MAKALAH
Oleh :
Kelompok 6
Dosen Pengampu :
(IAIN PONOROGO)
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah menerangi umat manusia dengan cahaya
kebenaran-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW. Yang tak pernah mengenal lelah perjuangan keadilan dan
memberikan sejumput harapan demi terciptanya kehidupan yang damai bagi sejuta umat
manusia di muka bumi.
Tujuan pembuatan makalah ini semata–mata untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Manajemen Dakwah, serta untuk memperluas pengetahuan kita. Perlu disadari bahwa
penyusun makalah ini masih dijumpai adanya banyak kekurangan ataupun kesalahan,
maka sikap responsive serta kritik saran sangat dibutuhkan guna perbaikan di masa yang
akan datang. Penyusun berharap, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi penyusun sendiri dan tentunya bagi pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
Latar Belakang Masalah 4
Rumusan Masalah 5
Tujuan Masalah 5
BAB II 6
PEMBAHASAN 6
Pengertian Pelembagaan Dakwah 6
Pola-Pola Pelembagaan Dakwah 8
Peran Lembaga Dakwah Dalam Masyarakat 9
BAB III 10
PENUTUP 10
Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
Dakwah merupakan sesuatu kegiatan yang menjadi hal penting untuk mengajak,
menyebarkan dan menyampaikan Agama Islam. Dakwah bertujuan untuk mencegah
segala keburukan dan yang munkar di bumi Allah SWT. Usaha dakwah Islamiyyah yang
mencakup segi-segi yang luas, hal tersebut dapat berlangsung dengan efektif dan efisien,
apabila sebelumnya sudah dilakukan dengan tindakan-tindakan persiapan dan
perencanaan secara matang. Artinya, dakwah Islam harus terprogramkan secara baik, dan
dikerjakan sesuai dengan perencanaan, tidak dengan apa adanya. Dengan
perencanaan,penyelenggaraan dakwah dapat berjalan secara lebih terarah dan teratur
rapi. Pelaksana dakwah adalah seorang da’i yang paham akan ilmu-ilmu dalam Islam dan
mengerti akan agama Islam. Jika da’i yang menyampaikan dakwah bermasalah dalam
segi penyampaian tentang ilmu-ilmu agama islam, bagaimana bisa da’inya mencegah
yang ma’ruf di dalam masyarakat. Maka yang terjadi akan timbul kegaduhan dan
keributan di daerah tersebut baik secara fisik, akal pikiran dan mental di dalam
masyarakat. Menyeru yang ma’ruf dan mencegah yang munkar sesuai firman Allah
dalam Al-Qura’an
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang
yang beruntung”
Hal ini menjadi pertimbangan bagi Kemeterian Agama karena jika di biarkan tanpa
pengawasan yang rapi, dikhawatirkan akan berdampak buruk untuk kesuksesan dakwah
dan tatanan didalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
Dari Rumusan Masalah Tersebut Maka Dapat Dipahami Agar Mengetahui Tujuan Dari
Rumusan Masalah Tersebut Sebagai Berikut :
PEMBAHASAN
Islam sendiri sangat memperhatian dalam memandang tanggung jawab dan wewenang
sebagaimana yang telah dicontohkan oeh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Yang
mengajak para sahabat untuk berpartisipasi melalui pendekatan empati yang sangat
persuasif dan musyawarah.[4]
اورْ هُ ْم فِي اَأْل ْم ِر ِ فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِمنَ هَّللا ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم َولَوْ ُك ْنتَ فَظًّا َغلِيظَ ْالقَ ْل
ِ ب اَل ْنفَضُّوا ِم ْن َحوْ لِكَ فَاعْفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َش
َفَِإ َذا َع َز ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمتَ َو ِّكلِين
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”.[5]
Tugas bagi para da’i adalah merancang sebuah struktur organisasi yang memungkinkan
mereka untuk mengerjakan program dakwah secara efektif dan efisien untuk mencapai
sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan organisasi. Ada dua poin yang harus diperhatikan
dalam pengorganisasian, yaitu Organizational Design [desain organisasi] dan
Organizational structure [struktur organisasi]. Struktur organisasi [organizational
structure] adalah kerangka kerja formal organisasi yang dengan kerangka itu tugas-tugas
jabatan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan. [The way in which an
organization’s activities are divided organized, and coordinated].[6]
Struktur organisasi ialah susunan pembagian tugas secara formal yang ada dalam
sebuah organisasi. Selain memiliki struktur, organisasi juga memiliki desain organisasi.
Desain organisasi ini adalah sebuah proses yang meliputi enam elemen :
- Spesialisasi kerja : adanya pembagian kerja yang dibagi menjadi beberapa bagian.
- Pembagian departemen : Berdasarkan fungsi, produk, letak geografis, proses, dan jenis
costumer.
- Ada rantai komando : Sehingga banyaknya karyawan yang dibawahi harus dibatasi agar
efektif dan efisien.
Desentralisasi : pengambilan keputusan dari level bawah yang terkait langsung dengan
aksi.
Dakwah merupakan suatu profesi yang sangat mulia dan disukai oleh Allah dan
RasulNya, tetapi dakwah juga senantiasa berhadapan dengan berbagai tantangan yang
tidak ringan. Oleh karena itu, agar dakwah dapat berjalan dan tujuan dakwah tercapai,
maka diperlukan strategi yang tepat demi kelancaran dan keberhasilan usaha dakwah
tersebut.
Berikut bentuk atau pola organisasi dakwah yang dapat diterapkan demi kelancaran dan
keberhasilan dakwah.
1. Spesialisasi Kerja
Di samping itu, yang juga penting adalah pelatihan bagi para da’i untuk memperjelas
spesialisasinya agar lebih efisien dan lebih mudah dalam melatih dan mengarahkannya
untuk melakukan tugasnya dari sudut pandang organisasi. Spesialisasi kerja ini juga
merupakan sebuah mekanisme pengorganisasian sekaligus merupakan sumber
produktivitas para da’i.[10]
2. Departementalisasi Dakwah
Setelah unit kerja dakwah dibagi-bagi melalui spesialisasi kerja, maka selanjutnya
diperlukan pengelompokan pekerjaan-pekerjaan yang diklasifikasikan melalui
spesialisasi kerja, sehingga tugas yang sama atau mirip dapat dikelompokkan secara
bersama-sama, sehingga dapat dikoordinasikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa
masing-masing kegiatan individu tersebut saling mengisi dan berhubungan sebagai suatu
tim yang sama pentingnya dan masing-masing tidak lepas dari kerja sam tim [team
work].[11]
Pada tataran ini, secara historis pengelompokan kegiatan kerja dakwah adalah menurut
fungsi yang dilakukan atau departementalisasi fungsional. Kelebihan atau keuntungan
dari departementalisasi dakwah adalah akan memperoleh efisiensi dan mempersatukan
orang-orang yang memiliki keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan orientasi yang
sama ke dalam unit-unit yang sama.[12]
3. Rantai Komando
Rantai komando adalah sebuah garis wewenang yang tidak terputus yang membentang
dari tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah dan menjelaskan hasil
kerja dakwah ke departemen masing-masing. Rantai ini akan memberikan sebuah
kemudahan bagi para da’i untuk menentukan siapa yang harus dituju jika mereka
menemui permasalahan dan juga kepada siapa da’i tersebut bertanggung jawab. Dalam
rantai komando ini tidak terlepas dari tiga konsep, yaitu: Wewenang, tanggung jawab
dan Komando.[13]
4. Rentang Kendali
Rentang kendali merupakan konsep yang merujuk pada jumlah bawahan yang dapat
disupervisi oleh seorang manajer secara efisien dan efektif. Urgensinya, konsep rentang
kendali dalam pengorganisasian dakwah ini karena dapat menentukan jumlah tingkatan
dan kuantitas manajer yang dimiliki oleh organisasi dakwah tersebut.[14] Jika rentang
kendali semakin luas atau semakin lebar, maka semakin efesien desain organisasi
tersebut.[15]
Para manajer dakwah perlu memperhatikan mengenai rentang kendali yang lebih luas
manakala para pelaku dakwah (da’i) dapat profesional mengenal profesi mereka lebih
mendalam dan intens. Penggunaan rentang kendali yang lugas dan konsisten ini dapat
mengurangi pembengkakan biaya, menekan overhead, mempercepat pengambilan
keputusan, meningkatkan keluwesan, dan mendekatkan mad’u.[16]
Kedua konsep tersebut secara aplikatif bersifat relative dan absolut, sehingga dapat
diterjemahkan bahwa sebuah organisasi itu tidak sepenuhnya tersentralisasi dan
terdesentralisasi. Karena fungsi organisasi secara efektif akan terhambat jika semua
keputusan hanya diambil oleh segelintir manajemen puncak dan mereka pun tidak dapat
berfungsi secara efektif apabila semua keputusan dilimpahkan pada anggota-anggota
lainnya (tingkat bawah). Agar organisasi dakwah lebih fleksibel dan tanggap terhadap
realitas yang terjadi dalam masyarakat [mad’u], maka para pelaku dakwah [da’i] lebih
cenderung untuk melakukan desentralisasi pengambilan keputusan.[18]
6. Formalisasi Dakwah
Formalisasi dakwah adalah sejauh mana pekerjaan atau tugas-tugas dakwah dalam
sebuah organisasi dakwah dibakukan dan sejauh mana tingkah laku, skill, dan
keterampilan para da’i dibimbing dan diarahkan secara procedural oleh peraturan. Jika
suatu pekerjaan diformalkan, maka pelaksanaan pekerjaan tersebut memiliki kualitas
keluasan yang minim mengenai apa yang harus dikerjakan.[19]
Dalam sebuah organisasi dengan tingkat formalisasi yang tinggi, terdapat uraian
pekerjaan yang tegas, banyak peraturan organisasi, serta prosedur yang telah dirumuskan
secara jelas pula. Dari formalisasi yang tinggi ini terdapat job-description yang eksplisit,
banyak aturan organisasi yang terdefinisi secara jelas yang meliputi proses kerja dalam
organisasi. Sebaliknya jika formalisasi itu rendah, maka perilaku kerja cenderung untuk
tidak terprogram dan para anggota lebih banyak memiliki keluasan dalam menjalankan
kerja.[20]
Diketahui bahwa ruang lingkup dakwah dan sasarannya itu amat luas, sebab ia meliputi
semua aspek kehidupan umat manusia, baik kehidupan jasmani maupun rohani dalam
mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.[21] Dan juga
dengan adanya lembaga dakwah akan mempermudah para da’i-dai untuk menyampaikan
dakwahnya.
Maka untuk melaksanakan tugas mulia dan besar itu diperlukan kumpulan para da’i
dalam suatu wadah organisasi dakwah agar menjadi mudah pelaksanaannya. Hal ini
disebabkan karena tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dakwah dalam tugas yang
lebih terperinci, serta diserahkan pelaksanaannya kepada beberapa orang yang akan
mencegah timbulnya akumulasi pekerjaan hanya pada diri seseorang pelaksana saja.[23]
Eka Wigianti dan Ika Puji Lestari (2014) menyebutkan bahwa, adapun peran lainnya
sebagai lembaga dakwah adalah:
d.Menghimpun tokoh dan pakar yang siap memberikan kontribusi dan pemikiran serta
pengaruh bagi kepentingan dakwah.
1) Muhammadiyah
Salah satu organisasi Islam yang mempunyai peran penting dalam pendidikan Islam di
Indonesia adalah Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal
18 November 1912 M, atau bertepatan dengan tanggal 6 dhulhijjah 1330 H. oleh kyai
Haji Ahmad Dahlan. Sebagai organisasi Islam, Muhammadiyah mempunyai beberapa
ciri :
2) Sumatera Tawalib
Organisasi ini didirikan di Sumatera Barat tahun 1918 oleh Syeikh Abdul Karim
Amrullah yang dikenal dengan nama Haji Rasul padang panjang. Sumatera Tawalib
adalah organisasi yang merupakan perwujudan dari kebangkitan surau-surau dari system
pendidikan agama tradisioanal untuk dikembngkan menjdi lembaga pendidikan
madrasah yang berkelas dan diberi mata pelajaran umum.Dalam perkembangan
berikutya juga banyak surau-surau yang mengikuti jeja Sumatera Tawalib dan bergabung
dengan organisasi ini, seperti surau Parabek, Surau Maninjau dan lain sebagainya.[26]
4) Jami’ah Al-Washliyah
Organisasi ini didirikan di Medan pada tahun 1930 oleh tokoh-tokoh pelajar islam dari
Maktab Islamiyah pimpinan Syeikh Muhammad Yunus dan Syeikh Ja’far Hasan, juga
para pelajar dari Madrasah Al-Hasaniyah pimpinan Hasan Makmun. Asas organisasi ini
adalah Ahlu Sunnah madzab Syafi’i.tokoh-tokoh Jami’ah ini antara lain: H.Abdurrahman
Syihab, Arsyad Lubis, Udin Syamsudin, H. Adnan Lubis dan Ismail Bunda. Organisasi
ini mempunyai madrasah-madrasah yang tersebar luas di Sumatera Timur dan Utara.
Gerakan dakwahnya terutama ditujukan untuk mengimbangi gerakan Missi dan Zending
Kristen di tanah Batak. Bagian dakwahnya diberi nama: “Yayasan Zending Islam yang
dipimpin oleh H. Sabrani.[29]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
[1] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 39.
[2] Munir Muhammad dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), h. 117.
[3] Ibid.
[8] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 120.
[9] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 120-121.
[10] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 40.
[13] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 41.
[14] Ibid.
[15] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 128.
[17] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 42.
[18] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 129.
[20] Ibid.
[21] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 43.
[22] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah ( Jakarta: Amzah, 2009), h. 134.
[23] https://puellalinea.wordpress.com/zona-kampus/semester-empat/makalah
pelembagaan-dakwah-dalam-masyarakat di askes pada Kamis, 26 Februari 2023 pukul
11.55.
[24] I’anatut Thoifah, Manajemen Dakwah (Malang: Madani Press, 2015), h. 44.
[25] Ibid.
[26] Ibid.
[28] Ibid.
[29] Muhammad Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2012), h. 128.