan ketika melakukan

wawancara atau setelah melakukan wawancara untuk melakukan

wawancara berikutnya.

3. Analisis Data

Dalam menganalisis data penulis menggunakan teknik deskriptif

analisis, dimana harus dijelaskan tentang teknik analisis data yang akan

dipakai dalam menjawab rumusan masalah dan pengujian hipotesis

penelitian.36 Data yang akan dianalisis adalah data yang diperoleh pada

waktu melakukan penelitian pada pengurus Pesantren Hidayatullah

Kabupaten Sorong.

4. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian mengenai “Metode pendampingan dalam

penanganan Kenakalan Santri” yang lokasi penelitiannya akan dilakukan

di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong. Tahun 2018.

36
Arifin, Penelitian Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif, (Yogyakarta: Lilin Prasada
Pers, 2010), h. 65

32
5. Sumber Penelitian

Data yang dikumpulkan ini adalah data tentang Metode

pendampingan dalam penanganan Kenakalan Santri. Untuk mlengkapi

data primer maka perlu ditambah data penunjang yakni dengan data yang

dikumpulkan dari literature seperti buku, jurnal, artikel dan sekripsi

terdahulu.

G. Sistematika Pembahasan

Sebagai gambaran awal dari keseluruhan isi skiripsi ini, penulis

menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang

masalah, yang membahas mengenai apa saja yang melatar belakangi penulis

mengangkat judul skiripsi ini. Fokus Masalah, Rumusan masalah, tujuan

penelitian, Manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, berisi tentang setting lokasi penelitian, gambaran umum di

pondok pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong.

Bab ketiga, berisi tentang Bentuk-benruk kenakalan sanrti dan metode

Pendampingan dalam Penanganan Kenakalan Santri di Pesantren Hidayatullah

Kabupaten Sorong.

Bab keempat, berisi tentang Kendala-kendala yang dihadapi Penanganan

Kenakalan Santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong

Bab kelima, berupa penutup yang terbagi menjadi dua yaitu kesimpulan dan

saran yang bersifat kontruktif agar semua upaya yang pernah dilakukan serta

segala hasil yang telah dicapai bisa ditingkatkan lagi dengan lebih baik.

33
34
BAB II

SETTING LOKASI PENELITIAN

A. Identifikasi Pondok Pesantren

Sebelum penulis memapatkan tentang sejarah pondok pesantren

Hidayahtullah Cabang Sorong, penulis ingin memaparkan terlkebih dahulu

tentang Hidayatullah agar pembaca lebih paham.

Hidayatullah adalah bukan sekedar pondok pesantren. Akan tetapi

merupakan sebuah Organisasi Masa (Ormas). Hidayatullah berdiri pada

tanggal 07 Januari 1973 / 2 djulhijjah 1392 H, di balik papan dalam bentuk

yayasan sebuah Pesantren, oleh Ust. Abdullah Said (Alm), Hidayatullah lahir

pada saat umat islam sedang menantikan datangnya abad XV Hyang diyakini

sebagai abad kebangkitan Islam.

Seiring dengan berjalannya waktu, Hidayatullah berkembang dengan

berbagai amal usaha di bidang social, dakwah, pendidikan, dan ekonomi yang

terbesar di berbagai daerah tanah air. Melalui Musyawarah Nasional

(MUNAS) I (pertama), pada tanggal 9-13 Juli 2000, di Balik Papan,

Hidayatullah berubah menjadi Organisasi kemasyarakatan, dan menyatakan

diri sebagai Gerakan Perjuangan Islam yang berbasis Kader.37

B. Sejarah Pondok Pesantren


37
Manshur Salbu, pokok-pokok Pikiran, Kiptah dan Perjuangan, (Surabaya: Suara
Hidayatullah Publishing), h.372

35
1. Sejarah Singkat

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa Hidayatullah bukan sekedar

Pondok Pesantren saja akan tetapi merupakan sebuah organisasi masa

(ORMAS) dan memiliki ncabang hamper ke seluruh daerah Indonesiasalah

satunya adalah Hidayatullah Cabang Sorong.

Dengan tersebarnya Hidayatullah ke seluruh Indonesia dikarenakan

adanya penyebaran kader Da’i ke seluruh Daerah dari Sabang sampai

Marauke kemudian ditugaskan untuk membangun Hidayatullah Cabang

Sorong adalah Ustadz Abdul Majid Aziz bersama Ustadz Abdul Majid

Aziz bersama Ustadz Amin Baharun.

Ketika mereka berangkat dari Kalimantan atau Balik Papan ke

Sorong, belum jelas rumah siapa yang akan mereka tempati di sana.

Mereka pergi dengan belum mengetahui kondisi daerah Sorong tersebut.

Dengan tekad yang kuat dan kepasrahan kepada sang pencipta sehingga

ketika tiba di Pelabuhan Sorong mereka dipertemukan dengan seorang

pemerintah di kapal, H. Ali, SH, Ketua Pengadilan Agama Negeri Sorong,

asal Surabaya. Beliau yang memperkenalkan petugas Hidayatullah

terhadap H. Abdul Rauf, tokoh Muhammadiyah, pemilik Tokoh Rahmat di

Jalan Basuki Rahmat, Sorong.38

Lewat perkenalan itu petugas Hidayatullah dutampung selama tiga

malam. Kemudian pindah ke rumah Pak Jamaluddin Syam, Ketua Badan

Dakwah Islamiah PT. Metran, Sebuah perusahaan minyak di Sorong,

38
Wawancara, Sudirman Ambal, Pemimpin Yayasan Pondok Pesnantren Hidayatullah, 08
Juli 2019, Jam 17:15)

36
terletak di Jalan Perikanan Klademak Sorong. Di situlah petugas

Hidayatullah memulai dakwah keluar untuk mencari jama’ah.

Setelah kurang lebih setahun petugas Hidayatullah pindah ke Rufei

Jalan Danau Tempe. Disitulah awal mula berdirinya Hidayatullah di

Sorong. Setelah berjalan kurang lebih satu tahun pengurus Hidayatullah

mendapatkan sebidang tanah di daerah SP III atau yang dikenal saat ini

adalah daerah Kabupaten Sorong tepatnya di Kecamatan Mayamuk. Di

situlah dibangunnya sebuah pondok pesantren yang kita kenal Pondok

Pesantren Hidayatullah.

2. Tahun Berdirinya

Tahun berdirinya Hidayatullah adalah pada tahun 1973 / 2

Dzulhijjah 1393 H, di Balik Papan. Namun beridirnya Hidayatullah

Cabang Sorong adalah pada tahun 1991.

3. Asal Usul Lahan

Di atas tadi penulis sudah menyinggung tentang asal usul lahan

Hidayatullah. Sebelum Hidayatullah memiliki lahan atau tanah, pengurus

Hidayatullah menumpang di tumah seorang warga. Kemudian kurang

lebih setahun baru mendapat lahan di Rufei Jalan Danau Tempe seluas

satu hektar hasil dari para jama’ah.

Kemudian seiring dengan berjalannya wakru berselang kurang dari

satu tahun pengurus Hidayatullah mendapat informasi dari seorang

jama’ah Hidayatullah yang memberi informasi bahwa SP III (Tiga) atau

pada saat ini dikenal dengan daerah Kabupaten Sorong Distrik Mayamuk

37
ada tanah yang mau diwakafkan. Dengan mendengar info tersebut,

pengurus Hidayatullah dengan cepat untuk ditelusuri dan mendapatkan

hasilnya. Teryata tanah yang diwakafkan itu adalah tanah milik

Pemerintah. Ukurannya sekitar 2 hektar. Disitulah mulai dibangun untuk

tempat pemondokan atau sekarang yang dikenal dengan Pondok Pesantren

Hidayatullah.

Dengan semakin majunya Pondok Pesantren Hidayatullah sehingga

berselang kurang lebih sepuluh tahun maka pengurus Pondok Pesantren

Hidayatullah membeli lahan atau tanah sekitar satu hektar seterngah.

C. Visi dan Misi

1. Visi

Visi Hidayatullah adalah membangun peradaban islam

2. Misi

Misi Hidayatullah Mencapai ridha Allah SWT yang diupayakan melalui:

a. Menegakan kalimat tauhid, dengan lahirnya masyarakat Qur’ani

b. Melaksanakan syariat Islam oleh segenap kaum muslimin

c. Perwujudan kekuatan ummat islam dalam berbagai bidang khidupan

d. Lahitnya kader-kader untuk gerakan amar ma’rif nahi mungkar.

e. Meningkatkan harkat dan martabat umat Islam

D. Ruang Lingkup Lembaga Pendidikan Hidyatullah Kabupaten Sorong

38
1. Jumlah Lembaga Pendidikan

a. Taman Kanak-Kanak (TK)

b. Madrasah Ibtida’ia (MI)

c. Madrasah Tsanawiyah (MTS)

d. Madrasah Aliyah (MA)

e. Madrasah Diniyah (MADIN)

2. Kurikulum

Berbicara masalah kurikulum yang dipakai pada pendidikan Pondok

Pesantren Hidayahtullah, menurut ustadz Syarif Al-Mandari yang dalam

hal iniselaku kepala sekoloah MTs Hidayahtullah mengatakan bahwa

kurikulum yang digunakan disini menggunakan kurikulum dari

Depertemen Agama (DPAG).

E. Ruang Lingkup Pengurus Hidayatullah Kabupaten Sorong

1. Jumlah Pengurus

Di dalam sebuah lembaga kemasyarakatan pasti memiliki pengurusnya.

Begitupula halnya dengan Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten

Sorong. Karena apa yang disebut sebagai lembaga atau Organisasi

tentunya terdiri dari tiga (3) atau lebih pengurusnya.

Di bawah ini jumlah dan nama pengurus Pondok Pesantren Hidayatullah

Kabupaten Sorong:

a. Pengurus Santri Putra

1) H. Sudirman Ambal

2) Anang Ma’rif, S.Pd.I

39
3) Syarif Almandasari, S.Pd.I

4) Nasikhum, S.H.I

5) Rizal Saputra, S.H.I

6) Afwan Arifuddin

7) M. Lukman

8) Zainuddin, N

9) M. Said

10) M. Amin

b. Pengurus Santri Putri

1) Ira Nurbait, S.H.I

2) Wahyuni, S.H.I

3) Fajriyah, S.H.I

4) Rhima Daniatun

5) Ros Nani

6) Umi Soliha

7) Ardila

8) Zahratun Tunnisa

9) Nurul Badriyah

10) Heliyah

11) Siti Rohimah

2. Struktur Pengurus Pondok Pesantren Hidayatullah

40
Syarif, S.Pd.I
DPD KABUPATEN
SORONG

Sudirman Ambal Ihwan Arifin


KETUA KETUA
YAYASAN BAITULMAL

Syarif Almandarin, Nasikum, SH.I


S.Pd.I KETUA
KETUA PENDIDIKAN PANTI

Gambar 2.1. Struktur Organisasi

BAB III

41
METODE PENDAMPINGAN DALAM PENANGANAN KENAKALAN
SANTRI DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH
KABUPATEN SORONG

Di dalam bab ini, hasil dari penelitian akan dipaparkan dan dianalisa. Sesuai

dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka bab ini akan dipetakan ke

dalam beberapa sub-bab, yakni Bentuk-bentuk kenakalan santri, metode

pendampingan dalm penanganan kenakalan santri di pondok Pesantren

Hidayatullah Kabupaten Sorong, serta kebijakan pondok Pesantren Hidayatullah

tersebut dalam perspektif Sosiologi pendidikan. Sebelum kita membahas tentang

metode pendampingan dalam penanganan kenakalan santri, maka penulis terlebih

dahulu membahas tentang bentuk-bentuk kenakalan santri di pondok Pesantren

Hidayatullah Kabupaten Sorong.

A. Bentuk-Benruk Kenakalan Santri di Pondok Pesantren Hidayatullah

Kabupaten Sorong

Suatu tindakan dikatakan sebagai bentuk kenakalan apabila tindakan

tersebut bertentangan dengan nilai-nilai, norma dan aturan yang berlaku di

dalam lingkungan pendidikan maupun masyarakat. Berhubungan dengan

penelitian yang difokuskan pada lingkup peserta didik di madrasah, maka

suatu tindakan itu dikatakan kenakalan apabila tindakan yang dilakukan oleh

peserta didik itu melanggar aturan-aturan yang berlaku di lingkungan

madrasahtersebut. Kenakalan santri merupakan masalah klasik yang sering

terjadi di lingkungan madrasah, dalam hal ini yaitu Pondok Pesantren

Hidayatullan.

42
Sebagaimana adanya asas kerahasiaan dalam bimbingan dan konseling

yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik

(klien), yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui

oleh orang lain, maka peneliti dalam hal ini sengaja memberi nama samaran

guna menjaga kenyamanan dan kerahasiaan identitas pelaku. Serta dalam

penelitian ini hanya akan difokuskan pada kenakalan-kenakalan yang terjadi

di Pondok Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong serta metode

pendampingan yang digunakan oleh pengurus dalam mengurangi kenakalan

peserta santri di pondok pesantren tersebut.

Dari hasil wawancara dengan Bapak Syarif, S.Pd.i, selaku ketua

pendidikan Pondok Pesantren Hidayatullah pada tanggal 24 Juni 2019

mengatakan bahwa:

“Dari hal tersebut ya itu merupakan gejolak-gejolak yang dilakukan


oleh santri yaitu tidak mematuhi aturan yang berlaku dalam lingkungan
pondok pesantren seperti membolos pada saat kegiatan belajar mengajar
sedang berlangsung, tidak mengikuti sholat berjama’ah, tidak
menghapal surat dalam al Qur’an yang diberikan sebagai tugas dan
sikap tatakrama atau sopan santun yang kurang terhadap ustadz dan
ustadza maupun pengurus yang ada di lingkungan pondok pesantren”39

Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh umi Fajriah, S.H.I

selaku Ustazah yang mengajar di Pondok Pesantren Hidayatullah, beliau

mengatakan bahwa:

“kenakalan yang dilakukan oleh para santri merupakan kenakalan


ketidak taatan pada peraturan pondok pesantren. Yaitu seperti memakai
seragam atau pakaian tidak sesuai syatiat islam, Pelanggaran pada
pondok pesantren lebih cenderung pada ketaatan peraturan yang ada di
pondok pesantren yaitu pelanggaran berupa tidak mengikuti sholat
berjamaah, tidak menghafal surat al-Qur’an yang diberikan.40
39
Wawancara, Syarif, S.Pd.I. tanggal 24 Juni 2019 Jam 16.00 WIT
40
Wawancara, umi Fajriah, S.H.I. tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT

43
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Anang Ma’arif selaku Ustadz

yang mengajar di Pondok Pesantren Hidayatullah, beliau mengatakan bahwa:

“Kenakalan yang dilakukan oleh para santri di Pondok Pesantren


Hidayatullah adalah membolos pada saat jam pelajaran, merokok,
membawa HP (HandPhone), tidak masuk tanpa keterangan, sikap sopan
santun yang kurang terhadap guru”41

Melihat dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa

bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh para santri dengan data yang

peneliti dapatkan dari Ustadz dan Ustazah di Pondok Pesantren Hidayatullah

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jenis dan bentuk Kenakalan Remaja oleh Santri di Pondok
Pesantren Hidayatullah
Jenis Bentuk Kenakalan Remaja yang dilakukan oleh
Pelanggaran Santri di Pondok Pesantren Hidayatullah
Pelanggaran - Seragam tidak sesuai syatiat islam
ringan - Tidak memakai ikat pinggang
- Tidak memakai sepatu dominan hitam
- Baju terlalu ketat
- Mengunakan handphone saat kegiatan pembelajaran
- Terlambat masuk sekolah dan masukkelas
Pelanggaran Tidak masuk sekolah tanpa keterangan
-
sedang - Mengotori / mencorat-coret lingkungan Pondok
pesantren
Pelanggaran - Merokok di lingkungan Pondok pesantren
berat - Perkelahian siswa
- Asusila
Sumber: diolah oleh penulis dari hasil wawancara dengan responden kunci
Bentuk perilaku kenakalan santri yang terjadi di Pondok Pesantren

Hidayatullah, pada umumnya adalah bentuk-bentuk kenakalan remaja yang

lazim dan jamak dilakukan oleh siswa di banyak sekolah. Perbedaan dan
41
Wawancara, Anang Ma’arif tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT

44
keragaman yang terjadi adalah pada bobot dari perilaku kenakalan tersebut.

Bobot tersebut bukanlah sesuatu yang tergantung pada besar kecilnya

tindakan ataupun banyak sedikitnya jumlah pelaku, tetapi lebih pada batas

toleransi di dalam standar masyarakat. Apabila perilaku kenakalan tersebut

masih dapat ditoleransi oleh masyarakat, maka dikategorikan sebagai

penyimpangan primer, sementara apabila tidak dapat ditoleransi oleh

masyarakat, maka dikategorikan sebagai penyimpangan sekunder.42

Penyimpangan primer yang dilakukan santri, maka akan dikategorikan

oleh pesantren sebagai pelanggaran ringan dan sedang. Sementara bila

penyimpangan sekunder, maka akan dikategorikan ke dalam pelanggaran

berat. Hal yang menarik juga di pesantern, kategorisasi pelanggaran juga

tergantung pada frekuensi dan intensitas pelanggaran. Semisal perilaku

kenakalan yang sebenarnya merupakan pelanggaran ringan, bila dilakukan

berulang-ulang dan terus menerus, maka akan menjadi pelanggaran sedang,

dan demikian seterusnya dapat menjadi pelanggaran berat. Sehingga sanksi

yang diberikan akan mengikuti.

Jenis kenakalan santri yang dikategorikan dalam pelanggaran ringan,

ragamnya hampir memiliki kesamaan yang terjadi pada sekolah-sekolah pada

umumnya. Yakni berkisar pada pelanggaran ketentuan seragam, kerapian,

penggunaan handphone di sekolah, serta keterlambatan siswa. Perilaku santri

tersebut lebih pada pelanggaran norma mode, sehingga masih dapat

ditoleransi.

42
Dhohiri, Taufik Rohman. Antropologi I SMA Kelas XI.(Jakarta: Yudistira, 2010), h.66

45
Menurut wawancara dengan Bapak Syarif Almandarin, S.Pd.I. selaku

ketua pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatullah menyatakan bahwa

kenakalan yang dilakukan oleh para santri beliau menyampaikan bahwa:

“Kenakalan yang dilakukan oleh para santri meliputi pelanggaran tata


tertib pesantren, sopan santun atau tatakrama yang kurang, membolos.
Sedangkan yang dilibatkan dalam penanganan kasus tersebut yaitu guru
BK, wali kelas, guru mata pelajaran, dan pengurus pondok. Penanganan
yang dilakukan melalui bimbingan kegiatan dan penerapan pelajaran
akhlak. Setelah peserta diberi arahan, dengan adanya arahan yang
dilakukan oleh guru BK maupun waka kesiswaan kondisi peserta didik
berangsur mulai membaik.”43

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan salah satu peserta

didik yang bernama Putra, dia mengatakan sebagai berikut:

“Rata-rata kenakalan yang dilakukan oleh para santri itu membawa HP,
tidak memakai kaos kaki, jajan pada waktu jam pelajaran, sedangkan
sanksi yang saya alami sendiri itu disuruh scout jump oleh ustadz
karena melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh madrasah.”44

Dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di Pondok

pesantren Hidayatullah yaitu guru BK sudah mempunyai buku catatan tentang

data pelanggaran yang dilakukan oleh siswa bermasalah. Guru BK tetap

memberikan skor pada para santri walaupun para santri tetap melanggar

peraturan yang sudah ditentukan oleh pondok pesantren. Kebanyakan para

santri melakukan pelanggaran seperti membawa HP, membolos pada jam

pelajaran, surat menyurat yang tidak penting, pacaran, merokok, bertengkar,

pemerasan terhadap siswa lainnya.

Berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh para santri tersebut membuat

teman-teman yang lain merasa terganggu apalagi jika dalam proses belajar

43
Wawancara, Syarif Almandarin, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
44
Wawancara, Putra, tanggal 24 Juni 2019 Jam 10.00 WIT

46
mengajar. Dengan demikian rasa percaya diri dan rasa tanggungjawab oleh

para guru BK inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati

diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada

dirisendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang

yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana

menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan

berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa

yang akandilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah

seperti itu.

B. Metode pendamping dalam penanganan kenakalan santri di Pondok


Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan ustadz-ustadzah di

Pondok Pesantren Hidayatullah, mengenai metode pendampingan dalam

penanganan kenakalan santri, diperoleh penjelasan bahwa selama ini

ustadz/ustadzah Metode bimbingan disini dapat diartikan sebagai cara yang

digunakan dalam proses bimbingan dan konseling. Penerapan dari cara

tertentu biasanya terkait dengan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh

pengguna metode. Pelaksanaan bimbingan mengalami perkembangan, dari

yang semula menekankan pada pendekata individu berkembang dengan

pendekatan kelompok. Faktor yang mendasar penyelenggaraan pendekatan

individu dan kelompok guna membantu menyelesaikan permasalahan yang

dihadapi oleh para santri.

47
Pemilihan metode atau teknik bimbingan merupakan langkah awal

berhasil atau tidaknya program bimbingan tersebut. Penggunaan metode atau

teknik bimbingan sudah selazimnya seorang ustadz atau ustadzah untuk

menyesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh para santri, situasi yang

dihadapi dan kemampuan pembimbing. Hasil wawancara, peneliti dengan

Bapak Syarif Almandarin, S.Pd.I. selaku ketua pendidikan di Pondok

Pesantren Hidayatullah, beliau menyampaikan bahwa:

Dalam upaya membina akhlak para santri, ustadz/ustadzah menguatkan

pelajaran Tasauf, karena jika tidak ada pelajaran yang menyangkut tentang

akhlak maka sama seperti lalat, yang akan membawakan penyakit kemana-

mana. Oleh karena itu, ustadz/ustadzah sangat menekankan ilmu tentang

adab-adab yang baik, seperti adab terhadap orang tua, terhadap guru, terhadap

senior dan terhadap sesama. Pesantren ini juga mempunyai organisasi

Hisbawan dan Hisbawati, dimana ustadz/ustadzah memberikan tugas kepada

hisbahnya (osis) untuk membimbing adik-adik di Asrama, ustadz/ustadzah

dan guru tidak dapat mengontrol santri di setiap waktunya karena jumlah

santri melebihi dari ustadz/ustadzah dan guru. Oleh karenanya

ustadz/ustadzah selaku pembimbing memberikan tugas kepada santri yang

senior untuk membina dan mendidik adik-adiknya di Asrama.45

Cara para guru membimbing dan membina santri yaitu dengan


melakukan pendekatan kepada santri, baik itu pendekatannya dengan
memperhatikan mereka, dengan selalu menegur dan sebagainya agar
mereka tidak terasa tegang dan takut dalam proses belajar. Banyak dari
sebahagian santri tidak dapat menerima bimbingan dengan cara
kekerasan, maka harus dilakukan dengan cara yang lain karena dari
masing-masing santri cara pengajarannya berbeda-beda. Namun jika
45
Wawancara, umi Fajriah, S.H.I. tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT

48
ustadz/ustadzah membina satu per satu santri, itu tidak memungkinkan
karena jumlah santri lebih banyak dibandingkan dengan
ustadz/ustadzah dan guru. Oleh karena itu memahami santri dengan
cara mendekati santri dengan membuat diskusi dalam belajar, dan
saling berbagi pengalaman, agar santri merasa tidak jenuh dan merasa
lebih akrab dengan guru.46
Senada dengan di atas bahwa, cara utama membimbing dan membina

santri harus dengan cara mendekati dan memberikan perhatian, karena santri

pada masa ini sedang dalam menuju perkembangan masa remajanya.

Sehingga butuh kasih sayang, perhatian, dan bimbingan baik dari

ustadz/ustadzah maupun guru. Namun dalam membimbing dan membina

santri harus dengan kejelian karena masa ini di mana mereka dalam masa

pubertas. Jadi ustadz/ustadzah harus memberikan pemahaman kepada mereka

dengan secara pelan-pelan dan tidak dengan paksaan, dan mengarahkan pun

harus dengan kelembutan sesuai dengan kondisi mereka.47

Untuk pembinaan santri putra, para ustadz memberikan bimbingan yang

hampir sama dengan santri putri hanya saja para ustadz tidak membagikan

dalam tiga kelompok yang ada pada santri putri. Di mana ustadz/ustadzah di

sini pembelajaran tahfidz dan takhassus digabungkan dan tidak mengadakan

reguler hanya saja jadwal yang ustadz/ustadzah berikan berbeda. Seperti

untuk tahfidz dilakukan tiga hari dan untuk takhassus tiga hari, dan masing-

masing dibagikan kelompok satu kelas berjumlah 25/30 orang santri, masalah

program pembelajarannya diserahkan kepada masing-masing ustadz yang

mengajarkan.

46
Wawancara, Syarif Almandarin, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
47
Wawancara, umi Fajriah, S.H.I. tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT

49
Ustadz Anang Ma’arif sebagai guru mengatakan saya dalam membina
santri bukan hanya dengan cara mengajarkan kitab, mengaji melainkan
mendekati santri dengan cara bergabung dengan mereka. Memahami
keadaan mereka agar para santri tidak terlalu takut dan hanya segan
agar terjalin hubungan yang akrab antara para ustadz dengan santri.
Mereka juga dapat memahami saya dan ustadz lainnya, karena di dalam
perantauan ini orang tua santri adalah ustadz dan ustadzahnya. Dengan
adanya pendekatan yang memberikan sedikit banyaknya bisa tau
bagaimana watak para santri dan akan lebih mudah untuk
membimbingnya. Bahwa semua santri tidak ada yang sama, terkadang
bisa di arahkan dan sebahagian dari mereka harus dengan cara yang lain
untuk membenahi akhlaknya.48

Ditambahakan oleh Bapak Rizal Saputra, S.H.I salah seorang guru


mengatakan yang diberikan kepada santri yaitu: Pertama, bimbingan
moral dan akhlak santri. Kedua, bimbingan keagamaan. Ketiga,
bimbingan dalam pengetahuan umum. Ketiga bimbingan ini agar
mereka dapat mengenali diri, karena santri adalah orang yang
tinggalnya di dalam sebuah lembaga, berbeda dengan orang yang
sekolahnya di luar. Santri yang tinggal di pondok ini adalah tanggung
jawab ustadz/ustadzah semua, oleh karenanya selaku gurunya yang
tinggal di pondok ini, saya bertanggungjawab untuk mengasuh,
membina, dan membimbing mereka dengan ketiga cara di atas.49

Bapak Syarif, S.Pd.I yang merangkap sebagai guru wali kelas santri

putra mengatakan ada temuan bahwa santri yang berada di lingkungan

pesantren justru lebih santun, baik dalam proses pembelajaran maupun di luar

proses pembelajaran, karena pandangan orang luar terhadap santri adalah

orang yang berakhlakul karimah yang mulia.50

Dari hasil beberapa informan di atas, dengan mudah dapat dipahami

bahwa watak setiap santri berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada

individu yang bisa dibimbing dan dibina dengan baik dan sebaliknya ada pula

yang harus dibina dengan berbagai macam cara namun masih tetap dalam

48
Wawancara, Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT
49
Wawancara, Rizal Saputra, S.H.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT
50
Wawancara, Syarif, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT

50
pendirian diri sendiri. Ada santri yang perlu diberi pembinaan atau bimbingan

khusus untuk memperbaiki akhlak atau sifat negatif mereka.

Pembinaan dan bimbingan yang diberikan ustadz/ustadzah kepada

santri yaitu dengan ketegasan agar membuat santri disiplin, adakalanya

memberikan bimbingan dengan kelembutan, dan terkadang dengan ketegasan,

agar para santri terlatih dengan baik untuk meningkatkan kedisiplinannya.

Ustadz/ustadzah mengadakan pedoman khusus untuk membina dan

membimbing santri dengan belajar tasawuf, yaitu belajar tentang akhlak,

adab-adab kepada orang tua, mengajarkan menghargai sesama dan

menghilangkan rasa benci dan dengki kepada orang lain.

Proses interaksi antara santri dengan ustadz/ustadzah mempunyai

batasan, walau antara santri dengan ustadz/ustadzah dekat, bukan berarti

patuh akan peraturan. Terkadang dari sebahagian besar mereka ada yang

sering melanggar peraturan, seperti tidak melaksanakan shalat, bangun tidur

lambat dan hal yang membuat ustadz/ustadzah marah, namun tetap akan

diberikan sanksi. Terkadang santri juga merasa jenuh, bosan, dan tertekan

tinggal di pesantren, karena selalu dalam keadaan belajar. Pada saat-saat

tertentu adakalanya santri ingin jalan-jalan keluar pesantren, sementara

ustadz/ustadzah tidak memberi izin dengan alas an tidak jelas. Namun santri

tetap berbohong kepada ustadz demi memenuhi keinginannya keluar dari

pesantren dengan alasan izin sebentar bersama orang tua temannya.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dalam proses pembinaan santri

yang melanggar aturan, dilakukan oleh ketua bidang masing-masing,

51
misalnya di bagian ibadah tugasnya adalah mengontrol shalat lima waktu

secara berjama’ah, mengontrol shalat Dhuha, mengontrol mengaji di setiap

selesai shalat, dan memberikan sangsi kepada santri yang melanggar aturan.

Pada tahap pertama dan kedua kali pelanggaran masih berada dalam kategori

bimbingan dengan nasihat oleh guru atau petugas. Jika ada pelanggaran

berikutnya, tiga kali atau seterusnya, akan diberikan sanksi dalam bentuk

kewajiban membersihkan kamar mandi dan kemudian diikuti dengan

kewajiban membaca Surat Yaasiin atau Surat Al-Kahfi 3 kali.

Apabila kejadian pelanggaran tersebut diketahui oleh para

ustadz/ustadzah, maka akan diberikan sanksi kepada mereka sesuai dengan

kesalahan yang dilanggar, jika kesalahan yang dilakukan tersebut ringan

seperti contoh yang telah disebutkan di atas dan yang dilakukan hanya sekali

maka hukumannya hanya push up, membersihkan kamar mandi dan yang

lainnya yang membuat santri tidak mengulanginya lagi, jika melanggar kedua

kali akan diberi sanksi berupa hafalan surat pendek ataupun surat yaasiin

dengan tempo waktu dua hari, dan jika melakukan kesalahan untuk ketiga

kalinya dan sudah tidak bisa ditangani oleh ustadz/ustadzah kesalahannya

fatal, maka keputusan terakhir akan dipanggil orang tua wali, bisa jadi

dikeluarkan jika tidak tertanggulangi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa santri yang melakukan

pelanggaran akan diberikan sanksi oleh ustadz/ustadzah sesuai dengan

kesalahan yang di langgar santri. Seperti santri yang tidak melakukan shalat

berjama’ah pagi, maka akan diberikan sanksi berupa hafalan, jika kesalahan

52
tersebut berulang-ulang sampai tiga kali maka akan dimandikan di depan

umum dan hafalan surat pendek atau yasin dengan tempo waktu dua atau tiga

hari.

Pembinaan ustadz terhadap santri putra tidak jauh berbeda dengan

santri putri, hubungan antara santri dengan ustadz sangat dekat, sebahagian

besar santri ada yang tidur, makan pun mereka bersama dengan para guru dan

ustadz. Adapun dalam proses pembinaan dan bimbingan ustadz kepada santri

yang melakukan kesalahan tetap akan diberi hukuman atau sanksi tanpa ada

pilih kasih dengan santri yang lainnya.51

Dari hasil wawancara dengan beberapa santri di atas dapat diketahui

bahwa pembinaan ustadz/ustadzah terhadap santri itu jelas ada dan

terstruktur, hanya saja santri yang kurang peduli dengan aturan tersebut.

Dengan terstrukturnya organisasi masih ada santri yang melanggar.

Kedekatan antara santri dengan ustadz/ustadzah pun sangat dekat apabila

terdapat santri yang melanggar akan diberikan hukuman atau sanksi sesuai

peraturan yang ditetapkan tanpa pilih kasih.

51
Wawancara, afizah selaku santri putri di Pondok Pesantren Hidayatullah, tanggal 25 Juni
2019, Jam 10.00 WIT

53
BAB IV

KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PENANGANAN KENAKALAN


SANTRI DI PESANTREN HIDAYATULLAH KABUPATEN SORONG

Kendala utama para ustadz/ustadzah dalam membina santri adalah karena

orang tua, tidak mendukung aturan, keadaan, dan fasilitas pesantren, sehingga

menjadi faktor penghambat bagi para ustadz/ustadzah dalam membina atau

mendidik santri. Sebahagian orang tua mengibaratkan pesantren sebagai hotel,

tidak mempunyai aturan yang ketat, mempunyai fasilitas yang lengkap, dan

makanan yang istimewa. Seharusnya setiap orang tua yang telah memasukkan

anaknya ke dalam pesantren itu lebih mengerti bagaimana mestinya keadaan

pesantren, agar tidak terjadi suatu hambatan apapun bagi para pengurus atau

ustadz/ustadzah dalam membina dan mendidik santrinya. Setiap santri yang telah

dimasukkan ke sebuah pondok pesantren merupakan tanggung jawab bagi

ustadz/ustadzah, dan berkewajiban bagi mereka untuk mengajarkan kehidupan

yang sederhana agar tidak ada perbedaan antara santri yang kaya dan yang miskin

semuanya sama dan saling memahami satu sama lain, dan tidak ada yang merasa

mewah dan megah.52

Orang tua santri seharusnya lebih bangga ketika anaknya semangat untuk

dimasukkan ke dalam kehidupan pesantren, karena di era globalisasi ini banyak

remaja atau anak-anak yang sibuk dengan kemajuan zaman, sehingga keinginan

anak untuk melanjutkan keinginan orang tua itu terkadang tidak dapat terpenuhi.

Begitu juga orang tua terkadang dari sebahagian besar mereka tidak dapat untuk

mengontrol anaknya di setiap waktu karena dengan kesibukkan masing-masing.


52
Hasil Wawancara dengan , Syarif, S.Pd.I, selaku ketua pendidikan, tanggal 24 Juni 2019
Jam 17.00 WIT.

54
Di pesantren, santri lebih difokuskan untuk belajar, tidak di sibukkan dengan

keadaan perkembangan zaman, dan diajarkan untuk menuju kehidupan yang

shaleh, shalehah dan akram.53

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salah satu faktor penghambat adalah

ditemukan kesalahan bahwa sebagian santri dan guru belum mengatur waktu

(jadwal) pembagian tugas untuk membersihkan lokasi dayah tempat mereka

tinggal di waktu gotong royong masal yang sewaktu-waktu dilakukan

bersamasama. Terkesan juga masih kurang kepedulian terhadap benda atau aset

yang dia miliki, misalnya setiap barang yang ada dalam ruang belajar, lebih-lebih

di ruang laboratorium seperti peralatan komputer, meja tulis, peralatan di ruang

kelas, musholla, itu semua adalah aset yang perlu dijaga dan dirawat setiap saat.

Termasuk menjaga kebersihan tempat tidur, kamar mandi, dapur, tempat jemur

pakaian, dan lain-lain. Semua ini adalah bagian dari nilai-nilai kebersihan yang

dianjurkan oleh agama Islam.

Diantara faktor yang mendukung pembinaan adalah, pertama para

ustadz/ustadzah dalam membina santri adalah kepribadian santri yang semangat

dalam kehidupan pesantren. Kedua, dukungan orang tua. Dengan adanya

dukungan orang tua, para ustadz/ustadzah akan lebih mudah dalam mendidik dan

membina santri, setiap orang tua yang menyerahkan anaknya untuk di bina dan

dididik dalam sebuah lembaga pesantren yaitu merupakan tanggung jawab dari

ustadz/ustadzah dan dibutuhkan pemahaman orang tua terhadap keadaan

pesantren, dan diharapkan mengerti tentang peraturan yang berlaku di pesantren

53
Wawancara Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019, jam 17.30 WIT

55
agar tidak terjadi kesalahpahaman antara orang tua dengan ustadz/ustadzah di

pesantren.

Salah satu faktor penghambat adalah ditemukan kesalahan bahwa sebagian

santri dan guru belum mengatur waktu (jadwal) pembagian tugas untuk selalu

membersihkan lokasi dayah tempat mereka tinggal di luar waktu gotong royong

masal yang sewaktu-waktu dilakukan bersama-sama. Terkesan juga masih kurang

kepedulian terhadap benda atau aset yang dia miliki, misalnya setiap barang yang

ada dalam ruang belajar, lebih-lebih di ruang laboratorium seperti peralatan

komputer, meja tulis, peralatan di ruang kelas, musholla, itu semua adalah asset

yang perlu dijaga dan dirawat setiap saat. Termasuk menjaga kebersihan tempat

tidur, kamar mandi, dapur, tempat jemur pakaian, dan lain-lain. Semua ini adalah

bagian dari nilai-nilai kebersihan yang dianjurkan oleh agama Islam.

Ustadz/ustadzah mendidik dan membina puluhan ratusan dan ribuan santri,

sedangkan para pendidik disebut ustadz/ustadzah hanya berjumlah puluhan orang

pengurus. Oleh karenanya para ustadz/ustadzah sangat membutuhkan dukungan

dari santri, orang tua santri dan masyarakat sekitarnya agar dapat membina dan

membimbing santri dengan baik dan tidak mempunyai hambatan. Sekurang-

kurangnya ustadz/ustadzah dapat menghasilkan generasi yang dapat

membangkitkan semangat masa depannya sendiri yang lebih utama dan dapat

menjaga dirinya dari pergaulan luar yang seperti sekarang ini.

Ustadzah Dyaruf Almandasari mengatakan faktor pendukung dan

penghambat dalam penanganan kenakalan santri saat membimbing, dalam belajar

kendala saya santri banyak yang ribut, sehingga membuat konsentrasi saya dan

56
teman yang lainnya terganggu. Adapun hambatan yang dialami belum bisa

mengatasi santri yang membangkang seperti jika ditegur untuk tidak memakai

baju yang pendek tidak mendengar, dan tidak bisa menghukumnya, karena tidak

tega untuk memberikan sanksi kepada santri, dulu saya seorang santri, dan ada

teman yang melanggar kemudian di hukum oleh ustadzah, kemudian teman

melaporkan kepada orang tuanya. Kemudian orang tuanyapun tidak memahami

bagaimana keadaan pesantren, jadi orang tua menemui ustadzah kemudian

menghajarnya dan mengeluarkan teman saya dari pesantren tersebut. Hal tersebut

yang saya takutkan terjadi, oleh karenanya biarkan saja ustadz maupun ustadzah

lainnya menegur, mungkin mereka yang menegur santri akan mendengarkan dan

patuh.54

Kendala dan hambatan yang dihadapi para guru dalam membina santri

yaitu: pertama, pengetahuan tentang agama santri masih kurang, ketika

berhadapan dengan guru sedikit kurang sopan, terkadang ada santri yang ditegur

merasa dirinya lebih pintar daripada guru, merasa lebih mengetahui tentang

banyak agama, inilah yang menjadi kendala dan hambatan bagi para guru dalam

membimbing santri, terasa tidak nyaman. Kedua, faktor penghambat dalam proses

belajar yaitu media pembelajarannya yang kurang mendukung sehingga kesulitan

dalam mengajar. Contohnya seperti tidak adanya infokus.55

Para ustadz/ustadzah melihat kebanyakan dari santri setelah diteliti, dari

kesadaran diri santri pada saat ini sangat minim, sehingga santri tidak dapat

menangkap apa yang dikatakan oleh ustadz/ustadzah dan guru. Adapun faktor
54
Hasil Wawancara dengan , Syarif, S.Pd.I, selaku ketua pendidikan, tanggal 24 Juni 2019
Jam 17.00 WIT.
55
Wawancara Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019, jam 17.30 WIT

57
penghambat dalam membina santri, dalam proses belajar kurangnya keseriusan

santri, di dalam kelas suka becanda, dan sering meminta izin saat proses belajar,

jadi para ustadz/ustadzah merasa susah dan bertanya-tanya dalam membina atau

mendidik santri.

Guru lainnya juga mengatakan seperti yang telah disebutkan oleh ustadz

Syarif, S.Pd.I sebelumnya bahwa minimnya kesadaran serta keinginan santri

dalam belajar, sehingga ustadz/ustadzah dan guru hanya bisa memberikan

bimbingan dengan apa yang ustadz/ustadzah sampaikan sebagai kewajiban,

karena terkadang para ustadz/ustadzah tidak mengetahui cara apa yang harus

mereka lakukan untuk keseriusan santri saat dalam proses belajar sehingga tidak

terjadi kebosanan dan kejenuhan santri dalam proses belajar. Kesadaran santri

dalam proses belajar itu sangat kurang dan masih banyak santri yang belum

memahami seberap pentingnya belajar.

Dari hasil pernyataan beberapa informan di atas, dengan mudah dapat

dipahami bahwa kendala dan faktor penghambat ustadz dan ustadzah dalam

membina santri terhadap kenakalan santri tersebut adalah terutama orang tua yang

tidak dapat memahami keadaan pesantren, sehingga menjadi kendala terbesar bagi

ustadz-ustadzah dalam mendidik dan membina santrinya. Selanjutnya yaitu

minimnya kesadaran serta keinginan santri dalam belajar, hal ini juga membuat

para ustadz dan ustadzah menjadi bingung dalam mendidik santrinya, karena

kurangnya keseriusan santri.

Adapun yang membuat para santri terkadang tidak mendengar apa yang

dikatakan oleh ustadz/ustadzah. Santri merasa malas, dan merasa terlalu tertekan

58
dengan keadaan sehingga tidak betah untuk tinggal di pesantren. Pembinaan

ustadz/ustadzah kepada santri menurut saya kurang tepat, karena terkadang tidak

menghargai perasaan santri, dan apa yang dirasakan oleh santri ustadz/ustadzah

tidak mengetahuinya, tanpa menanyakan permasalahan terlebih dahulu

ustadz/ustadzah memberi argumen, inilah yang membuat para santri terkadang

tidak mendengar teguran dari ustadz/ustadzah.56

Faktor pendukung dan penghambat bagi santri dalam menerima bimbingan

dari para ustadz/ustadzah yaitu, pertama faktor pendukungnya adalah, para

ustadz/ustadzah baik guru harus mempunyai cara pengajaran tersendiri, adapun

faktor penghambat yaitu, para ustadz terkadang tidak memahami para santri malas

belajar karena merasa bosan. Terkadang di antara santri dengan ustadz berselisih

paham dikarenakan berbeda pendapat, dan tidak memenuhi keinginan santri.57

Dari beberapa pendapat santri di atas dapat peneliti simpulkan bahwa santri

mempunyai beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam menerima

bimbingan atau pembinaan dari para ustadz/ustadzah yaitu para santri merasa

bosan dengan ketidakpahaman ustadz/ustadzah terhadap santri dan santri yang

sering merasa bosan tinggal di pesantren, Kemudian dukungan yang santri

inginkan yaitu santri menginginkan perhatian yang penuh dari para

ustadz/ustadzah.

BAB V

PENUTUP

Wawancara dengan santri, Dwiputra, Tanggal 25 Juni 2019, Jam 10.00 WIT
56

Hasil Wawancara dengan , Syarif, S.Pd.I, selaku ketua pendidikan, tanggal 24 Juni 2019
57

Jam 17.00 WIT.

59
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah penulis uraikan daalam

bab-bab diatas mengenai “Metode Pendampingan Dalam Penanganan

Kenakalan Santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong” maka dapat

ditarik kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan yakni

1. Bentuk Kenakalan santri di pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong

yaitu kenakalan ringan berupa tidak menggunakan pakaian sesuai tata

tertib, bolos sekolah, tidak mengikuti sholat berjama’ah, bermain saat jam

belajar. Kenakalan sedang berupa membawa Hp saat jam pelajaran, tidak

masuk sekolah tanpa alasan. Kenakalan berat berupa merokok d

lingkungan pesantren, berkelahi.

2. Merode yang diterapkan dalam penanganan kenakalan santri yaitu metode

pendapingan, pendekatan secara individu dan kelompok. Pembinaan

akhlak santri, menghafal Al-qur’an. Pendekatan pendampingan santri yang

melakukan pelanggaran dengan memberikan sanksi berupa hafalan Al-

qur’an, scot jamp, atau pus up untuk santri putra.

3. Kendala yang dihadapi oleh para ustadz/ustadzah menghadapi dua faktor

yaitu faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukung ada yang

sifatnya internal dan ada pula yang eksternal. Faktor internal yaitu fasilitas

memadai, lingkungan yang nyaman, dan organisasi yang berjalan sehingga

membuat para ustadz/ustadzah dapat berhasil dalam membina dan

membimbing santri. Sedangkan faktor eksternal dukungan orangtua santri

dan dukungan masyarakat. Adapun faktor penghambat yang sifatnya

60
internal yaitu, minimnya kesadaran serta keinginan santri dalam belajar.

Kurangnya keseriusan santri dalam menanggapi program-program yang

berlaku sehingga terjadinya hambatan bagi ustadz/ustadzah dalam

membina santri. Sedangkan yang sifatnya eksternal yaitu lingkungan,

orang tua yang tidak dapat memahami keadaan pesantren, sehingga

terjadinya tolak belakang antara ustadz/ustadzah dengan orangtua santri.

B. Saran

Berdasarkan pada pembahasandan kesimpulan maka penulis memnberikan

saran sebagai berikut:

1. Kepada pimpinan pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong hendaknya dalam

meningkatkan kecerdasan spiritual santri lebih dikhususkan lagi dan

diprogramkan dengan ketat, untuk memudahkan para ustadz/ustadzah dalam

proses pembinaan dan mencegah terjadinya kenakalan-kenakalan santri yang

berat. Sebelum dilakukannya pembinaan, terlebih dahulu membina santri,

mengoreksi, membenahi diri, dan melakukan permusyawarahan dengan para-

para ustadz/ustadzah, guru, maupun orang tua.

2. Kepada para guru: agar selalu meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan,

memperkaya metode pendampingan, metode pembelajaran, agar santri

memiliki wawasan ilmu pengetahuan agama yang lebih luas. Lebih penting

lagi, agar guru disamping memberi ilmu pengetahuan, juga bertindak selaku

pembimbing bagi santri-santri.

3. Kepada pemerintah dan masyarakat, agar tidak berpangku tangan dan memberi

bantuan sesuai kebutuhan yang mendesak yang diperlukan oleh santri-santri.

61
4. Untuk para peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut

dan lebih dalam lagi, terutama terhadap hal-hal yang belum tersentuh oleh

penelitani ini.

62

Anda mungkin juga menyukai