Anda di halaman 1dari 66

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN NAFKAH

DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DI DESA SOOKO


KECAMATAN SOOKO PONOROGO

SKRIPSI

Oleh:
HABIB NUR ALI
NIM 210115041

Pembimbing :
MARTHA ERI SAFIRA , M.H
NIP. 198207292009012011

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2021
ABSTRAK

Ali, Habib Nur. 2021. Analisis Hukum Islam terhadap Pemenuhan Nafkah dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah di Desa Sooko Kecamatan Sooko
Ponorogo. Skripsi. Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Martha Eri
Safira, M.H
Kata Kunci/keyword: Hukum Islam, Keluarga Sakinah, Nafkah
Dalam membentuk keluarga yang bahagia suami itri diikat dengan
kewajiban-kewajiban yang merupakan akibat hukum dari adanya akad
perkawinan yang mereka jalin. Dengan terpenuhinya kebutuhan rumah tangga
tersebut diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah wa
rahmah seperti yang menjadi tujuan keluarga pada umumnya. Akan tetapi pada
kenyataannya banyak keluarga yang mengalami problematika yang disebabkan
oleh pemenuhan nafkah yang belum sesuai. Hal tersebut bukan hanya terjadi pada
keluarga dengan kelas sosial menengah maupun kelas sosial bawah, akan tetapi
juga terjadi pada keluarga dengan kelas sosial atas.Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : Pertama, Bagaimana standar pemenuhan nafkah di Desa
Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo ditinjau dari hukum Islam. Kedua, Bagaimana
implikasi pemenuhan nafkah keluarga di Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo
terhadap pembentukan keluarga sakinah ditinjau dari hukum Islam.
Dalam penelitian ini di gunakan metodologi penelitian dengan metode
kualitatif dan penelitian yang di gunakan Peneliti Lapangan adalah Studi
Kasus,Teknik pengumpulan data dengan observasi, interview dan dokumentasi,
sedangkan tehnik analisis data dengan Reduksi data, Display/penyajian data dan
Mengambil kesimpulan/verifikasi.
Dengan hasil peneltian 1) Kadar nafkah keluarga baik itu hal yang
berhubungan dengan sandang, pangan, dan papan merupakan kebutuhan primer
yang harus disesuaikan pada jumlah kebutuhan pokok yang diperlukan, dan
disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat serta sesuai
dengan kelasnya. Adapun bagi keluarga ekonomi kelas bawah para ulama’
sepakat bahwa yang dijadikan standar dalam nafkah adalah Al-Ma’ruf yaiu
dengan tata cara yang baik. 2)Perbedaan kondisi perekonomian keluarga tentunya
juga menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam hal memenuhi kebutuhan
keluarga, namun pada dasarnya cita-cita dalam sebuah keluarga itu sama yaitu
menciptakan keluarga yang sejahtera sakinah, mawaddah dan warahmah oleh
karena itu pasangan suami dan istri haruslah memiliki rasa saling memahami dan
memiliki komunikasi yang baik, selain itu juga harus selalu menumbuhkan rasa
keiklasan dalam menjalani kehidupan bersama. Dengan demikian sesulit apapun
kondisi perekonomian keluarga akan mampu dihadapi dengan baik oleh pasangan
suami istri.

i
ii
iii
iv
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................

iv

MOTO ......................................................................................................................

HALAMAN PERSEMBAHAN ..............................................................................

vi

ABSTRAK ...............................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .............................................................................................

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................

xi

DAFTAR ISI ............................................................................................................

xiii

BAB I: PENDAHULUAN .................................................................................

v
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................

B. Rumusan Masalah .............................................................................

C. Tujuan Penelitian ..............................................................................

D. Manfaat Penelitian ............................................................................

E. Telaah Pustaka ..................................................................................

F. Metode Penelitian ..............................................................................

10

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian .................................................

10

2. Kehadiran Peneliti ......................................................................

11

3. Lokasi Penelitian ........................................................................

11

4. Data dan Sumber Data ................................................................

12

5. Teknik Pengumpulan Data .........................................................

15

vi
6. Teknik Analisis Data ..................................................................

17

G. Sistematika Pembahasan ...................................................................

19

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG NAFKAH ......................................

21

A. Ketentuan Kadar Nafkah dalam Hukum Islam .................................

21

1. Pengertian Nafkah Dan Dasar Hukumnya .................................

21

2. Kadar Nafkah Dalam Hukum Islam ...........................................

24

B. Keluarga Sakinah ..............................................................................

28

1. Pengertian Keluarga Sakinah .....................................................

28

2. Prinsip Pembentukan Keluarga Sakinah ....................................

29

3. Indikator Keluarga Sakinah ........................................................

31

BAB III: IMPLEMENTASI PEMENUHAN NAFKAH DALAM

MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DI DESA SOOKO

vii
KECAMATAN SOOKO PONOROGO ................................................................

34

A. Profil Desa Sooko ..............................................................................

34

B. Profil Masing-Masing Kelas Sosial ...................................................

37

C. Standar Pemenuhan Nafkah Keluarga Di Desa Sooko ......................

40

D. Standar Pemenuhan Nafkah Terhadap Konsep Sakinah ...................

43

BAB IV: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN

NAFKAH DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DI DESA

SOOKO KECAMATAN SOOKO PONOROGO ................................................

45

A. Analisis Hukum Islam Terhadap Standar Pemenuhan Nafkah

Keluarga Di Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo ..................

45

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Implikasi Pemenuhan Nafkah

Keluarga Di Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo Dalam

Pembentukan Keluarga Sakinah......................................................

49

BAB V: PENUTUP .............................................................................................

52

viii
A. Kesimpulan .....................................................................................

52

B. Saran ................................................................................................

53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DATA DIRI PENULIS

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dengan Wanita

sebagai suami isteri dengan tujuan membantuk keluarga Bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Perkawinan menjadi sarana

terbentuknya suatu keluarga besar yang asalnya terdiri dari dua keluarga

yang tidak saling mengenal yakni kelompok (keluarga) laki-laki dan

kelompok (keluarga) perempuan. Dua unsur keluarga ini yang semula

tidak saling mengenal kemudian menjadi satu kesatuan yang utuh.2

Perkawinan mempunyai tujuan bersifat jangka panjang

sebagaimana keinginan dari manusia itu sendiri dalam rangka membina

kehidupan yang rukun, tentram dan bahagia dalam suasanan cinta kasih

dari dua jenis makhluk ciptaan Allah swt. Selain itu, perkawinan juga

bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah

mawaddah wa rahmah. Keluarga sakinah yang berarti keluarga yang

terbentuk dari pasangan suami istri yang diawali dengan memilih

pasangan yang baik, kemudian menerapkan nilai-nilai Islam dalam

melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mendidik anak dalam

suasana mawaddan wa rahmah.3

1
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional (Jakarta: Purba Cipta, 1994), 6.
2
Afif Hidayat dan Soiman, “Konsep Keluarga Sakinah Perspektif Aktivis Muslimat NU
di Desa Kesugihan Kidul”, Jurnal Al-Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 1 No. 2, 2016, 1.
3
Agus Hermanto, Larangan Perkawinan dari Fikih, Hukum Islam, hingga Penerapannya
dalam Legislasi Perkawinan Indonesia (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016), 3-4.

1
2

Dalam membangun rumah tangga, setiap orang tentunya

menginginkan terciptanya rumah tangga yang dipenuhi rasa cinta dan

kasih sayang. Untuk menwujudkan keluarga seperti itu, haruslah bersama-

sama antara suami dan istri untuk mengekalkan cinta yang merupakan

anugerah dari Allah, karena tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas

hubungan suami dan isteri dalam rumah tangga sangat mempengaruhi

keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. Keluarga sakinah adalah suatu

gambaran keluarga harmonis dan ideal, dimana rumah tangganya dihiasi

oleh pribad-pribadi yang sholeh secara spiritual dan terpenuhinya

kebutuhan pokok yang berupa sandang, pangan dan papan (tempat

tinggal). Keluarga sakinah akan terwujud jika para anggota keluarga dapat

memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap Allah, terhadap diri sendiri,

terhadap keluarga, terhadap masyarakat, dan terhadap lingkungannya,

sesuai ajaran al-Qur’an dan Sunnah Rasul.4

Setelah adanya aqad pernikahan maka banyak sekali berbagai

konsekuensi yang timbul sebagai dampaknya. Hubungan pernikahan juga

melahirkan hak-hak baru lagi kedua belah pihak yang sebelumnya tidak

ada. Kewajiban-kewajiban baru tersebut diantaranya kewajiban seorang

suami untuk memberikan nafkah kepada isteri. Dalam terminologi fiqh,

nafkah didefinisikan sebagai biaya yang wajib dikeluarkan oleh seseorang

terhadap sesuatu yang berada dalam tanggungannya meliputi biaya untuk

4
Asman, “Keluarga Sakinah dalam Kajian Hukum Islam”, Al-Qadha: Jurnal Hukum
Islam dan Perundang-Undangan, Vol. 7 No. 2, 2020, 101-102.
3

kebutuhan pangan, sandang, dan papan, termasuk juga kebutuhan

sekunder seperti perabot kerumahtanggaan.5

Dalam membentuk keluarga yang bahagia suami itri diikat dengan

kewajiban-kewajiban yang merupakan akibat hukum dari adanya akad

perkawinan yang mereka jalin. Tujuan akan terwujud ketika masing-

masing suami iatri dapat menjalankan kewajibannya dengan penuh

tanggung jwab. Seperti yang diterangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974,

mengenai kewajiban suami istri yang diatur dalam pasal 34, yaitu:

1. Suami melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan dalam

rumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.

3. Jika suami istri melalaikan kewajibannya maka masing-masing dapat

mengajukan gugatan ke Pengadilan setempat.6

Adanya pemenuhan kebutuhan rumah tangga oleh suami kepada

istri merupakan salah satu pemenuhan kewajiban suami terhadap hak

seorang isteri. Pemenuhan hak istri tersebut merupakan salah satu bentuk

rasa cinta dan kasih sayang terhadap istri dan keluarganya. Dengan

terpenuhinya kebutuhan rumah tangga tersebut diharapkan dapat

menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah seperti yang

menjadi tujuan keluarga pada umumnya.

Akan tetapi pada realitanya, tidak jarang dalam sebuah keluarga

terdapat masalah dalam hal pemberian nafkah. Hal tersebut bukan hanya
5
Subaidi, “Konsep Nafkah Menurut Hukum Perkawinan Islam”, Isti’dal: Jurnal Studi
Hukum Islam, Vol. 1 No. 2, 2014, 158.
6
UU No. 1 tahun 1994 (Hukum Perkawinan Islam).
4

terjadi pada lingkungan keluarga di perkotaan maupun pedesaan, bukan

hanya pada kelas sosial atas, kelas sosial menengah, bahkan kelas sosial

bawah. Dan permasalahan tersebut tidak jarang sampai merambah kepada

pertengkaran, kekerasan, bahkan perceraian.

Problematika tersebut juga terjadi pada masyarakat di Desa Sooko

Kecamatan Sooko Ponorogo. Berdasarkan penjajakan awal yang telah

dilakukan, diperoleh hasil bahwasanya masih banyak keluarga-keluarga

yang dalam kehidupannya belum memenuhi kriteria keluarga sakinah

mawaddah wa rahmah. Problematika yang muncul dari keluarga-keluarga

tersebut sebagian besar disebabkan oleh pemenuhan nafkah yang belum

sesuai. Hal tersebut bukan hanya terjadi pada keluarga dengan kelas sosial

menengah maupun kelas sosial bawah, akan tetapi juga terjadi pada

keluarga dengan kelas sosial atas.

Paparan tersebut membuktikan bahwasanya dalam kehidupan

berkeluarga, kelas sosial bukanlah jaminan dapat memberikan pemenuhan

nafkah yang baik untuk menciptakan keluarga sakinah. Terkadang mereka

yang berada pada kelas sosial bawah akan lebih optimal dalam pemenuhan

nafkah, begitu pula pada kelas sosial menengah dan kelas sosial atas.

Karena pada dasarnya pemenuhan nafkah dalam menciptakan keluarga

sakinah memiliki indikator-indikator tertentu. Maka perlu kita ketahui

bagaimana seharusnya praktik pemenuhan nafkah yang seharusnya

diterapkan dalam masyarakat di setiap kelas. Hal tersebut bertujuan untuk


5

meminimalisir bahkan untuk meniadakan terjadinya masalah dalam sebuah

keluarga. Sehingga nantinya akan menjadi keluarga yang sakinah.

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, untuk mengetahui

bagaimana pemenuhan nafkah keluarga di Desa Sooko Kecamatan Sooko

Ponorogo terhadap pembentukan keluarga sakinah ditinjau dari hukum

Islam, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

“Analisis Hukum Islam terhadap Pemenuhan Nafkah dalam Mewujudkan

Keluarga Sakinah di Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana standar pemenuhan nafkah di Desa Sooko Kecamatan

Sooko Ponorogo ditinjau dari hukum Islam?

2. Bagaimana implikasi pemenuhan nafkah keluarga di Desa Sooko

Kecamatan Sooko Ponorogo terhadap pembentukan keluarga sakinah

ditinjau dari hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui standar pemenuhan nafkah keluarga di Desa Sooko

Kecamatan Sooko Ponorogo ditinjau dari hukum Islam.

2. Untuk mengetahui implikasi pemenuhan nafkah keluarga di Desa

Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo terhadap pembentukan keluarga

sakinah ditinjau dari hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian
6

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan pembaca terhadap ilmu pengetahuan dibidang hokum serta

mendorong bagi penelitian selanjutnya, sehingga proses pengkajian secara

mendalam akan terus berlangsung. Dengan adanya penelitian ini

diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan

teori hukum keluarga Islam (ahwal syakhshiyyah) serta sebagai upaya

memberikan kontribusi dalam memperkaya khazanah hukum keluarga

Islam, khususnya mengenai kajian pemenuhan nafkah suami kepada

istri berdasarkan kelas sosial.

2. Manfaat praktis

Bagi keluarga khususnya pada pasangan suami-istri, penelitian ini

diharapkan mampu menjadi masukan dalam mewujudkan keluarga

sakinah melalui pemenuhan nafkah masing-masing kelas sosial dalam

suatu keluarga, yang melalui itu, konflik dalam kehidupan berumah

tangga dapat diminimalisir.

E. Telaah Pustaka

Dalam kajian pustaka ini akan diuraikan beberapa penelitian yang

relevan serta medukung penelitian ini sebagai bahan pengembangan

penulis dalam melaksanakan penelitian. Pada penelitian terdahulu telah

ada beberapa yang mengkaji mengenai keluarga sakinah serta upaya

perwujudannya yang dihubungkan melalui pemenuhan hak dan kewajiban


7

suami istri.Berikut uraian penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa

peneliti terdahulu.

Pertama adalah skripsi karya Zulkifli Latif, dengan judul

“Implementasi Pemenuhan Kewajiban Nafkah Suami Sebagai Narapidana

Terhadap Keluarga Ditinjau Dari Hukum Islam”. Dengan rumusan

masalah “Bagaimana implementasi pemenuhan kewajiban nafkah suami

sebagai narapidana terhadap keluarga di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I

Kedungpane Semarang?, dan bagaimana tinjauan menurut Hukum Islam

tentang pemenuhan kewajiban nafkah suami sebagai narapidana terhadap

keluarga? Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan

metode penelitian lapangan (Field Research). Zulkifli Latif menjelaskan

upaya yang dilakukan oleh suami yang terpidana adalah bahwa seorang

suami berstatus narapidana masih bisa memberikan nafkah sesuai dengan

kemampuannya. Nafkah yang diperoleh dari pembinaan kemandirian yang

mereka kerjakan di LAPAS yang bekerja sama dengan pihak ketiga

mereka mendapatkan upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, walau

dengan jumlah tidak sebanyak yang sebelumnya. Menurut Hukum Islam,

upaya yang dilakukan oleh suami yang terpidana dalam memberi nafkah

tidak bertentangan dengan hukum Islam.7

Perbedaan skripsi Zulkifli Latif dengan skripsi penulis adalah dalam

skripsi ini hanya dibahas tinjauan Hukum Islam mengenai pemenuhan

nafkah suami (narapidana) terhadap istri, sedangkan skripsi penulis

7
Zulkifli Latif, Implementasi Pemenuhan Kewajiban Nafkah Suami Sebagai Narapidana
Terhadap Keluarga Ditinjau Dari Hukum Islam, Skripsi (UIN Walisongo, Semarang), 2018
8

membahas tinjauan Hukum Islam terhadap pemenuhan nafkah suami

kepada istri berdasar klaster sosial di masyarakat.

Kedua adalah skripsi karya M. Hendro Kurniawan, dengan judul

“Analisis Hukum Islam Tentang Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Suami

Isteri Dalam Kegiatan Khuruj Fisabilillah 4 Bulan”. Dengan rumusan

masalah Bagaimana cara pemenuhan hak dan kewajiban isteri yang

ditinggalkan suami selama melakukan khuruj fisabilillah 4 bulan.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode

penelitian lapangan (Field Research). Berdasarkan hasil penelitian M.

Hendro Kurniawan, cara jamaah tabligh memberikan nafkah kepada

isterinya yaitu dengan menghitung berapa biaya yang dibutuhkan isteri

dan anak dalam 1 hari kemudian dari nafkah harian tersebuat dijumlahkan

sesuai dengan lama waktu suami melakukan khuruj fisabilillah dan hasil

dari penjumlahan itulah yang nanti akan diberikan suami sebelum

melakukan khuruj fisabilillah.8

Perbedaan skripsi M. Hendro Kurniawan dengan skripsi penulis

adalah dalam skripsi ini hanya dibahas Analisis Hukum Islam Tentang

Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Kegiatan Khuruj

Fisabilillah 4 Bulan, sedangkan skripsi penulis membahas tinjauan Hukum

Islam terhadap pemenuhan nafkah suami kepada istri berdasar klaster

sosial dimasyarakat.

8
M. Hendro Kurniawan, Analisis Hukum Islam Tentang Pemenuhan Hak Dan Kewajiban
Suami Isteri Dalam Kegiatan Khuruj Fisabilillah 4 Bulan, Skripsi (IAIN Ponorogo, Ponorogo),
2016
9

Ketiga adalah skripsi karya Wasiyatul Hasanah dengan judul

“Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Istri Perspektif Fiqih (Kajian Sosiologi

Hukum)”. Dengan rumusan masalah Apa faktor yang menyebabkan istri

menjadi TKW di desa Pacarmulyo kec. Leksono kab.Wonosobo?Dan

bagaimana tinjauan Fiqih terhadap pemenuhan hak dan kewajiban istri di

desa Pacarmulyo kec. Leksono kab. Wonosobo?.Pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian lapangan

(Field Research). Berdasarkan peneilitian penulisMenurut perspektif fiqih

pemenuhan hak dan kewajiban suami istri keluarga TKW di desa

Pacarmulyo kec. Leksono kab. Wonosobo tersebut tidak bisa terlaksana

sepenuhnya karena ketidakhadiran istri disamping suami dengan menjadi

TKW. Kepergian istri ke luar negeri tidak baik bagi keluarga dan

kepergianya bukan merupakan suatu keadaan yang memaksa atau darurat

sehingga menjadikan hukum kepergian istri menjadi TKW tersebut

menjadi makruh karena meski ia telah mendapatkan ijin dari suami ia tetap

meninggalkan kewajibanya sebagai seorang istri.9

Perbedaan skripsi Wasiyatul Hasanah dengan skripsi penulis adalah

dalam skripsi ini hanya dibahas Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Istri

Perspektif Fiqih (Kajian Sosiologi Hukum), sedangkan skripsi penulis

membahas tinjauan Hukum Islam terhadap pemenuhan nafkah suami

kepada istri berdasar klaster sosial dimasyarakat.

9
Wasiyatul hasanah, Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Istri Perspektif Fiqih (Kajian
Sosiologi Hukum), Skripsi (IAIN Salatiga), 2016
10

F. Metode Penelitian

Dalam kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan, ada tiga

hal yang perlu diperhatikan, yakni jenis penelitian, metode pengumpulan

data, dan metode analisis data.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan ( field

research) dengan menerapkan penelitian deskriptif yaitu, penelitian

yang terfokus pada pendeskripsian suatu gejala, peristiwa, kejadian

yang terjadi pada masa sekarang. Menggunakan metode penelitian

kualitatif akan memperoleh data deskriptif yaitu penelitian yang

berusaha menggambarkan mengenai objek yang diamati atau diteliti

secara sistematis dan aktual mengenai fakta-fakta yang ada di

lapangan.10 Penggunakan pendekatan analisis mengenai teori-teori

yang menjadi acuan dalam penganalisisan yakni teori pemahaman

hukum Islam dan konsep nafkah suami kepada istri.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu

penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai

unit sosial tertentu yang meliputi individu, kelompok, institusi atau

masyarakat. Dalam penelitian kasus ini akan dilakukan penggalian

data secara mendalam dan menganalisis intensif faktor-faktor seperti

situasi atau objek yang terlibat di dalamnya.11

10
Siska Widiyanti, Perkawinan Beda Agama Di Desa Sawotratap Kecamatan Gedangan
Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus Irma dan Heri), Skripsi ( Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2015),
46-47.
11
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,
Cet ke-4 (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2017), 339.
11

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peniliti sangatlah

penting karena sebagai pengumpul data, sebagaimana salah satu ciri

penilitian kualitatif dalam pengumpulan data yaitu dilakukan sendiri

oleh peneliti maka peniliti melakukan pengamatan dengan metode

kepada beberapa keluarga berdasar klaster sosial yang berada di Desa

Sooko Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo.

3. Lokasi Penelitian

Penulis memilih Lokasi penelitian yang berada di Desa Sooko

Kecamatan Sooko Kabupaten Ponorogo Provinsi Jawa Timur. Penulis

memilih tempat ini karena daerah paling timur di wilayah Kabupaten

Ponorogo ini menyimpan keberagaman budaya, agama dan sosial

kemasyarakatan.Meskipun termasuk desa yang terpencil namun

masyarakat disini tergolong cukup lengkap.Dari masyarakat kelas

bawah, menengah, hingga masyarakat kelas atas ada semua.Bagi

pasangan suami istri kelas bawah, dalam pemenuhan hak dan

kewajibannya berupa materiil tentunya tidak seperti pasangan suami

istri kelas menengah maupun kelas atas.

4. Data dan Sumber Data

a. Data
12

Menurut Pendit, data adalah hasil observasi langsung

terhadap sesuatu kejadian, yang merupakan perlambangan yang

mewakili objek atau konsep dalam dunia nyata. Hal ini dilengkapi

dengan nilai tertentu. Menurut Ralston dan Reilly, data

didefinisikan sebagai fakta atau apa yang dikatakan sebagai hasil

dari suatu observasi terhadap fenomena alam. Sebagai hasil

observasi langsung terhadap kejadian atau fakta dari fenomena

alam nyata, data bisa berupa tulisan atau gambar yang dilengkapi

dengan nilai tertentu.12 Pengertian data dalam Edhy Sutanta,

mendefinisikan “data adalah sebagai bahan keterangan tentang

kejadian nyata atau fakta-fakta yang dirumuskan dalam

sekelompok lambang tertentu yang tidak acak yang menunjukkan

jumlah, tindakan atau hal”. Data dapat berupa catatan-catatan

dalam kertas, buku, atau tersimpan sebagai file dalam basis data.13

Data yang disajikan untuk menjawab pertanyaan dalam

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: data mengenai klaster

sosial yang ada dalam masyarakat serta bagaimana pemenuhan

nafkah suami kepada istri disetiap klaster sosial di masyarakat

Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Ponorogo. Klaster

sosial yang ada dibagi menjadi tiga bagian, yaitu keluarga kelas

bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Penentuan kelas sosial

12
Sri Ati, Nurdien, Kistanto, Amin Taufik, “Pengantar Konsep Informasi, data, dan
Pengetahuan”, Jurnal, ASIP4204/MODUL 1, 3.
13
Hermansyah Sembiring, Nurhayati, “Sistem Informasi Jumlah Angkatan Kerja
Menggunakan Visual Basic Pada Badan Pusat Stastistik (BPS) Kabupaten Langkat”, Jurnal,
KAPUTAMA, Vol.5 No.2, Januari 2012, (Binjai: Jln. Veteran No.4A-9A), 14.
13

dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu penghasilan, pekerjaan,

dan pendidikan.

Dalam penentuan kelas sosial tersebut, peneliti memakai

standart dari penghasilan keluarga yang ada di Desa Sooko.

Menurut peneliti, keluarga yang masuk pada golongan kelas atas

adalah mereka yang memiliki penghasilan di atas 5.000.000,00

rupiah dalam satu bulan. Untuk keluarga kelas menengah adalah

mereka yang memiliki penghasilan antara 1.000.000,00 hingga

5.000.000,00 rupiah dalam satu bulan. Sedangkan keluarga kelas

bawah adalah keluarga yang memiliki penghasilan kurang dari

1.000.000,00 rupiah dalam satu bulan.

b. Sumber Data

1) Sumber Data Primer

Menurut Sugiyono sumber data primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data kepada pengumpul

data.14 Sumber data primer adalah sumber data yang

dibutuhkan untuk memperoleh data-data yang berkaitan

langsung dengan obyek penelitian. Data primer pada penelitian

ini diperoleh dari pasangan suami istri yang ada di wilayah

Desa Sooko Kabupaten Ponorogo. Penetapan informan sesuai

dengan fokus penelitian yang akan dilakukan.

2) Sumber Data Sekunder

14
Progam Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Jurnal Riset Akuntansi, Volume VIII /
No.2 / Oktober 2016, (Bandung: Jl. Dipatiukur 112-114, Universitas Komputer indonesia), 23
14

Menurut Sugiyono sumber data sekunder adalah

sumber data yang diperoleh dengan cara membaca,

mempelajari dan memahami melalui media lain yang

bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen.15 Sumber

data sekunder adalah sumber data yang dibutuhkan untuk

mendukung sumber data primer.

Sumber data ini diperoleh sebagai pelengkap sumber

data primer, yakni dari internet, dan buku-buku rujukan yang

berkaitan dengan hukum Islam, nafkah suami kepada istri dan

pemahaman kelas sosial masyarakat. Selain itu, data sekunder

juga didapatkan dengan membaca dan menelaah dari hasil

penelitian peneliti lainnya yang berkaitan dengan pembahasan

yang akan diteliti oleh peneliti, yaitu tentang pemenuhan

nafkah dalam mewujudkan keluarga sakinah di Desa Sooko

Kecamatan Sooko Ponorogo.

5. Metode Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan data yang akan digunakan dalam

penelitianini adalah:

a. Observasi

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan

sebagai sumber data penelitian. Sembari melakukan pengamatan,


15
Ibid, 23
15

peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan

ikut merasakan keluh kesahnya. Dengan observasi partisipan ini,

maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai

mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang

nampak.16 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan agar

memperoleh data lapangan mengenai kondisi kesakinahan

keluarga berdasarkan pemenuhan nafkah suami kepada istri di

desa Sooko kecamatan Sooko Ponorogo.

b. Wawancara

Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.17 Estcrberg

mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara

terstruktur, semiterstruktur, dan tidak tersetruktur. Wawancara

terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpul data, bila peneliti

telah mengetahui dengan pasti informasi yang akan diperoleh.

Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data

telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-

pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah

disiapkan.18

16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet ke-23 (Bandung:
Alfabeta, 2016)., 227.
17
Sugiyono, Metode Penelitian, Cet ke-21, 317.
18
Umar Sidiq dan Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang Pendidikan
(Ponorogo: CV Nata Karya, 2019), 62.
16

Sedangkan wawancara semiterstruktur merupakan

wawancara yang termasuk dalam kategori in-dept interview, di

mana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Dengan adanya wawancara jenis ini,

ditujukan agar peneliti dapat menemukan permasalahan secara

lebih terbuka di mana informan akan diminta pendapat dan ide-

idenya. Dalam hal ini, peneliti perlu mendengarkan secara teliti

dan mencatat setiap hal yang dikemukakan oleh informan. Dan

yang terakhir adalah wawancara tak berstruktur, yaitu wawancara

yang bebas di mana peneliti hanya berpedoman pada garis-garis

besar permasalahan yang akan ditanyakan tanpa harus tersusun

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Untuk

mendapatkan data yang lebih lengkap, maka peneliti perlu

melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili

berbagai tingkatan yang ada dalam objek.19

Dari ketiga jenis wawancara tersebut, dalam wawancara

kali ini peneliti menggunakan dua jenis wawancara, yaitu

wawancara semiterstruktur dan wawancara tak terstruktur. Kedua

wawancara tersebut digunakan dengan tujuan agar peneliti dapat

memperoleh data secara lengkap dan mendalam. Peneliti

menanyakan hal-hal penting yang terkait dengan fokus penelitian

kepada beberapa informan yang sesuai dengan tingkatan sesuai

dengan objek.
19
Umar Sidiq dan Miftachul Choiri, Metode Penelitian, 63-64.
17

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

momental dari seseorang. Sugiono dalam bukunya “Metode

Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D” mengutip perkataan

Bogdan, bahwa hasil penelitian dari observasi atau wawancara,

akan lebih kredibel atau dapat dipercaya jika didukung oleh sejarah

pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di

masyarakat, dan autobiografi. Hasil penelitian juga akan semakin

kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik

dan seni yang telah ada.20 Teknik ini digunakan untuk memperoleh

data lapangan tentang profil desa maupun pemenuhan nafkah

dalam beberapa keluarga di Desa Sooko. Serta dokumentasi seperti

foto dan dokumen lain yang berkaitan dengan pemenuhan nafkah

keluarga di Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo.

6. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan metode

induktif, yakni penarikan kesimpulan yang berangkat dari fakta-fakta

khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Penulis

mencari fakta-fakta yang menggambarkan fenomena-fenomena yang

terjadi di lapangan yang berkaitan dengan fenomena kelas sosial dalam

masyarakat dalam pemenuhan nafkah sebagai pasangan suami istri.

Kemudian memaparkan pandangan hukum Islam mengenai


20
Sugiyono, Metode Penelitian,Cet ket-21, 329.
18

pemenuhan nafkah suami kepada istri dalam kehidupan rumah tangga

sebagai kesimpulan secara umum.

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

b. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mencari, mencatat, dan

mengumpulkan semua data secara objektif dan apa adanya sesuai

dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan yaitu

pencatatan data dan berbagai bentuk data yang ada di lapangan.

c. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya dan membuang hal yang tidak perlu. Dengan demikian

data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan

data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan.

d. Display data

Teks dan naratif adalah bentuk yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif. Pada

tahap ini peneliti menyajikan data-data yang telah direduksi ke

dalam laporan secara sistematis.

e. Pengambilan kesimpulan
19

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat

sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab

rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin

juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian

kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

penelitian di lapangan.

Dalam penelitian ini data yang telah diproses dengan

langkah-langkah tersebut, kemudian ditarik kesimpulan secara

kritis dengan menggunakan metode induktif yang berangkat dari

hal-hal yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan umum

yang objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan

cara melihat pada hasil reduksi dan display data sehingga

kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan

penelitian.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan penelitian yang akan dilakukan maka dapat

dijelaskan garis-garis besar, antara lain:

Bab I: Merupakan pendahuluan berisi tentang gambaran umum

dari pembahasan penelitian ini, yaitu terdiri dari latar belakang, rumusan

masalah, tujuan, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan

sistematika pembahasan.
20

Bab II: Merupakan gambaran umum tentang teori keluarga

sakinah. Bab ini akan membahas pengertian keluarga sakinah, hukum

nafkah, kadar pemberian nafkah, kemudian akan diuraikan dalam beberapa

sub bab.

Bab III: berisi tetang pemaparan data yang ditemukan peneliti di

lapangan. Terhadap pemenuhan nafkah dalam mewujudkan keluarga

sakinah di desa Sooko.

Bab IV: berisi tentang hasil pembahasan yakni menguraikan

tentang analisis data di lapangan yang kemudian dikomparasikan dan

dibandingkan dengan teori yang ada dalam hukun Islam sehingga dapat

diketahui bagaimana pemenuhan nafkah dalam mewujudkan keluarga

sakinah yang ada.

Bab V: merupakan Penutup. Yakni berupa penarikan kesimpulan

dari penelitian yang sudah dilakukan dan saran-saran. Serta pencantuman

daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan, riwayat hidup dan

pernyataan keaslian tulisan yang dibuat.


BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NAFKAH

A. Ketentuan Kadar Nafkah dalam Hukum Islam

1. Pengertian Nafkah dan Dasar Hukumnya

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam

bentuk materi, karena kata nafaqah itu sendiri berkonotasi materi.21Dan

juga semua kebutuhan dan keperluan yang berlaku menurut keadaan

dan tempat, seperti makanan, pakaian, rumah dan sebagainnya.22

Di samping itu, ada banyak sekali pengertian-pengertian lain yang

menjelaskan tentang nafkah, yang pada dasarnya memiliki maksud

yang sama. Di bawah ini akan penulis kemukakan pengertian-

pengertian nafkah:

b. Kata nafkah berasal dari infak yang artinya mengeluarkan dan kata

ini tidak digunakan selain untuk hal-hal kebaikan. Bentuk jamak dari

kata nafkah adalah nafaqaat yang secara bahasa yang artinya sesuatu

yang diinfakkan atau dikeluarkan oleh seseorang untuk keperluan

keluarganya. Dan sebenarnya nafkah itu berupa dirham, dinar, atau

mata uang yang lainnya.23

c. Menurut istilah, dalam Ensiklopedi Hukum Islam, nafkah adalah

“Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk

21
Amir Syarifuddin, Hukum Islam di Indonesia, Cet. 2 (Jakarta: Kencana, 2007), 165.
22
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Cet. 80 (Bandung: Sinar Baru Argensindo, 2017), 421.
23
Wahbah Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 10 (Jakarta: Gema Insani, 2007), 94.

21
22

sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi

tanggung jawabnya”.24

d. Para ulama sepakat bahwa nafkah adalah “Belanja untuk keperluan

makan yang nencakup sembilan bahan pokok pakaian dan

perumahan atau dalam bahasa sehari-hari disebut sandang, pangan,

dan papan. Selain dari tiga pokok tersebut jadi perbincangan di

kalangan ulama”.25

Dari beberapa rumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa

nafkah adalah sesuatu yang diberikan oleh seorang suami kepada

seorang istri sebagai wujud tanggung jawab atas kewajibannya

sebagai seorang suami dalam menafkahi istrinya.

Para ulama sepakat kewajibkan ke atas suami memberikan

nafkah terhadap isteri setelah berlaku akad perkawinan dan selepas

perceraian. Karena ia adalah pemimpin dalam keluarga (kepala

rumah tangga) yang bertanggung jawab mengenai isterinya. Agama

Islam mewajibkan suami membelanjai isterinya, oleh karena dengan

adanya ikatan perkawinan yang sah, seseorag isteri menjadi miliknya

suami. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 233 Allah berfirman :

‫س اِاَّل ُو ْس َع َها‬ ُ َّ‫َو َعلَى الْ َم ْولُْو ُدلَهُ ِر ْز ُق ُه َّن بِالْ َم ْع ُروف اَل تُ َكل‬
ٌ ‫ف نَ ْف‬

24
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
1996), 1774.
25
Amir Syarifuddin, Hukum Islam,166.
23

Artinya:“Dan kewajiban ayah adalah memberi makanan dan

pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf tidak diberatkan

melaiankan sesuai dengan kemampuan”(QS. al-Baqarah: 233)26

Kata Wa’alal-maul̅di lah̅ wajib nafkah atas ayah terhadap

anak terhadap kelemahannya. Kata Rizquhunna berarti makanan para

istri, dan kata (Bil-ma‟r̅f) berarti sekadar kemampuan suami.

Penjelasan ayat 233 Surat Al-Baqarah yaitu diwajibkan atas orang

tua memberikan nafkah dan sandang istri dan anaknya dengan cara

yang ma’ruf, yakni menurut tradisi yang berlaku di suatu Negeri

tanpa berlebihan dan juga tidak terlalu minim. Hal ini disesuaikan

dengan kemampuan pihak suami. Karena ekonomi suami ada yang

kaya, ada yang pertengahan, ada pula yang miskin.27 Kewajiban

seorang suami dalam Al-Qur‟an dijelaskan bahwa seorang ayah

menanggung kebutuhan hidup istrinya berupa makanan dan pakaian,

agar ia bisa melakukan kewajibannya terhadap anak-anaknya dengan

sebaik-baiknya. Kata Al-Qur‟an Almaulud lahu (yaitu orang yang

karenanya bayi dilahirkan) yang dipakai sebagai pengganti kata

“Bapak”, menarik perhatian. Agaknya wahyu tersebut ditujukan

untuk menggerakkan rasa kasih sayang sang bapak sedemikian rupa

ke arah pengerjaan tugas. Dengan kata lain, apabila biaya-biaya sang

ibu dan anak selama masa penyusuan dibebankan pada sang ayah,

26
Depertemen Agama RI, Qur’an dan Terjemahan, ( Jakarta : Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an 1971), 57.
27
Al-Imam Abul Fida Ibnu Katsir Ad-Damasiqi, Tafsir Al-Quranul Adzim,Terj. Bahrun
Abu Bakar dkk, Jilid 1-2, Cet. 1, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), 565.
24

disebabkan bahwa bayinya adalah milik dia sendiri dan buah

hatinya.

Frase dengan cara yang ma‟ruf di sini menunjukkan bahwa

pakaian dan makanan sang ibu seharusnya diberikan sesuai dengan

penggunaan dan kedudukannya. Kabakhilan dan tindakan melewati

batas tidak dibenarkan dalam keadaan seperti ini. Kemudian, untuk

mehilangkan kesamaran, ayat Al-Qur‟an terrsebut menjelaskan lebih

lanjut mengenai perkara ini, bahwa tugas seorang bapak sesuai

dengan kapasitasnya, karena Allah tidak membebani individu

manapun melebihi kemampuannya.28

Oleh karena itu, wajib bagi seorang suami memberi nafkah

secukupnya kepada istrinya berupa sandang dan pangan, agar ia

dapat melaksankan kewajibannya dalam menjaga dan memelihara

anaknya. Hendaknya nafkah yang diberikan diukur sesuai dengan

keadaan istrinya dan tingkat kebutuhan hidup yang umum menurut

kebiasaan lingkungan tempat tinggalnya. Jangan sekali-kali nafkah

yang diberikan itu tidak sesuai dengan kebutuhan karena hal tersebut

dapat menyulitkan dan memberatkan nya.29

2. Kadar Nafkah Dalam Hukum Islam

Nafkah yang wajib dipenuhi oleh suami meliputi makanan,

pakaian, dan tempat tinggal. Memberikan makanan ini wajib, setiap

28
Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur‟an, Ter. Rd Hikmat DanaAtmaja, Jilid 2,
Cet. 2, (Iran: Al-Huda, 2006),246.
29
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, Jus 1, (Semarang: Cv Toha Putra, 1992),
321.
25

harinya yaitu dimulai sejak terbitnya matahari. Sedangkan mengenai

nafkah yang berwujud pakaian itu disesuaikan dengan kondisi

perekonomian suami. Bila istri memakai pakaian yang kasar maka

diwajibkan bagi suami memberi kain yang kasar juga untuk tempat

tinggal kewajiban disesuaikan menurut kondisi suami.30

Ukuran dalam menetapkan nafkah adalah status sosial

ekonomi suami dan istri secara bersama-sama. Jika keduanya

kebutulan status sosial ekonominya diambil standar menengah

diantara keduanya. Yang jadi pertimbangan dalam bagi pendapat ini

adalah keluarga itu merupakan gabungan di antara suami dan istri,

oleh karena itu keduanya dijadikan pertimbangan dalam menetapkan

standar nafkah.

Menurut Imam Hanafi dan Imam Malik yang mengatakan

bahwa yang dijadikan standar adalah kebutuhan istri.Yang menjadi

dasar bagi ulama ini adalah firman Allah dalam Al-Qur‟an Surah: Al-

Baqarah ayat 233.31

Adapun ketentuan tentang nafkah yang di berikan suami

terhadap isteri, dalam hal ini para ahli fiqih berbeda pendapat yaitu:

a. Imam Hanbali dan Maliki mengatakan, bahwa apabila keadaan

suami-isteri berbeda, yang satu kaya, dan lainnya miskin, maka

besar nafkah adalah tengah-tengah antara dua hal itu.

30
Dedy Sulistiyanto, “Kewajiban Suami Narapidana Terhadap Nafklah Keluarga (Studi
Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambara), Skripsi. (STAIN, Salatiga), 2014.
30.
31
SyarifuddinAmi Hukum Perkawinan Islami,. 170.
26

b. Imam Syafi’i berpendapat, bahwa nafkah diukur berdasarkan kaya

dan miskinnya suami, tanpa melihat keadaan isteri. Bagi suami

yang kaya dua mud, dengan kemampuan sedang satu setengah mud

dan suami yang miskin satu mudd.

c. Kalangan Hanafi terdapat dua pendapat. Pertama, diperhitungkan

berdasarkan kondisi suami-isteri, dan yang kedua dengan berdasar

suami saja.32

Menurut Imam Abu hanifah (80-150 H) dan Imam al-

Malikiy (93 179 H) mereka berpendapat mengenai kebutuhan

pokok dalam kehidupan rumah tangga yang menjadi patokannya

adalah sang isteri, yakni sesuai dengan kecukupan sang isteri.

Dasarnya adalah firman Allah Swt. dalam QS. al-Baqarah ayat 233,

sebagaimana dalam ayat tersebut disebutkan”‫ ”بالمعروف‬yang berarti

nilai kecukupan sang isteri, sebab Allah Swt, menyamakan antara

nafkah dengan pakaian, jika pakaian disesuaikan dengan kondisi

sang isteri maka nafkah juga sama. begitu juga halnya seorang

suami juga berkewajiban dalam memberikan pakaian kepada sang

isteri, sebab kebutuhan sang isteri akan pakaian bersifat selamanya.

Oleh karena itu posisinya seperti nafkah. Kadar kecukupan dan

kepantasan pakaian tersebut disesuaikan dengan adat kebiasaan.

Maksudnya, jika sang isteri berasal dari kalangan atas dan

suaminya juga dari kalangan atas, maka suami wajib memberikan

32
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Penerjemah Masykir A.B., Afif
Muhammad, Idrus al-Kaff, (Jakarta: Lentera,2005) cet. Ke-XV, 422-423.
27

pakaian terbaik yang selayaknya dikenakan oleh isteri yang sekelas

dengannya, kemudian jika isteri berasal dari kelas menengah, maka

suami harus mengukur kecukupan dan kepantasan pakaian yang

biasa digunakan oleh wanita kelas menengah mengenai jumlah

pakaian yang diberikan untuk sang isteri, ini juga berpatokan pada

kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat33

Jadi, para fuqaha membatasi kadar nafkah yang wajib

diberikan oleh suami kepada isteri dan anaknya demi kemaslahatan

bersama, supaya masingmasing suami isteri mengetahui hak dan

kewajiban tentang nafkah tersebut. Jika isteri tinggal serumah

dengan suaminya, maka suami yang menanggung dan mengurus

segala keperluan isterinya. Kemudian si isteri tidak berhak

meminta nafkah dalam jumlah tertentu selama suami masih

melaksanakan kewajibannya. Jika seorang suami tidak memberikan

nafkah kepada isterinya tanpa alasan-alasan yang jelas, maka isteri

berhak menuntut jumlah nafkah bagi dirinya. Oleh karena itu,

kadar nafkah yang paling baik diberikan oleh suami kepada isteri

sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an, yaitu harus melihat

kedudukan sosial dan tingkat kemampuan suami isteri. Jadi tidak

berlebih-lebihan sehingga memberatkan suami dan juga tidak telalu

sedikit, akan tetapi sesuai dengan kemampuan suami. Begitu juga

dengan nafkah terhadap anak terlantar. Para ulama juga telah

sepakat mengenai wajibnya nafkah terhadap anak terlantar, namun


33
Ibn Qudamah, al-Mughniy, Jilid 11. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 615.
28

mengenai banyaknya (kadar) nafkah yang harus diberikan kepada

mereka tidak dijelaskan secara tegas, baik dalam al-Qur’an dan al-

Hadits.

B. Keluarga Sakinah

1. Pengertian Keluarga Sakinah

Kata sakinah dalam kamus bahasa Arab berarti; al-waqaar,

aththuma’ninah, dan al-mahabbah (ketenangan hati, ketentraman dan

kenyamanan).34 Sedangkan kata sakinah dalam kamus bahasa Indonesia

adalah kedamaian, ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan.35Secara

etimologi sakinah adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata sakana

menjadi tenang, damai, merdeka, hening dan tinggal. Dalam Islam kata

sakinah menandakan ketenangan dan kedamaian secara khusus, yakni

kedamaian dari Allah yang berada dalam hati. Sedangkan secara

terminologi, keluarga sakinah adalah keluarga yang tenang dan tentram,

rukun dan damai. Dalam keluarga itu terjalin hubungan mesra dan

harmonis, diantara semua anggota keluarga dengan penuh kelembutan

dan kasih sayang. 36 Pondasi ideal dan cita pernikahan dalam

Islam sebagaimana dilukiskan dalam surat ar Rum ayat 21

34
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progesif, 1997), 646.
35
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Cet. I (Jakarta: Balai Pustak, 1988), 413.
36
Cyril Glasse, Ensiklopedia Islam, Penerjemah Ghuron A Mas‟adi, cet. II, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 1991), 351.
29

‫اجا لِّتَ ْس ُكُن ْوا اِلَْي َها َو َج َع َل‬ ِ


ً ‫َوم ْن اٰ ٰيته اَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم ِّم ْن اَْن ُفس ُك ْم اَْز َو‬
ِ ِ

‫ت لَِّق ْوٍم يََّت َف َّك ُر ْو َن‬


ٍ ‫ك اَل ٰ ٰي‬ ِ ِ
َ ‫َبْينَ ُك ْم َّم َو َّد ًة َّو َرمْح َةً ۗا َّن يِف ْ ٰذل‬
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Q.S.
Ar-Rum : 21)37
Kandungan ayat ini menggambarkan bahwa pernikahan dalam

Islam idealnya melahirkan jalinan ketentraman (sakinah), rasa kasih

dan sayang sebagai suatu ketenangan yang dibutuhkan oleh masing-

masing pasangan. karena itu, pernikahan dalam Islam diharapkan dapat

terciptanya keluarga sakinah,

2. Prinsip Pembentukan Keluarga Sakinah

Untuk mencapai ideal sakinah ada prinsip-prinsip yang harus

dipenuhi dalam membina keluarga sakinah, mencakup aspek internal

dan eksternal. Aspek tersebut mencakup:

a. Al-karamat al-Insaniyah (pemulihan Manusia)

Suami istri dalam keluarga juga memiliki posisi yang sama

untk dimuliakan. Sama-sama sebagai manusia harus melakukan

dan dimuliakan, tidak lebih dari dan tidak kurang.

b. Memilih Pasangan Sesuai Hati Nurani

Islam memilih pasangannya sesuai dengan hati nuraninya

dengan berlandaskan pada cinta, ridha, dan suka sama suka.

c. Bermitra
37
Al Qur’an dan terjemahanya, Ar-Rum: 21
30

Saling melengkapi merupakan prinsip penting dalam

keluarga sakinah, karena sesama pasangan saling melengkapi dan

saling membutuhkan yang mensyaratkan hubungan mitra sejajar.

d. Musyawarah

Setiap persoalan yang muncul dalam rumah tangga harus

diputuskan dan diselesaikan secara bersama, berdiskusi, dan tidak

saling memaksakan kehendaknya. Masing-masing pasangan harus

terbuka untuk menerima pandangan dan pendapat pasangan.

e. Kecintaan

Untuk menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga

diperlukan kecintaan antar pasangan, karena setiap anggota

keluarga memiliki kewajiban dan hak untuk mendapatkan

kehidupan yang penuh cinta, kasih sayang dan ketentraman baik

fisik maupun rohani.

f. Tidak adanya kekerasan

Tidak adanya kekerasan fisik dan psikis diperlukan agar

masing-masing pasangan bisa mengembangkan potensinya untuk

mencapai ideal dan cita-cita pernikahan, dengan tidak menihilkan

pasangannya.

g. Keadilan

Setiap pasangan atau anggota keluarga harus berbuat adil

terhadap pasangan. Hanya dengan keadilanlah keluarga bisa

mendapatkan kesempatan mengembangkan diri tanpa harus


31

memandang dan membedakan identitas gender atau jenis kelamin,

karena AlQur’an memerintahkan untuk berbuat adil.

h. Al-Ma‟ruf

Mempergauli pasangan dengan cara yang baik dan lemah

lembut, diantara caranya adalah menyadari bahwa didalam

keluarga ada hak-hak masing-masing anggota keluarga harus dan

bisa ditunaikan. Masing-masing harus menjaga perkataan agar

tidak melukai anggotanya, saling membantu dalam kebaikan,

saling berkunjung pada keluarga masing-masing. Sedangkan keluar

ada hakhak dalam bertentangga dan ada bagianbagian dari peran

kemasyarakatan yang masing-masing anggota berhak memainkan

dan terlihat di dalamnya.38

3. Indikator Keluarga Sakinah

Dalam rangka mempermudah pelaksaan pembinaan keluarga

sakinah, maka didalam petunjuk pelaksanaan pembinaan gerakan

keluarga sakinah sebagai mana keputusan Dirjen Bimas Islam dan

Urusan Haji Nomor D/7/1999, pada pasal 4 diuraikan indikator

kelompok keluarga sakinah sebagai berikut :

a. Keluarga Pra Sakinah

38
Yusdani, Menuju Fiqih Keluarga Progresif, 188.
32

Yaitu keluarga-keluarga yang dibentuk bukan melalui ketentuan

perkawinan yang sah, tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar spiritual

dan material (basic-needs) secara minimal

b. Keluarga Sakinah I

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan

dasar spiritual dan material secara maksimal, tetapi masih taklik dan

belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti

kebutuhan akan pendidikan, bimbingan keagamaan dalam keluargadan

belum mampu mengikuti interaksi sosial keagamaan dalam

lingkungannya.

c. Keluarga Sakinah II

Yaitu keluarga-keluarga disamping telah dapat memenuhi

kebutuhan kehidupan juga telah mampu memahami pentingnya

pelaksanaan ajaran agama serta bembingan keagamaan dalam keluarga,

dan telah mampu mengadakan interaksi sosial keagamaan dengan

lingkungannya, tetapi belum menghayati serta mengembangkan nilai-

nilai keimanan,ketaqwaan dan akhlaqul karimah, infak, wakaf, amal

jariyah, menabung dan sebagainya.

d. Keluarga Sakinah III

Yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan,

keimanan, ketaqwaan, sosial psikologis, dan pengembangan

keluarganya, tetapi belum mampu menjadi suri tauladan bagi

lingkungannya.
33

e. Keluarga Sakinah III Plus

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh

kebutuhan keimanan, ketaqwaan, dan akhlaqul karimah secara

sempurna, kebutuhan sosial psikologis dan pengembangannya serta

dapat menjadi suri tauladan bagi lingkungannya.39

39
Rini Masykuroh, BP4 Kepenghuluan (IAIN Raden Intan Lampung:, 2014), 148.
BAB III

IMPLEMENTASI PEMENUHAN NAFKAH DALAM MEWUJUDKAN

KELUARGA SAKINAH DI DESA SOOKO KECAMATAN SOOKO

PONOROGO

A. Profil Desa Sooko

Desa Sooko merupakan desa paling timur di wilayah Kabupaten

Ponorogo berjarak 25 km dari jantung kota Ponorogo arah tenggara dari

kota Ponorogo Jawa timur. Desa Sooko memiliki luas wilayah 55,33km2

dan berdiri pada perempatan terakhir abad  ke 19.

1. Sejarah Desa Sooko

Menurut keterangan para sesepuh pendiri Desa Sooko ini

adalah seseorang bekas anggota laskar Pangeran Diponegoro dari

Mataram yang bernama Ki Suromanggolo. Ketika perang Diponegoro

berakhir pada 1830 pangeran Diponegoro dan para pemimpin lainya

tertangkap dan diasingkan Oleh Belanda ke luar Jawa. Sejak saat itu

beliau meninggalkan Mataram mencari tempat yang lebih Aman serta

untuk menyusun serangan kepada Belanda dikemudian hari. Setelah

berjalan berbulan bulan Ki Suromanggolo menemukan sebuah lembah

yang di situ terdapat sumber air yang sangat bersih. Akhirnya beliau

memutuskan untuk tinggal di tempat itu dengan tujuan untuk

beristirahat dan melepas dahaga. Ketika malam hari tiba Ki

Suromanggolo dan para pemimpin lainya masih belum beranjak dari

34
35

tempat itu. Seolah olah mendapatkan sebuah petunjuk agar tinggal

lebih lama di tempat itu. Hari berikutnya beliau dan pemimpin lainya

berinisiatif membangun gubuk untuk tinggal sementara waktu dan

membabat sekitaran gubuk yang nantinya akan digunakan untuk

menanam tanaman sebagai bahan makanan. Pada saat itu Ki

Suromanggolo menanam tanaman yang bernama SOKA yang

diperoleh dari hutan pada waktu perjalananya. Setelah beberapa tahun

tinggal di tempat itu banyak orang yang kebetulan lewat dan

mngetahui akan keberadaan beliau. Kemudian Pendatang itupun

mengikuti jejak Ki Suromanggolo untuk tinggal di situ dan mendidik

para pendatang baru bagaimana cara mengolah tanah untuk kebutuhan

hidup sehari hari. Setelah mulai berkembang kondisi tempat tersebut,

mulai lah ada inisiatif dari para warga untuk member nama tempat

tersebut. Dan setelah bermusyawarah panjang akhirnya mendapatkan

satu kesimpulan nama yang akan di pakai di tempat tersebut yaitu

SOOKO. Nama ini di ambil dari tanaman yang pertama kali Ki

Suromanggolo tanam di tempat Tersebut.40

2. Luas Wilayah

Adapun untuk luas wilayah dan kondisi desa SOOKO adalah sebagai

berikut;

Luas dan batas Wilayah

a.       Luas Desa : 383,251 ha

40
http://kantordesaSooko.blogspot.com/2013/11/sejarah-desa-Sooko.html#, (diakses pada
tanggal 06 september 2021, jam 09.00)
36

b.      Batas Wilayah :

1)      Sebelah utara : Desa Jurug,

Desa Bedrug

2)      Sebelah Timur : Desa Jurug

3)      Sebelah Selatan : Desa Bedoho

Desa Klepu

4)      Sebelah Barat : Desa Suru

c.       Letak geografis : 111º38’ Bujur T imur

7º53’ Lintang Selatan

3. Kondisi Sosial Desa Sooko

Kehidupan sosial yang berkembang di desa Sooko adalah

masyarakat pedesaan. Dalam sebuah struktur tatanan ini, nilai budaya

dan tradisi masih dijunjung tinggi. Sifat Gotong Royong dan rukun

tetangga masih di pegang erat. Meskipun praktek gotong-royong

condong mengalami penurunan baik dari segi pandang lingkup

kegiatan ataupun jumlah orang yg terlibat secara umum tetap meraih

apresiasi positif dari masyarakat warga. Factor ini dipengaruhi oleh

salah satu kara kteristik kusus, merupakan keeratan jalinan sosial yg

dipunyai oleh penduduk Jawa. 

Sebagai contoh dalam suatu pelaksanakan tradisi, seperti

perkawinan khitanan, tingkepan dan lain sebagainya selalu

menggunakan cara saling tolong menolong dan memberikan


37

sumbangan baik berupa materi maupun non materi yang juga di

lakukan dengan tanpa pamrih.

Sementara untuk tatanan masyarakat sudah mulai terjadi

perkembangan dan perubahan, semua itu di sebabkan karena

pergeseran zaman dengan pengaruh budaya yang signifikan mulai dari

cara berfikir, berpakaian pergaulan dan semacamnya. Salah satu

contoh pengaruh budaya adalah banyaknya anak muda yang sudah

terbiasa keluar masuk kota kota besar yang kental dengan semarak

moderenisasinya.41

B. Profil Masing-Masing Keluarga Kelas Sosial

1. Profil keluarga A

Keluarga A merupakan keluarga yang terdiri dari seorang

suami, istri dan dua orang anak. Satu anak sedang menempuh

pendidikan kelas 7 Sekolah Menengah Pertama, dan satu anak lagi

menempuh pendidikan kelas 4 Sekolah Dasar. Dalam kehidupan

sehari-hari, bapak A dan ibu A bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Penghasilan yang didapat oleh bapak A dalam sebulan adalah Rp.

3.500.000,00 sedangkan gaji ibu A dalam sebulan adalah Rp.

2.000.000,00.42

2. Profil keluarga B
41
Latief Junaidi, Wawancara, Ponorogo.tanggal 18 Juli 2021
42
Transkip wawancara, 01/1-W/21September 2021
38

Keluarga B terdiri dari seorang suami, istri dan tiga orang anak.

Anak pertama sedang menempuh pendidikan kelas 8 Sekolah

Menengah Pertama, anak kedua menempuh pendidikan kelas 4

Sekolah Dasar, dan anak terakhir masih di jenjang pendidikan Taman

Kanak-Kanak. Dalam kehidupan sehari-hari, bapak B bekerja sebagai

guru PNS di sebuah Sekolah Dasar. Penghasilan yang didapat oleh

bapak B dalam sebulan adalah Rp. 2.900.000,00. Sedangkan ibu B

merupakan seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki

penghasilan.43

3. Profil keluarga C

Keluarga C terdiri dari seorang suami, istri dan dua orang anak.

Kedua anaknya masih berada di bangku Sekolah Dasar. Anak pertama

berada di kelas 5 sedangkan anak kedua masih kelas 2. Dalam

kehidupan sehari-hari, bapak C bekerja sebagai buruh tani.

Penghasilan yang didapat oleh bapak C dalam sebulan tidak menentu,

berkisar antara Rp. 500.000,00 sampai Rp. 800.000,00. Sedangkan ibu

C bekerja sebagai pelayan toko dengan gaji Rp. 500.000,00 dalam

sebulan.44

4. Profil keluarga D

Keluarga D terdiri dari seorang suami, istri dan dua orang anak.

Anak pertama sedang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas

kelas 11. Sedangkan anak kedua masih kelas 7 di sebuah Sekolah

43
Transkip wawancara, 02/2-W/22 September 2021
44
Transkip wawancara, 03/3-W/23 September 2021
39

Menengah Pertama. Dalam kehidupan sehari-hari, bapak D bekerja

sebagai pedagang. Penghasilan yang didapat oleh bapak D berkisar

antara Rp. 1.000.000,00 hingga Rp. 1.200.000,00 setiap bulannya.

Sedangkan ibu D bekerja sebagai buruh tani dengan gaji yang tidak

menentu, berkisar antara Rp. 250.000,00 hingga Rp. 400.000,00 dalam

sebulan.45

5. Profil keluarga E

Keluarga E merupakan keluarga yang terdiri dari suami, istri

dan tiga orang anak. Anak pertama pendidikannya masih di kelas 8

Sekolah Menengah Pertama, sedangkan dua yang lainnya berada di

Sekolah Dasar pada kelas 5 dan 2. Bapak E sebagai kepala keluarga

tidak memiliki pekerjaan yang tetap karena tidak memiliki keahlian

khusus. Kemungkinan ia bekerja hanya beberapa kali dalam sebulan.

Penghasilannya dalam sebulan berkisar antara Rp. 200.000,00 hingga

Rp. 400.000,00. Untuk memenuhi kebutuhannya yang cukup besar,

akhirnya istri pak E (ibu E) bekerja sebagai TKW di luar negeri

dengan penghasilan bersih Rp. 5.000.000,00 dalam sebulan yang

dikirimkan pada keluarga di rumah.46

6. Profil keluarga F

Keluarga F terdiri dari seorang suami, istri dan tiga orang anak.

Anak pertama sedang menempuh pendidikan Sekolah Menengah

Pertana kelas 9, anak kedua menempuh pendidikan Sekolah Dasar

45
Transkip wawancara, 04/4-W/23 September 2021
46
Transkip wawancara, 05/5-W/24 September 2021
40

kelas 5, sedangkan anak terakhir juga masih menempuh pendidikan

Sekolah Dasar kelas 1. Dalam kehidupan sehari-hari, bapak F dan ibu

F bekerja sebagai buruh tani. Penghasilan yang didapat oleh bapak F

dalam sebulan tidak menentu, berkisar antara Rp. 500.000,00 sampai

Rp. 700.000,00. Sedangkan ibu F pendapatan dalam sebulannya juga

tidak menentu, berkisar antara Rp. 300.000,00 hingga 400.000,00.47

C. Standar Pemenuhan Nafkah Keluarga di Desa Sooko

Masyarakat Desa Sooko secara umum memiliki beragam sumber

pendapatan ekonomi, baik pertanian, perdagangan, pengusaha,

perkebunan, peternakan, juga sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dari sumber

tersebutlah pihak laki-laki yang telah berkeluarga memenuhi kebutuhan

nafkah keluarga untuk istri dan anak-anak. Standar pemenuhan nafkah

keluarga di Desa Sooko berbeda-beda sesuai dengan pendapatan pihak

suami. Hal ini diperoleh dari beberapa wawancara dengan warga Desa

Sooko. Hasil wawancara tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Pemenuhan nafkah keluarga A

Berdasarkan latar belakang keluarga A yang mana antara suami

dan istri sama-sama bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan gaji

yang cukup dalam sebulan, bu A sebagai seorang istri mengakatakan

bahwasanya dalam sebulan ia memberikan nafkah kepadanya dengan

jumlah yang tak menentu. Biasanya hanya ketika bu A meminta baru

pak A akan memberikan nafkah untuk keperluan keluarga. Sedangkan

47
Transkip wawancara, 06/6-W/24 September 2021
41

sisanya digunakan sebagai tabungan, keperluan pribadi, dan dana

darurat. Akan tetapi menurut ibu A dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari ibu A sering menggunakan uang pribadinya sendiri, karena

merasa tidak enak jika setiap hari harus meminta.48

2. Pemenuhan nafkah keluarga B

Latar belakang keluarga B yang kepala keluarganya bekerja

sebagai guru PNS di Sekolah Dasar dan istrinya cukup menjadi ibu

rumah tangga, dalam pemenuhan nafkah pak B memberikan nafkah

kepada istrinya berkisar Rp. 1.000.000,00 dalam satu bulan.

Sedangkan sisanya mereka tabung sebagai simpanan dan dana

darurat.49

3. Pemenuhan nafkah keluarga C

Keluarga C yang berlatar belakang suami sebagai buruh tani

dan istri sebagai pelayan toko, dalam pemenuhan nafkah perbulan sang

suami memberikan uang sejumlah Rp. 500.000,00. Apabila mereka

mendapatkan uang lebih maka akan digunakan untuk tabungan.

Terkadang mereka juga menggunakannya sebagai kebutuhan rumah

tangga lainnya.50

4. Pemenuhan nafkah keluarga D

Keluarga D yang latar belakang kepala keluarganya sebagai

pedangang dan istrinya seorang buruh tani, dalam pemenuhan

nafkahnya pak D memberikan nafkah kepada istrinya sejumlah Rp.


48
Transkip wawancara, 01/1-W/21 September 2021
49
Transkip wawancara, 02/2-W/22 September 2021
50
Transkip wawancara, 03/3-W/23September 2021
42

1.000.000,00 sampai Rp. 1.200.000,00 dalam satu bulan. Pak D

memberikan seluruh pendapatannya kepada istrinya sebagai nafkah.

Hal itu dilakukan karena ingin membuat keluarganya bahagia, dan

mempercayakan pengelolaan uang kepada istrinya.51

5. Pemenuhan nafkah keluarga E

Latar belakang keluarga E yang kepala keluarganya merupakan

pekerja tidak tetap karena tidak memiliki keahlian dibidang tertentu

dan tidak memiliki pendapatan yang cukup juga. Sedangkan istrinya

adalah seorang TKW. Dalam pemenuhan nafkah dan kebutuhan rumah

tangga, pak E memberikan seluruh penghasilannya untuk memenuhi

kebutuhan keluarganya, yaitu berkisar antara Rp. 200.000,00 hingga

Rp. 400.000,00 dalam sebulan. Kemudian dalam pemenuhan

kebutuhan pak E juga dibantu oleh istrinya yang bekerja di luar negeri.

Karena ibu E berada di luar negeri, maka seluruh urusan rumah tangga

keluarga E diurus oleh bapak E.52

6. Pemenuhan nafkah keluarga F

Keluarga F merupakan keluarga yang berlatar belakang dari

buruh tani. Yang mana bapak F dalam pemenuhan nafkahnya selalu

memberikan nafkah kepada istrinya dalam sebulan sebanyak uang

yang ia dapatkan pada bulan tersebut. Biasanya berkisar anatara Rp.

500.000,00 hingga Rp. 700.000,00 dalam satu bulan. Dengan

51
Transkip wawancara, 04/4-W/23 September 2021
52
Transkip wawancara, 05/5-W/24 Sepember 2021
memberikan seluruh pendapatannya kepada istri, secara tidak langsung

pak F telah memberikan kepercayaan kepada istrinya.53

D. Standar Pemenuhan Nafkah terhadap Konsep Sakinah

Berkaitan dengan standar pemenuhan nafkah dalam keluarga

sebenarnya tidak ada patokan secara khusus berapa jumlah yang harus

dikeluarkan seorang suami untuk istri atau untuk keluarga. Namun para

ulama’ sepakat bahwa kadar nafkah yang harus diberikan suami untuk

keluarganya adalah sesuai dengan kemampuannya. Bagi keluarga yang

memiliki kelas sosial atas hendaknya dalam memberikan nafkah juga lebih

besar dibandingkan keluarga kelas menengah maupun bawah. Akan tetapi

didalam praktiknya sering kali terjadi ketidak sesuaian antara besar

penghasilan suami dengan jumlah yang diberikan untuk nafkah isri

maupun keluarga.

Seperti halnya keluarga bapak dan ibu A dengan kondisi ekonomi

yang baik, dalam hal pemenuhan nafkah juga baik, namun pada

kenyataanya kurang terjadi kesesuaian antara besar penghasilan dengan

jumlah yang dikeluarkan untuk keluarganya. Dengan kondisi yang

demikian ini peran istri dalam mengatur kebutuhan keluarga benar-benar

diperlukan untuk memilah-milah mana kebutuhan yang harus didahulukan

dan mana kebutuhan yang dapat ditunda. Menurut ibu A dalam

menciptakan keluarga sakinah bukan hanya terpaku pada jumlah nafkah

yang diberikan melainkan juga harus ada komunikasi yang baik, dan rasa

53
Lihat transkip wawancara, koding: 06/6-W/24-09/2021

43
saling memahami antara suami dan istri. Karena menurutnya ketika

memilih pasangan hidup tentunya akan membawa konsekuensi sendiri-

sendiri. Maka dari itu disinilah rasa saling memahami antara suami dan

istri dibutuhkan, dan yang terpenting suami maupun istri tidak melupakan

hak dan kewajiban yang harus dipenuhi berapapun itu jumlahnya.54

Kondisi ekonomi dalam sebuah keluarga memiliki peran penting

dalam menunjang kesejahteraan dalam sebuah keluarga. Hal ini

dikarenakan semakin berkembangnya perekonomian zaman maka

kebutuhan hidup seseorang tentu ikut berkembang pula. Oleh sebab itu

pasangan suami istri yang memiliki kondisi ekonomi menengah maupun

bawah dituntut untuk mampu memaksimalkan pendapatanya untuk

memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Dari beberapa keluarga yang

ditemui oleh penulis tidak jarang keluarga dengan kondisi ekonomi kelas

bawah mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Bukan

karena suami melalaikan kewajibannya untuk memberi nafkah melainkan

memang karena penghasilannya kurang. sehingga mau tidak mau istri

harus ikut bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan

demikian dalam rangka mewujudkan keluarga yang sejahtera bukan hanya

tanggung jawab seorang suami saja akan tetapi pada kenyataanya sekarang

seorang istri juga ikut bertanggung jawab agar keluarga yang dibangun

dapat sejahtera.

54
Transkip wawancara 01/1-W/21 September 2021

44
BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMENUHAN NAFKAH

DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH DI DESA SOOKO

KECAMATAN SOOKO PONOROGO

A. Analisis Hukum Islam terhadap Standar Pemenuhan Nafkah Keluarga di

Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo

Dalam kajian hukum Islam, akad nikah yang sah menimbulkan hak dan

kewajiban antara suami isteri, diantaranya isteri berhak untuk mendapatkan

nafkah dari suami yang menikahinya. Sebaliknya, di atas pundak suami terletak

kewajiban untuk menafkahi isterinya. Banyak ayat dan hadits menunjukkan hal

tersebut, diantaranya dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 233 dan surat at-Thalaq

ayat 7:

‫س اِاَّل ُو ْس َع َها‬ ِ
ُ َّ‫َو َعلَى الْ َم ْولُْو ُدلَهُ ِر ْز ُق ُه َّن َوك ْس َو ُت ُه َّن بِالْ َم ْع ُروف اَل تُ َكل‬
ٌ ‫ف َن ْف‬
Artinya:“Dan kewajiban ayah dalam memberi makan dan pakaian kepada

para ibu dengan cara yang baik. Seseorang tidak dibebani melainkan dengan

kadar kesanggupannya”. (QS. Al Baqarah: 233)

ِ ‫ِ مِم‬ ِ ِ ِِ ِ ِ
ُ ‫لُيْنف ْق ذُو َس َعةً ِّم ْن َس َعته َو َم ْن قُد َر َعلَْيه ِر ْزقُهُ َف ْلُيْنف ْق َّآ ءَاتَىهُ اللّهُ اَل يُ َكل‬
‫ف‬
‫اللّهُ َن ْف ًسا ِإاَّل َمآ ءَاتَ َىها َسيَ ْج َع ُل اللّهُ َب ْع َد عُ ْس ٍريُ ْسًرا‬
Artinya:“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi
nafkahn dari harta yang diberikan Allah Swt kepadanya. Allah Swt tidak memikul
beban kepada kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah Swt berikan

45
kepadanya. Kelak Allah Swt akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.
(QS. atThalaq: 7) 55
Ayat tersebut memerintahkan kepada suami untuk memberikan jaminan

nafkah kepada isteri, ada tiga macam nafkah yang ditegaskan pada ayat di atas,

yaitu; makanan, pakaian dan tempat tinggal. Dan dalam hadits Rasulullah Saw.

Juga diterangkan bahwa isteri adalah amanah Allah Swt ditangan suami, dan juga

menjelaskan kewajiban suami untuk memelihara amanah itu dengan cara

memelihara dan memberikan nafkah kepadanya dalam bentuk makanan dan

pakaian. 56

Para fuqaha sepakat bahwa kadar nafkah diukur menurut keadaan suami

isteri. Oleh karena itu wajib hukumnya bagi suami yang kaya memberi nafkah

kepada isteri yang kaya, yaitu sebanyak nafkah yang biasa diberikan kepada orang

kaya. Sedangkan suami yang miskin wajib memberi nafkah kepada isteri yang

miskin, yaitu sebesar kecukupannya, namun mereka bersepakat bahwa ukuran

yang wajib diberikan sebagai nafkah adalah dengan cara yang al-ma’ruf (patut

dan wajar)57. Ibn Qudamah menjelaskan dalam kitabnya al-Mughniy, beliau

berpendapat;

“Jika seorang isteri menyerahkan dirinya 100% kepada suaminya sesuai

dengan kewajibannya sebagai seorang isteri, maka suami wajib memenuhi semua

kebutuhan pokok sang isteri, seperti makanan, minuman, pakaian dan tempat

tinggal”58.
55
Depertemen Agama RI, Alquran dan Terjemahan, ( Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Pentafsir Alquran)
56
Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer Analisis
Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta: Kencana, 2004),152.
57
Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat Mazhab,
(Bandung: Masyimi, 2012), 388.
58
Ibn Qudamah, al-Mughniy, Penterjemah Abdul Syukur, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013)
jilid 11, 605.

46
Nafkah yang diberikan untuk isteri kadarnya disesuaikan dengan kondisi

keduanya. Jika keduanya orang kaya, maka nafkah yang diberikan sang suami

mengikuti standar kebutuhan pokok orang kaya, jika keduanya dari kalangan

menengah, maka nafkah yang diberikan suami disesuaikan dengan kebutuhan

pokok masyarakat pertengahan, jika keduanya dari kalangan ekonomi bawah

maka kadar kecukupannya melihat pada kebutuhan dasar masyarakat kalangan

bawah. Jika salah satu diantaranya kaya dan satunya miskin, maka suami wajib

memberikan nafkah sesuai dengan kebutuhan pokok masyarakat kalangan

menengah, dalam kasus ini tidak ada perbedaan apakah yang miskin adalah sang

suami atau isteri.

Apabila melihat pada zaman sekarang ini, apakah ketentuan kadar nafkah

ini benar-benar telah diterapkan oleh masyarakat pada umumnya?, kemudian

bagaimana peran suami dalam tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga?,

sedangkan yang sering terjadi pada masyarakat adalah kepala keluarga tidak

menjadikan kadar minimal dan maksimal dalam menafkahi keluarga, meskipun

masih ada beberapa kemungkinan yang menerapkan diantara mereka. Terkadang

seorang suami berpendapatan (kaya) belum tentu memberikan nafkah dalam

jumlah yang besar, begitu juga sebaliknya seorang suami yang mempunyai

pendapatan sedikit (miskin) be lum tentu memberikan nafkah dalam jumlah yang

sedikit, bahkan ada juga seorang suami memberikan seluruh upah yang ia

dapatkan kepada isterinya tanpa memperdulikan apakah upah tersebut dapat

memenuhi kebutuhan rumah tangga tersebut. Sedangkan para ulama telah

menetapkan ukuran al-ma’ruf yang dijadikan sebagai ukuran standar bagi setiap

47
orang dengan memperhatikan kebiasaan yang berlaku dan menyesuaikan

perbedaan menurut zaman, tempat, serta keadaan individu. Maka sebagai seorang

suami dalam kepala rumah tangga hendaknya berlaku adil dan bijaksana dalam

menafkahi isterinya, karena hal demikian sudah dianjurkan ketentuannya dalam

Alquran dan Hadits Nabi Saw.

Dengan demikian hendaklah diperhatikan bahwa kadar nafkah keluarga

baik itu hal yang berhubungan dengan sandang, pangan, dan papan merupakan

kebutuhan primer yang sebaiknya kadar nafkah itu disesuaikan pada jumlah

kebutuhan pokok yang diperlukan, dan disesuaikan dengan kebiasaan yang

berlaku di tengah masyarakat serta sesuai dengan kelasnya. Menurut hemat

penulis, kadar pemenuhan nafkah keluarga di desa Sooko sudah relevan dengan

ketetuan-ketentuan yang ada pada hukum Islam. Sebab seorang isteri tidak boleh

terlalu banyak menuntut kepada suami di luar kemampuannya. Begitu sebaliknya,

seorang suami juga tidak boleh kikir dalam menafkahi isterinya jika mempunyai

kelapangan rezeki. Tapi, tentunya suami sudah berusaha dengan semaksimal

mungkin untuk bisa menafkahi isterinya dengan baik.

Jika isteri terlalu banyak menuntut diluar kemampuan suaminya maka

dikawatirkan tujuan perkawinan yaitu menciptakan keluarga sakinah mawaddah

warahmah tidak bisa tercapai. Sebab, hal-hal semacam ini (nafkah) adalah hal

yang sangat sensitif di dalam rumah tangga dan tidak sedikit perceraian banyak

terjadi dikalangan masyarakat kita bermula dari masalah kadar nafkah ini. Maka

kesungguhan suami dalam menafkahi isteri dan juga kelapangan hati isteri dalam

48
menerima kemampuan suaminya dalam menafkahi sangat berpengaruh sekali

dalam mewujudkan keluarga yang bahagia.

B. Analisis Hukum Islam terhadap Implikasi Pemenuhan Nafkah Keluarga di

Desa Sooko Kecamatan Sooko Ponorogo dalam Pembentukan Keluarga

Sakinah

Pada dasarnya keuarga sakinah merupakan keluarga yang mendatangkan

cinta kasih mawaddah warahmah dalam rumah tangga, sesuai dengan firmah

Allah dalam surat Ar-rum ayat 21, yaitu:

‫سكُُنْوااَِليَْها وََجعََل َبيَْنكُْم‬


ْ ‫اجا لَِّت‬
ً ‫سكُْم اَْزَو‬
ِ ‫َوِمْن اََيتِِه َانْ َخَلَق َلُكْم ِّمْن َانُْف‬
‫ت ِّلقَْوٍم يََّتفََّكُرْوَن‬
ٍ َ‫ك َلَاي‬
َ ‫ اَِّن ِفي ذَِل‬.ً‫َّمَوَّدًةَّوَرْحَمة‬

Artinya: “dan diantara tanda tanda kekuasaan-Nya ialah Dia


menciptakanistri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir.”59

Berdasarkan ayat diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Allah

SWT menciptakan manusia untuk kebutuhan jasmani dan rohani dan untuk

memelihara serta meneruskan keturunan dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dengan demikian akan terpenuhi kebutuhan rohani dan jasmani yang

mendatangkan keseimbangan diantara dunia dan akhirat.

Dalm membangun sebuah keluarga perlu adanya pondasi utama agar

tercipta keluarga yang sejahtera. Adapun pondasi tersebut ialah saling menghargai

59
Al-Qur’an Al-Kariem, 30:21.

49
dan saling memahami antara suami dan istri. Seperti yang telah dinyatakan salah

satu keluarga yang ditemui oleh penulis yaitu ibu A.

“ Dengan kondisi perekonomian keluarga yang bisa dikatakan sangat

cukup ini tentunya saya bersyukur, meskipun pada prakteknya peran suami

dalam memenuhi kebutuhan keluarga ini kurang di rasakan. Akan tetapi

hal yang paling penting dalam membina sebuah keluarga adalah

bagaimana kita saling memahami karakter dan bagaimana kita

membangun komunikasi yang baik satu sama lain. Dengan begini semua

persoalan-persoalan kecil dalam rumah tangga dapat teratasi.”

Selain dari faktor saling menghargai antara suami istri, memilih pasangan

sesuai hati adalah hal yang sangat dasar sehingga dalam menjalani hubungan

selanjutnya akan berjalan dengan keiklasan, hal ini sesuai dengan apa yang di

ungkapkan oleh bapak B.

“Munculnya perasaan ingin menikahi istriku ini ya karena sesuai

keinginan hati nurani saya, maka dari itu sampai sekarang saya perlakukan

ia sebaik mungkin. Misalnya dalam hal menafkahi istri saya berikan

nominal yang cukup besar setiap bulannya agar dalam memenuhi

kebutuhan keluarga dapat maksimal,selain itu sebagai rasa terimakasih

karena telah menemani saya selama ini.”

Hal senada juga telah dikemukakan bapak C yang memberikan semua

penghasilannya kepada istrinya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan

juga sebagai wujud cinta kasih seorang suami kepada istri.

50
Perbedaan kondisi perekonomian keluarga tentunya juga menimbulkan

perbedaan-perbedaan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga, namun pada

dasarnya cita-cita dalam sebuah keluarga itu sama yaitu menciptakan keluarga

yang sejahtera sakinah, mawaddah dan warahmah seperti beberapa keluarga

ekonomi kelas bawah maupun menengah yang telah ditemui oleh penulis, dengan

keadaan perekonomian tidak menentu dan tidak sebaik keluarga yang ekonominya

cukup, merekapun mempunyai tujuan yang sama dalam membina rumah tangga

meskipun pada pada prakteknya diperlukan usaha keras untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Dan tidak jarang di sini istri mempunyai peran ganda yaitu

sebagai ibu rumah tangga dan juga berperan sebagai pencari nafkah. Menyikapi

hal tersebut para istri dengan suka rela membantu mencari nafkah dikarenakan

antara suami dan istri memiliki rasa saling memahami yang tinggi dan rasa cinta

kasih kepada keluarga sehingga mereka saling bahu membahu dalam mewujudkan

keluarga yang sejahtera.

51
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pemenuhan nafkah keluarga di desa Sooko sudah relevan dengan

ketetuan-ketentuan yang ada pada hukum Islam. kadar nafkah keluarga

baik itu hal yang berhubungan dengan sandang, pangan, dan papan

merupakan kebutuhan primer yang harus disesuaikan pada jumlah

kebutuhan pokok yang diperlukan, dan disesuaikan dengan kebiasaan

yang berlaku di tengah masyarakat serta sesuai dengan kelasnya.

Adapun bagi keluarga ekonomi kelas bawah para ulama’ sepakat bahwa

yang dijadikan standar dalam nafkah adalah Al-Ma’ruf yaiu dengan tata

cara yang baik. Maka kesungguhan suami dalam menafkahi isteri dan

juga kelapangan hati isteri dalam menerima kemampuan suaminya

dalam menafkahi sangat berpengaruh sekali dalam mewujudkan

keluarga yang bahagia.

2. Perbedaan kondisi perekonomian keluarga tentunya juga menimbulkan

perbedaan-perbedaan dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga, namun

pada dasarnya cita-cita dalam sebuah keluarga itu sama yaitu

menciptakan keluarga yang sejahtera sakinah, mawaddah dan

warahmah oleh karena itu pasangan suami dan istri haruslah memiliki

rasa saling memahami dan memiliki komunikasi yang baik, selain itu

juga harus selalu menumbuhkan rasa keiklasan dalam menjalani

52
53

kehidupan bersama. Dengan demikian sesulit apapun kondisi

perekonomian keluarga akan mampu dihadapi dengan baik oleh

pasangan suami istri.

B. SARAN

Pernikahan adalah hubungan antara laki laki dan perempuan yang

mengikat janji secara lahir dan batin sebagai suami dan isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga). Pernikahan juga sebuah

ikatan janji secara langsung di hadapan Tuhan yang maha Esa. Salah satu

hal terpenting dalam mewujudkan sebua keluarga yang harmonis, perlu

adanya pemahaman bagi pasangan suami istri dalam memenuhi hak dan

kewajibannya sesuai dengan kemampuan masing-masing keluarga, yang

terpenting adalah menumbuhkan rasa kesadaran serta saling memahami

antara suami dan istri sehingga dapat terwujudnya keluarga yang harmonis
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Kariem

Ad-Damasiqi, Al-Imam Abul Fida Ibnu Katsir. Tafsir Al-Quranul Adzim,Terj.


Bahrun Abu Bakar dkk. Jilid 1-2. Cet. 1.Bandung: Sinar Baru Algensindo,
2001.

Ad-Dimasyqi, Al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman. Fiqh Empat Mazhab.


Bandung: Masyimi, 2012.

Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsir Al-Maragi. Jus 1. Semarang: Cv Toha Putra,


1992.

Asman. “Keluarga Sakinah dalam Kajian Hukum Islam”. Al-Qadha: Jurnal


Hukum Islam dan Perundang-Undangan. Vol. 7 No. 2, 2020.

Ati, Sri. Et al. “Pengantar Konsep Informasi, data, dan Pengetahuan”. Jurnal,
ASIP4204/MODUL 1.

Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996.

Depertemen Agama RI. Alquran dan Terjemahan. ( Jakarta: Yayasan


Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Alquran)

Depertemen Agama RI. Qur’an dan Terjemahan. Jakarta : Yayasan


Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur’an 1971.

Glasse, Cyril. Ensiklopedia Islam, Penerjemah Ghuron A Mas‟adi. cet. II. Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 1991.

Hasanah, Wasiyatul. Pemenuhan Hak Dan Kewajiban Istri Perspektif Fiqih


(Kajian Sosiologi Hukum). Skripsi (IAIN Salatiga). 2016.

Hermanto, Agus. Larangan Perkawinan dari Fikih, Hukum Islam, hingga


Penerapannya dalam Legislasi Perkawinan Indonesia. Yogyakarta: Lintang
Rasi Aksara Books, 2016.

Hidayat, Afif dan Soiman. “Konsep Keluarga Sakinah Perspektif Aktivis


Muslimat NU di Desa Kesugihan Kidul”. Jurnal Al-Wasith: Jurnal Studi
Hukum Islam. Vol. 1 No. 2, 2016.

Imani, Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an. Ter. Rd Hikmat DanaAtmaja. Jilid 2.
Cet. 2. Iran: Al-Huda, 2006.

54
Kurniawan, M. Hendro. Analisis Hukum Islam Tentang Pemenuhan Hak Dan
Kewajiban Suami Isteri Dalam Kegiatan Khuruj Fisabilillah 4 Bulan.
Skripsi (IAIN Ponorogo, Ponorogo). 2016.

Latif, Zulkifli. Implementasi Pemenuhan Kewajiban Nafkah Suami Sebagai


Narapidana Terhadap Keluarga Ditinjau Dari Hukum Islam. Skripsi (UIN
Walisongo, Semarang). 2018.

Masykuroh, Rini. BP4 Kepenghuluan. IAIN Raden Intan Lampung:, 2014.

Mughniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Mazhab. Penerjemah Masykir A.B.,


Afif Muhammad. Idrus al-Kaff. (Jakarta: Lentera,2005) cet. Ke-XV.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka


Progesif, 1997.

Progam Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi. Jurnal Riset Akuntansi. Volume


VIII / No.2 / Oktober 2016. (Bandung: Jl. Dipatiukur 112-114, Universitas
Komputer Indonesia).

Qudamah, Ibn. al-Mughniy. Jilid 11. Jakarta: Pustaka Azzam, 2013.

Qudamah, Ibn. al-Mughniy. Penterjemah Abdul Syukur. Jakarta: Pustaka Azzam,


2013. jilid 11.

Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. Cet. 80. Bandung: Sinar Baru Argensindo, 2017.

Sembiring, Hermansyah dan Nurhayati. “Sistem Informasi Jumlah Angkatan


Kerja Menggunakan Visual Basic Pada Badan Pusat Stastistik (BPS)
Kabupaten Langkat”. Jurnal, KAPUTAMA. Vol.5 No.2, Januari 2012.
(Binjai: Jln. Veteran No.4A-9A).

Sidiq, Umar dan Miftachul Choiri, Metode Penelitian Kualitatif di Bidang


Pendidikan. Ponorogo: CV Nata Karya, 2019.

Subaidi. “Konsep Nafkah Menurut Hukum Perkawinan Islam”. Isti’dal: Jurnal


Studi Hukum Islam. Vol. 1 No. 2, 2014.

Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Purba Cipta, 1994.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet ke-23.


Bandung: Alfabeta, 2016.

Sulistiyanto, Dedy. “Kewajiban Suami Narapidana Terhadap Nafklah Keluarga


(Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Beteng Ambara).
Skripsi. (STAIN, Salatiga), 2014.
Syarifuddin, Amir. Hukum Islam di Indonesia. Cet. 2. Jakarta: Kencana, 2007.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus


Besar Bahasa Indonesia. Cet. I. Jakarta: Balai Pustak, 1988.

UU No. 1 tahun 1994 (Hukum Perkawinan Islam).

Widiyanti, Siska. Perkawinan Beda Agama Di Desa Sawotratap Kecamatan


Gedangan Kabupaten Sidoarjo (Studi Kasus Irma dan Heri). Skripsi
( Surabaya: IAIN Sunan Ampel). 2015.

Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian


Gabungan. Cet ke-4. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2017.

Zein, Satria Effendi M. Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer


Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah. Jakarta: Kencana,
2004.

Zuhaili, Wahbah. Fiqh Islam Wa Adillatuhu. Jilid 10. Jakarta: Gema Insani, 2007.

http://kantordesaSooko.blogspot.com/2013/11/sejarah-desa-Sooko.html#, (diakses
pada tanggal 06 september 2021, jam 09.00)

Anda mungkin juga menyukai