Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

REKAYASA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF DAKWAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah”Manajemen Dakwah”

Dosen Pengampu: Dr. H. Misbahul Munir, MM.

Disusun oleh kelompok 11:


1. Febianti Izma Amalia (214103040002)
2. Avriliani Putri Chaq (212103040021)
3. Umaela Agustine (212103040019)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH 2

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KH. AHMAD SIDDIQ

JEMBER 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh
Dosen pengampu mata kuliah “Manajemen Dakwah” yang berjudul “REKAYASA
SOSIAL DALAM PERSPEKTIF DAKWAH” ini tepat pada waktunya.

Adapaun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen pengampu “ Dr. H. Misbahul Munir,MM.” pada bidang mata kuliah
Manajemen Dakwah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menanambah
wawasan tentang orientasi di dalam dakwah bagi para pembaca dan juga penulis.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen


pengampu mata kuliah Manajemen Dakwah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Jember, 06 November 2022


DAFTAR ISI

KATA PENGATAR......................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
1.3 Tujuan ......................................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat adalah makhluk sosial yang selalu mengalami dinamika perubahan


sosial. Perubahan sosial yang terjadi di kalangan masyarakat tersebut adalah suatu
keharusan, karena tidak mungkin bertahan dalam satu kondisi yang bersifat statis dan
cenderung tetap. Karena sudah menjadi sunatullah bahwa kehidupan ini bersifat
dinamis seperti putaran roda yang suatu saat berada di bawah dan suatu saat berada di
atas. Sehingga manusia yang menyandang sebagai khalifatullah mempunyai
kewajiban untuk merubah kondisi dirinya sendiri, baik secara individual maupun
dalam perspektif sosial.

Begitu banyak problem sosial yang terjadi di kalangan masyarakat dan


kompleksitas problem sosial tersebut terjadi di segala bidang kehidupan yakni dalam
bidang sosial, politik, pendidikan, agama dan lain sebagainya. Sehingga diperlukan
upaya untuk memecahkan masalah dan memperbaiki sistem sosial yang mengarah
kepada kehidupan masyarakat yang ideal. Hal ini harus diimbangi dengan langkah
konkret yang memiliki visi dan misi yang jelas. Sehingga rencana untuk mengubah
setting pola pikir masyarakat dapat berjalan berdasarkan tujuan. Problem sosial yang
terjadi disebabkan oleh kesalahan berfikir dan mitos-mitos yang telah berkembang di
masyarakat dan di sinilah diperlukannya suatu rekayasa sosial untuk memecahkan
masalah tersebut. Di samping itu diperlukan agen-agen yang mampu memberikan
solusi dalam pemecahan masalah sosial yang berperan sebagai pembaharu dan
penggerak dalam upaya rekayasa sosial yang bersifat positif.

Dalam usaha sebagai aktor rekayasa sosial dibutuhkan konsep-konsep yang


menjadi dasar pergerakan perubahan sosial. Konsep tersebut dapat dibagi berdasarkan
waktu dan cakupan efek yang ditimbulkannya yakni dapat berupa evolusi, revolusi,
reformasi, dan metamorfosis sosial. Keempat konsep tersebutlah yang menjadi dasar
perubahan sosial. Namun hanya satu konsep yang tepat dan rekayasa yang matanglah
yang mampu mengubah Indonesia dan mengubah pemikiran umat.
B. Rumusan Masalah
Berikut adalah beberapa rumusan masalah pada makalah ini :

1. Bagimana Pengertian rekayasa sosial ?


2. Bagimana Metode dalam rekayasa sosial ?
3. Bagimana Kondisi masyarakat yang perlu direkayasa ?
4. Bagimana Daya manusia sebagai agent of social change ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian rekayasa sosial.
2. Mengerti metode dalam rekayasa sosial.
3. Mengetahui kondisi masyarakat yang perlu direkayasa.
4. Mengetahui daya manusia sebagai agent of social change.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rekayasa Sosial

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 942), rekayasa memiliki arti; 1)
penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam pelaksanaan (seperti perancangan, pembuatan
konstruksi, serta pengoperasian kerangka, peralatan, dan sistem yang ekonomis dan
efisien); dan 2) rencana jahat atau persekongkolan untuk merugikan dan sebagainya
pihak lain. Sedangakan pengertian sosial dalam KBBI (2007: 1085); 1) berkenaan
dengan masyarakat; serta 2) suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong,
menderma, dan sebagainya.

Pengertian rekayasa pada terma rekayasa sosial, mengacu pada pengertian


pertama. Jadi, maksud rekayasa di sini adalah penerapan kaidah-kaidah ilmu dalam
pelaksanaan proyek yang menyentuh aspek-aspek lingkungan sosial berkenaan dengan
masyarakat.

Sedangkan pengertian rekayasa sosial secara istilah menurut Jalaluddin Rakhmat


(2000: 34) adalah upaya intervensi terencana dalam mempengaruhi sikap dan perilaku
sosial tertentu untuk mencapai perubahan sosial. Jadi rekayasa sosial adalah upaya
untuk memperoleh perubahan sosial yang diinginkan melalui intervensi terencana
berdasarkan riset dan penemuan sains terkini.

Dalam terminologi asing istilah rekayasa sosial disebut social engineering


(Inggris) atau sociale ingenieurs (Belanda). Industrialis Belanda, J.C. van Merken,
tercatat sebagai orang pertama yang memakai istilah ini pada 1894. Bila urusan mesin
ditangani oleh spesialis (engineer), urusan manusia, menurut Merken, juga
membutuhkan para spesialis yang disebutnya perekayasa sosial.

Namun demikian istialh social engineering kini mengalami pergeseran makna,


bisa dikatakan mengalami peyoratif atau penurunan makna. Istilah social engineering
atau rekayasa sosial kini hanya dipahami sebagi kejahatan di dunia internet. Teknik
yang dipakai adalah manipulasi psikologis seseorang dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi tertentu atau melakukan hal tertentu dengan cara menipunya
secara halus dan tidak dia sadari. Manipulasi psikologis dilakukan dengan berbagai
media yang tujuannya untuk mempengaruhi pikiran korban, misalnya menggunakan
suara untuk meyakinkan korban, gambar erotis agar diklik, atau tulisan yang persuasif
dan meyakinkan.
Untuk itu kita sebaiknya mengembalikan makna rekayasa sosial (social
engineering) sebagai upaya untuk mempengaruhi perubahan sosial yang dinginkan
melalui campur tangan gerakan ilmiah dari visi ideal tertentu sebagaiman definisi dari
Jalaluddin Rakhmat di atas. Gerakan ilmiah yang dimaksud di sini adalah sebuah
gagasan atas perubahan tingkat atau taraf kehidupan masyarakat demi tercapainya
kesejahteraan dan kemandirian. Menurut Rakhmat rekayasa sosial ada karena adanya
permasalahan sosial dan tidak menutup kemungkinan permasalahan individu akan
menjadi permasalahan sosial. Sehingga harus ada pembedaan yang jelas antar
permasalah sosial dengan permasalahan individu. Permasalahan sosial adalah keadaan
buruk yang hanya bisa diperbaiki dengan tindakan kolektif.

Karena itu kita harus membedah permasalahan sosial dan permasalah individu
dimulai dengan menemukan cause (sebab) kemudian impacts (sebab).

Ketika sudah memahami permasalah sosial, langkah-langkah atau solusi yang


ditawarkan Jalaluddin Rakhmat dengan rekayasa yang sudah direncanakan yaitu aksi-
aksi kolektif, teknik-teknik pengembang masyarakat, gerakan sosial dan revolusi.

Selain itu, Jalaluddin Rakhmat juga menegaskan bahwa mustahil ada perubahan
atau rekayasa sosial, jika masih terjebak dalam kesesatan berpikir dalam memandang
permasalaham sosial. Para ilmuwan menyebutnya intellectual cul-de-sac (kebuntuan
dalam pemikiran). Rakhmat (2000:23) menyebutkan ada tujuh kesalahan berpikir
dalam memandang permasalahan sosial.

1. Fallacy of Dramatic Instance


Pola Pikir yang menjadikan satu atau dua kasus bahkan condong sebagai
pengalaman pribadi menjadi dasar untuk menyimpulkan sesuatu, sehingga terjadi over
generalization. Misalnya, seorang peneliti meneliti keadaan muslim di Inonesia. Pada
prosesnya dia mendapat bahwa orang-orang Islam miskin, jorok, dan sebagainya.
Kemudian dia menyimpulkan dengan menggeneralisasi bahwa orang-orang Islam itu
miskin dan jorok.
2. Fallacy of Retrospective Determinisme
Pola pikir yang memanfaatkan masa lalu sebagai bentuk kepasrahan. Pola pikir
ini menganggap yang sudah terjadi sejak lama tidak mungkin diubah lagi. Contohnya
jika peneliti mengatakan bahwa pelacuran dan kemiskinan, sudah ada sejak dahulu
dan akan menjadi bagian dari kehidupan.
3. Post Hoc Ergo Propter Hoc
Pola pikir dengan pola sesudah ini-karena itu oleh sebab itu. Jadi pola pikir ini
meyakini sesuatu terjadi dan saling berkaitan secara langsung.
4. Fallacy of Misplaced Concretness
Pola pikir yang berusaha mengkongkritkan hal yang abstrak. Contohnya, jika
ada pertanyaan mengapa umat Islam terbelakang secara politik dan ekonomi, maka
jawabannya karena kita hidup dalam sistem jahiliyah dan yang berkuasa adalah
thagut. Lalu solusinya adalah ganti sistem. Di sini justru letak kekeliruannya, bahwa
menanggap sistem yang abstrak itu sebagai yang sesuatu yang kongkret.
5. Argumentum ad Verecundiam
Berargumen dengan otoritas walaupun tidak relevan dan ambigu. Misalnya ada
suatu peristiwa, lalu ada suatu kelompok yang melihatnya sama dengan apa yang
terjadi zaman Nabi Muhammad saw atau zaman sahabat lalu melakukan penafsiran
yang memaksa pihak lain untuk membenarkan penafsiran yang mereka lakukan.
Padahal peristiwa sirah itu bisa dilihat berbeda oleh pihak yang berbeda. Sebaiknya
bila kita akan menggunakan otoritas kita menambahkan frasa menurut pendapat saya
atau yang sejenisnya.
6. Fallacy of composition
Pola pikir yang meneladani seseorang untuk ke semua orang. Pola pikir ini
meyakini terapi untuk satu orang akan berhasil untuk semua orang. Misalnya dalam
suatu kampung ada seorang petani yang menjual sawahnya untuk dia belikan motor.
Lalu dia menjadi ojek. Karena dalam satu kampung tersebut hanya dia yang memiliki
motor maka dia menjadi sukses dengan bisnis ojeknya. Lalu beramai-ramai teman
petani yang lain meniru pola yang dia lakukan. Sehingga terjadi poverty sharing
karena lahan ojek yang menyempit.
7. Circular Reasoning
Pola pikir yang berputar-putar. Misalnya, terjadi perdebatan tentang rendahnya
prestasi intelektual umat Islam Indonesia. Orang pertama membuktikan konklusi
tersebut dengan membandingkan persentase mahasiswa Islam dan non-Islam pada
program S2 dan S3. Hasilnya, semakin tinggi tingkat pendidikan, makin menurun
trend kehadiran orang Islam. Padahal di tingkat SD, persentase muslimnya sejumlah
95%.

Lalu, orang kedua menyatakan bahwa hal ini terjadi lantaran oran Islam tidak
diberlakukan sederajat dengan orang non-Islam. Jadi, ada perlakukan diskriminatif
terhadap orang Islam. Sampai-sampai, orang Islam sering dicoret dari program-
program pendidikan tinggi.
Orang pertama lalu menjawab lagi. “Orang Islam dicoret karena orang
meragukan kemampuan intelektualnya.” Dengan jawaban ini, kita kembali kepada
pokok permasalahan. Akhirnya perdebatan mengalir seputar itu dan terus berputar-
putar.
Selain intellectual cul-de-sac, faktor lain yang menghambat perubahan sosial
adalah mitos. Mitos adalah sesuatu yang salah tapi dipercaya banyak orang termasuk
ilmuwan. Ada dua jenis mitos sosial : mitos deviant, dan mitos trauma.
Mitos deviant menganggap bahwa masyarakat itu stabil, statis, dan tidak
berubah. Kalaupun terjadi perubahan, maka itu merupakan suatu penyimpangan yang
stabil. Sedangkan mitos trauma menganggap bahwa perubahan itu menimbulkan krisis
emosional dan stres mental atau dengan kata lain jangan keluar dari zona nyaman saat
ini.
Masyarakat akan menolak perubahan apabila muncul hal-hal berikut; 1)
perubahan itu diduga mengancam basic security; 2) perubahan itu tidak dipahami
dengan hidup dan penuh ketidakpastian; 3) dirasakan adanya paksaan kepada
masyarakat; 4) dianggap bertabrakan dengan nilai atau norma yang lebih tinggi; dan
5) tidak sesuai dengan kalkulasi rasional masyarakat.
Oleh karena itu, upaya perubahan melalui rekayasa sosial ini mesti
memperhatikan dengan seksama semua aspek serta memakai perencanaan yang
matang.
B. Metode Dalam Rekayasa Sosial
Metode pertama adalah metode yang paling dasar dalam rekayasa sosial, dapat
menyelesaikan tugas penyerang secara langsung yaitu, penyerang tinggal meminta apa
yang diinginkannya: kata sandi, akses ke jaringan, peta jaringan, konfigurasi sistem,
atau kunci ruangan. Memang cara ini paling sedikit berhasil, tapi bisa sangat
membantu dalam menyelesaikan tugas penyerang. Cara kedua adalah dengan
menciptakan situasi palsu dimana seseorang menjadi bagian dari situasi tersebut.
Penyerang bisa membuat alasan yang menyangkut kepentingan pihak lain atau bagian
lain dari perusahaan itu, misalnya. Ini memerlukan kerja lanjutan bagi penyerang
untuk mencari informasi lebih lanjut dan biasanya juga harus mengumpulkan
informasi tambahan tentang target. Ini juga berarti kita tidak harus selalu berbohong
untuk menciptakan situasi tesebut, kadang kala fakta-fakta lebih bisa diterima oleh
target.
Sebagai contoh seperti ini: seorang berpura-pura sebagai agen tiket yang
menelepon salah satu pegawai perusahaan untuk konfirmasi bahwa tiket liburannya
telah dipesan dan siap dikirim. Pemesanan dilakukan dengan nama serta posisi target
di perusahaan itu, dan perlu mencocokkan data dengan target. Tentu saja target tidak
merasa memesan tiket, dan penyerang tetap perlu mencocokkan nama, serta nomor
pegawainya. Informasi ini bisa digunakan sebagai informasi awal untuk masuk ke
sistem di perusahaan tersebut dengan akun target. Contoh lain, bisa berpura-pura
sedang mengadakan survei perangkat keras dari vendor tertentu, dari sini bisa
diperoleh informasi tentang peta jaringan, perute, firewall, atau komponen jaringan
lainnya. Cara yang populer sekarang adalah melalui surel, dengan mengirim surel
yang meminta target untuk membuka lampiran yang tentunya bisa kita sisipi cacing
komputer atau kuda troya untuk membuat pintu belakang di sistemnya. Kita juga bisa
sisipkan cacing komputer bahkan dalam berkas JPG yang terkesan “tak berdosa”
sekalipun. Cara-cara tersebut biasanya melibatkan faktor personal dari target:
kurangnya tanggung jawab, ingin dipuji dan kewajiban moral. Kadang target merasa
bahwa dengan tindakan yang dilakukan akan menyebabkan sedikit atu tanpa efek
buruk sama sekali. Atau target merasa bahwa dengan memenuhi keinginan penyerang
yang berpura-pura akan membuat dia dipuji atau mendapat kedudukan yang lebih
baik. Atau dia merasa bahwa dengan melakukan sesuatu akan membantu pihak lain
dan itu memang sudah kewajibannya untuk membantu orang lain. Jadi kita bisa
fokuskan untuk membujuk target secara sukarela membantu kita, tidak dengan
memaksanya. Selanjutnya kita bisa menuntun target melakukan apa yang kita mau,
target yakin bahwa dirinya yang memegang kontrol atas situasi tersebut. Target
merasa bahwa dia membuat keputusan yang baik untuk membantu kita dan
mengorbankan sedikit waktu dan tenaganya. Riser psikologi juga menunjukkan bahwa
seseorang akan lebih mudah memenuhi keinginan jika sebelumnya sudah pernah
berurusan, sebelum permintaan inti cobalah untuk meminta target melakukan hal-hal
kecil terlebih dahulu.1

C. Kondisi Masyarakat Yang Perlu Direkayasa

Pengertian Perubahan Sosial

Perubahan sosial dapat dimaknai dengan berganti atau bergesernya suatu


kondisi ke kondisi lain yang berbeda. Ia merupakan fenomena umum yang dapat
terjadi dalam berbagai kondisi tertentu. Karena itu Macionis (dalam Piotr Sztomka)
menyebutkan bahwa perubahan sosial merupakan transformasi dalam organisasi
masyarakat, dalam pola berpikir dan pola berperilaku pada waktu tertentu. Menurut
Elly M. Setiadi perubahan sosial merupakan bagian dari gejala sosial yang bersifat
normal. Perubahan sosial tidak dapat dilihat hanya dari satu sisi saja karena ia
mengakibatkan perubahan di sektor-sektor lain. J. Dwi Narwoko menyebutkan bahwa
perubahan sosial merupakan fenomena umum yang meliputi 3 (tiga) dimensi, yaitu
dimensi struktural, kultural dan interaksional. Hal terpenting dari konsep perubahan
adalah pemikiran tentang proses sosial yang menunjukkan pada sejumlah peristiwa
perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya.

Dari beberapa konsep tersebut maka perlu diungkapkan beberapa definisi


tentang

perubahan sosial, antara lain :


1. Herbert Blumer mendefinisikan perubahan sosial sebagai usaha kolektif
untuk menegakkan terciptanya tata kehdidupan baru.
2. Gillin mendefinisikan perubahan sosial dengan suatu variasi dari cara hidup
yang telah diterima masyarakat baik berkaitan dengan kondisi geografis, kebudayaan,
komposisi penduduk, ideologi dan lain-lain. Hal senada juga diungkapkan oleh
perubahan sosial adalah modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.

1
3. Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa perubahan sosial adalah segala
perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial yang mempengaruhi sistem
sosialnya.

Berpijak dari beberapa definisi di atas dapat dikemukakan bahwa perubahan


sosial adalah suatu dinamika sosial yang berkembang dalam setiap kelompok
masyarakat baik kelompok kecil maupun besar. Sebagai sebuah dinamika, maka
perubahan dapat dipandang sebagai suatu fenomena umum yang bersifat normal,
sebab tanpa dinamika itu maka kehidupan masyarakat cenderung bersifat statis.
Karena itu kehidupan masyarakat tanpa diiringi oleh dinamika perubahan sosial dapat
disebut sebagai gejala-gejala abnormal yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan
itu sendiri.

D. Daya Manusia Sebagai Agent Of Social Change


A. Pengertian Agen Perubahan
Didalam era globalisasi yang mendunia saat ini, perubahan terus bergerak cepat
baik itu dalam produk baru, pasar baru, cara berfikir dan kompentensi baru, serta
teknologi yang semakin canggih. Perubahan tersebutlah dapat menjadi peluang atau
mungkin bisa menjadi sebuah tantangan dalam menghadapi persaingan-persaingan
yang ketat. Menurut Soerjono Soekanto menyatakan, pihak-pihak yang menghendaki
perubahan dinamakan Agent of Change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang
mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan (Soekanto, 1992:273). Dalam rumusan Havelock (1973), agent of
change yaitu orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi
berencana (Nasution, 1990:37). Menurut Robbins & Coulter dalam (Supriyanto,
2016:32), agen perubahan adalah orang yang bertindak sebagai katalisator dan
mengelola perubahan yang terjadi. Pengetian lebih luas menurut Griffin dan Pareek
dalam (Wibowo, 2006:118), bahwa agen perubahan adalah orang professional yang
tugasnya membantu masyarakat atau kelompok merencanakan pembangunan atau
membentuk kembali sasaran, fokus pada masalah, mencari pemecahan yang mungkin,
mengatur bantuan, merencanakan tindakan, yang dimaksud untuk memperbaiki
situasi, mengatasi kesulitan, dan mengevaluasi hasil dari usaha yang terencana. Usaha
yang dilakukan dalam pembangunan suatu masyarakat ditandai dengan adanya
sejumlah orang yang menggerakkan dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut.
Mereka tersebutlah dinamakan sebagai agen perubahan. Seorang agen perubahan
harus mampu menanamkan karakteristik dalam dirinya agar menjadi panutan atau
teladan bagi sekelompok orang yang menjadi target perubahannya. Agen perubahan
selalu menanamkan pada dirinya sikap optimis demi terciptanya sebuah perubahan
yang diharapkannya. Para individu atau kelompok yang diberi tanggung jawab untuk
mengubah perilaku atau untuk melakukan perubahan dinamakan agen perubahan. Para
ahliilmu jiwa dan para konsultan, sering diminta bantuan mereka pada organisasi-
organisasi sebagai agen-agen perubahan gunamenghadapi bahkan mengikuti
perubahan (Winardi, 2008:96-97). Dapat disimpulkan pengertian dari agen perubahan
adalah seorang individu atau sebuah tim yang bekerja sama untuk mempengaruhi
masyarakat atau klien lainnya baik secara internal maupun eksternal untuk melakukan
suatu perubahan sesuai dengan yang diharapkan.
B. Fungsi Agen Perubahan
Berikut dibawah ini merupakan fungsi-fungsi dari agen perubahan atau Agent of
Change adalah sebagai berikut:
a. Catalyst (Penghubung), menggerakkan suatu masyarakat untuk melakukan
perubahan.
b. Solution Giver (Memberikan solusi), memberikan solusi dalam suatu
pemecahan masalah yang terjadi.
c. Process Helper (Memberikan pertolongan), sebagai tokoh yang membantu
dalam proses perubahan.
Resources Linker (Sumber-sumber), sebagai penghubung dengan sumber-
sumber yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang terjadi.
Tugas yang dilakukan oleh agen perubahan atau yang biasa kita sebut dengan
Agent of Change adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan keinginan perubahan didalam masyarakat.
2. Menciptakan keinginan perubahan dikalangan klien lainnya.
3. Menjalin dan membina hubungan dalam rangka melakukan perubahan.
4. Mendiagnosa permasalahan yang dihadapi masyarakat.
5. Melaksanakan perubahan atau menerjemahkan keinginan perubahan menjadi
suatu tindakan yang nyata.
6. Menjaga kestabilan perubahan.
C. Peranan Agen Perubahan
Seorang agen perubahan dalam melaksanakan tugasnya memiliki peran-peran
tertentu. Berikut ada 6 peranan agen perubahan dalam proses mengenalkan sebuah
inovasi kepada klien yakni sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan kebutuhan perubahan pada klien. Seorang agen
perubahan membantu klien menjadi sadar akan kebutuhan untuk melakukan
perubahan terhadap sikap dan tingkah laku mereka. Setelah itu perubahan
mengusulkan alternative-alternative baru untuk menyelesaikan masalah yang terjadi,
menjelaskan betapa pentingnya masalah tersebut diatasi dan diselesaikan serta
meyakinkan klien bahwa mereka mampu menghadapi masalah tersebut.
2. Untuk menciptakan hubungan pertukaran informasi Ketika kebutuhan untuk
melakukan perubahan diciptakan, seorang agen perubahan harus mengembangkan
hubungan dengan para kliennya. Agen perubahan dapat meningkatkan hubungan
dengan para kliennya dengan cara memiliki sikap yang terpercaya, kompeten, serta
berempati terhadap kebutuhan dan permasalahan terhadap kliennya.
3. Untuk menganalisis masalah klien Agen perubahan bertanggung jawab untuk
menganalisis permasalahan para klien untuk menentukan mengapa alternative yang
ada sebelumnya tidak cocok dengan kebutuhan mereka. Disini tugas agen perubahan
adalah mencoba untuk mengetahui masalah apa yang dihadapi kliennya dan mencoba
menemukan inovasi yang paling tepat.
4. Untuk menumbuhkan niat berubah pada klien Setelah agen perubahan
menyelidiki bermacammacam kesempatan dari tindakan yang dapat mengantarkan
klien mencapai tujuan mereka, agen perubahan mencari cara agar mereka tertarik
dengan inovasi yang diciptakan agen perubahan tersebut.
5. Untuk menerjemahkan niat klien kedalam tindakan Agen perubahan
mencoba untuk mempengaruhi sikap klien dalam menyesuaikan saran atau
rekomendasi berdasarkan kebutuhan dari para kliennya. Agen perubahan melakukan
secara akif dalam menstabilkan perilaku atau tingkah laku baru dikalangan klien
tersebut.
6. Untuk mencapai hubungan yang berulang-ulang Tujuan akhir dari agen
perubahan adalah untuk mengembangkan sikap dan memperbaharui diri
(selfrenewing) dalam bagian dari klien. Ketika perubahan telah terjadi dan stabil pada
klien, maka seorang agen perubahan harus dapat mengembangkan kemampuan klien
untuk menjadi seorang agent of change bagi dirinya sendiri.
D. Jenis-Jenis Agen Perubahan
Dibawah ini merupakan jenis-jenis dari agen perubahan, terdapat 3 jenis yakni
sebagai berikut:
1. Agen perubahan internal Agen perubahan internal adalah staff ahli dari
dalam organisasi yang secara khusus dilatih untuk melakukan pengembangan
organisasi.
2. Agen perubahan eksternal Agen perubahan eksternal adalah individu dari
luar organisasi yang ditugaskan untuk memberika usulan mengenai perubahan.
3. Agen perubahan eksternal-internal Agen perubahan eksternal-internal upaya
memadukan orang-orang dari dalam organisasi dan dari luar organisasi dengan
mengambil kelebihan dan kelemahan dari agen perubahan internal dan eksternal.
Berikut adalah perbandingan antara agen perubahan internal dengan agen perubahan
eksternal yakni sebagai berikut:
1) Tokoh agen perubahan
a. Agen perubahan internal
Para manager atau staf khusus dalam organisasi serta tim khusus untuk pimpin
perubahan.
b. Agen perubahan eksternal
Konsultan atau orang ahli dari luar organisasi untuk pimpin perubahan.
2) Kelebihan agen perubahan
a. Agen perubahan internal
Menguasai permasalahan dan situasi yang dihadapi organisasi dan memiliki
tanggung jawab yang besar dalam memanajemen perubahan.
b. Agen perubahan eksternal
Lebih objektif melihat keadaan organisasi, mengedepankan strategi, dan
memiliki kebebasan lebih tinggi dalam pimpin perubahan.
3) Kekurangan agen perubahan
a. Agen perubahan internal
Kurang objektif dalam melihat permasalahan, subjektivitasnya tinggi, dan
inisiatifnya kurang.
b. Agen perubahan eksternal
Kurangnya dalam menguasai permasalahan secara detail.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dalam perspektif dakwah rekayasa social merupakan strategi yang efektif dalam
mengajak manusia untuk memahami,menghayati,dan mengamalkan ajaran-ajaran
islam. Pendidikan di dunia islam dalam perkembangannya seakan mengalami
pergeseran orientasi dan pengerutan makna,karena kekeliruan umat islam sendiri
dalam memanfaatkan pendidikan yang dominan dipengaruhi kemajuan sistem
pendidikan barat dan juga paham-paham yang berkembang di dunia barat. Sehingga
ada yang memprediksikan bahwa pendidikan islam ditimpa banyak masalah,padahal
sebenarnya yang bermasalah adalah manusia atau umat islam itu sendiri dalam
memperlakukan atau memanfaatkan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai