Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia pada masa kini diwarnai dengan kemajuan dalam

berbagaibidang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia

kepada taraf kehidupan yang relative lebih maju. Hal ini merupakan keberhasilan manusia

dalam rangka mengembangkan dirinya. Sebagai sebuah agama islam berkembang melalui

dua macam struktur, yaitu struktur keyakinan dan struktur peribadatan.1

Pendidikan modern dewasa ini telah dihadapkan pada dilemma pendidikan yang

amat subtansial, yaitu pendidikan yang hanya menitikberatkan kepada transisi sains dan

mengabakan pendidikan karakter. Padahal pendidikan sains yang tidak disertai pembinaan

karakter akan membawa proses dihumanisasi yang dapat menyebabkan lemahnya dan

bahkan hilangnya nilai-nilai patriotism seperti cinta tanah air, disiplin nasional, rasa

kebanggaan nasional dan rasa tanggung jawab nasional. Oleh sebab itu para orang tua anak

didik banyak memilih pesantren sebagai alternative untuk mewujudkan impian mereka,

yakni memiliki anak yang berkompeten dalam sains, berakhlak, dan berkarakter.

Situasi sosial, kultural masyarakat kiat akhir-akhir ini memang semakin

mengkhawatirkan. Ada berbagai macam peristiwa dalam pendidikan yang semakin

merendahkan hakikat dan derajat manusia. Hancurnya nilai-nilai moral merebanya ketidak

adilan tipisnya rasa solidaritas telah terjadi dalam lembaga pendidikan kita. Hal ini

mewajibkan kita untuk mempertanyakan sejauh mana lembaga pendidikan kita telah mampu

menjawab dan tanggap atas berbagai macam persoalan dalam masyarakat kita? Ada apa

1
Subandi, Psikologi Dzikir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 18.
2

dengan pendidikan kita sehingga manusia dewa yang telah lepas dari lembaga pendidikan

formal tidak mampu menghidupi gerak dan dinamika masyarakat yang lebih membawa

berkah dan kebaikan bagi semua orang.2

Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan membentuk santri

menjadi mandiri dan berakhlak. Cita-cita dan tujuan pendidikan Islam adalah penanaman

adab yang dalam istilah pendidikan Islam dikenal dengan istilah ta’dib. Penanaman adab ini

merupakan tujuan utama dari pendirian pesantren.

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagai

lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural disebut pusat budaya Islam,

yang disahkan atau dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam

sendiri yang secara de facto tidak dapat diabaikan keberadaannya. Itulah sebabnya menurut

Nur Cholish Madjid (Madjid, 1997:26) bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya

identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia

(indigenous). Menurut Zarkashi dan Zamakhsyari Dhofier (Wirosukarto, 2000:56) pesantren

adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, dimana kyai sebagai

figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama

Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa elemen-elemen pesantren terdiri dari

asrama atau pondok, kyai dan santri, serta masjid dan pengajaran agama Islam. Pesantren

pada dasarnya didirikan oleh beragam faktor, antara lain adalah karena kebutuhan

masyarakat atas pendidikan Islam seperti yang terjadi pada zaman penjajahan Belanda yang

mendirikan sekolah-sekolah umum dengan menafikan eksistensi agama di dalamnya. Di sisi

2
Doni Koesman A, Pendidikan Karakter (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), hlm. 112.
3

lain karena sebab adanya seorang kyai atau guru yang diakui intelektual keislamannya oleh

masyarakat sehingga ilmunya dituntut oleh santri yang berdatangan dari berbagai tempat.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, pada dasarnya hanya mengajarkan

agama dengan sumber kajian ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Penjenjangan

berdasarkan kitab yang dipelajari santri dalam belajar tidak menjadi suatu kemutlakan. Suatu

pesantren dapat saja memberikan tambahan atau melakukan inovasi mengajarkan kitab-kitab

yang lebih populer dan efektif.

Dalam proses pembelajarannya pesantren menggunakan metode wetonan, sorogan,

dan hafalan. Metode wetonan merupakan metode belajar dimana santri mengikuti pelajaran

dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab

masing-masing dan mencatat jika perlu (Abuddin Nata, ed, 1996). Metode sorogan ialah

suatu metode dimana santri menghadap guru atau kyai seorang demi seorang dengan

membawa kitab yang akan dipelajarinya. Sedangkan metode hafalan ialah metode dimana

santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Biasanya cara

menghafal ini diajarkan dalam bentuk syair atau nazham.

Dinamika pendidikan pesantren lebih mengedepankan pendidikan karakter

(character education) atau pendidikan moral (moral education), sehingga mampu melahirkan

lulusan yang memiliki idealisme, kemampuan intelektual dan perilaku mulia (akhlāq al-

karīmah). Di pesantren santri dididik untuk memahami, menghayati, mengamalkan ajaran

Islam dengan penekanan pentingnya moral dalam bermasyarakat. Hal ini dapat dilihat

bagaimana santunnya santri dalam menghormati guru (ta’ẓīm kepada guru/kiyai). Model

pendidikan karekter yang dilaksanakan di pesantren dewasa ini mulai diperhatikan oleh

pemerintah. Sebagian pihak menilai bahwa strategi pendidikan pesantren telah berhasil
4

menanamkan pendidikan moralitas santrinya, walaupun proses pendidikan di pesantren tidak

memiliki perangkap pembelajaran yang lengkap, tetapi menghasilkan lulusan yang memiliki

karakter yang lulur. Sebaliknya, di lembaga pendidikan umum pendidikannya memiliki

perangkap pembelajaran yang jelas, tetapi kurang menghasilkan lulusan yang berkarakter

mulia.

Zamakhsyari Dhofier mengatakan, sisi menarik dari pendidikan di pesantren ialah

antara guru dengan santri adanya perasaan hormat dan kepatuhan dari santrinya. Perasaan

hormat dan kepatuhan santri terhadap guru tidak terputus dan berlaku seumur hidup.

Perasaan hormat dan kepatuhan santri kepada guru dalam seluruh aspek kehidupannya

merupakan ikatan batin yang kuat (Wirosukarto, 2000).

Perkembangan pesantren ke berbagai wilayah diinisiasi oleh santri yang sudah

mendapat izin dari guru untuk mendirikan pesantren dan mengajarkan ilmu yang selama ini

dituntut. Pola perkembangan pesantren dapat dibagi dalam beberapa bentuk berikut (Noer,

2016). Pesantren yang hanya terdiri dari masjid dan rumah kiyai. Pesantren ini masih sangat

sederhana di mana kyai menggunakan masjid atau rumahnya untuk mengajar. Santri berasal

dari daerah sekitar pesantren tersebut.

Pesantren yang telah berubah kelembagaannya yang terdiri dari masjid, rumah kyai,

pondok atau asrama, madrasah dan tempat keterampilan. Pola ini dilengkapi dengan tempat-

tempat keterampilan agar santri terampil dengan pekerjaan yang sesuai dengan sosial

kemasyarakatannya, seperti pertanian, peternakan, jahit-menjahit dan sebagainya.

Tentu lembaga pendidikan merupakan salah satu lembaga diantara lembaga lain

yang ada dalam masyarakat. Kita tidak bias mengharapkan bahwa lembaga pendidikan kita

menjadi semacam obat mujarab bagi segala penyembuh luka-luka yang telah teraniaya oleh
5

kebijakan pemerintah maupun kebijakan yang lain. Oleh karena itu pendidikan karakter

memiliki sifat bidireksional, yaitu pengembangan kemampuan intlektual dan kemampuan

moral dan arah pengembangan diharapkan menjadi semacam idealism bagi pra siswa agar

mereka semakin mampu mengembangkan ketajaman intelektual dan sebagai pribadi yang

memiliki karakter kuat.3

Dalam penerapan dan pembiasaan kegiatan keagamaan yang diterapkan tentu saja

melibatkan banyak pihak dalam upaya mewujudkan tujuannya diantaranya adalah peran

pendidikan formal, peran pendidikan formal dan peran pendidikan informal yang ada di desa

tersebut. Disini peneliti focus untuk meneliti peran dalam peran pendidikan non formal

khususnya pada peran pondok pesantren dalam pembentukan karakter santriwati pondok

pesantren robitotul istiqomah kec. Huristak kab. Padang lawas.

Pentingnya pendidikan karakter dikemukakan oleh para pakar. Menurut

sinonphilips karakter adalah kumpulan rata-rata nilai yang menuju pada suatu system yang

melandaskan pemikiran setiap prilaku yang ditampilkan sedangkan, doni koesman A

memahami bahwa karakter adalah kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, untuk

karakteristik atau gaya atau sifat has dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-

bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan

sejak lahir. Karakter dibentuk oleh pengalaman dan pergumulan hidup pada akhirnya

tatanan dan situasi kehidupanlah yang mentukan terbentuknya karakter masyarakat.

Pendidikan karakter memang muncul sebagai evaluasi terhadap pendidikan yang bertumpu

pada titik berat pemikiran modelisme yang bersifat positifisme yang membuat jiwa manusia

kering akibat industralisasi yang menggeser nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.

3
Ibid., hlm 115
6

Pola ini sama halnya dengan pola keempat ditambah dengan adanya universitas,

gedung pertemuan, tempat olahraga dan sekolah umum. Pada pola ini pesantren merupakan

lembaga pendidikan yang telah berkembang dan bisa dikatakan sebagai pesantren modern.

Pentingnya pendidikan karakter juga ditegaskan dalam uu no 20 thn 2003 tentang

system pendidikan nasional setelah dipahami defenisi pendidikan dalam uu no 20 thn 2003

pendidikan itu sudah mencakupi pendidikan karakter yang kini kembali disebut-sebut

menurut uu no 20 thn 2003 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha dan terencana untuk

mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sritual keagamaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara. Jika dipahami lebih jauh, dalam uu sudah mencakup

pendidikan karakter. Misalnya pada bagian kalimat dari defenisi pendidikan dalam uu

tentang sisdiknas yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan Negara.4

Untuk itu peneliti mencoba menganalisasi dan mencari alternative pemecahan

problem yang ada, dengan asumsi bahwa dengan diadakan sebuah pemantauan dan tindak

lanjut terhadap pendidikan karakter dipesantren. Dengan demikian kegiatan, rutinitas,

tanggungjawab,mampu menjadikan santriwati yang mendunia.

4
Ulfa Rahmi, “Pendidikan Karakter Dalam Uu No 20 Tahun 2003” dalam internet
http://ulfarahmi.wordpresss.com/2010/12/20/pendidikan -karakter-dalam-uu-no-20-tahun-2003/, kamis 21
november 2019.
7

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah ini dimaksudkan agar peneliti tidak melebar pembahasannya,

sehingga mudah untuk mengetahui hasilnya. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di

atas beberapa rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana pola pendidikan pada pondok pesantren robitotul istiqomah kec huristak kab

padang lawas?

2. Bagaimana peran pondok pesantren dalam pembentukan karakter santriwati di pondok

pesantren robitotul istiqomah kec huristak kab padang lawas?

C. Tujuan dan kegunaan

1. Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah:

a. Untuk mengetahui pola pendidikan pada pondok pesantren robitotul istiqomah kec

huristak kab padang lawas.

b. Untuk mengetahui peran pondok pesantren dalam pembentukan karakter santriwati di

pondok pesantren robitotul istiqomah kec huristak kab padang lawas.

2. Kegunaan

a. Secara teoritis

1) Sebagai sumbangan dalam upaya memberikan informasi ilmiah terkait dengan

peran pondok pesantren sebagai pengembangan masyarakat dalam

membentuk karakter.

2) Mengembangkan wawasan keilmuan dalam pendidikan khususnya pada

pondok pesantren robitotul istiqomah kec huristak kab padang lawas.


8

b. Secara praktis

Sebagai upaya pemecahan masalah yang ada terkait dengan peranan pondok

pesantren dalam pembentukan karakter di pondok pesantren robitotul istiqomah

kec huristak kab padang lawas

D. Kajian pustaka

Dari hasil pembangunan kepustakaan, pembahasa penelitian yang berjudul “ konsep

pendidika karakter anak dalam keluarga (oleh Muhammad nur abdul hafidz). Dalam

penelitian ini menyimpulkan keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter

anak. Pendidikan di keluarga adalah pendidikan awal dan utama karena masa itu adalah

masa di mana seorang manusia masih menerima segala sesuatu dan mudah terpengaruh oleh

apapun dalam bentuk lingkungan pertama ini.


9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan teori

1. Peran

Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain

sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang

diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Menurut Abu Ahmadi

(1982) peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu

harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi

sosialnya.

Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002:243), yaitu peran merupakan

aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Dari hal

diatas lebih lanjut kita lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan sebelumnya

disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan

tugas dan kewajiban dinas perhubungan dalam penegakan hukum mempunyai arti

penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum secara penuh,

(Soerjono Soekanto 1987: 220).

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan

sosial baik dari dalam maupun dari luar an bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari

perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi sosial tertentu. Peran adalah suatu

pola sikap, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang yang berdasarkan posisinya
10

dimasyarakat. Posisi ini merupakan identifikasi dari status atau tempat seseorang dalam

suatu system sosial dan merupakan perwujudan aktualisasi diri.

Peran juga diartikan sebagai perangkaian periaku yng diharapkan oeh lingkungan

sosial berhubuhngan dengan individu dalam berbagai kelompok sosial. Peran merupakan

salah satu komponen dari konsep diri (gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan

identitas diri).peran merupakan fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan.5

2. Pola pendidikan pesantren

Pola pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren erat kaitannya dengan

tipologi pondok pesantren. Berangkat dari pemikiran dan kondisi pondok pesantren yang

ada, maka ada beberapa metode pembelajaran pondok pesantren:

a. Metode Sorogan

Metode sorogan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih

menitikberatkan pada pengembanagn perseorangan (individu) di bawah bimbingan

seorang ustadz atau kiai. Metode ini diselenggarakan pada ruang tertentu di mana

disitu tersedia tempat duduk seorang kiai atau ustadz, kemudian di depannya terdapat

bangku pendek untuk meletakkan kitab bagi santri yang menghadap santri-santri lain,

baik yang mengaji kitab yang sma maupun berbeda duduk agak jauh sambil

mendengarkan apa yang diajrakan oleh kiai atau ustadz kepada temannya sekaligus

mempersiapkan diri menunggu giliran untuk dipanggil.

Metode pembelajaran ini termasuk sangat bermakna, karena santri akan

merasakan hubungan yang khusus ketika berlangsung kegiatan pembacaaan kitab oleh

dirinya sendiri di hadapan kiai atau ustadznya. Mereka tidak saja senantiasa dapat

dibimbing dan diarahkan cara pembacaanya tetapi juga dapat diketahui dan dievaluasi
5
Tim Penyusun, KBBI (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm.1155
11

perkembangan kemampuannya. Dalam situasi demikian, tercipta pula komunikasi

yang baik antar santri dengan kiai atau ustadznya sehingga mereka dapat

meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa santri maupun kiai atau ustadznya

sendiri. Hal ini membawa pengaruh baik karena liai semakin tumbuh kharismanya,

santri semakin simpati sehingga ia berusaha untuk selalu mencontoh perilaku gurunya.

b. Metode Bandongan

Metode bandongan disebut juga dengan metode wetonan. Metode bendongan

dilakukan oleh seorang kiai atau ustadz terhadap sekelompok peserta didik, atau santri,

untuk mendengarkan dan menyimak apa yang dibacanya dari sebuah kitab. Seorang

kiai atau ustadz dalam hal ini membaca, menerjemahkan, menerangkan dan seringkali

mengulas teks-teks kitab berbahasa Arab tanpa harakat (gundul). Sementara itu santri

dengan memegang kitab yang sama, masing-masing melakukan pendhabithan harakat,

pencacatan symbol-simbol kedudukan kata, arti-arti kata langsung dibawah kata yang

dimaksud, dan keterangan-keterangan lain yang dianggap penting dan dapat

membantu memahami teks. Posisi para santri pada pembelajaran dengan

menggunakan metode ini adalah melingkari dan mengelilingi kiai atau ustadz sehingga

membentuk halaqah (lingkaran).

Dalam penerjemahannya kiai atau ustadz dapat menggunakan berbagi bahasa

yang menjadi bahasa utama para santrinya.

c. Metode Musyawarah

Metode musyawarah atau dalam bahasa lainb bahtsul masa’il merupakan

metode pembelajarn yang lebih mirip dengan metode diskusi atau seminar. Beberapa

orang santri dengan jumlah tertentu membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh
12

seorang kiai atau ustadz atau mungkin juga santri senior untuk membahas atau

mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya,

para santri dengan bebas mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan pendapatnya.

Dengan demikian, metode ini lebih menitikberatkan pada kemampuan perseorangan

dan lam menganalisis dan memecahkan suatu persoalan dengan argument logika yang

mengacu pada kitab-kitab tertentu. Musyawarah juga dilakuakan untuk membahas

materi-materi tertentu dari sebuah kitab yang dianggap rumit untuk memahaminya.

Musyawarah pada bentuk kedua ini bisa digunakan oleh santrio tingkat menengah

untuk membedah topic materi tertentu. Untuk melakukan pembelajaran dengan

mengguanakn metode ini, kiai atau ustadz biasanya mempertimbangakan kondisi

peserta, apakah awal, menengah atau tinggi selain juga topic atau persoalan (materi)

yang dimusyawarahkan.

d. Metode Pengajian Pasaran

Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui

pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang ustadz yang dilakukan oleh

sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon) selama tenggang

waktu tertentu. Tetapi umumnya pada bulan Ramadhan selama setengah bulan, dua

puluh hari, atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab yang diaji.

Pada kenyataanya, metode ini lebih miriop dengan metode bandongan, tetapi pada

metode ini target utamanya adala “selesai”.

Pengajian pasaran banyak dilakukan di pesantren-pesantren tua di Jawa dan

dilakukan oleh kiai-kiai senior di bidangnya.titik beratnya pada pembacaan, bukan

pada pemahaman sebagaimana metode bandongan. Sekalipun dimungkinkan bagi para


13

pemula untuk mengikuti pengajian ini, namun pada umumnya pesertanya terdiri dari

mereka-mereka yang telah belajar atau membaca kitab tersebut sebelumnya.

Kebanyakan pesertanya justru para kiai atau ustadz yang datang dari tempat-tempat

lain yang sengaja datang untuk itu. Dengan kata lian, pengajian ini lebih banyak

mengambil berkah atau ijazah dari kiai-kiai yang dianggap senior. Dalam perspektif

lebih luas, pengajian pasaran ini dapat dmaknai sebagai proses pembentukan jaringan

pengajaran kitab-kitab tertentu diantra pesantren –pesamntren yang ada.

e. Metode Hapalan (Muhafadzah)

Metode hapalan ini adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghapal suatu

teks tertentu di bawah bimbingan dan pengawasan kiai atau ustadzm parasantri diberi

tugas untuk menghapal bacaan-bacaan dalam jangka waktu tertentu, hapalan yang

dimilki santri ini kemudian dihafalkan di hadapan kiai taua ustadz secara periodic atau

insindental tergantung kepada petunjuk gurunya tersebut.

f. Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah

Metode Demonstrasi/Praktek Ibadah adalah cara pembelajaran yang dilakukan

dengan memperagakan (mendemonstrasikan) suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan

ibadah tertentu yang dilakukan secara perorangan maupun kelompok di bawah

petunjuk dan bimbingan ustadz.

g. Metode Rihlah Ilmiyah

Metode Rihlah Ilmiyah (study tour) adalah kegiatan pembelajaran yang

diselenggarakan melalui kegiatan kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu tempat

tertentu dengan tujuan untuk mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang bersifat
14

keilmuan ini dilakukan oleh para santri menuju ke suatu tempat untuk menyelidiki dan

mempelajarai suatu hal dengan bimbingan oleh ustadz.

h. Metode Muhawarah/Muhadatsah

Metode muhawarah adalah latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab yang

diwajibkan oleh pondok pesantren kepada para santri selama mereka tinggal di pondok

pesantren. Para santri diwajibkan untuk bercakap-cakap baik dengan sesame santri

maupun dengan para kiai atau ustadz dengan menggunakan bahasa Arab pada waktu-

waktu tertentu untuk para santri pemula. Kepada mereka diberikan perbendaharan

kata-kata bahasa Arab yang sering dipergunakan untuk dihapalkan sedikit demi sedikit

sehingga mencapai target yang telah ditentukan untuk jangka waktu sekian, setelah

para santri telah menguasai kosa kata bahasa Arab, kepada mereka diwajibkan untuk

menggunakannya dalam percakapan-percakan sehari-hari. Pada pesantren metode

latihan bercakap-cakap dengan bahasa Arab ini hanyalah pelajaran tambahan bukan

pelajaran pokok.

i. Metode Mudzakarah

Metode Mudzakarah atau dalam istilah lain bahtsul masa’il merupakan

pertemuan ilmiah yang membahas masalah diniyah seperti ibadah aqidah dan masalah

agama pada umumnya. Metode ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan metode

musyawarah. Hanya bedanya terletak pada pesertanya, pada Metode Mudzakarah

pesertanya adalah para kiai atau para santrinya tingkat tinggi.

j. Metode Riyadhah

Metode Riyadhah merupakan salah satu metode pembelajaran di pesantren

yang menekankan pada olah batin untuk mencapai kesucian hati para santri dengan
15

berbagai macam cara berdasarkan petunjuk dan bimbingan kiai. Pembelajaran dengan

metode ini sendiri sesungguhnya tidak ditujukkan untuk penguasaan akan pengetahuan

atau ilmu tertentu, tetapi sebagai sarana untuk pembentukan dan pembiasaan sikap

serta mental santri agar dekat kepada Tuhan. Metode Riyadhah ini biasanya

dipraktikan pada pesantren-pesantren yang sebagian kiainya memiliki kecenderungan

dan perhatian yang cukup tinggi pada ajaran tasawuf atau tarekat.

3. Konsep salafiyyah

Salafiyyah garing salafisme adalah salah satu metodedalam agama islamyang

mengajarkan sariatislam secara muni tanpa adanya tambahan dan pengurangan,

berdasarkan sariat yang ada padagenerasi Muhammad dan parasahabat setelah mereka

dan orang –orang setelahnya.

Lembaga pesantren sebagai pesantren salafiyyah nampaknya sudah mulaibergeser

dari pemahaman sebelumnya,baikdari sisi institsi dan kelembagaan , proses belajar ,masa

belajar ,penggunaan literature, maupun manajemen kelembagaan. Darisissi

insitusi,pesantren tidak hanya berbentuk lembaga pendidikan non klasik, tetapi

dilingkungan sudah diselenggarakan lembaga pendiddian berjenjang semisal madrasah

ibtidaiyyah,sanawiyah, dan aliyyah.

Dari sisi proses belajar mengajar, perubahan terjadi pada cara penyampaian atau

pemberian materi bahan ajar ang lajim dilakukan di pesantren salafiyah oleh kyai dengan

cara sorogan,wetonan, dan bodongan. Kini di samping cara tradisional tersebut pesantren

dilakukan pula metode penyampaian bahan ajar dengan cara klasik dan berjenjang sesuai

tingkatan sekolah yang diselenggarakan di pesantren.


16

Literature-literatur yang digunakan dipesantren tersebut berkaitan pula dengan

lembaga pendidika kalsik yangdiselenggarakan.untuk materi pelajaran agama pda setiap

tingkatan madrasah tadi digunakan kitab kuning (kitab salaf) sebagai bahan kajiannya.

Namun disamping itu digunakan pula buku-buku bidang studi umum berbahasa Indonesia

yang sesuai denngan kurikulum setingkat sekolah yang disenggarakannya.

4. Pesantren

Suatu tantangan terbesar bagi institusi pendidikan islsm Indonesia adalah

perannya dalam membentuk sumber daya manusia yang memiliki komposisi intelektual

dan spritualyang seimbang. Sejalan dengan kosep ta’dib, tentu saja konsep pendidikn

masa datang adalah keterpaduan antara khazanah keilmuan modern dan hazana islam

yang bernuansa budaya local. Pesantren adalah system pendidikan yang tumbuh dan lahir

dari kultur Indonesia yang bersifat indigenous. Lembaga inilah yang dilirik kembali

sebagai model dasar pengembangan konsep pendidikan (baru) Indonesia.

Dengan sebuah pendidikan, kita ingin menjadikan anak kita tumbuh menjadi anak

dewasa yang punya kepedulian berikut adalah tujuh cara untukmencapai tujuan tersebut:

a. Memulai pada saat anak masih kecil

Anda bias memulai dengan sesuatu yang kecil. Anak-anak memiliki suatu keinginan

untuk menolong, bahkan anak usia dibawah dua tahun ingin melakukan sesuatu untuk

menolong orang tuanya. Anda bias memberikan semangat anak anda melalui sesuatu

yang kreatif yang biasa dikerjakan oleh anak.

b. Jangan menolong dengan hadiah


17

Jangan berikan hadiah sebagai pengganti pertolongan. Anda harus membangun

keinginan anak untuk membantu anda tanpa melalui pemberia hadiah sehingga muncul

rasa empati dalam diri anak.

c. Biarkan konsekuensi alamiyah menyelesaikan kesalahan anak

Tuan kita sebagai orang tua mengajarkan kepada anakuntuk menjadi anak yang lebih

baik, anak yang bertanggungjawab. Ketika anak membuat kesalahan, biarkan anak

anda untuk belajar menjadi bertanggungjawab terhadap perilaku dan kesalahannya.

d. Keahuilah ketika anak barperilaku bertanggung jawab

Setiap orang menyukai pengakuan. Ketika anak ada mengggunakan pakaian yang

dianggapnya pantas, maka berilah semangat kepada anak anda untuk memakainya di

kemudian hari.

e. Jadikan tanggung jawab sebagai sebuah nilai dalam keluarga

Diskusikan tanggungjawab dengan anak anda , biarkan anak mengetahui sesuatu yang

anda anggap bernilai. Biarlah anak melihat anda bertanggungjawab, dan anak anda

akan belajar banyak dari apa ynag dilakukan diri pada apa yang mereka dengar.

f. Berikan anak izin

Biarkan anak mengambil keputusan dengan uang yang dimilikinya pada saat anak

masih kecil. Anak akan membuat kesalahan, tetapi jangan menghentikan pemberian

uang anda kepada anak . ini akan memberi pelajaran kepaa anak tentang apa yang akan

terjadi jika anak menghamburkan uangnya. Selain itu akan menjadi pembelajaran di

saat anak nanti hidup di masyarakat.

g. Berikan kepercayaan kepada anak


18

Ini barangkali cara yang sangat penting untuk menjadikan anak anda

bertanggungjawab. Anak tidak subjektif, tetapi mereka memandang dirinya dari

lingkungan sekitar yang merespon kepadanya. Bila anda melihat anak anda sebagai

pribadi yang bertanggungjawab, dia akan tumbuh sesuai harapan anda. Di sini, bila

anda menyuruh anak, biarkan anakk memahami instruksi anda, anak akan bias

memenuhi harapan anda. Bila anda yakin bahwa anak mampu menjaga komitmen dan

berperilaku tanggung jawab, anakakan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.

5. Karakter

Secara umum kita sering mengasosiasikan istilah karakter dengan apa yang

disebut denga temmpramen yang memberinya defenisisi yang menenkankan unsur

psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan kita juga bias

memahami karakter dan sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsistis

yang dimiliki individu sejak lahir disini. Istilah karakter dianggap sama dengan

kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat

khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan yang diteima dari lingkungan,

misalnya keluarga padamasa kecil dan juga bawaan sejak lahir.6

Yang menjadi masalah dlam mengembangkan karakter adalah kemampuan untuk

tetap menjaga identitas permanen dalam diri manusia yaitu semakin menjadi sempurna

dalam proses penyempurnaan dirinya sebagai manusia. Karakter merupakan ciri dasar

melalui mana pribadi itu memiliki keterarahan ke depan dalam membentuk dirinya secara

penuh sebagai manusia apapun pengalaman psikologis yang dimilikinya. Mengingat

bahwa pengembangan karakter merupakan prosesterus menerus, karakter bukankah

6
Sjakaewai, Pembentukan Kepribadian Anak, Peran Moral, Intelektual, Emosional, Dan Sosial Sebagai
Wujud Integritas Membangun Jati Diri ( Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm.11.
19

kenyataan, melainkan keutuhan perilaku. Karakter bukanlah hasil atau produk, melainkan

usaha hidup.

6. Pendidikan karakter

Pentingnya membentuk karakter anak dari keluarga merupakan dasar pendidikan

yang dinamankan kepada anak sejak dini. Kehadiran seorang anak penting dalam sebua

keluarga diantaranya adalah bahwa:

a. Anak sebagai pelanjut keturunan yang disebabkan oleh naluri makhluk mansuia untuk

melanjutkan keberadaan.

b. Anak adalah perekat hubungan antara suami istri.

c. Anak juga menjadi wakil yang sah dari orang tua dimasyarakat

d. Anak akan melindungi dan menjadi tumpuan harapan orang tua saat mereka tua dan

butuh perawata bantuan.

e. Anak juga akan menjadi penerus cita-cita dari ide-ide kita.7

Hal ini menunjukkan suatu perhatian khusus terhadap seorang anak banyak hal

yang telah dilakukan dan diperjuangkan demi anak. Namun kita orang tua tidak

memahami akan pentingnya sebuah karakter yang hendak ditanamkan dalam diri anak,

hal ini akan menjadikan sebuah permasalahan yang muncul dalam sebuah keluarga.

Tujuan menjadikan anak-anak sebagai manusia yang peduli dan solider sangatlah

mulia. Lebih dari memikirkan bagaimana caranya anak menjadi produktif, kreatif,

cerdas,dan punya peran kelak di masyarakat. Tujuan untuk membentuk anak-anak-solider

merupakan cita-cita kemanusiaan yang agung. Alangkah terhormatnya orang tua yang tak

hanya ingin memamerkan status kekayaanya dengan cara mengeksploitasi anak-anak,


7
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik & Praktik (Yogyakarta: A-Ruzz Media, 2011),
hlm. 369-372.
20

tetapi orang tuanya yang ingin menciptakan anak-anak dan generasi yang punya peran

untuk mengubah dunia agar kebersamaan dan keadilan tercipta kembali.

Pendidikan karakter bukan sekedar memiliki dimensi integrative, dalam arti

mengukuhkan moral intlektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang kokoh dan

tahan ujimelainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun sosial. Pendidikan

karakter menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit sosial. Pendidikan karakter

menjadi jalan keluar bagi perbaikan dalam masyarakat kita. Situasi sosial yang ada

menjadi alas an utama utama agar pendidikan karakter segera dilaksanakan dalam

lembaga pendidikan kita.

Pendidikan karakter dalam hal ini bukan sekedar memaknai masyarakat sebagai

tempat dimana pada akhirnya pendidikan karakter itu mestinya hadir namun juga menjadi

sarana paedagogis bagi masyarakat diluar sehingga mereka pun menjadi satubahu

membahu menyuburkan perilaku dan tata nilai yang bermakna dan berguna bagi tatanan

masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, program pendidikan karakter apapun tidak dapat

melepaskan diri dari tatanan sistem nilai didalam masyarakat local yang menjadi sumber

pengayaan budaya bagi program pendidikan karakter di sekolah.

Paling tidak ada dua program yang bisa dipertimbangkan tentang jangkauan kerja

sama antara sekolah dan lingkungan sekitar. Pertama program yang dasarnya adalah

keterlibatan komunikasi (community) based dan kedua kerjasama dengan media untuk

diseminasi pendidikan karakter yang dilakukan sekolah.

7. Proses pendidikan karakter


21

Proses pendidikan seperti itu tidak dapat mudah dilaksanakan, ia hanya dapat

dilaksanakan dalam system pendidikan kampus terpaduyang mengarah pada pembinaan

kepribadian seutuhnya proses pendidikan terpadu demikian yang sudah lama

dilaksanakan oleh lembaga pendidikan pesantren. Lebih dari itu system pendidikan

pesantren mampu melaksanakan pendidikan karakter yang berakar kepada keyakinan

hidup dan keagamaan yang tidak akan tergoyahkan oleh arus perubahan nilai-nilai sosial

budaya yang dihembuskan oleg era globalisasi.

Sesuai dengan wataknya, pesantren memiliki ciri khas tradisi keilmuan yang

berbeda dengan tradisilembaga-lembaga pendidikan lainnya. Salah satu ciri khas

pesantren adalah pengajaran kitab-kitab kuning, kitab-kitab islam klasik yang ditulis

dalam bahasa arab baik ditulis oleh ulama-ulama arab maupun ulama-ulama Indonesia

sendiri.

Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang

didalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya,

merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk system kepercayaan

yang akhirnya dapat membentuk pola berpikirnya yang bias mempengaruhi perilakunya.

Jika program yang tertanam tersebutsesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal,

maka perilakunya berjalan selarah dengan hokum alam. Hasilnya perilaku tersebut

membawa ketenangan dan kebahagiaan sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai

dengan prinsip-prinsip hokum universal maka perilakunya membawa kerusakan dan

menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius.

Dengan memahami cara kerja pikira tersebut, kita memahami bahwa

pengendalian pikiran menjadi sangat penting dengan kemampuan kita


22

dalammengendalikan pikiran kearah kebaikan, kita akan mudah mendapatkan apa yang

kita inginkan yaitu kebahagian. Sebaliknyajika pikiran kita lepas kendali sehingga

terfokus kepada keburukan dan kejahatan, maka kita akan terus mendapatkanpenderitaan-

penderitaan disadari maupun tidak.

Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan kerabat,

sekolah, televise, internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya menambah

pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki kemampuan yang semakin

besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran

sadar (conscious) menjadi semakin dominan. Seiring perjalanan waktu maka penyaringan

terhadap informasi yang masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak

sembarang informasi yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung

diterima oleh pikiran bahwa sadar.

Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang system

kepercayaan dan pola piker yang terbentuk maka semakin jelas tindakan, kebiasaan, dan

karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain setiap individu akhirnya

memiliki system kepercayaan (belief system), citra diri (self- image), dan kebiasaan

(habib) yang unik. Jika system kepercayaannya benar dan selaras, karakternya baik, dan

konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan terus baik dan semakin membahagiakan.

Sebaliknya jika system kepercayaannya tidak selaras, karakternya tidak baik dan konsep

dirinya buruk, maka kehidupannya akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.

8. Metodologi pendidikan karakter


23

Pendidikan karakter yang mengakarkan dirinya pada konteks lembagaakan

mampu menjiwai dan mengarahkan lembaga pada penghayatan pendidikan karakter yang

realitis, konsisten, dan integral, paling tidak ada lima unsur yang bias dipertimbangkan.8

a. Mengajarkan

Untuk dapat mengajarkan yang baik ,yang adil,yang bernilai,pertama –tama perlu

mengetahui dangan jerni apa itu yang ernih apa yang itu kebaikan ,keadilan dan

nilai.salah satu unsur penting dalam pendidikan karakteradalah mengajarkannlai-nilai

itu sehingga anak didik memiliki gagasan konseptual tentang nilai-nilai pemandu

perilaku yang bias dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya.

Proses diseminasinilai tidak hanya tidak dapat dilakukan dengan hanya dapat

dilakukan secara lamngsung di dalam kelas, melalui sebuah proses pembelajran

dikelas,melainkan bias memanfaatka berbagai macam unsur lain dalam dunia

pendidikan yang dapat membantu anak didik semakin menyadari sekumpulan nilai

yang memang berharga dan berguna bagi pembentukan dalam diri.

b. Keteladanan

Keteladan memang menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan

pendidikan karakter. Guru,yang dalam bahasa jawa berarti digugulan

ditiru,sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. Tumpuan

pendidikan karakterini ada di pundak guru. Konsistensi dalam mengajarkan

pendidikan karakter tidak sekedar melalui apa yang dikatakan melalui pembelajaran di

dalam kelas,melainkan nilai itu,juga dalamdiri sang guru,dalam kehidupannya yang

nyata diluar kelas. Karakter guru menetukan (meskipun tidak slalu) warna kepribadian

anak didik
8
Alicia Komputer, “ Teori Pembentukan Karakter”, http://koleksi-skripsi-blogspot.com.
24

c. Menentukan proritas

Pendidika karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi

pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga pendidikan. Oleh karna itu, lembaga

pedidikan mesti menentukan tuntunan stndar atas karakter yang akan ditawarkan kepada

peseerta didik sebagai bagian dari kinerja kelembagaan mereka.

Untuk itu,setiap pribadi yang terlihat dari dalam sebuah lembaga pendidikan yang

diinginkan menekankan pendidikan karakter juga mesti memahami secara jernih apakah

prioritas nilai yang ingin ditekankan dalam pendidikan karakter dalam lembaga

pendidikan.

d. Praktis prioritas

Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakan

oleh prioritas nilai pendidikan karakter tersebut berkaian dengan tuntunan lembaga

pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visikinerja pendidikannya, lembaga

pendidikan mesti mampu membuat verifikasi sejauh mana visi sekolah telah dapat

direalisasikan dalam lingkungan pendidikan skolastik melalui berbagai macam unsur

yang ada didalam lembaga pendidikan itu sendiri.

e. Refleksi

Karakter yang ingin dibentuk oleh lembaga pendidikan melalui berbagai macam

program dan kebijakan senantiasa perlu dievaluasi dan direfleksikan secara

berkesinabungan dan kritis. Sebab,yang sebagaimana yang dikatakan sokrates ‘hidup

yang tidak direplesikan merupakan hidup yang tidak layak dihayati.” Tanpa ada usaha
25

untuk melihat kembalisejauh mana proses pendidikan karakter ini

direfleksikan,dievaluasi,tidak akan pernah terdapat kemajuan.

BAB III
26

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan. Penelitian lapangan

(field reaserch) yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilapangan. Sedangkan menurut

jenis datanya termasuk penelitian kualitatif. Metode penelitian sering disebut metode

penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamaiah (natural

setting): disebut juga sebagai etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak

digunakan untuk bidang antropologi budaya,disebut metode kualitatif, karena data yang

terkumpul dari analisisnya lebih bersifat kualitatif.9 Penelitian kualitatif digunakan untuk

bias memberikan keterangan yang jelas mengenai peran pesantren.

B. Subjek dan objek penelitian

Metode penentuan subjek dan objek dalam penelitian ini adalah usaha penentuan

sumber data, artinya darimana sumber data yang diperoleh. Sunjek penelitian merupakan

orang yang bias memberikan informasi-informasi utama yang dibutuhkan. Subjek penelitian

ini adalah santriwati pondok pesantren robitotul istiqomah . sedangkan objek dalam

penelitian ini adalah perang pendidikan pondok pesantren dalam pembentukan karakter

santriwati di pondok pesantren robitotul istiqomah.

Karena jenis penelitian ini adalah peneilitian kualitatif, maka teknik yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling). Maksudnya

adalah pengambilan sampel tersebut sesuai dengan tujuan penelitian, yang menjadi salah

satu ciri sampel bertujuan yakni darimana atau dari siap pengambilan sampel itu dimulai

9
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 1.
27

tidak menjadi persoalan, tetapi bila hal itu sudah berjalan, maka pemilihan berikutnya

tegantug pada keperluan peneliti.

C. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Metode observasi

Observasi (observation )atau pengamatan merupakan suatu tekhnik atau cara

pengumpulan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sering

berlangsung. Metode ini untuk mengetahui gambaran umum pesantren meliputi

administrasi di pesantren,kegiatan pesantren dan keqadaan pesantren assalafiyyah.

Observasi harus dilakukan terus menerus, sehingga penelitian semakin mendalami

fenomena sosial yang diteliti seperti apa adanya. Segala kegiatan di pondok pesantren dan

aktivitas remaja akan diamati. Teknik observasi boleh dikatakan merupakan keharusan

dalam pelaksanaan penelitian kualitatif. Hal ini disebabkan karena banyaknya phenomena

sosial yang tersamar atau kasat mata, yang sulit terungkap bila mana hanya digali melalui

wawancara. 10

2. Metode wawancara

Wawancara merupakan pengumpulan data utama dalam penelitian ini. Dalam

melakukan wawancara, peneliti tidak bisa mendekati informan, sumber informan atau

guru bagi si peneliti, dan langsung meminta tentang topic yang diketahui. Hal ini bisa

mnegejutkan dan bahkan menganggap si peneliti sebagai makhluk asing yang harus

dihindari.11
10
Burhan Bungi, analisis data penelitian kualitatif (Jakarta: raja grafindo persada, 2005), hlm 60
11
Ibid., hlm. 179
28

Metode ini untuk menemukan sebuah jawaban atas pola-pola didikan non formal

dalam pesantren yang ada dalam membentuk karakter santri di pondok pesantren

robitotul istiqomah kec. Padang lawas. Metode wawancara dengan penguruh pesantren

yang sangat memahami kondisi dan hal-hal yang berhubungan pendidikan karakter di

pondok pesantren. Wawancara dengan pengurus di fokuskan pada proses kegiatan

keseharian termasuk kegiatan pelaksanaan pendidikan karakter dan penanaman nilai.

Sedangkan wawancara dengan santri untuk mengetahui tanggapan santri terhadap proses

pembentukan karakater.

Dalam penelitian kualitatif, sering menggabungkan teknik observasi partisifatif

dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi peneliti juga melakukan

interview kepada orang-orang ada di dalamnya.

3. Metode dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.dokumen

berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Informasi

dokumentasi yang di dapatkan dari dokumen yakni laporan kegiatan santri, foto, arsip-

arsip pondok. Metode ini digunakan untuk mengumpullkan data yang bersifat

dokementatif selama proses penelitian.

Metode ini untuk memperoleh data berupa struktur organisasi, jadwal kegiatan,

program pembentukan karakter dan yang perlu dicermati bahwa tidak semua dokumen

memiliki kredibilitas yang tinggi. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di pesantren

bisa menjadi dokumen dalam penelitian ini.


29

D. Analisis data

Analisis data merupakan proses pengelolaan data penelitian. Dalam penelitian

kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan

data yang bermacam-macam (triangulasi), di dalamnya terdapat proses diantaranya:

1. Reduksi data merupakan proses berpikir sensitive yang memerlukan kecerdasan dan

keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi. Bagi peneliti yangmasih baru, dalam

melakukan reduksi data dapat mendiskusikan pada teman atau orang lan yang dipandang

ahli. Melalui diskusi itu, maka wawasan peneliti akan berkembang, sehingga dapat

mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teoriyang signifikan.

2. Display data merupakan penyajian data yang dilakukan dalam bertuk uraian

singkat,bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Ang paling sering digunakan

untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat

naratif.12

3. Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan tamuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu

objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti

menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interagtif, hipotesis dan teori.13

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan-pendekatan sosiologi, dimana

pendekatan ii merupakan disiplin sosial, khususnya lingkungan pendidikan non

formal pada pesantren sebagai pengembangan masyarakat dalam membentuk

karakter.

12
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alpabeta, 2009), hlm. 95
13
Ibid., hlm.99
30

Suatu tinjauan sosiologis berarti sorotan yang didasarkan pada hubungan

antarmanusia, hubungan antar kelompok dan di dalam proses kehidupan

bermasyarakat. Di dalam pola hubungan tersebut yang lajim disebut interaksi sosial

anak dan remaja merupakan salah satu pihak, disamping adanya pihak-pihak lain.

Pihak-pihak tersebut saling memengaruhi, sehingga terbentuklah kepribadian-

kepribadian tertentu sebagai akibatnya.

b. Metode berpikir

Metode berpikir dalam penelitian ini adalah metode berpikir induktif. Metode

berpikir induktif merupakan proses logika yang berangkat dari data empiric lewak

observasi menuju ke suatu teori atau mengorganisasi faka-fakta atau data-data yang

terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang berhubungan. Penarikan kesimpulan

berdasarkan pada fakta-fakta khusus ditarik menjadi generalisasi.

Anda mungkin juga menyukai