Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PROBLEMA POLIGAMI, SELINGKUH, DAN WANITA KARIR


(Pembagian Tugas dan Kerja Serta Nafkah dalam Keluarga)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah

Dosen Pengampu:
Dr. Ragwan Albaar, M.Fil.I

Disusun Oleh:
Siska Robiatul Adawiyah (B93219147)
Syahda Ya Salsabiilah (B03219053)
Betti Auliya’ul Tazkiyah (B73219073)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Problema Poligami, Selingkuh,
dan Wanita Karir (Pembagian Tugas dan Kerja Serta Nafkah dalam Keluarga)” ini
dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya penulis tidak mungkin akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr.
Ragwan Albaar, M.Fil.I pada mata kuliah Bimbingan Konseling Keluarga Sakinah, program
studi Bimbingan Konseling Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Problema Poligami, Selingkuh, dan Wanita Karir (Pembagian Tugas
dan Kerja Serta Nafkah dalam Keluarga)” bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari, makalah
yang ditulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Surabaya, 01 April 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I ................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1

C. Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II.................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3

A. PROBLEMA POLIGAMI ....................................................................................... 3

1. Poligami dan Sejarah dalam Islam ....................................................................... 3

2. Berbagai Macam Pandangan Perihal Poligami .................................................... 4

3. Syarat dan Alasan diperbolehkannya poligami.................................................... 7

4. Problema dan Hikmah Poligami .......................................................................... 8

B. PROBLEMA PERSELINGKUHAN ...................................................................... 9

1. Pandangan Islam dan Hukum terhadap Perselingkuhan ...................................... 9

2. Karakterisrik dan Macam-macam Perselingkuhan ............................................ 10

3. Faktor Penyebab Perselingkuhan ....................................................................... 11

4. Dampak dan Upaya dalam Menanggulangi Perselingkuhan ............................. 12

C. PROBLEMA WANITA KARIR ........................................................................... 12

1. Wanita Karir dan Motivasinya dalam Berkarir .................................................. 12

2. Berbagai Pendapat Hukum tentang Wanita Karir .............................................. 13

3. Konflik yang Terjadi pada Wanita Karir ........................................................... 14

4. Dampak dan Solusi bagi Wanita Karir .............................................................. 16

D. PEMBAGIAN NAFKAH ...................................................................................... 18


iii
1. Pengertian Nafkah .............................................................................................. 18

2. Dasar Hukum Nafkah ........................................................................................ 19

3. Macam-macam Nafkah ...................................................................................... 19

4. Ukuran Nafkah ................................................................................................... 20

BAB III .............................................................................................................................. 22

PENUTUP.......................................................................................................................... 22

A. Kesimpulan ............................................................................................................ 22

B. Saran ...................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 24

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan suatu hal sangat di inginkan oleh semua umat manusia.
Setiap manusia menginginkan membangun rumah tangga yang sakinah mawadah
warohmah. Tetapi tidak jarang rumah tangga yang di idamkan oleh seluruh manusia
tersebut telah banyak problema yang salah satunya yaitu pada sang laki-laki
menginginkan memiliki istri yang lebih dari satu atau yang lebih dikenal dengan
istilah poligami. Poligami sejak dulu memang menjadi masalah yang masih
diperdebatkan oleh kalangan ulama klasik ataupun ulama modern (kontemporer).
Hal ini muncul karena dianggap tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan yang seolah olah kaum perempuan ini dijadikan bahan perbudakan yang
dimana kaum laki-laki seperti layaknya sang raja yang mempunyai banyak istri atau
permaisuri, dan tidak jarang juga banyak kaum perempuan yang menganggap kaum
laki-laki yang berpiligami atau memiliki istri lebih dari satu itu hanya untk pemuas
nafsu seksual semata. Hal tersebutlah yang menjadikan masyarakat tabu dan
menentang poligami serta menganggap bahwa poligami sangat banyak memiliki efek
negatifnya yang sangat besar terutama dalam membangun rumah tangga dalam
mencapai tujuan yang di inginkan oleh suami istri tersebut.
Adapun banyak juga kelompok kalangan masyarakat yang menyetujui akan
diperbolehkannya poligami atau seorang laki-laki yang menikah dengan istri lebih
dari satu, dengan alasan bahwa islam telah memperbolehkan akan berpoligami atau
menikah dengan istri lebih dari satu meskipun sebenarnya poligami pada praktinya
masih banyak yang menimbulkan permasalahan dan mempunyai banyak resiko.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana poligami dalam sejarah Islam, pandangan Islam, hukum, serta
Ulama’?
2. Bagaimana syarat, problema, serta hikmah dari poligami?
3. Bagaimana perselingkuhan dalam Pandangan Islam dan Hukum Indonesia?
4. Apa saja macam-macam dan faktor-faktor terjadinya perselingkuhan?
5. Bagaimana dampak dan penanggulangan perselingkuhan?

1
6. Bagaimana konflik, dampak, serta solusi bagi wanita karir?
7. Berapakah macam-macam serta takaran ukuran nafkah dalam ketentuan
Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui poligami dalam sejarah Islam, pandangan Islam, hukum,
serta Ulama’
2. Untuk mengetahui syarat, problema, serta hikmah dari poligami
3. Untuk mengetahui perselingkuhan dalam pandangan Islam dan Hukum
Indonesia
4. Untuk mengetahui macam-macam dan faktor-faktor terjadinya perselingkuhan
5. Untuk mengetahui dampak dan cara menanggulangi perselingkuhan
6. Untuk mengetahui konflik, dampak, serta solusi bagi wanita karir
7. Untuk mengetahui macam-macam serta takaran ukuran nafkah dalam
ketentuan Islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROBLEMA POLIGAMI
1. Poligami dan Sejarah dalam Islam
Poligami jika ditinjau dalam bahasa atau etimologi berasal dari dua
kata yaitu polus dan gamein. Polus yang memiliki arti pernikahan atau
perkawinan sedangkan gamein memiliki arti banyak atau lebih dari satu. Jadi
jika digabungkan poligami secara etimologi yaitu pernikahan yang banyak
atau lebih dari satu.1
Sedangkan menurut terminology poligami merupakan perkawinan atau
pernikahan yang dimana laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu atau
banyak. Dalam kondisi ini poligami yang dimaksud yaitu sang laki laki
memiliki istri dalam jangkauan kuantitatif yaitu satu, dua, tiga atau empat,
bahkan bisa lebih dari itu.2
Poligami sudah dipraktikkan umat manusia jauh sebelum Islam datang.
Rasulullah SAW membatasi poligami sampai empat orang isteri. Sebelum
adanya pembatasan ini para sahabat sudah banyak yang mempraktikkan
poligami melebihi dari empat isteri sepuluh isteri, bahkan lebih dari itu.
Mereka melakukan hal itu sebelum mereka memeluk Islam, seperti yang
dialami oleh Qais bin al-Harits. Ia berkata: “Aku masuk Islam dan aku
mempunyai delapan isteri, lalu aku datang kepada Nabi Muhammad SAW.
dan menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu beliau bersabda: “Pilih dari
mereka empat orang.” (HR. Ibnu Majah). Hal ini juga dialami oleh Ghailan
bin Salamah al Tsaqafi ketika memeluk Islam. Ia memiliki sepuluh isteri
pada masa Jahiliah yang semuanya juga memeluk Islam. Maka Nabi
Muhammad SAW menyuruhnya untuk memilih empat orang dari sepuluh
isterinya (HR. al-Tirmidzi).3

1
Haris Hidayatullah, Adil dalam Poligami Perspektif Ibnu Hazm, Jurnal Studi Islam, Vol. 2, No. 6, (Juli 2015), hal.
2
2
M. Yazid Fathoni, Kedudukan Pernikahan Poligami Secara Sirri ditinjau dari Hukum Keluarga, Jurnal IUS Kajian
Hukum dan Keadilan, Vol. 1, No. 6, (Oktober 2018), hal. 15
3
Marzuki, Poligami dalam Hukum Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, (Maret 2017), hal. 3
3
Jadi poligami sudah lama dipraktikkan oleh umat manusia jauh
sebelum Nabi Muhammad SAW melakukan poligami. Nabi-nabi sebelum
Muhammad juga banyak yang melakukan poligami, seperti Nabi Daud a.s.,
Nabi Sulaiman a.s., dan begitu juga umat-umatnya. Masyarakat Jahiliah dalam
waktu yang cukup lama mentradisikan poligami dalam jumlah yang tidak
terbatas hingga datangnya Islam. Sebagian dari orang Jahiliah ini kemudian
memeluk Islam dan sudah berpoligami, sehingga harus tunduk kepada aturan
Islam yang hanya membatasi poligami sampai empat isteri saja.
2. Berbagai Macam Pandangan Perihal Poligami
a. Pandangan islam mengenai poligami
Banyak yang menganalogikan bahwa islam memperbolehkan
poligami, sebagaimana yang termaktub dalam Q.S An-Nisa ayat 3 dan
129 yaitu:
‫س ِةا َةا ْة َة ٰى َة ُةَة َة َة ُةَة َة ۖ فَةِة ْة ِة ْة ُة ْة َةاَّل تَة ْةع ِةداُةوا‬ ‫ِة ْة ِة ْة ُة َةاَّل تُة ْةق ِةسطُةوا ِة ااْة َة ا ٰى فَة نْة ِةكحوا ا َة ا ا ُة ِة ِة‬
‫َةك ْة ا َة االّة َة‬ ‫ُة َة َة‬ ‫َة َة‬ ‫ْة‬ ‫َة‬
‫اا َةد ًة َة ْة َةا َةا َة َةك ْة َةْةَة نُة ُةك ْة ۚ ٰىَةاِة َة َة ْة َةٰى َةاَّل تَة ُةعواُةوا‬
‫فَةو ِة‬
‫َة‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat daripada tidak berbuat aniaya.” (QS.
An-Nisa: 03).4
Dan Q.S An-Nisa ayat 29 yaitu:
‫ص ِة ُةحوا‬ ۚ ‫ِة‬ ۖ ‫اَة تَةس ِةط عوا َة ْة تَة ع ِةداُةوا االّةِة ِة‬
‫س ا َة ا ْةَةو َةا َة ْة ُة ْة فَة َة َةَتِة ُةوا ُة اَّل ااْة َة ْة ِة فَة َة َةذ ُة َةه َة اْة ُة َةع اَّل َةق َة ِة ْة تُة ْة‬
‫ْة َة ْةَة َة‬ ‫َة ْة ْة َة ُة‬
‫ِة‬ ‫اَّلقوا فَةِة اَّل اَّل‬
‫ااَة َة َة غَة ُةوًةا َةا ًة‬ ‫َة تَة ُة‬

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara


isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu

4
Al-Qur’an, An-Nisa: 03
4
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS. An-
Nisa: 129)5
Jika kita menalaah dari dua ayat tersebut, ayat tersebut telah
menegaskan bahwa islam tidak melarang secara tegas mengenai
poligami dalam artian memperbolehkan untuk berpoligami dengan
syarat bahwa suami dalam memperlakukan istri baik memenuhi
kebutuhan materi, jasmaniah dan rohaniah harus bisa berlaku adil
terhadap istri-istrinya. Namun, apabila suami tidak bisa berlaku adil
dalam berpoligami, maka tidak diperkenankan berpoligami (cukup
menikahi satu wanita saja). Karena jika tetap dipaksa untuk
berpoligami dikhawatirkan suami tidak bisa berlaku adil dan
mengakibatkan istri terlantar dan terkatung-katung.6
b. Berbagai pandangan ulama tentang poligami
Para ulama berbeda pendapat mengenai ketentuan poligami,
meskipun dasar pijakan mereka sama, yakni berdasarkan pada satu
ayat dalam Al-Qur’an, yaitu QS. Al-Nisa’ (4): 3.
Menurut jumhur (kebanyakan) ulama ayat diatas turun setelah
Perang Uhud selesai, ketika banyak pejuang muslim yang gugur
menjadi syuhada’. Sebagai konsekuensinya banyak anak yatim dan
janda yang ditinggal mati ayah atau suaminya. Hal ini juga berakibat
terabaikannya kehidupan mereka terutama dalam hal pendidikan dan
masa depan mereka. Kondisi inilah yang melatarbelakangi
disyariatkannya poligami dalam Islam.
Al-Maraghi menyatakan dalam kitab tafsirnya bahwa
kebolehan poligami adalah kebolehan yang dipersulit dan diperketat.
Menurutnya, poligami diperbolehkan dalam keadaan darurat yang
hanya dapat dilakukan oleh orang orang yang benar-benar
membutuhkan.
Sayyid Qutub memandang poligami sebagai suatu perbuatan
rukhshat. Karena itu, poligami hanya bisa dilakukan dalam keadaan
5
Al-Qur’an, An-Nisa: 129
6
Zuraidah Azkia, Poligami Perspektif Keadilan dalam Keluarga, Jurnal Usrah, Vol. 3, No. 1, (Juni 2017), hal. 57
5
darurat yang benar benar mendesak. Kebolehan ini pun masih
disyaratkan adanya sikap adil kepada para isteri. Keadilan yang
dituntut di sini termasuk dalam bidang nafkah, muamalah, pergaulan,
serta giliran tidur malam. Bagi suami yang tidak mampu berbuat adil,
maka cukup seorang isteri saja.
Menurut Imam Syafi’i, dalam berpoligami suami harus bisa
menerapkan konsep keadilan yaitu:
1) Adil dalam pembagian giliran
2) Adil dalam tempat tinggal
3) Adil dalam pakaian dan biaya hidup7
c. Poligami menurut pandangan Kompilasi Hukum Indonesia
Pengaturan tentang beristri lebih dari satu orang juga mendapat
pengaturan khusus dalam kompilasi hukum Islam akan tetapi isinya
lebih banyak menyangkut aspek hukum procedural sebagaimana yang
sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.
BAB 1X
Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya
sampai empat isteri.
(2) Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu
berlaku adil terhadap ister-isteri dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristeri dari seorang.
Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat
izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan
menurut pada tata cara sebagaimana diatur dalam Bab.VIII
Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975.

7
Ahmad Khoirul Fatah, Menyoal Kontekstualisasi Hukum Islam Tentang Poligami, Jurnal Al-Ulum, Vol. 2, No.
13, (Februari 2013), hal. 30
6
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau
keempat tanpa izin dari Pengadilan Agama, tidak mempunyai
kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang
suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila :
(1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri
(2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
(3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka
untuk memperoleh izin pengadilan Agama, harus pula dipenuhi
syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No. l
Tahun 1974 yaitu :
a) Adanya persetujuan isteri
b) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka8
3. Syarat dan Alasan diperbolehkannya poligami
Berikut adalah syarat-syarat berpoligami yang telah digariskan oleh syara’:
a. Pembatasan jumlah isteri
b. Wanita yang dikumpulkan dalam satu masa itu bukan bersaudara
c. Bersikap adil9
Dalam berpoligami kita tidak bisa melakakukannya dengan
sembarangan, banyak sekali syarat, prosedur dan ketentuan yang harus
dipenuhi agar poligami tersebut sah dan tidak merugikan satu pihak. Jadi harus
ada sebab-sebab atau alasan-alasan tertentu yang mengharuskan suami untuk
berpoligami.

8
Mahkamah Agung RI, Himpunan Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Kompilasi Hukum
Islam Serta Pengertian dalam Pembahasannya, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2011), hal. 76-77
9
Zaini Nasohah, Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, (Kuala Lumpur: Utusan Publications,
2000), hal. 16-19
7
Menurut Al-Maraghi, alasan yang memperbolehkan poligami adalah
sebagai berikut:
a. Dikarenakan isteri mandul sementara keduanya atau salah satunya
sangat mengharapkan keturunan
b. Apabila suami memiliki kemampuan seks yang tinggi sementara isteri
tidak mampu melayani sesuai dengan kebutuhannya
c. Jika suami memiliki harta yang banyak untuk membiayai segala
kepentingan keluarga, mulai dari kepentingan isteri sampai
kepentingan anak-anak
d. Jika jumlah perempuan melebihi jumlah laki-laki yang bisa jadi
dikarenakan perang10
4. Problema dan Hikmah Poligami
Poligami yang tidak dilaksanakan dengan kesiapan, pemikiran matang
dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak dapat beresiko menjadi awal
mula terjadinya berbagai perlakuan salah. Berikut problema yang terjadi
akibat poligami:
a. Laki-laki yang berpoligami rentan mengalami penyakit jantung dan
hipertensi
b. Istri yang dimadu akan mengalami stress dan gangguan kecemasan
c. Anak bisa kehilangan cita-cita dan harapan
d. Anak semakin jauh dari seorang ayah
e. Resiko penyakit menular yang akan dialami suami dan para isteri
f. Kecenderungan terkait pemahaman poligami bisa menurun ke anak
Poligami sebagai suatu kemungkinan yang dapat dilakukan dalam
kondisi darurat dan dilakukan secara selektif dan hati-hati serta tetap
mengedepankan tujuan perkawinan yaitu sakinah mawaddah wa rahmah
memiliki beberapa hikmah, diantaranya:
a. Poligami mengandung nilai kemanusiaan, karena dapat mengayomi
janda-janda dan anak-anak yatim yang membutuhkan perlindungan

10
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi Jilid IV, (Mesir: Musthafa al-Bab al-Halabi, 1969), hal. 339-375
8
b. Mengatasi problem keluarga dalam hal salah satu problem solving bagi
pasangan suami isteri yang ternyata isterinya mandul, sehingga isteri
tidak dapat memberikan keturunan. Dalam kondisi ini, kemandulan
isteri terlebih dahulu harus dibuktikan oleh tenaga medis yang benar-
benar ahli, dan telah mengusahakan berbagai cara halal untuk
mendapatkan keturunan11
c. Menggalang persaudaraan sesama wanita (isteri-isteri)
d. Poligami mempersatukan beberapa keluarga, menghubungkan
sebagian dengan sebagian yang lain. Hal ini merupakan salah satu
sebab Nabi SAW beristeri dengan beberapa wanita
e. Melindungi isteri yang secara ekonomi memiliki ketergantungan pada
suami
f. Produktifitas hormon laki-laki lebih banyak dan lama dari perempuan
g. Menghindari perceraian, karena perceraian adalah sesuatu yang halal
tapi dibenci oleh Allah SWT12
B. PROBLEMA PERSELINGKUHAN
1. Pandangan Islam dan Hukum terhadap Perselingkuhan
Menurut KBBI, selingkuh diartikan sebagai perbuatan dari perilaku
suka menyembunyinkan suatu untuk kepentingan sendiri, tidak berterus
terang, tidak jujur, dan curang. 13
Menurut Blow dan Hartnett, perselingkuhan secara terminologi adalah
kegiatan seksual atau emosional dilakukan oleh salah satu atau kedua individu
terikat dalam hubungan berkomitmen dan dianggap melanggar kepercayaan
atau norma-norma (terlihat maupun tidak terlihat) berhubungan dengan
eksklusivitas emosional dan seksual.14
Islam sebagai agama yang memiliki nilai dan aturan kehidupan telah
menjelaskan bahwa perselingkuhan adalah kondisi yang tidak dibenarkan, dan
merupakan perbuatan yang dilarang. Perselingkuhan merupakan perilaku dosa

11
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 56
12
Kholid bin Abdurrahman, Keutamaan-keutamaan Poligami Terjemah M. Alwi Fuadi, (Yogyakarta: Sajadah
Press, 2006), hal. 91-92
13
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), hal. 1021
14
Monty P. Satiadarma, Menyikapi Perselingkuhan, (Jakarta: Pustaka Populer, 2010), hal. 72
9
dan melanggar aturan agama.15 Sebagai firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat
32:
‫ِة‬ ‫ٰى ِة‬ ‫َة َة تَة ْةق ُة ۟اوا ّةِة ۖ ِة‬
‫ال َةٰى ناَّلهُةۥ َة َة فَةح َة ًة َة َة َةا َة ًة‬ ‫َة‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”16
Perselingkuhan merupakan perilaku zina karena mengakibatkan
problematika kehidupan rumah tangga dan menjauhkan terwujudnya keluarga
sakinah, mawaddah, warahmah. Allah berfirman dalam QS. Al-Tahrim ayat 6
mengajarkan agar memelihara diri serta keluarga dari siksaan api neraka.
‫صو َة اَّل‬ ‫ِة‬ ‫ِة ِة‬ ‫َةيُّ َةه اااَّل ِةذي آالُةوا قُةوا َةنْة ُة س ُةك ْةَةه ِة ُةك َةَن ا قُةو ُة َةه االاَّل ا ْةِة‬
‫ااَة َةا َةَةا َة ُةه ْة‬ ‫اا َة َةُة َةع َة ْة َةه َةا َة َةك ٌة غ َة ٌة َةدا ٌة َة يَة ْةع ُة‬ ‫ُة َة‬ ‫ْة ًة َة‬ ‫َة ْة َة‬ ‫َة َة‬ ‫َة‬

َ ‫َة يَة ْة َةع ُةو َة َةا يُة ْةؤَةا ُة‬


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”17
Berdasarkan ayat tersebut sebagai kepala keluarga harus menjaga
dirinya sendiri serta keluarganya dari api neraka. Jika seseorang sudah masuk
ke dalam neraka tidak ada yang dapat menolongnya, yang dapat menolong
hanyalah sodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh.
Kemudian, menurut pandangan hukum, suami atau istri yang terbukti
melakukan gendak (overspel), dapat melaporkan pasangannya tersebut (yang
melakukan tindak pidana) secara pidana melalui kepolisian. Dasar laporan
diatur dalam pasal 284 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling
lama sembilan bulan.
2. Karakterisrik dan Macam-macam Perselingkuhan
a. Hubungan yang bersifat rahasia

15
Anwar Bastian, Perselingkuhan sebagai Kenikmatan Menyesatkan, Jurnal Psikologi Perkembangan, Vol. 8,
No. 2, (Juni 2012), hal. 89
16
Al-Qur’an, Al-isra’: 32
17
Al-Qur’an, Al-Tahrim: 6
10
b. Pelaku selingkuh menjadi waspada dengan ancaman yang mungkin
timbul
c. Pelaku selingkuh menyusun sejumlah rencana baru untuk membohongi
pasangannya
Pelaku selingkuh menyusun strategi ini bersama dengan pasangan
perselingkuhannya, dan dilakukan secara rahasia pula. Kerahasiaan sebagai hal
yang memperkuat perilaku perselingkuhan, dan sikap membangun kerahasiaan
memperkuat sikap untuk melanjutkan perselingkuhan.18
Berikut macam-macam perselingkuhan dalam pernikahan:
a. Selingkuh secara emosional, sering curhat dengan lawan jenis tanpa di
ketahui pasangan
b. Selingkuh dengan fantasi seksual bersama orang lain
c. Selingkuh secara objek, tertarik secara obsesif pada sesuatu di luar
hubungan seperti pornografi, sehingga menyebabkan orang tersebut
tidak terangsang dengan seks pasangannya
d. Selingkuh secara fisik, berhubungan intim dengan orang lain
e. Selingkuh secara digital melalui aktivitas media sosial, menghabiskan
waktu menyukai unggahan wanita lain atau ikut aktif di aplikasi
kencan buta.19
3. Faktor Penyebab Perselingkuhan
Menurut Gifari, faktor-faktor terjadinya perselingkuhan antara lain:
a. Ada peluang dan kesempatan. Bekerja di sebuah kantor ternama
dengan posisi yang menjanjikan, ditemani sekretaris cantik nan seksi
yang kesehariannya berpakaian mini dan ketat adalah peluang yang
paling sering menjerumuskan seorang bos pada perselingkuhan.
b. Konflik dengan istri. Hubungan kurang harmonis dengan istri menjadi
alasan paling sering diungkapkan pihak laki-laki untuk mencari
kesenangan di luar.
c. Seks tidak terpuaskan

18
Abu al-Ghifari, Selingkuh Nikmat yang Terlaknat, hal. 12
19
Rima Safira, Perselingkuhan Melalui Facebook dan SMS, Skripsi, Jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2014, hal. 38
11
d. Abnormalitas atau animalitis seks (tidak manusiawi)
e. Iman yang hampa. Kosongnya iman adalah penyebab semua perilaku
buruk. Begitu pula badai rumah tangga, merupakan bukti keropos nya
bangunan iman.20
4. Dampak dan Upaya dalam Menanggulangi Perselingkuhan
Perselingkuhan memiliki dampak terhadap anak, sebagai berikut:
a. Korban yang paling menderita adalah anak, anak akan merasa tidak
nyaman dan bingung dan bisa saja anak membenci orang tuanya
b. Anak mencontoh sesuatu yang tidak baik “perselingkuhan”
c. Anak tertekan, stress, atau depresi
d. Anak bisa menjadi seseorang yang pemberontak
e. Trauma pada anak “ketakutan dalam menikah”21
Upaya untuk penanganan perselingkuhan adalah sebagai berikut:
a. Niat dan tekad, langkah paling mendasar untuk memulihkan
perkawinanan yang terkena goncangan akibat perselingkuhan adalah
adanya niat dan tekad dari kedua belah pihak untuk memperbaiki
hubungan perkawinan mereka.
b. Memutuskan perselingkuhan
c. Kesediaan untuk berubah
d. Menghindari kelangsungan hubungan
e. Menghindari peluang perselingkuhan
f. Berada bersama pasangan perkawinan
g. Membina komunikasi22
C. PROBLEMA WANITA KARIR
1. Wanita Karir dan Motivasinya dalam Berkarir
Menurut Mathis & Jackson (2006:342) mengatakan bahwa, Karir
adalah sebuah rangkaian proses seseorang yang berkaitan dengan pekerjaan

20
Abu al-Ghifari, Selingkuh Nikmat yang Terlaknat, (Bandung: Mujahid, 2012), hal. 5
21
Muhammad Surya, Bina Keluarga, (Bandung: Graha Ilmu, 2009), hal. 412
22
Syekh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Kesalahan-kesalahan Suami, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2004),
hal. 139
12
dan terjadi dalam sepanjang hidupnya.23 Sedangkan menurut Donald E. Super
seperti yang dikutip Dewa Ketut Sukardi, karir adalah sebagai suatu rangkaian
pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam
dunia kerja.24
Menurut Utami Munandar, wanita yang berkarir adalah wanita yang
bekerja untuk mengembangkan karir, mempunyai status yang cukup tinggi dan
pendidikan yang tinggi sehingga dapat berhasil dalam berkarya. Adapun
menurut Chaplin, J.P. menyatakan bahwa, Wanita karir adalah wanita yang
menekuni dan mencintai suatu pekerjaan yang berada diluar rumah dan
berkiprah disektor publik secara penuh dalam waktu yang relatif lama, untuk
mencapai suatu kemajuan dalam hidupnya. Seorang wanita yang berorientasi
didunia karir dapat memandang keberhasilan kerjanya itu ditentukan oleh
prestasinya dan keberhasilan tersebut tidak hanya diukur dengan capaian
materi yaitu semisal gaji atau upah.25
Beberapa motivasi wanita terjun dalam dunia karir adalah sebagai
berikut:
a. Pendidikan
b. Terpaksa oleh keadaan dan kebutuhan yang mendesak
c. Untuk alasan ekonomis (tidak bergantung pada suami)
d. Mencari kekayaan sebanyak-banyaknya
e. Untuk mengisi waktu luang
f. Untuk mencari ketenangan dan hiburan
g. Untuk mengembangkan bakat26
2. Berbagai Pendapat Hukum tentang Wanita Karir
a. Melarang wanita berkarir
Menurut ulama yang berpendapat seperti ini, pada dasarnya
hukum karier wanita di luar rumah adalah terlarang, karena dengan

23
Oktarisa Halida, Karier, Uang, dan Keluarga: Dilema Wnita Pekerja (Studi Fenomenologi Wanita Karier pada
Instansi Kepolisian, Keamanan, dan Perbankan), Skripsi, Jurusan Ekonomi Syari’ah Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro, 2013, hal. 36
24
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989), hal. 17
25
T. Elfira Rahmayati, Konflik Peran Ganda pada Wanita Karier, Jurnal Institusi Politeknik Ganesha Medan, Vol.
3, No. 1, (Maret 2020). hal. 156
26
Ibrahim Amini, Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri, (Bandung: Anggota IKAPI, 1988), hal. 36
13
bekerja diluar rumah maka akan ada banyak kewajiban dia yang harus
ditinggalkan. Larangan ini didasarkan bahwa suami diwajibkan untuk
membimbing istrinya pada jalan kebaikan sedang istri diwajibkan
mentaatinya. Begitu pula dengan hal dunia laki-laki dan wanita, maka
islam menjadikan laki-laki diluar rumah untuk mencari nafkah bagi
keluarganya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Dan hak para istri atas kalian (suami) agar kalian memberi mereka
nafkah dan pakaian dengan cara yang ma‟ruf.” (HR. Muslim)
Disisi lainnya, tempat wanita dijadikan di dalam rumah untuk
mengurusi anak, mendidiknya, mempersiapkan keperluan suami serta
urusan rumah tangga dan lainnya.
b. Memperbolehkan wanita berkarir
Jika memang ada sesuatu yang sangat mendesak untuk
berkariernya wanita diluar rumah maka hal ini diperbolehkan. Namun
harus dipahami bahwa sebuah kebutuhan yang mendesak ini harus
ditentukan dengan kadarnya yang sesuai sebagaimana sebuah kaidah
fiqhiyah yang masyhur. Dan kebutuhan yang mendesak, misalnya :
1) Rumah tangga memerlukan kebutuhan pokok yang
mengharuskan wanita bekerja
2) Tenaga wanita tersebut dibutuhkan oleh masyarakat, dan
pekerjaan tersebut tidak bisa dilakukan oleh laki-laki27
3. Konflik yang Terjadi pada Wanita Karir
a. Persoalan pengasuhan anak
Wanita karier yang juga seorang ibu memiliki tanggung jawab
yang sangat besar dalam pengasuhan anak. Persoalan terjadi ketika
peran sebagai wanita karier mengalahkan peran sebagai seorang ibu.
Peran seorang ibu antara lain adalah urusan pengasuhan anak, menjaga
kesehatan anak, dan mendidik anak agar mereka tumbuh dan
berkembang dengan baik secara fisik dan mental. Pengasuhan anak

27
Wakirin, Wanita Karir dalam Perspektif Islam, Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar, Vol. 4, No. 1, (Agustus 2017),
hal. 6-8
14
adalah bagaimana cara orang tua mendidik anak baik secara langsung
maupun tidak langsung.
b. Pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga merupakan pekerjaan pokok bagi
seorang wanita yang telah menikah. Tanggung jawab ini merupakan
konsekuensi bagi wanita dalam membangun rumah tangga. Pekerjaan
ini menuntut wanita untuk terampil dalam segala urusan rumah seperti
urusan membersihkan rumah, mencuci baju, menyetrika baju,
menyiapkan kebutuhan pasangan maupun anak. Tidak hanya
keterampilan, pekerjaan ini juga membutuhkan waktu dan tenaga yang
cukup. Meskipun pekerjaan tersebut dapat dibantu oleh orang lain
namun ada beberapa peran sebagai ibu rumah tangga yang tidak dapat
digantikan. Peran inilah yang membutuhkan waktu dan tenaga ekstra
bagi ibu yang bekerja untuk dapat membagi waktu, tenaga dan
pikirannya untuk bertanggung jawab terhadap perannya.28
c. Minimnya interaksi dalam rumah tangga
Dalam rumah tangga Komunikasi merupakan hal yang utama.
Interaksi yang baik dengan pasangan dan anak-anak dapat mempererat
hubungan rumah tangga. Dalam penelitian Penelitian yang dilakukan
oleh Setiawan & Wongpy terhadap wanita karier di Surabaya
menunjukkan bahwa banyaknya waktu dan tenaga yang dihabiskan
suami dan untuk bekerja juga membuat suami-istri tidak memiliki
waktu untuk membangun komunikasi dan relasi yang lebih intim.
Konflik yang dirasakan oleh suami maupun istri membuat keduanya
memiliki hambatan yang lebih besar untuk saling berkomunikasi dan
mengkoordinasikan urusan rumah tangga.29
d. Pengaturan jam kerja

28
Ramadhani, Implikasi Peran Ganda Perempuan dalam Kehidupan Keluarga dan Lingkungan Masyarakat,
Junal Sosietas, Vol. 6, No 2, (September 2016), hal. 24
29
Riskasari, Konflik Peran Ganda Wanita Berkarir, Jurnal Psikologi Islam Al-Qalb, Vol. 9, No. 2, (November
2007), hal. 13
15
Jam pekerjaan yang tidak fleksibel membuat individu menjadi
kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran dalam rumah tangga serta
tuntutan jam kerja yang tinggi akan menyebabkan tinggiya resiko
konflik yang muncul dalam keluarga.
e. Beban kerja
Jika karyawan dihadapkan pada tuntutan pekerjaan yang terlalu
banyak dan kemudian mereka tidak dapat mengatur keseimbangan
antara keluarga dan pekerjaan, maka mereka akan merasa tidak stabil
dalam emosi dan kemudian menurunkan performa kerja.
f. Harapan perilaku dalam peran
Peran ganda memungkinkan terjadinya konflik peran dimana
suatu perilaku yang diharapkan pada suatu posisi tidak cocok dengan
posisi yang lain. Sebagai contoh seorang wanita yang merupakan
manajer eksekutif dari suatu perusahaan mungkin diharapkan untuk
agresif dan objektif terhadap pekerjaan, tetapi keluarganya mempunyai
pengharapan lain terhadapnya. Dia berperilaku sesuai dengan yang
diharapkan ketika berada di kantor dan ketika berinteraksi di rumah
dengan keluarganya dia juga harus berperilaku sesuai dengan yang
diharapkan juga.
4. Dampak dan Solusi bagi Wanita Karir
a. Dampak Positif
1) Meringangkan beban keluarga
2) Memberikan pemahaman kepada anak mengenai kegiatan yang
dilakukannya
3) Mensejahterakan masyarakat dan bangsa
4) Lebih bijaksana dalam mendidik anak-anaknya
5) Mendapat hiburan
b. Dampak Negatif
1) Terhadap anak. Perempuan yang hanya mengutamakan
kariernya akan berpengaruh pada pembinaan dan pendidikan
anak-anak maka kalau tidak aneh banyak terjadi hal-hal yang

16
tidak diinginkan. Kurangnya komunikasi antara ibu dan anak-
anaknya akan menyebabkan keretakan sosial. Anak-anak
merasa tidak diperhatikan oleh orang tuannya, sopan santun
mereka pada orang tuanya akan memudar, bahkan sama sekali
tidak mau mendengar nasehat orang tuanya.
2) Terhadap suami. Istri yang bekerja diluar rumah setelah pulang
dari kerjanya pasti merasa capek dengan demikian
kemungkinan ia tidak bisa melayani suaminya dengan baik
sehingga suami merasa kurang hak haknya sebagai suami.
Untuk mengatasi masalahnya, sisuami mencari kepuasan diluar
rumah.
3) Terhadap rumah tangganya. Kadang-kadang rumah tangganya
berantakan karena di sebabkan oleh ibu rumah tangga sebagai
perempuan karier yang waktunya banyak tersita oleh pekerjaan
diluar rumah sehingga ia tidak bisa menjalankan fungsinya
sebagai istri dan ibu rumah tangga. Hal ini dapat menimbulkan
pertengkaran, bahkan perceraian kalau tidak ada pengertian dari
suami.30
Wanita boleh saja keluar dan berkarier di luar rumah. Apabila ada
keperluan bagi seorang wanita untuk bekerja keluar rumah maka harus
memenuhi beberapa ketentuan syar’i agar kariernya tidak menjadi perkerjaan
yang haram. Syarat-syarat itu adalah:
a. Memenuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya baik dalam hal
pakaian ataupun lainnya.
b. Mendapatkan izin dari suami atau walinya. Wajib hukumnya bagi
seorang istri untuk mentaati suaminya dalam hal kebaikan dan haram
baginya mendurhakai suami, termasuk keluar tanpa izin.
c. Pekerjaan tersebut tidak ada kholwat dan ikhtilat (campur baur) antara
laki-laki dan wanita yang bukan mahram.
d. Pekerjaan yang tidak menimbulkan fitnah.

30
Abu Muhammad Asraf, Curhat Pernikahan, (Bandung: Pustaka Rahmat, 2009), hal. 78
17
e. Tetap bisa mengerjakan kewajiban sebagai ibu dan istri bagi
keluarganya
f. Sesuai dengan tabiat dan kodratnya. Seperti dalam bidang pengajaran,
kebidanan, menjahit dan lain-lain.31
D. PEMBAGIAN NAFKAH
1. Pengertian Nafkah
Secara etimologi, kata nafkah berasal dari kata ‫ َن َنقَنة‬- ‫ َن ْن َن ُق‬- ‫ َن َن َن‬yaitu belanja
atau biaya.32Nafkah diambil dari suku kata ‫ا اق‬- - ‫ ا‬yang mempunyai arti
mengeluarkan, membelanjakan, atau membiayai.
Adapun secara terminologis, kata nafkah berarti mencukupi makanan,
pakaian, dan tempat tinggal bagi yang menjadi tanggungannya.33 Atau
pengeluaran biaya hidup oleh seseorang terhadap orang yang wajib
dinafkahinya. Maka dari itu, diwajibkan kepada suami untuk memberi nafkah
kepada istrinya.
Nafkah wajib semata karena adanya akad yang sah, dari penyerahan
diri istri kepada suami, dan memungkinkannya bersenang-senang.34 Nafkah
juga sudah menjadi tanggung jawab suami sebagai bentuk pemenuhan dasar
keluarga, adanya pemenuhan terhadap nafkah juga merupakan bagian dari
upaya mempertahankan keutuhan sebuah keluarga. Nafkah sudah menjadi hak
dari berbagai hak istri atas suaminya sejak mendirikan rumah tangga.35
Nafkah juga merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan atau
diperlukan oleh istri, maka dari itu nafkah juga dapat dibayar serta ditetapkan
secara berkala yakni tahunan, bukanan, mingguan atau harian menurut
kemampuan suami serta kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat. Boleh saja
jika seorang suami memberikan nafkah setiap hari dan memberikan atau

31
Muhammad Restu Sugihartono, The Inner Power Of Muslimah, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2008), hal. 24
32
Atabik Ali Dan Ahmad Zuhdi Mudhlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta : Multi Karya
Grafika, 1999), hal. 1934
33
Yayah Abdullah al- Khatib, Ahkam al-Marah al-Hamil AsySyariah al-Islamiayyah, Ahli Bahasa Mujahidin
Muhayan, Fikih Wanita Hamil, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hal. 164
34
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Munakahat Khitbah, Nikah, dan
Talak, diterjemahkan oleh Abdul Majid Khon, (Jakarta : Amzah, 2015), hal. 212
35
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta : Gema Insani, 2011), hal. 92
18
membelikan pakaian sekali setahun atau dua kali setahun atau seperlunya
saja.36
2. Dasar Hukum Nafkah
Di dalam Al-Quran terdapat penjelasan tentang nafkah, sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 233:
‫َة َةع َة ااْة َة ْةوا ْةُةو ِة اَةه ٗ ِة ْةقُة ُةه اَّل َة ِة ْةس َةوتُة ُةه اَّل ِة اْة َة ْةع ُة ْة ِة َة تُة َةك اَّل ُة نَة ْة ٌة اِةاَّل ُة ْة َةع َةه‬

“Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya”. (QS, Al-Baqarah (1) : 233)37
Adapun maksud dari para ibu adalah istri-istri, dan para ayah adalah
suami. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa suami mempunyai kewajiban
dalam memberikan nafkah kepada istri-istrinya baik itu berupa makanan dan
pakaian, yang dilakukan dengan cara yang baik (ma’ruf).
3. Macam-macam Nafkah
Ulama fiqih membagi nafkah atas dua macam:
a. Nafkah diri sendiri
Seseorang harus mendahulukan nafkah untuk dirinya dari nafkah
kepada orang lain, dengan sabda Rasulullah SAW:
‫اِة ْة َةد ِةلَة ْة ِةس َة ُة اَّل ِة َة ْة تَة ْةع ُةو ُة‬

“Mulailah dengan diri engkau, kemudian bagi orang yang berada


dibawah tanggung jawabmu”. (HR. Muslim, Ahmad bin Hambl, Abu
Dawud, dan an Nasa‟i dari Jabir bin Abdullah).38
b. Nafkah seseorang terhadap orang lain
Kewajiban nafkah terhadap orang lain, menurut kesepakatan
ahli fikih, terdapat dua hal yang menyebabkan terjadinya nafkah:
1) Hubungan perkawinan
2) Hubungan kekerabatan

36
Sai‟d bin Abdullah bin Thalib Al Hamdani, Risalah Nikah (Hukum Perkawinan Islam), diterjemah dari bahasa
arab oleh Agus Salim, (Jakarta : Pustaka Amani, 2002), hal. 154
37
Al-Qur’an, Al-Baqarah: 233
38
Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat ( buku II ), (Bandung: Pustala Amani, 2001), hal. 91
19
Hubungan perkawinan yakni suami diwajibkan memberi
nafkah kepada istrinya yang taat, baik itu berupa makanan, pakaian,
tempat tinggal, dan lain-lain menurut keadaan lingkungan dan menurut
kemampuan suami.
Adapaun sebab kekerabatan yaitu bapak atau ibu, jika bapak
tidak ada wajib memberi nafkah kepada anaknya, begitu juga kepada
cucu, tetapi dengan syarat anak kecil dan miskin.
Ada juga nafkah dibagi menjadi 2 yakni:
a. Nafkah materil. Nafkah pakaian dan tempat tinggal, biaya rumah
tangga, biaya perawatan serta pengobatan bagi istri dan anak-anaknya,
biaya pendidikan anak.39
b. Nafkah non materil. nafkah yang berupa berlaku sopan antara suami
maupun istri, memberikan perhatian baik suami maupun istri, berlaku
setia, saling mengingatkan dalam hal kebaikan.40
4. Ukuran Nafkah

‫ِة‬ ‫ِة‬ ‫ِة‬ ‫ِة‬


‫اَة ْة كلُة ْةو ُةه اَّل ا ْة َةا ْة ُة َة َةكلْة ُة ْة ّةا ْة ُّ ْة د ُة ْة‬
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu”. (Qs. Ath-Thalaq : 6)41
Sedangkan dalam surat lain yakni surat Ath-Thalaq ayat 7 Allah menjelaskan:
‫اا نَة ْة ِة‬
‫س ااَّل َةا ٰىا ٰىت َةه َة َة ْة َةع ُة ٰىّة‬
‫ااُة َة ْةع َةد‬ ‫ِة ٰى‬ ‫اِةُة ْةل ِة ْة ُة ْة َة َةع ٍة ِةّةا ْة َة َةع ِةه ٖ َة َةا ْة قُة ِةد َة َةع َة ْة ِةه ِة ْةقُةه ٗ فَة ْة ُة ْةل ِة ْة ِة اَّل ٰىا ٰىت هُة ٰىّة‬
‫ااُة َة يُة َةك ّة ُة ّةُة ًة‬
‫ُةع ْةس ٍة يُّ ْةس ًةا‬
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”
(Qs. Ath-Thalaq : 7)42

39
Yusuf Al-Qardawi, Panduan Fikih Perempuan, (Yogjakarta: Salma Pustaka, 2004), hal. 152
40
Slamet Abidin, Fikih Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 171
41
Al-Qur’an, Ath-Thalaq: 6
42
Al-Qur’an, Ath-Thalaq: 7
20
Berdasarkan ayat diatas dapat diketahui bahwa nafkah tersebut yakni
menurut kemampuan san kesanggupan dari suami. Jika suaminya itu seorang
yang berada, maka ia berkewajiban memberikan istrinya 2 mud. Juga lauk dan
daging yang jumlahnya dua kali lipat yang diberikan oleh suami yang hidup
miskin. Dia juga harus memberi minyak dan sisir. Berkenaan dengan ini,
Imam Syafi‟i mengatakan, bagi orang miskin yang berada dalam kesulitan
adalah 1 mud. Sementara bagi orang yang berada dalam kemudahan adalah 2
mud. Dan yang berada diantara keduanya adalah 1 ½ mud.
Dan menurut Abu Hanifah, “Bagi orang yang berada dalam
kemudahan, maka ia harus memberikan 7-8 dirham dalam satu bulannya, dan
bagi yang berada dalam kesulitan memberikan 4-5 dirham pada setiap
bulannya”.
Berdasarkan perbedaan tersebut, maka penetapan ukuran tertentu
terhadap pemberian nafkah merupakan suatu hal yang tidak benar. Selain itu,
tidak ada ketentuan syari‟at yang menetapkan ukuran tertentu terhadap nafkah
itu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menggunakan istilah secukupnya
dalam pemberian nafkah ini dan dilakukan dengan cara yang baik.
Jika suami enggan memberikan nafkah yang mencukupi maka istri
diperkenankan mengambil sebagian harta suaminya sehingga dapat
mencukupi kebutuhan sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, meskipun tanpa
sepengetahuannya. Jika suami benar-benar miskin dan tidak mungkin
menafkahi istrinya, atau suami adalah orang kaya, tapi tidak mau memberikan
nafkah dan istri tidak dapat mengambil sebagian harta suaminya (baik secara
pribadi mapun melalui pengadilan), lantas istri memilih bercerai dari suaminya
karena hal tersebut maka hakim berhak mengabulkan permohonan cerainya.
Dengan alasan, suami tidak dapat menunaikan kewajibannya dalam
rumah tangga. Ibnu Hajar menyebutkan. “Seorang suami boleh dipisahkan
dari istrinya jika tidak mampu memberikan nafkah, istri juga bisa memilih
untuk bercerai. Ini merupakan pendapat Jumhur Ulama.43

43
Muhammad bin Syakir Asy-Syarif, 40 Hadits Wanita, diterjemahkan oleh Sarwedi Hasibuan, Muhammad
Suhadi, Umar Mujtahid, (Jakarta Timur : Ummul Qura, 2014), hal. 322
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Problema Poligami
a. Poligami adalah pernikahan yang mana didalamnya suami menikahi
lebih dari satu orang isteri. Poligami sudah dipraktikkan oleh umat
manusia sebelum mereka masuk islam dan Rasulullah SAW
membatasi poligami hingga empat orang isteri saja. Islam tidak
memperbolehkan poligami dengan syarat didalamnya suami harus
dapat adil dalam memperlakukan istri baik dalam nafkah lahir dan
batin. Prosedur poligami juga sudah diatur sedemikian rupa dalam
Kompilasi Hukum Islam pada Bab IX Pasal 55-58.
b. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang suami ketika
hendak melakukan poligami, diantaranya: tidak boleh menikahi lebih
dari 4 orang isteri, wanita yang dinikahi dalam satu masa tidak boleh
bersaudara, dan harus dapat bersikap adil dalam rumah tangga. Dalam
poligami tentunya terdapat problema yang muncul, seperti istri mudah
curiga dan cemburu, mengalami kecemasan, bahkan dalam poligami
juga dapat mempermudah peralihan penyakit dari satu orang ke orang
lainnya. Namun, disatu sisi poligami juga membawakan hikmah yang
banyak jika dilakukan dengan prosedur yang dianjurkan oleh agama
Islam dan Hukum Indonesia
2. Problema Perselingkuhan
a. Perselingkuhan adalah hubungan rahasia yang terlarang dan dianggap
melanggar komitmen dalam suatu hubungan pernikahan. Islam
melarang keras perselingkuhan karena perselingkuhan termasuk dalam
kategori zina dan secara hukum Indonesia, bagi pasangan yang
melakukan perselingkuhan dapat dipenjara selama-lamanya 9 bulan.
b. Sebuah karakteristik dari poligami adalah hubungan yang didalamnya
dipenuhi dengan kerahasiaan yang mana jika hal tersebut terbongkar
mereka takut akan adanya ancaman. Perselingkuhan ini terdapat

22
beberapa macam, seperti selingkuh secara emosional, fantasi, objek,
fisik, dan digital. Perselingkuhan terjadi bisa karena adanya peluang
untuk melakukan hal tersebut, terdapat konflik dengan pasangan,
ataupun kemampuan seks yang terlalu tinggi.
c. Yang sangat disayangkan dalam perselingkuhan ini adalah anak,
karena anak akan merasakan dampak yang begitu besar seperti trauma,
kebencian pada orang tuanya, bahkan ketakutan-ketakutan yang
lainnya. Maka dari itu perlulah kesadaran, niat, dan tekad untuk
berubah serta tidak mau atau enggan melakukan perselingkuhan.
3. Problema Wanita Karir
a. Mempunyai peran ganda tentu suatu hal yang sulit bagi wanita yang
berkeluarga. Mereka harus membagi waktu antara pekerjaan dan
keluarga. Sehingga bagi wanita yang tidak dapat membagi hal tersebut
dengan baik akan memunculkan konflik dalam kehidupan. Seperti,
pola asuh anak, pekerjaan rumah yang terbengkalai, minimnya
interaksi dengan keluarga. Wanita boleh saja berkarir, dengan syarat
pekerjaan yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan yang berada
dalam syariat Islam
4. Pembagian Nafkah
a. Nafkah dibagi menjadi 2 yaitu: nafkah terhadap diri sendiri dan nafkah
terhadap orang lain. Nafkah diwajibkan bagi orang-orang yang berhak
menjadi pemimpin rumah tangga, yaitu para ayah dan suami.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan dan minimnya
penjelasan karena karena tidak mencari refrensi dari berbagai sumber. Sehingga
pemakalah akan berusaha mencari lebih banyak refrensi untuk makalah yang lebih
baik dan agar materi tersampaikan dengan baik kepada pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, bin Kholid. 2006. Keutamaan-keutamaan Poligami Terjemah M. Alwi Fuadi.
Yogyakarta: Sajadah Press
Abidin, Slamet. 1999. Fikih Munakahat I. Bandung: Pustaka Setia
Ahmad Mustafa, Al-Maraghi. 1969. Tafsir al-Maraghi Jilid IV. Mesir: Musthafa al-Bab al-
Halabi
Al Hamdani, Sai‟d bin Abdullah bin Thalib. 2002. Risalah Nikah (Hukum Perkawinan
Islam), diterjemah dari bahasa arab oleh Agus Salim. Jakarta : Pustaka Amani
Al- Khatib, Yayah Abdullah. 2005. Ahkam al-Marah al-Hamil AsySyariah al-Islamiayyah,
Ahli Bahasa Mujahidin Muhayan, Fikih Wanita Hamil. Jakarta: Qisthi Press
Al-Ghifari, Abu. 2012. Selingkuh Nikmat yang Terlaknat Bandung: Mujahid
Al-Hamd, Syekh Muhammad bin Ibrahim. 2004. Kesalahan-kesalahan Suami. Surabaya:
Pustaka Progressif
Al-Qardawi, Yusuf. 2004. Panduan Fikih Perempuan. Yogjakarta: Salma Pustaka
Amini, Ibrahim. 1988. Bimbingan Islam untuk Kehidupan Suami Istri. Bandung: Anggota
IKAPI
Asraf, Abu Muhammad. 2009. Curhat Pernikahan. Bandung: Pustaka Rahmat
Asy-Syarif, Muhammad bin Syakir. 2014. 40 Hadits Wanita, diterjemahkan oleh Sarwedi
Hasibuan, Muhammad Suhadi, Umar Mujtahid. Jakarta Timur : Ummul Qura
Azkia, Zuraidah. 2017. Poligami Perspektif Keadilan dalam Keluarga. Jurnal Usrah. Vol. 3.
No. 1. (Juni)
Az-Zuhaili, Wahbah. 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta : Gema Insani
Bastian, Anwar. 2012. Perselingkuhan sebagai Kenikmatan Menyesatkan. Jurnal Psikologi
Perkembangan. Vol. 8. No. 2. (Juni)
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Fatah, Ahmad Khoirul. 2013. Menyoal Kontekstualisasi Hukum Islam Tentang Poligami.
Jurnal Al-Ulum. Vol. 2. No. 13. (Februari)
Fathoni, M. Yazid. 2018. Kedudukan Pernikahan Poligami Secara Sirri ditinjau dari Hukum
Keluarga. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan. Vol. 1. No. 6. (Oktober)
Halida, Oktarisa. 2013. Karier, Uang, dan Keluarga: Dilema Wnita Pekerja (Studi
Fenomenologi Wanita Karier pada Instansi Kepolisian, Keamanan, dan Perbankan).

24
Skripsi. Jurusan Ekonomi Syari’ah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Diponegoro
Hawwas, Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed. 2015. Fiqih
Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak, diterjemahkan oleh Abdul Majid Khon.
Jakarta : Amzah
Hidayatullah, Haris. 2015. Adil dalam Poligami Perspektif Ibnu Hazm. Jurnal Studi Islam.
Vol. 2. No. 6. (Juli)
Mahkamah Agung RI. 2011. Himpunan Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan
dengan Kompilasi Hukum Islam Serta Pengertian dalam Pembahasannya. Jakarta:
Mahkamah Agung RI
Marzuki. 2017. Poligami dalam Hukum Islam. Jurnal Hukum Islam. Vol. 3. No. 2. (Maret)
Mudhlor, Atabik Ali Dan Ahmad Zuhdi. 1999. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia.
Yogyakarta : Multi Karya Grafika
Nasohah, Zaini. 2000. Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam. Kuala Lumpur:
Utusan Publications
Rahmayati, T. Elfira. 2020. Konflik Peran Ganda pada Wanita Karier. Jurnal Institusi
Politeknik Ganesha Medan. Vol. 3. No. 1. (Maret)
Ramadhani. 2016. Implikasi Peran Ganda Perempuan dalam Kehidupan Keluarga dan
Lingkungan Masyarakat. Junal Sosietas. Vol. 6. No 2, (September)
Riskasari. 2007. Konflik Peran Ganda Wanita Berkarir, Jurnal Psikologi Islam Al-Qalb. Vol.
9. No. 2. (November)
Rizkal. 2019. Poligami Tanpa Izin Isteri Dalam Perspektif Hukum: Bentuk Kekerasan Psikis
Terhadap Isteri, Jurnal Yustika: Media Hukum dan Keadilan. Vol. 2. No. 4. (Mei)
Saebani, Beni Ahmad. 2001. Fikih Munakahat ( buku II ). Bandung: Pustala Amani
Safira, Rima. 2014. Perselingkuhan Melalui Facebook dan SMS. Skripsi. Jurusan Hukum
Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Satiadarma, Monty P. 2010. Menyikapi Perselingkuhan. Jakarta: Pustaka Populer
Sugihartono, Muhammad Restu. 2008. The Inner Power Of Muslimah. Jakarta: PT Mizan
Publika
Sukardi, Dewa Ketut. 1989. Bimbingan Karir di Sekolah-sekolah. Jakarta: Ghalia Indonesia
Surya, Muhammad. 2010. Bina Keluarga. Bandung: Graha Ilmu

25
Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Jakarta: UI Press
Wakirin. 2017. Wanita Karir dalam Perspektif Islam, Jurnal Pendidikan Islam Al I’tibar,
Vol. 4. No. 1. (Agustus)

26

Anda mungkin juga menyukai