Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN MINI RISET

“MEMBANGUN KESEDERAJATAN DAN TRANSPARANSI MASYARAKAT


MADANI DALAM PERSFEKTI HUKUM ISLAM”

DISUSUN OLEH :

Nama : 1. Ayu Wulandari (3181111019)


2. Berta Timuria Nainggolan (3181111009)
3. Dede Riskina Hasibuan (3182111003)
4. Ernawati Sihombing (3182111009)
5. Septri J. Tumanggor (3181111020)

Kelas : Reg-A Ppkn 2018


Mata Kuliah : Hukum Islam
Dosen Pengampu : Sri Hadiningrum S.P.D., M.Hum.

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Mini Riset mata kuliah Hukum Islam
yang berjudul “Membangun Kesederajatan dan Transparansi Masyarakat Madani dalam
Persfektif Hukum Islam.” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Mini Riset ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagia pihak. Berterima kasih pula untuk segala pihak yang telah membantu dan yang telah
memberi dorongan dan bimbingan khususnya kepada ibu Sri Hadiningrum S.Pd., M. Hum.
selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Islam.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan semoga Laporan Mini Riset ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga
penulisan Laporan Mini Riset ini dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan serta
wawasan para pembaca.

Medan, 07 Desember 2020

(Penyusun)

2
DAFTAR ISI
COVER ..................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Batasan Masalah ...............................................................................................................6
C. Rumusan Maslah..............................................................................................................6
D. Tujuan dan M!anfaat Pe1nulisan .....................................................................................6

BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................................8


BAB III METODE PENELITIAN .........................................................................................17
BAB IV HASIL PENELITIAN .............................................................................................21
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................................................30
B. Saran..................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................32

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Nabi Muhammad merupakan salah satu tokoh yang paling berperan dalam dakwah Islam.
Sejarah hidup dan perjuangan Nabi Muhammad dalam berdakwah menjadi rujukan yang
paling utama. Dalam hal ini, dakwah Nabi Muhammad dibagi menjadi dua periode yaitu
periode Makkah dan periode Madinah. Setiap masing-masing periode mempunyai ciri khas
berbeda-beda yang disebabkan oleh kondisi dan latar belakang kehidupan sosial masyarakat
yang berbeda pula. Pada periode Madinah Nabi Muhammad menghadapi masyarakat yang
berbeda dengan masyarakat Makkah. Madinah adalah wilayah dengan penduduk yang
heterogen. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa suku yang berbeda dengan masing-
masing keyakinan yang mereka anut sejak zaman nenek moyang mereka. Menjelang hijrah
Nabi Muhammad, penduduk Madinah terdiri dari bangsa Arab dan bangsa Yahudi yang
berasal dari berbagai suku. Apabila berbicara soal kemajemukan masyarakat, maka tujuan
yang ingin diusahakan adalah menciptakan hubungan dialogis antarumat beragama melalui
dialog demi tercapainya kerukunan. Sejarah Islam telah mencatat dengan baik tumbuhnya
komunitas yang beradab pasca hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah. Bersama semua
unsur penduduk Madinah, Nabi meletakkan dasar-dasar peradaban (madaniyyah) dengan
membuat sebuah perjanjian mengenai kehidupan sosial, politik, ekonomi dan agama. Dalam
hal ini, keadaban ditegakkan oleh semangat universal ketuhanan untuk meletakkan sistem
hukum yang adil dan memnjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Kemajemukan menjadi
salah satu tantangan bagi para da’i dalam melaksanakan tugasnya. Tidak berbeda jauh
dengan Madinah, Indonesia juga terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama yang
memiliki budaya serta adat istiadat yang beragam. Perbedaan - perbedaan tersebut seringkali
menyebabkan timbulnya konflik antargolongan. Konflik antarsuku, ras atau agama yang
terjadi akan berdampak tidak baik pada stabilitas ketahanan sebuah negara. Oleh karena itu,
toleransi dan sikap inklusif memiliki peran yang penting untuk menjaga kesatuan bangsa dan
negara. Penanaman sikap toleran dan inklusif dapat dilakukan melalui kegiatan dakwah
seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad.

4
Latar belakang masalah jika mengingat zaman Nabi Rasullallah, mengisahkan
pembentukan Piagam Madinah sudut utama sasaran terbentuknya masyarakat Madani
dengan Al-Qur‟an menjadikan komunitas Muslim sebagai komunitas yang menjunjung
tinggi nilai kesederajatan antarmanusia dan juga terbuka berlandaskan itikad baik melalui
sebuah kerja sama, tanpa elitisme dan mentalitas konspiratif. Tugas umat adalah
mewujudkan kedamaian dan ketentraman di muka bumi melalui ajakan untuk
mengerjakan kebaikan dan meninggalkan segala macam kemungkaran, sebagai wujud
keimanan kepada Tuhan. Menciptakan ketentraman serta fungsi umat sebagai saksi
manusia adalah sesuatu yang saling berhubungan (Hassan, 2006: 96-97). Menurut
masyarakat madani, berkaitan dengan toleransi, sesungguhnya orang-orang muslim,
sebagaimana sesuai dengan ajaran agamanya, adalah mengemban tugas sebagai
“mediator” atau penengah antara berbagai kelompok itu. Inilah penyebab kaum muslimin
klasik sedemikian terbuka dan memiliki sikap inklusif, sehingga dalam bertindak selaku
pemegang kekuasaan mereka selalu bersikap mengayomi terhadap golongan-golongan
lain (Sufyanto, 2001: 131).
Sebelum kedatangan Nabi Muhammad, Madinah merupakan wilayah yang rawan
akan konflik antarsuku dan juga perang saudara karena struktur masyarakat Arab yang
didasarkan pada klan, yang mengikat semua anggota keluarga dengan pertalian darah.
Oleh karena itu, solidaritas mereka kepada anggota keluarga atau suku mereka sangat
kuat. Mereka cenderung merasa dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan suku-
suku lain. Sehingga hampir tidak ada hubungan harmonis dan akrab antara satu suku
dengan yang lainnya serta tidak adanya rasa empati kepada nasib suku lain. Hijrah Nabi
Muhammad Saw dari Makkah ke Madinah menjadi tonggak baru bagi kehidupan umat
manusia. Di Madinah Nabi membangun cikal-bakal peradaban modern yang
mengedepankan kebersamaan ketimbang peperangan, menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, dan mengutamakan semangat kebangsaan ketimbang semangat kesukuan
maupun kekabilahan. Orang-orang Yahudi dan Nasrani mendapatkan jaminan kebebasan
dari Nabi untuk menjalankan keyakinan mereka. Islam adalah agama yang menunjung
tinggi nilai persamaan derajat manusia di mata Tuhan, telah dibuktikan dengan adanya
ayat-ayat Al-Quran yang secara jelas menyerukan hal tersebut. Tetapi, konstitusi Islam
tidak mempertimbangkan jenis persamaan ini dengan memberikan hak kepada seseorang

5
untuk menjadi sederajat secara absolut. Sebagai manusia, ia tidak akan pernah sama
seluruhnya dan tanpa batas. Konstitusi Islam menyatakan bahwa ketidaksamaan alami
manusia harus tetap pula diakui (Azra, 2000: 59).

B. Batasan Masalah

Batasan masalah yang kami ambil berdasarkan judul laporan Mini Riset yaitu
“Membangun Kesederajatan Dan Transparansi Masyakarat Madani Dalam Perspektif Hukum
Islam”, yang akan kami kupas berdasarkan sumber referensi jurnal maupun buku mengenai
Hukum Islam.

C. Rumusan Masalah

Pada penyusunan laporan Mini Riset kami mengambil 4 pertanyaan untuk


mengupas jawaban diantaranya:
1. Bagaimana terbentuknya sejarah Masyakarat Madani Zaman Rasullah Saw?
2. Apa yang menjadi landasan utama adanya perspektif Hukum Islam dalam
memandang Masyakarat Madani?
3. Mengapa perlunya upaya untuk membangun kesederajatan dan transparansi
masyarakat madani dalam perspektif Hukum Islam?
4. Apa keuntungan pembelajaran hidup yang dapat kita peroleh adanya pembentukan
“Membangun Kesederajatan Dan Transparansi Masyakarat Madani Dalam Perspektif
Hukum Islam?”
D. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berikut ini tujuan kami dalam pembuatan laporan tugas kuliah Mini Riset “Membangun
Kesederajatan Dan Transparansi Masyakarat Madani Dalam Perspektif Hukum Islam”, yaitu:
1. Untuk mengetahui persoalan yang dijadikan bahan Mini Riset.
2. Sebagai pengetahuan terbentuknya sejarah masyakarat madani zaman rasullah saw.
3. Menjadikan landasan utama seperti adanya perspektif Hukum Islam dengan
masyakarat madani.

Adapun manfaat yang dapat kami ambil dalam penyusunan laporan MiniRiset
yaitu:

6
1. Menambah gairah jendela informasi sejarah Nabi Muhammad membentuk
masyarakat Madani, dan bermanfaat kehidupan sekarang.
2. Penyesuaian diri dengan beradaptasi agar bisa menjadikan manusia yang
berintelektual sesuai “Membangun Kesederajatan Dan Transparansi Masyarakat
Madani Dalam Perspektif Hukum Islam”?

7
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Sejarah Masyakarat Madani Zaman Rasullah Saw

Istilah masyarakat madani pertama kali dikenalkan dalam ceramah perdana


menteri Malisia Anwar Ibrahim dalam festival Istiqlal 1995. Disini Dawam Raharjo
memamandang agama sebagai sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat
adalah hasilnya. Dengan demikian maka civil society diterjemahkan sebagai masyarakat
madani yang mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan masyarakat (Raharjo,
1999: 146). Dalam perspektif Islam, masyarakat madani lebih mengacu kepada
penciptaan peradaban. Dimana kata al-Din yang pada umumnya bermakna agama, bisa
ditarik pada makna tamaddun, atau peradaban. Keduanya menyatyu dalam makna kata al-
Madinah yang berarti kota. Berbeda dengan kata al-Qoryah atau al-Balad, yang juga
berarti kota yang sering juga sebagai makna sebuah negeri. Bedanya al-Madinah
mempunyai muatan peradaban dan kebudayaan (Harris, 2003:11). Bukanlah suatu
kebetulab bahwa wujud nyata masyarakat madani mulai dikenal dari hijrah Rasulullah
dari Makah ke Madinah 13 tahun setelah Nabi Muhammad membangun landasan tauhid.
Hal tersebut sebagai fondasi dasar masyarakat (Komunitas Mekkah) menuju ke Yastrib
dan mengubah nama menjadi kota Madinah yang diambil dari kata Madaniyah yang
berarti peradaban. Kiranya menjadi penting secara sekilas memahami struktur dan
karakter sosial politik di dua kota itu sangat dipengaruhi unsur kesukaan, serta sama
sekali tidak memiliki Mudarrisa pengalaman tentang suatu negara atau organisasi
pemerintahan. Meskipun demikian, Mekkah, saat kelahiran Nabi SAW, merupakan pusat
perdagangan yang kuat, yang telah mempunyai semacam konstitusi Sedangkan situasi di
Madinah sebelum Islam sama sekali berbeda dari Mekkah.
Di kota ini terdapat lima suku yang saling berperang. Tiga suku merupakan
Yahudi yakni Bani Nadir, Bani Qoynuqa dan Bani Qurayza. Dan dua lagi suku Arab
yakni suku Aws dan Khazraj. Suku-suku Yahudi menguasai wilayah yang luas dari
perkebunan kurma dan jgja menguasai beberapa krajinan tangan, sementara suku-suku
Arab mengedalikan tanah pertanian mereka sebagai sumber utama, suku Aws dan
Khazraj saling berperang dalam waktu yang sangat penjang, dan suku-suku Yahudi juga
bermusuhan satu sama lain, meskipun mereka saling mendukung ketika berhadapan

8
dengan suku-suku Arab. Kebutuhan akan pemimpin yang bijaksana, masyarakat Madinah
mengundang Nabi SAW ke kotanya. Mereka tahu bahwa Nabi SAW banyak mendapat
ancaman di Mekkah. Selama dua tahun lamanya dilakukan perundingan secara
seksama,dan masuknya sebagian besar (tidak semua) penduduk dari dua suku Arab
kepada Islam, Nabi SAW menerima undangan mereka untuk berimigrasi ke kota tersebut.
Makkah pada masa kenabian adalah kota yang diperintah oleh elit yang terdiri dari
oligarki orang-orang yang kaya dan para kepala suku. Pada tahun 662, tahun kenabian
yang ke-13, Rasulullah atas undangan penduduk Pendidikan Islam dalam Masyarakat
Madani Indonesia (Irfan Charis & Mohamad Nuryansah) 239 Madinah beserta sekitar 75
orang pengikutnya pindah ke Yatsrib. Yatsrib adalah sebuah daerah pertanian tetapi
masyarakatnya lebih pluralis. Yatsrib baru menjadi sebuah kota setelah dilakukan
perjanjian antara Muhammad dengan penduduk Madinah dari berbagai golongan itu.
Perjanjian itu dapat disebut sebagai suatu social society oleh para orientalis (Sahid,
2005). Itulah sebabnya maka perjanjian tersebut adalam konteks teori politik disebut
sebagai Piagam Madinah atau konstitusi Madinah, karena di dalamnya memang terdapat
pasal-pasal yang menjadi dasar hukum sebuah negara, yakni negara kota yang kemudian
disebut Madinah, lengkapnya al-Madinah al Munawarah artinya Kota nan bercahaya
(Raharjo, 1999: 137).
Inti dari konstitusi Madinah yang sekaligus juga merupakan kontrak sosial dan
perjanjian kemasyarakatan itu menegaskan, pertama, pengakuan bahwa mereka
merupakan satu kesatuan sosial yang disebut al-ummah (umat). Kedua, ereka tunduk atau
berorientasi pada nilai-nilai luhur yang disebut al-khair atau kebajikan. Nilai-nilai itu
adalah persatuan, keadilan, perdamaian, kesamaan,dan kebebasan. Ketiga, mekanisme itu
untuk menegakkan yang baik dan mencegah yang buruk (al-munkar). Beberapa kebaikan
yang ditegakkan itu antara lain adalah perlindungan terhadap negara, terhadap harta dan
jiwa, kebebasan, beragama, keamanan, kepastian hukum dan musyawarah. Sedangkan
kejelekan yang harus dicegah adalah kekacauan, kezaliman, pengerusakan, pertikaian,
dan agresi dari luar. Dalam perjanjian itu ditetapkan pula bahwa selain setiap masalah
harus diselesaikan melalui proses musyawarah, namun jika tetap terjadi pertikain antar
kabilah yang Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Desember 2015:
229-258 240 tak dapat diselesaikan, maka instansi terakhir harus diserahkan kepada

9
kebijaksanaan Muhammad SAW (Raharjo, 1999: 153). Perjanjian tersebut (yang berisi
salah satunya adalah kesepakatan untuk membentuk satu umah di Madinah) adalah awal
dari suatu proses. Ketika keberagamaan masyarakat yang dapat memicu sebuah konflik
tersebut sepakat untuk tunduk kepada suatu kedaulatan tertentu yakni ummah dan
menerima berbagai jenis perlindungan yang disepakati dari kedaulatan itu maka telah
terjadi apa yang disebut perjanjian kemasyarakatan atau social contract.
Disepakatinya perjanjian di atas maka telah terbentuk suatu umat atau masyarakat.
Para orientalis menyebutnya sebagai negara (state). Memang disini, negara dan
masyarakat merupakan dua sisi mata uang yang sama. Agaknya, demikian visi al-Quran
mengenai agama dan masyarakat.walaupun rumusan perjanjian di atas tidak secara
eksplisit dicantumkan dalam al-Quran, karena bukan wahyu melainkan perjanjian yang
dilakukan oleh Rasulullah selaku pemimpin masyarakat, tetapi kita bisa mendapatkan
dasar hukumnya dari al-Quran. Bahkan al-Quran menyempurnakan ketentuan-ketentuan
hukum itu secara kuantitatif maupun kualitatif. Tindakan Rasulullah tersebut dikukuhkan
dengan perintah oleh Allah SWT melalui al-Quran agar Nabi membentuk suatu
komunitas yang jelas visi dan misinya. Nabi Muhammad memberikan teladan ke arah
pembentukan masyarakat yang berperadaban terebut. Setelah perjuangan di kota Makkah
tidak menunjukkan hasil yang berarti, Allah telah menunjuk sebuah kota kecil, yang
selanjutnya kita kenal dengan Madinah, untuk Pendidikan Islam dalam Masyarakat
Madani Indonesia (Irfan Charis & Mohamad Nuryansah) 241 dijadikan basis perjuangan
menuju masyarakat peradaban yang dicitacitakan. Di kota itu Nabi meletakkan dasar-
dasar masyarakat madani yakni kebebasan. Untuk meraih kebebasan, khusunya di bidang
agama, ekonomi, sosial dan politik, Nabi diijinkan untuk memperkuat diri dengan
membangun kekuatan bersenjata untuk melawan musuh peradaban. Hasil dari proses itu
dalam sepuluh tahun, beliau berhasil membangun sebuah tatanan masyarakat yang
berkeadilan, terbuka dan demokratis dengan dilandasi ketaqwaan dan ketaatan kepada
ajaran Islam. Salah satu yang utama dalam tatanan masyarakat ini adalah pada penekanan
pila komunikasi yang menyandarkan diri pada konsep egalitarian pada tataran horizontal
dan konsep ketakwaan pada tataran vertikal (Sahid, 2005).
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat madani pada
prinsipnya memiliki makna ganda yaitu demokrasi, tranparansi, toleransi, potensi,

10
aspirasi, motivasi, partisipasi, konsistensi, komparasi, koordinasi, simplifikasi,
sinkronisasi, integrasi, emansipasi, dan hak asasi, namun yang paling dominan adalah
masyarakat yang demokratis. Perbedaan yang tampak jelas adalah civil society tidak
mengaitkan prinsip tatanannya pada agama tertentu, sedangkan masyarakat madani jelas
mengacu pada agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Konsep masyarakat
madani menurut Islam adalah bangunan politik yang demokratis, pertisipatoris,
menghormati dan menghargai publik seperti kebebasan hak asasi, partisipasi, keadilan
sosial, Mudarrisa: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, Vol. 7, No. 2, Desember 2015: 229-
258 242 menjunjung tinggi etika dan moralitas, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui
makna madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai
masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota
atau berfaham masyarakat kota yang pluralistik.

B. Terbentuknya Piagam Madinah

Kondisi Faktual Warga Madinah Beberapa alasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam menyusun draf kesepakatan berupa Piagam Madinah, pertama Madinah
merupakan wilayah yang dihuni kelompok masyarakat yang heterogen. Kedua, penduduk
Madinah pra-Islam dikenal sebagai kelompok yang akrab dengan peperangan dan
konflik, terutama yang dilakukan oleh dua suku besar Aus dan Khazraj. Keduanya
bersama sekutu masing-masing dari kelompok Yahudi, yakni bani Quraizhah dan bani
Nadhir, berseteru tanpa henti. Konon, bani Quraizhah sebagai sekutu suku Aus,
sedangkan Bani Nadhir sebagai suku Khazraj. Sejarah mencatat, tidak kurang dari 120
tahun mereka berseteru dan terlibat peperangan (Said Ramadhan Al-Buthy, Fiqih Sirah:
Hikmah Tersirat dalam Lintas Sejarah Hidup Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
Terjemahan Fuad Syaifudin Nur, dari Fiqh as-Sirah An-Nabawiyyah ma’a Mujaz Litarikh
al-Khalifah ar-Rasyidah, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2010, hal. 180).   Setidaknya ada
empat perang besar yang terjadi di antara keduanya, yaitu (1) perang Sumir, ‘Aus menang
atas Khazraj; (2) perang Ka’b, Khazraj menang atas ‘Aus; (3) perang Hathib, Khazraj
menang atas ‘Aus; (4) sebagai puncaknya perang Bu’ats, ‘Aus menang atas Khazraj pada
tahun 617 M.

11
Namun setelah Rasulullah hijrah (622 M), kedua musuh bebuyutan ini berangsur-
angsur damai. Bahkan mereka sendiri yang sangat merindukan perdamaian, namun
selama itu tidak ada yang menyatukan (Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Dalam
konteks ini, Piagam Madinah tidak bisa dilepaskan dari strategi Rasulullah mendamaikan
kedua suku tersebut, sekaligus menyatukan semua penduduk Madinah, baik pendatang
maupun penduduk setempat, baik muslim maupun non-muslim, setelah sebelumnya
beliau berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar (Shafiyyur Rahman
Mubarakfuri, Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
Terjemahan Abdullah Haidir dari Ar-Rahiqul Makhtum: Bahtsun fi as-Sirah an-
Nabawiyyah ala Shahibi Afdhali Shalati wa as-Salam, 1999, Kantor Dakwah dan
Bimbingan bagi Pendatang al-Sulay-Riyadh, 2005, hal. 77).  
Bersamaan dengan tahun hijrahnya, Rasulullah mendeklarasikan Piagam Madinah
sebagai tata hubungan antarkelompok masyarakat yang hidup di Madinah. Melalui
Piagam Madinah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperkenalkan
konsep perlindungan negara yang didasari oleh wawasan kerukunan dan perdamaian.
Melalui piagam ini, Rasulullah juga berupaya menegaskan konsep kebebasan beragama,
tanggung jawab, saling menjaga hak masing-masing setiap warga negara. Karena itu,
istilah masyarakat madani yang dikenal sekarang ini erat kaitannya dengan sejarah
kehidupan Rasulullah di Madinah, di samping istilah itu juga memiliki makna ideal
dalam kehidupan berbangsa dan beragama untuk mewujudkan masyarakat yang toleran,
rukun, dan akomodatif terhadap perebedaan (Yudi Junadi, Relasi Negara & Agama).
Isi Piagam Madinah Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam itu memuat 47 tujuh pasal, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang mengatur
sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, kesetaraan di muka hukum,
perdamaian, dan pertahanan. Dalam bidang politik-pertahanan, misalnya, disebutkan
bahwa:   Seluruh kaum Muslimin dan Yahudi yang tergabung dalam perjanjian,
dikategorikan sebagai satu umat dan wajib berjuang bersama-sama dalam menciptakan
keamanan nasional dan bela negara bila sewaktu-waktu ada serangan musuh dari luar.
Semua kaum Muslimin dengan berbagai latar belakang suku, seperti suku Quraisy, bani
Auf, Saidah, al-Hars, Jusyam, an-Najjar, Amr bin Auf, dihimbau untuk tetap kompak
bekerja sama, seperti halnya dalam membayar diat dan membebaskan tawanan. Sesama

12
muslim dan juga Yahudi yang tergabung dalam perjanjian tidak diperbolehkan membuat
persekutuan baru tanpa seizin pemerintahan Rasulullah. Sesama kaum Muslimin dan
Yahudi berada dalam satu barisan menentang orang-orang zalim dan berbuat kerusakan.
Madinah adalah kota suci sehingga diharamkan berperang dan pertumpahan darah,
kecuali kepada mereka yang melakukan pelanggaran, mengancam stabilitas negara, dan
mengoyak kerukunan beragama.   Dalam hal kebebasan beragama, perlindungan, dan
kesetaraan di mata hukum, misalnya, disebutkan bahwa:   Siapa pun yang berbuat zalim
dan jahat, baik dari kalangan Muslimin maupun Yahudi, tidak boleh dilindungi oleh siapa
pun, bahkan harus ditentang bersama-sama. Kaum Muslimin dilarang main hakim sendiri
dan bersekongkol dengan pihak lawan. Selama tidak melakukan pelanggaran, kelompok
Yahudi dan sekutu-sekutunya berhak atas perlindungan, pertolongan, dan jaminan
negara. Baik kaum Muslimin maupun kaum Yahudi bersama sekutunya diberi kebebasan
untuk menjalankan agama masing-masing. Jika pendukung piagam diajak berdamai, dan
semua pihak yang terlibat perjanjian memenuhi perdamaiannya, maka kaum Muslimin
wajib memenuhi ajakan damai tersebut (Mohamad Nur Kholis Setiawan, Meniti Kalam
Kerukunan: Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, Volume 1, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010, hal. 204).   Tujuan Suci Piagam Madinah Dari beberapa poin di
atas, tampak bahwa Piagam Madinah merupakan peraturan yang dirancang untuk
persatuan umat, pertahanan nasional, kebebasan dan kerukunan beragama. Kaum
Muslimin dan kaum Yahudi bersama sekutu-sekutunya bersama-sama untuk bertanggung
jawab dan mewujudkan keutuhan dan kedaulatan negara. Kaum Yahudi juga sekutu-
sekutunya dianggap sebagai bagian dari kaum Muslimin selama mereka tidak melanggar
dan menentang pemerintahan. Ini artinya, untuk menciptakan bangsa yang berdaulat
dibutuhkan masyarakat yang kuat, kompak, dan taat terhadap pemerintahan. Ini pula yang
diterapkan Rasulullah, tidak hanya kepada kaum Muslimin tetapi kepada yang non-
muslim. Selain itu, keadilan Rasulullah dalam perjanjian itu juga terlihat dalam
memperlakukan seluruh penduduk Madinah tanpa diskriminatif. Kesetaraan dalam
hukum, juga dapat ditunjukkannya dengan tidak menganakemaskan kaum Muslimin, atau
menganaktirikan yang non-muslim. Siapa pun yang zalim dan khianat dihukum sesuai
peraturan yang berlaku (Zuhairi Misrawi, Madinah: Kota Madinah, Piagam Madinah, dan
Teladan Muhammad SAW, Jakarta: Kompas, 2009, hal. 317).  

13
Dalam waktu singkat Madinah berubah menjadi kekuasaan yang disegani dan
layak diperhitungkan. Bahkan, warga Makkah sendiri ketika itu sempat mengkhawatirkan
kaum Muslimin melakukan pembalasan kepada mereka.
Mereka juga khawatir, kafilah dagang mereka yang berangkat ke (Suriah) akan
diganggu sehingga masa depan perdagangan mereka akan hancur. Namun, Rasulullah
bukan tipe pendendam dan penguasa yang suka menyalahgunakan kekuasaan. Piagam
Madinah dibuat bukan untuk memporak-porandakan kekuatan lawan, melainkan
membangun umat yang kuat secara politik, bebas dan damai dalam beragama, serta
makmur dan berkeadilan secara hukum dan ekonomi, sehingga kekhawatiran masyarakat
Makkah pun tidak terjadi.
Jadi maksud adanya piagam Madina yaitu sebuah dokumen yang disusun oleh
Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan
semua suku suku dan kaum kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) pada
tahun 622 M. Dokumen tersebut disusun sejelas jelasnya dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan sengit antara Bani Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk
itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak hak dan kewajiban kewajiban bagi kaum
Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas komunitas lain di Madinah, sehingga membuat
mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.

C. Pengertian Masyakarat Madani perspektif dalam pandangan pendidikan


Kewarganegaraan dengan Pendidikan Agama Islam

Masyakarat Madani kerukunan antar umat beragama merupakan suatu kesatuan


yang dilandasi saling pengertian mengenai keadaan pemeluk agama lain, menjalankan
syariat agama lain dengan tidak menimbulkan konflik. Hal ini berkaiatan dalam
memberikan asumsi kesederajatan cakupan kerukunan antar umat beragama sudah
terlihat jelas dalam konsep masyarakat madani bertujuan “Membangun Kesederajatan
Dan Transparansi Masyakarat Madani Dalam Perspektif Hukum Islam (Zaman Era
Industri Teknologi 4.0).
Berikut ini perbedaan antar pengertian Masyakarat Madani dalam dua bidang
pendidikan, yaitu:
Tabel Perbedaan Masyakarat Madani

14
Pendidikan Agama Islam Pendidikan Pancasila Dan
Kewarganegaraan
Menerangkan konsep untuk Mengajarkan nilai-nilai Pancasila
menghindari perpecahan sebagai perwujudkan
dikalangan umat islam dan Masyarakat Madani, misalnya
memantapkan ukhuwah islamiah membangun dengan Asas sila
dengan konsep tanawwu’al- KeTuhanan Yang Maha Esa,
i’badah, konsep al-mukhti’fi al- dikarenakan Indonesia menganut
ijtihad lahu ajr, konsep la hukma 5 beretnis beragama, oleh sebab
lillah qobla ijtihad al-mujtahid. itu keterkaitan perlu didasarkan
penanamkan sikap toleransi.
Dan mempercayai masing-
masing ajaran sesuai dengan
Kitab Suci. Kemanusiaan yang
adil dan beradab, dimana pun
kita beradaptasi baik lingkungan
masyakarat, kerja, dan Lembaga
Formal, harus punya sikap saling
memahami satu sama lain,
punya adab dalam berbicara
dengan hal yang penting, dan
nilai persatuan perwujudan
membentuk Indonesia bersatu
menghargai keberagaman
masyarakat Majemuk, dan nilai-
nilai Pancasila lainnya.
Penghormatan hubungan antar umat Mempelajari empat norma dalam
beragama dijelaskan surah Al- kehidupan:
Kafirun. 1. Norma Agama
2. Norma Sopan Santun
3. Norma Kesusilaan
4. Norma Hukum

15
Masing-masing norma akan
membangun seperti apa
Pengaruhnya “Membangun
Kesederajatan Dan Transparansi
Masyakarat Madani Dalam
Perspektif Hukum Islam (Zaman
Era Industri Teknologi 4.0).

Adanya kerangka pluralitas


Adanya mempelajari identitas suku bangsa
interaksi dan saling kenal, Indonesia dalam etnik. Misalnya Marga
dialog, dan dakwah yang terus Batak, Suku Minang, Minahasa,
berlaku diantara kelompok umat Maluku, Flores
yang berbeda dalam kehadiran
yang menglikupinya dalam
kaitan berfirman Allah Ta’alaa
surah Ar-Rum ayat 22-23.
Dalam istilah iradah syariah-Nya
Membangun nilai-nilai Pancasila sebagai
menghendaki adanya persatuan dasar negara dan mempererat proses
didalam tali Allah, bertujuan interseksi dan konsolidasu keanggotaan
upaya menyeragamankan warga masyakarat yang tentram, damai,
manusia ke dalam satu dan saling gotong royong, sehingga
pandangan, system, cara, mencipatakan civil society.
perilaku, keyakinan, dan
kehidupan secara mutlak tanpa
memahami iradah kauniyah
usaha yang sia-sia dan
bertentangan dengan ketetapan-
Nya.

BAB III
METODE PENELITIAN

16
A. Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada mini riset kali ini kami melakukan bentuk kajian pustaka, yaitu dengan
mengambil informasi dari beberapa buku, artikel, jurnal dan lain-lain.
2. Lokasi Penelitian
a. Perpustakaan Digital Library Universitas Negeri Medan
b. Dikediaman Penulis Masing-Masing
3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai pada
Hari : Senin
Tanggal : 10 Desember 2020 s/d Selesai

B. Fokus Penelitian
Focus penelitian yang dilakukan penulis adalah, penelitian terfokus pada,
Membangun Kesederajatan Dan Transparansi Masyarakat Madani Dalam Perspektif
Hukum Islam dimana pada penelitian ini membahas tentang bagaimana cara membangun
kesederajatan dan transparansi masyarakat madani dalam hukum islam terutama dalam
Negara Indonesia salah satu bermasyarkatkan madani. Dan indonesia merupakan
Negara penganut agama IslamTerbesar di Dunia. Hukum di Indonesia juga mencakup
dari hukum islam, sehingga kami berfokus pada kesederajatan dan tranpransi masyarakat
madani dalam perpektif hukum islam tersebut.

C. Konseptualisasi Penelitian Pendahuluan


Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur
oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di luar
negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas
(berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham Masyarakat Madani
tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan din
(diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata din. Kenyataan
bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Madinah bermakna di sanalah din berlaku.
Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman, maka umat Islam harus

17
berperan aktif dalam mewujudkan Masyarakat Madani. “Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.” (Q.S.Ali Imron:110).
Dalam perspektif Islam, civil society lebih mengacu kepada penciptaan peradaban. Kata
al-din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan terma al-tamaddun atau
peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al-madinah yang arti harfiahnya adalah kota.
Dengan demikian, masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni:agama, peradaban, dan
perkotaan. Dari konsep ini tercermin bahwa agama merupakan sumbernya, peradaban sebagai
prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.
Secara etimologis, madinah adalah derivasi dari kosakata Arab yang mempunyai dua
pengertian. Pertama, madinah berarti kota atau disebut dengan "masyarakat kota”. Kedua,
“masyarakat berperadaban” karena madinah adalah juga derivasi dari kata tamaddun
ataumadaniyah yang berarti “peradaban”, yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai civility
dancivilization. Kata sifat dari kata madinah adalah madani (Sanaky, 2002:30). Adapun secara
terminologis, masyarakat madani adalah komunitas Muslim pertama di kota Madinah yang
dipimpin langsung oleh Rasul Allah SAW dan diikuti oleh keempat al-Khulafa al-Rasyidun.
Masyarakat madani yang dibangun pada zaman Nabi Muhammad SAW tersebut identik dengan
civil society, karena secara sosio-kultural mengandung substansi keadaban atau civility. Model
masyarakat ini sering dijadikan model masyarakat modern, sebagaimana yang diakui oleh
seorang sosiolog Barat, Robert N. Bellah, dalam bukunya The Beyond of Belief (1976). Bellah,
dalam laporan penelitiannya terhadap agama-agama besar di dunia, mengakui bahwa masyarakat
yang dipimpin Rasul Allah SAW itu merupakan masyarakat yang sangat modern untuk zaman
dan tempatnya, karena masyarakat Islam kala itu telah melakukan lompatan jauh ke depan
dengan kecanggihan tata sosial dan pembangunan sistem politiknya (Hatta, 2001:1).

D. Permasalahan

18
Islam merupakan agama yang menghargai pluralitas masyarakat. Dalam Islam,
pluralitas atau kemajemukan masyarakat adalah suatu sunnatullah yang tidak dapat
dielakkan. Berkaitan dengan hal ini, menurut Islam, manusia secara beragam diciptakan
untuk saling mengenal.(Qur’an al Hujurat 13). Konsep saling mengenal ini berarti adalah
menghargai identitas masing-masing kelompok atau golongan sebagai suatu yang harus
diterima sebagai kenyataan dalam kehidupan. Dari ayat ini, terlihat jelas, bahwa pada
dasarnya Islam memandang bahwa pluralitas masyarakat merupakan suatu keniscayaan.
Namun demikian dalam kaitannya dengan pandangan Islam tentang hal ini, tidak berarti
bahwa Islam memandang seluruh agama sama.
Dalam Islam, pluralitas tidak berkaitan dengan kebenaran akan ajaran Dalam
kasus Islam di Indonesia yang memiliki berbagai kepercayaan sebelum Islam. Sejarah
Islam di Indonesia juga telah memberikan gambaran, bagaimana Islam telah masuk ke
Indonesia dengan damai dan tanpa paksaan dan dapat hidup berdampingan dengan
agama dan kepercayaan lain yang ada di Indonesia, seperti Hindu dan Buddha. Hal itu
karena peran kaum Suf dan para pedagang yang sangat luwes dalam menyebarkan ajaran
Islam. Dengan demikian pada mniriset kali kami akan membahas bagaimana Membangun
Kesederajatan Dan Transparansi Masyarakat Madani Dalam Perspektif Hukum Islam.

E. Instrumen Dan Teknik Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Data merupakan sumber informasi yang didapatkan oleh penulis melalui penelitian yang
dilakukan. Data yang diperoleh nantinya akan diolah sehingga menjadi informasi baru
yang dapat dimanfaatkan oleh pembacanya. Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui
data skunder.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis untuk mendukung data primer. Data skunder
ini seperti buku-buku mengenai teori-teori perpustakaan, teori komunikasi politik, dan
buku-buku lain sejenis yang berhubungan dengan kenyamanan membaca pemustaka.
2. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan data
dengan tujuan tertentu (Lasa, 2009:207). Metode penelitian yang dilakukan dalam mini
riset ini

19
yaitu demgan tinjauan pustaka.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Sebelum melakukan penelitian, seorang
peneliti biasanya telah memiliki dugaan berdasarkan teori yang ia gunakan, dugaan
tersebut disebut dengan hipotesis. Untuk membuktikan hipotesis secara empiris, seorang
peneliti membutuhkan pengumpulan data untuk diteliti secara lebih mendalam.
Proses pengumpulan data ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam
hipotesis. Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang telah ditentukan
sebelumnya. Data adalah sesuatu yang belum memiliki arti bagi penerimanya dan masih
membutuhkan adanya suatu pengolahan. Data bisa memiliki berbagai wujud, mulai dari
gambar, suara, huruf, angka, bahasa, simbol, bahkan keadaan. Semua hal tersebut dapat
disebut sebagai data asalkan dapat kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan,
obyek, kejadian, ataupun suatu konsep.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisa data merupakan suatu langkah yang paling menentukan dari suatu
penelitian, karena analisa data berfungsi untuk menyimpulkan hasil penelitian. Analisis
data dapat dilakukan melalui tahap berikut ini :
1) Tahap Penelitian:
a) Perencanaan
b) Pelaksanaan
c) Evaluasi Penyusunan
d) Laporan

BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Konsep Masyarakat Madani Menurut Prespektif Islam

20
Hakikat Manusia Menurut Islam adalah untuk kebaikan termasuk pada
pengelompokkan masyarakat madani. Masyarakat Madani adalah sekumpulan manusia
yang berada dalam suatu wilayah atau daerah yang hidup dengan aman serta patuh pada
aturan atau ketentuan hukum tertentu dan segala bentuk tatanan kemasyarakatan yang
telah disepakati oleh suatu masyarakat di daerah tersebut. Konsep umum menjelaskan
bahwa masyarakat madani atau civil society atau al-mujtama’ al-madani berpedoman
pada pola hidup masyarakat yang berkeadilan dan berperadaban.
Di dalam Al-Quran kehidupan masyarakat Madani adalah baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafur yang diartikan sebagai negeri yang baik di atas keridhaan Allah. Hal ini
sejalan dengan pengertian masyarakat ideal yaitu masyarakat di bawah ampunan dan
keridhaan Allah serta yang menjunjung tinggi Rukun Iman , Rukun Islam, Fungsi Iman
Kepada Allah SWT dan hukum syariat lainnya.
Madani pertama kali berasal dari bahasa Arab dari terjemahan al-mujtama al-
madany. Kemudian dicetuskan oleh Naquib al-Attas, seorang guru besar sejarah dan
peradaban Islam dari Malaysia yang mengambil istilah tersebut dari karakteristik
masyarakat Islam yang diaktulisasikan Rasulullah di Madinah dengan fenomena saat ini.
istilah tersbeut kemudian dibawa oleh Anwar Ibrahim, Deputi Perdana Menteri dalam
Festival Istiqlal September 1995. Beliau menjelaskan masyarakat madani pada kehidupan
kontemporer seperti rasa kesediaan untuk saling menghargai dan memahami. Kemudian
muncul beberapa karya-karya dari intelektual Muslim Indonesia, diantarnya Azyumardi
Azra dengan bukunya “Menuju Masyarakat Madani” tahun 1999 dan Lukman Soetrisno
dengan bukunya “Memberdayakan Rakyat dalam Masyarkat Madani” tahun 2000.
Konsep masyarakat madani menurut prespektif Islam sudah diatur dalam Al-Quran yang
dibagi menjadi 3 jenis yait masyarakat terbaik (khairah ummah), masyarakat seimbang
(ummatan wasathan) dan masyarakat moderat (ummah muqtashidah).
Karakteristik Keislaman Pembangunan Masyarakat Madani.
Rasulullah mengajarkan tiga karakteristik keislaman yang menjadi akar
pembangunan masyarakat madani, diantaranya :
a. Islam humanis, Islam yang humanis berarti bahwa ajaran Islam yang diberikan oleh
Rasulullah adalah kompatibel dengan fitrah manusia. Allah berfirman dalam QS Al-Rum
ayat 30 yang artinya : “Maka hadapkan wajah dengan lurus pada agama Allah, tetap

21
berada pada fitrah Allah yang telah emnciptaka manusia sesuaai dengan fitrahnya. Tidak
ada yang berubah pada fitrah Allah, tetapi manusia tidak mengetahuinya.” Oleh karena
itu, ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah mudah diterima oleh nalar dan naluri
umat manusia.
b. Islam Moderat, Adalah keseimbangan ajaran Islam yang diterapkan dalam berbagai
kehidupan manusia baik secara vertikal maupun horizontal. Kemoderatan inin yang
membuat ajaran Islam berbeda dengan ajaran lainnya. Dalam sejarahnya, karakteristik ini
diaplikasikan sempurna dalam diri manusia. Jadi, kemoderatan adlaah salah satu
karakteristik fundamental agama Islam sebagai agama yang sangat kompatibel dengan
naluri dan fitrah manusia. Dari asas kemoderatan inilah, konsepsi kemasyarakatn menjadi
konsep yang utuh untuk membangun masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai dan
kemormaan dalam Islam. Islam Toleran, Kata toleran di dalam ajaran Islam berkaitan
dengan penganut agama Islam sendri dan penganut agama lain. Apabila dikaitkan dengan
kaum muslimin, maka toleran berarti kelonggaran, kemudahan dan fleksibilitas Islam.
Sebab pada hakikatnya ajaran Islam mudah sekali untuk disampaikan dan diaktulisasikan
kepada umat manusia.
Banyak faktor yang turut menentukan dalam pemberdayaan masyarakat madani,
gambaran masyarakat berdaya yang diidamkan sangat menentukan dalam perencanaan
strategis dan operasionalnya. Oleh sebab itu, seluruh sektor masyarakat terutama gerakan,
kelompok, dan individu-individu independen yang concered dan committed
padademokratisasi dan masyarakat madani seyogyanya mengambil strategi yang lebih
stabil, lebih halus, bukan mengambil jalan konfrontasi langsung yang tidak mustahil akan
mengorbankan aktor-aktor masyarakat madani itu sendiri.

B. Kesederajatan dan Transparasi masyarakat Madani di Indonesia saat ini


Masyarakat Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara
lainnya. Karakteristik tersebut diantaranya adalah:
a. Pluralistik/keberagaman,
b. sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat,
c. toleransi yang tinggi dan
d. memiliki sanksi moral.

22
Karakteristik-karakteristik tersebut diharapkan senantiasa mewarnai kehidupan
masyarakat madani model Indonesia nantinya. keberadaan masyarakat Indonesia dapat
dicermati melalui perjalanan bangsa Indonesia. Secara historis perwujudan masyarakat
madani di Indonesia sebenarnya sudah mulai dicita-citakan semenjak terjadinya
perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, terutama ketika kapitalisme mulai
diperkenalkan oleh Belanda. Hal ini ikut mendorong terjadinya pembentukan sosial
melalui proses industrialisasi, urbanisasi, dan pendidikan modern. Hasilnya antara lain
munculnya kesadaran baru di kalangan kaum elit pribumi yang mendorong terbentuknya
organisasi sosial modern.
Pada masa demokrasi terpimpin politik Indonesia didominasi oleh penggunaan
mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Akibatnya setiap usaha yang dilakukan
masyarakat untuk mencapai kemandirian beresiko dicurigai sebagai kontra revolusi.
Sehingga perkembangan pemikiran menuju masyarakat madani kembali terhambat.
Perkembangan orde lama dan munculnya orde baru memunculkan secercah harapan bagi
perkembangan masyarakat madani di Indonesia. Pada masa orde baru, dalam bidang
sosial-ekonomi tercipta pertumbuhan ekonomi, tergesernya pola kehidupan masyarakat
agraris, tumbuh dan berkembangnya kelas menengah dan makin tingginya tingkat
pendidikan. Sedangkan dalam bidang politik, orde baru memperkuat posisi negara di
segala bidang, intervensi negara yang kuat dan jauh terutama lewat jaringan birokrasi dan
aparat keamanan. Hal tersebut berakibat pada terjadinya kemerosotan kemandirian dan
partisipasi politik masyarakat serta menyempitkan ruangruang bebas yang dahulu pernah
ada, sehingga prospek masyarakat madani kembali mengalami kegelapan. Setelah orde
baru tumbang dan diganti oleh era reformasi, perkembangan masyarakat madani kembali
menorehkan secercah harapan. Hal ini dikarenakan adanya perluasan jaminan dalam hal
pemenuhan hak-hak asasi setiap warga negara yang intinya mengarahkan pada aspek
kemandirian dari setiap warga negara.
Dari zaman orde lama sampai era reformasi saat ini, permasalahan perwujudan
masyarakat madani di Indonesia selalu menunjukkan hal yang sama. Beberapa
permasalahan yang bisa menjadi hambatan sekaligus tantangan dalam mewujudkan
masyarakat madani model Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1. Semakin berkembangnya orang “miskin” dan orang yang merasa miskin.

23
2. LSM dan partai politik muncul bagaikan jamur yang tumbuh di musim penghujan
sehingga memungkinkan berbagai “ketidakjelasan”.
3. Pers berkembang pesat dan semakin canggih tetapi justru “fesimisme” masyarakat yang
terjadi.
4. Kaum cendikiawan semakin banyak tetapi cenderung berorientasi pada kekuasaan.
5. Kurang pede untuk bersaing dan senantiasa merasa rendah diri.
Mencermati keadaan sekarang, maka diperlukan sebuah strategi jitu untuk
mencapai kehidupan yang madani. Proses pemberdayaan tersebut menurut Dawam
Rahardjo dapat dilakukan dengan tiga model strategi sebagaimana sebagai berikut :
1. Strategi yang lebih mementingkan integrasi nasional dan politik.
2. Strategi yang lebih mengutamakan reformasi sistem politik demokrasi.
3. Strategi yang memilih pembangunan masyarakat madani sebagai basis yang kuat ke arah
demokratisasi.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rahardjo, penulis berasumsi bahwa untuk
mencapai kehidupan madani diperlukan beberapa suplemen sebagai berikut:
1. Tanamkan nilai religiusme yang didukung oleh jaminan keamanan.
2. Tanamkan semangat insan pancasilais.
3. Berdayakan kaum cendikiawan/alumni luar negeri bangsa Indonesia melalui pemberian
peran riil.
Sanksi tegas terhadap penyelewengan kekuasaan dan anggaran tanpa
mengesampingkan asas praduga tak bersalah. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk menuju masyarakat madani Indonesia tidak ditempuh melalui
proses yang radikal dan cepat (revolusi), tetapi proses yang sistematis dan berharap serta
cenderung lambat (evolusi), yaitu melalui upaya pemberdayaan masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Melalui era reformasi bangsa Indonesia memiliki tujuan untuk
membina suatu masyarakat Indonesia baru dalam rangka untuk mewujudkan cita-cita
Proklamasi tahun 1945 yaitu membangun masyarakat Indonesia yang demokratis.
Masyarakat Indonesia yang demokratis atau masyarakat madani ala Indonesia merupakan
visi dari gerakan reformasi dan juga visi dari reformasi sistem pendidikan nasional.
Gerakan untuk membentuk masyarakat madani berkaitan dengan proses demokratisasi
yang sedang melanda dunia dewasa ini. Sudah tentu perwujudan kehidupan yang

24
demokratis untuk setiap bangsa mempunyai ciri-ciri tertentu di samping ciri-ciri
universal. Salah satu ciri dari kehidupan bermasyarakat Indonesia ialah kebhinnekaan
dari bangsa Indonesia.
Pada masa orde baru unsur kebhinnekaan itu cenderung dikesampingkan dan
menekankan sifat kesatuan bangsa. Padahal justru dalam kebhinnekaan itulah terletak
kekuatan dari persatuan bangsa Indonesia. Orde Baru telah menghilangkan kekuatan
kebhinnekaan itu dan mencoba menyusun suatu masyarakat yang uniform sehingga
terciptalah suatu struktur kekuasaan yang sangat sentralistik dan birokratik. Hal ini justru
telah mengakibatkan disintegrasi bangsa kita karena dalam usaha menekankan persatuan
yang mengesampingkan perbedaan melalui cara-cara represif, berakibat mematikan
inisiatif dan kebebasan berpikir serta bertindak robotik di dalam pembangunan bangsa.
Cita-cita reformasi yang diinginkan ialah mengakui adanya kebhinnekaan sebagai modal
utama bangsa Indonesia dalam rangka untuk mewujudkan suatu masyarakat madani yang
menghargai akan perbedaan sebagai kekuatan bangsa dan sebagai identitas bangsa
Indonesia yang secara kultural sangat kaya dan bervariasi.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa cita-cita membentuk masyarakat madani
harus menjadi cita-cita yang serius bagi bangsa Indonesia sejalan dengan berkembangnya
kehidupan berdemokrasi. bahkan ide masyarakat madani telah mulai dikembangkan sejak
jaman Yunani klasik seperti ahli pikir Cicero. Setelah mencermati berbagai ciri
masyarakat madani, maka tampak dengan jelas bahwa masyarakat madani adalah suatu
masyarakat demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak dan tanggung jawab
manusia.
Melihat keadaan masyarakat dan bangsa Indonesia maka ada beberapa prinsip
khas yang perlu kita perhatikan dalam membangun masyarakat madani di Indonesia,
prinsip-prinsip tersebut ialah:
a. Kenyataan adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan
identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.
b. Pentingnya adanya saling pengertian antara sesama anggota masyarakat.
Seperti yang telah dikemukakan oleh filosof Isaiah Berlin, yang diperlukan di dalam
masyarakat bukan sekedar mencari kesamaan dan kesepakatan yang tidak mudah untuk
dicapai. Justru yang penting di dalam masyarakat yang bhinneka ialah adanya saling

25
pengertian. Konflik nilai-nilai justru merupakan dinamika dari suatu kehidupan bersama
di dalam masyarakat madani. Konflik nilainilai tidak selalu berarti hancurnya suatu
kehidupan bersama. Dalam masyarakat demokratis, konflik nilai akan memperkaya
horison pandangan dari setiap anggota.
c. Berkaitan dengan kedua ciri khas tadi ialah toleransi yang tinggi. Dengan demikian
masyarakat madani Indonesia bukanlah masyarakat yang terbentuk atau dibentuk melalui
proses indoktrinasi tetapi pengetahuan akan kebhinnekaan dan penghayatan terhadap
adanya kebhinnekaan tersebut sebagai unsur penting dalam pembangunan kebudayaan
nasional.
d. Akhirnya untuk melaksanakan nilai-nilai yang khas tersebut diperlukan suatu wadah
kehidupan bersama yang diwarnai oleh adanya kepastian hukum. Tanpa kepastian hukum
sifat-sifat toleransi dan saling pengertian antara sesama anggota masyarakat pasti tidak
dapat diwujudkan.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa masyarakat
Indonesia dikatakan telah berhasil mencapai kehidupan madani apabila didalamnya telah
memiliki:
1. Keimanan dan ketaqwaan yang kokoh.
2. Berpendidikan maksimal (berkualitas).
3. Kembali menjadi insan Pancasilais.
4. Memiliki cita-cita (komitmen) dan harapan (secara kolektif) untuk setara dengan negara-
negara maju.
5. Memiliki kepercayaan diri untuk bersaing.
6. Loyalitas terhadap bangsa dan negara Indonesia (bakan terhadap partai politik saja).
Tantangan Masyarakat Madani di Indonesia Masyarakat madani merupakan suatu
kondisi yang senantiasa diidam-idamkan oleh semua lapisan masyarakat di negara
Indonesia. Karena itu, tantangan yang harus mampu dilakukan oleh seluruh masyarakat
supaya tercapai kehidupan madani adalah:
1. Sikap demokratis Mengembangkan sikap demokratis bukan hanya mengenai
pembentukan individu yang mempunyai harga diri, yang berbudaya, yang memiliki
identitas sebagai bangsa Indonesia yang bhinneka, tetapi juga menumbuhkan sikap
demokratis tersebut perlu didukung oleh suatu sistem yang juga mengembangkan sikap

26
demokratis. Sistem pendidikan yang hanya mementingkan sekelompok manusia seperti
manusia yang berinteligensi tinggi saja, tentunya tidak demokratis sifatnya. Demikian
pula proses belajar yang tidak menumbuhkan sikap kreatif dan bebas serta sanggup
mengemukakan pendapat, berbeda pendapat, dan menghargai pendapat yang lebih baik,
perlu dimasukkan di dalam proses belajar serta kurikulum. Demikian pula para pendidik,
para dosen yang otokratis tidak memungkinkan tumbuhnya sikap demokratis dari para
peserta didik.
2. Sikap toleran Wajah budaya Indonesia yang bhinneka menuntut sikap toleran yang, tinggi
dari setiap anggota masyarakat. Sikap toleransi tersebut harus dapat diwujudkan oleh
semua anggota dan lapisan masyarakat sehingga terbentuk suatu masyarakat yang
kompak tapi beragam sehingga kaya akan ide-ide baru. Di dalam diskusi yang
diselenggarakan oleh Indonesian Council on World Affairs (ICWA) Maret 1999, Juwono
Sudarsono mengemukakan di samping sikap toleransi juga penting sikap kompromi perlu
dikembangkan dalam pendidikan.
3. Saling pengertian Di dalam suatu masyarakat demokrasi, perbedaan pendapat justru
merupakan suatu hikmah untuk membentuk suatu masyarakat yang mempunyai horizon
yang luas dan kaya. Untuk keperluan tersebut diperlukan pengetahuan dan penghayatan
mengenai kebhinnekaan tersebut. Pendidikan nasional harus menampung akan kebutuhan
masyarakat yang beragam tersebut. Keanekaragaman budaya daerah haruslah
dikembangkan seoptimal mungkin sehingga pada gilirannya dapat memberikan
sumbangan kepada terwujudnya suatu budaya nasional, budaya Indonesia. Saling
pengertian hanya dapat ditumbuhkan apabila komunikasi antarpenduduk dan antar etnis
dapat terwujud dengan bebas dan intens. Oleh sebab itu pengembangan budaya daerah,
pertukaran kunjungan antar masyarakat dan budaya daerah haruslah diintensifkan.
4. Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa Masyarakat Indonesia yang bhinneka dengan
beragam nilai-nilai budayanya, namun merupakan ciri khas dari masyarakat Indonesia,
adalah masyarakat yang beriman. Manusia yang beriman adalah manusia yang berakhlak
tinggi oleh karena semua agama yang hidup dan berkembang di Indonesia adalah agama
yang mengajarkan nilainilai moral yang tinggi. Keragaman agama yang hidup dan
berkembang di Indonesia menuntut sikap toleransi dan saling pengertian setiap
anggotanya. Oleh sebab itu pendidikan agama di dalam sistem pendidikan nasional

27
haruslah dilaksanakan begitu rupa sehingga terwujudlah suatu kehidupan bersama yang
mengandung unsur-unsur toleransi serta saling pengertian yang mendalam. Kita perlu
menghindari ramalan Huntington yang memprediksikan adanya konflik-konflik budaya
dan agama sebagai pengganti konflik kekerasan senjata dalam kehidupan umat manusia
pada melenium ketiga yang akan datang.
5. Manusia dan masyarakat yang berwawasan global Masyarakat Indonesia memasuki suatu
kehidupan baru dalam melenium ketiga yaitu masyarakat global yang ditandai oleh
kemajuan teknologi serta perdagangan bebas. Kehidupan global tersebut memberikan
kesempatankesempatan yang baru tetapi juga tantangan-tantangan yang semakin sulit dan
kompleks sehingga meminta kualitas sumber daya manusia Indonesia yang bukan saja
menguasai dan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga yang terampil di
dalam memecahkan masalah-masalah yang muncul akibat gelombang globalisasi
tersebut.
Menurut pengamatan UNESCO terdapat beberapa bahaya yang inheren di dalam
gelombang globalisasi yang perlu diwaspadai dalam proses pendidikan. Tantangan-
tantangan tersebut ialah regionisasi, polarisasi, marginalisasi, dan fragmentasi.
Gelombang globalisasi juga telah melahirkan berbagai kerjasama regional yang pada
gilirannya menuntut program dan langkah-langkah yang, sesuai di dalam pendidikan
nasional anggota kerjasama regional tersebut. Dengan demikian regionisasi akan
memberikan keuntungan tetapi juga malapetaka bagi anggota kerjasama regional yang
tidak mempersiapkan diri sehingga hanya akan menguntungkan anggota-anggota yang
lebih siap.
Globalisasi juga dapat menyebabkan polarisasi antara negara yang maju dan
negara berkembang. Oleh sebab itu negara berkembang harus pandai-pandai
mempersiapkan diri sehingga tidak akan menjadi mangsa dari kekuatan global yang lebih
kuat. Akibatnya ialah pemiskinan negara-negara yang dilindas oleh kekuatan-kekuatan
global seperti di dalam ekonomi dan perdagangan. Selanjutnya, gelombang globalisasi
dapat menjadikan sekelompok manusia tercecer atau terbuang dari arus perubahan Proses
marginalisasi kita rasakan di dalam era krisis moneter yang telah mengakibatkan
sejumlah besar rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh sebab itu
pendidikan nasional harus, mempunyai visi untuk dapat memberdayakan rakyat banyak

28
sehingga rentan terhadap perubahan-perubahan global yang menimpannya Sejalan
dengan kekuatankekuatan yang disebut tadi, juga globalisasi dapat menyebabkan
fragmentalisasi masyarakat Indonesia di dalam kelompok-kelompok yang diuntungkan
dan kelompok-kelompok yang dikalahkan akibat kepentingankepentingan tertentu.
Demikian pula tumbuh-suburnya proses demokrasi dapat memecah belah
kehidupan berbangsa dan bertanah air sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia dapa
terpecah belah menjadi masyarakat yang lemah. Sistem pendidikan nasional mempunyai
tugas untuk melihat secara dini masalah-masalah tersebut di atas agar supaya dapat
mempersiapkan manusia dan masyarakat Indonesia untuk lebih siap menghadapi
tantangantantangan global tersebut.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan

29
Masyarakat madani atau civil society dapat diartikan sebagai suatu corak
kehidupan masyarakat yang terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan,
kemandirian, namun mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Masyarakat Indonesia
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan negara lainnya. Karakteristik tersebut
diantaranya adalah:
1) Pluralistik/keberagaman,
2) sikap saling pengertian antara sesama anggota masyarakat,
3) toleransi yang tinggi dan
4) memiliki sanksi moral.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan ummat
maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang
signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang
terjadi di masyarakat sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak
ketinggalan berita. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat penulis ambil dari
pembahasan ialah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan
umat haruslah berpacu pada Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita
sebagai umat akhir zaman.
Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat
madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut,
serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada
zaman Rasullullah. Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat
pada potensi manusia yang ada di masyarakat, khususnya di Indonesia. Potensi yang ada
di dalam diri manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.
Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam membangun agama
Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila seseorang
memiliki potensi yang kurang di dalam membangun agamanya maka hasilnya pun tidak
akan memuaskan.

B. Saran
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni melalui

30
peningkatan kualiatas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi, serta
menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah. Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam
dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan menjadi
negri yang madani sebagaimana negri Madinah

DAFTAR PUSTAKA

31
Husel, Anwar. 2017. Islam Kaffah Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Tim
MPK Unimed Medan: penerbit Perdana Pubshling
Mohammad, Daud Ali. 1996. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia:
Penerbit Rajawali Pers
https://islam.nu.or.id/post/read/114786/mengenal-isi-piagam-madinah--cara-nabi-ciptakan-keadilan-
dan-kesetaraan
Pendidikan Islam dalam Masyarakat Madani Indonesia Irfan Charis MTs Negeri Andong, Kec.
Andong Kab. Boyolali Email: irfancharis@yahoo.co.id Mohamad Nuryansah UIN
Walisongo m_nuryansah@yahoo.com DOI: 10.18326/mudarrisa.v7i2. 229-258
KONSEP MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA DALAM MASA POSTMODERN
(SEBUAH ANALITIS KRITIS) Suroto PPKn, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 5, Nomor 9, Mei 2015

32

Anda mungkin juga menyukai