Anda di halaman 1dari 127

MANAJEMEN KONFLIK KELUARGA

MENURUT AL-QUR’AN

Oleh :
DR. H. TAUFIK ABDILLAH SYUKUR, MA
HJ. SITI RAFIQOH, STH.I, M.AG
i

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul:
“Manajemen Konflik Keluarga Menurut al-Qur’an”.
Setiap keluarga pasti terdapat konflik. Konflik tidak selalu negatif. Yang
membuat konflik berdampak negatif adalah cara menyikapi dan memahaminya.
Disinilah dibutuhkan manajemen konflik agar konflik menjadi kontrol dan bahan
evaluasi, dengan mencari cara untuk menekan ketegangan, meredam letupan maupun
ledakan dan menghindari sebab-sebab pemicunya. Selain itu, membuktikan
pentingnya pengelolaan konflik dalam keluarga dan sumber-sumbernya secara baik
sehingga apapun yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah
potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya.
Maka dari itu, dalam buku ini penulis akan berusaha untuk menguraikan
secara detail tentang konflik yang terjadi pada keluarga seperti nusyuz isteri atau
suami. Kemudian penulis akan mencari tentang manajemen konflik keluarga guna
mencari solusi, upaya mengatasi dan mencegah terjadinya konflik menurut al-Qur’an.
Untuk mendapatkan ketentraman dalam keluarga, maka al-Qur’an menetapkan aturan
main berupa hak dan kewajiban berkeluarga yang harus dijalankan. Dalam
kenyataannya, aturan tersebut bisa berjalan dengan baik dan juga berjalan tidak baik.
Aturan yang tidak berjalan dengan baik terkadang menimbulkan konflik. Dalam
menghadapi konflik maka dibutuhkan manajemen. Manajemen yang buruk
menyebabkan penanganan konflik yang tidak produktif. Dampaknya keluarga tidak
stabil dan menyebabkan ketidakbahagiaan dan bisa berakhir di perceraian. Sedangkan
jika semuanya berjalan dengan baik bisa saja terdapat konflik, namun disikapi dengan
manajemen yang baik pula dan melahirkan penanganan konflik yang produktif.
Sehingga rumah tangga tetap stabil dan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah
wa rahmah.
ii

Penelitian tentang manajemen koflik khususnya yang berkaitan dengan


keluarga masih harus terus digalakkan dalam dunia kajian ilmiyah dan keislaman
untuk melihat secara lebih luas dan dalam berbagai persoalan yang terkait.
Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam memungkinkan dapat
melaksanakan manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an apabila didukung
dengan pemahaman nilai-nilai ajaran agama Islam. Ajaran-ajaran tersebut harus selalu
disosialisasikan dalam masyarakat melalui kajian-kajian dan media keagamaan
dengan pendekatan sosial kemasyarakatan. Penelitian tentang manajemen konflik
keluarga harus terus dilakukan dan harus didukung oleh lembaga negara agar tercipta
kesadaran masyarakat dan untuk meminimalisir angka perceraian di Indonesia.
Penulis menyadari bahwa buku ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis berterima kasih kepada semua
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dalam
penyelesaian tesis ini.
Penulis ingin sekali mengucapkan bahwa hanya karya sederhana ini yang
dapat ananda persembahkan sebagai tanda bakti, cinta dan terima kasih kepada abeh
H. Abdurrahman Djanan dan umi Hj. Royani Rachman yang tercinta. Abeh dan umi
adalah motivator sekaligus pemberi “bea siswa” terbesar dalam hidup penulis.
Semoga abeh dan umi selalu sehat dan panjang umur dalam kebaikan. Abi KH. DR.
Manarul Hidayat, M.Pd dan umi Dra. Hj. Mahyanah HM. Semoga selalu diberikan
keberkahan dunia dan akhirat.
Semoga buku ini menjadi berkah dan dapat bermanfaat bagi semua pihak, amin
ya Rabbal alamin.
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................1
BAB II WAWASAN UMUM TENTANG KELUARGA......................................10
A. Pengertian Keluarga..........................................................................................10
B. Dasar dan Tujuan Berkeluarga......................................................................... 19
C. Persyaratan Berkeluarga...................................................................................23
D. Fungsi Keluarga................................................................................................25
BAB III KONFLIK KELUARGA..........................................................................44
A. Pengertian Konflik Keluarga............................................................................44
B. Sebab-sebab Konflik Keluarga.........................................................................48
C. Jenis-jenis Konflik Keluarga.............................................................................52
D. Akibat Konflik Keluarga .................................................................................55
E. Pengertian Manajemen Konflik........................................................................56
BAB IV MANAJEMEN KONFLIK KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN ........... 61
A. Perencanaan Keluarga yang Mantap..............................................................61
1. Memahami Tujuan Pernikahan.................................................................... 61
2. Memilih Istri atau Suami Sesuai Kriteria Agama......................................... 65
3. Persiapan Ruhiyah, Ilmiyah dan Jasadiyah ................................................ 72
4. Persiapan Material dan Sosial...................................................................... 72
B. Pelaksanaan Keluarga yang Tepat................................................................. 73
1. Melaksanakan Kewajiban Suami Istri ........................................................ 73
2. Melaksanakan Kewajiban Kepada Allah dan Sesama Manusia .................. 77
a. Keluarga didirikan atas Landasan Ibadah Kepada Allah Swt ........... 78
b. Membina Hubungan antara Anggota keluarga dan Lingkungan ....... 79
iv

c. Menjauhi Sifat Sombong................................................................... 80


C. Pengawasan Keluarga yang Ketat..................................................................83
1. Menjalankan Solusi al-Qur’an atas Penyebab Konflik keluarga ..................83
a. Perselingkuhan .................................................................................. 83
b. Keuangan .......................................................................................... 86
c. Kekerasan.......................................................................................... 88
d. Gangguan Seksual............................................................................. 92
2. Konsep Nusyuz.............................................................................................95
a. Nusyuz Istri.........................................................................................95
b. Nusyuz Suami...................................................................................105
3. Konsep Syiqaq ...........................................................................................107
Bab V PENUTUP ...................................................................................................115
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................117
RIWAYAT HIDUP PENULIS..............................................................................120
1

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap hari, stasiun-stasiun televisi tak pernah alpa menayangkan acara


infotainment. Salah satu peristiwa yang paling sering diangkat oleh infotaiment adalah
peristiwa perceraian artis, selain daripada peristiwa seperti pacaran, perselingkuhan,
dan gaya hidup para artis.
Beberapa peristiwa perceraian artis tak lagi mengejutkan khalayak karena
sebelumnya telah didahului oleh isu perselingkuhan. Namun beberapa kejadian
perceraian artis cukup mengejutkan publik. Tak ada isu apa-apa sebelumnya, tiba-tiba
saja muncul di dalam sidang pengadilan agama, sehingga ada anggapan bahwa usia
pernikahan lama ternyata tak jadi jaminan rumah tangga bisa berjalan dengan baik.
Perceraian artis menjadi sorotan karena mereka adalah public figure. Kalangan
awan pun lantas beranggapan bahwa semua artis suka kawin cerai. Padahal penceraian
tak hanya terjadi di kalangan artis. Bahkan boleh dikatakan bahwa tak ada kalangan
yang tak tersentuh perceraian. Dari kalangan politisi, pengusaha, akademisi, bahkan
kyai, hingga anggota masyarakat biasa. .
Belum lagi masalah kekerasan yang dilakukan di dalam keluarga, baik di
negara-negara maju maupun negara yang sedang berkembang, dan bersifat lintas
agama maupun budaya. Catatan tentang kasus ini di Amerika Serikat memberikan
data, setiap 18 menit seorang wanita mengalami pukulan. Kekerasan dalam rumah
tangga telah dianggap menjadi penyebab utama cedera pada kelompok perempuan
usia reproduktif di Amerika Serikat. Bahkan, antara 22% hingga 35% dari perempuan
yang masuk ke ruang gawat darurat rumah sakit di Amerika Serikat adalah korban
kekerasan keluarga.
Pada tahun 1993, Sidang Umum PBB mengakui secara eksplisit adanya
kekerasan terhadap perempuan yang semakin mengkhawatirkan, dan oleh karena itu
diangkatlah “Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”. Artikel kedua
2

dari Deklarasi tersebut mengidentifikasi tiga wilayah tempat kekerasan terhadap


perempuan kerap terjadi, salah satunya adalah dalam keluarga. 1
Kekerasan istri terhadap suami juga kerap dilakukan. Seorang istri yang amat
pencemburu dan pemarah, bisa jadi akan mengungkap kemarahan dalam bentuk
tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun mental. Secara fisik, misalnya, istri
melukai suami dengan pisau atau dengan air panas, bahkan istri memotong alat
kelamin suaminya bahkan samapai membunuhnya karena cemburu atau lain
sebagainya. Sedangkan kekerasan mental terjadi tatkala istri melontarkan kata-kata
kotor dan kasar kepada suami. Istri meneror suami dengan ancaman-ancaman dan
ungkapan yang menyakitkan hati. Termasuk tindakan penyelewengan seksual atau
perselingkuhan yang sengaja ditampakkan didepan suami.
Manusia memang makhluk sosial. Pengalaman hidup dalam berinteraksi sosial
mengambarkan betapa sulitnya berhubungan antara manusia. Tidak sedikit tenaga dan
energi yang harus dikeluarkan untuk mengurai persoalan kecil dan tidak sedikit waktu
yang dihabiskan hanya untuk menjelaskan maksud baik yang salah dipahami.
Sehingga hal ini sering menjadi pemicu lahirnya perselisihan dan konflik dalam
keluarga.
Terjadinya konflik keluarga sudah ada sejak keluarga pertama di muka bumi
ini, yaitu perselisihan antara qabil dan habil yang berujung pada pembunuhan,
peristiwa tersebut sampai diabadikan dalam al-Qur’an. Konflik yang lain juga terjadi
antara suami dan istri seperti Nabi Nuh dan Nabi Luth dengan istri-istrinya, konflik
keluarga Nabi Ibrahim, konflik keluarga Nabi Ya’qub bersama putranya Yusuf dan
konflik keluarga Nabi Muhammad Saw.
Islam memandang perceraian, walaupun halal tetapi dimurkai Allah swt.
Karena, perceraian dalam Islam hanya dibolehkan, setelah melalui berbagai upaya
sehingga tidak mungkin lagi suatu pasangan dapat disatukan. Ini penting untuk

1
Cahyadi Takariawan, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami (Tatanan dan Peranannya Dalam
kehidupan Masyarakat), Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2011,Cet. Ke-7, hal. 281.
3

disadari, karena menurut Islam hubungan suami-istri melalui pernikahan merupakan


perjanjian yang kuat dan kokoh.
Islam sendiri, telah mengatur dan memberikan bimbingan untuk mencapai
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Yakni rumah tangga yang dapat
memberikan ketentraman jiwa, kedamaian hati, dan kesejahteraan, sehingga
perceraian tidak sampai terjadi. Allah Swt berfirman:

‫وه َّن ِآَّ أَن‬ ِ ‫وه َّن لِتَ ْذ َهبُوا بِبَ ْع‬
ُ ُُ ُ‫ض َمآءَاتَ ْْ ت‬
ِ ِ
ُ ‫ين ءَ َامنُوا الَيَح ُّل لَ ُك ْم أَ ْن تَ ِرثُوا الن َسآءَ َك ْرًها َوالَ تَ ْع‬
ُ ُ‫ضل‬
ِ َّ
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫وه َّن فَ َع َسى أَن تَ ْكَرُهوا َشْْ ئًا َويَ ْج َع َل اللهُ فِ ِْه َخْْ ًرا‬ ِ
ُ ُُ ُ‫وه َّن بِالْ َُ ْع ُروف فَِإن َك ِرْهت‬
ِ ٍ ٍ ِ
ُ ‫ْن بَِفاح َشة ُّمبَ ِْنَة َو َعاش ُر‬
ِ
َ ‫يَأْت‬
‫َكثِ ًْرا‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan
mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”2
Al-Qur’an memberi solusi tentang penyelesaian konflik dalam keluarga,
diantaranya terdapat dalam surah an-Nisa, Allah swt berfirman:

‫الصالِ َحا ُ قَانِتَا‬


َّ َ‫ض َوبِ َُآأَن َف ُقوا ِم ْن أ َْم َوالِ ِه ْم ف‬
ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬
َ ‫َّل اللهُ بَ ْع‬ ِِ ِ ِ
َ ‫ال قَ َّو ُامو َن َعلَى الن َسآء ب َُا فَض‬
ُ ‫الر َج‬
ِ ‫ب بُِا ح ِف َظ الله واالَّتِي تَخافُو َن نُشوزه َّن فَعِظُوه َّن واهجروه َّن فِي الُْض‬ ِ ِ
ُ ُ‫اض ِرب‬
‫وه َّن‬ ْ ‫اج ِع َو‬ َ َ ُ ُُ ْ َ ُ َُ ُ َ َُ َ َ ِ َْْ‫َحافظَا ل ْلغ‬

2
QS. 4:19
4

َ ‫ َوِ ْن ِخ ْفتُ ْم ِش َق‬. ‫الله َكا َن َعلًِّْا َكبِ ًْرا‬


‫اق بَْْنِ ِه َُا فَابْ َعثُوا َح َك ًُا ِم ْن‬ َ ‫فَِإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَالَتَ ْب غُوا َعلَْْ ِه َّن َسبِْالً ِ َّن‬
‫الله َكا َن َعلِ ًُْا َخبِ ًْرا‬ ِ
َ ‫صالَ ًحا يَُوف ِق اللهُ بَْْ نَ ُه َُآِ َّن‬
ِ ِ ِِ
ْ ِ‫أ َْهله َو َح َك ًُا م ْن أ َْهل َهآِن يُِر َيدآ‬
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena
Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar, dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari
keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang
hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada
suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.3
Sabab nuzul ayat ini menurut riwayat Hasan al-Basri, ada seorang perempuan
mengadu kepada Rasulullah saw, bahwa suaminya telah memukulinya. Rasulullah
saw bersabda, “Ia (suami) akan dikenakan hukum qishash”. Kemudian Allah swt
menurunkan ayat Ar-Rijalilu qawwamuna ‘ala an-nisa ...” (Riwayat al-Hasan al-Basri
dari Muqatil).4
Diriwayatkan pula bahwa perempuan itu kembali ke rumahnya dan suaminya
tidak mendapat hukuman qishash sebagai balasan terhadap tindakannya, karena ayat

3
QS. 4:34-35
4
Ali bin Ahmad al-Wahidi, Asbab Nuzul al-Qur’an, Beirut: Daar al-Kutub al-Alamiyyah, 1991,
h. 155.
5

ini membolehkan memukul istri yang tidak taat kepada suaminya, dengan tujuan
mendidik dan mengingatkannya. 5
Dalam riwayat lain dijelaskan setelah datang wanita mengadu kepada Nabi saw,
kemudian Nabi saw berkata diberlakukan qishash kepada suami, Allah menurunkan
surat Thaahaa (20) ayat 114 :

‫ب ِزْدنِي ِعلْ ًُا‬


ِ ‫ك و ْحْهُ وقُل َّر‬ ِ َ ‫ك الْ َح ُّق والَتَ ْع َجل بِالْ ُقرء ِان ِمن قَ ْب ِل أَن ي ْق‬ ِ
َ ُ َ َ َْْ‫ضى ل‬ ُ َْ ْ َ ُ ‫فَتَ َعالَى اللهُ الْ َُل‬
Artinya : “Maka Maha tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah
kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.”6
Kemudian Nabi Muhammad Saw menahan untuk berbicara sebentar sampai
turun ayat 34 surat an-Nisa sebagaimana tersebut diatas.7
Istri dikatakan nusyuz jika tidak lagi taat kepada suami, tidak lagi menjalankan
segala kewajiban yang diperintahnya, tidak memenuhi kebutuhan biologisnya, keluar
rumah tanpa izinnya, dan lain sebagainya. Tentu saja jika kehendak suami tidak
bertentangan dengan Agama Islam, apabila bertentangan tentu penolakan bukanlah
nusyuz. Nusyuz pun dapat terjadi pada suami, yaitu jika suami tidak menjalankan
kewajibannya kepada keluarga, seperti tidak memberi nafkah dan lain sebagainya.
Sedangkan syiqaq adalah konflik, perselisihan, percekcokan, dan permusuhan yang
berkepanjangan dan meruncing antara suami dan istri.
Dalam masalah keluarga, Allah swt memerintahkan islah untuk mengatasi
kemelut dan sengketa dalam rumah tangga terutama dalam masalah syiqaq dan
nusyuz. Allah swt memerintahkan untuk mengutus pihak ketiga (hakam) dari pihak

5
Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Departemen Agama RI, 2009), cet. ke-
3, jilid 2, h. 162-163.
6
QS. 20 : 114
7
Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtuby, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar
al-Kutub al-Alamiyyah, 1993, jilid 3, h. 110.
6

suami dan istri untuk mendamaikan mereka. Dalam hal ini, ulama fikih sepakat
menyatakan bahwa kalau hakam (juru damai dari pihak suami dan istri) berbeda
pendapat, maka putusan mereka tidak dapat dijalankan dan kalau hakam sama-sama
memutuskan untuk mendamaikan suami dan istri kembali, maka putusannya harus
dijalankan tanpa minta kuasa (izin) mereka.
Menurut Imam Malik beserta pengikutnya dan Imam Ahmad bin Hanbal, hakam
boleh memisahkan suami dan istri tanpa meminta kuasa mereka, karena hakam
mempunyai wewenang untuk mendamaikan atau memisahkan suami dan istri
tersebut. Mereka berpendapat bahwa pemerintah juga berhak untuk menjadi hakam
dan putusannya harus dilaksanakan. Sementara Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan
sahabat-sahabat mereka menyatakan bahwa tindakan untuk memisahkan mereka
harus seizin suami, karena pemisahan atau penceraian tersebut sepenuhnya hak suami
atau orang yang diberi hak untuk mewakilinya. Disamping itu, Allah swt
mengembalikan islah ini atas usaha dan keinginan suami sebagaimana diisyaratkan
dalam surat al-Baqarah (2) ayat 228 :

‫اخلَ َق اللهُ فِي أَْر َح ِام ِه َّن ِن ُك َّن يُ ْؤِم َّن‬ ِ ٍ ِ


َ ‫ص َن بِأَنْ ُفس ِه َّن ثَالَثََة قُ ُروء َوالَيَح ُّل لَ ُه َّن أَن يَ ْكتُ ُْ َن َم‬
ْ َّ‫َوالْ ُُطَلَّ َقا ُ يَتَ َرب‬
ِ ِ ِ ِ
ِ ‫َخ ِر وب عولَت ه َّن أَح ُّق بِرِد ِه َّن فِي َذلِك ِ ْن أَرادوا ِصالَحا ولَه َّن ِمثْل الَّ ِذي علَْ ِه َّن بِالُْعر‬
‫وف‬ُْ َ َْ ُ ُ َ ً ْ َُ َ َ َ ُ ُ ُ ُ َ ‫بالله َوالَْْ ْوم اْأل‬
‫َولِ ِلر َج ِال َعلَْْ ِه َّن َد َر َجة َواللهُ َع ِزيز َح ِكْم‬
Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka (para suami) itu
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai saru
7

tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” 8
Apabila akhirnya terjadi perceraian, Allah swt tidak menutup kemungkinan bagi
suami istri untuk bersatu kembali (rujuk). Apabila perceraian yang terjadi termasuk
talak raj’i dan istri masih dalam keadaan iddah, maka suami boleh kembali kepada
istrinya asal dengan niat untuk memperbaiki hubungan mereka, sebagaimana
dijelaskan dalam surat al-Baqarah (2) ayat 228 di atas. Adanya keinginan suami untuk
menggauli istrinya kembali, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik,
menunjukkan hasrat suami untuk mengadakan islah dengan istrinya. 9
Dalam upaya menjamin kelestarian pernikahan ini, Allah swt telah menetapkan
berbagai peraturan, seperti menetapkan tiga tahapan talak. Ini dengan harapan pada
talak pertama suami-istri dapat saling menyadari kesalahan masing-masing dan
berusaha melakukan pendekatan.
Sayangnya, sekalipun berbagai tuntunan agama telah digariskan, tapi kasus
perceraian semakin meningkat dan tidak melulu terkait masalah ekonomi keluarga,
bahkan banyak perceraian yang terjadi pada orang-orang yang justru sudah mapan.
Sayangnya lagi, dalam kasus perceraian ini, suami-istri saling menjelekkan dan
membeberkan rahasia melalui media massa dan elektronik. Padahal Islam tidak
membenarkan rahasia-rahasia pribadi seseorang dibeberkan, selama rahasia itu tidak
membahayakan dan merugikan umat. Allah swt berfirman :

ِ ‫اح َشةُ فِي الَّ ِذين ءامنُوا لَهم ع َذاب أَلِْم فِي الدُّنْْا واْأل‬
‫َخَرةِ َواللهُ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم‬ ِ ‫ِن الَّ ِذين ي ِحبُّو َن أَن تَ ِشْع الْ َف‬
َ َ َ ُْ ََ َ َ ُ َ َّ
‫الَتَ ْعلَ ُُو َن‬

8
QS. 2:228
9
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1997, jilid
3, h. 740 – 741.
8

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang


amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan di akhirat.Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.”10
Rasulullah Saw juga bersabda :

‫َم ْن َستَ َر ُم ْسلِ ًُا َستَ َرهُ اللَّهُ يَ ْوَم الْ ِقَْ َام ِة‬
Artinya: “Barangsiapa yang dapat menutupi rahasia saudaranya, maka Allah
swt akan menutupi rahasianya pada hari kiamat.” 11
Pada setiap keluarga pasti terdapat konflik. Konflik tidak selalu negatif. Yang
membuat konflik berdampak negatif adalah cara menyikapi dan memahaminya.
Disinilah dibutuhkan manajemen konflik agar konflik menjadi kontrol dan bahan
evaluasi, dengan mencari cara untuk menekan ketegangan, meredam letupan maupun
ledakan dan menghindari sebab-sebab pemicunya. Selain itu, membuktikan
pentingnya pengelolaan konflik dalam keluarga dan sumber-sumbernya secara baik
sehingga apapun yang ada, situasi, gejala dan reaksi yang timbul akan menjadi sebuah
potensi kebaikan dan kebahagiaan dan bukan sebaliknya.
Maka dari itu, dalam buku ini penulis akan berusaha untuk menguraikan secara
detail tentang konflik yang terjadi pada keluarga seperti nusyuz isteri atau suami dan
lain sebagainya. Kemudian penulis akan mencari tentang manajemen konflik keluarga
guna mencari solusi, upaya mengatasi dan mencegah terjadinya konflik menurut al-
Qur’an.
Permasalahan pokok yang akan dibahas dalam tesis ini adalah mengenai
manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an. Untuk menjabarkan permasalahan

10
QS. 24:19
11
HR. Muslim, no. Hadits : 2262
9

tersebut, penulis akan memandu dengan beberapa pertanyaan–pertanyaan utama


sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan konflik keluarga?
2. Bagaimana manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an?
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
baik dan mendetail tentang manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an.
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui konflik keluarga.
2. Untuk mengetahui manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an.
Dari permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka dapat ditarik sejumlah
manfaat dan kegunaan dari penelitian tesis ini, antara lain :
1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan pengetahuan
ilmiah di bidang tafsir al-Qur’an dan diharapkan dapat menjadi solusi bagi
permasalahan-permasalahan saat ini.
2. Secara keilmuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
sumbangan pemikiran dalam hal kajian tentang manajemen konflik keluarga.
3. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan pijakan data empiris untuk
ditindaklanjuti dalam penetapan kebijakan Kementrian Agama, BP 4, dan pihak
yang berwenang dengan kajian manajemen konflik keluarga.
10

BAB II
WAWASAN UMUM TENTANG KELUARGA

A. Pengertian Keluarga
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, keluarga diartikan sebagai ibu dan
bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; sanak
saudar; kaum kerabat; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. 12
Kata keluarga jika dilihat dari segi etimologi, maka kata keluarga berasal dari
dua kata, yakni kawula dan warga. Kawula berarti hamba dan warga berarti anggota.
Kedua kata ini mempunyai kesatuan makna dan arti. Jadi pengertian keluarga adalah
suatu kesatuan (unit) dimana anggota-anggotanya mengabdikan diri kepada
kepentingan dan tujuan unit tersebut.13
Di dalam al-Qur’an sendiri, terminologi-terminologi yang digunakan untuk
mendeskripsikan keluarga dengan berbagai macam spesifikasinya amatlah beragam. 14
Tidak kurang dari 8 kosa kata mengilustrasikan ari kata keluarga. Kata-kata tersebut
adalah ahl, ‘aal, rahth, rukn, ‘asyirah, dzurriyah, dzu al-qurba dan dzu al-arham.
Sangat menarik, kata-kata tersebut selain mengindikasikan kekayaan bahasa yang luar
biasa dalam kebudayaan Arab, juga mengandung tanya mengapa Allah membutuhkan
istilah sedemikian banyak dan berbeda-beda untuk merujuk pada sebuah himpunan
individu-individu yang biasa disebut sebagai keluarga.15
Identifikasi terminologis seperti ini sebetulnya menjadi penting, mengingat
selama ini pembahasan menyangkut persoalan keluarga senantiasa diambil dari
bahasan-bahasan tematik dalam al-Qur’an. Adapun bahasan yang merujuk pada

12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2001, Ed. 3, Cet. Ke-1, hal. 536.
13
Sofyan Sauri, Membangun Komunikasi dalam Keluarga (Kajian Nilai Religi, Sosial, dan
Edukatif), Bandung: PT Genesindo, 2006, cet. 1, h. 77.
14
Sukmadjaja Asyarie & Rosy Yusuf, Indeks Al-Qur’an, (Bandung: Pusaka, 1984), h. 101
15
Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, Jakarta: Dian
Rakyat, 2012, cet. 1, h. 284 – 285.
11

terminologi keluarga itu sendiri hampir belum pernah dilakukan. Padahal penting
sekali untuk mengetahui secara definitif: siapa sajakah sebetulnya subjek-subjek yang
sedang menjadi pokok pembicaraan di wilayah ini, sehingga batasan masalahnya
menjadi jelas dan implikasi secara hukumnya pun dapat dilihat secara korelasional.
Diantara kosa kata yang ada, kata ahl16 dan ‘asyirah17 sajalah mempunyai
implikasi hukum sangat jelas. Terminologi ‘asyirah yang merujuk pada arti keluarga,
terdapat dalam dua ayat yang mengilustrasikan ancaman dan peringatan yang sangat
tegas pada siapa pun yang mendahulukan keluarganya dari Allah dari Allah dan
Rasulullah, apalagi keluarga tersebut dalam posisi menetang Allah. Sebuah posisi
hukum yang tegas dalam al-Qur’an bahwa Allah dan Rasulullah harus ditempatkan di
tempat yang paling tinggi dan utama disetiap urusan umat Islam. Dengan
menyambungkan semua urusan manusia di dunia, termasuk urusan keluarga, semata
hanya karena Allah SWT.
Untuk terminologi ahl sendiri, dari sekitar 29 ayat dalam al-Qur’an, 22 ayat
diantaranya mengidentifikasi perjalanan para nabi dan rasul beserta keluarga mereka.
Sedangkan 7 ayat lainnya membahas persoalan hukum dan implikasinya terhadap
keluarga secara umum. Dalam terminologi Arab, ahl mempunyai arti al-‘Asyiirah wa
dzuu al-qurbaa yaitu anak-anak dari bapaknya dan orang terdekat. Terminologi dzuu
al-Qurbaa (orang terdekat) sendiri terdapat dalam tiga ayat, dan ketiganya
teridentifikasi pada posisi istri.

‫السبِ ِْل َوالَتُبَ ِذ ْر تَ ْب ِذ ًيرا‬ ِ ِ ِ


َ ‫َوءَا َذا الْ ُق ْربَي َحقَّهُ َوالُْ ْسك‬
َّ ‫ْن َوابْ َن‬

16
Telusuri arti bahasa ahl ini berikut identifikasi-identifikasi yang biasa meliputi kata ahl dalam
kamus bahasa Arab, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Beirut: Daar al-Masyriq), h. 20.
17
‘Asyirah mempunyai arti al-Qabiilah, yaitu anak-anak dari satu bapak atau anak-anak
bapaknya ke bawah, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, hal. 507
12

Artinya : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,


kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 18

ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫َشدَّهُ َوأ َْوفُوا الْ َكْْ َل َوالُْ َْزا َن بِالْق ْسِ الَنُ َكل‬
ُ ْ ‫َوالَتَ ْقَربُوا َم َال الَْْتْ ِم ِالَّ بِالَّتي ه َي أ‬
ُ ‫َح َس ُن َحتَّى يَْب لُ َغ أ‬

َّ ‫الله أ َْوفُوا َذالِ ُك ْم َو‬


‫صا ُك ْم بِِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّك ُرو َن‬ ِ ‫اع ِدلُوا ولَوَكا َن َذاقُربى وبِعه ِد‬
ْ َ َ َْ ِ ِ
ْ َ ْ َ‫نَ ْف ًسا الَّ ُو ْس َع َها َو َذا قُلْتُ ْم ف‬
Artinya : Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfa'at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan
sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku
adil kendatipun dia adalah kerabat(mu, dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.19

‫َجًرا ِالَّ الْ َُ َوَّد َة فِي‬ ِ


ْ ‫َسأَلُ ُك ْم َعلَْْه أ‬
ِ ِ َّ ‫َذلِك الَّ ِذي ي ب ِشر الله عِباده الَّ ِذين ءامنُوا وع ُِلُوا‬
ْ ‫الصال َحا قُل آ أ‬ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ُ َُ َ
ِ
َ ‫ف َح َسنَ ًة نَِّزْد لَهُ ف َْها ُح ْسنًا ِ َّن‬
‫الله َغ ُفور َش ُكور‬ ْ ‫الْ ُق ْربَى َوَمن يَ ْقتَ ِر‬
Artinya : Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-
hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh.Katakanlah:"Aku tidak
meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam
kekeluargaan".Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan
baginya kebaikan pada kebaikannya itu.Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Mensyukuri.20

18
QS. Al-Israa [17]:26
19
QS. Al-An’aam [6]:152
20
QS. As-Syuuraa [42]:23
13

Sebagai sebuah refleksi dari terminologi ahl secara hukum, ayat-ayat ini pun
menjelaskan kasus hukum secara transparan. Pertama, perintah untuk memberikan
hak orang terdekat, hak orang miskin dan lainnya, sebagaimana firman Allah (QS. al-
Israa [7]:26). Kedua, perintah untuk berkata dan berlaku adil pada orang terdekat (QS.
al-An’am [6]: 152). Ketiga adalah perintah untuk menyambungkan cinta kasih dalam
hubungan suami-istri (QS. al-Syuuraa [42]:23). Meskipun tidak ada perintah yang
jelas di ayat ini, tetapi Allah menggunakan bahasa yang begitu halus, "... Aku tidak
meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam
kekeluargaan (hubungan suami-istri)".21
Sebagai sebuah kesinambungan, secara spesifik keluarga (ahl) dari seorang
laki-laki dewasa adalah istrinya. Dengan demikian, elemen yang paling mendasar dari
ahl dalam struktur bahasa Arab adalah seorang laki-laki, istrinya dan anak-anak
mereka. Ada sebuah pararelisme pengertian sesungguhnya, dari definisi keluarga
dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, dimana keluarga (family dalam bahasa
Inggris) pun diartikan seorang laki-laki, istrinya dan anak-anak mereka.22 Meski pada
kenyataannya, keluarga juga dihubungkan dengan kelompok yang lebih besar yang
saling terkait antara satu sama lain di dalam kelompok tersebut seperti sepupu, cucu
dan seterusnya.
Berbeda dari struktur dalam Bahasa Indonesia, arti keluarga dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia lebih melihat bentuk karakteristik penghuni rumah. Keluarga
diartikan sebagai ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang
menjadi tanggungan; sanak saudar; kaum kerabat; satuan kekerabatan yang sangat
mendasar dalam masyarakat.23
Kesimpangsiuran makna seperti ini, sebetulnya bisa menjadi ujung pangkal dari
timbulnya persoalan-persoalan dalam keluarga di Indonesia. Struktur kekerabatan yag

21
Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, hal. 285 - 286
22
Adiwiyoto, English Dictionary for Speakers of Bahasa Indonesia, Jakarta: Kesaint Blanc,
1993, hal. 203.
23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 536
14

tumpang tindih dapat menjadikan posisi elemen-elemen inti di dalam keluarga


menjadi tidak berfungsi. Contoh kasus, seorang mertua di Indonesia bisa menjadi
penentu kebijakan dalam rumah tangga seseorang, atau posisi seorang kakak
perempuan tertua bisa jadi lebih dominan dari posisi seorang istri dalam satu keluarga.
Lantas siapa sebetulnya subjek inti yang dibicarakan al-Qur’an mengenai
keluarga ini? Bagaimana mengidentifikasi 22 ayat yang mengilustrasikan perjalanan
para nabi dan rasul beserta ahl mereka? Terdapat 16 ayat yang mengerucutkan posisi
tersebut pada seorang istri. Di antara ilustrasi ayat-ayat tersebut bercerita mengenai
perjalanan nabi luth dan keluarganya, yang Allah selamatkan dari apa-apa yang telah
mereka kerjakan, kecuali istrinya yang inkar. Posisi istri Nabi Luth jelas masuk dalam
kategori ahl, hanya karena ia ingkar saja akhirnya tidak termasuk pada keluarga yang
terselamatkan. Dalam cerita berbeda kaum Nabi Shaalih pun pernah merencanakan
makar bersama ahl-nya, di mana yang dimaksudkan di sini adalah istri atau anaknya. 24
Tiga ayat yang mengidentifikasi Nabi Musa juga mengarah pada posisi istrinya.
Satu ayat menggambarkan bagaimana Nabi Musa membuat kontrak perkawinan
selama beberapa tahun dengan ahl Madyan25 atau dengan istrinya yang orang
Madyan. Sedangkan dua ayat lainnya menceritakan bagaimana Nabi Musa melihat
api dan meminta istrinya untuk menunggunya sementara ia mendekati api tersebut.
Ilustrasi terminologi ahl yang lain juga datang dari cerita saudara-saudara Nabi Yusuf
dan istri mereka ketika dilanda masa paceklik. Mereka datang ke negara Mesir tanpa
mengetahui sebelumnya bahwa yusuf sesungguhnya ada di negara tersebut.
Kemudian Nabi Ibrahim juga dipastikan datang pada istrinya untuk mempersiapkan
jamuan daging panggang ketika kedatangan 2 orang tamu yang sebetulnya mereka
adalah 2 orang malaikat yang menjelma menjadi manusia. Di lain cerita sangat jelas

24
Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, hal. 287
25
Muqim Nabi Musa selama kurang lebih enambelas tahun atau lebih adalah sebagai maskawin
yang harus ia bayar untuk pernikahannya dengan dua puteri Nabi Syu’aib, masing-masing delapan
tahun menggembala kambing. Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, (Jakarta: Paramadina,
1995), 58-59.
15

digambarkan, bahwa Allah mengembalikan istri Nabi Ayyub, ketika al-Qur’an


menyitir “mengembalikan ahl-nya”. Bahkan secara jelas teks ahl yang dimaksud Nabi
Ismail adalah istrinya, ketika ia memerintahkan shalat dan zakat kepadanya.
Berbeda dari 5 ayat selanjutnya, identifikasi ahl yang ada di dalam al-Qur’an
tidak dimaksudkan pada posisi seorang istri. Sebut saja pada perjalanan Nabi Nuh,
dimana sebelum ia dan keluarganya diselamatkan dari banjir besar. Nabi Nuh
diceritakan melakukan adu argumentasi atau mujadalah dengan Allah, yang membela
keberadaan anaknya “Inna ibni min ahli ...” (sesungguhnya anakku adalah
keluargaku). Akan tetapi secara tegas Allah membantah argumentasi tersebut,
“innahu laysa min ahlika” (sesungguhnya di bukanlah bagian dari keluargamu).
Artinya, ada sebuah penegasan hukum di sini, dimana status seoranag anak tidak
dikategorikan sebagai ahl dari bapaknya lagi, ketika ia sudah menentukan jalan
hidupnya sendiri. Dengan kata lain ketika seorang anak sudah mencapai usia dewasa
atau baligh.26
Agak senada namun tidak sama persis ialah ayat yang mengilustrasikan
perjalanan Siti Maryam, ketika ia diperjalankan menjauhkan diri dari ahl-nya.
Konteks ahl disini tidak kembali pada sosok anak melainkan pada orang tua Siti
Maryam. Ada sebuah perbedaan konsekuensi hukum yang tegas di sini, khususnya
pada anak laki-laki dari anak perempuan. Terjadinya perbedaaan implikas hukum
antara anak laki-laki yang diperjalankan pada anak Nabi Nuh dengan anak perempuan
yang diperjalankan pada siti Maryam, yaitu menyangkut identifikasi masuknya
seorang anak dalam bagian ahl, semata terkait dengan persoalan penanggung jawab
si anak hingga ia bisa memikul tanggungjawabnya sendiri sebagai hamba hukum di
hadapan Allah.27

26
Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, hal. 288
27
Dalam hukum Islam disebut mutakallifuun, Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi
Hukumnya dalam al-Qur’an, hal. 288
16

Meski demikian ada dua ayat lain yang belum jelas ke mana arah hukum dan
siapakah posisi yang dimaksud dengan ahl, yaitu ketika Nabi Musa menginginkan
pendamping dari pihak ahl, dan ketika berdiri saksi dari pihak ahl wanita dalam kasus
tuduhan pelecehan yang dilakukan Nabi Yusuf. Pada kasus pertama, melalui
identifikasi beberapa ayat yang terhubung dengan persoalan ini (QS Thaahaa [20]
:94), orang yang dituju tentu saja adalah Nabi Harun. Persoalannya kemudian,
mengapa Nabi Harun teridentifikasi ahl Musa? Dia tidak berdiri sendiri sebagai ayah
Musa, tidak pula sebagai anak Nabi Musa, tetapi dengan jelas ayat di atas
menyebutkan bahwa Harun adalah saudara se-ibu dengan Nabi Musa. Hanya saja
disini, ia berdiri bukan sebagai saudara sekandung melainkan dalam posisi sebagai
keluarga seiman yang Nabi Musa kukuhkan melalui ‘aqd yang jelas. Adapun yang
dimaksud dengan berdiri saksi dari pihak ahl wanita dalam kasus tuduhan pelecehan
yang dilakukan Yusuf, maksud ahl di dalam ayat tersebut, bila tidak kembali pada
anak Zulaykha maka ia akan kembali pada suaminya.
Di samping ahl, ada terminologi lain yang digunakan untuk merepresentasikan
struktur dalam keluarga yaitu terminologi aal. Tentu saja digunakan dalam struktur
yang berbeda dari ahl. Dalam bahasa Arab aal diartikan ahl, tetapi terminologi ini
dikhususkan untuk memaknai kehormatan dan kemuliaan ‘orang-orang yang berada
di sekitar seseorang yang dimaksud’. Sebutlah seperti isi dari shalawat kepada
Rasulullah Saw, “... wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in”, terminologi aal yang
digunakan di sini juga sekaligus untuk memuliakan keluarga atau orang-orang yang
berada disekitar Rasulullah Saw. Tidak ada persoalan hukum berikut implikasinya
pada ayat ayat yang menggunakan terminilogi ini. Akan tetapi terdapat kurang lebih
5 keluarga yang dihubungkan dengan kata aal. Di antara keluarga nabi dan rasul yang
terminologi aal ini, yakni keluarga Nabi Luth, keluarga Nabi Ibrahim, keluarga Nabi
Musa, keluarga ‘Imran dan keluarga Nabi Ya’qub. Kecuali dengan rangkaian
kekerabatan Nabi Luth, keempat keluarga lainnya selain memiliki rangkaian kenabian
yang khas, juga memiliki jaringan kekerabatan yang signifikan yang dimulai dari
17

perjalanan Nabi Ibrahim. Dari penelusuran sejarah pun dapat dipastikan bahwa kelima
keluarga di atas mempunyai peran dan posisi istimewa di kancah sejarah kehidupan
umat manusia.28
Terminologi lain yang diidentifikasi mengacu pada arti keluarga dalam al-
Qur’an adalah rahth, rukn dan dzurriyyah. Terminologi rahth dalam al-Qur’an
dihubungkan dengan perjalanan ataua sirah Nabi Syu’aib, yang memiliki arti “qawn
al-rajul wa qabilatuhu” (sekumpulan laki-laki dewasa dengan anak-anak mereka).
Melihat strukturnya, terminologi rahth ini tidaka tepat dikategorikan dalam bahasan
keluarga. Struktur keluarga di sini terjadi dalam kapasitas hubungan bapak dan anak
yang masuk dalam perkumpulan atau klan yang sama an sich. Padahal terminologinya
mengacu pada sekumpulan laki-laki dewasa, karenanya penulis lebih cenderung
menyamakan dengan istilah klan, seperti klan Madyan. Tidak begitu jauh berbeda dari
rahth, terminologi rukn yang kurang tepat dikategorikan dalam bahasa keluarga. Awal
identifikasi terminologi ini tergambar melalui perjalanan Nabi Luth, yang dalam
sejarahnya dihadapkan pada struktur masyarakat yang kuat, yang kebetulan
mempunyai perilaku menyimpang yaitu prilaku hubungan antar jenis. Rukn sendiri
berarti ‘al-izz wa al-mana’ah’ (‘kekuasaan yang mengikat’), seperti sebuah hegemoni
masyarakat seperti inilah yang membuat Tuhan tidak bisa menunda adzabnya pada
kaum Luth.29
Bahasan yang signifikan lainnya adalah menyangkut terminologi dzurriyyah.
Dalam al-Qur’an tidak lebih dari 5 ayat menyebutkan kata dzurriyyah, yang
kesemuanya mengangkat tentang sebuah harapa besar pada keluarga dalam kategori
dzurriyyah ini. siapa sajakah mereka?. Dalam bahasa arab, dzurriyyah berarti “al-
rajul mutsallatsah al-dzal”; ini dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah
keturunan. Tidak ada pembahasan hukum berikut implikasinya menyangkut
terminologi ini. kecuali ayat yang menyatakan bahwa para nabi pun Allah berikan istri

28
Euis Laelasari, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, hal. 289
29
Ibid., hal. 290
18

dan keturunan. Implikasi hukumnya adalah terbentuknya legimitasi lembaga


perkawinan bagi manusia yang dengannya dapat menyatuka hubungana suami dan
istri—dimana tuhan pun memanusiakan kemanusiaan seorang nabi dengan
memberikan mereka istri dan keturunan melalui perintah melaksanaka pernikahan.
Ayat selanjutnya lebih merupakan sebuah anjuran untuk tidak meninggalkan
keturunan dalam keadaan lemah, juga jaminan bagi orang yang beriman yang tak
terpisahkan dengan keturunannya yang beriman di kari akhiat nanti. Adapun ayat-ayat
yang terakhir adalah salah satu doa yang diangkat Nabi Musa, yang merupakan sebuah
ungkapan harapan agar timbulnya kebaikan-kebaikan bagi keturunannya. Berikut di
ayat selanjutnya, adalah doa yang diangkat Nabi Ibrahim dan Nabi Ibrahim dan nabi
Ismail agar keturunan mereka menjadi orang-orang yang tunduk pada-Nya. Juga
mengenai seseorang, Nabi Idris, yang termasuk pada deretan nabi, sebagai salah
seorang keturunan Nabi Adam yang telah diberi nikmat oleh Allah.
Dari identifikasi terminologis di atas, sangat jelas bahwa al-Qur’an memiliki
bahasa yang jelas dalam menggambarkan sebuah institusi keluarga. Bahasa al-Qur’an
membedakan konsep keluarga yang terbentuk karena perbuatan hukum, karena
kedekatan secara ststus sosial dan juga karena ikatan darah. Dari 8 terminologi di atas,
2 diantaranya ahl dan ‘asyiroh mempunyai pesan hukum yang jelas. Sedangkan untuk
terminologi dzu al-qurba sudah jelas diposisikan pada istri yang merupakan refleksi
dari terminologi ahl secara hukum. Satu item yaitu dzurriyyah mengandung pesan-
pesan moral yang signifikan karena terbentuknya keluarga berdasarkan ikatan darah.
Kemudian terminologi al, rahth dan rukn, terbentuk secara sosial karena kedekatan
dan status, tetapi tidak mempunyai keterkaitan hukum yang mendasar dengan bahasan
konsep keluarga.30
Berangkat dari bahasaan di atas, terbentuk dua formulasi yang mendasar
menyangkut persoalan keluarga dalam al-Qur’an. Pertama, terbentuknya keluarga
karena perbuatan hukum yang dalam hal ini dilakukan dalam bentuk ‘aqd. Kategori

30
Ibid., hal. 291
19

keluarga dengan landasan seperti ini disebut ahl. Kedua, terbentuknya keluarga
karena hubungan darah, yang disebut dzurriyyah dan ‘asyirah.
Keluarga yang dimaksud dalam tesis ini ialah ahl, yaitu terbentuknya keluarga
karena perbuatan hukum yaitu ‘aqd. ‘Aqd yang menjadi landasan terbentuknya ahl
disini adalah perkawinan. Jadi fokus pembahasan pada tesis ini hanya kepada konflik
suami istri.

B. Dasar dan Tujuan Berkeluarga


Dasar berkeluarga adalah melaksanakan Sunnatullah sebagaimana firman Allah
Swt :

ِ ِ ْ َ‫الصالِ ِحْن ِمن ِعب ِاد ُكم وِمآئِ ُكم ِن ي ُكونُوا فُ َقرآء ي ْغنِ ِهم الله ِمن ف‬ ِ ِ
ُ‫ضله َوالله‬ ُ ُ ََُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ‫َوأَنك ُحوا اْألَيَ َامى من ُك ْم َو‬
‫َو ِاسع َعلِْم‬
Artinya : Kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara, dan orang-orang
yang patut (kawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.31
Dasar berkeluarga juga diperjelas di dalam Hadits Rasulullah Saw :

‫س ِمنِي‬ ِ ِ ِ ِ ‫النِ َك‬


َ َْْ‫اح م ْن ُسنَّتي فَ َُ ْن لَ ْم يَ ْع َُ ْل ب ُسنَّتي فَل‬
ُ
Artinya : Perkawinan termasuk sunnahku. Barangsiapa yang tidak
mengamalkan sunnahku maka bukan golonganku. 32
Adapun tujuan pokok perkawinan sebagaimana firman Allah Swt :

31
QS. 24:32
32
HR. Ibnu Majah, no. Hadits : 1836
20

ِ ِ ِ ‫َنف ِس ُكم أ َْزو‬ ِ ِِ ِ


َ ‫اجا لتَ ْس ُكنُوا ِلَْْ َها َو َج َع َل بَْْ نَ ُكم َّم َوَّد ًة َوَر ْح َُ ًة ِ َّن في َذل‬
‫ك‬ ً َ ْ ُ ‫َوم ْن ءَايَاته أَ ْن َخلَ َق لَ ُكم م ْن أ‬
‫ألَيَا ٍ لَِق ْوٍم يَتَ َف َّك ُرو َن‬
Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.33
Dari ayat diatas, Allah Swt menyuruh kepada hambanya agar benar-benar
berfikir untuk menjadikan keluarga yang sesuai dengan ajaran-Nya agar tercipta
keluarga yang selalu di ridhoi dan dilindungi oleh Allah Swt.

‫ث ِمْن ُه َُا ِر َجاالً َكثِ ًْرا‬ ٍ ‫َّاس اتَّ ُقوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَ َق ُكم ِم ْن نَ ْف‬
َّ َ‫س َو ِاح َد ٍة َو َخلَ َق ِمْن َها َزْو َج َها َوب‬ ُ ‫يَاأَيُّ َها الن‬
‫الله َكا َن َعلَْْ ُك ْم َرقِْبًا‬ ِ ِ
َ ‫الله الَّذي تَ َسآءَلُو َن بِه َواْأل َْر َح َام ِ َّن‬
ِ
َ ‫َون َسآءً َواتَّ ُقوا‬
Artinya : Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah
menciptakan kamu dari yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.34
Ayat diatas dapat dipahami bahwa tuntunan pengembangbiakan keturunan dan
tuntunan kebutuhan biologis telah dapat terpenuhi sekaligus, namun hendaknya di
ingat bahwa perintah ‘bertaqwa’ kepada Allah diucapkan dua kali dalam ayat tersebut,

33
QS. 30:21
34
QS. 4:1
21

dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dalam hubungan seksual sehingga


diharapkan anak turunan menjadi anak turunan yang baik. 35
Tujuan berkeluarga antara lain :
a. Untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri
sebagaimana dinyatakan dalam Hadits Rasulullah Saw :

ُّ ‫اع ِمنْ ُك ْم الْبَاءَةَ فَلَْْ تَ َزَّو ْْ فَِإنَّهُ أَ َغ‬


‫ض‬ َ َ‫استَط‬ ِ ‫ول اللَِّه صلَّى اللَّهُ َعلَْْ ِه وسلَّم يا م ْع َشر الشَّب‬
ْ ‫اب َم ْن‬َ َ َ ََ ََ َ ُ ‫قَ َال َر ُس‬

‫الص ْوِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجاء‬


َّ ِ‫ص ُن لِْل َف ْرِْ َوَم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَْْ ِه ب‬ ْ ‫ص ِر َوأ‬
َ ‫َح‬
ِ
َ َ‫ل ْلب‬
Artinya: Hai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang telah sanggup
kawin maka hendaklah ia kawin, maka sesungguhnya kawin itu menghalangi
pandangan (terhadap yang dilarang agama) dan memelihara kemaluan dan
barangsiapa yang tidak sanggup hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu dapat
menjadi benteng.36
Selain itu perkawinan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah serta
sehat jasmani, rohani dan sosial, mempererat dan memperluas hubungan
kekeluargaan serta membangun hari depan individu, keluarga dan masyarakat yang
lebih baik.
Dasar dan tujuan berkeluarga juga tercantum dalam Undang-undang No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan sebagai berikut:37
Dalam Pasal 1 dijelaskan sebagai berikut:
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.

35
M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003) cet. ke-1, h. 18.
36
HR. Bukhari, no. Hadits: 4677
37
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV Akademika Pressindo,
2001, Cet. Ke-3, hal. 114
22

Selanjutnya dalam Pasal 2 dinyatakan bahwa:


(1) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.38
Prinsip-prinsip hukum pernikahan yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits,
yang kemudian dituangkan dalam garis-garis hukum melalui Undang-undang nomor
1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengandung 7 asas
atau kaidah hukum, sebagai berikut:
a. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Suami dan istri perlu
saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material,
b. Asas keabsahan pernikahan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan
bagi pihak yang melaksanakan pernikahan dan harus dicatat oleh petugas yang
berwenang,
c. Asas monogami terbuka,
d. Asas calon suami dan calon istri telah matang jiwa dan raganya dapat
melangsungkan pernikahan, agar mewujudkan tujuan pernikahan secara baik
dan mendapat keturunan yang baik dan sehat, sehingga tidak berpikir kepadaa
perceraian,
e. Asas mempersulit terjadinya perceraian,
f. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, baik dalam
kehidupan rumaha tangga maupun pergaualan masyarakat. Oleh karena itu,
segala sesuatu dalam keluarga dapat dimusyawarahkan dan diputuskan
bersama suami istri, dan

38
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 dan
2.
23

g. Asas percatatan pernikahan, percatatan pernikahan mempermudah


mengetahui orang-orang yang menikah atau melakukan ikatan perkawinan.39

C. Persyaratan Berkeluarga
Perkawinan dalam Islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak
keperdataan biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah. Maka, amatlah tepat jika
Kompilasi Hukum Islam menegaskan sebagai akad yang sangat kuat (miitsaqan
gholiidhan) untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Perkawinan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang
wajar, dan dalam ajaran Nabi, perkawinan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Di
dalam akhir hadits yang panjang, Rasulullah Saw bersabda :

‫س ِمنِي‬ ِ ِ ِ ِ ‫لَ ِكنِي أَصوم وأُفْ ِطر وأ‬...


َ َْْ‫ب َع ْن ُسنَّتي فَل‬
َ ‫ُصلي َوأ َْرقُ ُد َوأَتََزَّو ُْ الن َساءَ فَ َُ ْن َرغ‬
َ َُ َُ ُ
Artinya : ... Akan tetapi aku puasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur
dan aku menikahi perempuan, maka barangsiapa membenci sunnahku, maka ia buka
termasuk golonganku.40
Karena itulah, perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu diatur dengan
syarat syarat tertentu agar tujuan disyariatkannya perkawinan dapat tercapai.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai syarat dan rukun perkawinan
menurut Islam, maka akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Calon mempelai pria, syarat-syaratnya: a) Beragama Islam, b) Laki – laki , c)
Jelas orangnya, d) Dapat memberikan persetujuan, e) Tidak terdapat halangan
perkawinan.

39
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarijan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 sampai KHI, ed. I. (Jakarta: Kencana, 2006),
h. 54.
40
HR. Bukhari, no. Hadits : 4675
24

2. Calon mempelai wanita, syaratnya: a) Beragama, meskipun Yahudi dan


Nasrani, b) Perempuan, c) Jelas orangnya, d) Dapat dimintai persetujuan, e)
Tidak terdapat halangan perkawinan.
3. Wali nikah, syarat-syaratnya : a) Laki-laki, b) Dewasa, c) Mempunyai hak atas
perwaliannya, d) Tidak terdapat halangan untuk menjadi wali.
4. Saksi nikah, syaratnya: a) Minamal dua orang laki-laki, b) Islam, c) Dewasa,
d) Hadir dalam ijab qabul, e) Dapat mengerti maksud akad nikah.
5. Bagi Ijab Qabul, syaratnya: a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali, b)
Adanya pernyataan penerimaan dari calon suami, c) Ijab harus menggunakan
kata-kata nikah atau yang searti dengannya, d) Antara ijab dan qabul harus
jelas dan saling berkaitan, e) Antara ijab dan qabul masih dalam satu majlis,
f) Orang yang berijab qabul tidak sedang dalam ihram haji/umroh.41
Rukun dan syarat-syarat perkawinan tersebut di atas wajib dipenuhi, apabila
tidak dipenuhi maka perkawinan yang dilangsungkan tidak sah. Disebut dalam Kitaab
al-Fiqh ‘ala al-Mazaahib al-Arba’ah : Nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi
syarat-syaratnya sedang nikah baathil adalah nikah yang tidak memenuhi rukunnya
sedangkan hukum nikah fasid dan nikah batil adalah sama, yaitu tidak sah.42
Undang-undang perkawinan mengatur syarat-syarat perkainan dalam Bab II
pasal 6 sebagai berikut :
(1)Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
(2)Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21
(dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
(3)Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud

41
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, Cet. Ke-
4, hal. 71 – 72.
42
Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Maktabah al-Tijariyah
Kubra, Juz I, hal. 118.
25

ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari
orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.
(4)Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyataakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali,
yaitu orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan
darah dalama garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan
dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.
(5)Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam
ayat (2), (3) dan (4) pasal ini atau salah seorang atau lebih diantara mereka
tidak menyatakn pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat
tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang
tersebut, dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang
tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
(6)Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku
sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari
yang bersangkutan tidak menentukan lain. Kemudian dalam Pasal 17 ayat
(1) disebutkan: Perkawinan hanya dizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudan mencapai umur 16
(enam belas) tahun. 43

D. Fungsi Keluarga
Untuk menciptakan keluarga yang sakinah-mawaddah-warohmah, tentu harus
memiliki ilmu pengetahuan tentang alam jagat raya ini, agar manusia dapat mengatur
diri nya sendiri tetap eksis dalam kehidupan dunia ini, dan memahami secara

43
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 6.
26

mendalam ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW dan disampaikan Allah
dalam al-Qur’an.44

1. Fungsi Keagamaan
Keluarga harus dibangun di atas fondasi yang kokoh, sedangkan tidak ada
fondasi yang lebih kokoh untuk kehidupan bersama melebihi nilai-nilai agama.
Karena itu, nilai-nilai tersebut harus menjadi landasan sekaligus menjadi pupuk yang
menyuburkan kelanjutan hidup kekeluargaan. Maka dari itu bagi calon suami sebelum
melakukan pernikahan hendaklan memilih istri karena agamanya bukan karena yang
lain. Rasulullah Saw bersabda :

ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫تُْن َك ُح الْ َُ ْرأَةُ أل َْربَ ٍع ل َُال َها َول َح َسبِ َها َو َج َُال َها َولدين َها فَاظَْف ْر بِ َذا الدي ِن تَ ِرب‬
‫ت يَ َد َاك‬
Artinya : Wanita dikawin karena empat hal, karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita karena agamanya, maka
akan memelihara tanganmu. 45
Rasulullah Saw bersabda :

‫ فلْتق الله في النص ُ الباقي‬، ‫من تزوْ فقد استكُل نص ُ اإليُان‬


Artinya : “Siapa yang menikah, dia telah menyempurnakan separuh imannya.
Maka, hendaklah ia memelihara diri pada setengah sisanya”.46
Ini tidak lain kecuali karena suami istri harus menumbuhsuburkan nilai-nilai
agama dan saling memesan untuk tidak terjerumus dalam dosa, bahkan kehidupan
rumah tangga itu sendiri harus menjadi perisai dari aneka kemungkaran.

44
Sofyan Sauri, Membangun Komunikasi dalam Keluarga (Kajian Nilai Religi, Sosial, dan
Edukatif), Bandung: PT Genesindo, 2006, cet. 1, h. 80
45
HR. Bukhari, no. Hadits : 4700
46
HR. At-Tabarani, Al-Mu’jam al-Aushat li at-Tabari, No. Hadits : 7862
27

Melalui keluarga, nilai-nilai agama diteruskan kepada anaka cucu. Karena


kedua orangtua amat besar peranannya dalam pendidikan anak, sampai sampai
Rasulullah SAW menegaskan bahwa:

‫صَرانِِه أ َْو يُ َُ ِج َسانِِه‬


ِ َ‫ود يولَ ُد علَى الْ ِفطْرِة فَأَب واه ي ه ِودانِِه أَو ي ن‬
ُ ْ َ َُ ُ ََ َ
ٍ
َ ُ ُ‫ُك ُّل َم ْول‬
Artinya : “Semua anak terlahirkaan membawa (potensi) fithrah (keberagamaan
yang benar); kedua orangtuanya yang menjadikan ia menganut agama Yahudi atau
Nashrani.”47
Kedua orangtuanya pula yang dapat mengukuhkan fithrah tersebut sehingga
tampak secara aktual dalam kehidupan sehari-hari.48
Perhatikan juga bagaimana Luqman menanamkan nilai-nilai agama ke dalam
jiwa anaknya;

ِ ‫الله ِ َّن‬
‫الش ْرَك لَظُْلم َع ِظْم‬ ِ ِ‫وِ ْذقَ َال لُ ْقُا ُن البنِ ِه وهو يعِظُه ياب نَي الَتُ ْش ِرْك ب‬
َّ ُ َ ُ َ َ ُ َ ْ َ َ
Artinya : (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan
Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar".49
Allah Swt juga berfirman :

‫َّاس َوالْ ِح َج َارةُ َعلَْْ َها َمآلئِ َكة ِغالٌَ ِش َداد‬ ِ ِ َّ


ُ ‫ود َها الن‬
ُ ُ‫ين ءَ َامنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأ َْهلْ ُك ْم نَ ًارا َوق‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫الله َمآأ ََمَرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َمايُ ْؤَم ُرو َن‬ ُ ‫الَّيَ ْع‬
َ ‫صو َن‬

47
HR. Al-Bukhari, No. Hadits : 1296
48
M. Quraish Shihab, Perempuan, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009, cet. 5, h. 137-139
49
QS. 31:13
28

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu


dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.50

2. Fungsi Sosial Budaya


Fungsi ini diharapkan dapat mengantar seluruh anggota keluarga untuk
memelihara budaya bangsa dan memperkayanya. Islam secara tegas mendukung
setiap hal yang dinilai oleh masyarakat sebagai sesuatu yang baik dan sejalan dengan
nilai-nilai agama. Budaya positif satu bangsa atau masyarakat di cakup oleh apa yang
diistilahkan oleh al-Qur’an dengan kata ma’ruf. Al-Qur’an memerintahkan agar ada
satu kelompok—bahkan agar setiap pribad—mengemban tugas menyebarkan
ma’ruf.51

‫ك ُه ُم الْ ُُ ْفلِ ُحو َن‬ ِ


َ ِ‫َولْتَ ُكن ِمن ُك ْم أ َُّمة يَ ْدعُو َن ِلَى الْ َخْْ ِر َويَأْ ُم ُرو َن بِالْ َُ ْع ُروف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُُن َك ِر َوأ ُْوالَئ‬
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;
mereka adalah orang-orang yang beruntung.52
Ketahanan bangsa dan kelestarian budaya hanya dapat tercapai melalui
ketahanan keluarga yang antara lain diwujudkan dengan upaya semua anggotanya
untuk menegakkan yang ma’ruf, mempertahankan nilai-nilai luhur masyarakat, serta
kemampuan menyeleksi yang terbaik dari apa yang datang dari masyarakat lain.
Kesehatan jiwa manusia dan masyarakat dapat tumbuh berkembang dan maju jika

50
QS. 66:6
51
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an (Kalung Permata buat Anak-anakku), Jakarta:
Lentera Hati, 2011, Cet. Ke-8, hal. 165
52
QS. Ali ‘Imran [3]:104
29

anggotanya dapat melaju dengan kereta yang ditarik oleh dua kuda; kuda pertama
mencintai yang baru dan kuda kedua adalah berhati-hati—bukan takut—terhadap
yang baru. Mempertahankan yang lama yang masih baik perlu dilakukan dengan
penuh kehati-hatian. Ia baru diterima kalau memang lebih baik dan lebih bermanfaat
daripada yang lama. Tugas penyeleksian itu bermula dari keluarga, dan dibawah
bimbingan ibu bapak.53

3. Fungsi Cinta Kasih


Salah satu fungsi keluarga adalah menumbuhkan cinta kasih karena inilah yang
menjamin kelestariannya. Memang, bisa saja ada keluarga yang dapat bertahan tanpa
cinta. Namun, hal tersebut pasti mengganjal terlaksananya fungsi-fungsi yang lain
sehingga tujuan pernikahan, yakni mengenyahkan kesepian dan keterasingan, atau
dalam istilah al-Qur’an sakinah, mawaddah, dan rahmah, tidak akan terpenuhi. Cinta
tidak terpenuhi kecuali bila semua unsur-unsurnya terpenuhi, yaitu perhatian,
tanggung jawab, penghormatan, serta pengetahuan—minimal menyangkut yang
dicintai.54
Karya-karya besar manusia lahir oleh dorongan cinta. Salah satu keajaiban
dunia, Taj Mahal, lahir dari cinta seorang suami kepada istrinya. Syair-syair Homerus,
Sastrawan Yunani kenamaan pun lahir atas dorongan cinta. Piramida yang berdiri
tegar di Mesir dan Meksiko, juga dibangun oleh motivasi cinta. Cinta sejati selalu
mencipta, tidak pernah merusak. 55
Cinta yang demikian inilah yang mengalihkan pahitnya jadam menjadi manis
bagaikan madu, sakitnya tamparan menjadi elusan kasih. Ialah yang mengalihkan
pandangan duri menuju ke kembang, api kepada cahaya. Ia juga yang menjadikan
penjara menjadi taman, raja menjadi hamba, dana tuan menjadi budak.

53
M. Quraish Shihab, Perempuan, hal. 139
54
M. Quraish Shihab, Perempuan, hal. 140
55
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an ,hal. 166
30

Fungsi pembinaan cinta kasih tidak hanya terbatas antara suami dan istri, tetapi
juga antara orangtua dan anak-anak mereka, bahkan seluruh anggota keluarga.
Hubungan anak dan orangtua haruslah didasari oleh cinta kasih. Tanpa cinta dan
hubungan erat, bayi akan terhambat perkembangannya dan kehilangan kesadarannya,
bahkan menjadi makhluk idiot. Itu bisa terjadi walaupun fisiknya sempurna,
makanannya bergizi, dan hidup dalam lingkungan yang bersih. Situasi tempat
orangtua cekcok, bercerai, atau meninggal dunia sehingga cinta kasih tidak dirasakan,
jauh lebih merusak jiwa anak daripada yang disebabkan oleh penyakit.
Orangtua pun harus selalu ingat bahwa kewajiban anak untuk mengabdi kepada
keduanya tidak berarti tercabutnya kebebasan dan hak-hak pribadi anak. Bukan
kebajikan atau pengabdian—dalam pandangan agama—bila seorang anak harus
meninggalkan sesuatu yang baik untuk umum atau khusus, atau mengerjakan sesuatu
yang mengakibatkan mudharat umum atau khusus, hanya dengan dalih mengikuti
keinginan orangtuanya. 56
Ketika Nabi Saw mencium cucunya (Hasan, putra Ali bin Abi Thalib), al-Aqra’
bin Haabis berkomentar, “Saya mempunyai sepuluh anak, tidak satu pun di antara
mereka yang saya cium”. Nabi Saw lalu bersabda:

‫َم ْن َال يَ ْر َح ُم َال يُْر َح ُم‬


Artinya : Siapa yang tidak memberi rahmat tidak dirahmati.57
Kepada seseorang yang tidak pernah mencium anaknya, Nabi Muhammad Saw
berkomentar :

ِ
‫الر ْح َُ َة‬
َّ ‫ك‬َ ِ‫ع اللَّهُ ِم ْن قَ ْلب‬
َ ‫ك أَ ْن نََز‬
َ َ‫ك ل‬
ُ ‫أ ََوأ َْمل‬

56
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 140 - 142
57
HR. Bukhari, No. Hadits : 5538
31

Artinya : Apakah saya dapat melakukan sesuatu untukmu, setelah Allah


mencabut kasih sayang dari hatimu?. 58
Orang tua harus selalu ingat bahwa kewajiban anak mengabdi kepada keduanya
tidak berarti tercabut kebebasan dan hak-hak pribadi anak.

4. Fungsi Perlindungan
Seorang perempuan yang bersedia menikah dengan seorang lelaki telah
menyatakan pula kesediaannya untuk meninggalkan orangtua dan saudara-
saudaranya. Ketika itu, dia yakin bahwa perlindungan dan pembelaan yang akan
diterimanya dari sang suami, tidak kalah—kalau enggan berkata lebih besar—
daripada perlindungan dan pembelaan orangtua dan saudara-saudaranya.
Menurut al-Qur’an :

‫ث ِلَى نِ َسائِ ُك ْم ُه َّن لِبَاس لَّ ُك ْم َوأَنتُ ْم لِبَاس لَّ ُه َّن َعلِ َم اللهُ أَنَّ ُك ْم ُكنتُ ْم تَ ْختَانُو َن‬ ِ ‫أ ُِح َّل لَ ُكم لَْ لَ َة‬
َّ ‫الصَْ ِام‬
ُ َ‫الرف‬ ْ ْ
‫ب اللهُ لَ ُك ْم َوُكلُوا َوا ْشَربُوا َحتَّى يَتَ بَ َّْ َن‬ ِ
َ َ‫وه َّن َوابْتَ غُوا َما َكت‬
ُ ‫اب َعلَْْ ُك ْم َو َع َفا َعن ُك ْم فَالْئَا َن بَاش ُر‬
َ َ‫أَن ُف َس ُك ْم فَت‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِ اْألَب ْض ِمن الْخْ ِِ اْأل‬
ُ ‫َس َود م َن الْ َف ْج ِر ثَُّم أَت ُُّوا الصَْ َام ِلَى الَّْْ ِل َوالَ تُبَاش ُر‬
‫وه َّن َوأَنتُ ْم‬ ْ ْ َ َ ُ َْ ُ ْْ‫لَ ُك ُم الْ َخ‬
ِ ‫ك يُبَ ِْ ُن اللهُ ءَايَاتِِه لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَّ ُقو َن‬ ِ
َ ‫وها َك َذل‬ ِ ‫ك ح ُد‬
َ ُ‫ود الله فَالَ تَ ْقَرب‬
ِِِ ِ ِ
ُ ُ َ ْ‫َعاك ُفو َن في الْ َُ َساجد تل‬
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena
itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka
sekarangcampurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam,(tetapi) janganlah kamu

58
HR. Bukhari, no. Hadits : 5539
32

campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangang Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.59
Perisai yang dipakai dalam peperangan memberi rasa aman. Pakaian tebal
memberi kehangatan dan perlindungan dari sengatan dingin. Sebaliknya, bila gerah,
dengan pakaian lembut dan halus, kegerahan akan kurang. Jika demikian halnya
pakaian, dan masing-masing pasangan dinamai “pakaian”, tidak diragukan lagi bahwa
salah satu fungsi keluarga adalah melindungi. Memang al-Qur’an menggarisbawahi :

‫َّاس َوالْ ِح َج َارةُ َعلَْْ َها َمآلئِ َكة ِغالٌَ ِش َداد‬ ِ ِ َّ


ُ ‫ود َها الن‬
ُ ُ‫ين ءَ َامنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأ َْهلْ ُك ْم نَ ًارا َوق‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫الله َمآأ ََمَرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َمايُ ْؤَم ُرو َن‬ ُ ‫الَّيَ ْع‬
َ ‫صو َن‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap
apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.60
Tidak seorang pun yang dapat berlindung dari neraka jika siksanya datang.
Karena itu, disamping berupaya dan bermohon perlindungan dari ancaman bencana
duniawi juga perlindungan ukhrawi melalui upaya membimbing keluarga, sehingga
memiliki ketahanan mental serta sifat-sifat terpuji agar terhindar dari aneka ancaman
itu. 61
Disisi lain Rasulullah Saw mengajarkan bahwa :

59
QS. 2:187
60
QS. at-Tahrim [66]:6
61
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 168-169
33

‫َم ْن قُتِ َل ُدو َن َمالِِه فَ ُه َو َش ِهْد َوَم ْن قُتِ َل ُدو َن أ َْهلِ ِه أ َْو ُدو َن َد ِم ِه أ َْو ُدو َن ِدينِ ِه فَ ُه َو َش ِهْد‬
Artinya : Siapa yang terbunuh dalam rangka membela hartanya, maka ia
syahid, dan siapa yang terbunuh dalam rangka membela keluarganya, darahnya dan
agamanya maka ia syahid. 62
Jangan dikira perempuan yang membutuhkan perlindungan. Lelaki pun
membutuhkannya. Bukan saja sewaktu lelaki sakit saat dia membutuhkan bantuan dan
perlindungan istrinya, melainkan juga dalam menghadapi aneka kesulitan dalam
pekerjaannya. Disini, dia membutuhkan dukungan dan kasih sayang yang dapat
menjadi perisai kesulitan yang dia hadapi, sekaligus pendorong untuk mencapai
sukses dalam aneka perjuangannya. Dia memerlukan ketenangan lahir dan bathin,
yang seharusnya dia peroleh dalam rumah tangganya. 63

5. Fungsi Reproduksi
Allah Swt berfirman :

‫ث ِلَى نِ َسائِ ُك ْم ُه َّن لِبَاس لَّ ُك ْم َوأَنتُ ْم لِبَاس لَّ ُه َّن َعلِ َم اللهُ أَنَّ ُك ْم ُكنتُ ْم تَ ْختَانُو َن‬ ِ ‫أ ُِح َّل لَ ُكم لَْ لَ َة‬
َّ ‫الصَْ ِام‬
ُ َ‫الرف‬ ْ ْ
‫ب اللهُ لَ ُك ْم َوُكلُوا َوا ْشَربُوا َحتَّى يَتَ بَ َّْ َن‬ ِ
َ َ‫وه َّن َوابْتَ غُوا َما َكت‬
ُ ‫اب َعلَْْ ُك ْم َو َع َفا َعن ُك ْم فَالْئَا َن بَاش ُر‬
َ َ‫أَن ُف َس ُك ْم فَت‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِ اْألَب ْض ِمن الْخْ ِِ اْأل‬
ُ ‫َس َود م َن الْ َف ْج ِر ثَُّم أَت ُُّوا الصَْ َام ِلَى الَّْْ ِل َوالَ تُبَاش ُر‬
‫وه َّن َوأَنتُ ْم‬ ْ ْ َ َ ُ َْ ُ ْْ‫لَ ُك ُم الْ َخ‬
ِ ‫ك يُبَ ِْ ُن اللهُ ءَايَاتِِه لِلن‬
‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَّ ُقو َن‬ ِ
َ ‫وها َك َذل‬ ِ ‫ك ح ُد‬
َ ُ‫ود الله فَالَ تَ ْقَرب‬
ِِِ ِ ِ
ُ ُ َ ْ‫َعاك ُفو َن في الْ َُ َساجد تل‬
Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan
isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena
itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka

62
HR. Abu Dawud, no. Hadits : 4142
63
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 143 - 144
34

sekarangcampurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,
dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam,(tetapi) janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangang Allah,
maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.64
Ayat ini merupakan izin melakukan hubungan seks (walaupun di malam hari
bulan suci Ramadhan). Kalimat “apa yang ditetapkan Allah untuk kamu” dipahami
oleh sementara sahabat Nabi Saw dan tabi’in sebagai perintah melakukan
reproduksi.65
Apa pun maknanya, namun yang jelas pada ayat lain Allah Swt berpesan kepada
suami:

‫الله َو ْاعلَ ُُوا أَنَّ ُكم ُّمالَقُوهُ َوبَ ِش ِر‬ ِ ِ ِ ُ ‫نِ َسآ ُؤُك ْم َح ْر‬
َ ‫ث لَّ ُك ْم فَأْتُوا َح ْرثَ ُك ْم أَنَّى شئْ تُ ْم َوقَد ُموا ألَن ُفس ُك ْم َواتَّ ُقوا‬
‫ْن‬ِِ
َ ‫الْ ُُ ْؤمن‬
Artinya : Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertaqwalah kepada
Allah dan ketahuilah ahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kar gembira
orang-orang yang beriman.66
Tentu saja, tidak bijaksana apabila seseorang menanam benih di tanah yang
buruk. Karena itu, harus pandai-pandai memilih tanah garapan, dalam arti harus
pandai-pandai memilih pasangan. Tanah yang subur pun harus diatur masa dan musim
penanamannya, harus selalu diberikan pupuk agar dapat menghasilkan sesuatu yang
baik dan berguna, jangan setiap saat ia dipaksa untuk berproduksi. Karena itu pula

64
QS. 2:187
65
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 170
66
QS. 2:223
35

harus pandai-pandai mengatur masa kehamilan. Yang diharapkan dari petani adalah
hasil panen yang berkualitas, yang dapat bertahan dalam segala tantangan cuaca, juga
yang lezat dan penuh gizi. Orangtua pun harus dapat menghasilkan anak yang sehat,
beriman, dan bertakwa serta menghadapi segala macam tantangan hidup.
Seorang petani tidak selesai tugasnya hanya dengan menanam benih, tetapi
harus berlanjut dengan memerhatikan ladangnya supaya jangan samapai ditumbuhi
oleh alang-alang atau dihinggapi hama. Buah setelah dipetik pun masih harus
dipelihara dan dibersihkan sebelum dimakan atau dijual ke pasar. Di sisi lain,
janganlah mempersalahkan ladang jika buah tidak sesuai dengan keinginan petani.
Jika yang ditanam oleh petani benih tomat, janga berharap yang muncul buah apel.
Yang salah bukan istri jika anak yang lahir perempuan sedangkan yang diharapkan
lelaki. Demikianlah antara lain makna permisalan di atas dalam konteks penyamaan
istri dengan ladang.67
Harus diakui pula bahwa anak/keturunan adalah buah hati, para nabi pun
mendambakan anak. Namun demikian pada saat yang sama anak-anak adalah amanat
di tangan orangtua mereka. Semakin banyak anak, semakin besar dan banyak pula
tanggung jawabnya. Karena itu, ibu bapak harus melakukan perhitungan yang sangat
teliti. Dari sini setiap Muslim harus dapat mengatur dan merencanakan jumlah anak-
anaknya. Tentu petani akan sangat senang jika hasil panennya berlimpah dan
berkualitas baik, maka akan sangat bahagia orang tua yang memiliki banyak anak
yang cerdas lahir batinnya dan berguna untuk sesama.
Kini kita hidup dalam satu ukuran waktu di mana bangsa-bangsa tidak bersaing
dalam jumlah warganya, atau luas wilayahnya, tetapi bersaing dengan kualitas dan
prestasinya. Kualitas berkaitan dengan banyak hal, utamanya pendidikan dan
kesehatan. Ini berkaitan erat dengan kondisi ekonomi. Karena itu pula Allah
menganjurkan bagi yang bermaksud kawin, tapi belum mampu secara ekonomi, agar

67
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 144 - 145
36

menunda maksudnya sambil memelihara kesuciannya sampai ia mampu. 68 Allah Swt


berfirman :

‫ت‬ ِ َ‫ضلِ ِه والَّ ِذين ي ب تَ غُو َن الْ ِكت‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ


ْ ‫اب م َُّا َملَ َك‬
َ َْ َ َ ْ َ‫احا َحتَّى يُ ْغنَْ ُه ُم اللهُ من ف‬
ً ‫ين الَيَج ُدو َن ن َك‬
َ ‫َولَْْ ْستَ ْعف ُ الذ‬
‫الله الَّ ِذي ءَاتَا ُك ْم َوالَتُ ْك ِرُهوا فَتَ َْاتِ ُك ْم َعلَى‬
ِ ‫أَيُانَ ُكم فَ َكاتِبوهم ِ ْن علُِتُم فِْ ِهم خْ را وءاتُوهم ِمن َّم ِال‬
ُ َ َ ًْ َ ْ ْ ْ َ ْ ُ ُ ْ َْ
‫هه َّن فَِإ َّن ال َله ِمن بَ ْع ِد ِ ْكَر ِاه ِه َّن َغ ُفور َّرِحْم‬
ُّ ‫ض الْ َحَْ ِاة الدُّنَْْا َوَمن يُ ْك ِر‬ ِ ‫الْبِغ‬
ِ ُّ ‫آء ِ ْن أَرد َن تَح‬
َ ‫صنًا لتَ ْب تَ غُوا َعَر‬ َ َْ َ
Artinya : Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)-nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan
budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat
perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakn-Nya
kepadamu.Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan
pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan duniawi.Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa (itu)".69
Nabi Muhammad Saw pun membenarkan cara pengaturan kelahiran yang ketika
itu dikenal dnegan istilah ‘azel atau coitus intruptus. Para ulama dahulu dan sekarang,
telah menyebutkan sejumlah sebab yang membolehkan suami istri melakukan
perencanaan keluarga. Salah seorang di antara ulam dahulu yang merinci adalah Imam
al-Ghazali (w. 505 H/1111 M). Sementara itu, Pemimpin Tertinggi (lembaga-lembaga
al-Azhar) Almarhum Syaikh Mahmud Syaltut, dalam bukunya, Tanzim an-Nasl,

68
M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut Anda
Ketahui, Ciputat: Lentera Hati, 2011, Cet. Ke-4, hal. 61
69
QS. an-Nur [24]:33
37

membolehkan perencanaan keluarga, begitu juga Sayyid Saabiq dalam Fiqh as-
Sunnahnya.70
Segala macam bentuk dan cara kontrasepsi dapat dibenarkan selama (1) tidak
dipaksakan, (2) tidak menggugurkan (aborsi), (3) tidak membatasi jumlah anak, dan
(4) tidak mengakibatkan pemandulan abadi.
Selama ini, sentralisasi dipahami oleh ulama sebagai pemandulan abadi,
sehingga mereka membedakan dengan alat kontrasepsi yang lain, misalnya spiral
yang berfungsi menghalangi pertemuan sperma dengan ovum, dan yang sewaktu-
waktu bila dikehendaki dapat dicabut. Akan tetapi, jika perkembangan ilmu
menemukan satu cara yang tidak mengakibatkan pemandulan abadi, atau sterilisasi
yang dilakukan dapat di tempuh dengan tidak mengakibatkan hal tersebut, maka tentu
hukumnya dapat berubah dari terlarang menjadi boleh.71
Kesimpulannya adalah bahwa pengaturan keluarga dibolehkan oleh agama dan
dibenarkan oleh pertimbangan akal, bila ada sebab-sebab yang mendukungnya.
Sebab-sebab itu dinilai sendiri oleh suami istri sesuai dengan situasi dan kondisi
mereka berdua.72

6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan


ِ َّ ِ ِ
َ ِ‫الصال َحا ُ َخْْ ر ِع َند َرب‬
ً‫ك ثَ َوابًا َو َخْْ ر أ ََمال‬ ُ ‫ال َوالْبَ نُو َن ِزينَةُ الْ َحَْاة الدُّنَْْا َوالْبَاقَْا‬
ُ َُ ْ‫ال‬
Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasaan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan.73
Namun, anak baru menjadi hiasan hidup apabila bila ia terdidik dengan baik.
Ayah dan ibu diberi tanggung jawab oleh Allah SWT untuk membesarkan anak-

70
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 172
71
M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009, Cet. Ke-5, hal. 458 - 459
72
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 170.
73
QS. 18:46
38

anaknya serta mengembangkan potensi-potensi positif yang dimilikinya. Allah SWT


menghendaki agar setiap anak/manusia lahir dan besar dalam bentuk fisik dan psikis
yang sebaik-baiknya.

‫َح َس ِن تَ ْق ِوي ٍم‬


ْ ‫نسا َن ف ِي أ‬ ِ
َ ‫لَ َق ْد َخلَ ْقنَا اْإل‬
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya.74
Penggunaan kata “Kami” sebagai pengganti nama yang menunjuk kepada Allah
dalam ayat di atas adalah untuk menunjukkan adanya keterlibatan selain dari Allah
dalam penciptaan manusia dan kejadiannya dalam bentuk (fisik dan psikis) sebaik –
baiknya. Dalam hal ini yang dimaksud ‘selain Allah’ adalah ibu bapak.75 Ini berarti
bahwa ada peranan bapak dan ibu dalam menciptakan anak keturunannya dalam
bentuk yang sebaik-baiknya dan juga sebaliknya, seperti diisyaratkan oleh lanjutan
ayat itu:

‫ْن‬ِِ
َ ‫َس َف َل َسافل‬
ْ ‫ثَُّم َرَد ْدنَاهُ أ‬
Artinya : Kemudian Kami kembalikan ia ke tempat yang serendah-rendahnya.76
Maka Rasulullah SAW bersabda:

‫ يقبل ِحسانه ويتجاوز عن‬: ‫ كْ ُ يا رسول الله ؟ قال‬: ‫رحم الله والداً أعان ولده على بره قالوا‬

‫ِساءته‬

74
QS. 95:4
75
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 174.
76
QS. at-Tiin [95]: 5
39

Artinya : “ Allah merahmati seseorang yang membantu anaknya berbakti


kepadanya.: Beberapa orang disekeliling Rasulullah SAW bertanya: “Bagaimana
caranya?” beliau menjawab: “Menerima kebaikannya dan memaafkan
kesalahannya.”77
Pendidikan dan pengajaran tidak hanya terbatas pada potensi akal dan jiwa,
tetapi juga potensi fisik. Karena itu, ditemukan hadits yang memerintahkan orang tua
mengajarkan anak-anaknya berenang, memanah, dan menunggang kuda. Bahkan
pendidikan harus dapat menyiapkan anak agar mampu hidup menghadapi segala
tantangan masa depan.
Sosialisasi, antara lain, dilakukan dengan pembiasaan, sedangkan pembiasaan
terhadap anak akan sangat ampuh melalui keteladanan. Dari sini, contoh keteladaan
ibu bapak dan keluarga akan sangat menentukan kadar keberhasilan mereka. 78

7. Fungsi Ekonomi
Ketika Adam dan Hawa berada di surga. Allah mengingatkannya:
ِ ِ َّ‫فَ ُقلْنا يآءادم ِ َّن ه َذا ع ُد ٌّو ل‬
َ َ‫} ِ َّن ل‬111{ ‫ك فَالَ يُ ْخَر َجنَّ ُك َُا ِم َن الْ َجن َِّة فَتَ ْش َقى‬
َ ‫ك أَالَّ تَ ُج‬
‫وع‬ َ ‫ك َولَزْوج‬
َ َ َ َُ َ َ َ

ْ َ‫َّك الَتَظْ َُ ُؤا فِ َْها َوالَت‬


}111{ ‫ض َحى‬ ِ
َ ‫} َوأَن‬111{ ‫ف َْها َوالَتَ ْعَرى‬
Artinya : Maka Kami berkata:"Hai Adam, sesungguhnya ini (iblis) adalah
musuh bagimu dan bagi isterimu, maka sekali-kali janganlah sampaikan ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi celaka
(bersusah payah memenuhi kebutuhanmu). Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan
di dalamnya dan tidak akan telanjang. dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa
dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya".79

77
Al-Jami’ fi al-Hadits, No. Hadits : 138
78
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 145 - 147
79
QS. Thaahaa [20]:117-119
40

Demikianlah, al-Qur’an sejak dini meletakkan di atas pundak suami kewajiban


untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta kebutuhan istri dan anak-anaknya. Dalam
bidang material, minaml adalah tersedianya sandang, pangan, dan papan. Adapun
dalam bidang spiritual, maka sejak dini pula hal ini telah dirumuskan oleh al-Qur’an
dengan ungkapan :

‫اي فَالَ َخ ْوف َعلَْْ ِه ْم َوالَ ُه ْم يَ ْحَزنُو َن‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ


َ ‫قُلْنَا ْاهبطُوا منْ َها َجُ ًْعا فَإ َّما يَأْتَْ نَّ ُكم مني ُه ًدى فَ َُن تَب َع ُه َد‬
Artinya : Kami berfirman:"Turunlah kamu dari surga itu! Kemudian jika
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati".
80

Karena itu, al-Qur’an berpesan kepada mereka yang belum memiliki


kemampuan ekonomis untuk membina rumah tangga agar bersabar dan memelihara
diri sampai mereka diberi kemampuan oleh Allah.81 Firman Allah Swt :

‫ت‬ ِ َ‫ضلِ ِه والَّ ِذين ي ب تَ غُو َن الْ ِكت‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ


ْ ‫اب م َُّا َملَ َك‬
َ َْ َ َ ْ َ‫احا َحتَّى يُ ْغنَْ ُه ُم اللهُ من ف‬
ً ‫ين الَيَج ُدو َن ن َك‬
َ ‫َولَْْ ْستَ ْعف ُ الذ‬
‫الله الَّ ِذي ءَاتَا ُك ْم َوالَتُ ْك ِرُهوا فَتَ َْاتِ ُك ْم َعلَى‬
ِ ‫أَيُانَ ُكم فَ َكاتِبوهم ِ ْن علُِتُم فِْ ِهم خْ را وءاتُوهم ِمن َّم ِال‬
ُ َ َ ًْ َ ْ ْ ْ َ ْ ُ ُ ْ َْ
‫الله ِمن بَ ْع ِد ِ ْكَر ِاه ِه َّن َغ ُفور َّرِحْم‬ ُّ ‫ض الْ َحَْ ِاة الدُّنَْْا َوَمن يُ ْك ِر‬ ِ ‫الْبِغ‬
ِ ُّ ‫آء ِ ْن أَرد َن تَح‬
َ ‫هه َّن فَِإ َّن‬ َ ‫صنًا لتَ ْب تَ غُوا َعَر‬ َ َْ َ
Artinya : Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)-nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan kurnia-Nya.Dan
budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat
perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakn-Nya

80
QS. Al-Baqarah [2]:38
81
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 147
41

kepadamu.Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan


pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari
keuntungan duniawi.Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah
mereka dipaksa (itu.)"82
Memang, jika pernikahan telah terlaksana, demi kelanggengan rumah tangga,
istri hendaknya tidak lepas tangan sama sekali. Kerja sama antara suami dan istri harus
terus dikembangkan.
Pada masa Nabi Muhammad Saw para ibu (perempuan) aktif dalam bidang
pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai perias pengantin, seperti Ummu Salim binti
Malhan yang merias, antara Shafiyah bin Huyay, istri Nabi Muhammad Saw. Ada
juga yang menjadi perawat atau bidan, dan sebagainya. Dalam bidang perdagangan,
nama istri Nabi yang pertama, Khadijah binti Khuwailid, tercatat sebagai orang yang
sangat sukses. Demikian juga Qiilat Ummi Bani Ammaar yang tercatat sebagai
seorang perempuan yang pernah datang kepada Nabi Muhammad Saw meminta
petunjuk-petunjuk dalam bidang jual beli. Istri Nabi Muhammad Saw Zainab binti
Jahesy, juga aktif bekerja sampai pada menyamak kulit binatag, dan hasil usahanya
itu beliau sedekahkan. Raaithah, istri sahabat Nabi Muhammad Saw, Abdullah bin
Mas’ud, sangat aktif bekerja, karena suami dan anaknya ketika itu tidak mampu
mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Asy-Syaffaa’, seorang perempuan yang
pandai menulis, ditugaskan oleh Khalifah Umar sebagai petugas yang menangani
pasar kota Madinah.83
Kini Proses modernisasi yang terus berlanjut, disertai dengan kecenderungan
materialisme yang sukar dibendung, telah melahirkan kebutuhan dan keinginan-
keinginan baru yang mendesak keluarga, dan yang sering kali tidak dapat terpenuhi
kecuali dengan bekerja keras. Ini semua melahirkan peran ganda perempuan. Namun,

82
QS. Annur [24]:33
83
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 177.
42

walaupun dalam rumusan pakar-pakar hukum Islam kontemporer dinyatakan bahwa,


“Perempuan boleh bekerja selama pekerjaan itu membutuhkannya, dan/atau dia atau
keluarganya membutuhkannya, dan selama dia dapat menjaga diri untuk tidak
mengganggu atau terganggu, merangsang atau dirangsang, tetapi istri haruslah
pandai-pandai menggabung antara kepentingan keluarga dan karier. Jangan sekali-
kali melepaska apa yang telah jelas dimiliki, yakni keluarga, demi mengejar karier
panjang yang belum jelas bagaimana bentuk dan kapan diraih.”84
Ada peringatan al-Qur’an yang ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad
Saw, yaitu dalam firman-Nya:

‫الله َوَر ُسولَهُ ِن ََُّا‬ ِ َّ ‫ْن‬


َ ‫الزَكا َة َوأَط ْع َن‬
ِ َّ ‫اهلَِِّْة اْأل ُْولَى َوأَقِ ُْ َن‬
َ ‫الصالَ َة َوءَات‬
ِ ‫وقَر َن فِي ب ْوتِ ُك َّن والَتَب َّرجن تَب ُّرْ الْج‬
َ َ َ َْ َ َ ُُ َْ
ِ ْ ‫الرجس أ َْهل الْب‬
‫ت َويُطَ ِهَرُك ْم تَطْ ِه ًْرا‬ ِ ِ ُ ‫ي ِر‬
ْ َ َ َ ْ ِ ‫ب َعن ُك ُم‬
َ ‫يد اللهُ لُْ ْذه‬ ُ
Artinya : dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias
dan bertingkah laku seperorang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-Nya.Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.85
Sebagian ulama memahami kata ‘waqarna’ sebagai ‘tinggallah’, bahkan ada
yang memahaminya lebih jauh sebagai larangan keluar rumah.
Pemahaman semacam ini kurang tepat, karena dalam kamus-kamus bahasa
dijelaskan bahwa kata itu pada mulanya bermakna ‘berat’, sehingga ayat ini
hendaknya diartikan sebagai perintah untuk menjadikan titik berat perhatian para istri
adalah rumah tangga.86

84
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 147 – 148.
85
QS. Al-Ahzaab [33]:33
86
M. Quraish Shihab, Pengantin al-Qur’an, hal. 178.
43

8. Fungsi Pembinaan Lingkungan


Manusia adalah makluk sosial sehingga ia tidak dapat hidup sendirian. Nabi
Muhammad Saw menggambarkan kehidupan masyarakat sebagai orang yang sedang
menumpang perahu. Jika digeladak seenaknya ingin memperoleh air dengan
membocorkan perahu, seluruh penumpang akan hanyut. Demikianlah kehidupan kita
dan keluarga dalam satu lingkungan.
Lingkungan adalah satu kekuasaan yang dapat menjadi positif atau negatif yang
memengaruhi anggota keluarga. Keluarga pun dapat memberi pengaruh terhadap
lingkungannya. Keluarga, di samping diharapkan memiliki kemampuan untuk
menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan kondisi sosial
dan budaya masyarakatnya, keluarga pun diharapkan berpartisipasi dalam pembinaan
lingkungan sehat danpositif sehingga lahir nilai dan norma-norma luhur yang sesuai
dengan nilai ajaran agama dan budaya masyarakat.87
Fungsi-fungsi keluarga inilah yang menjadi tanggung jawab suami istri untuk
diwujudkan dalam kehidupan rumah tangga mereka.

87
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 148.
44

BAB III
KONFLIK KELUARGA

A. Pengertian Konflik Keluarga


Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul atau
saling menyerang. com, yang berarti bersama dan figere, yang berarti penyerangan. 88
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik artinya percekcokan;
perselisihan; atau pertentangan. Pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan
dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya. 89
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam
suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan
dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi
yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah
mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya,
konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai
sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi.
sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang dinamakan konflik adalah adanya suatu
kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang membawa kepada
ketidakharmonisan baik dari individu atau pun kelompok.90

88
Richard Nelson-Jones, Human Relationship Skill, Cara Membina Hubungan Baik dengan
Orang Lain, terj. Drs. R. Bagio Prihatono, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, cet. ke-2, h. 301.
89
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
2001, Ed. 3, Cet. Ke-1, hal. 587.
90
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik
45

Dalam bahasa Arab, kata konflik bisa disebut dengan : ‫( نِزاع‬pertentangan,


perselisihan, pertikaian dan perpecahan).91
‫ِنِزاع‬dari asal kata ‫ نَزَِع‬dalam al-Qur’an terulang sebanyak 20 kali dilihat dari
berbagai bentuk. Dari ayat-ayat tersebut, kata ‫ نزع‬dapat bermakna:
1. Berselisih, seperti pada QS. Ali Imraanِ[3]: 152:

‫صْْ تُم ِمن بَ ْع ِد َمآأ ََرا ُكم‬ ِ ِ ِِ


َ ‫ص َدقَ ُك ُم اللهُ َو ْع َدهُ ِ ْذتَ ُح ُّسونَ ُهم بِِإ ْذنه َحتَّى ِذَا فَشلْتُ ْم َوتَنَ َاز ْعتُ ْم في اْأل َْم ِر َو َع‬
َ ‫َولَ َق ْد‬
ِ ِ ِ ُ ‫يد الدُّنْا وِمن ُكم َّمن ي ِر‬ ِ ِ
ُ‫صَرفَ ُك ْم َعْن ُه ْم لَْ ْب تَلَْ ُك ْم َولَ َق ْد َع َفا َعن ُك ْم َوالله‬
َ ‫يد اْألُخَرَة ثَُّم‬ ُ َ َ ُ ‫َّماتُحبُّو َن من ُكم َّمن يُِر‬
ِِ
َ ‫ض ٍل َعلَى الْ ُُ ْؤمن‬
‫ْن‬ ْ َ‫ذُو ف‬
Artinya : Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu,
ketika kamu membunuh mereka dengan seizin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah
dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah
memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang
menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.
Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang
dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.92

2. Berbantah, seperti pada QS. al-Anfal [8] : 46:

ِ َّ ‫الله مع‬ ِ ْ ‫يح ُكم و‬ ِ


َ ‫الصاب ِر‬
‫ين‬ َ َ َ ‫اصبُِروا َّن‬ ِ ‫الله ور ُسولَهُ والَتَنَ َازعُوا فَتَ ْف َشلُوا وتَ ْذ َه‬
َ ْ ُ ‫بر‬
َ َ َ َ َ َ ‫َوأَطْعُوا‬

91
M. Napis Djuaeni, Kamus Kontemporer Istilah Politik-Ekonomi, Arab-Indonesia, Jakarta: PT
Mizan Publika, 2006, Cet. Ke-1, hal, 784.
92
QS. 3:152
46

Artinya : Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasulnya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmt dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.93

3. Menarik, seperti pada QS Asy-Syu’ara [26]: 33:

ِ ِ َ ْ ‫ونَزع ي َده فَِإذَا ِهي ب‬


َ ‫ضآءَ للنَّاظ ِر‬
‫ين‬ َْ َ ُ َ ََ َ
Artinya : Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka tiba-tiba
tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang-orang yang melihatnya.94

4. Mencabut, seperti pada QS. Huud [11]: 9:

‫اها ِمْنهُ ِنَّهُ لََْ ئُوس َك ُفور‬ ِ


َ َ‫نسا َن منَّا َر ْح َُ ًة ثَُّم نََز ْعن‬ ِ ِ
َ ‫َولَئ ْن أَ َذقْ نَا اْإل‬
Artinya : Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari
Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa
lagi tidak berterima kasih.95

5. Berlainan pendapat, seperti pada QS. an-Nisa [4]: 59:

ٍ ِ ِ ِ َ ‫الرس‬ ِ ِ ِ َّ
ُ‫ول َوأ ُْولى اْأل َْم ِر من ُك ْم فَِإن تَنَ َاز ْعتُ ْم في َش ْىء فَ ُرُّدوه‬ ُ َّ ‫الله َوأَطْعُوا‬
َ ‫ين ءَ َامنُوا أَطْعُوا‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
ِ ِ ‫الله والْْ وِم اْأل‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ِ َّ ‫الله و‬
ً‫َح َس ُن تَأْ ِويال‬ َ ‫َخ ِر َذل‬
ْ ‫ك َخْْ َروأ‬ ْ َ َ ‫الر ُسول ن ُكنتُ ْم تُ ْؤمنُو َن ب‬ َ ‫لَى‬

93
QS. 8:46
94
QS. 26:33
95
QS. 11:9
47

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul(-
Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.96

6. Melenyapkan, seperti pada QS. al-Hijr [15]: 47:

ِِ ٍ ِ ِ ِ ِِ ُ ‫ونََز ْعنَا َمافِي‬


َ ‫ص ُدورهم م ْن غ ٍل ْخ َوانًا َعلَى ُس ُرر ُّمتَ َقابل‬
‫ْن‬ َ
Artinya : Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati
mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-
dipan.97

7. Menggelimpangkan, seperti QS. al-Qamar [54]: 20:

‫َّه ْم أ َْع َج ُاز نَ ْخ ٍل ُّمن َقعِ ٍر‬


ُ ‫َّاس َكأَن‬
َ ‫تَن ِزعُ الن‬
Artinya : Yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok
korma yang tumbang.98

8. Memperebutkan, seperti QS. ath-thur [52]: 23:

‫يَتَ نَ َازعُو َن فِ َْها َكأْ ًسا الَّلَغْو فِ َْها َوالَتَأْثِْم‬

96
QS. 4:59
97
QS. 15:47
98
QS. 54:20
48

Artinya : Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang


isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan
dosa.99
Dari berbagai pengertian di atas maka kata naza’a saja sudah bisa mewakili
dalam mendefinisikan konflik, yaitu “suatu keadaan dimana terdapat pertentangan
baik secara fisik maaupun non fisik, oleh kelompok ataupun perorangan”.

B. Sebab-Sebab Konflik Keluarga


Dalam sudut pandang sosial, ada beberapa hal yang menjadi penyebab konflik
sosial, antara lain :
1. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap
manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan
perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan
perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor
penyebab konflik, sebab dalam menjalani hubungan, seseorang tidak selalu
sejalan dengan yang lainnya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di
lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada
yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki
perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab
itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing individu atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat
melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai

99
QS. 52:23
49

contoh, Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha


menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar
bidang serta volume usaha mereka.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dalam masyarakat. Perubahan adalah
sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat
atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial. Misalnya, Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural
yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang
cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti
jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industry, dan lain sebagainya.100
Adapun sebab-sebab konflik keluarga antara lain :
1. Perselingkuhan
Perselingkuhan memang kata-kata yang tidak asing didengar pada masa kini.
Perselingkuhan bisa terjadi di mana saja terutama di kota besar. Bentuknya pun
beragam, dari perselingkuhan dengan teman kantor atau atasa, dengan tetangga,
dengan anak kost bahkan sesama ipar dan sebagainya.
Contoh kasus :
“Suami selingkuh dan melakukan KDRT”
Saya (35) dan suami (48) tahun menikah sejak 1995 dan punya 3 anak. Di awal
pernikahan saya merasa bahagia, tapi setelah hamil anak ke-2 suami sering cemburu
tanpa alasan. Saya pikir karena ia terlalu cinta kepada saya.
Namun suatu hari saya justru memergoki dia bersama wanita lain ke hotel. Saya
cegat mereka, tapi malah marah-marah. Sampai dirumah, malah ia yang ingin bercerai
dengan saya. Aneh kan bu? Seolah saya yang selingkuh. 101

100
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik
101
http//mnova.gramediamajalah.com/Nova/Keluarga/Konsultasi/Suami-Selingkuh-dan-
Melakukan KDRT-1
50

Perselingkuhan dengan alasan apa pun bisa membawa akibat fatal, yaitu
terjadinya perceraian atau putusnya hubungan suami istri. Hal tersebut terjadi karena
kebanyakan pasangan sangat susah untuk memaafkan dan menerima kembali
pasangan yang telah melakukan perselingkuhan. Secara medis akan mendatangkan
penyakit kelamin, dan dampaknya bisa aborsi.

2. Keuangan
Masalah keuangan dalam keluarga juga rentan menimbulkan masalah dalam
keluarga. Apalagi masa sekarang, naiknya harga-harga kebutuhan pokok dan
banyaknya PHK yang berakibat pada penganggura, membuat banyak keluarga
kehilangan keseimbangan, tidak saja menimbulkan kekacauan keuangan, namu juga
berakibat pada keeimbangan emosi, bahkan kegoyahan keyakinan.
Contoh kasus :
“Bocah Trisna yang Ditinggal Ibu dan Adiknya Bunuh diri Ingin Jadi
Ustadz”
Bogor – Mukhtar krisna alias Trisna (6) yang ditinggal ibu dan adiknya bunuh
diri dengan terjun ke Sungai Cisadane, Bogor, ingin sekali sekolah.
Tidak tampak ada raut kesedihan pada Trisna. Bocah polos ini tetap tegar
dengan musibah yang menimpanya. Namun saat mendatangi makam ibunya ibu dan
adiknya, Trisna sedikit mengeluarkan air mata. Trisna mengungkapkan
kekecewaannya atas keputusan ibunya menceburkan diri ke sungai bersama
adiknya.102
Masalah keuangan tidak hanya terkait kemiskinan. Banyak orang yang sudah
mapan secara materi, namun masih berambisi untuk mengumpulkan harta sebanyak-
banyaknya tanpa melihat halal haramnya. Semua waktu tersita melupakan

102
http://m.detik.com/read/bocah-trisna-yang-ditinggal-ibu-dan-adiknya-bunuh-diri-ingin-jadi-
ustadz
51

kewajibannya. Sehingga hubungan keluarga dan sosialnya terganggu dan berdampak


pada hubungan yang tidak harmonis.

3. Kekerasan
Tingkat kekerasan yang dialami perempuan di Indonesia cukup tinggi. Dari
jumlah penduduk Indonesia, 11,4 % penduduk perempuan, terutama di pedesaan,
mengaku pernah mengalami tindak kekerasan. Sebagian besarnya adalah kekerasan
di dalam rumah tangga, seperti pelecehan, penganiayaan dan perkosaan, atau
perselingkuhan oleh pihak suami.103
Contoh kasus :
“Stres Dipukuli Suami, Istri Nyaris Bunuh Diri”
SURABAYA – Seorang ibu rumah tangga beranak dua di Surabaya mencoba
bunuh diri dengan meminum racun serangga karena sang suami kerap menganiaya
dirinya.
Nyawa Nyonya MSD nyaris tidak tertolong bila tim medis RSUD Dokter
Sutomo, tidak segera menanganinya akibat terkena racun serangga yang sengaja
diminum untuk mengakhiri hidupnya. Keputusan nekad tersebut diambil, karena ibu
beranak dua ini terpukul akibat perlakuan kasar sang suami. Hal tersebut terlihat dari
luka memar dan sulutan rokok pada bagian wajah MSD.104
Jika dicermati jenis kekerasan di atas, maka kekerasan yang terjadi dalam
keluarga sangatlah rentan, apalagi bagi pihak istri. Karena hal tersebut tidak saja perlu
penanganan yang serius, juga diperlukan tindakan prefentif.
Secara sederhana faktor yang menimbulkan kekerasan terbagi menjadi dua,
yaitu: dari faktor eksternal adalah berkaitan dengan hubungan kekuasaan suami-istri

103
Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004,
Cet. Ke-1, hal.57
104
http://www.indosiar.com/patroli/stres-dipukul-suami-istri-nyaris-bunuh-diri_33696.html
52

dan diskriminasi jender dikalangan masyarakat, dan faktor internal, yaitu karena
kondisi psikis dan kepribadian suami sebagai pelaku kekerasan.105

4. Gangguan Seksual
Secara kebahasaan, seks (sex) artinya kelamin atau jenis kelamin. Pengertian ini
secara luas berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin, segala
sesuatu yang berkenaan dengan masalah percampuran antara laki-laki dan perempuan,
di sebut seks.106
Kasus yang berkenaan dengan seksual yang mendatangkan konflik terhadap
suami istri sangatlah beragam, dengan akibat dan dampak yang bervariasi pula.
Seperti ketidakmampuan istri atau suami memberikan nafkah batin kepada
pasangannya, adanya perilaku yang menyimpang dalam melakukan kegiatan seksual
dan sebagainya.
Contoh kasus :
“Bocah Kelas 2 SMP Jadi Korban Pencabulan Ayah Tiri”
PACITAN – Ibarat pagar makan tanaman. Tak puas dilayani istri, anak tiri pun
jadi pelampiasan nafsu setan. Tindakan amoral itu dilakukan SR (40) warga Kalak,
Donorojo, Pacitan. Tak puas sekali, tindakan mesum itu dilakukan berulang-ulang. 107
Keluhan akan ketidakpuasan seksual pada masa sekarang tidak saja didominasi
oleh suami, akan tetapi keluhan dari pihak istri yang mengemuka dari berbagai
konsultasi masalah seksual juga semakin banyak.

C. Jenis – Jenis Konflik Keluarga


Jenis-jenis konflik keluarga sebagai berikut :

105
Fathul Djannah, Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: LkiS, 2003, Cet. Ke-1, hal. 6.
106
Miftahul Asror, Seks dalam Bingkai Islam, Surabaya: Jawara surabaya, 2003, Cet. Ke-1, hal.
13.
107
http://m/detik.com/read/2012/08/25/112057/1998683/475/
53

1. Konflik keluarga yang timbul akibat kepribadian: a) Benci kepada suami/istri, b)


Selalu cemberut terhadap pasangannya, c) Berprasangka buruk, d) Berkata kasar,
e) Melawan dan tidak taat kepada suami, f) Suka memaki pasangannya, g)
Menggagumi suami orang, h) Suami/istri yang masa bodoh dengan dandanannya
untuk pasangannya, i) Kurang memahami tanggung jawab, j) Perselisihan antar
keluarga, k) Tidak ada komitmen antara suami-istri terhadap perintah Syari’at, l)
Membocorkan rahasia, m) Tidak mau menerima perubahan pasangannya, n)
Terlalu mudah menuduh pasangannya, o) Tertutup dan mengisolasi diri, p) Suami
menderita akibat guna-guna, q) Tidak saling memahami watak dan
pembawaannya, r) Impotensi dan frigiditas
2. Konflik keluarga yang ditimbulkan oleh lingkungan: a) Bangunan keluarga yang
tidak dilandasi istiqamah dan komitmen, b) Suami istri yang suka maksiat, c)
Sikap suami/istri yang memberi peluang kepada pihak lain untuk ikut campur
dalam kehidupan dan permasalahan rumah tangganya, d) Istri yang menolak ibu
mertuanya untuk tinggal dalam satu rumah, e) Menunda kehamilan, f) Saudara
perempuan suami yang ikut-ikutan memusuhi istri, g) Menghina dan tidak
menghormati keluarga suaminya, h) Anak tiri, i) Tidak mau menyesuaikan diri
dengan kegemaran pasangannya, j) Diguna-guna dan diirikan orang lain, k) Ujian
anak di sekolah.
3. Konflik keluarga yang muncul karena perilaku istri : a) Membantah suami yang
sedang bicara atau marah, b) Terbiasa menentang dan membantah, c) Memaksa
dan meminta dengan kasar, d) Bersumpah serapah kepada anak , e) Tidak
memilih waktu yang tepat dalam menyampaikan permasalahannya, f) Angkuh
terhadap suami karena istri berasal dari keluarga kaya/terhormat, g) Menolak
tidur bersama suami tanpa alasan, h) Ketergantungan istri kepada ibunya, i)
Bersikap tak acuh, j) Kurang memperhatikan kebersihan dan kerapihan anak-
anaknya, k) Membuang-buang waktu dengan mengobrol ditelepon, l) Terlalu
54

memperhatikan anak sehingga suami terabaikan, dan m) Berbohong kepada


suaminya
4. Konflik keluarga karena sikap isteri terhadap masalah keuangan: a) Membebani
suami dengan pengeluaran kebutuhan yang berlebihan, b) Menekan suami untuk
tidak boros, c) Suami tersinggung karena istri tidak pernah berterima kasih
kepadanya, d) Kurang tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi suami, e) Istri
yang hanya ingin memeras harta suami, f) Mas kawin yang mahal, g) Selalu
mengeluh karena penghasilan suami.
5. Konflik keluarga karena sikap isteri terhadap orang-orang di sekitarnya: a) Istri
yang menelan begitu saja setiap perkataan yang datang dari luar, b) Menolak
untuk menjalin hubungan baik dengan keluarga suami, c) Selalu mengeluhkan
tingkah laku anak-anak, d) Terlalu banyak keluar rumah, e) Tidak sejalan dengan
cara suami dalam mendidik anak, f) Terlalu sensitif g) Suka ikut campur urusan
orang lain, h) Terlalu mudah cemburu, i) Ada perasaan bahwa suami kerap
menyembunyikan rahasia, j) Tidak memahami pekerjaan dan tanggungjawab
suami, k) Suka berpura-pura sakit, dan l) Mengizinkan orang-orang yang tidak
disukai suami masuk ke dalam rumah.
a. Konflik keluarga yang muncul karena perilaku suami: a) Suami suka
membesar-besarkan kebaikan dirinya di depan istri, b) Ancaman cerai dari
suami, c) Anggapan bahwa hak istri hanyalah makan, tempat tinggal, dan
kebutuhan materi lainnya, d) Selalu membandingkan istrinya dengan ibu atau
neneknya, e) Mengagumi istri orang lain, f) Meremehkan pendapat istri, g)
Tidak pernah mengagumi istri, h) Sering membicarakan niatnya untuk
menikah lagi, i) Idealisme suami yang berlebihan di awal-awal masa
pernikahan, j) Menghina istri dan menjatuhkan wibawanya di hadapan anak-
anak, k) Kurang peduli terhadap kesalahan kecil istri, l) Menghina istri
dengan latar belakang keluarganya, m) Menuntut istri untuk melakukan setiap
perintahnya, n) Suami sering melakukan dosa besar, o) Tinggal serumah
55

dengan keluarga suami, p) Istri memergoki suaminya punya hubungan khusus


dengan wanita lain, q) Terlalu memberi kebebasan kepada istrinya untuk
berpergian sendiri, r) Merendahkan dan memperlakukan istri dengan buruk,
s) Suami yang menganggap dirinya selalu benar, t) Dingin kepada istri, u)
Mudah marah, v) Terlalu asik dengan komputer dan internet, w) Tidak suka
makanan dan minuman yang dibuat oleh istri, x) Tidak mendukung istri untuk
berkembang, y) Cemburu terhadap kedudukan atau pekerjaan istri, z) Suami
yang sering ke luar kota dan lebih sibuk dengan pekerjaannya.
6. Konflik keluarga yang timbul dari keadaan penghasilan suami: a) Mengabaikan
kewajiban menafkahi istri dan anak, b) Suami yang menekan istrinya untuk
menguasai kekayaannya, c) Suami menuntut istrinya untuk berhemat, d) Hutang
yang menumpuk, e) Suami bersikeras menabung untuk menjamin masa depan
keluarga.108

D. Akibat konflik Keluarga


Akibat dari sebuah konflik sosial adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalami
konflik dengan kelompok lain.
2. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam,
benci, saling curiga dan lain-lain.
4. Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik109
Adapun akibat dari konflik keluarga, antara lain :
1. Dampak negatiknya terhadap anak-anak

108
Nabil Mahmud, Problematika Rumah Tangga dan Kunci Penyelesaiannya, Jakarta: Qisthi
Press, 2005, Cet. Ke-3, hal. viii – xiv.
109
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Konflik
56

2. Rahasia rumah tangga menjadi tidak rahasia lagi


3. Rasa cinta dan kasih sayang semakin pupus
4. Hubungan silaturahmi menjadi terputus
5. Menjadi bahan pergunjingan (ghibah)110

E. Pengertian Manajemen Konflik Keluarga


Dalam kehidupan sehari-hari, sering terdengar istilah maajemen. Tidak hanya
digunakan dalam organisasi atau perusahaan, tetapi dalam urusan hati pun sering
digunakan, seperti manajemen hati, manajemen cinta, manajemen syahwat, dan lain
sebagainya, tentu ada juga manajemen dakwah dan pendidikan. Disini penulis
berupaya untuk mendalami makna manajemen sehingga nantinya dapat ditarik
kesimpulan tentang adanya manajemen konflik.
Manajemen jika di tinjau dari sudut etimologi dari kata “manage” yang artinya
mengemudikan, memerintah, memimpin atau dapat diartikan sebagai suatu
pengurusan. Dalam hal ini dimaksudkan dengan pengurusan atau pengaturan,
memimpin atau membimbing dilakukan terhadap orang lain (pihak lain) dalam rangka
usaha mencapai suatu tujuan tertentu.111
Manajemen menurut Hersey dan Blanchard adalah kegiatan yang dilakukan
bersama dan melalui orang-orang serta kelompok dengan maksud untuk mencapai
tujuan.112 Menurut Mary Parker Fallet adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan
melalui orang lain. Artinya tujuan-tujuan akan tercapai melalui pengaturan orang lain,
seseorang yang diberikan tugas untuk itu.113

110
Nabil Mahmud, Problematika Rumah Tangga dan Kunci Penyelesaiannya, hal. 189 – 191.
111
Abdulsyani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1967), cet. Ke-1, hal. 1.
112
Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, (Bandung: Falah Production, 2000) hal. 3
113
James A.F. Stoner, Manajemen, (Prentice Hall International, Inc. Englewood Cliffs, New
York, 1992), hal. 8
57

Sedangkan menurut Mulia Nasution, manajemen sebagai aktivitas perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan untuk mencapai
tujuan yang menggunakan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”. 114
Manajemen yang baik dalam penerapannya harus diikuti dengan beberapa
prinsip yang mendukung keberhasilan yang optimal, sehingga mencapai kualitas
manajemen yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Perencanaan yang mantap
b. Pelaksanaan yang tepat
c. Pengawasan yang ketat115
Manajemen dalam istilah Arab biasa disebut dengan ‫ ِدارة‬/ ‫ تدبْر‬yang berarti

pengaturan, administrasi, manajemen,116 yudabbiru” hanya terulang sebanyak 4 kali,


117
yaitu :

‫استَ َوى َعلَى الْ َع ْر ِش يُ َدبُِر اْأل َْمَر َم ِامن‬ ِ ِ ِ ‫السُاوا ِ واْألَر‬ ِ
ْ ‫ض في ستَّة أَيَّ ٍام ثَُّم‬
َ ْ َ َ َ َّ ‫ِ َّن َربَّ ُك ُم اللهُ الَّذي َخلَ َق‬
ِ ِ ِ
ْ َ‫َشف ٍْع ِالَّ ِمن بَ ْعد ِ ْذنِِه َذل ُك ُم اللهُ َربُّ ُك ْم ف‬
‫اعبُ ُدوهُ أَفَالَ تَ َذ َّك ُرو َن‬
Artinya : Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy (singgasana) untuk
mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali
sesudah ada keizinan-Nya. Yang demikian itulah Allah, Rabb kamu, maka sembahlah
Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran.118

114
Mulia Nasution, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 2
115
Khatib Pahlawan Kayo, Manajemen Dakwah, Jakarta: Penerbit Amzah, 2007, Cet. Ke-1,
hal. 18
Munir al-Ba’labakiy, al-Mawrid, Beirut: Daar al-‘Ilm lil Malayin, 1994, h. 555
116

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqiy, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-Karim,


117

Indonesia: Maktabah dahlan, tt, h. 320.


118
QS. 10:3
58

ِ ُِْْ‫السُع واْألَبصار ومن يخ ِرْ الْحي ِمن ال‬


‫ت‬ ِ ِ ُ‫الس‬
ِ ‫آء َواْأل َْر‬ ِ
َ َ َّ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َّ ‫ك‬ ُ ‫ض أ ََّمن يَ ُْل‬ َ َّ ‫قُ ْل َمن يَ ْرُزقُ ُكم م َن‬

ُ ‫ت ِم َن الْ َح ِي َوَمن يُ َدبُِر اْأل َْمَر فَ َسَْ ُقولُو َن اللهُ فَ ُق ْل أَفَالَتَت‬


‫َّقو َن‬ َ َُِْ ْ‫ِْ ال‬
ُ ‫َويُ ْخر‬
Artinya : Katakanlah:"Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan" Maka mereka
menjawab:"Allah". Maka katakanlah:"Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-
Nya)?." 119

ٍ ِ َّ ‫الله الَّ ِذي رفَع‬


ٌّ‫س َوالْ َق ََُر ُكل‬
َ َُّ ْ ‫الس َُ َاوا بِغَْْ ِر َع َُد تََرْونَ َها ثَُّم‬
ْ ‫استَ َوى َعلَى الْ َع ْر ِش َو َس َّخَر الش‬ ََ ُ
ِ ‫صل اْألَيا ِ لَعلَّ ُكم بِلِ َق‬
‫آء َربِ ُك ْم تُوقِنُو َن‬ ِ ِ
َ ‫يَ ْج ِري أل‬
ْ َ َ ُ ‫َج ٍل ُّم َس ًُّى يُ َدب ُر اْأل َْمَر يَُف‬
Artinya : Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang
kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy, dan menundukkan matahari dan
bulan.Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan.Allah mengatur urusan
(makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini
pertemuan(mu) dengan Rabbmu.120

‫ ُ َسنَ ِة ِم َُّا تَعُدُّو َن‬ ِ ٍ ِِ ِ ُ‫الس‬ ِ ِ


َ ْ‫ض ثَُّم يَ ْع ُر ُْ ِلَْْه في يَ ْوم َكا َن م ْق َد ُارهُ أَل‬
ِ ‫آء ِلَى اْأل َْر‬ َ َّ ‫يُ َدب ُر اْأل َْمَر م َن‬
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik
kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu.121

119
QS. 10:31
120
QS. 13:2
121
QS. 32:5
59

Dari keempat ayat tersebut bisa di ambil kandungan ayat berkenaan dengan
manajemen, yaitu:
1. Allah mengatur segala urusan baik yang ada di bumi dan di langit. Artinya urusan
apapun yang dilakukan perlu pengaturan yang holistik, menyeluruh dan seksama.
2. Pemberitaan bahwa Allah mengatur segala urusan baik yang ada dilangit maupun
di bumi yang ditujukan agar manusia dapat mengambil pelajaran, bertakwa
kepada Allah dan menyakini bahwa nanti akan bertemu kepada-Nya. Artinya
dalam mengatur dan mengurus segala urusan, tidak hanya mengandalkan akal
dan mementingkan diri sendiri. Apapun yang dikerjakan dengan penuh
perhitungan semuanya diharapkan agar apapun hasilnya perlu diintropeksi,
dijadikan pelajaran dan dipertanggungjawabkan. Semua pekerjaan apapun
dikelola dengan baik ditujukan bisa mendekatkan diri pada Allah sehingga
menjadikan manusia bertakwa.
Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen menurut al-
Qur’an adalah mengatur segala sesuatu secara menyeluruh dan seksama atas dasar
keimanan kepada Allah Swt.
Jika dibandingkan pengertian manajemen yang diambil dari Barat dengan apa
yang dikehendaki oleh al-Qur’an, terdapat perbedaan yang sangat mencolok.
Pengertian manajemen secara umum hanya menitikberatkan pada proses dan aktifitas
yang dapat mendatangkan hasil sesuai dengan tujuan yang diinginkan, sehingga
tujuan dan aktifitasnya bebas nilai. Berbeda dengan manajemen yang dikehendaki al-
Qur’an, bahwa tujuan awal dari sebuah aktifitas harus berdasarkan nilai-nilai yang
Allah telah berikan, demikian pula bagaimana cara memperoleh keinginan dan
tujuannya.
Dalam proses pencapaian tujuan, tentu tidak lepas dari adaya kesenjangan
antara apa yang diharapkan dengan kenyataan yang ada. Hal itulah yang bisa
mendatangkan konflik, baik bagi suatu kelompok atau pun sebagai individu. Miller
dan Teinberg memberikan konsep manajemen konflik adalah bentuk komunikasi
60

yang mencoba untuk menggantikan disfungsional dan tidak sesuai dengan persetujuan
dan persesuaian yang produktif.122
Konflik tidak hanya dilihat sebagai hal yang negatif, tidak wajar atau merusak.
Gejala konflik adalah hal yang alamiah dan wajar. Konflik harus dikendalikan dan
digunakan sebagai sesuatu yang nantinya akan memperkaya hubungan dua manusia
atau lebih.

122
Budyatna & Nina Mutmainah, Komunikas Antarpribadi, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 2002. Cet. ke-3, h. 2
61

BAB IV
MANAJEMEN KONFLIK KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN

A. Perencanaan Keluarga yang Mantap


1. Memahami Tujuan Pernikahan
Allah Swt berfirman:
ِ ِ ْ َ‫الصالِ ِحْن ِمن ِعب ِاد ُكم وِمآئِ ُكم ِن ي ُكونُوا فُ َقرآء ي غْنِ ِهم الله ِمن ف‬ ِ ِ
ُ‫ضله َوالله‬ ُ ُ ََُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ‫َوأَنك ُحوا اْألَيَ َامى من ُك ْم َو‬
}23{ ‫َو ِاسع َعلِْم‬
Kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.123
Anjuran melaksanakan nikah dalam Al-Qur’an mengandung beberapa tujuan
baik tujuan yang bersifat pisik maupun yang bersifat moral. Tujuan yang bersifat pisik
adalah untuk menyalurkan hasrat biologis terhadap lawan jenis dan juga
mengembangkan keturunan sebagai pelanjut tugas kekhalifahan manusia di muka
bumi.
Adapun tujuan moral dari pernikahan adalah untuk melakukan pengabdian
kepada Tuhan dengan sebaik-baiknya dan dengan pengabdian ini akan diharapkan
adanya intervensi dalam kehidupan berkeluarga yang akhirnya akan melahirkan
generasi-generasi yang taat dan shalih.
Sakralnya tujuan yang terkandung dalam pernikahan menunjukkan bahwa
pernikahan bukanlah sekadar uji coba yang bilamana tidak mampu melanjutkannya
dapat diberhentikan dengan seketika yang seolah-olah perceraian adalah sesuatu yang

123
Q.S. al-Nur: 32
62

lumrah. Banyaknya terdapat persefsi yang seperti ini menunjukkan bahwa masyarakat
masih memandang bahwa perniakhan hanya merupakan persoalan biologis semata.
Berdasarkan tujuan inilah maka menghadapi pernikahan harus dilakukan
dengan kematangan baik kematangan dari segi material terlebih lagi dari segi moral.
Dengan kata lain mendapatkan kedewasaan sebelum menikah lebih baik daripada
mendapatkannya sesudah menikah.
Urgensi kematangan sebelum menikah ditandai dengan proses-proses yang
harus dilalui secara berurutan seperti menanya, meminang, dan nikah sebenarnya. Hal
ini dilakukan supaya calon suami-isteri benar-benar matang dalam mengayuhkan
rumah tangganya karena proses-proses yang disebutkan tadi masih memberikan
peluang untuk mengundurkan diri dari pernikahan sebelum sampai kepada pernikahan
yang sebenarnya karena pengunduran diri (cerai) pasca pernikahan yang sebenarnya
dapat menimbulkan korban beberapa pihak seperti keluarga dan anak-anak.
Anjuran pernikahan dalam Al-Qur’an adalah anjuran yang penuh dengan
persyaratan sehingga tujuan-tujuan dari pernikahan disebutkan secara tegas dalam Al-
Qur’an sekalipun sifatnya masih global. Tujuan-tujuan pernikahan inilah yang
seharusnya dijadikan bahan evaluasi baik oleh orang tua calon maupun para calon itu
sendiri untuk menentukan kadar kemampuannya dalam menghadapi pernikahan.
Nampaknya tujuan-tujuan inilah yang mendasari para orang tua dahulu membuat
semacam proses untuk sampai kepada pernikahan yang sebenarnya agar tujuan-tujuan
dimaksud dapat direalisasikan dalam rumah tangga.
Adapun mengenai faktor biologis maka Nabi Muhammad memberikan solusi
alternatif yaitu dengan melaksanakan puasa bagi yang tidak punya kemampuan untuk
meredamnya. Sebaliknya Nabi Muhammad mengecam orang-orang yang punya
kemampuan dalam berbagai aspek untuk menikah tapi tidak melaksanakannya
dianggap sebagai orang yang anti terhadap sunnahnya. Berdasarkan hal maka pihak
ketiga harus pula berperan aktif untuk mencarikan jodoh bagi orang-orang yang
sangat sulit untuk mendapatkannya.
63

Tujuan-tujuan pernikahan sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an


adalah untuk mendapatkan surga dan ampunan Tuhan, untuk menjalankan hukum-
hukum Tuhan dan mendapatkan karunia Tuhan, sebagaimana firman Allah Swt:

ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َوالَ تَ ْنك ُحوا الْ ُُ ْش ِرَكا َحتَّى يُ ْؤم َّن َوأل ََمة ُّم ْؤمنَة َخْْرمن ُّم ْش ِرَكة َولَ ْو أ َْع َجبَ ْت ُك ْم َوالَ تُنك ُحوا الْ ُُ ْش ِرك‬
‫ْن َحتَّى‬

‫ك يَ ْدعُو َن ِلَى النَّا ِر َواللهُ يَ ْدعُوا ِلَى الْ َجن َِّة َوالْ َُ ْغ ِفَرِة‬
َ ِ‫يُ ْؤِمنُوا َولَ َعْبد ُّم ْؤِمن َخْْ ِرمن ُّم ْش ِرٍك َولَ ْو أ َْع َجبَ ُك ْم أ ُْوالَئ‬
ِ ‫بِِإ ْذنِِه َويُبَ ِْ ُن ءَايَاتِِه لِلن‬
}331{ ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َذ َّك ُرو َن‬
Artinya: “janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamumenikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”124

‫اح َعلَْْ ِه َُآ أَن‬ ِ ِ ِ ِ ِ


َ َ‫فَإن طَلَّ َق َها فَالَ تَح ُّل لَهُ من بَ ْع ُد َحتَّى تَنك َح َزْوجاً َغْْ َرهُ فَإن طَلَّ َق َها فَالَ ُجن‬
}322{ ‫الله يُبَ ِْنُ َها لَِق ْوٍم يَ ْعلَ ُُو َن‬
ِ ‫ك ح ُدود‬ ِ ِ ‫ي تَ راجعآ ِن ظَنَّا أَن ي ِقُْا ح ُد‬
ُ ُ َ ْ‫ود الله َوتل‬
َ ُ َ ُ ََ َ َ
Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua),
maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang
lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikanya, maka tidak ada dosa bagi
keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya

124
QS. 2:221
64

berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum


Allah, ditengkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.125
Adapun tujuan-tujuan yang lain seperti mengembangkan keturunan dan
menyalurkan kebutuhan biologis adalah tujuan yang paling asasi dan sekiranya Al-
Qur’an tidak menyebutkannya maka dipastikan bahwa tujuan yang seperti ini sudah
lumrah berlaku.
Tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan surga dan keampunan Tuhan
sekalipun pernyataan ini tidak secara langsung ditegaskan dalam Al-Qur’an. Larangan
Al-Qur’an menikah dengan orang-orang musyrik -walaupun mereka mengagumkan
dalam berbagai aspek- didasarkan kepada kekhawatiran bahwa mereka akan menarik
pasangannya yang mukmin ke neraka sedangkan Allah mengajak kepada surga dan
keampunan.
Ayat ini dapat dipahami bahwa menikah dengan orang-orang musyrik tidak
direstui oleh Allah sedangkan menikah dengan orang-orang mukmin sudah pasti
diridhai-Nya. Oleh karena itu menikahi orang-orang yang diridhai oleh Allah adalah
merupakan aturan yang wajib diindahkan sehingga implikasi yang akan diperoleh
ialah mendapatkan surga dan keampunan.
Tujuan pernikahan selanjutnya adalah untuk menegakkan hukum-hukum Allah
karena lebih efektif menegakkannya dengan berteman daripada sendirian.
Berdasarkan tujuan ini maka keberadaan teman menikah adalah merupakan mitra
dialog yang saling memberikan kontribusi kepada masing-masing pihak dalam
berbagai urusan termasuk dalam urusan menegakkan hukum-hukum Allah.
Menegakkan hukum-hukum Allah dalam kehidupan rumah tangga adalah
tanggung jawab bersama suami isteri dan masing-masing pihak seyogianya
memberikan kontrol terhadap pasangan masing-masing. Oleh karena itu salah satu
pihak dianggap zhalim bilamana mendiamkan pasangannya melanggar ketentuan-
ketentuan yang sudah digariskan oleh Allah.

125
QS. 2:230
65

Tujuan berikutnya dari suatu pernikahan adalah untuk mencari karunia Allah
yaitu berupa rezeki yang halal karena rezeki yang tidak halal tidak termasuk karunia
Allah dan pengertian karunia disini dengan rezeki dapat dipahami dengan adanya
kalimat fakir (fuqara’) dan kalimat kaya (yughni). Pernyataan ini mengindikasikan
bahwa suami isteri tidak boleh bermalas-malasan mencari rezeki karena rezeki adalah
salah satu penopang kehidupan keluarga. Kata karunia dalam redaksi ini dapat
dipahami bahwa pencarian rezeki harus didasari kepada ketentuan-ketentuan yang
berlaku dan karenanya masing-masing pihak harus selektif agar mendapatkan rezeki
yang direstui oleh Allah. Urgensi pencarian rezeki yang halal dan baik akan
berimplikasi kepada jiwa dan mental anak sehingga baik tidaknya seorang anak sangat
ditentukan oleh nilai hukum rezeki yang diberikan.
Tujuan-tujuan dari pernikahan inilah yang seharusnya dipegang teguh secara
konsisten oleh pasangan masing-masing sehingga keegoisan dalam mempertahankan
dan menerima pendapat serta pemaksaan kehendak tidak seharusnya terjadi dalam
kehidupan rumah tangga.
Ide-ide yang muncul dari pihak suami atau isteri harus dipikirkan secara rasional
tidak dengan emosional dan oleh karena itu setiap ide yang muncul perlu didiskusikan
agar memiliki tujuan yang jelas agar pihak lain tidak merasa terpaksa menerimanya
dan hal ini adalah merupakan gambaran rumah tangga yang demokratis.
Pada akhirnya, tujuan ini menjadi hal yang pertama dan dasar dalam Undang-
undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 Bab I Pasal 1: “Perkawinan ialah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa.”126

2. Memilih Istri atau Suami Sesuai Kriteria Agama

126
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986, cet. ke-5, hal. 141.
66

Setelah mengetahui tentang tujuan menikah maka seorang calon suami atau istri
untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup karena hidup berumah tangga tidak
hanya untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya
sampai akhir hayat .
Muslim atau Muslimah dalam memilih calon istri atau suami tidaklah mudah
tetapi membutuhkan waktu. Karena kriteria memilih harus sesuai dengan syariat
Islam. Orang yang hendak menikah, hendaklah memilih pendamping hidupnya
dengan cermat, hal ini dikarenakan apabila seorang Muslim atau Muslimah sudah
menjatuhkan pilihan kepada pasangannya yang berarti akan menjadi bagian dalam
hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi
ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau
pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi
nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal terhadap
pasangan hidup pilihan kita setelah berumah tangga kelak.
Dalam memilih calon istri, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di
antaranya :
1. Hendaknya calon istri memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik
karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri
dan ibu. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam :

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْْ ِه َو َسلَّ َم قَ َال تُْن َك ُح الْ َُ ْرأَةُ ِأل َْربَ ٍع لِ َُالِ َها َولِ َح َسبِ َها‬ ِ
َ ‫َع ْن أَبِي ُهَريَْرةَ َرض َي اللَّهُ َعْنهُ َع ْن النَّبِ ِي‬
ِ ِ ِ ِِ ِ
ْ َ‫َو َج َُال َها َولدين َها فَاظَْف ْر بِ َذا الدي ِن تَ ِرب‬
‫ت يَ َد َاك‬
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah
perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.”127

127
Shahih Bukhari, no. 4700
67

Dalam hadits di atas dapat kita lihat, bagaimana beliau Rasulullah Saw
menekankan pada sisi agamanya dalam memilih istri dibanding dengan harta,
keturunan, bahkan kecantikan sekalipun.
Demikian pula Allah Swt berfirman :

‫َوالَ تَ ْن ِك ُحوا الْ ُُ ْش ِرَكا ِ َحتَّى يُ ْؤِم َّن َوأل ََمة ُّم ْؤِمنَة َخْْ ِرمن ُّم ْش ِرَك ٍة َولَ ْو أ َْع َجبَ ْت ُك ْم‬
Artinya: “janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu ....”128
Sehubungan dengan kriteria memilih calon istri berdasarkan akhlaknya, Allah
berfirman :
ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ِ‫ْن َوالطَِّْبُو َن للطَِّْبَا ِ أ ُْوالَئ‬
‫ك ُمبَ َّرءُو َن‬ َ ‫ْن َوالْ َخبْثُو َن للْ َخبْثَا َوالطَّْبَا ُ للطَّْب‬
ِ
َ ‫الْ َخبْثَا ُ للْ َخبْث‬
}32{ ‫ِم َُّا يَ ُقولُو َن لَ ُهم َّم ْغ ِفَرة َوِرْزق َك ِريم‬
Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-
laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-
wanita yang baik (pula) … .” 129
Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu
tersebut agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wanita yang shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana
firman-Nya :

َ ‫ب بِ َُا َح ِف‬
}23{ ُ‫ظ الله‬ ِ َْْ‫الصالِ َحا ُ قَانِتَا َحافِظَا لِْلغ‬
َّ َ‫ف‬

128
QS. 2:221
129
QS. An Nur : 26
68

Artinya: “Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara dirinya, oleh karena itu Allah memelihara mereka.”130
Sedang wanita shalihah bagi seorang laki-laki adalah sebaik-baik perhiasan
dunia.

ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْْ ِه َو َسلَّ َم قَ َال الدُّنَْْا َمتَاع َو َخْْ ُر َمتَ ِاع الدُّنَْْا الْ َُ ْرأَة‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َّ ‫َع ْن َعْبد اللَّه بْ ِن َع ُْ ٍرو أ‬

ُ‫الصالِ َحة‬
َّ
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita
shalihah.”131
2. Hendaklah calon istri itu penyayang dan banyak anak.
Nabi Muhammad Saw pernah bersabda :

‫ود‬
َ ُ‫ود الْ َول‬
َ ‫تََزَّو ُجوا الْ َو ُد‬
Kawinilah perempuan penyayang dan banyak anak … .”132
Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan,
dengan dia mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki
berkeinginan untuk menikahinya. Sedang Al-Waluud adalah perempuan yang banyak
melahirkan anak. Dalam memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal
yang perlu diketahui :
a. Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan.
Untuk mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena
itu seorang wanita yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya
mampu melahirkan banyak anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga
dapat menunaikan kewajiban mendidik anak serta menjalankan tugas sebagai istri
secara sempurna.

130
QS. An Nisa’ : 34
131
Shahih Muslim, no. 2668
132
Shahih Bukhari, no: 1753
69

b. Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah


sekiranya mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka
biasanya wanita itu pun akan seperti itu.
3. Hendaknya memilih calon istri yang masih gadis terutama bagi pemuda yang
belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat
yang agung, di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang
akan menyusahkan kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan,
dan menyebarkan polusi kesulitan dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan
mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis itu akan memberikan sepenuh
kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali melindungi, menemui,
dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang kedua ia
tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan
yang besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua.
4. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.
Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-
penyakit yang menular atau cacat secara hereditas. Sehingga anak tidak tumbuh besar
dalam keadaan lemah atau mewarisi cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit
nenek moyangnya. Di samping itu juga untuk memperluas pertalian kekeluargaan dan
mempererat ikatan-ikatan sosial.
Adapun kriteria memilih calon suami sebagai berikut:
1. Islam.
Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih
calon suami sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat
dunia dan akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
70

ِ ُ‫والَ تَ ْن ِكحوا الُْ ْش ِرَكا ِ حتَّى ي ْؤِم َّن وألَمة ُّم ْؤِمنَة خْ ِرمن ُّم ْش ِرَك ٍة ولَو أ َْعجب ْت ُكم والَ ت‬
‫نك ُحوا‬ َ ْ ََ ْ َ َْ َ َ ُ َ ُ ُ َ

َ ِ‫ْن َحتَّى يُ ْؤِمنُوا َولَ َعْبد ُّم ْؤِمن َخْْ ِرمن ُّم ْش ِرٍك َولَ ْو أ َْع َجبَ ُك ْم أ ُْوالَئ‬
‫ك يَ ْدعُو َن ِلَى النَّا ِر َواللهُ يَ ْدعُوا‬ ِ
َ ‫الْ ُُ ْش ِرك‬
ِ ‫ِلَى الْ َجن َِّة َوالْ َُ ْغ ِفَرِة بِِإ ْذنِِه َويُبَ ِْ ُن ءَايَاتِِه لِلن‬
}331{ ‫َّاس لَ َعلَّ ُه ْم يَتَ َذ َّك ُرو َن‬
Artinya: “janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamumenikahkan orang-orang
musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
budak yang mu'min lebih baik dari orang-orang musyrik walaupun dia menarik
hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintahnya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.”133
2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.
Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka
Islam memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.
Rasulullah Saw bersabda :

ِ ‫ض ْو َن ِدينَهُ َو ُخلَُقهُ فَأَنْ ِك ُحوهُ َِّال تَ ْف َعلُوا تَ ُك ْن فِْت نَة فِي ْاألَْر‬
‫ض َوفَ َساد‬ َ ‫ِ َذا َجاءَ ُك ْم َم ْن تَ ْر‬
“Apabila kamu sekalian didatangi oleh seseorang yang dien dan akhlaknya
kamu ridhai maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka
akan terjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” 134
Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya
pada dasar takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan
tidak menjadikan kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

133
QS. 2:221
134
Sunan Tirmidzi, no. 1005
71

ِ ِ ْ َ‫الصالِ ِحْن ِمن ِعب ِاد ُكم وِمآئِ ُكم ِن ي ُكونُوا فُ َقرآء ي ْغنِ ِهم الله ِمن ف‬ ِ ِ
ُ‫ضله َوالله‬ ُ ُ ََُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ‫َوأَنك ُحوا اْألَيَ َامى من ُك ْم َو‬
}23{ ‫َو ِاسع َعلِْم‬
Kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.135
Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai
ketakwaan dan keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang
bagaimana memperlakukan istri, berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan
dirinya serta agamanya, sehingga dengan demikian ia akan dapat menjalankan
kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga dan menjalankan
kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan
nafkah.
Jika dia merasa ada kekurangan pada diri si istri yang dia tidak sukai, maka dia
segera mengingat sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yaitu :

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْْ ِه َو َسلَّ َم َال يَ ْفَرْك ُم ْؤِمن ُم ْؤِمنَ ًة ِ ْن َك ِرَه ِمْن َها ُخلًُقا َر ِض َي‬ ِ ُ ‫عن أَبِي هري رَة قَ َال قَ َال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ َْ َ ُ َْ
‫آخَر‬ ِ
َ ‫مْن َها‬
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata, bersabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Jangan membenci seorang Mukmin (laki-laki) pada

135
Q.S. al-Nur: 32
72

Mukminat (perempuan) jika ia tidak suka suatu kelakuannya pasti ada juga kelakuan
lainnya yang ia sukai.”136
Untuk dapat mengetahui agama dan akhlak calon suami, salah satunya
mengamati kehidupan si calon suami sehari-hari dengan cara bertanya kepada orang-
orang dekatnya, misalnya tetangga, sahabat, atau saudara dekatnya
.
3. Persiapan Ruhiyah, Ilmiyah dan Jasadiyah
Persiapan secara mental (ruhiyah), dimaksudkan untuk memantapkan langkah
menuju kehidupan rumah tangga, agar tidak gamang dengan berbagai macam kondisi
yang akan dilalui setelah pernikahan: siap dengan adanya beban-beban, siap
menghadapi cobaan kehidupan, dan siap menyelesaikan masalah.
Persiapan ilmiah, dimaksudkan untuk mengetahui berbagai seluk-beluk hukum,
etika, dan berbagai aturan berumaah tangga. Dalam masyarakat kita banyak terjadi
pasanga suami istri yang memasuki kehidupan keluarga tanpa bekal pengetahuan
yang memadai tentang hukum-hukum kerumahtanggaan. Sebagai contoh, masih
banyak yang tidak mengetahui tatacara mandi janabat, tidak mengetahui etika
berhubungan suami istri, tidak mengetahui hukum dan tatacara membersihkan najis
dan sebagainya.
Persiapan jasadiyah, dimaksudkan agar memiliki kesehatan yang memadai
sehingga mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami atau istri secara optimal.
Penjagaan kesehatan memang amat penting, sebab harga sehat amatlah mahal dan tak
akan dapat dinilai dengan materi. Kesehatan reporoduksi merupakan salah satu sisi
yang senantiasa harus mendapatkan porsi perhatian bagi suami maupun istri, selain
tentu saja kesehatan dalam arti umum dan luas. 137

4. Persiapan Material dan Sosial

136
Shahih Muslim, no. 2672
137
Cahyadi Takariawan, Pernik-pernih Rumah Tangga Islami, hal. 45-46.
73

Dalam upaya menggapai kebaikan keluarga salah satu faktor bantu yang tak bisa
ditinggalkan adalah materi. Islam telah meletakkan berbagai kewajiban material
kepada laki-laki. Untuk itulah kaum laki-laki harus memiliki kesiapan menanggung
beban materi dalam kehidupan rumah tangga nantinya.
Persiapan sosial yang dimaksudkan adalah sebentuk kemampuan berinteraksi
dengan masyarakat secara wajar dan optimal. Persiapan ini tak bisa ditinggalkan,
lantaran dalam kehidupan rumah tangga senantiasa dituntut interaksi sosial di tengah
masyarakat luas. 138

B. Pelaksanaan Keluarga yang Tepat


1. Melaksanakan Kewajiban Suami Istri
Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan isteri, bukan saja
bermakna untuk merealisasikan ibadah kepada-Nya, tetapi sekaligus menimbulkan
akibat hukum keperdataan di antara keduanya. Namun demikian, karena tujuan
perkawinan yang begitu mulia, yaitu membina keluarga bahagia, kekal, abadi
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perlu diatur hak dan kewajiban
masing-masing suami dan isteri terpenuhi, maka dambaan suami isteri dalam bahtera
139
rumah tangganya akan dapat terwujud, di dasari rasa cinta dan kasin sayang.
Allah Swt menegaskan dalam al-Qur’an :

‫وه َّن ِآَّ أَن‬ ِ ‫وه َّن لِتَ ْذ َهبُوا بِبَ ْع‬
ُ ُُ ُ‫ض َمآءَاتَ ْْ ت‬
ِ ِ
ُ ‫ين ءَ َامنُوا الَيَح ُّل لَ ُك ْم أَ ْن تَ ِرثُوا الن َسآءَ َك ْرًها َوالَ تَ ْع‬
ُ ُ‫ضل‬
ِ َّ
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫وه َّن فَ َع َسى أَن تَ ْكَرُهوا َشْْ ئًا َويَ ْج َع َل اللهُ فِ ِْه َخْْ ًرا‬ ِ
ُ ُُ ُ‫وه َّن بِالْ َُ ْع ُروف فَِإن َك ِرْهت‬
ِ ٍ ٍ ِ
ُ ‫ْن بَِفاح َشة ُّمبَ ِْنَة َو َعاش ُر‬
ِ
َ ‫يَأْت‬
‫َكثِ ًْرا‬

138
Cahyadi Takariawan, Pernik-pernih Rumah Tangga Islami, hal. 51-53.
139
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000, Cet. Ke-
4, hal. 181.
74

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak
mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan
mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak.140
Ayat tersebut merupakan petunjuk yang bersifat umum dalam pergaulan antara
suami dan isteri, agar di antara mereka dapat bergaul secara ma’ruf (baik). Pergaulan
tersebut bukan saja, meliputi aspek fisik, tetapi juga aspek psikis atau perasaan, dan
juga aspek ekonomi yang menjadi penyangga tegaknya bahtera rumah tangga.
Petunjuk berikutnya dijelaskan dalam al-Qur’an yang mengatur tentang etika
memberi ataupun menarik kembali pemberian suami kepada isteri. 141 Firman Allah
Swt :

‫استِْب َد َال َزْو ٍْ َّم َكا َن َزْو ٍْ َوءَاتَ ْْ تُ ْم ِ ْح َد ُاه َّن قِنطَ ًارا فَالَتَأْ ُخ ُذوا ِمْنهُ َشْْ ئًا أَتَأْ ُخ ُذونَهُ ُبهْتاَناً َوِثْ ًُا‬
ْ ‫َوِ ْن أ ََردت ُُّم‬
‫ُّمبِْنًا‬
Artinya : Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain,
sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang
banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan
dengan dosa yang nyata.142
Pemberian yang telah diberikan suami kepada istrinya, apabila karena sesuatu
dan lain hal, mereka berpisah, maka tidak seyogyanya suami menarik kembali

140
QS. 4:19
141
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal. 182.
142
QS. An-Nisa [4]:20
75

pemberiannya. Perkawinan dalam Islam dianjurkan, agar dapat berlangsung abadi,


tanpa dibayangi oleh perceraian. Karena perceraian meski merupakan jalan keluar
yang halal, ia sangat dibenci oleh Allah.
Masalah Hak dan kewajiban suami-istri menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tercantum dalam pasal 30 :
“Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga
yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”
Kemudian dalam pasal 31 dinyatakan :
(1) Hak dan kedudukan isrti adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama
dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
Dasar dari pada pasal diatas adalah firman Allah Swt :

ِ َّ َ‫ض وبُِآأَن َف ُقوا ِمن أَموالِ ِهم ف‬ ِِ ِ ِ


ُ ‫الصال َحا‬ ْ َْ ْ َ َ ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬
َ ‫َّل اللهُ بَ ْع‬
َ ‫ال قَ َّو ُامو َن َعلَى الن َسآء ب َُا فَض‬
ُ ‫الر َج‬
ِ ‫ب بُِا ح ِف َظ الله واالَّتِي تَخافُو َن نُشوزه َّن فَعِظُوه َّن واهجروه َّن فِي الُْض‬ ِ ِ ِ
‫اج ِع‬ َ َ ُ ُُ ْ َ ُ َُ ُ َ َُ َ َ ِ َْْ‫قَانتَا َحافظَا للْغ‬
‫الله َكا َن َعلًِّْا َكبِ ًْرا‬
َ ‫وه َّن فَِإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَالَتَ ْب غُوا َعلَْْ ِه َّن َسبِْالً ِ َّن‬
ُ ُ‫اض ِرب‬
ْ ‫َو‬
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah
76

kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi


lagi Maha Besar.143
Selanjutnya pasal 32 UU Perkawinan menegaskan :
(1)Suami-istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2)Rumah tangga kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami-istri bersama.
Pasal 32 UU Perkawinan sejalan dengan yang dijelaskan Allah Swt :

ِ ‫آروه َّن لِتضِْ ُقوا علَْ ِه َّن وِن ُك َّن أُوالَ ِ حُ ٍل فَأ‬ ِ ِ
‫َنف ُقوا‬ َْ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ُّ ‫ض‬ ُ ْْ‫وه َّن ِم ْن َح‬
َ ُ‫ث َس َكنتُم من ُو ْجد ُك ْم َوالَت‬
ِ ‫أ‬
ُ ُ‫َسكن‬
ْ
ِ ٍ ِ ِ َ ‫ض ْع َن َح ُْلَ ُه َّن فَِإ ْن أ َْر‬
َ َ‫َعلَْْ ِه َّن َحتَّى ي‬
َ ‫ورُه َّن َوأْتَُ ُروا بَْْ نَ ُكم ب َُ ْع ُروف َو ن تَ َع‬
‫اس ْرتُ ْم‬ َ ‫ُج‬
ُ ‫وه َّن أ‬
ُ ُ‫ض ْع َن لَ ُك ْم فَئَات‬
‫ُخَرى‬ ِ
ْ ‫فَ َستُ ْرض ُع لَهُ أ‬
Artinya : Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah di talaq) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka itu nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka
berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.144
Mengenai kewajiban suami istri selanjutnya dijelaskan dalam pasal 33:
“Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain”.
Jika suami isteri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama. Dalam Pasal 34 dinyatakan:

143
QS. An-Nisaa [4]:34
144
QS. At-Thalaaq [65]:6
77

(1) Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu


keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
(3) Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing, dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan.145
Kandungan pasal tersebut diatas didasarkan pada firman Allah Swt :

‫صْب ِم َُّا‬ ِ ‫صْب ِم َُّا ا ْكتسبوا ولِلنِس‬


ِ َ‫آء ن‬ ِ َ‫ض لِ ِلرج ِال ن‬ ِ
َ َ َُ َ َ ‫َّل اللهُ بِه بَ ْع‬
َ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَ ْع‬ َ ‫َوالَ تَتَ َُن َّْوا َمافَض‬
‫الله َكا َن بِ ُك ِل َش ْي ٍء َعلِ ًُْا‬ ِ ِ ْ َ‫ا ْكتَسبن وسئَ لُوا الله ِمن ف‬
َ ‫ضله ِ َّن‬ َ ْ َ َ َْ
Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi
orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.146147

2. Melaksanakan Kewajiban Kepada Allah dan Sesama Manusia


Allah Swt berfirman :

‫الله َوالَتُ ْش ِرُكوا بِِه َشْْ ئًا َوبِالْ َوالِ َديْ ِن ِ ْح َسانًا َوبِ ِذي الْ ُق ْربَى َوالَْْ تَ َامى َوالْ َُ َساكِْ ِن َوالْ َجا ِر ِذي الْ ُق ْربَى‬
َ ‫َو ْاعبُ ُدوا‬

ُّ ‫الله الَيُ ِح‬


ً‫ب َمن َكا َن ُم ْختَاال‬ َ ‫ت أَيْ َُانُ ُك ْم ِ َّن‬
ْ ‫السبِ ِْل َوَم َاملَ َك‬ ِ ‫ب بِالْ َج‬
َّ ‫نب َوابْ ِن‬ ِ ‫الص‬
ِ ‫اح‬ ِ ُ‫والْ َجا ِر الْ ُجن‬
َّ ‫ب َو‬ َ
‫ورا‬
ً ‫فَ ُخ‬

145
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 30 –
34.
146
QS. An-Nisaa [4]:32
147
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, hal.183-189.
78

Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan


sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.148
Setelah suami-istri menjalani hak dan kewajiban kedua belah pihak masih harus
melakukan berbagai upaya yang dapat mendorong ke arah tercapainya cita-cita untuk
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah yaitu harus melaksanakan
kewajibannya kepada Allah dan sesama manusia, sebagaimana tertera pada QS. An-
Nisaa’ [4] ayat 36, lanjutan dari ayat 34 dan 35, yang membahas masalah nusyuz dan
syiqaq.
Melaksanakan kewajiban kepada Allah dan sesama manusia itu antara lain:
a. Keluarga didirikan atas landasan ibadah kepada Allah Swt
Allah Swt berfirman :

‫الله َوالَتُ ْش ِرُكوا بِِه َشْْ ئًا‬


َ ‫َو ْاعبُ ُدوا‬
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya...”.149
Dalam upaya membentuk keluarga sakinah, peranan Allah sangatlah penting.
Segala hal dalam keluarga haruslah melibatkan Allah Swt. Ikhlas dalam menjalankan
hidup, berikhtiar dan bertawakkal hanya kepada Allah Swt. .
Bagi Suami-istri, agama merupakan benteng yang kokoh terhadap berbagai
ancaman yang dapat meruntuhkan kehidupan keluarga. Dalam hal ini agama berperan
sebagai sumber untuk mengembalikan dan memecahkan masalah. Oleh karena itu
perlu bagi suami-istri memegang dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-
baiknya dalam arti mau dan mapu melaksanakan kehidupan beragama dalam
kehidupan keluarga, baik dalam keadaan suka maupun duka. Upaya ke arah itu dapat

148
QS. An-Nisaa’ [4]:36
149
QS. An-Nisaa’ [4]:36
79

dilaksanakan selain dengan cara gemar memperdalam ilmu agama juga dapat
dilakukan dengan cara suka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Allah berfirman :

ِ ِ ِِ ِ ِِ ِ ِ َّ
ُ ُ‫ين ءَ َامنُوا َوتَطْ َُئ ُّن قُلُوبُ ُهم بذ ْك ِر الله أَالَبذ ْك ِر الله تَطْ َُئ ُّن الْ ُقل‬
‫وب‬ َ ‫الذ‬
Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.150
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diamalkan dalam kaitannya
dengan pembinaan kehidupan beragama dalam keluarga antara lain: a) Melaksanakan
shalat lima waktu dan membiasakan shalat berjama’ah dalam keluarga atau mengajak
keluarga mengikuti shalat berjama’ah dimasjid. b) Membiasakan berzikir, berdo’a
kepada Allah dalam keadaan suka dan duka. c) Membudayakan ucapan atau kalimat
thoyyibah, seperti: Ucapan Basmalah tatkala hendak memulai suatu pekerjaan, dan
mengucap hamdalah apabila telah selesai melaksanakan suatu pekerjaan atau
mendapat nikmat. d) Membiasakan mengucapkan salam dan menjawabnya. e)
Menjawab seruan adzan, baik yang terdengar dari masjid maupun dari radio dan
televisi. f) Menyisihkan sebagian dari harta untuk kepentingan Islam dan umat Islam.
g) Jika terjadi perselisihan antara suami-istri atau anggota keluarga, segeralah
mengambil air wudhu dan beribadah seperti shalat atau membaca al-Qur’an. h)
Menghiasi rumah dengan hiasan yang bernafaskan Islam. i) Berpakaian yang sopan
sesuai dengan ketentuan Islam.

b. Membina hubungan antara anggota keluarga dan lingkungan.


Allah Swt berfirman :

150
QS. 13:28
80

ِ ُ‫وبِالْوالِ َديْ ِن ِ ْحسانًا وبِ ِذي الْ ُق ْربَى والَْْ تَ َامى والُْساكِْ ِن والْ َجا ِر ِذي الْ ُق ْربَى والْ َجا ِر الْ ُجن‬
‫ب‬ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ
ِ ‫ب بِالْ َج‬ ِ ‫الص‬
ْ ‫السبِ ِْل َوَم َاملَ َك‬
‫ت أَيْ َُانُ ُك ْم‬ َّ ‫نب َوابْ ِن‬ ِ ‫اح‬ َّ ‫َو‬
“... Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”151
Keluarga dalam lingkup yang lebih besar tidak hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak (nuclear family) akan tetapi menyangkut hubungan persaudaraan yang lebih
besar lagi (extended family), baik hubungan antara anggota keluarga maupun
hubungan dengan lingkungan masyarakat.
Karena hubungan persaudaraan yang lebih luas menjadi ciri masyarakat
Indonesia, hubungan di antara sesama keluarga besar harus terjalin dengan baik antara
keluarga dari kedua belah pihak. Suami harus baik dengan pihak keluarga istri,
demikian juga istri harus baik dengan keluarga pihak suami, terutama kepada kedua
orang tua, dan karib kerabat.
Tetangga merupakan orang-orang yang terdekat yang umumnya merekalah
orang-orang yang pertama tahu dan dimintai pertolongannya. Oleh karenanya
sangatlah janggal kalau hubungan dengan tetangga tidak mendapat perhatian.
Dapat kita bayangkan kalau sebuah keluarga yang tidak mau rukun dengan
tetangganya, kemudian mengalami musibah yang memerlukan pertolongan orang
lain, sedangkan tetangganya tidak mau tahu urusannya.
Begitu juga harus berbuat baik kepada anak-anak yatim, orang-orang miskin,
teman sejawat, ibnu sabil bahkan pembantu rumah tangga.

c. Menjauhi sifat sombong.


Allah Swt berfirman :

151
QS. An-Nisaa’ [4]:36
81

‫ورا‬ ُّ ‫الله الَيُ ِح‬


ً ‫ب َمن َكا َن ُم ْختَاالً فَ ُخ‬ َ ‫ِ َّن‬
“... Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.152
Upaya menjauhkan kesombongan dari dalam diri suami – istri dengan
melakukan beberapa hal di bawah ini :
1) Saling pengertian
Diantara suami-istri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang keadaan
masing-masing, baik secara fisik maupun secara mental. Perlu diketahui bahwa
suami-istri sebagai manusia, masing-masing memiliki kelebiha dan kekurangannya.
Masing-masing sebelumnya tidak saling mengenal, bertemu setelah sama-sama
dewasa. Perlu diketahui pula bahwa keduanya sebagai manusia, tidak saja berbeda
jenis tetapi masing-masing juga memiliki perbedaan sifat, sikap, tingkah laku dan
mungkin perbedaan pandangan.

2) Saling menerima kenyataan


Suami-istri hendaknya sadar bahwa jodoh, rezeki dan mati itu dalam kekuasaan
allah, tidak dapat dirumuskan secara matematis. Namun kepada kita manusia
diperintahkan untuk melakukan ikhtiar. Hasilnya barulah merupakan suatu kenyataan
yang harus kita terima, termasuk keadaan suami atau istri kita msing-masing, kita
terima secara tulus ikhlas.

3) Saling melakukan penyesuaian diri


Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga berusaha untuk
dapat saling mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau
menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan

152
QS. An-Nisaa’ [4]:36
82

keluarga. Kemampuan penyesuaian diri oleh masing-masing anggota keluarga


mempuanyai dampak yang positif, baik bagi pembinaan keluarga maupun masyarakat
dan bangsa.

4) Saling memupuk rasa cinta


Setiap pasangan suami-istri menginginkan hidup bahagia. Kebahagiaan hidup
adakah bersifat relatif sesuai dengan cita rasa dan keperluannya. Namun begitu setiap
orang berpendapat sama bahwa kebahagiaan adalah segala sesuatu yang dapat
mendatangkan ketentraman. Keamanan dan kedamaian serta segala sesuatu yang
bersifat pemenuhan keperluan mental spiritual manusia. Untuk dapat mencapai
kebahagiaan keluarga, hendaknya antara suami-istri senantiasa berupaya memupuk
rasa cinta dengan rasa saling menyayangi, kasih mengasihi, hormat-menghormati
serta saling harga menghargai dan dengan keterbukaan.

5) Saling melaksanakan asas musyawarah


Dalam kehidupan berkeluarga, sikap bermusyawarah, terutama antara suami
dan istri, merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip
bahwa tak ada masalah yang tidak dapat dipecahkan selama prinsip musyawarah
diamalkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka, lapang dada, jujur, mau menerima
dan memberi sikap tidak mau menang sendiri dari pihak suami maupun istri. Sikap
suka bermusyawarah dalam keluarga dapat menumbuhkan rasa memiliki dan rasa
tanggungjawab diantara para anggota keluarga dalam menyelesaikan dan
memecahkan masalah-masalah yang timbul.

6) Suka memaafkan
Diantara suami-istri harus ada sikap kesediaan untuk saling memaafkan atas
kesalahan masng-masing. Hal ini penting karena tidak jarang soal yang kecil dan
83

sepele dapat menjadi sebab terganggunya hubungan suami-istri yang tidak jarang
dapat menjurus kepada perselisihan yang berkepanjangan.

C. Pengawasan Keluarga yang Ketat


1. Menjalankan Solusi al-Qur’an atas Penyebab Konflik keluarga
a. Perselingkuhan
Allah Swt telah memberikan resep agar terhindar dari perselingkuhan, dengan
firman-Nya :

153 ِ
ً‫اح َش ًة َو َسآءَ َسبِْال‬َ‫الزنَى ِنَّهُ َكا َن ف‬
ِ ‫َوالَتَ ْقربُوا‬
َ
Artinya : Janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.154
Ayat di atas adalah petunjuk untuk menutup semua peluang yang bisa
mengantarkan kepada berbuat zina. Perselingkuhan yang mungkin berawal dari
pandangan, sering berjumpa dan mencurahkan berbagai permasalahan hidup atau

153
Kata al-fuhsy (‫)الفحش‬, al-fahisyah (‫)الفاحشة‬, dan al-fahisy (‫ )الفاحش‬banyak digunakan di dalam
hadits dengan makna yang menunjuk kepada maksiat dan dosa yang amat keji yang mudharatnya
sangat besar. Kebanyakan kata tersebut di gunakan di dalam arti zina dan zina itu. Penggunaan bentuk
fahisyah (‫ )فاحشة‬hampir selalu disertai isyarat atau penyebutan tentang dosa-dosa yang dimaksud
fahisyah (‫ )فاحشة‬di dalam ayat tersebut dan dosa-dosa tersebut hampir semuanya terkait dengan
pelanggaran seksual, dengan rincian sebagai berikut: pertama, Menunjukkan pada perbuatan zina,
seperti di dalam QS. Al-Isra’ [17]: 32, QS. an-Nisa’ [4]: 15, 19, 25, dan sebagainya. Kedua, Menunjuk
pada perbuatan dosa kaum luth (homoseksual dan lesbian), sebagaimana di dalam QS. al-A’raf [7]: 80,
QS. an-Naml [27]: 54, dan sebagainya. Ketiga, Menunjuk pada perbuatan mengawini dan mewarisi
mantan istri bapak, sebagaimana kebiasaan orang Arab Jahiliyyah sebelum datangnya Islam. Ini terlihat
di dalam QS. an-Nisa’ [4]: 22. Keempat, Menunjuk pada perbuatan telanjang saat thawaf, yang juga
sebagai kebiasaan orang-orang Arab Jahiliyyah sebelum datangnya Islam. Hal ini disebutkan di dalam
QS. al-A’raf [7]: 28. Muhammad Rasyid Rida (mufasir dari Mesir) menafsirkan fahisyah sebagai
seluruh yang dianggap keji oleh manusia, baik berupa maksiat maupun dosa, dan tidak hanya tertuju
pada zina sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama. Fahisyah tersebut bisa lebih buruk dan keji dari
sekedar perbuatan atau perkataan buruk. Dikatakan demikian karena perbuatan fahisyah ini telah keluar
dari kebiasaan manusia dan hukum alam yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Abdul Aziz Dahlan
(et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 1, h. 1353 - 1354
154
QS. 17:32
84

sekedar bersenang-senang, berlanjut kepada saling menyentuh dan akhirnya tidak


jarang berujung kepada perzinahan.
Selain ayat diatas dalam al-Qur’an didapati bagaimana menyikapi
perselingkuhan ini. cerita antara Nabi Yusuf dengan istri pejabat (yang sering disebut
Zulaikha), bisa dijadikan pelajaran. Firman Allah pada QS. Yusuf: 23-29 setidaknya
memberikan arahan:
a. Meminta perlindungan kepada Allah agar terhindar dari perbuatan maksiat seperti
melakukan perbuatan serong, selain itu selalu ingat akan peringatan dari Allah.
Firman Allah :

ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
ْ ‫ك قَ َال َم َعا َذ الله ِنَّهُ َربِي أ‬
‫َح َس َن‬ َ َ‫ت ل‬
َ ْْ‫ت َه‬ َ ‫َوَر َاوَدتْهُ الَّتي ُه َو في بَْْت َها َعن نَّ ْفسه َو َغلَّ َقت اْألَبْ َو‬
ْ َ‫اب َوقَال‬

ُ ‫ص ِر‬ ِ ِ‫مثْواى ِنَّه الَي ْفلِح الظَّالُِو َن ولَ َق ْد ه َُّت بِِه وه َّم بِها لَوآ أَن َّرءا ب رها َن ربِِه َك َذل‬
َ‫السوء‬
ُّ ُ‫ف َعْنه‬ ْ َ‫ك لن‬
َ َ َ ُْ َ ْ َ ََ ْ َ َ ُ ُ ُ ُ َ ََ
‫ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َوالْ َف ْح َشآءَ نَّهُ م ْن عبَادنَا الْ ُُ ْخلَص‬
Artinya : Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda
Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya
berkata:"Marilah ke sini". Yusuf berkata:"Aku berlindung kepada Allah, sungguh
tuanku telah memperlakukanku dengan baik". Sesungguhnya orang-orang yang zalim
tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu Telah bermaksud (melakukan
perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu Andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar
kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.155

155
QS. 12:23-24
85

b. Untuk menyelesaikan perselingkuhan yang hampir atau sedang terjadi, maka


hendaklah:
1) Pasangan tersebut tidak menyebarkan/merahasiakan kejadian yang telah
terjadi. Terjadinya perselingkuhan merupakan aib bagi kehidupan rumah
tangga khususnya suami istri. Tersiarnya aib tersebut bisa mengakibatkan
hilangnya wibawa sebuah keluarga, dan itu berdampak tidak saja secara
psikologis bagi pelakunya, namun bagi keluarga kedua belah pihak, dan bisa
mengakibatkan keretakan hubungan keluarga besar suami-istri tersebut.
2) Menjauhi sebab atau orang yang bisa kembali menjerumuskan perbuatan
tersebut. Menjauhi dalam hal ini baik secara langsung/fisik atau non fisik.
Untuk secara langsung jelas diusahakan jangan sampai bertemu kembali secara
tatap muka. Namun yang lebih sulit adalah bertemu secara tidak langsung,
karena majunya alat telekomunikasi di masa ini, jarak dan waktu tidak menjadi
hambatan ketika seseorang ingin berkomunikasi. Pertemuan tersebut baik
lewat surat, telepon, sms, email, internet, dsb.
3) Berobat dengan sungguh-sungguh. Bertobat atau berkomitmen untuk tidak
mengulangi kembali perilaku yang tidak benar. Komitmen inilah yang sangat
menentukan apakah seseorang akan berubah atau tidak. Seberapa besar
konsisten dia memegang komitmen yang telah ditetapkan sebesar itulah hasil
yang didapatkan. Firman Allah :

ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫يوس ُ أ َْع ِرض عن ه َذا و‬


َ ‫استَغْف ِري ل َذنبك نَّك ُكنت م َن الْ َخاطئ‬
‫ْن‬ ْ َ َ َْ ْ ُ ُ ُ
Artinya: (Hai) Yusuf :"Berpalinglah dari ini, dan (kamu hai isteriku) mohon
ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang
yang berbuat salah".156

156
QS. 12:29
86

b. Keuangan
Adanya kesukaan terhadap harta benda bukanlah hal yang jelek jika dilakukan
secara baik dan wajar. Kejelekannya adalah jika terlalu berambisi tanpa batas. Dalam
hal ini Allah memperingatkan hamba-Nya dalam al-Qur’an:

‫ك لِْل ُُ ْؤِمنَِْن‬
َ ‫اح‬
َ َ‫ض َجن‬
ِ ‫َّن عْ ن ْك ِلَى مامتَّعنا بِِه أ َْزواجا ِمْن هم والَتَحز ْن علَْ ِهم و‬
ْ ‫اخف‬
ْ َ ْ ْ َ َْ َ ْ ُ ً َ َْ َ َ َ ْ َ ْ َ َّ ‫الَتَ ُُد‬
Artinya : Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada
kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara
mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka
dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.157

ِ ِ ِ
َ ِ‫اجا ِمْن ُه ْم َزْهَرَة الْ َحَْاة الدُّنَْْا لنَ ْفتِنَ ُه ْم ف ِْه َوِرْز ُق َرب‬
‫ك َخْْ ر َوأَبْ َقى‬ ِِ ‫ك ِلَى مامت‬ َّ ‫َوالَ تَ ُُد‬
ً ‫َّعنَا به أ َْزَو‬
ْ َ َ َ َْْ‫َّن َعْْ ن‬
Artinya : Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah
Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di
dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Rabbmu adalah lebih baik
dan lebih kekal.158
Ayat diatas merupakan obat penenang bagi mereka yang tergila-gila dengan
harta untuk mengendalikan dirinya dan jangan suka melihat-melihat kelebihan orang
lain dari segi hartaya saja, padahal ada hal yang jauh lebih baik dari itu yaitu keimanan
dan ketakwaan.
Kesulitan tersebut adalah hal yang alami, sudah menjadi sunnatullah, sebagai
cobaan/ ujian bagaimana manusia menyikapinya. Allah Swt berfirman :

ِ َّ ‫س والثَُّرا ِ وب ِش ِر‬ ُ ‫ص ِم َن اْأل َْم َو ِال َواْأل‬ ِ ‫ولَنَ ب لُونَّ ُكم بِشي ٍء ِمن الْخو‬
َ ‫الصاب ِر‬
‫ين‬ َ َ َ َ َ ِ ‫َنف‬ ٍ ‫وع َونَ ْق‬
ِ ‫ف َوالْ ُج‬ َْ َ ْ َ ْ َ ْ َ

157
QS. 15:88
158
QS. 20:131
87

Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.159
Masalah yang datang hendaknya bukan dijadikan ajang perselisihan, justru
untuk menambah kebersamaan, dan yang paling penting lagi sebagai sarana untuk
lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan meningkatkan keimaan dan
memperbanyak amal shaleh. Hal tersebut sebagai jalan terbaik karena Allah Swt
berfirman :

ِ ‫ث الَيحتَ ِسب ومن ي تَ وَّكل علَى‬ ِ


‫الله فَ ُه َو‬ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ ْْ‫} َويَ ْرُزقْهُ م ْن َح‬2{ ‫الله يَ ْج َعل لَّهُ َم ْخَر ًجا‬
َ ‫َوَمن يَت َِّق‬
}3{ ‫الله بَالِ ُغ أ َْم ِرِه قَ ْد َج َع َل اللهُ لِ ُك ِل َش ْى ٍء قَ ْد ًرا‬
َ ‫َح ْسبُهُ ِ َّن‬
Artinya : Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar. (QS. 65:2) Dan memberinya rezki dari arah yang
tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.160
Dari ayat-ayat di atas jelas sekali, bahwa iman dan amal shaleh adalah alternatif
yang baik, tidak saja untuk menyelesaikan masalah keuangan, namun sebenarnya
yang lebih penting merupakan tindakan preventif atau pencegahan agar tidak
ditimpakan kekurangan dan kesusahan dalam kehidupan.
Masalah kekurangan ekonomi, selain menjadi tanggungjawab secara individu,
juga tanggungjawab masyarakat bahkan negara. Dalam kehidupan bermasyarakat ada
kewajiban yang dibebankan kepada orang kaya, yang telah sampai hisab dan haul-

159
QS. 2:155
160
QS. 65:3
88

nya untuk memberikan zakat kepada mereka yang juga telah ditentukan oleh Allah,
diantaranya adalah orang miskin.
Sehingga bisa dikatakan bahwa pengentasan kemiskinan diperlukan sebuah
sinergi dari individu yang bersangkutan, masyarakat dan negara.

c. Kekerasan
Dari semua agama yang ada didunia ini, tidak ada ajaran tentang kekerasan.
Apalagi agama Islam yang berarti damai tentunya menghendaki dan menuju kepada
nilai-nilai kedamaian, artinya agama Islam anti kekerasan. Selain berarti damai kata
salam akar kata dari Islam juga berarti aman, sehingga Islam juga berarti adanya suatu
jaminan keamanan dari segala bentuk bagi semua makhluk di muka bumi, dan
bukanlah diturunkannya al-Qur’an dan Rasul sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kepada makhluk lain pun, seperti binatang, dianjurkan berlaku lemah lembut, apalagi
kepada manusia sebagai sebaik-baik penciptaan Allah, baik laki-laki maupun
perempuan. 161
Ajaran tentang pentingnya perilaku lemah lembut dan kasih sayang kepada
makhluk Allah, sebenarnya secara tidak langsung sebagai perintah untuk tidak
melakukan kekerasan. Dalam firman-Nya Allah menegaskan :

ٍ ‫ياأيُّها ال ِذين ءامنوا الَيسخر قَوم ِمن قَوٍم عسى أَن ي ُكونُوا خْ را ِمْن هم والَنِسآء ِمن نِس‬
‫آء َع َسى أَن يَ ُك َّن‬ َ َ َ ْ ُ ًْ َ َ ََ ْ ْ ْ َ ْ َ َُ َ َ َ َ
ِ
ْ ُ‫س اْ ِإل ْس ُم الْ ُف ُسو ُق بَ ْع َد اْ ِإل َيُان َوَمن لَّ ْم يَت‬
‫ب‬ ِ ِ ِ ُ ‫َخْْ ًرا ِمْن ُه َّن َوالَتَلْ ُِ ُزوا أ‬
َ ْ‫َنف َس ُك ْم َوالَتَنَابَ ُزوا باْألَلْ َقاب بئ‬
‫ك ُه ُم الظَّالِ ُُو َن‬
َ ِ‫فَأ ُْوالَئ‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-
olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik

161
Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004,
Cet. Ke-1, hal.35
89

dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-


olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan)
lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu
sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk.Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.162
Dengan kalimat yang santun, Allah melarang untuk mengolok-olok siapapun
dan oleh siapa pun. Mengolok-olok terkadang dianggap perbuatan yang ringan dan
tidak berdampak secara luas terhadap keharmonisan hubungan sosial. Akan tetapi
justru dari perbuatan yang kecil akan menyulut perbuatan yang lebih besar, jika tidak
dicegah dan diakhiri. Karena itu, jika perbuatan mengolok-olok saja diberi perhatian
oleh Allah dan dilarang, bagaimana perbuatan yang lebih besar lagi, seperti berbagai
bentuk kekerasan. Sehingga ayat diatas saja seharusnya sudah menjadi peringatan
bagi manusia untuk tidak melakukan kekerasan, apalagi bagi pasangan hidup sebagai
amanah dari Allah.
Bagaimana jika kekerasan tersebut terlanjur terjadi. Dalam hal ini ada beberapa
firman Allah yang bisa dijadikan acuan, diantaranya:
a. Bagi yang melakukan kekerasan/kesalahan:

‫صالِ ًحا ثَُّم ْاهتَ َدى‬ ِ ِ ِ


َ َ‫َوِني لَغَ َّفار ل َُن ت‬
َ ‫اب َوءَ َام َن َو َعُ َل‬
Artinya : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat,
beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.163

ٍ ‫َّل حسنا ب عد س‬
‫وء فَِإنِي َغ ُفور َّرِحْم‬ ِ
ُ َ ْ َ ً ْ ُ َ ‫الَّ َمن ظَلَ َم ثَُّم بَد‬

162
QS. 49:11
163
QS. 20:82
90

Artinya : Tetapi orang yang berlaku zalim, kemudian ditukarnya kezalimannya


dengan kebaikan (Allah akan mengampuninya); maka sesungguhnya Aku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. 164

‫وب َج ُِ ًْعا ِنَّهُ ُه َو‬ ُّ ‫الله يَ ْغ ِفر‬ ِِ ِ ِ ِ ِ ُ ‫َسرفُوا َعلَى أ‬ ِ َّ ِ ِ


َ ُ‫الذن‬ ُ َ ‫َنفسه ْم الَتَ ْقنَطُوا من َّر ْح َُة الله َّن‬ َ ْ ‫ين أ‬
َ ‫قُ ْل يَاعبَادي الذ‬
‫الرِح ُْم‬
َّ ‫ور‬
ُ ‫الْغَ ُف‬
Artinya : Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.165
Dari ayat diatas, bisa dijadikan pedoman bagi pelaku kekerasan, yaitu :
1) Melakukan taubat, yaitu mengakui akan kesalahan dan berjanji tidak akan
melakukan kesalahan yang sama pada waktu berikutnya. Namun perlu dipahami
untuk mengakui kesalahan apalagi komitmen tidak akan mengulanginya adalah
perihal yang tidak mudah. Karenanya faktor keimanan sangat mempengaruhi
perubahan seseorang untuk bisa menjaga perilaku dari perbuatan yang tidak
dikehendaki oleh Allah. Artinya perlu usaha yang terus menerus untuk
meningkatkan keimanan.
2) Berangkat dari keimanan, maka usaha selanjutnya tentu melakukan perbuatan
yang baik, sebagai tebusan dari perbuatan buruk yang telah terlanjur dilakukan.
3) Jika kesalahan seseorang, dalam hal ini melakukan kekerasan, kasusnya
tergolong sudah parah, tentu bagi korban, bukanlah hal mudah untuk serta merta
memaafkan dan mempercayai pelaku kekerasan. Demikian juga dengan
pelakunya untuk konsisten tidak melakukan kekerasan dan menggantinya dengan
perilaku yang jauh berbeda juga bukan hal yang mudah pula. Karenanya

164
QS. 27:11
165
QS. 39:53
91

diperlukan kesabaran jangan sampai putus asa kepada rahmat Allah agar
diberikan rasa kasih sayang pada kedua belah pihak.

b. Bagi korban dari pelaku kekerasan/kesalahan :


Allah Swt berfirman :

‫ص ِف ُحوا َوتَغْ ِف ُروا فَِإ َّن‬


ْ ُ‫وه ْم َوِن تَ ْع ُفوا َوت‬
ِ ِ ِ
ْ َ‫ين ءَ َامنُوا ِ َّن م ْن أ َْزَواج ُك ْم َوأ َْوالَد ُك ْم َع ُد ًّوا لَّ ُك ْم ف‬
ُ ‫اح َذ ُر‬
ِ َّ
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫الله َغ ُفور َّرِحْم‬
َ
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-
isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah
kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.166

‫استَ غْ ِف ْر‬ ِ َ ِْ‫نت فَظًّا َغل‬ ِِ ٍِ


ْ ‫ ُ َعنْ ُه ْم َو‬
ُ ‫اع‬ َ ‫ضوا ِم ْن َح ْول‬
ْ َ‫ك ف‬ ِ ْ‫ظ الْ َقل‬
ُّ ‫ب الَن َف‬ َ ‫فَبِ َُا َر ْح َُة م َن الله ل‬
َ ‫نت لَ ُه ْم َولَ ْو ُك‬
ِِ ُّ ‫الله يُ ِح‬ ِ ِ
‫ْن‬
َ ‫ب الْ ُُتَ َوكل‬ َ ‫ت فَتَ َوَّك ْل َعلَى الله ِ َّن‬
َ ‫لَ ُه ْم َو َشا ِوْرُه ْم في اْأل َْم ِر فَِإ َذا َعَزْم‬
Artinya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. 167

166
QS. 64:14
167
QS. 3:159
92

ِِ ِ ِ
ْ ‫ُخذ الْ َع ْف َو َوأْ ُم ْر بِالْعُْرف َوأ َْع ِر‬
َ ‫ض َع ِن الْ َجاهل‬
‫ْن‬
Artinya : Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.168
Dari ayat di atas bisa diambil pelaaran bagi korban kekerasan untuk melakukan
beberapa hal, yaitu :
1) Memaafkan pelaku jika dia telah mengaku bersalah dan berjanji untuk tidak
mengulangi perbuatan tersebut pada masa mendatang. Tidak membalas
perlakuan buruk tersebut, karena bagaimana pun dia adalah pasangan hidup anda;
2) Berlaku lemah lembut sebagai simpati dari perubahan perilaku pasangan dan
tidak berlaku kasar baik secara lisan maupun perbuatan. Untuk bersikap lemah
lembut kepada orang yang telah mengaku salah bisa jadi hal yang sulit, karena
itu memohonlah kepada Allah untuk dianugerahi sikap yang lemah lembut. Di
antara sikap yang lembut adalah dengan memohonkan ampun bagi pelaku
kekerasan dan berusaha berkomunikasi dengan cara yang baik dan
bermusyawarah, terutama ketika pelaku belum sadar akan perbuatannya. Selain
memaafkan, maka janganlah bosan untuk memberi dukungan agar selalu
melakukan perbuatan ma’ruf atau kebaikan. Dalam melakukan perbuatan diatas,
memaafkan dan bersikap lemah lembut sesudah didzalimi, terkadang mendapat
hambatan dari pihak luar, karena merasa korban terlalu banyak disakiti. Untuk itu
perlu sikap hati-hati dalam menyikapi reaksi dari pihak luar dalam penanganan
konflik keluarga.

d. Gangguan Seksual
Adanya permasalahan dalam hal seksualitas, dapat mengganggu keharmonisan
keluarga jika dibiarkan berlarut-larut. Gangguan seksualitas bisa diakibatkan karena
fisik juga psikis. Al-Qur’an sebenarnya mengaharapkan manusia untuk menjaga

168
QS. 7:199
93

kesehatannya baik secara fisik maupun psikis dengan memberikan aturan-aturan


berkenaan dengan gaya sehat, seperti aturan makan dan minum agar tidak berlebihan
dan meninggalkan segala kekotoran, baik fisik dan psikis.
Hal yang juga cukup mempengaruhi kehidupan seks suami istri pada masa
sekarang karena gencar dan vulgarnya informasi tentang seks, dan ini mempengaruhi
pikiran dan gaya hidup seks. Sayangnya, informasi tersebut terkadang malah
menyesatkan, sehingga orang mengharapkan seks yang sebenarnya diluar
kesanggupan.
Banyak kasus terjadinya penyimpangan seksual karena pengaruh menonton
film forno. Al-Qur’an sudah sejak awal memberikan tindakan preventif dengan
perintah untuk menjaga pandangan dan dikaitkan dengan menjaga kemaluan. Seperti
dalam firman-Nya:

ِ ِ ‫ضوا ِمن أَب‬ ِِ ِ


ْ َ‫الله َخبِْر بِ َُاي‬
‫صنَ عُو َن‬ َ ‫ك أ َْزَكى لَ ُه ْم ِ َّن‬ َ ‫صا ِره ْم َويَ ْح َفظُوا فُ ُر‬
َ ‫وج ُه ْم ذَل‬ َ ْ ْ ُّ ُ‫ْن يَغ‬
َ ‫قُ ْل للْ ُُ ْؤمن‬
Artinya : Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat". 169

ِ ِ ‫ضن ِمن أَب‬ ِ ِ ِ


ْ َْْ‫ين ِزينَ تَ ُه َّن ِالََّماظَ َهَر ِمنْ َها َول‬
‫ض ِربْ َن‬ َ ‫صا ِره َّن َويَ ْح َفظْ َن فُ ُر‬
َ ‫وج ُه َّن َوالَيُْبد‬ َ ْ ْ َْ ‫ض‬
ُ ْ‫َوقُل للْ ُُ ْؤمنَا يَغ‬
ِ ‫آء ب عولَتِ ِه َّن أَو أَب نآئِ ِه َّن أَو أَب ن‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫آء‬َْ ْ َْ ْ ُ ُ َ‫ين ِزينَ تَ ُه َّن ِالَّ لبُعُولَت ِه َّن أ َْو ءَابَآئ ِه َّن أ َْو ءَاب‬ ِ
َ ‫ب ُخ ُُ ِره َّن َعلَى ُجُْوبِه َّن َوالَيُْبد‬
ِِ ِ ِ ِ ‫ب عولَتِ ِه َّن أَو ِخوانِ ِه َّن أَو بنِي ِخوانِ ِه َّن أَو بنِي أ‬
ْ ‫َخ َوات ِه َّن أ َْو ن َسآئ ِه َّن أ َْو َم َاملَ َك‬
َ ‫ت أَيْ َُانُ ُه َّن أَ ِو التَّابع‬
‫ْن‬ َ َ ْ َْ َ ْ َْ ْ ُُ

169
QS. 24:30
94

‫ض ِربْ َن بِأ َْر ُجلِ ِه َّن لُِْ ْعلَ َم‬ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ‫َغْ ِر أُولِى اْ ِإلرب ِة ِمن‬
ْ َ‫ين لَ ْم يَظْ َه ُروا َعلَى َع ْوَرا ِ النِ َسآء َوالَي‬
َ ‫الر َجال أَ ِو الط ْف ِل الذ‬ َ َْ ْ ْ
‫الله َج ُِ ًْعا أَيَُّه الْ ُُ ْؤِمنُو َن لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬
ِ ‫مايخ ِفْن ِمن ِزينَتِ ِه َّن وتُوبوا ِلَى‬
ُ َ َ ُْ َ
Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka
menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari
mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan
janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-
orang yang beriman supaya kamu beruntung.170
Dari ayat diatas sangat jelas perintah untuk menjaga pandangan. Karena
padangan adalah awal dari banyak kemaksiatan. Selain itu bagi kaum wanita
diperintahkan untuk tidak menampakkan perhiasan, karena ada akibat ada sebab,
adanya reaksi karena ada aksi. Laki-laki yang melihat kemolekan tubuh wanita bisa
tergiur untuk melakukan hal yang negatif dikarenakan perempuan tersebut yang tidak
menjaga dirinya. Karenanya Allah menyuruh hamba-Nya untuk sama-sama
memelihara pandangan dan kesucian diri masing-masing.
Selain itu banyak firman Allah yang memperingatkan agar jangan mengikuti
hawa nafsu karena mendatangkaan banyak kemudharatan, baik di dunia maupun
diakhirat. Firman Allah :

170
QS. 24:31
95

‫ص ِرِه ِغ َش َاوًة‬ ِ ِِ ِ
َ ‫َّخ َذ ِلَ َههُ َه َواهُ َوأ‬
َ َ‫َضلَّهُ اللهُ َعلَى ع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَى َس ُْعه َوقَ ْلبِه َو َج َع َل َعلَى ب‬ َ ‫ت َم ِن ات‬
َ ْ‫أَفَ َرءَي‬
ِ ‫فَُن ي ه ِد ِيه ِمن ب ع ِد‬
‫الله أَفَالَ تَ َذ َّك ُرو َن‬ َْ َْ َ
Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat).Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.171

2. Konsep Nusyuz
a. Nusyuz Istri
Di dalam beberapa ayat surat An-Nisaa’ terdapat penjelasan yang menarik untuk
menjaga kebahagiaan dan ketentraman keluarga serta menyingkirkan segala
perpecahan dan perselisihan.172
Allah Swt berfirman :
ِ َّ َ‫ض وبُِآأَن َف ُقوا ِمن أَموالِ ِهم ف‬ ِِ ِ ِ
َ َ ٍ ‫ض ُه ْم َعلَى بَ ْع‬
173
ُ ‫الصال َحا‬ ْ َْ ْ َ ‫َّل اللهُ بَ ْع‬
َ ‫ال قَ َّو ُامو َن َعلَى الن َسآء ب َُا فَض‬
ُ ‫الر َج‬
ِ ‫ب بُِا ح ِف َظ الله واالَّتِي تَخافُو َن نُشوزه َّن فَعِظُوه َّن واهجروه َّن فِي الُْض‬ ِ ِ ِ
‫اج ِع‬ َ َ ُ ُُ ْ َ ُ َُ ُ َ َُ َ َ ِ َْْ‫قَانتَا َحافظَا ل ْلغ‬
‫الله َكا َن َعلًِّْا َكبِ ًْرا‬
َ ‫وه َّن فَِإ ْن أَطَ ْعنَ ُك ْم فَالَتَ ْب غُوا َعلَْْ ِه َّن َسبِْالً ِ َّن‬
ُ ُ‫اض ِرب‬
ْ ‫َو‬

171
QS. 45:23
172
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Qabas min Nuril-Qur’an, Beirut, Daar Al-Qalam, Cet. Ke-1,
1406, h. 198
173
Kata qawwaamuun adalah jamak dari kata qawwaam bentuk mubalagah dari kata qaaim,
yang berarti orang yang melaksanakan sesuatu secara sungguh-sungguh sehingga hasilnya optimal dan
sempurna. Oleh karena itu, qawwaamuun bisa diartikan penanggung jawab, pelindung, pengurus bisa
juga berarti kepala atau pemimpin, yang diambil dari kata qiyaam sebagai asal kata kerja qaama
yaquumu yang berarti berdiri. Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Departemen
Agama RI, 2009), cet. ke-3, jilid 2, h. 162
96

Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta
mereka. Sebab itu maka Wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta'atimu, maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.174
Didalam al-Qur’an, kata nusyuz dan kata yang seakar dengannya terulang
sebanyak lima kali dalam konteks pembicaraan, yaitu berdiri untuk mempersilahkan
duduk bagi orang lain yang terlambat datang di dalam suatu majelis, kedurhakaan di
dalam kehidupan rumah tangga, dan mengangkat sesuatu yang telah cerai-berai.
Secara bahasa, kata nusyuz berarti : ‘al-murtafi (‫)المرتفع‬, seperti al-murtafi’u minal-
ardhi (terangkat ke atas dari tanah). Nasyaza fulan (‫ )نشزِفالن‬berarti si fulan itu berdiri
(dari duduknya).175
Di dalam al-Qur’an ungkapan yang bermakna terangkat atau tegak keatas ini
dijumpai di dalam al-Qur’an :

‫ْل ان ُش ُزوا‬ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ َّ
َ ‫ْل لَ ُك ْم تَ َف َّس ُحوا في الْ َُ َجالس فَافْ َس ُحوا يَ ْف َس ِح اللهُ لَ ُك ْم َو ذَا ق‬
َ ‫ين ءَ َامنُوا ذَا ق‬
َ ‫يَاأَيُّ َها الذ‬
‫ين أُوتُوا الْعِلْ َم َد َر َجا ٍ َواللهُ بِ َُا تَ ْع َُلُو َن َخبِْر‬ ِ َّ ِ ِ َّ
َ ‫ين ءَ َامنُوا من ُك ْم َوالذ‬
َ ‫انش ُزوا يَ ْرفَ ِع اللهُ الذ‬
ُ َ‫ف‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:"Berlapang-
lapanglah dalam majlis", lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu.Dan apabila dikatakan:"Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang

174
QS. 4:34
175
Muhammad Ahmad al-Anshary, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar al-Kutub al-
Alamiyyah, 1993, Jilid 5-6, hal. 112
97

diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.176
Latar belakang turun ayat tersebut berkaitan dengan peristiwa ketika Rasulullah
Saw mengadakan pertemuan menghormati pejuang perang Badar di suatu tempat
yang agak sempit. Di antara mereka ada yang terlambat datang, termasuk Tsabit bin
Qais. Ketika mereka berdiri di luar, kelihatan oleh Rasulullah, lantas mereka
mengucapkan salam kepada beliau kemudian kepada para hadirin yang lain. Ketika
masuk, mereka tetap berdiri menunggu tempat disediakan bagi mereka, tetapi tidak
ada yang mempersilahkannya. Melihat hal ini Rasulullah Saw kecewa dan berkata :
‘berdirilah, berdirilah’ (fansyuzuu, fansyuzuu). Beberapa orang di antara mereka
berdiri dengan perasaan enggan. Ayat ini turun memberi isyarat untuk menghormati
dan memberi tempat duduk bagi orang yang datang terlambat di dalam satu majelis. 177
Gambaran kehidupan sesudah mati juga ada diungkapkan dengan menggunakan
nasyz, dengan akar kata yang sama. Allah Swt berfirman:

‫وش َها قَ َال أَنَّى يُ ْح ِى َه ِذ ِه اللهُ بَ ْع َد َم ْوتِ َها فَأ ََماتَهُ اللهُ َماْئَ َة‬
ِ ‫أَو َكالَّ ِذي مَّر علَى قَري ٍة وِهي خا ِوية علَى عر‬
ُُ َ َ َ َ َ َْ َ َ ْ
ٍ
َ ‫ت َماْئَ َة َع ٍام فَانْظُْر ِلَى طَ َع ِام‬
‫ك‬ َ ْ‫ض يَ ْوم قَ َال بَ ْل لَّبِث‬ َ ْ‫َع ٍام ثَُّم بَ َعثَهُ قَ َال َك ْم لَبِث‬
ُ ْ‫ت قَ َال لَبِث‬
َ ‫ت يَ ْوًما أ َْو بَ ْع‬
ِ ِ
‫الله‬
َ ‫َن‬ َّ ‫وها لَ ْح ًُا فَلَ َُّا تَبَ َّْ َن لَهُ قَا َل أ َْعلَ ُم أ‬ َ ْْ‫ك لَ ْم يَتَ َسن َّْه َوانْظُْر ِلَى الْعظَ ِام َك‬
َ ‫ ُ نُنش ُزَها ثَُّم نَ ْك ُس‬ َ ِ‫َو َشَراب‬

‫َعلَى ُك ِل َش ْي ٍء قَ ِدير‬
Artinya : Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang-orang yang melalui
suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia
berkata:"Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah roboh" Maka

176
QS. al-Mujaadilah [58]:11
M. Quraish Shihab, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an (Kajian Kosa Kata), Jakarta: Lentera Hati,
177

2007, Cet. Ke-1, hal. 740, Muhammad Ahmad al-Anshary, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar
al-Kutub al-Alamiyyah, 1993, Jilid 5-6, hal. 112
98

Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah
bertanya:"Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?". Ia menjawab:"Saya telah
tinggal di sini sehari atau setengah hari". Allah berfirman:"Sebenarnya kamu telah
tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu
yang belum lagi berobah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi
tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia;
dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, bagaimana kami menyusunnya
kembali, kemudian Kami mentupnya kembali dengan daging". Maka tatkala telah
nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun
berkata:"Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu".178
Kata nunsyizuha di dalam ayat ini berkembang menjadi ‘kami susun kembali’.
Hal ini dapat dipahami bahwa sesuatu yang sudah berserakan, dapat diangkat kembali
di dalam bentuk tersusun oleh Allah Swt seperti mengangkat dan menyusun tulang-
belulang keledai dan membalutnya dengan daging.
Di dalam kehidupan suami istri juga di kenal istilah nusyuz, yakni kedurhakaan
seorang istri terhadap suami, atau sebaliknya. Ibnu Manzhur al-Ansari mengatakan
bahwa nusyuz antara suami istri berarti: salah satu pihak tidak menyukai yang lain.
Kata nusyuz di sini juga terambil dari kata nasyz, yang berarti: terangkatnya salah satu
pihak dari mencintai pihak lain, seperti terangkatnya sesuatu dari tanah atau seseorang
berdiri dari duduknya.179 Nusyuz istri terhadap suami dijelaskan oleh Allah di dalam
QS. an-Nisa [4]: 34.
Sabab nuzul QS. an-Nisa [4]: 34 menurut riwayat Hasan al-Basri, ada seorang
perempuan mengadu kepada Rasulullah saw, bahwa suaminya telah memukulinya.
Rasulullah saw bersabda, “Ia (suami) akan dikenakan hukum qishash”. Kemudian

178
QS. Al-Baqarah [2]: 259
179
M. Quraish Shihab, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an (Kajian Kosa Kata), Jakarta: Lentera Hati,
2007, Cet. Ke-1, hal. 740
99

Allah swt menurunkan ayat Ar-Rijalilu qawwamuna ‘ala an-nisa ...” (Riwayat al-
Hasan al-Basri dari Muqatil).180
Diriwayatkan pula bahwa perempuan itu kembali ke rumahnya dan suaminya
tidak mendapat hukuman qishash sebagai balasan terhadap tindakannya, karena ayat
ini membolehkan memukul istri yang tidak taat kepada suaminya, dengan tujuan
mendidik dan mengingatkannya. 181
Dalam riwayat lain dijelaskan setelah datang wanita mengadu kepada Nabi saw,
kemudian Nabi saw berkata diberlakukan qishash kepada suami, Allah menurunkan
surat Thaahaa (20) ayat 114 :

‫ب ِزْدنِي ِعلْ ًُا‬


ِ ‫ك و ْحْهُ وقُل َّر‬ ِ َ ‫ك الْ َح ُّق والَتَ ْع َجل بِالْ ُقرء ِان ِمن قَ ْب ِل أَن ي ْق‬ ِ
َ ُ َ َ َْْ‫ضى ل‬ ُ َْ ْ َ ُ ‫فَتَ َعالَى اللهُ الْ َُل‬
Artinya : “Maka Maha tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah
kamu tergesa-gesa membaca Al qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan.”182
Kemudian Nabi Muhammad Saw menahan untuk berbicara sebentar sampai
turun ayat 34 surat an-Nisa sebagaimana tersebut diatas.183
Ibnu Manzur dalam Lisaan al-Arab mendefinisikan nusyuz sebagai rasa
kebencian salah satu pihak (suami atau istri) terhadap pasangannya. 184
Wahbah az-Zuhaili, guru besar ilmu fikih dan usul fikih pada Universitas
Damascus, mengartikan nusyuz sebagai ketidakpatuhan salah satu pasangan terhadap

180
Ali bin Ahmad al-Wahidi (w. 468 H), Asbab Nuzul al-Qur’an, Beirut: Daar al-Kutub al-
Alamiyyah, 1991, h. 155.
181
Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Departemen Agama RI, 2009), cet.
ke-3, jilid 2, h. 162-163.
182
QS. 20 : 114
183
Muhammad bin Ahmad al-Anshary al-Qurtuby, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar
al-Kutub al-Alamiyyah, 1993, jilid 3, h. 110.
184
Muhammad Mukram Ibnu Mandzur, Lisaan al-Arab, Beirut: Daar Shaadir, 1990, Cet. Ke-1,
hal. 418.
100

apa yang seharusnya dipatuhi dan/atau rasa benci terhadap pasangannya. Redaksi lain
menyebutkan bahwa nusyuz berarti tidak taatnya suami atau istri kepada pasangannya
secara tidak sah atau tidak cukup alasan.
Apabila terjadi pembangkangan terhadap sesuatu yang memang tidak wajib
dipatuhi, maka sikap itu tidak dapat dikategorikan sebagai nusyuz. Misalnya, suami
menyuruh istrinya berbuat maksiat kepada Allah swt. Sikap ketidakpatuhan istri
terhadap suaminya itu tidak berarti istri nusyuz terhadap suaminya. Atau apabila
seorang istri menuntut sesuatu diluar kemampuan suaminya lalu suaminya tidak
memenuhinya, maka suami tersebut tidak dapat dikatakan nusyuz terhadap istrinya.185
Nusyuz berawal dari salah satu pihak suami atau istri, bukan keduanya secara
bersama-sama, hal itu bukan termasuk nusyuz melainkan dikategorikan sebagai
‘syiqaq’.
Nusyuz pihak istri berarti kedurhakaan atau ketidaktaatan terhadap suami.
Nusyuz pihak istri dapat terjadi apabila istri tidak menghiraukan hak suami atas
dirinya. Nusyuz pihak suami terhadap istri lebih banyak berupa kebencian atau
ketidaksenangan terhadap istrinya sehingga suami menjauhi atau tidak
memperhatikan istrinya. Selain istilah nusyuz pihak suami ada juga istilah i’raad
(berpaling). Perbedaannya adalah jika nusyuz, suami menjauhi istri; sedangkan jika
i’raad, suami tidak menjauhi istrinya melainkan hanya tidak mau berbicara dan tidak
menunjukkan kasih sayang kepada istrinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
setiap nusyuz pasti i’raad, namun setiap i’raad belum tentu nusyuz.
Nusyuz dapat berbentuk perkataan maupun perbuatan. Bentuk nusyuz perkataan
dari pihak istri adalah seperti menjawab secara tidak sopan terhadap pembicaraan
suami yang lemah lembut, sedangkan dari pihak suami adalah memaki-maki dan
menghina istrinya. Bentuk nusyuz perbuatan dari pihak istri adalah seperti tidak mau
pindah kerumah yang telah disediakan oleh suaminya, enggan melakukan apa yang

185
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Damascus: Daar al-Fikr, 1989, Cet.
Ke-3, hal. 339
101

diperintahkan oleh suaminya, keluar rumah tanpa seizin suami sedangkan dari pihak
suami adalah mengabaikan hak istri atas dirinya, berfoya-foya dengan perempuan
lain, atau menganggap sepi atau rendah terhadap istrinya. 186
Adapun dasar hukum nusyuz pihak istri terhadap suaminya adalah QS. an-Nisaa
(4) ayat 34, di dalam ayat itu disebutkan hak suami atas istrinya dan hak istri terhadap
suami, menunjukkan beberapa langkah yang harus ditempuh laki-laki untuk menata
kehidupan keluarganya. Disini juga dijelaskan makna kepemimpinan laki-laki atas
istrinya, bukan merupakan kepemimpinan untuk memperbudak dan memperalatnya,
tapi merupakan kepemimpinan dalam nasihat dan pengajaran, tak ubahnya
kepemimpinan penguasa terhadap rakyatnya. Laki-laki mempunyai derajat sebagai
pemimpin atas wanita, karena Allah telah mengkhususkan laki-laki untuk mencari
penghidupan dan nafkah, yang berkewajiba menangani urusan wanita, seperti
penguasa yang berkewajiban menangani urusan rakyat, menjaga dan memelihara serta
menjamin ketenangan hidupnya.
Allah membagi wanita menjadi dua golongan: Pertama, wanita yang shalihah
dan taat kepada Allah dan suaminya. Kedua, wanita yang membangkang dan
memberontak. Istri yang shalihah dan taat kepada suami adalah yang menjaga
perintah-perintah Allah, memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban, memelihara
dirinya dari perbuatan keji, menjaga harta suami, tidak membelanjakan secara
berlebih-lebihan dan boros, menjaga kehormatan diri dan dapat dipercaya. Adapun
istri yang membangkan atau nusyuz ialah yang tidak mau patuh dan taat kepada suami,
maka al-Qur’an telah menyajikan beberapa langkah yang bijaksana untuk
menghadapinya.187

186
Abdul Aziz Dahlan (et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar baru van Hoeve, 1996,
cet. 1, jilid 1, h. 1353 - 1354
187
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Qabas min Nuril-Qur’an, BeirutL Daar Al-Qalam, Cet. Ke-
1, 1406, h. 199
102

Dalam manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an jika terjadi nusyuz istri
makan ada beberap tahapan yang harus dilakukan oleh suami berdasarkan pada QS.
an-Nisaa’ [4] ayat 34.
Tahap pertama: Berupa pemberian nasihat, petunjuk, dan peringatan tentang
ketaakwaan kepada Allah SWT serta hak dan kewajibaan suami istri dalam rumah
tangga. Namun demikian, sebelum menasihati istrinya, suami harus mengintropeksi
dirinya terlebih dahulu apakah sikap istrinya saat itu bersumber dari atau
dilatarbelakangi oleh sikapnya sendiri terhadap istri. Jika memang demikian, maka
bukan nasihat yang harus diberikan kepada istrinya terlebih dahulu, melainkan
memperbaiki diri sendiri yang harus diutamakan. Tetapi jika terbukti nusyuz istri itu
bersumber dari istri itu sendiri, maka nasihat, petunjuk, dan peringatan harus
diberikan kepadanya.
Nasihat kepada istri yang nusyuz harus dilakukan dengan bijaksana dan lemah
lembut. Apabila dengan cara lemah lembut tidak dapat mengubah sikap nusyuz istri,
maka suami diperkenankan mengancam istri yang nusyuz itu dengan menjelaskan
bahwa sikap nusyuz seorang istri terhadap suaminya dapat menggugurkan hak-hak
istri atas suaminya.
Tahap kedua: berpisah ranjang dan tidak saling bertegur sapa. Tahap ini adalah
tahap lanjutan, yakni jika tahap pertama tidak berhasil mengubah sikap nusyuz istri.
Khusus mengenai tidak bertegur sapa ini hanya diperbolehkan selama tiga hari tiga
malam,188 berdasarkan hadis Rasulullah Saw:

‫ال يحل للُسلم أن يهجر أخاه فوق ثالث‬


Artinya : “Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa dengan
saudaranya lebih dari tiga hari.”189

188
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Damascus: Daar al-Fikr, 1989, Cet.
Ke-3, hal. 338-339
189
HR. al-Tabrani, no. Hadits : 914.
103

Tahap ketiga: memukul istri yang nusyuz, namun dengan pukulan yang tidak
sampai melukainya.190
Menurut Muhammad Ali As-Sabuni, ahli tafsir, dan Wahbah az-Zuhaili, ahli
fikih kontemporer, ketika melakukan pemukulan harus dihindari : (1) bagian muka
karena muka adalah bagian tubuh yang paling dihormati; (2) bagian perut dan bagian
tubuh lain yang dapat menyebabkan kematian, karena pemukulan ini bukan
bermaksud untuk mencederai apalagi membunuh istri yang nusyuz, melainkan untuk
mengubah sikap nusyusnya; dan (3) memukul hanya pada satu tempat karena akan
menambah rasa sakit dan akan memperbesar kemungkinan timbulnya bahaya.
Apabila akibat pemukulan tersebut istri yang nusyuz meninggal, ulama berbeda
pendapat dalam hal apakah kemudian suami yang memukul itu di-qhisash atau tidak.
Menurut Mazhab Maliki dan Hanbali, suami yang bersangkutan tidak di-qishash
karena pemukulan tersebut memang dibenarkan oleh syara’. Sedangkan Mazhab
Hanafi dan Syafi’i berpendapat harus di-qishash karena yang bersangkutan
mengabaikan syarat pemukulan, yaitu harus menjaga keselamatan istri yang dipukul.
Kendati pemukulan terhadap istri yang nusyuz adalah sebagai usaha memperbaiki
sikapnya, tetap lebih baik apabila tidak memukulnya.
Masalah pemukulan kepada istri ini, merupakan sesuatu yang digunakan musuh
Islam untuk menyerang syariat Islam, menurut Ali Ash-Shabuni. Hal ini dikarenakan
orang kafir/munafiq tidak memahami hakikat pemukulan tersebut.
Islam memang mengizinkan suami untuk memukul istirnya. Tapi kapan
pemukulan itu diperbolehkan dan siapa wanita yang boleh dipukul. Pemukulan ini
merupakan obat dan solusi. Obat dibutuhkan manusia dalam keadaan mendesak dan
ketika penyakit semakin bertambah parah. Ketika istri berbuat jahat kepada suami,
ketika kehidupan suami istri berubah menjadi neraka yang terlalu berat untuk
ditanggung. Maka apa yang dapat dilakukan suami dalam hal seperti ini. Apakah

190
Isma’il bin Katsir al-Dimasqy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Beirut: Daar al-Ma’rifah, tt, hal.
504
104

istrinya diusir dari rumah, atau langsung dicerai atau dibiarkan leluasa berbuat
semaunya sendiri.
Al-Qur’an telah memberikan obat yang mujarab, memerintahkan untuk
bersabar dan menahan diri, kemudian nasihat dan bimbingan, kemudian
menghindarinya di tempat tidur. Jika semua ini gagal, barulah digunakan cara lain,
yaitu pemukulan yang tidak terlalu keras dan tidak melukai, yang gunanya untuk
meluluhkan kesombongannya da mengeluarkan syetan pembisik manusia. Cara ini
lebih sedikit mudharatnya daripada menjatuhkan thalak seketika itu pula. Jika
dibandingkan, mana mudharat-nya yang lebih besar, maka cara inilah yang paling
baik untuk dilakukan. Cara pukulan ini merupakan salah satu cara, jika cara-cara
perbaikan yang lemah lembut tidak efektif lagi. 191
Kemudian Ulama fikih berbeda pendapat mengenai apakah tindakan yang
diambil suami untuk memperbaiki sikap nusyuz istri perlu berjenjang (berurutan) atau
tidak. Menurut jumhur ulama, termasuk Mazhab hanbali, tindakan tersebut harus
berjenjang dan disesuaikan dengan tingkat atau kadar nusyuz istri. Pada jenjang
pertama diberikan nasihat dan pengarahan, yaitu ketika suami khawatir istrinya akan
nusyuz. Jenjang terakhir adalah pemukulan. Sedangkan Imam asy-Syafi’i dan Imam
an-Nawawi, seorang ulama Mazhab Syafi’i, berpendapat bahwa dalam melakukan
tindakan tersebut tidak harus berjenjang, boleh memilih tindakan yang diinginkan
seperti tindakan pemukulan boleh dilakukan pada awal nusyuz istri.192
Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam memahami
surah an-Nisaa’ (4) ayat 34. Menurut kelompok pertama, yaitu kelompok jumhur
ulama, arti ayat tersebut menghendaki adanya urutan yang dapat dilihat dari kualitas
hukuman yang bertahap (at-tadarruj), mulai dari yang paling ringan sampai yang
terberat. Apabila tujuan tindakan telah tercapai dengan tahap pertama, yaitu memberi

191
Muhammad Ali Ash-Shabuny, Qabas min Nuril-Qur’an, BeirutL Daar Al-Qalam, Cet. Ke-
1, 1406, terj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003, cet. ke-2, h. 200-201
192
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Damascus: Daar al-Fikr, 1989, Cet.
Ke-3, hal. 339
105

nasihat dan pengarahan, maka tidak perlu lagi dilanjutkan ke tahap berikutnya. Oleh
karena itu, tidak dibenarkan memulai tindakan dari yang terberat. Sedangkan menurut
kelompok kedua, huruf waw atau ‘dan’ pada ayat tersebut tidak berarti menghendaki
adanya urutan. Dengan demikian, suami boleh memilih salah satu diantara ketiga
macam tindakan tersebut atau menggabungkannya. 193
Tahap keempat: Apabila tahap pertama, kedua, dan ketiga tidak berhasil,
sementara nusyuz istri sudah menimbulkan kemarahan suami dan menjurus pada
syiqaq, maka diperlukan juru damai. Juru damai ini akan meneliti kasusnya dan jika
ditemukan kemudaratan yang mengharuskan untuk memisahkan pasangan tersebut.

b. Nusyuz Suami
Adapun hukum nusyuz pihak suami terhadap istrinya disebutkan pada surah an-
Nisaa (4) ayat 128.194

‫لصلْ ُح َخْْر‬
ُّ ‫صلْ ًحا َوا‬ ِ ‫وِ ِن امرأَة خافَت ِمن ب علِها نُشوزا أَو ِعراضا فَالَجناح علَْ ِهُآ أَن ي‬
ُ ‫صل َحا بَْْ نَ ُه َُا‬
ْ ُ َ ْ َ َ َُ ً َْ ْ ً ُ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ
‫الله َكا َن بِ َُا تَ ْع َُلُو َن َخبِ ًْرا‬ ِ ِ ِ ‫وأ‬
َ ‫ُّح َوِن تُ ْحسنُوا َوتَتَّ ُقوا فَِإ َّن‬
َّ ‫س الش‬
ُ ‫ُحضَر اْألَن ُف‬
ْ َ
Artinya : Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia
itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikatak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.195

193
Abdul Aziz Dahlan (et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 4, h. 1354 - 1355
194
Muhammad Amin al-Syinqiity, Adwa’ al-Bayan fi Iidhoh al-Qur’an bi al-Qur’an, Beirut:
Daar al-Kutub al-Alamiyyah, 1996, Cet. Ke-1, hal. 257.
195
QS. 4:128
106

Ayat ini menerangkan sikap yang harus diambil oleh seorang istri bila ia melihat
sikap nusyuz dari suaminya, seperti tidak melaksanakan kewajibannya terhadap
dirinya sebagaimana mestinya, tidak memberi nafkah, tidak menggauli dengan baik,
berkurang rasa cinta dan kasih sayangnya dan sebagainya. Hal ini mungkin
ditimbulkan oleh kedua belah pihak atau disebabkan oleh salah satu pihak saja. 196
Jika demikian halnya, maka hendaklah istri mengadakan musyawarah dengan
suaminya, mengadakan pendekatan, perdamaian do damping berusaha
mengembalikan cinta dan kasih sayang suaminya yang telah mulai pudar. Dalam hal
ini tidak berdosa jika istri bersikap mengalah kepada suaminya, seperti bersedia
beberapa hak dikurangi dan sebagainya. Hal ini sebagai upaya memperlihatkan
kepada suaminya keikhlasan hatinya, sehingga suami ingat kembali kepada
kewajiban-kewajibannya.
Jika istri telah bersabar makan jalan yang selanjutnya adalah istri boleh
mengajukan khulu’ dengan kesediaan membayar ganti rugi kepada suaminya
sehingga suaminya menjatuhkan talak. Ini jika tidak ada jalan lain untuk
permasalahan konflik keluarga.
Sebagai jalan keluar dari kemelut akibat nusyuz, kedua belah pihak suami istri
diperbolehkan mengadakan perjanjian atau perdamaian. Materi perjanjian atau
perdamaian dapat berupa apa saja sepanjang hal itu dibenarkan oleh syara’ dan
disetujui oleh kedua belah pihak. Misalnya, perjanjian melepaskan hak masa tinggal
atau menginap istri dari suami.
Perjanjian ini dapat dibenarkan karena maksud disyariatkannya ketentuan itu
adalah untuk menjamin kemashlahatan pihak istri. Hal ini diperkuat oleh riwayat
mengenai kasus Saudah RA, salah seorang istri Rasulullah SAW. Saudah merasa
takut akan ditalak oleh Rasulullah Saw: “Jangan talak saya, biarlah hak giliran saya

196
Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Departemen Agama RI, 2009), cet.
ke-3, jilid 2, h. 285.
107

untuk Aisyah.” Rasulullah Saw menyetujuinya dan melaksanakannya (HR. At-


Tirmizi). Lalu turun surah an-Nisa’ (4) ayat 128.197

3. Konsep Syiqaq
Allah Swt Berfirman :

‫صالَ ًحا يُ َوفِ ِق اللهُ بَْْ نَ ُه َُآِ َّن‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َ ‫وِ ْن ِخ ْفتُم ِش َق‬
ْ ِ‫اق بَْْن ِه َُا فَابْ َعثُوا َح َك ًُا م ْن أ َْهله َو َح َك ًُا م ْن أ َْهل َهآِن يُِر َيدآ‬ ْ َ
}23{ ‫الله َكا َن َعلِ ًُْا َخبِ ًْرا‬
َ
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.198
Di dalam al-Qur’an kata syiqaq disebut sebanyak 7 kali, yaitu :

ِ َّ ‫اق فَسْ ْك ِفْ َكهم الله وهو‬


ٍ ِ ِ ِ ِِ ِِ
‫ْع‬
ُ ُ‫الس‬ َُ َ ُ ُ ُ َ َ ‫فَِإ ْن ءَ َامنُوا بُثْل َمآءَ َامنتُ ْم به فَ َقد ْاهتَ َد ْوا َوِن تَ َولَّ ْو فَِإن ََُّا ُه ْم في ش َق‬
}121{ ‫الْ َعلِ ُْم‬
Artinya : Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu Telah beriman
kepadanya, sungguh mereka Telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan
memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.199

197
Isma’il bin Katsir al-Dimasqy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Beirut: Daar al-Ma’rifah, tt, hal.
260
198
QS. An-Nisa’ [4]: 35
199
QS. Al-Baqarah [2]: 137
108

ٍ ِ‫اق بع‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ‫َن الله نََّزَل الْ ِكت‬ ِ
}112{ ‫ْد‬ َ ‫اختَ لَ ُفوا في الْكتَاب لَفي ش َق‬ َ ‫اب بالْ َحق َو َّن الذ‬
ْ ‫ين‬ َ َ َ َّ ‫ك بِأ‬
َ ‫ذَل‬
Artinya : Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al-Kitab
dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih
tentang (kebenaran) Al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari
kebenaran). (QS. al-Baqarah [2]:176)

‫صالَ ًحا يُ َوفِ ِق اللهُ بَْْ نَ ُه َُآِ َّن‬ ِ ِ ِِ ِ ِ َ ‫وِ ْن ِخ ْفتُم ِش َق‬
ْ ِ‫اق بَْْن ِه َُا فَابْ َعثُوا َح َك ًُا م ْن أ َْهله َو َح َك ًُا م ْن أ َْهل َهآِن يُِر َيدآ‬ ْ َ
}23{ ‫الله َكا َن َعلِ ًُْا َخبِ ًْرا‬
َ
Artinya : Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal. 200

ٍ ُ‫ود أَو قَوم صالِ ٍح وماقَوم ل‬


ٍ ِ ِ ِ ِ ِ
ٍ ‫و‬ ُ ْ َ َ َ َ ْ ْ ‫وح أ َْو قَ ْوَم ُه‬
ٍ ُ‫اب قَ ْوَم ن‬ َ ‫َويَاقَ ْوم الَيَ ْج ِرَمنَّ ُك ْم ش َقاقي أَن يُصْبَ ُكم مثْ ُل َمآأ‬
َ ‫َص‬
ٍ ِ‫ِمن ُكم بِبع‬
}11{ ‫ْد‬ َ
Artinya : Hai kaumku, janganlah hendaknya pertentangan antara Aku (dengan
kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang
menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaum Luth tidak (pula)
jauh (tempatnya) dari kamu.201

200
QS. An-Nisa’ [4]: 35
201
QS. Hud [11]: 89
109

ٍ ِ‫اق بع‬
ٍ ِ ِ ُِ ِ‫اسْ ِة قُلُوب هم وِ َّن الظَّال‬
ِ ِ ِ ‫لِْجعل ماي ْل ِقي الشَّْطَا ُن فِْت ن ًة لِلَّ ِذ‬
‫ْد‬ َ ‫ْن لَفي ش َق‬
َ َ ْ ُ ُ َ ‫ين في قُلُوبِهم َّمَرض َوالْ َق‬
َ َ ْ ُ َ َ َْ َ
}32{
Artinya : Agar dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai
cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar
hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam
permusuhan yang sangat. 202

ٍ ‫ب ِل الَّ ِذين َك َفروا فِي ِعَّزٍة و ِش َق‬


}3{ ‫اق‬ َ ُ َ َ
Artinya : Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan
permusuhan yang sengit.203

ٍ ِ‫اق بع‬
}33{ ‫ْد‬ ٍ ِ ِ ِ ‫الله ثَُّم َك َفرتُم بِِه من أ‬
ِ ‫ند‬ ِ ‫قُل أَرءي تم ِن َكا َن ِمن ِع‬
َ ‫َض ُّل م َُّ ْن ُه َو في ش َق‬
َ َْ ْ ْ ْ ُْ َ َ ْ
Artinya : Katakanlah: "Bagaimana pendapatmu jika (Al Quran) itu datang dari
sisi Allah, Kemudian kamu mengingkarinya. siapakah yang lebih sesat daripada
orang yang selalu berada dalam penyimpangan yang jauh?".204
Dalam al-Qur’an, kata syiqaq senantiasa mengandung konotasi negatif yang
menjurus kepada penentangan, penyimpangan, dan pengingkaran terhadap kebenaran,
keadilan, petunjuk Allah dan Rasul-Nya, serta kebaikan. Oleh karena itu, syiqaq
senantiasa menjadi ciri orang musyrik, orang kafir, orang munafik, orang zalim, dan
orang-orang yang bersengketa karena sikap, keyakinan, dan aktivitas mereka
cenderung mencerminkan hal-hal tesebut

202
QS. Al-Hajj [22]: 53
203
QS. Shad [38]: 2
204
QS. Fushilat [41]: 52
110

Syiqaq dalam QS. al-Baqarah [2]: 137 merupakan gambaran permusuhan orang-
orang Nasrani, Yahudi, dan lainnya terhadap Nabi Muhammad Saw karena mereka
berpaling dari iman yang benar.
Kata yang sama dalam QS. al-Baqarah [2]: 176 merefleksikan sikap orang-
orang yang memperselisihkan kebenaran al-Qur’an.
Kemudian dalam QS. Hud [11]: 89 kata itu mencerminkan sikap kaum madyan
yang tidak memedulikan peringatan Nabi Syuaib as akan kejahatan mereka dan
seruannya untuk menyembah Allah serta kembali ke jalan yang benar dan berlaku
adil.
Selanjutnya dalam QS. al-Hajj [22]: 53 kata tersebut dinyatakan sebagai
cerminan sikap orang-orang zalim yang terpengaruh oleh godaan seta sehingga
mereka tidak dapat menangkap kebenaran dan tidak dapat memahami petunjuk yang
disampaikan Rasulullah Saw.
Dalam QS. Shad [38]: 2, syiqaq merupakan cerminan permusuhan yang
ditampilkan oleh orang-orang kafir yang menolak untuk menerima kebenaran.
Adapun syiqaq dalam QS. Fushshilat [41]: 52 dinyatakan sebagai ciri orang
yang mengingkari kedatangan al-Qur’an dari sisi Allah Swt.205
Terakhir, kata syiqaq yang terdapat dalam QS. An-Nisa [4]: 35 merujuk kepada
persengketaan yang terjadi dalam rumah tangga antara suami dan istri.206
Adapun kata yang seakar dengan kata syiqaq semuanya berjumlah 22, tersebar
dalam beberapa surah. Dari jumlah itu, yang terdekat kelas katanya adalah syaqqa –
ُ َ‫ )شَق ِ– ِي‬Dua kata ini disebut lebih 7 kali dalam al-Qur’an. Dengan
yasuqqu ( ‫شق‬
kedekatan konjugasinya, makna ketiga kata itu mempunyai makna yang hampir
sama.207

205
M. Quraish Shihab, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an, hal. 951
206
M. Quraish Shihab, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an, hal. 951
207
M. Quraish Shihab, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an (Kajian Kosa Kata), Jakarta: Lentera Hati,
2007, Cet. Ke-1, hal. 951
111

Menurut bahasa, syiqaq berarti al-Khilaf wal mukhalafah wal-‘adalah (ِ‫الخالف‬


‫ )و ِالمخالفة ِو ِالعداوة‬yang artinya pertentangan, penyimpangan, persengketaan, atau
permusuhan. Sebenarnya, kata tersebut berasal dari dari kata syiqq (‫ )شق‬dan berarti
sisi. Kemudian kata syiqaq mendapat beberapa arti lain, tetapi pada dasarnya tidak
terlepas dari kerangka makna dasar itu. Hal tersebut disebabkan pertentangan,
permusuhan, penyimpangan, dan persengketaan, permusuhan, penyimpangan, dan
persengketaan, senantiasa melibatkan dua pihak atau lebih yang masing-masing
berada pada sisi yang berbeda atau berlawanan dengan sisi yang ditempati oleh pihak
lainnya.208
Syiqaq dalam keluarga muncul karena ada hak dan kewajiban yang tidak
terpenuhi, atau tidak terjalinnya hubungan harmonis (‫ )حسنِالمعاشرة‬antara suami-istri
sehingga menimbulkan pertikaian yang akhirnya dapat menyebabkan retak dan
hancurnya rumah tangga jika tidak ada jalan untuk mendamaikan mereka.
Syiqaq keluarga merupakan perselisihan yang berkepanjangan dan meruncing
antara suami dan istri. Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada
kedua belah pihak suami dan istri secara bersama-sama. Dengan demikian, syiqaq
berbeda dengan nusyuz, yang perselisihannya hanya berawal dan terjadi pada salah
satu pihak, suami atau istri.
Untuk mengatasi kemelut rumah tangga yang meruncing antara suami dan istri,
agama Islam memerintahkan agar diutus dua orang hakam/ juru damai. Pengutusan
hakam ini bermaksud untuk menelusuri sebab-sebab terjadinya syiqaq dan berusaha
mencari jalan keluar guna memberikan penyelesaian terhadap kemelut rumah tangga
yang dihadapi oleh kedua istri tersebut.209
Kriteria Hakam berdasarkan pengertian zahir atas surah an-Nisaa’ (4) ayat 35,
para ulama fikih menyatakan bahwa juru damai yang dimaksud adalah terdiri atas

208
Muhammad Mukram Ibnu Mandzur, Lisaan al-Arab, Beirut: Daar Shaadir, 1990, Cet. Ke-1,
hal. 182
209
Abdul Aziz Dahlan (et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, h. 1708
112

wakil dari pihak suami dan wakil dari pihak istri. Kedua hakam itu dikirim oleh yang
berwajib atau oleh suami istri, atau oleh keluarga suami istri.210
Namun dalam kasus syiqaq, para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang
sebaiknya menjadi juru damai. Sebagian mufassir mengatakan bahwa juru damai
boleh saja diambil dari luar keluarga kedua belah pihak. Dalam pandangannya,
hubungan kekerabatan tidak merupakan syarat sah untuk menjadi juru damai dalam
kasus syiqaq. Sebab tujuan pokok dari pengutusan juru damai adalah untuk mencari
jalan keluar dari kemelut rumah tangga yang dihadapi oleh pasangan suami istri dan
hal ini dapat saja tercapai sekalipun juru damainya bukan dari keluarga kedua belah
pihak. Namun demikian, atas dasar dugaan yang kuat, lebih mengetahui seluk beluk
rumah tangga serta pribadi masing-masng suami istri; sehingga mengutus juru damai
dari keluarga kedua belah pihak yang berselisih tetap lebih dianjurkan dan lebih
utama.211
Sedangkan mufassir yang lain berpendapat bahwa juru damai harus terdiri dari
keluarga masing-masing pihak suami dan istri. Alasannya: 1) Keluarga kedua belah
pihak lebih tahu tentang keadaan kedua suami istri secara mendalam dan mendekati
kebenaran. 2) Keluarga kedua belah pihak adalah di antara orang-orang yang sangat
menginginkan tercapainya perdamaian dan kedamaian serta kebahagaiaan kedua
suami istri tersebut. 3) Merekalah yang lebih dipercaya oleh kedua suami istri yang
sedang berselisih. 4) Kepada mereka kedua suami istri akan leluasa untuk berterus
terang mengungkapkan isi hati masing-masing.212
Para ulama juga berbeda pendapat tentang siapa yang mengangkat atau
mengutus juru damai. Sebagian ulama berpendapat bahwa juru damai diangkat oleh

210
Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, h. 163
211
Abdul Aziz Dahlan (et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, h. 1708
212
Abdul Aziz Dahlan (et.al.) Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, h. 1709
113

keluarga pihak-pihak suami istri. Sebagian berpendapat bahwa orang yang berwenang
mengutus juru damai adalah keluarga kedua belah pihak dan pemerintah. 213
Terlepas dari perbedaan pandangan diatas, siapa pun yang menjadi juru damai
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut Wahbah az-Zuhaili, guru besar fikih
dan ushul fikih pada Universitas Damascus, syarat-syaratnya adalah : (1) laki-laki, (2)
adil, dan (3) mengetahui (cukup informasi mengenai permasalahan keluarga yang
didamaikan).214
Status perceraian akibat syiqaq juga terjadi iktilaf ulama; mazhab Hanafi, qaul
qadim Imam Syafi’i dan mazhab Hanbali tidak membolehkan terjadinya perceraian
jika hanya berdasarkan pertimbangan telah terjadi syiqaq. Sebab dipandang masih ada
kemungkinan jalan lain untuk mengatasi mudarat yang mungkin akan ditimbulkan
oleh syiqaq tersebut, selain melalui talak atau perceraian. Salah satu cara
menyelesaikan perselisihan keluarga tersebut bisa dengan diajukan ke pengadilan.
Hakim atau aparat yang berwenang akan menasihati suami dan istri agar tidak
mengulangi sikap dan tindakan yang dapat menimbulkan perselisihan baru.
Sementara mazhab Maliki membolehkan terjadinya perceraian berdasarkan
pertimbangan syiqaq. Pendapat ini didasari oleh perselisihan yang berkepanjangan.
Untuk itu baik suami maupun istri boleh mengajukan perkaranya ke pengadilan. Jika
terbukti apa yang diadukannya benar, maka hakim akan menjatuhkan talak. Namun
sebaliknya, jika tidak terbukti kebenarannya, maka hakim tidak akan menjatuhkan
talak. Apabila pengaduan terjadi berulang-ulang oleh pasangan yang sama, karena
setiap diperiksa tidak dapat dibuktikan kebenarannya, maka hakim akan mengutus
dua orang juru damai, satu orang dari keluarga suami dan satu orang lagi dari keluarga
istri.

213
Isma’il bin Katsir al-Dimasqy, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, Beirut: Daar al-Ma’rifah, tt, hal.
116 - 117
214
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, hal. 340
114

Pasangan suami istri yang mengalami syiqaq tidak selamanya dapat


diselesaikan tanpa perceraian. Menurut Wahbah az-Zuhaili, perceraian yang
diputuskan oleh hakim sebagai akibat syiqaq berstatus sebagai talak ba’in sugra,
yakni suami bisa kembali kepada perempuan, bekas istrinya itu dengan akad nikah
yang baru. Dengan demikian, tidak ada kesempatan rujuk bagi suami istri yang
dipisahkan karena syiqaq. Hal ini dapat dipahami, karena seandainya talak itu adalah
talak raj’i, maka suami dapat saja kembali kepada istrinya dengan cara rujuk selama
masa idah belum habis. 215
Sesungguhnya penyelesaian dengan cara seperti ini adalah cara yang terakhir
jika terus menerus terjadi konflik, dan ini bukanlah dari sesuatu yang diharapkan dari
sebuah perkawinan.
Dalam manajemen konflik keluarga yang ditekankan adalah bagaimana
tindakan pencegahan terjadinya konflik keluarga tersebut. Tindakan pencegahan
konflik itu dimulai dari sebelum terjadinya perkawinan dengan mengetahui niat dan
tujuan perkawinan yang benar. Selanjutnya dengan selektif memilih calon pasangan
suami/istri dan lain sebagainya.
Tindakan pencegahan sesudah terjadinya perkawinan juga dilakukan, seperti
melaksanakan hak dan kewajiban dari suami ataupun istri. Dan untuk kelanggengan
dalam berumah tangga untuk menuju keluarga yang sakinah mawaddah warahmah,
maka diperlukan untuk mengamalkan ayat al-Qur’an yang ada setelah ayat nusyuz dan
syiqaq ini.

215
Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, hal. 341
115

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam menghadapi konflik maka dibutuhkan manajemen. Manajemen yang
buruk menyebabkan penanganan konflik yang tidak produktif. Dampaknya keluarga
tidak stabil dan menyebabkan ketidakbahagiaan dan bisa berakhir di perceraian.
Sedangkan jika semuanya berjalan dengan baik bisa saja terdapat konflik, namun
disikapi dengan manajemen yang baik pula dan nanti akan melahirkan penanganan
konflik yang produktif. Sehingga rumah tangga tetap stabil dan menjadi keluarga yang
bahagia.
Penulis berkesimpulan bahwa dalam berkeluarga harus menjalankan
perencanaan keluarga, pelaksanaan keluarga dan pengawasan keluarga dengan baik.
Jika tetap terjadi konflik keluarga, maka ikutilah manajemen konfik keluarga
sebagaimana dijelaskan dalam QS. An-Nisaa’ [4]: 34-35. Setelah melakukan
manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an, maka teruslah berupaya untuk
menjadikan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dengan mengamalkan ayat
selanjutnya, yaitu QS. An-Nisaa’[4]: 36.

B. Saran
Dari seluruh rangkaian penelitian ini, penulis memberikan beberapa saran-
saran:
1. Penelitian tentang manajemen koflik khususnya yang berkaitan dengan
keluarga masih harus terus digalakkan dalam dunia kajian ilmiyah dan
keislaman untuk melihat secara lebih luas dan dalam berbagai persoalan
yang terkait.
116

2. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam memungkinkan


dapat melaksanakan manajemen konflik keluarga menurut al-Qur’an
apabila didukung dengan pemahaman nilai-nilai ajaran agama Islam.
3. Ajaran-ajaran tersebut harus selalu disosialisasikan dalam masyarakat
melalui kajian-kajian dan media keagamaan dengan pendekatan sosial
kemasyarakatan.
4. Penelitian tentang manajemen konflik keluarga harus terus dilakukan dan
harus didukung oleh lembaga negara agar tercipta kesadaran masyarakat dan
untuk meminimalisir angka perceraian di Indonesia.
117

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Baqiy, Muhammad Fuad, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadz al-Qur’an al-


Karim, Indonesia: Maktabah dahlan.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: CV Akademika
Pressindo, 2001, Cet. Ke-3
Abdulsyani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: Bina Aksara, 1967), cet. Ke-1
Adiwiyoto, English Dictionary for Speakers of Bahasa Indonesia, Jakarta: Kesaint
Blanc, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prosedur dan Metode Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta,1998
Al-Qurtuby, Muhammad bin Ahmad, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar al-
Kutub al-Alamiyyah, 1993, jilid 3
Allen, Louis, Profesi Manajemen, (Jakarta, Erlangga, 1990), Cet. Ke-2
Abdurrahman al-Jaziry, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Maktabah al-
Tijariyah Kubra, Juz I
al-Anshary, Muhammad Ahmad, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Beirut: Daar al-Kutub
al-Alamiyyah, 1993, Jilid 5-6
Al-Wahidi, Ali bin Ahmad , Asbab Nuzul al-Qur’an, Beirut: Daar al-Kutub al-
Alamiyyah, 1991
Al-Qurtuby, Muhammad bin Ahmad al-Anshary, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an,
Beirut: Daar al-Kutub al-Alamiyyah, 1993, jilid 3
Al-Wahidi, Ali bin Ahmad, (w. 468 H), Asbab Nuzul al-Qur’an, Beirut: Daar al-
Kutub al-Alamiyyah, 1991.
Al-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Damascus: Daar al-Fikr,
1989, Cet. Ke-3
Ash-Shabuny, Muhammad Ali , Qabas min Nuril-Qur’an, Beirut, Daar Al-Qalam,
Cet. Ke-1, 1406
118

Asror, Miftahul, Seks dalam Bingkai Islam, Surabaya: Jawara surabaya, 2003, Cet.
Ke-1
Asyarie, Sukmadjaja & Rosy Yusuf, Indeks Al-Qur’an, (Bandung: Pusaka, 1984)
Budyatna & Nina Mutmainah, Komunikas Antarpribadi, Jakarta: Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, 2002. Cet. ke-3
Djannah, Fathul, Kekerasan Terhadap Istri, Yogyakarta: LkiS, 2003, Cet. Ke-1
Dahlan, Abdul Azis (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 1997, jilid 3
Departemen Agama, al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta:Departemen Agama RI,
2009), cet. ke-3, jilid 2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2001, Ed. 3, Cet. Ke-1
Djuaeni, M. Napis, Kamus Kontemporer Istilah Politik-Ekonomi, Arab-Indonesia,
Jakarta: PT Mizan Publika, 2006, Cet. Ke-1
Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada
Media, 2003) cet. ke-1
Kayo, Khatib Pahlawan, Manajemen Dakwah, Jakarta: Penerbit Amzah, 2007, Cet.
Ke-1
Laelasari, Euis, ed., Keluarga dan Implikasi Hukumnya dalam al-Qur’an, Jakarta:
DIAN RAKYAT, 2012, cet. 1
Madjid, Nurcholish, Islam Agama Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1995)
Mahmud, Nabil, Problematika Rumah Tangga dan Kunci Penyelesaiannya, Jakarta:
Qisthi Press, 2005, Cet. Ke-3
Miles dan Huberman, Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta:
UI Press, 1992
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998
Nasution, Mulia, Pengantar Manajemen, (Jakarta: Djambatan, 1996)
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
119

Nelson, Richard -Jones, Human Relationship Skill, Cara Membina Hubungan Baik
dengan Orang Lain, terj. Drs. R. Bagio Prihatono, Jakarta: Bumi Aksara, 1996,
cet. ke-2.
Nuruddin, Amir, dan Azhari Akmal Tarijan, Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1/1974 sampai
KHI, ed. I. (Jakarta: Kencana, 2006)
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000,
Cet. Ke-4
Sauri, Sofyan, Membangun Komunikasi dalam Keluarga (Kajian Nilai Religi, Sosial,
dan Edukatif), Bandung: PT Genesindo, 2006, cet. 1
Shihab, M. Quraish, Perempuan, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009, cet. 5
-------------------------, Pengantin al-Qur’an (Kalung Permata buat Anak-anakku),
Jakarta: Lentera Hati, 2011, Cet. Ke-8
--------------------------, M. Quraish Shihab Menjawab 101 Soal Perempuan yang Patut
Anda Ketahui, Ciputat: Lentera Hati, 2011, Cet. Ke-4
--------------------------, M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang
Patut Anda Ketahui, Ciputat: Penerbit Lentera Hati, 2009, Cet. Ke-5
-------------------------------, et.al., Ensiklopedi Al-Qur’an (Kajian Kosa Kata), Jakarta:
Lentera Hati, 2007, Cet. Ke-1
Stoner, James A.F., Manajemen, (Prentice Hall International, Inc. Englewood Cliffs,
New York, 1992)
Subhan, Zaitunah, Kekerasan Terhadap Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2004, Cet. Ke-1
Sudjana, Manajemen Program Pendidikan, (Bandung: Falah Production, 2000)
Takariawan, Cahyadi, Pernik-pernik Rumah Tangga Islami (Tatanan dan
Peranannya Dalam kehidupan Masyarakat), Surakarta: Era Adicitra
Intermedia, 2011,Cet. Ke-7
120

BIODATA PENULIS

Dr. H. TAUFIK ABDILLAH SYUKUR Lc, MA, lahir di


Jakarta, 28 Maret 1978. Putra ketiga dari DR. (HC). Dr. KH.
Manarul Hidayat, M.Pd dan Dra. Hj. Mahyanah MH.
Menyelesaikan S1 di Universitas Yarmouk Jordania (2001), S2 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2004) dan S3 Universitas Ibnu Khaldun Bogor program studi
Pendidikan Islam (2013) dengan predikat cumlaude (A) dan merupakan wisudawan
terbaik pada wisuda ke-55 tahun akademik 2012-2013.
Sebelumnya pernah menimba ilmu di beberapa pesantren antara lain; PP. Darul
Ulum Jombang, Majlis Al-Ihya Bogor, Ribat Al-Jufri Madinah Munawwaroh Saudi
Arabia.
Pernah aktif di Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jordan, Forum Komunikasi
Kelompok Bimbingan Ibadah Haji Kota Depok, Forum Komunikasi Pondok
Pesantren Kota Depok. Pernah menjabat sebagai kepala Sekolah TK, SD, SMP, SMA,
dan Madrasah Diniyah.
Saat ini aktif sebagai Direktur Azhari Islamic School Cilandak, Pengasuh Santri
Al-Manar Azhari Islamic Boarding School Depok, Pembimbing manasik haji dan
umroh serta Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hikmah Jeruk Purut Cilandak
Jakarta.

SITI RAFIQOH, lahir di Jakarta, 29 September 1979,


merupakan putri ketujuh dari Bapak H. Abdurrahman Djanan
dan Ibu Hj. Royanih.
Menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Islam Teladan 01 Pagi Jakarta
(1991), MTs Al-Wathoniyah 05 Jakarta (1994), MA Daar El-Qolam Tangerang
(1997), IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta (2001), dan selanjutnya tahun 2002
melanjutkan studi di S2 Universitas Negeri Jakarta, tahun 2009 melanjutkan studi S2
jurusan Ilmu Tafsir di PTIQ dan berhasil diselesaikan pada tahun 2012.
Sejak tahun 2003 mulai bekerja sebagai Penyuluh Agama Islam Fungsional
dilingkungan Kantor Departemen Agama Kodya Jakarta Selatan, tahun 2011 pindah
tugas menjadi Guru PAI di Azhari Islamic School Cilandak. Sejak tahun 2001 sampai
sekarang tercatat sebagai guru di Al-Manar Azhari Islamic Boarding School di Limo-
Cinere Depok.

Anda mungkin juga menyukai