PENDAHULUAN
Indonesia, ditinjau dari segi historisnya pesantren tidak hanya identik dengan
Indonesia (indigenius), sebab lembaga ini sudah ada sejak pada masa
1
Departemen Agama RI, Pedoman Pembinaan Pokok Pesantren, (Ditjen Binbaga
Islam, Jakarta, 2008) hlm8.
2
Nurcholis Majid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paradigma, 2010), hlm3
1
Alwi Shihab menegaskan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim (W.
1419 H) adalah orang yang pertama kali mendirikan pesantren sebagai tempat
mendidik dan menggembleng para santri. Tujuannya, agar para santri menjadi
luas.3
pemimpin bangsa.
ketrampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah menanamkan nilai-
hubungan yang bermakna antara manusia, ciptaan atau makhluk, dan Allah
keindahan dan keagungan. Ibadah yang dijalani oleh semua guru dan santri di
masyarakat.4
2
Pesantren sebagai tempat hidup dan belajar para santri seperti tersebut
di atas, bukan hanya sebagai tempat pendidikan tertua di negeri ini, tetapi
yang sangat rendah. Abad ini merupakan era persaingan bebas yang menuntut
juga dapat menjangkau setiap ruang di dunia ini dengan mudahnya. Hal ini
karena kemajuan dalam bidang teknologi informasi. Oleh karena itu, jarak
dan waktu tidak menjadi masalah lagi dalam dunia sekarang ini, semua terasa
begitu dekat dan cepat. Masa dunia seperti sekarang ini biasa disebut era
globalisasi.
5
Hasyim, M. Affan,Menggagas Pesantren Masa Depan, (Geliat Suara Santri untuk
Indonesia Baru), (Yogyakarta: CV. Qolam, 2010), h. 6
3
terjadi, baik secara utuh maupun selektif. Akibatnya benturan dengan nilai-
nilai yang bersifat antagonis juga tak terelakkan. Dan pendidikan, terutama
yang sekiranya dapat merusak citra moral bangsa dan yang tidak sesuai
yang berdasar agama. Akan tetapi, saat ini telah terjadi dualisme pendidikan
daya akal dan pendidikan agama yang mengutamakan daya hati nurani. Dan
mendapat porsi.
Mengacu pada hal itu, pondok pesantren menjadi satu lembaga penting
peranannya di era sekarang ini. Arus perkembangan zaman yang melaju pesat
memungkinkan kita terjebak pada budaya sekuler, hal ini karena proses
4
penyebaran informasi dan budaya yang bebas dan dapat dengan mudah
menjangkau setiap daerah didunia ini. Sedangkan budaya yang tersebar bukan
hanya budaya yang sesuai dengan nilai-nilai agama saja, akan tetapi juga
budaya yang berpotensi merusak moral bangsa. Bahaya yang mungkin timbul
penerus bangsa mereka sangat rentan terhadap pengaruh budaya bebas yang
merusak moral. Untuk itulah perlu adanya filterisasi budaya atau paling tidak
melestarikan budaya bangsa yang bermoral dan beradab yang berguna untuk
membekali para penerus bangsa yang akan mengarungi era global ini.
berakhlak mulia dan saat ini tetap bertahan dan berkembang luas diseluruh
Pesantren inilah para santri dididik dan ditempatkan selama 24 jam, setiap
yang ada.
mulai sejak Islam masuk di negeri ini dengan mengadopsi system pendidikan
5
keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan
Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini,
tentu akan mengalami perubahan. Dalam itu era zaman sekarang Pondok
dan perlahan dengan melihat kemampuandan budaya pada diri santri, hal ini
6
HM. Amin Haedari,dkk,Masa Depan Pesantren. (Cet.1;Jakarta: IRD Pres, 2000).h.
3.
6
tauladan masyarakat dalam segala hal sehingga memiliki potensi untuk
mengembangkan masyarakat.7
tentu akan mengalami perubahan. Dalam itu era zaman sekarang Pondok
dan perlahan dengan melihat kemampuan dan budaya pada diri santri, hal ini
membentuk insan yang saleh dan muslim dalam mewujudkan cita-cita yang
lurus dan suci itu tidak terlepas dari rintangan seperti pesatnya pembangunan
hal ini didukung oleh luasnya daerah santri, mulai dari daerah Nusa Tenggara
7
Ahmad Afif,Psikologi Kaum Brsarung, (Makassar: Alauddin University Press.
2013),h. 100
7
Timur, Aceh, Seram ,kota Sorong dan sekitarnya. Beragamnya latar belakang
ini tentu saja melahirkan beberapa perbedaan, baik itu perbedaan karakter,
Dalam Alquran Allah swt, memerintahkan kepada orang tua untuk menjaga
anaknya agar tidak melakukan dan kejahatan sebagaimana firman dalam QS.
At-Tahrim 66 .
Terjemahnya:
8
Kementerian Agama Ri,Mushaf Al-Kamil: Al-Quran dan Terjemahnya
(Jakarta:cv.Darus Sunnah.2015) h.561
8
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang tua harus memelihara diri dan
keluarganya dari siksa api neraka dengan cara menjauhi kejahatan dan
apabila ada yang melanggarnya maka orang yang melanggar disebut nakal
atau jahat.
tujuan peraturan.
aktivitas dan bangun tidur jam 03.30 WIT untuk melaksnakan shollat tahajud
sampai menjelang subuh,sampai malam hari jam 22.00 WIT. Hampir tidak
pesantren. Hal ini terlihat masih banyak santri yang melanggar tata tertib
9
Buku Pedoman Santri Pondok Pesantren Hidayatullah Kab. Sorong
9
Berdasarkan dari permasalahan tersebut di atas, penulis termotivasi
C. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
2. Kegunaan penelitian
10
a. Kegunaan Teoritis
b. Kegunaan Praktis
E. Kajian Pustaka
santri di Pesantren Hidayatullah Kabupaten Sorong, oleh karena itu perlu adanya
ada beberapa karya tulis yang relevan dengan tema yang peneliti angkat, yaitu:
Yang pertama jurnal yang ditulis oleh Muhammad Affan Iskandar yang
11
Pesantrenattaqwa Putera Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi”. Dimana
Hasil penelitian Muhammad Affan Iskandar, menunjukan bahwa ada tiga langkah
pertama adalah langkah Preventif, kedua langkah Represif dan ketiga adalah
yaitu terdapat penanaman ajaran agama dari pihak pesantren, santri memiliki
kesadaran untuk taat kepada tata tertib, terjalinnya kerjasama antara Bimbingan
sebelum memasukkan anaknya ke pondok pesantren dan kuatnya santri dalam hal-
hal yang bersifat negatif. Implikasi penelitian ini diharapkan kepada pihak orang
tua agar memberikan perhatian dan meperhatikan kebutuhan anaknya. Orang tua
wajib membimbing anaknya, ketika anak masuk pondok pesantren tidak lantas
baiknya untuk tidak terlalu cepat menyalahkan santri yang nakal. Usahakan untuk
Lakukan kunjungan ke rumah (home visit) agar lebih mengetahui mengenai latar
mendatangkan keburukan untuk diri sendiri dan orang lain, olehnya itu patuhilah
12
peraturan-peraturan yang berlaku baik di pondok pesantren, di sekolah maupun di
orang lain. Dalam penelitian Muhammad Affan Iskandar, meneliti tentang Metode
Yang kedua skripsi yang ditulis oleh Nurjanah Jurusan Dakwah Dan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja upaya yang dilakukan di
penelitian ini adalah pengasuh, pengurus, ustadz dan santri remaja yang
13
narkoba, berjudi, mencuri, hubungan seks diluar nikah dan berbagai masalah
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kenakalan remaja antara lain dengan
Yang ketiga skripsi yang ditulis oleh Aan Fauzan Rifa’I Jurusan Pendidikan
terjadi di asrama Diponegoro adalah (1) kenakalan ringan, yaitu bentuk kenakalan
remaja yang tidak terlalu merugikan atau membahayakan diri sendiri maupun
orang lain. Contohnya seperti membolos sekolah. (2) kenakalan sedang yaitu
kenakalan yang mulai terasa akibat negatifnya, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Contohnya seperti mencuri arus listrik. (3) kenakalan berat merupakan
kenakalan remaja yang terasa merugikan diri sendiri dan orang lain, masyarakat
dan negara dimana perbuatan tersebut sudah mengarah pada perbuatan yang
kenakalan yang terjadi antara lain karena faktor internal yaitu faktor yang datang
dari dalam diri sendiri, tanpa pegaruh orang lain maupun lingkungan sekitar.
Selain itu juga ada faktor eksternal yaitu hal-hal yang mendorong timbulnya
kenakalan tersebut, yang berasal dari luar diri anak. Sementara itu upaya yang
14
represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan menahan kenakalan yang
lebih parah. Misalnya seperti memanggil orang tua atau wali santri yang
bermasalah. (2) upaya kuratif yaitu tindakan revisi akibat perbuatan nakal
baru. Penelitian Ketiga yang menjadi perbedaan skripsi Aan Fauzan Rifa’I dan
Penulis adalah lokasi penelitian, dimana pada penelitianya Aan Fauzan Rifa’I
F. Kajian Teori
secara sistematis yang menyatakan hubungan antara dua konsep atau lebih dan
dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena yang ada secara
sistematis. Dengan kata lain, teori adalah konstruk (konsep), definisi, dan proporsi
1. Metode
berasaldari kata “meta” dan “hodos”. Meta berarti melalui, sedang hodos
berarti jalan sehingga, metode berarti jalan yang harus dilalui atau cara
10
Nurhayati, Skrpsi; Penerapan Prinsip-Prinsip Muamalah Dalam Peningkatan Konsumen
(Sorong: STAIN Sorong), h.14.
15
untuk melakukansesuatuatau prosedur.11 Adapun dalam bahasa Arab,
berarti jalanatau cara yang harus ditempuh.12 Sejalan dengan itu, menurut
ditentukan13.
dikehendaki.14
a. Metode Langsung
1) Metode Individual
11
Nasution. Didaktik Asas-asas Mengajar.(Jakarta : Bumi Aksara : 2010.).h.2
12
Ilyas, As Nelly. Mendambakan Anak Shaleh.(Bandung: Al-Bayan. 2012).h.30
13
Hardini, Isriani dan Dewi Puspitasari. Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep, &
Implementasi).(Yogyakarta: Familia: 2012).h.33
14
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia(Jakarta: Balai Pustaka
2014), h. 740.
16
Pembimbing melakukan komunikasi langsung secara
2) Metode Kelompok
forumnya.
15
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam(Yogyakarta:
UII Press, 2012), h. 49
17
c) Sosiodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan bermain
psikologi.
a) Metode Individual
b) Metode Kelompok/Masaal
16
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, h. 50
17
Ibid. h. 50
18
mencapai suatu tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu pembelajara.
seksual.18
bersifat melanggar tata tertib pesantren dan hanya sebagian kecil yang
a) Faktor Eksternal
18
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=151703&val=4059 (Tanggal 12
April 2019, Jam 14.00 WIT)
19
yang baik, tidak dapat mengurus dan mendidik dengan profesional.
melanggar.
b) Faktor Internal
konflik dalam diri santri sendiri hal ini akan membuat santri tidak
20
santri tidak dapat memfilter budaya asing yang masuk kedalam
pondok pesantren.
2. Pendampingan
21
manusia mampu mempertahankan dan memberadabkan keberadaannya
bertumbuh, dan berfungsi penuh secara fisik mental, spiritual dan sosial.
3. Kenakalan Santri
Asal usul kata santri, ada tiga pendapat yang bisa dijadikan acuan.
istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Kedua
20
Wiryasaputra, Totok. S. Ready To Care: Pendamping dan Konseling Psikoterapi.
(Yogyakarta: Galang Press: 2014).h.17
21
Ibid, 2014.h.17
22
menurut C.C Berg istilah tersebut berasal dari kata shastri, yang dalam
bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau
Chaturverdi dan BN Tiwari istilah Shastri berasal dari kata Shastra yang
pengetahuan.22
yaitu:
1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan
pesantren sehari-hari.
2) Santri kalong (pulang pergi), yaitu para santri yang berasal dari desa-desa
Para santri kalong berangkat ke pesantren ketika ada tugas belajar dan
sendiri adalah peserta didik pada satuan pendidikan dasar jalur sekolah.
23
anggota masyarakat yang berusaha potensi diri melalui proses pembelajaran
dilaksanakan dan juga hak yang dapat dituntut bila tidak sesuai dengan
berkewajiban :
peraturan tertentu yang khusus berlaku di sekolah itu saja. Begitu juga
24
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), hal. 14
25
Undang-Undang Sistem Pendidikan..., hal 13.
24
Dalam mencegah dan mengatasi kenakalan santri ada beberapa
usaha yang paling mudah dan efektif untuk dilakukan, karena bersifat
pencegahan, karena jika kenakalan sudah meluas akan lebih sulit untuk
26
Bimo Walgito, Kenakalan Remaja, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi
UGM, 1982), hal. 49.
25
sayang, lapang dada, dan sifat-sifat yang mendorong remaja berbuat
baik.
26
4) Tindakan Represif yaitu tindakan untuk memberikan tekanan dan menahan
kenakalan yang lebih parah. Adapun jenis dan proses pelaksanaan dari
c) Dijatuhi hukuman.
jahat dan pantas dihukum atau dibenci, tapi anggaplah mereka orang baik
adalah:
28
Zakiyah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta, Bulan Bintang,
1971) h.102.
27
e) Menggiatkan organsasi pemuda atau remaja dengan program-program
Tindakan ini tidak hanya ditujukan pada anak atau remaja yang
bersangkutan saja, tetapi juga pada orang tua maupun pengasuh juga, agar
bimbingan seorang (atau lebih) guru yang biasa disebut dengan ”kyai”.30
unsur, yaitu :
1) Kyai, yaitu sebagai guru yang mengajarkan ilmu kepada para murid.
pesantren.
2) Santri, yaitu para murid yang belajar di pesantren, baik dia tinggal
29
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2008), h. 97-98.
30
Zakiyah Daradjat, Membina..., h. 45
28
sekaligus berfungsi sebagai sentral kegiatan belajar mengajar.
yang alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai serta
amalnya.31
satu sub sistem pendidikan nasional, maka tujuannya pun harus bersifat
mata pelajaran pondok pesantren terbatas pada kajian ilmu yang secara
langsung membahas masalah aqidah, syari’ah, dan bahas Arab, antara lain
Al Qur’an dengan tajwid dan tafsirnya, aqidah, fiqh dan ushul fiqhnya,
seperti nahwu, shorf, bayan, ma’anii, badi’, dan ’aruh, tarikh, manthiq,
dan tasawwuf.32
31
M. Arifin,M.Ed, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam dan Umum, (Jakarta : Bina
Aksara, 2010) , h. 240.
32
Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta :LP3ES, 2009), h. 86.
29
Namun demikian, pada masa sekarang ini kebanyakan pondok
pesantren. Jadi bagi santri selain mengaji, mereka juga bisa mendapatkan
cara, yaitu :
1) Sorogan
Berasal dari kata bahasa Jawa yang berarti sodoran atau yang
antara kyai dan santri. Dan juga dapat menciptakan hubungan kyai-
santri yang sangat dekat karena kyai dapat mengenal santrinya secara
persatu.
yaitu selalu berusaha santri tidak hanya bisa membaca kitab saja, tapi
30
2) Bandongan
c. Metode Penelitian
menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. 34 Selain itu penelitian kualitatif
juga sering dipandang sebagai perspektif intensif atau mikro yang berdasar
studi kasus atau fakta yang diperoleh dari situasi-situasi tertentu, tetapi
33
Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2009)
h.50.
34
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif: Dalam Pendidikan Dan Bimbingan Konseling,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012) h.49
35
Julia Brannen, Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset, 1997), h. 116-117.
31
a. Observasi yaitu suatu kegiatan atau teknik yang digunakan untuk
merasakan sendiri.
wawancara berikutnya.
3. Analisis Data
analisis, dimana harus dijelaskan tentang teknik analisis data yang akan
penelitian.36 Data yang akan dianalisis adalah data yang diperoleh pada
Kabupaten Sorong.
4. Lokasi Penelitian
36
Arifin, Penelitian Pendekatan Kuantitatif Dan Kualitatif, (Yogyakarta: Lilin Prasada
Pers, 2010), h. 65
32
5. Sumber Penelitian
data primer maka perlu ditambah data penunjang yakni dengan data yang
terdahulu.
G. Sistematika Pembahasan
masalah, yang membahas mengenai apa saja yang melatar belakangi penulis
Kabupaten Sorong.
Bab kelima, berupa penutup yang terbagi menjadi dua yaitu kesimpulan dan
saran yang bersifat kontruktif agar semua upaya yang pernah dilakukan serta
segala hasil yang telah dicapai bisa ditingkatkan lagi dengan lebih baik.
33
34
BAB II
yayasan sebuah Pesantren, oleh Ust. Abdullah Said (Alm), Hidayatullah lahir
pada saat umat islam sedang menantikan datangnya abad XV Hyang diyakini
berbagai amal usaha di bidang social, dakwah, pendidikan, dan ekonomi yang
35
1. Sejarah Singkat
Sorong adalah Ustadz Abdul Majid Aziz bersama Ustadz Abdul Majid
Sorong, belum jelas rumah siapa yang akan mereka tempati di sana.
Dengan tekad yang kuat dan kepasrahan kepada sang pencipta sehingga
38
Wawancara, Sudirman Ambal, Pemimpin Yayasan Pondok Pesnantren Hidayatullah, 08
Juli 2019, Jam 17:15)
36
terletak di Jalan Perikanan Klademak Sorong. Di situlah petugas
mendapatkan sebidang tanah di daerah SP III atau yang dikenal saat ini
Pesantren Hidayatullah.
2. Tahun Berdirinya
lebih setahun baru mendapat lahan di Rufei Jalan Danau Tempe seluas
pada saat ini dikenal dengan daerah Kabupaten Sorong Distrik Mayamuk
37
ada tanah yang mau diwakafkan. Dengan mendengar info tersebut,
Hidayatullah.
1. Visi
2. Misi
38
1. Jumlah Lembaga Pendidikan
2. Kurikulum
1. Jumlah Pengurus
Kabupaten Sorong:
1) H. Sudirman Ambal
39
3) Syarif Almandasari, S.Pd.I
4) Nasikhum, S.H.I
6) Afwan Arifuddin
7) M. Lukman
8) Zainuddin, N
9) M. Said
10) M. Amin
2) Wahyuni, S.H.I
3) Fajriyah, S.H.I
4) Rhima Daniatun
5) Ros Nani
6) Umi Soliha
7) Ardila
8) Zahratun Tunnisa
9) Nurul Badriyah
10) Heliyah
40
Syarif, S.Pd.I
DPD KABUPATEN
SORONG
BAB III
41
METODE PENDAMPINGAN DALAM PENANGANAN KENAKALAN
SANTRI DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH
KABUPATEN SORONG
Di dalam bab ini, hasil dari penelitian akan dipaparkan dan dianalisa. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka bab ini akan dipetakan ke
Kabupaten Sorong
suatu tindakan itu dikatakan kenakalan apabila tindakan yang dilakukan oleh
Hidayatullan.
42
Sebagaimana adanya asas kerahasiaan dalam bimbingan dan konseling
(klien), yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui
oleh orang lain, maka peneliti dalam hal ini sengaja memberi nama samaran
mengatakan bahwa:
Hal tersebut senada dengan yang dikatakan oleh umi Fajriah, S.H.I
mengatakan bahwa:
43
Hal yang sama juga dikatakan oleh Bapak Anang Ma’arif selaku Ustadz
bentuk-bentuk kenakalan yang dilakukan oleh para santri dengan data yang
Tabel 3.1. Jenis dan bentuk Kenakalan Remaja oleh Santri di Pondok
Pesantren Hidayatullah
Jenis Bentuk Kenakalan Remaja yang dilakukan oleh
Pelanggaran Santri di Pondok Pesantren Hidayatullah
Pelanggaran - Seragam tidak sesuai syatiat islam
ringan - Tidak memakai ikat pinggang
- Tidak memakai sepatu dominan hitam
- Baju terlalu ketat
- Mengunakan handphone saat kegiatan pembelajaran
- Terlambat masuk sekolah dan masukkelas
Pelanggaran Tidak masuk sekolah tanpa keterangan
-
sedang - Mengotori / mencorat-coret lingkungan Pondok
pesantren
Pelanggaran - Merokok di lingkungan Pondok pesantren
berat - Perkelahian siswa
- Asusila
Sumber: diolah oleh penulis dari hasil wawancara dengan responden kunci
Bentuk perilaku kenakalan santri yang terjadi di Pondok Pesantren
lazim dan jamak dilakukan oleh siswa di banyak sekolah. Perbedaan dan
41
Wawancara, Anang Ma’arif tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT
44
keragaman yang terjadi adalah pada bobot dari perilaku kenakalan tersebut.
tindakan ataupun banyak sedikitnya jumlah pelaku, tetapi lebih pada batas
ditoleransi.
42
Dhohiri, Taufik Rohman. Antropologi I SMA Kelas XI.(Jakarta: Yudistira, 2010), h.66
45
Menurut wawancara dengan Bapak Syarif Almandarin, S.Pd.I. selaku
“Rata-rata kenakalan yang dilakukan oleh para santri itu membawa HP,
tidak memakai kaos kaki, jajan pada waktu jam pelajaran, sedangkan
sanksi yang saya alami sendiri itu disuruh scout jump oleh ustadz
karena melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh madrasah.”44
memberikan skor pada para santri walaupun para santri tetap melanggar
teman-teman yang lain merasa terganggu apalagi jika dalam proses belajar
43
Wawancara, Syarif Almandarin, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
44
Wawancara, Putra, tanggal 24 Juni 2019 Jam 10.00 WIT
46
mengajar. Dengan demikian rasa percaya diri dan rasa tanggungjawab oleh
para guru BK inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati
diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada
dirisendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang
yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana
menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan
berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa
seperti itu.
47
Pemilihan metode atau teknik bimbingan merupakan langkah awal
menyesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh para santri, situasi yang
pelajaran Tasauf, karena jika tidak ada pelajaran yang menyangkut tentang
akhlak maka sama seperti lalat, yang akan membawakan penyakit kemana-
adab-adab yang baik, seperti adab terhadap orang tua, terhadap guru, terhadap
dan guru tidak dapat mengontrol santri di setiap waktunya karena jumlah
48
ustadz/ustadzah membina satu per satu santri, itu tidak memungkinkan
karena jumlah santri lebih banyak dibandingkan dengan
ustadz/ustadzah dan guru. Oleh karena itu memahami santri dengan
cara mendekati santri dengan membuat diskusi dalam belajar, dan
saling berbagi pengalaman, agar santri merasa tidak jenuh dan merasa
lebih akrab dengan guru.46
Senada dengan di atas bahwa, cara utama membimbing dan membina
santri harus dengan cara mendekati dan memberikan perhatian, karena santri
santri harus dengan kejelian karena masa ini di mana mereka dalam masa
dengan secara pelan-pelan dan tidak dengan paksaan, dan mengarahkan pun
hampir sama dengan santri putri hanya saja para ustadz tidak membagikan
dalam tiga kelompok yang ada pada santri putri. Di mana ustadz/ustadzah di
untuk tahfidz dilakukan tiga hari dan untuk takhassus tiga hari, dan masing-
masing dibagikan kelompok satu kelas berjumlah 25/30 orang santri, masalah
mengajarkan.
46
Wawancara, Syarif Almandarin, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
47
Wawancara, umi Fajriah, S.H.I. tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
49
Ustadz Anang Ma’arif sebagai guru mengatakan saya dalam membina
santri bukan hanya dengan cara mengajarkan kitab, mengaji melainkan
mendekati santri dengan cara bergabung dengan mereka. Memahami
keadaan mereka agar para santri tidak terlalu takut dan hanya segan
agar terjalin hubungan yang akrab antara para ustadz dengan santri.
Mereka juga dapat memahami saya dan ustadz lainnya, karena di dalam
perantauan ini orang tua santri adalah ustadz dan ustadzahnya. Dengan
adanya pendekatan yang memberikan sedikit banyaknya bisa tau
bagaimana watak para santri dan akan lebih mudah untuk
membimbingnya. Bahwa semua santri tidak ada yang sama, terkadang
bisa di arahkan dan sebahagian dari mereka harus dengan cara yang lain
untuk membenahi akhlaknya.48
Bapak Syarif, S.Pd.I yang merangkap sebagai guru wali kelas santri
pesantren justru lebih santun, baik dalam proses pembelajaran maupun di luar
bahwa watak setiap santri berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada
individu yang bisa dibimbing dan dibina dengan baik dan sebaliknya ada pula
yang harus dibina dengan berbagai macam cara namun masih tetap dalam
48
Wawancara, Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT
49
Wawancara, Rizal Saputra, S.H.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.30 WIT
50
Wawancara, Syarif, S.Pd.I, tanggal 24 Juni 2019 Jam 17.00 WIT
50
pendirian diri sendiri. Ada santri yang perlu diberi pembinaan atau bimbingan
patuh akan peraturan. Terkadang dari sebahagian besar mereka ada yang
lambat dan hal yang membuat ustadz/ustadzah marah, namun tetap akan
diberikan sanksi. Terkadang santri juga merasa jenuh, bosan, dan tertekan
ustadz/ustadzah tidak memberi izin dengan alas an tidak jelas. Namun santri
51
misalnya di bagian ibadah tugasnya adalah mengontrol shalat lima waktu
selesai shalat, dan memberikan sangsi kepada santri yang melanggar aturan.
Pada tahap pertama dan kedua kali pelanggaran masih berada dalam kategori
bimbingan dengan nasihat oleh guru atau petugas. Jika ada pelanggaran
berikutnya, tiga kali atau seterusnya, akan diberikan sanksi dalam bentuk
seperti contoh yang telah disebutkan di atas dan yang dilakukan hanya sekali
maka hukumannya hanya push up, membersihkan kamar mandi dan yang
lainnya yang membuat santri tidak mengulanginya lagi, jika melanggar kedua
kali akan diberi sanksi berupa hafalan surat pendek ataupun surat yaasiin
dengan tempo waktu dua hari, dan jika melakukan kesalahan untuk ketiga
fatal, maka keputusan terakhir akan dipanggil orang tua wali, bisa jadi
kesalahan yang di langgar santri. Seperti santri yang tidak melakukan shalat
berjama’ah pagi, maka akan diberikan sanksi berupa hafalan, jika kesalahan
52
tersebut berulang-ulang sampai tiga kali maka akan dimandikan di depan
umum dan hafalan surat pendek atau yasin dengan tempo waktu dua atau tiga
hari.
santri putri, hubungan antara santri dengan ustadz sangat dekat, sebahagian
besar santri ada yang tidur, makan pun mereka bersama dengan para guru dan
ustadz. Adapun dalam proses pembinaan dan bimbingan ustadz kepada santri
yang melakukan kesalahan tetap akan diberi hukuman atau sanksi tanpa ada
terstruktur, hanya saja santri yang kurang peduli dengan aturan tersebut.
terdapat santri yang melanggar akan diberikan hukuman atau sanksi sesuai
51
Wawancara, afizah selaku santri putri di Pondok Pesantren Hidayatullah, tanggal 25 Juni
2019, Jam 10.00 WIT
53
BAB IV
orang tua, tidak mendukung aturan, keadaan, dan fasilitas pesantren, sehingga
tidak mempunyai aturan yang ketat, mempunyai fasilitas yang lengkap, dan
makanan yang istimewa. Seharusnya setiap orang tua yang telah memasukkan
pesantren, agar tidak terjadi suatu hambatan apapun bagi para pengurus atau
ustadz/ustadzah dalam membina dan mendidik santrinya. Setiap santri yang telah
yang sederhana agar tidak ada perbedaan antara santri yang kaya dan yang miskin
semuanya sama dan saling memahami satu sama lain, dan tidak ada yang merasa
Orang tua santri seharusnya lebih bangga ketika anaknya semangat untuk
remaja atau anak-anak yang sibuk dengan kemajuan zaman, sehingga keinginan
anak untuk melanjutkan keinginan orang tua itu terkadang tidak dapat terpenuhi.
Begitu juga orang tua terkadang dari sebahagian besar mereka tidak dapat untuk
54
Di pesantren, santri lebih difokuskan untuk belajar, tidak di sibukkan dengan
ditemukan kesalahan bahwa sebagian santri dan guru belum mengatur waktu
bersamasama. Terkesan juga masih kurang kepedulian terhadap benda atau aset
yang dia miliki, misalnya setiap barang yang ada dalam ruang belajar, lebih-lebih
kelas, musholla, itu semua adalah aset yang perlu dijaga dan dirawat setiap saat.
Termasuk menjaga kebersihan tempat tidur, kamar mandi, dapur, tempat jemur
pakaian, dan lain-lain. Semua ini adalah bagian dari nilai-nilai kebersihan yang
dukungan orang tua, para ustadz/ustadzah akan lebih mudah dalam mendidik dan
membina santri, setiap orang tua yang menyerahkan anaknya untuk di bina dan
dididik dalam sebuah lembaga pesantren yaitu merupakan tanggung jawab dari
53
Wawancara Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019, jam 17.30 WIT
55
agar tidak terjadi kesalahpahaman antara orang tua dengan ustadz/ustadzah di
pesantren.
santri dan guru belum mengatur waktu (jadwal) pembagian tugas untuk selalu
membersihkan lokasi dayah tempat mereka tinggal di luar waktu gotong royong
kepedulian terhadap benda atau aset yang dia miliki, misalnya setiap barang yang
komputer, meja tulis, peralatan di ruang kelas, musholla, itu semua adalah asset
yang perlu dijaga dan dirawat setiap saat. Termasuk menjaga kebersihan tempat
tidur, kamar mandi, dapur, tempat jemur pakaian, dan lain-lain. Semua ini adalah
dari santri, orang tua santri dan masyarakat sekitarnya agar dapat membina dan
membangkitkan semangat masa depannya sendiri yang lebih utama dan dapat
kendala saya santri banyak yang ribut, sehingga membuat konsentrasi saya dan
56
teman yang lainnya terganggu. Adapun hambatan yang dialami belum bisa
mengatasi santri yang membangkang seperti jika ditegur untuk tidak memakai
baju yang pendek tidak mendengar, dan tidak bisa menghukumnya, karena tidak
tega untuk memberikan sanksi kepada santri, dulu saya seorang santri, dan ada
menghajarnya dan mengeluarkan teman saya dari pesantren tersebut. Hal tersebut
yang saya takutkan terjadi, oleh karenanya biarkan saja ustadz maupun ustadzah
lainnya menegur, mungkin mereka yang menegur santri akan mendengarkan dan
patuh.54
Kendala dan hambatan yang dihadapi para guru dalam membina santri
berhadapan dengan guru sedikit kurang sopan, terkadang ada santri yang ditegur
merasa dirinya lebih pintar daripada guru, merasa lebih mengetahui tentang
banyak agama, inilah yang menjadi kendala dan hambatan bagi para guru dalam
membimbing santri, terasa tidak nyaman. Kedua, faktor penghambat dalam proses
kesadaran diri santri pada saat ini sangat minim, sehingga santri tidak dapat
menangkap apa yang dikatakan oleh ustadz/ustadzah dan guru. Adapun faktor
54
Hasil Wawancara dengan , Syarif, S.Pd.I, selaku ketua pendidikan, tanggal 24 Juni 2019
Jam 17.00 WIT.
55
Wawancara Anang Ma’arif, tanggal 24 Juni 2019, jam 17.30 WIT
57
penghambat dalam membina santri, dalam proses belajar kurangnya keseriusan
santri, di dalam kelas suka becanda, dan sering meminta izin saat proses belajar,
jadi para ustadz/ustadzah merasa susah dan bertanya-tanya dalam membina atau
mendidik santri.
Guru lainnya juga mengatakan seperti yang telah disebutkan oleh ustadz
karena terkadang para ustadz/ustadzah tidak mengetahui cara apa yang harus
mereka lakukan untuk keseriusan santri saat dalam proses belajar sehingga tidak
terjadi kebosanan dan kejenuhan santri dalam proses belajar. Kesadaran santri
dalam proses belajar itu sangat kurang dan masih banyak santri yang belum
dipahami bahwa kendala dan faktor penghambat ustadz dan ustadzah dalam
membina santri terhadap kenakalan santri tersebut adalah terutama orang tua yang
tidak dapat memahami keadaan pesantren, sehingga menjadi kendala terbesar bagi
minimnya kesadaran serta keinginan santri dalam belajar, hal ini juga membuat
para ustadz dan ustadzah menjadi bingung dalam mendidik santrinya, karena
Adapun yang membuat para santri terkadang tidak mendengar apa yang
dikatakan oleh ustadz/ustadzah. Santri merasa malas, dan merasa terlalu tertekan
58
dengan keadaan sehingga tidak betah untuk tinggal di pesantren. Pembinaan
ustadz/ustadzah kepada santri menurut saya kurang tepat, karena terkadang tidak
menghargai perasaan santri, dan apa yang dirasakan oleh santri ustadz/ustadzah
faktor penghambat yaitu, para ustadz terkadang tidak memahami para santri malas
belajar karena merasa bosan. Terkadang di antara santri dengan ustadz berselisih
Dari beberapa pendapat santri di atas dapat peneliti simpulkan bahwa santri
bimbingan atau pembinaan dari para ustadz/ustadzah yaitu para santri merasa
ustadz/ustadzah.
BAB V
PENUTUP
Wawancara dengan santri, Dwiputra, Tanggal 25 Juni 2019, Jam 10.00 WIT
56
Hasil Wawancara dengan , Syarif, S.Pd.I, selaku ketua pendidikan, tanggal 24 Juni 2019
57
59
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa yang telah penulis uraikan daalam
tertib, bolos sekolah, tidak mengikuti sholat berjama’ah, bermain saat jam
sifatnya internal dan ada pula yang eksternal. Faktor internal yaitu fasilitas
60
internal yaitu, minimnya kesadaran serta keinginan santri dalam belajar.
B. Saran
memiliki wawasan ilmu pengetahuan agama yang lebih luas. Lebih penting
lagi, agar guru disamping memberi ilmu pengetahuan, juga bertindak selaku
3. Kepada pemerintah dan masyarakat, agar tidak berpangku tangan dan memberi
61
4. Untuk para peneliti selanjutnya, agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut
dan lebih dalam lagi, terutama terhadap hal-hal yang belum tersentuh oleh
penelitani ini.
62