MAKALAH
“PESANTREN DAN MADRASAH MODERN”
Oleh Kelompok 7 :
NAMA NIM
Herlina : 12110821338
Siti Khairunnisa : 12111321725
KELAS 2B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya
kepada kita semua. Shalawat beserta salam tetap tercurahkan kepada Baginda Muhammad
SAW, yang mana ia telah mengantarkan manusia dari kejahilan dan kebodohan kepada
kebenaran dan yang membawa manusia dari kebathilan menuju kebaikan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terkait dalam penyel esaian
makalah ini, terutama kepada Pak Dr Muslim M. Ag. selaku dosen mata kuliah yang telah
memberikan tema dan bimbingan terkait pengerjaan makalah ini. Begitu juga kepada pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pemikirannya.
Makalah yang berjudul "Pesantren dan Madrasah Modern" ini berisi tentang pengertian, se-
jarah, serta system pembelajaran pada pesantren dan madrasah modern. Kami harap pembaca
dapat memahami isi dari makalah ini.
Dalam menyusun makalah ini, kami yakin masih banyak kekurangan yang harus
diperbaiki. Oleh karena itu kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini untuk supaya selanjutnya dapat di revisi kembali. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan mampu memberikan manfaat kepada setiap
pembacanya.
Herlina
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….…1
B. Rumusan Masalah. .………………………………………………………………. 1
C. Tujuan Penulisan .…………………………………………………………….… 1
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren dan Madrasah Modern………………………….….………. 3
B. Sejarah Pesantren dan Madrasah Modern………………………………….……... 5
C. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Pesantren………………………….………10
D. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah Modern………..………….……10
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara natural, manusia tidak hanya memiliki aspek jasmani, namun juga aspek ruhani
yang keduanya senantiasa berkembang seiring dengan kehidupannya di dunia. Karena itu
manusia mampu mencapai titik kematangan hidup melalui suatu proses yang bertahap.
Pendidikan Islam sebagai proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan
mengangkat derajat kemanusiaan sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah), penting sekali
diberikan kepada peserta didik, terutama dalam mengantisipasi krisis moral sebagai dampak
negatif dari era globalisasi yang melanda bangsa Indonesia.
Diskursus mengenai pendidikan Islam senantiasa menjadi kajian yang menarik bukan
hanya karena dalam pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri, namun juga karena
kaya akan konsep-konsep pendidikan yang tidak kurang bermutu dibandingkan dengan konsep
pendidikan konvensional. Sejarah mencatat bahwa pendidikan Islam telah banyak melahirkan
ilmuwan dengan ide-ide cerdasnya yang tidak hanya dikenal oleh kalangan muslim, tapi juga
non muslim yang dilahirkan dari institusi, seperti pesantren dan madrasah modern.
1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian pesantren dan madrasah modern?
2. Bagaimana sejarah pesantren dan madrasah modern?
3. Bagaimana sistem pendidikan dan pengajaran di pesantren?
4. Bagaimana sistem pendidikan dan pengajaran di madrasah modern?
C. Tujuan penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pesantren
Secara etimologi, pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat awalan ‘pe’ dan
akhiran ‘an’ yang berarti tempat tinggal santri.1 Pengertian yang berbeda tentang pengertian
Pesantren dapat ditemukan dalam Ensiklopedia Islam, bahwa pesantren berasal dari bahasa
Tamil yang artinya guru mengaji atau dari bahasa India “Shastri” dan kata “Sastra” yang berarti
buku-buku suci, buku-buku agama atau ilmu tentang pengetahuan. Pesantren digunakan di
Jawa untuk menyebutkan sebuah lembaga pendidikan Islam, di luar Jawa pesantren biasanya
disebut Surau (Minangkabau), dayah (Aceh) dan langgar di sebagian Jawa. Dari ungkapan
diatas dapat diartikan Pesantren adalah sebuah tempat santri belajar ilmu-ilmu agama.
1 Zamakhsyari Dofir, Tradisi Pesantren; Studi tentang pandangan hidup Kyai, LP3ES, Jakarta, 1982, hal. 18.
2 M. Arifin, Kafita Selekta Pendidikan islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 240
3 Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1995,ha.,3
3
Disamping yang memandang pesantren sebagai pusat keilmuan Islam, sebaliknya
Marwan Saridjo, menyebut pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sekurang-
kurangnya memiliki tiga unsur yaitu Kyai yang mendidik dan mengajar, santri, dan masjid.
Dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam, yang diakui
keberadaannya oleh masyarakat, sebagai pusat mempelajari, memahami, mendalami ilmu-ilmu
keislaman, untuk dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan
moral agama, dengan ciri khas yaitu, Kyai, santri dan masjid.
2. Madrasah Modern
Istilah “ Madrasah” berasal dari bahasa Arab (Ar = tempat belajar; dari akar kata darasa =
belajar). Nama atau sebutan bagi sekolah agama Islam, tempat proses belajar- mengajar
ajaran Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain, meja, bangku,
dan papan tulis ) dan kurikulum dalam bentuk klasikal. Padanan kata madrasah dalam bahasa
Indonesia adalah sekolah- sekolah agama.
Secara harfiah madrasah diartikan sebagai tempat belajar bagi para pelajar atau tempat
untuk memberikan pengajaran. Sama juga dengan secara teknis yakni dalam proses belajar
mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah. Namun diIndonesia
madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah. Melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik
lagi, yakni sekolah agama, tempat dimana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-
ihwal atau seluk beluk agama dan keagamaan (yaitu Agama Islam).
Secara historis, madrasah adalah bentuk perkembangan dari model pendidikan Islam
tradisional yaitu pesantren Pesantren yang berkembang sejak abad ke 17 bisa disebut sebagai
masa mulai berdirinya cikal bakal dari lembaga pendidikan madrasah. Meskipun banyak juga
pesantren yang tetap mempertahankan keasliannya (salaf) tanpa berubah menjadi madrasah.
4
B. Sejarah Terbentuknya Pesantren dan Madrasah Modern
1. Pesantren
Kata pesantren besaral dari kata pe-santri-an”. Awalan pe dan akhiran an yang
diletakan pada kata santri ini bisa menyisaratkan dua arti. Pertama. Pesantren bisa bermakna
tempat santri, sama seperti pemukiman (tempat mukim), pelarian (tempat pelarian diri),
peristirahatan (tempat beristirahat), pemondokan (tempat mondok), dan lain-lain.
Kedua, kata pesantren juga bisa bermakna proses menjadikan santri, sama seperti kata
pencalonan (proses menjadikan calon), pemanfaatan (proses memanfaatkan sesuatu),
pendalaman (proses memperdalam sesuatu) dan lain sebagainya.4
Berbeda dengan defenisi yang dipaparkan oleh para orientalis, seperti Snuch
Hurgronye mendefinisikan bahwa pondok pesantren adalah bentuk rumah tempat kediaman
para santri, dengan segala tradisinya yang statis aja. Namun pendapat tesebut tidak diterima
oleh KH. Imam Zarkasyi. Karena beliau melihat bahwa jasa pesantren dalam perjuangan
negara ini sangat besar. KH. Zarkasyi menilai bahwa Snuch Hurgronye menilai pesantren dari
kulit luarnya saja.
Dalam pengertian lain KH. Imam Zarkasyi mendefinisikan bahwa Pondok Pesantren
adalah lembaga Pendidikan Islam dengan sistem asrama, dengan kiyai sebagai sentral figurnya,
dan masjid sebagai titik pusat kejiwaannya.
4 KH. Mohammad Tidjani Djauhari, Masa Depan Pesantren Agenda Yang Belum Terselesaikan (Jakarta; TAJ Publishinng,
2008), hlm. 71.
5 Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Cet. II
(Jakarta; Kencana, 2008), hlm. 286.
5
Secara garis besar pesantren selain sebagai tempat para santri berdiam dan belajar juga
merupakan tempat penggeblengan menjadikan santri berpendidikan atau ulama, yang mana
kiyai merupakan figur utama dan masjid adalah tempat utamanya.
Tetapi cara ini tidak bisa terus mereka lakukan. Seiring dengan usia yang semakin tua,
para pendai itu pun mulai menetap di suatu tempat guna melaksanakan pembinaan umat dan
kaderisasi calon-calon dai di tempat mereka masing-masing. Maka mereka kemudian
memperoleh nama atau gelar, seperti Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Muria, Sunan Gunung
Jati, dan lain sebagainya yang dinisbatkan pada tempat mereka berdomisili, melaksanakan
dakwah dan pendidikan, hingga tempat peristirahatan terakhir mereka.
Pada tahap berikutnya, ketika penyebaran Islam kian meluas dan persoalan umat juga
semakin kompleks, sementara jumlah dai meningkat pesat, mereka pun mulai dituntut untuk
bebagi tugas. Sebagian dari mereka melakukan pembinaan langsung di tengah-tengah umat
dengan pendekatan dakwah bil lisan dan hal, sementara sebagian lainnya melakukan
pembinaan melalui jalur pendidikan, terutama bagi para pemuda dan pemudi Islam yang
diharapkan menjadi kader penerus perjuangan mereka. Untuk tugas terakhir ini, mereka harus
memilih lokasi-lokasi tertentu yang dianggap strategis dan penuh barokah.
Dari para dai yang memilih jalur pendidikan ini kemudian banyak melahirkan
lembaga yang bernama “pesantren”. Mereka pun mulai disebut Kiyai. Dan karena mereka
berdomisili di sebuah tempat secara permanen, maka tidak mengherankan jika pada masa-masa
tersebut nama sebuah pesantren seringkali dinisbatkan keapda tempat di mana sang Kiyai
berada.
6
Model pendidikan pondok pesantren sama dengan model Pendidikan Islam yang
berjalan pada masa awal perkembangan Islam di Kuttab dan Madrasah, yaitu murid belajar
ilmu-ilmu agama kepada gurunya (kiyai) dengan mempelajari kitab untuk memperdalam
pengetahuan dan pemahamannya tentang ajaran Islam sebagai bekal untuk diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.6
Murid memilih guru yang dipandang cakap dan dapat memenuhi kebutuhannya untuk
memperdalam ilmu agama. Tidak ada tingkatan kelas, bangku atau kursi tempat duduk murid,
meja ataupun papan tulis, murid umumnya duduk bersila belajar pada gurunya. Dan setelah
menyelesaikan pendidikan, para santri di pesantren mendapatkan ijazah tanda tamat belajar.7
2. Madrasah Modern
Selain pendidikan Pesantren yang waktu itu sebagian masyarakat masih mengenal
sebagai lembaga pendidikan Islam yang tradisional, ada juga lembaga pendidikan Islam yang
jauh lebih modern yang dikenal dengan nama madrasah.
Keberadaan madrasah di Indonesia dan peranannya dalam pecerdasan anak bangsa bisa
dilihat dari dua periode, yaitu:
Dalam pada itu, rasa benci penjajah yang melekat di hati para ulama dan kiyai
mengakibatkan kebencian sebagian mereka terhadap sistem sekolah yang diperkenalkan oleh
penjajah itu tanpa pertimbangan kebaikan dan manfaatnya. Maka banyak pondok pesantren
yang tidak mangadakan madrasah, di samping banyak pula yang menyelenggarakan kedua-
duanya, yaitu tetap memelihara sistem lama dengan mengkaji kitab secara sorongan
(bandongan) serta mengadakan sistem baru dengan cara klasikal dan mengajarkan ilmu
pengetahuan umum.
6 Anik farida dkk, Modernisasi Pesantren, Depag RI Balai Penelitian Dan Pengembangan Agama, Jakarta, 2007, hal. 3
7 Loc Cit.
7
Sesuai dengan perkembangan zaman, sistem pendidikan madrasah semakin lama
semakin berkembang meluas dan tidak lagi selalu berdampingan dengan pondok pesantren
ataupun masjid, meskipun pada umumnya diusahakan berdekatan dengan masjid sebagai pusat
peribadatan. Terutama sesudah memasuki zaman kemerdekaan, perkembangan madrasah
berjalan pesat dengan jenjang tingkatnya yang semakin menanjak, yaitu ibtidaiyah yang
setingkat dengan sekolah dasar (SD), tsanawiyah yang setingkat dengan sekolah lanjutan
pertama (SLTP), dan aliyah yang setingkat dengan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA).
Para santri yang tidak sanggup mengikuti jejak kiyainya untuk mendirikan pondok
pesantren banyak yang terjun ke dunia madrasah. Begitu pula para pemuda/pemudi lulusan
Pendidikan Guru Agama (PGA) banyak yang mengabdikan dirinya di lembaga pendidikan ini.
Tidak sedikit pula para lulusan dari sekolah umum yang mengabdikan dirinya di lembaga
madrasah, karena merasa terpinggil oleh pemerintah agama dengan menyumbangkan
tenaganya.
8 Ibid. H.A. Mustafa dan Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, dikutip oleh Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan
Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Cet. II (Jakarta; Kencana, 2008), hlm. 286.
8
Pada zaman penjajahan, pemerintah sengaja menanamkan kebodohan dan rasa rendah
diri kepada rakyatnya, karena memajukan rakyat jajahan berarti menggali lubang kubur bagi
pemerintah jajahan. Maka adalah wajar kalau pemerintah waktu itu sangat takut, dan
memberikan tekanan-tekanan yang hebat kepada lembaga-lembaga pendidikan seperti
madrasah. Dalam alam kemerdekaan sikap pemerintah seperti itu haruslah dibalik 180 derajat.
Usaha rakyat untuk memajukan diri dengan mendirikan lembaga pendidikan seperti madrasah
buka harus dirintangi, melainkan harus dibantu dan dibimbing sebaik-baiknya. Apalagi
pemerintah sendiri menyadari bahwa tanggung jawab pendidikan tidak hanya terletak di
pundak pemerintah dan memang tidak mungkin hanya dipikulkan kepada pemerintah, tetapi
menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintahm masyarakat, dan orang tua. Oleh sebab
itu, inisiatif masyarakat untuk mendirikan madrasah merupakan suatu pertanda adanya rasa
tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anggota-anggotanya. Inisiatif seperti itu perlu
dikembangkan dan didorong untuk lebih maju.
Walaupun telah dibentuk lembaga khusus yang menangani Pendidikan Islam namun
masih kurang diperhatikan oleh pemerintah bila dibandingkan dengan pendidikan nasional
waktu itu. Hingga pata tahun 1975 dikeluarkan SKB 3 Menteri (Agama, Pendidikan dan
Kebudayaan, Dalam Negeri) tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah, tanggal 24
Maret 1975. Ada tiga poin penting yang dapat diambil dari SKB 3 Menteri tersebut, yaitu:
pertama, ijazah dapat mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum yang sederajat,
kedua, lulusan sekolah madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih
tinggi, ketiga, siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
Sehingga kurikulum ala SKB 3 Menteri yang telah disusun dapat sepenuhnya dipahami
oleh majelis, sebagai usaha peningkatan mutu madrasah untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesempatan yang lebih luas guna melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.
9
Dan sampai sekarang ini semua siswa yang belajar di Madrasah bisa melanjutkan di
perguruan tinggi umum, dalam mata pelajaran juga hampir semua materi yang diajarkan di
Sekolah umum diajarkan juga di madrasah begitu juga sebaliknya.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pesantren adaah lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah
satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat
muslim. Secara informal lembaga pesantren di Indonesia telah berfungsi sebagai keluarga
yangmembentuk watak dan kepribadian santri.
B. Saran
Jika makalah ini digunakan sebagai rujukan, diharapkan bapak/ibu serta teman-teman
agar dapat memahami dan membaca ulang, karena makalah ini tak luput dari kesalahan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abudullah, Taufik, 2003, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Umat
Ali, HA. Mukti, Pondok Pesantren dalam Sistem Pendidikan Nasional: dalam Pembangunan
Pendidikan dalam Pandangan Islam, (Surabaya: IAIN sunan ampel, 1986).
Basori, Ruchman,2006, The Founding Father: Pesantren Modern Indonesia, Jakarta: Ineis
Dhofier, zamakhsyari, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:
LP3ES, 1982).
Djauhari, KH. Mohammad Tidjani. 2008. Masa Depan Pesantren Agenda Yang Belum
Terselesaikan, Jakarta; TAJ Publishinng.