Anda di halaman 1dari 20

PENDIDIKAN AGAMA HINDU

MATERI V
KERUKUNAN HIDUP UMAT BERAGAMA

Oleh :

Nama Kelompok 2

1. Ni Putu Ardyanti Pratami ( 1907531042 )

2. Ni Komang Sripeni Cipta Sari ( 1907531048 )

3. Ni Komang Restu Murti Jeniari ( 1907531056)

4. Ni Putu Ayu Astini ( 1907531057 )

5. Ni Made Dina Andriani ( 1907531072 )

6. Ni Wayan Ita Puspita ( 1907531078 )

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana

2020
Kata Pengantar

“OM Swastiatu”
Asung Kertha Wara Nugraha kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan paper ini
dengan tepat waktu.
Paper ini kami buat dengan tujuan sebagai tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan
Agama Hindu, adapun paper kami berjudul “kerukunan Hidup Umat Beragama” Selain itu,
tujuan dibuatnya paper ini yaitu agar kami dapat memahami dan mampu mendalami gambaran
materi mengenai kerukunan hidup umat beragama tersebut.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa paper kami ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu , kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Akhirnya kami berharap semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Dan
akhir kata kami ucapkan terima kasih.

“OM shanti, Shanti, Shanti OM”

Badung, 1 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 3
2.1 Pandangan Kerukunan Menurut Ajaran Hindu....................... 3
2.2 Cara Menjaga Kerukunan Antar Umat Bergama..................... 11
2.3 Kendala-Kendala Dalam Mencapai Kerukunan Beragama..... 12
BAB III PENUTUP..................................................................................... 16
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 16
3.2 Saran........................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menyimak berbagai kerusuhan yang terjadi selama ini kita melihat betapa beragam
bentuk perwujudannya dan betapa pula kompleksitas faktor penyebabnya. Kerusuhan-
kerusuhan yang terjadi di berbagai tempat itu terwujud dalam berbagai bentuk kekerasan,
penjarahan, dan perusakan, tidak hanya terhadap milik pribadi akan tetapi juga milik
pemerintah atau negara bahkan simbol-simbol keagamaan. Kita ragu menyatakan bahwa
kerusuhan itu merupakan konflik agama (semata) namun sulit untuk menafikannya sama
sekali sebab perusakan sejumlah rumah-rumah ibadah yang dianggap sakral dan merupakan
simbol kehadiran sebuah agama dan komunitas para pemeluknya terjadi. Kemungkinan
faktor-faktor lain berperan sebagai sumber penyebabnya juga sukar dibantah. Misalnya
masalah kaum pendatang dan penduduk asli tampak kentara dalam kasus Sambas, Kupang,
Ambon, Poso di Indonesia, beberapa negara di Asia dan di belahan dunia ini. Kalau dalam
semua kasus ini ada bias perbedaan agama kasus yang terjadi di beberapa tempat justru terjadi
antara dua suku yang seagama. Mungkin saja kasus- kasus ini sedikit banyak mengandung
nuansa kesenjangan ekonomi karena kaum pendatang biasanya bekerja lebih ulet dan lebih
berhasil sehingga menguasai sektor perekonomian lokal. Lalu ada juga yang berkaitan dengan
konflik antara rakyat dan penguasa yang mengisyaratkan gejala ketidakpercayaan terhadap
aparat keamanan dan pemerintahan. Perusakan markas-markas Polisi dan Kantor- kantor
Pemerintah dari Tingkat Desa hingga Kabupaten/Kota (exekutif) dan juga Dewan Perwakilan
Rakyat (legislatif) memperlihatkan kecenderungan itu. Kasus-kasus kerusuhan di atas
memperlihatkan bahwa salah satu tantangan serius yang dihadapi dunia saat ini adalah
fenomena munculnya budaya kekerasan. Fenomena ini sungguh sangat mencemaskan.
Ironisnya adalah bahwa gejala sadisme ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat yang
mudah main hakim sendiri dengan melakukan bukan hanya sekedar tindakan-tindakan
kekerasan akan tetapi juga tindakan kekejaman dan kebengisan yang dilakukan oleh aparat
negara seperti sering diungkapkan oleh mereka yang mengalami siksaan ketika diinterogasi.
Bahkan kasus yang dapat dikatakan sebagai “kekerasan yang dilakukan oleh negara”. Budaya

1
kekerasan ini ikut mewarnai berbagai kerusuhan akhir-akhir ini sebagaimana terlihat dari
korban-korban yang terbunuh bahkan secara sangat mengenaskan. Berbagai kerusuhan sosial
apalagi budaya kekerasan mengisyaratkan bahwa kemampuan rakyat untuk menangani
pluralitas masyarakat dunia sudah sangat menyusut. Gejala ini sangat berbahaya karena
pluralitas masyarakat dunia kita cukup kompleks dan sering tumpang tindih sehingga satu
insiden kecil bisa berkembang atau dikembangkan menjadi sebuah kerusuhan sosial yang
tidak relevan dan tidak masuk akal seperti telah kita alami akhir-akhir ini. Hal ini bisa terjadi
karena pluralitas masyarakat kita dihadapkan pada situasi krisis sosial, politik dan ekonomi
yang sangat serius dan kompleks yang membuat masyarakat kita bagaikan jerami kering di
musim kemarau.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pandangan kerukunan menurut agama hindu?
1.2.2 Bagaimana cara menjaga kerukunan antar umat beragama?
1.2.3 Apa kendala yang menjadi permasalahan dalam mencapai kerukunan beragama?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang pandangan kerukunan menurut agama hindu
1.3.2 Untuk mengetahui tentang cara menjaga kerukunan antar umat beragama
1.3.3 Untuk mengetahui tentang kendala yang menjadi permasalahan dalam mencapai
kerukunan beragama

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu memberi informasi-informasi kepada
pembaca khususnya bagi umat beragama yang nantinya diharapkan agar dapat memperkuat
kerukunan. Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan
memberikan stabilitas dan kemajuan Negara sehingga dapat menciptakan suasana rukun
antar umat beragama dilingkungan masyarakat yaitu rasa aman, nyaman, dan sejahtera.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pandangan Kerukunan Menurut Ajaran Hindu


Kerukunan umat beragama berarti antara pemeluk-pemeluk agama yang berbeda bersedia
secara sadar hidup rukun dan damai. Hidup rukun dan damai dilandasi oleh toleransi, saling
pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan dan bekerjasama dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Hidup rukun artinya hidup bersama dalam masyarakat secara
damai, saling menghormati dan saling bergotong royong/bekerjasama.
Manusia ditakdirkan Hyang Widdhi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
hubungan dan interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia
memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan material, kebutuhan spiritual, maupun kebutuhan akan rasa aman.
Kitab Weda (Kitab suci Umat Hindu) memerintahkan manusia untuk selalu menjalankan
Tri Hita Karana Yaitu : selalu berbakti kepada Hyang Widdhi, hidup rukun dengan alam
lingkungan, serta hidup rukun dengan sesama umat manusia. Dalam menjalin hubungan
dengan umat manusia, diperinthkan untuk selalu rukun tanpa memandang: ras, kebangsaan,
suku, agama, orang asing, pribumi maupun pendatang, dan lain sebagainya. Sehingga umat
Hindu selalu berdoa sebagai berikut :
Samjnanam nah svebhih, Samjnanam aranebhih, Samjnanam asvina yunam, ihasmasu ni
‘acchalam.(Atharvaveda VII.52.1)
Artinya :
Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang yang dikenal dengan
akrab, Semoga kami memiliki kerukunan yang sama dengan orang-orang asing, semoga
Engkau memberkahi kami dengan keserasian (kerukunan/keharmonisan)
Janam bibhrati bahudha vivacasam, nanadharmanam prthivi yathaukasam, sahasram dhara
dravinasya me duham, dhruveva dhenur anapasphuranti ( Atharvaveda XII.I.45)
Artinya :

3
Semua orang berbicara dengan bahasa yang berbeda-beda, dan memeluk Agama
(kepercayaan) yang berbeda-beda, Sehingga Bumi Pertiwi bagaikan sebuah keluarga yang
memikul beban. Semoga Ia melimpahkan kemakmuran kepada kita dan menumbuhkan
penghormatan diantara kita, seperti seekor sapi betina kepada anak-anaknya
Bahkan umat Hindu selalu berdoa untuk keselamatan seluruh mahluk hidup, seperti bait
ke 5 (lima) Puja Trisandya yang wajib dilantunkan 3 (tiga) kali dalam sehari oleh umat Hindu
yang taat :
Om Ksamasva mam mahadewa, sarwaprani hitangkara, mam moca sarwa papebyah,
palayaswa Sadasiwa
Artinya :
Hyang Widdhi ampunilah hamba, semoga semua mahluk hidup (Sarwaprani) memperoleh
keselamatan ( hitangkara ),bebaskan hamba dari segala dosa dan lindungilan hamba.
(Keterangan. : Mahadewa dan Sadasiwa adalah nama-nama ke-Maha Kuasa-an Hyang
Widdhi Wasa/Tuhan YME).

Umat Hindu menurut pengertian Veda pada hakikatnya merupakan bagian dari manusia
lainnya, tak terpisahkan dari seluruh ciptaan Tuhan ( Sang Hyang Widi Wasa ), penguasa dan
penakdir segala ciptaan-Nya di alam semesta ini. Manusia Hindu tidak dapat memisahkan
dirinya untuk sebuah perbedaan, karena ia berasal dari yang satu, serta pada akhirnya akan
kembali kepada yang satu jua. Dalam kitab suci Veda masalah kerukunan dijelaskan dalam
beberapa ajaran, yaitu:

2.1.1 Tat Twam Asi


Demikianlah di dalam pustaka suci Veda dinyatakan sebuah kalimat: ” TAT TVAM ASI
” yang bermakna: ” Itu adalah Engkau, Dia adalah Kamu, Aku adalah Dia, Engkau adalah
Aku, dan seterusnya…” bahwa setiap manusia adalah saudara dari manusia lainnya dan teman
dari insan ciptaan-Nya. Sesanti “Tat Tvam Asi” ini menjadi landasan etik dan moral bagi
umat Hindu di dalam menjalani hidupnya sehingga ia dapat melaksanakan kewajibannya di
dunia ini dengan harmonis. Tat tvam asi mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang
lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa
bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan

4
sebaliknya bantulah orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya
semua tindakkan kita juga untuk diri kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengan baik,
maka akan terwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma Atma Aikhyam”,
yang artinya Brahman (Tuhan) dan Atman sama. Dalalm upaya membina terwujudnya
kerukunan hidup beragama yang berlandaskan prinsip ajaran Tat Tvam Asi. Oleh karena itu
tiada alasan untuk menjelek-jelekkan atau menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah
kepada orang lain atau agama lain bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka
bumi ini, tanpa terkecuali. Ajaran Tat Tvam Asi mengajak setiap orang penganut agama untuk
turut merasakan apa yang sedang di rasakan orang lain. Tat Tvam Asi merupakan kata kunci
untuk dapat membina agar terjalinnya hubungan yang serasi atas dasar “Asah, asih, asuh”
diantara sesama hidup. Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada Brahmana
Budiman yang rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa
sekalipun walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti
orang sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan perbuatan
jahat sebab orang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakikatnya akan berpedoman
pada filsafat ” Tat Tvam Asi ” maka umat Hindu sebagai bagian dari warga Bangsa Indonesia
wajib mengamalkan ajaran agamanya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Umat Hindu harus mengabdi bagi kepentingan bangsa dan negara, serta demi keluhuran
harkat dan martabat umat manusia di dunia ini. Apa saja yang menjadi masalah bangsa kita
adalah masalah yang harus dihadapi bersama oleh umat Hindu, dengan bekerja sama bahu
membahu dalam suasana kerukunan sejati dengan sesama umat beragama dan sesama warga
negara Indonesia lainnya. Umat Hindu tidak boleh melepaskan keterkaitan dirinya, baik
secara pribadi maupun kelompok sebagai warga negara Kesatuan Republik Indonesia, karena
agama Hindu mengajarkan kewajiban moral pengabdian terhadap Negara yang disebut
“Dharma Negara” dan kewajiban moral mengamalkan ajaran agamanya disebut “Dharma
Agama”
Sebagai warga negara, umat Hindu harus tunduk dan patuh kepada konstitusi serta
berupaya membudayakan nilai-nilai Pancasila pandangan hidup bangsa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari secara nyata. Oleh karena itu dalam rangka sosialisasi dan inkulturasi
nilai-nilai luhur agama dalam proses pembangunan nasional maka umat Hindu harus
mengamalkan ajaran agamanya secara benar dengan mengupayakan revitalisasi terhadap

5
mantra-mantra/ayat-ayat suci Veda sehingga mampu memberikan kontribusinya terhadap
kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional menuju masyarakat madani.                                                      
Dengan demikian maka umat Hindu akan dapat berjalan seiring, selaras, serasi dan
seimbang dengan umat lain karena memiliki dasar pandangan yang sama di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam pada itu maka suasana kebersamaan dan
kerukunan umat beragama, maupun sinergi suku, ras, antar golongan yang penuh perdamaian
dan didorong oleh rasa kesadaran nasional niscaya akan terwujud dengan harmonis.
Kesadaran nasional sebagai esensi bangsa, yang memiliki kehendak untuk bersatu harus
mempunyai sikap mental, jiwa dan semangat kebangsaan ( nasionalisme ) sebagaimana disitir
oleh Hans Kohn sebagai tekad suatu masyarakat untuk secara sadar membangun masa depan
bersama, terlepas dari perbedaan ras, suku ataupun agama warganya.
“Svami Chinmayananda dalam bukunya “The Art of Living” menyatakan bahwa
sekelompok manusia yang tinggal di suatu bagian geografis tertentu tidak dapat disebut
bangsa, tetapi hanya merupakan sekelompok manusia. Apabila kelompok semacam itu hidup
bersama dalam kerukunan dan berupaya untuk mencapai suatu tujuan yang sama, barulah ia
dapat disebut “bangsa”. Kualitas suatu bangsa sangat bergantung pada kualitas individu warga
negaranya yang memiliki rasa persaudaraan, kasih sayang dan pengertian yang integratif.
Selanjutnya dikatakan bahwa suatu Negara Kesatuan, dimana setiap warga negaranya
berupaya untuk mengabdi dan melayani tanpa motif pribadi maka akan menjadi bangsa yang
besar, kuat dan berprestasi.
Bagi kita bangsa Indonesia cita-cita masa depan yang akan dibangun adalah suatu
masyarakat madani yang adil dan makmur materiil dan spiritual dalam satu wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam suasana peri
kehidupan yang aman, tentram, tertib dan dinamis, serta dalam suasana pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai. Hal ini sejalan dengan tujuan agama Hindu yaitu
Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharmah.
Sehubungan dengan itu, maka filsafat “Tat Tvam Asi, Dharma Agama, Dharma Negara”
yang mewujud ke dalam pengamalan ajaran Tri Hita Karana adalah merupakan konsep
pemikiran Hindu yang menjadi dasar etik dan moral dalam menjalankan kewajiban hidup baik
sebagai manusia pribadi, sebagai warga negara maupun sebagai umat beragama yang
dharmika yaitu umat yang sadar akan hak dan kewajibannya.

6
Konsep pemikiran Hindu dalam rangka mendukung terwujudnya kerukunan dan
perdamaian dalam kehidupan bernegara kesatuan harus dilandasi etik dan moral ajaran Veda
yang diaktualisasikan dalam sikap sebagai berikut :
Menyadari dirinya sebagai sahabat dari sesama umat manusia, baik intern umat Hindu,
antar SARA, maupun dengan pemerintah. Mereka juga sebagai teman dari semua ciptaan
Tuhan, karena berasal dari pencipta yang sama serta diisi dan digerakkan oleh sumber hidup
yang sama.
Senantiasa berupaya melaksanakan Dharma Agama melalui pengamalan ajaran agamanya
secara benar dan utuh tanpa kepentingan yang bersifat eksklusif.
1. Setiap umat Hindu hendaknya menghayati dan meyakini kebenaran ajaran Sradha dan
mengamalkannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.                              
2. Agar tidak terjadi benturan ( disharmoni ) didalam pelaksanaannya, baik dalam
kehidupan pribadi maupun ditengah kehidupan masyarakat yang heterogen (bhineka)
ini, maka ajaran “Dharma Siddhyarta” sebagai landasan pertimbangan dalam
menuangkan konsep/gagasan yang akan diputuskan hendaknya benar-benar
dipedomani.
Dharma Siddhyarta tersebut terdiri atas lima aspek yang dijadikan dasar pertimbangan, yaitu :
1. Iksa, yaitu hakikat tujuan dari suatu kegiatan yang akan dilaksanakan.        
2. Sakti, yaitu kesadaran kemampuan fikir dan fisik materiil untuk mendukung suatu
kegiatan.         
3. Desa, yaitu tempat kegiatan atau lingkungan kondusif yang dapat memperlancar suatu
kegiatan.
4. Kala, yaitu waktu atau masa di dalam melaksanakan suatu kegiatan.           
5. Tattva, yaitu dasar keyakinan atau falsafah yang bersumber dari nilai suci Veda. Sebagai
warga bangsa yang Sradha dan Bhakti, umat Hindu hendaknya percaya bahwa setiap
agama mengandung nilai suci dan jalan menuju Kebenaran Tuhan.

2.1.2 Karma Phala


Karma phala merupakan suatu hukum sebab akibat atau kausalitas atau aksi reaksi umat
Hindu.mengingat meyakini akan kebenaran hukum ini apapun yang dilakukan tentunya
dengan tidak sengaja akan menimbulkan dampak. Setiap dampak akan membawa akibat.

7
Segala sebab yang dilakukan akan membawa akibat hasil perbuatan. Segala karma atau
perbuatan akan mengakibatkan karmaphala ( hasil/phala perbuatan). Hukum rantai sebab
akibat perbuatan (karma) dan Phala perbuatan (Karma Phala) ini disebut hukum karma. Jadi
setiap akibat yang timbul tentu ada penyebabnya tidak mungkin ada akibat tanpa sebab.
Demikian juga sebaliknya setiap perbuatan yang dilakukan sudah pasti akan menerima akibat,
baik atau buruk. Cepat maupun lambat mau tidak mau hasil akan selalu mengikutinya. Ini
merupakan dalil yang logis yaitu setiap sebab pasti menimbulkan akibat dan setiap akibat
yang ada pasti ada penyebabnya. Antara sebab dan akibat tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya diibaratkan diri kita dengan bayangannya. Bayangan akan selalu mengikuti
kemanapun kita akan pergi. Karma phala adalah merupakan sradha atau keimanan ketiga
panca sradha. Karma berarti perbuatan dan phala berarti hasil atau buah. Perbuatan yang baik
yang dilakukan akan mendatangkan hasil yang baik demikian juga perbuatan yang buruk pasti
akan mendatangkan hasil yang buruk pula. Batu dengan batu atau kayu dengan kayu bila
digosok-gosok menimbulkan akibat yaitu panas. Hukum ini  berlaku pada semua makhluk
hidup lebih-lebih pada kehidupan manusia sebagai makhluk utama tidak perlu disangsikan
lagi dampak yang akan ditimbulkannya Cuma waktu untuk menerima hasil perbuatan
berbeda-beda ada yang cepat dan ada pula yang lambat dan bahkan bisa pula diterima dalam
penjelmaan berikutnya. Oleh karena itu berlandaskan pada keyakinan tersebut dalam
memupuk kerukunan hidup beragama senantiasa berbuat baik berlandaskan dharma. Yang
dipuji adalah karma. Sesungguhnya yang menjadikan orang itu berkeadaan baik adalah
perbuatannya yang baik dan sebaliknya yang menjadikan orang itu berkeadaan buruk adalah
perbuatannya yang buruk. Seseorang akan menjadi baik hanya dengan berbuat kebaikan
seseorang menjadi dosa karena perbuatan jahatnya. Subha asubha prawerti yaitu baik buruk
atau amal dosa dari suatu  perbuatan yang merupakan dasar daripada karmaphala dharma
yang juga disebut subha karma akan membuahkan kebahagiaan hidup lahir bathin dan karma
yang jahat hina dan adharma yang juga dinamakan asubha karma akan mendapatkan pahala
berupa penderitaan dan kesengsaraan lahir bathin.

2.1.3     Ahimsa
Ahimsa merupakan landasan penerapan kerukunan hidup beragama. Ahimsa berarti tanpa
kekerasan. Secara etimologi ahimsa berarti tidak membunuh, tidak menyakiti makhluk hidup

8
lainnya. “Ahimsa parama dharmah” adalah sebuah kalimat sederhana namun mengandung
makna mendalam. Tidak menyakiti adalah kebajikan yang utama atau dharma tertinggi.
Hendaknya setiap perjuangan membela kebenaran tidak dengan perusakan-perusakan karena
sifat merusak, menjarah, memaksakan, mengancam, meneror, membakar dan lain sebagainya
sangat bertentangan dengan ahimsa karma termasuk menyakiti umat lain dengan niat yang
tidak baik atau dengan berkata-kata kasar pedas dan mengumpat. Ahimsa adalah perjuangan
tanpa kekerasan termasuk tanpa menentang hukum alam. Jika melanggar hukum alam akan
mengundang reaksi keras. Mereka harus belajar memelihara dan melindungi lingkungan
sendiri agar tercipta kehidupan yang harmonis dan selaras dengan lingkungannya sendiri. Jadi
ahimsa mengandung pengertian tidak melakukan kekerasan tidak membunuh makhluk hidup
apapun. Ahimsa juga dimaksudkan tidak melakukan kekerasan agar tidak menyakiti hati
orang lain. Bertentangan dengan ahimsa karma perbuatan membunuh adalah adharma
bertentangan dengan agama. Bersahabat adalah merupakan suatu kebutuhan sosiologis bagi
manusia. Tidak ada manusia normal yang tidak membutuhkan persahabatan. Cirri-ciri
kemanusiaan seseoarang baru akan Nampak apabila dia berada ditengah-tengah manusia
lainnya. Jiwa manusia membutuhkan untuk diterima minimal oleh lingkungannya terdekat.
Ada semacam anjuran yang perlu mendapatkan perhatian dalam membina hubungan erat
dalam pergaulan hidup. Kalau merasa diri kurang kuat bersahabatlah dengan yang kuat
dengan demikian tidak akan ada rasa cemas. Jika ajaran brata ahimsa tidak dipelihara maka ia
akan menyebabkan berkembangnya sifat-sifat kemarahan, kebingungan, iri hati, dan bahkan
dapat menumbuh suburnya hawa nafsu yang menggebu-gebu, sebagai musuh di dalam diri
kita yang paling sulit diatasi.

2.1.4 Tri Hita Karana


Tri hita karana mempunyai pengertian tiga penyebab keharmonisan, yaitu :
A. Parahyangan
Parahyangan adalah hubugan harmonis antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Brahman sang pncipta/Tuhan Yang Maha Esa. sebagai umat beragama atas dasar
konsep theology yang diyakininya khususnya umat hindu yang pertama harus dilakukan
adalah bagaimana berusaha berhubungan dengan sang pencipta melalui kerja keras sesuai

9
dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk hal ini di tempuh dengan catur marga yaitu
empat jalam menuju sang pncipta yakni :
1. Karma Marga merupakan suatu ajaran yang mandorong umat untuk berbuat semaksimal
mungkin untuk kepentingan orang banyak atau dirinya sendiri berada di dalam lingkungan
itu. Apa yang dikerjakan tersebut dilandasi dengan rasa tulus ikhlas dan tanpa pamrih.
Yang dapat diperbuat dan mempunyai nilai spiritual yang tinggi adalah membangun dan
membantu pembangunan tempat-tempat ibadah baik melalui memberikan dana punya
(memberikan sumbangan berupa uang atau bahan-bahan bangunan), sehungga dapat
memperlancar kegiatan pembangunan tempat-tempat ibadah tersebut dan terwujud dengan
baik serta dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya olah uamat beragama untuk kegiatan
keagamaan.
2. Bhakti Marga merupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk tulus ikhlas mengabdi
atas dasar kesadaran pengabdian, yang dimaksudkan disini adalah selain berbakti kepada
Hyang Widhi Wasa (tuhan) juga mengabdi untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan
Negara.
3. Jnana Marga mrupakan suatu ajaran yang mendorong umat untuk yang mempunyai
kemampuan pemikiran-pemikiran yang cemerlang dan positif untuk disumbangkan secara
sukarela dan tanpa imbalan untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.
4. Raja Yoga Marga merupakan suatu ajran yang medorong umat untuk selalu
menhubungkan diri dengan tuhan melalui kegiatan sembahyang, tapa (mengikuti untuk
tidak melanggar larangan/pantangan), brata (megendalikan diri) dan samadi (selalu
menghubungkan diri dengan berpasrah diri kepada Tuhan melalui berjapa/jikir).

B. Pawongan
Pawongan adalah hubungan harmonis antara sesame umat manusia. Dalam hal ini
ditekankan agar sesame umat beragama untuk selalu mengadakan komunikasi dan hubungan
yang harmonis melalui kegiatan Sima Krama Dharma Santhi/silahturahmi. Dan kegiatan ini
dipandang penting dan strategis mengingat bahwa umat manusia selalu hidup berdampingan
dan tidak bisa hidup sendirian. Oleh karena itu tali persahabatan dan persaudaraan harus tetap
terjalin dengan baik.

10
C. Pelemahan
Pelemahan adalah hubungan yang harmonis antara umat manusia dengan lingkungannya.
Ajaran ini menekankan kepada umat manusia untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan
alam sekitar, sehingga terwujud keharmonisan alam dan tetap terjaganya keseimbangan
ekosistem. Untuk mewujudkan keharmonisan dengan alam lingkungan, bentuk-bentuk nyata
yang dapat dipedomi dan dilakanakan khususnya bagi umat hindu adalah melalui pengalaman
makna tumpek uduh, tumpek kandang dan caru (butha yajna) dengan berbagai tingkatnya.
Semuanya itu merupakan suatu tatanan yang mendasar serta mengandung konsep-konsep
keseimbangan yang pada intinya memberikan dorongan untuk menumbuh kembangkan rasa
cinta kasih kepada sesama dan alam lingkungan.

2.2 Cara Menjaga Kerukunan Antar Umat Bergama


Untuk menjaga kerukunan antar umat beragama dapat dilakukan dengan beberapa cara
yaitu:
1. Menjunjung tinggi toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan
pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi bisa
berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh
pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi sehari –
harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang sudah
waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk
menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali kerukunan umat
beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat beragama di Indonesia sudah
tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan Agama di Indonesia dengan
sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
2. Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang
tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat
mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami
bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda yang
memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan untuk membantu saudara sebangsa

11
yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama. Justru dengan membantu mereka
yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa dan setanah air kita,
sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan Indonesia.
3. Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya
dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor
satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang
lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat kerukunan
umat beragama di Indonesia.
4. Bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin
dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh
masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang
baik dan tidak merugikan pihak – pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan
semua pihak. Hal ini diperlukan karena di Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka
ragam.

2.3 Kendala-Kendala Dalam Mencapai Kerukunan Beragama


Kendala – kendala dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama
1. Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan
(lazytolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari
pola perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut
persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan
mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak
terjadi, karena baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama
lain. Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.
2. Kepentingan Politik

12
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalammncapai
tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang paling
penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya. Namun tiba-tiba saja muncul
kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dan bahkan memorak-
porandakannya seolah petir menyambar yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan
dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang terjadi di negeri kita saat ini, kita
tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini, tetapi lebih dari itu yang
mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita, yang mudah-mudahan
diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak
mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali
menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3. Sikap Fanatisme
Di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang dapat
dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan yang
menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa
Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika
orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim,
menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing aliran dalam
agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya sendiri-
sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada banyak aliran dan
ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki pandangan yang
berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen
juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa
tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan
mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka
yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau keselamatan abadi.

13
Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka
timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.

Solusi – solusi dari kendala – kendala tersebut, yaitu :

1.      Dialog Antar Pemeluk Agama

2.      Bersikap Optimis

Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-
upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara lebih baik dalam
bentuk :

1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar umat
beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong dan
mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi dan
implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan
pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi
pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari seluruh
keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama
dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainnya
dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan yang
mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan tercipta
suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.

14
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat, oleh
sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah fenomena
kehidupan beragama.
Adapun langkah-langkah yang harus diambil dalam memantapkan kerukunan hidup umat
beragama, diarahkan kepada 4 (empat) strategi yang mendasar  yakni :

1. Para pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina non formal yakni
tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting dalam pembinaan
kerukunan antar umat beragama.
2. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan
sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir
agar tidak menjurus ke sikap primordial.
3. Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama perlu dijabarkan
dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan masyarakat, dengan
demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam penerapan baik oleh aparat
maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi atau saling pengertian
diantara sesama umat beragama.
4. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat disimpulkan bahwa kerukunan umat bragama
yaitu hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan
kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. berbagai macam bahasan mengenai
kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang dihadapi dalam mencapai
kerukunan umat beragama di Indonesia ada beberapa sebab, antara lain; rendahnya sikap
toleransi, kepentingan politik dan sikap fanatisme. Adapun solusi untuk menghadapinya,
adalah dengan melakukan dialog antar pemeluk agama dan menanamkan sikap optimis
terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat beragama.

3.2 Saran

Sudah saatnya bukan perbedaan lagi yang kita cari atau yang kita bicarakan, tapi
persamaanlah yang seharusnya kita cari karena dari persamaanlah hidup ini akan saling
menghargai, menghormati dan selaras. Lewat persamaan kita bisa jalin persaudaraan dan
mempererat tali silahturahi, denga begitu aka  tercpta kerukunan dengan sendirinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://elsietelibertador76.wordpress.com/2013/01/22/kerukunan-umat-beragama/
https://arieksync.blogspot.com/2008/10/perspektif-kerukunan-hidup-umat.html
https://dharmagupta.blogspot.com/2012/12/kerukunan-dan-toleransi-umat-beragama.html
https://pusporenanjoyoblog.wordpress.com/2013/02/14/hindu-pluralitas-dan-kerukunan-
beragama/
http://ikanurj.blogspot.com/2013/01/kerukunan-umat-beragama.html?m=0

17

Anda mungkin juga menyukai