Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MAKALAH PANCASILA

OLEH :
Nama : NUGRAH EKACAHYADI
No. Stambuk : 22030027
Kelas : M1M20

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI EKONOMI PANCA
BHAKTI PALU
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga makalah ini

dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap

bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran

maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap makalah ini menjadi tugas yang sempurna

bagi penulis.

Bagi kami sebagai penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 23 Januari 2021

NUGRAH EKACAHYADI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar isi.............................................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika................................................................…
2.2 Penanaman Nilai-nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan..............................…
2.3 Pentingnya Semboyan Bhinneka Tunggal Ika.................................................
2.4 Makna Bhinneka Tunggal Ika.........................................................................
2.5 Arti Lambang Pancasila................................................................................ ...
2.6 Implementasi Bhinneka Tunggal Ika…………………………………………
2.7 Pemahaman Nilai-Nilai Bhinneka Tunggal Ika………………………………

BAB III : PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................
3.2 Saran
3.3 Daftar Pustaka……………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Faktor kekayaan sumber daya alam tidak selalu menjamin suatu masyarakat, bangsa atau
negara menjadi sehat, damai, dan sejahtera. Faktor lain yang lebih penting adalah
kemampuan, kredibilitas, dan integritas kepribadian sosial maupun cultural dari masyarakat
yang bersangkutan. Apabila factor tersebut terpenuhi, niscaya suatu masyarakat akan tumbuh
dan berkembang secara sehat. Pelajaran berharga dapat dipetik dri krisis social yang terjadi
masa silam, di mana konflik merebak secara diametral antar suku, ras, dan agama. Konflik
berdarah yang telah mencoreng bumi persada Indonesia disebabkan nilai-nilai kerukunan
antar dan inter umat beragama dinafikan. Sesungguhnya, setiap masyarakat memiliki potensi
dan resiko yang sama untuk tumbuh, berkembang, maupun bangkrut. Probabilitas
kebangkrutan atau pertumbuhan sangat ditentukan oleh model pengelolaan kehidupan
bersama yang memperhatikan kaidah-kaidah moralitas dan spiritualitas yang azasi. Dengan
kata lain, konflik antar dan inter umat beragama, berbangsa, dan bernegara tidak
mengindahkan nilai-nilai kerukunan. Dampak negative penafian terhadap nilai kerukunan
antar dan inter umat Bergama sangat besar. Oleh karena itu, masyarakat dan Negara harus
mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kondisi sosio- kultural yang
terlanjur carut marut tersebut.

Bangsa Indonesia yang kita kenal sekarang sebagai satu bangsa yang merdeka dan
berdaulat, pada mulanya adalah masyarakat adat yang tersebar di selurauh wilayah
Nusantara. Sebagai masyarakat adat, dengan mudah tiap-tiap kelompok masyarakat ini
dapat dibedakan satu dengan yang lainnya. Ciri yang Nampak pada cara mereka berbicara,
cara merespon sesuatu di luar dirinya, atau pola tingkah laku pada umumnya dapat
menunjukkan asal- usul mereka. Keterpisan geografik sebagai akibat keberadaannya di
wilayah kepulauan member pengaruh pada karakter masing-masing masyarakat adat,
sehingga makin mempertajam perbedaan cirri alamiah yang ada di antara kelompok-
kelompok masyarakat tersebut. Masuknya agama-agama dari luar wilayah Nusantara di
samping kepercayaan yang telah dianut oleh sebagian masyarakat sebagai warisan nenek
moyang, semakin menambah nuansa keragaman yang ada.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, keragaman budaya yang menjadi cirri masyarakat multi
kultur tersebut merupakan warna-warni keindahan yang tak ada duanya di dunia. Namun
demikian, segela bentuk perbedaan yang ada ternyata juga memiliki titik singgung yang
amat ppeka. Titik-titik singgung yang bila dikelalo secara tepat akan berubah menjadi
gesekan-gesekan yang memicu terjadi konflik social yang merugikan, tidak sebatas untuk
masyarakat yang bersangkutan melainkan dapat mengganggu kepentingan bangsa secara
keseluruhan. Sejarah panjang bangsa Indonesia telah mencatat banyak pengalaman
menyangkut permasalahan social-politik di antara kelompok-kelompok masyarakat, baik
yang bermakna mendekatkan dan menyatukan, maupun yang menjauhkan dan hamper memecah-
belah persatuan. Kesemuanya itu menunjukkan betapa banyak hambatan dan gangguan di dalam
membangun harmonisasi kehidupan masyarakat majemuk dalam kerangka besar mempertahankan persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia.

Setiap bangsa sudah tentu ingin hidup sepanjang masa, tak terkecuali bangsa
Indonesia. Akan tetapi serasnya arus global yang membawa pengaruh kuat terhadap
perubahan pola piker serta perilaku masyarakat yang sedikit demi sedikit telah mengikis
idealism kebangsaan warisan para Bapa Bangsa. Suasana kehidupan masyarakat dalam
keseharian semakin menampakkan persaingan yang tidak sehat. Sentimen-sentimen
kedaerahan, kesukuan/etnis, juga golongan dalam banyak hal semakin mengemuka,
mengalahkan kepentingan bangsa dan Negara. Sikap hidup yang individualis yang
mementingkan diri sendiri atau kroninya Nampak semakin menonjol ketimbang
membangun suasana kerukunan dengan semangat saling membantu, saling berbagi, dan
saling menguatkan. Reformasi yang dirancang sebagai koreksi atas kelemahan dan
kekeliruan Orde Baru di dalam meraih cita-cita nasional, ternyata lebih nampak sebagai
ekspresi “dendam politik” dengan mengabaikan hal-hal yang dianggap sebagai symbol
Orde Baru. Bahkan Pancasila yang menyuratkan semboyan Bhineka Tunggal Ika sekali
pun, tidak lagi menjadi perkara yang layak untuk dibahas, dikaji dan disosialisasikan
secara luas dan terbuka. Praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dianggap aib
Orde Baru ternyata juga belum mampu diredam, dan makin meluas melibatkan banyak
pejabat Negara di tingkat pusat maupun daerah. Kenyataan yang tergambar di atas
berpengaruh terhadap menurunnya kadar kepercayaan masyarakat, baik yang bersifat
horizontal (antar komponen masyarakat), maupun yang bersiafat vertical (anatara rakyat
dan pemerintah.
Pertanyaannya kini ialah, masih adakah ajaran moral yang dapat mencerahkan kembali
kesadaran kebangsaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat akan pentingnya
membangun suasana kehidupan yang rukun, saling menerima dan menghargai segala
bentuk perbedaan demi persatuan bangsa. Sebagai generasi yang bertanggungjawab atas
lestarinya warisan ajaran moral bangsa, perlu kiranya kita lebih dalam memahami nilai-
nilai Kebangsaanyang bersumbern dari sesanti Bhineka Tunggall Ika. Dengan demikian,
bangsa Indonesia akan memiliki kemampuan memperbaika diri dan bangkit bersama
mencapai cita-cita bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 NILAI-NILAI BHINEKA TUNGGAL IKA

Penelahan mendalam atas makna, hakikatnya serta peran yang diharapkan dapat
ditemukenali nilai yang terkandung di dalam sesanti Bhineka Tunggal Ika, yaitu

a. Nilai Toleransi
Diartikan sebagai sikap mau memahami orang lain demi berlangssungnya
komunikasi secara baik. Penjelasan lebih jauh pada nilai ini adalah sikap mau
menerima dan sekaligus mengargai pendapat, atau posisi orang lain di sekitar
kita. Toleransi mengajarkan untuk bersikap tidak mudah merendahkan atau
menyepelekan keberadaan orang lain oleh karena kondisinya. Sikap toleransi
mengajak kita untuk berpikir secara utuh dan rendah hati, yakni menyadari
bahwa kita (setiap pribadi) hanyalah bagian kecil dari kesemestaan
alam/kosmos. Atau, dalam konteks kehidupan bermasyarakat, kita hanyalah satu
titik/bagian dari keutuhan. Namun kita dituntut untuk menjadi pelengkap dari
kekurangan yang ada.

b. Nilai Keadilan

Keadilan senantiasa berkaitan dengan hak hidup, atau hak mem- peroleh sesuatu
yang bertalian dengan kepentingan pribadi. Dalam kehidupan bersama, di mana
berbagai kepentingan akan bertemu, dan tidak semua kepentingan itu sejalan, tentu
akan mengakibatkan terjadinya gesekan bahkan konflik-konflik social. Dalam situasi
semacam ini, batas-batas antara hak dan wewenang setiap fihak harus ditetapkan
secara jelas, tegas dan proporsional. Bahwa setiap wrga Negara bebas menuntut
haknya, namun pada saat yang sama iapun wajib menghormati hak orang lain.

Adil/keadilan memiliki makna tidak memihak, tidak bersikap hidup mengelompok


dan tertutup (eksklusif). Sebaliknya berlaku adil menghendaki sikap terbuka yang
senantiasa mau menyediakan “ruang” bagi kehadiran orang lain. Kebiasaan menyapa
orang lain adalah bentuk nyata dari mewujudkan sikap adil. Menyapa orang lain
(siapa pun) pada hakikatnya adalah tindakan awal membangun jaringan sosial yang
akan menjadi kekuatan agar tidak mudah dipecah belah dan diadu domba.
c. Nilai Gotong Royong

Gotong-royong,memiliki arti memikul beban bersama. Suatu kebiasaan adat


masyarakat yang dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat disegenap wilayah
tanah air ini. Gotong-royong bertujuan meringankan beban sesamanya, atau guna
mewujudkan kepentingan bersama. Karena itu, bergotong royong menunjukkan sikap
peduli akan keprihatinan atau kekurangan orang lain, dan dengansukarela membantu.
Dalam bergotong royong perlu berbagi tugas sesui kemampuan masing-masing,
karena itu diperlukan sikap saling percaya.

Dewasa ini, kebiasaan bergotong royong semakin dikalahkan oleh kepentingan-


kepentingan yang lebih bersifat individualis dan materialis. Hal ini menggambarkan
semakin renggangnya hubungan social oleh karena sikap peduli sesame yang makin
menipis. Karena itu membiasakan berdialog dalam forum-forum lintas etnik/agama
adalah hal yang sangat bermanfaat.

d. Nilai Kerukunan

Salah satu nilai yang menciptakan kerukunan adalah kepercayaan. Kepercayaan


kepada diri dan orang lain akan member keyakinan bahwa dunia akan menjadi lebih
aman, damai, dan sentosa. Milikilah kepercayaan terhadap diri sendiri dan orang lain
tersebut. Apapun yang dikerjakan, di manapun ditempatkan, percayalah bahwa Tuhan
telah menempatkan di sana untuk pekerjaan itu, atau agama itu, atau suku itu, dan
lain sebagainya. Kesemua itu merupakan pendidikan. Setiap hari dalam setiap
kegiatan, pikiran, dan ucapan harus mendekati nilai-nilai kerukunan itu sendiri.

Kerukunan harus dilihat dengan cara disiplin rohani yang teratur. Janganlah
melibatkan diri dalam kebimbangan dan keraguan. Jalani disiplin itu dan bersihkan
kesadaran bahwa eksistensi orang, suku, dan agama lain adalah utama. Apabila nilai
kerukunan bersemayam di hati sanubari manusia, maka ketentraman, kerukunan, dan
kebahagian akan tercipta dengan sendirinya. Ada gula dalam mangkuk tetapi air itu
tetap terasa tawar, karena gula itu belum diaduk baik-baik. Sadhana adalah proses
mengaduk gula tersebut sehingga air yang tadinya tawar akan terasa manis.

Nilai kerukunan lain adalah apresiasi terhadap orang, agama, atau suku lain.
Sikap mengecam adalah tidak baik, karena kecaman adalah cermin dari kegelapan.
Untuk mempraktekkan nilai kerukunan secara konkret,seseorang harus mengikuti
prosedur tertentu secara sungguh- sungguh, teliti dan suci. Untuk mewujudkan
kerukunan, seseorang atau sekelompok orang harus menerima susah payahnya usaha,
derita, dan cobaan. Kalau idilakukan secara sungguh-sungguh, kerukunan pasti akan
dengan mudah diciptakan.Kerukunan adalah perjuangan, perlombaan, dan pencapaian. Tak
seorangpun dapat memperoleh buahnya tanpa kesiagaan, ketekunan, dan keteguhan. Tidak
ada jalan pintas untuk keberhasilan yang terpuji, dan hanya perjuangan yang kukuh yang
menjamin kerukunan itu.Berbeda-beda yang didapat tanpa perjuangan tidak berharga untuk
disukuri. Di mana pengejaran kepuasan materi akan menjadi seperti madu pada permulaan,
tetapi akan menjadi racun pada akhirnya.
Nilai kerukunan yang lain lagi adalah kesempatan untuk menolong,
menghibur, dan menumbuhkan keberanian orang lain di sepamjamg jalan
spiritual.Jadilah orang yang rendah hati, jangan sombong akan kemakmuran,
kedudukan, kekuasaan, keterpelajaran dan lainsebagainya. Bertindaklah dengan
seluruh kemampuan, keterampilan, kemampuan, keberanian, dan kepercayaan
diri, maka kerukunan itu akan dengan mudah diciptakan. Dengan semuanya ini,
secara pelan kelepasan dari keterikatan yang menyesatkan akan dihindarkan.
Hanya dengan demikian, kerukunan akan dapat berdiri tegak tanpa
membungkuk di bawah beban yang berat.
Berbicara hanya bila diperlukan dan dianggap penting. Bila kaki
tergelincir,luka dapat disembuhkan, tetapi bila lidah tergelincir, luka yang
ditimbulkan dalam hati orang lain akan bernanah seumur hidupnya. Lidah
bertanggung jawab atas empat kesalahan, yaitu: berbicara palsu, berkata jahat,
membicrakan kesalahan orang lain, dan kebanyakan bicara. Semua ini harus
dihindari bila ingin menciptakan kerukunan dan kedamaian. Bila kesal dan
marah pada seseorang, pergilah diam-diam minum air dingin segelas atau tidur
samapai kemarahan itu lewat. Kemarahan selama lima menit dapat merusak
hubungan lima generasi. Prinsip hidup rukun harus dapat diciptakan dengan cari
disiplin pada lima hal, yaitu:
W : maksudnya word, artinya jagalah kata-kata; A :
maksudnya action, artinya jagalah tindakan; T :
maksudnya thought artinya jagalah pikiran; C :
maksudnya character, artinya jagalah watak; H :
maksudnya heart, artinya jagalah hati.
Menjelma sebagai manusia itu adalah sungguh-sungguh utama, karena ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara dan berbahagialah menjelma sebagai
manusia (Kajeng,dkk, 2000:9).
Manusia dikarunai ingatan dan kelupaan sekaligus. Keduanya merupakan
kemampuan yang berguna. Dengan demikian, hendaknya senantiasa berterima
kasih kepada yang telah melayani. Hormati diri sendiri dan orang lain sebagai
orang yang selalu menunjukkan jalan, memperhatikan kemajuan, dan
kesejahteraanmu.
Dalam melaksanakan sdhana perlu menggiat seva (persembahan atau pelayanan) yang
merupakan bagian yang sangat penting dalam hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan sesame, dan manusia dengan alam serta mahluk lainnya (Tri Hita Karana). Bila
manusia dapat menselaraskan ke tiga hubungan tersebut, maka manusia itu akan
dapatmencapai tingkat spritualitas tinggi. Dalam pencapaian keharmonisan, keselarasan,
keseimbangan, manusia sebagai mahluk social membutuhkan manusia lainnya. Satu sama
lainnya saling membutuhkan Dan dilandasi oleh filosofi Tat Twam Asi dengan azasnya:
suka duka (dalam suka dan duka dirasakan bersama), paras-paros (orang lain
adalahbagian dari diri sendiri dan diri sendiri bagian dari orang lain), salunglung
sabyantaka (baik buruk, mati hidup ditanggung bersama), saling asih, asah, asuh (saling
menyangi atau mencintai, saling memberitahu/ mengkoreksi, saling membantu atau
tolong menolong antar sesama). Paham Tat Twam Asi mengandung makna dan hakikat
menyama braya (kehidupan yang rukun damai, penuh cinta kasih, saling menyangi, dan
saling menolong atau membantu), de mirat dana (jangan rakus, jangan egois, jangan
mengambil hak yang bukan menjadi haknya, berorientasi pada prestasi) dan pang pada
payu (saling menguntungkan dan saling memberdayakan). Bentuk kepedulian manusia
dalam meningkatkan harkat dan martabatnya, satu sama lainya saling memberikan
pertolongan atau bantuan berupa pemberian atau sumbangan

2.2 Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan

A. Pengertian Nilai
Nilai adalah konsep atau gagasan yang menyeluruh mengenai apa yang hidup
dalam pikiran seseorang atau sebagian besar anggota masyarakat tentang apa yang
dipandang baik, berharga, dan penting dalam hidup yang berfungsisebagai
pedoman yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan manusia (Rukiyati,
2008: 62).
Menurut Kuoerman (Mulyana, 2004: 9) Nilai merupakan patokan normatif
yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara
tindakan alternatif, definisi ini memiliki tekanan utama pada norma sebagai faktor
eksternal yang memengaruhi perilaku manusia. Jadi, salah satu bagian terpenting
dalam proses pertimbangan nilai (value judgement) adalah pemeliharaan nilai-nilai
normatif yang berlaku di masyarakat.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sifat
atau kualitas yang melekat pada objek, bukan objek itu sendiri. Menilai berarti
menimbang suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain, kemudian selanjutnya diambil keputusan.
Notonagoro (Rukiyati, 2008: 60) memandang bahwa ada tiga nilai yang yang perlu
diperhatikan dan menjadi pegangan hidup manusia, yaitu (1) nilai material, (2) nilai vital,
(3) nilai kerohanian. Nilai-nilai ini dijadikan landasan, alasan atau motivasi bagi manusia
dalam menempatkan perbuatan. Keputusan seseorang untuk melakukan sesutau hal
diambil dengan berdasarkan atas pertimbangan nilai yang dimilikinya.
1. Nilai Nasionalisme
Nasionalisme barasal dari kata Latin “nation” yang berarti “lahir” atau “kelahiraan”.
Dalam kehidupan berbangsa terdapat berbagai pengertian tentang nasionalisme. Ada
yang memberikan arti sebagai kesadaran akan jati diri bangsa, ada pula yang
mengartikannya sebagai suatu naluri introspeksi atau agresivitas. Nasionalisme bangsa
Indonesia memiliki sikap yang sangat positif, yaitu mendorong terwujudnya negara
Republik Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Di samping itu juga
bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial (Suprayogi 1992:5).
Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah bahwa nasionalisme bangsa Indonesia
bukanlah nasionalisme yang berkonotasi sempit, dan bukan pula nasionalisme yang
menginginkan pengisolasian diri dari pergaulan dunia.
2. Nilai-Nilai Kebangsaan
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan nilai kebangsaan teridentifikasi
sejumlah nilai sebagai berikut (Kemendiknas, 2010: 9-10).

1) Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.

2) Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

3) Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku etnis,
sikap, pandapat, dan tindakan orang lain yang berbeda darinya.

4) Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.

5) Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas.
6) Demokrasi: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.

7) Rasa ingin tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

8) Semangat kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang


menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok maupun individu.

9) Cinta tanah air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

10) Menghargai prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.

11) Peduli lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upaya- upaya untuk
memperbaiki kerusakana alam yang sudah terjadi.

12) Peduli sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.

13) Tanggung jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa

Nilai-nilai kebangsaan tersebut bersumber dan mengakar dalam budaya bangsa


Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berwujud
atau mewujudkan diri secara statis menjadi dasar negara, ideologi nasional dan jati diri
bangsa, sedangkan secara dinamik menjadi semangat kebangsaan. Sebagai dasar
negara, nilai- nilai kebangsaan tersebut melandasi segala kegiatan pemerintahan
negara, baik dalam pengelolaan pemerintahan negara maupun dalam membangun
hubungan dengan negara- negara lain. Nilai-nilai kebangsaan dalam hal ini juga
menjadi etika bagi penyelenggara negara.

B. Kebhinekaan
Bhinneka Tunggal Ika yang dilembagakan dalam tata pemerintahan dan menjadi
semboyan Negara Indonesia, cukup indah karena tidak hanya menjamin kesetaraan dalam
kebhinnekaan agama, tetapi juga suku, ras maupun golongan di Indonesia, karena agama
sering melekat dengan ketiganya. Konsep pendirian negara bangsa (nation state) oleh
Sukarno menegaskan asas kesetaraan dalam ketatanegaraan, di mana setiap orang dijamin
berkedudukan sama di hadapan hukum. Hal tersebut menguatkan konsensus pendiri bangsa
sebelumnya bahwa Pancasila yang berjiwa inklusif sebagai dasar NKRI. Prinsip Ketuhanan
Yang Maha Esa dari Pancasila merupakan konseptualisasi dari kebebasan beragama di
Indonesia. Karena setiap sila saling menjiwai, maka merangkul kemanusiaan, membangun
persatuan, berdemokrasi, dan mewujudkan keadilan sosial adalah wujud ekspresi relijiusitas
bangsa

Terjemahnya:Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah


jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali
yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Kebhinnekaan Indonesia dibanggakan, tetapi belum dilembagakan sepenuhnya karena


komunikasi sering hanya berlangsung dalam komunitas masing-masing. Kalaupun
komunikasi lintas komunitas berlangsung, sering kali itu hanya seremonial karena prasangka
dan curiga masih mendominasi alam pikiran kita. Interaksi antarwarga negara dengan
mindset silo (terisolasi) akan gagal mewujudkan motto "kebhinnekaan adalah anugerah"
karena gagal menjadikannya sebagai modal sosial yang produktif.

Berbagai ilmuwan sosial dan antropolog bahasa berulang kali menyatakan, Indonesia
adalah negara yang paling plural atau majemuk di dunia, terutama dari aspek suku-bangsa
dan bahasa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340
suku-bangsa dengan 1.158 bahasa daerah. Tidak ada negara di dunia ini yang memiliki
tingkat keragaman seperti di Indonesia. Bukan hanya suku-bangsa dan agama saja, agama
dan kepercayaan juga cukup banyak di Indonesia, baik yang lokal maupun yang
transnasional.

Pluralitas dan kompleksitas bangsa Indonesia semakin bertambah dengan eksistensi


ormas, parpol, ideologi, busana, mazhab pemikiran, aliran dan sekte agama, serta ekspresi
keberagamaan masing-masing umat beragama. Semua itu layak dibanggakan dan dirayakan,
bukan dikoyak-koyak dengan kebencian dan pembohongan-pembohongan informasi yang
memecah-belah. Publik harus benar-benar didorong untuk memahami bahwa pluralitas
Indonesia bersifat natural dan kultural. Dengan kata lain, pluralitas atau kemajemukan itu
sesuatu yang bersifat natural sekaligus juga bersifat kultural. Ia bisa dikatakan "natural"
karena pluralitas merupakan fakta sosial yang tidak bisa terbantahkan sejak zaman pra-
modern sampai zaman modern saat ini.
Pluralitas juga bersifat "kultural" karena merupakan bagian dari produk kebudayaan
manusia. Artinya, manusia juga turut menciptakan pluralitas itu. Manusialah yang
menciptakan aneka sistem sosial-politik-ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, tradisi
dan budaya, bahasa, tata busana, ideologi, dan seterusnya sehingga menambah pluralitas
masyarakat itu semakin bertambah plural. Berbeda dengan kelompok "primata bukan
manusia" (nonhuman primates), kelompok "primata manusia" (human primates) pada
dasarnya adalah makhluk yang sangat dinamis, maju, progresif, dan memiliki kecenderungan
untuk terus berevolusi menjadi lebih baik di masa mendatang, dengan menciptakan sesuatu
yang baru di berbagai bidang kehidupan.

Terjemahnya:Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah


jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali
yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

Kebhinnekaan Indonesia dibanggakan, tetapi belum dilembagakan sepenuhnya karena


komunikasi sering hanya berlangsung dalam komunitas masing-masing. Kalaupun
komunikasi lintas komunitas berlangsung, sering kali itu hanya seremonial karena prasangka
dan curiga masih mendominasi alam pikiran kita. Interaksi antarwarga negara dengan
mindset silo (terisolasi) akan gagal mewujudkan motto "kebhinnekaan adalah anugerah"
karena gagal menjadikannya sebagai modal sosial yang produktif.

Berbagai ilmuwan sosial dan antropolog bahasa berulang kali menyatakan, Indonesia
adalah negara yang paling plural atau majemuk di dunia, terutama dari aspek suku-bangsa
dan bahasa. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340
suku-bangsa dengan 1.158 bahasa daerah. Tidak ada negara di dunia ini yang memiliki
tingkat keragaman seperti di Indonesia. Bukan hanya suku-bangsa dan agama saja, agama
dan kepercayaan juga cukup banyak di Indonesia, baik yang lokal maupun yang
transnasional.

Pluralitas dan kompleksitas bangsa Indonesia semakin bertambah dengan eksistensi


ormas, parpol, ideologi, busana, mazhab pemikiran, aliran dan sekte agama, serta ekspresi
keberagamaan masing-masing umat beragama. Semua itu layak dibanggakan dan dirayakan,
bukan dikoyak-koyak dengan kebencian dan pembohongan-pembohongan informasi yang
memecah-belah. Publik harus benar-benar didorong untuk memahami bahwa pluralitas
Indonesia bersifat natural dan kultural. Dengan kata lain, pluralitas atau kemajemukan itu
sesuatu yang bersifat natural sekaligus juga bersifat kultural. Ia bisa dikatakan "natural"
karena pluralitas merupakan fakta sosial yang tidak bisa terbantahkan sejak zaman pra-
modern sampai zaman modern saat ini.

Pluralitas juga bersifat "kultural" karena merupakan bagian dari produk kebudayaan
manusia. Artinya, manusia juga turut menciptakan pluralitas itu. Manusialah yang
menciptakan aneka sistem sosial-politik-ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, tradisi
dan budaya, bahasa, tata busana, ideologi, dan seterusnya sehingga menambah pluralitas
masyarakat itu semakin bertambah plural. Berbeda dengan kelompok "primata bukan
manusia" (nonhuman primates), kelompok "primata manusia" (human primates) pada
dasarnya adalah makhluk yang sangat dinamis, maju, progresif, dan memiliki kecenderungan
untuk terus berevolusi menjadi lebih baik di masa mendatang, dengan menciptakan sesuatu
yang baru di berbagai bidang kehidupan.

pengakuan terhadap harkat manusia dan hak asasi manusia. Ketiga, pengembangan
tanggung jawab masyarakat dunia. Dan keempat, pengembangan tanggung jawab manusia
terhadap planet bumi. Lebih dari itu, menurut Bennet, ada enam tujuan pendidikan
multikultural yang berkaitan dengan nilai-nilai inti tersebut. Yang pertama, mengembangkan
perspektif sejarah (etnohistorisitas) yang beragam dari kelompok- kelompok masyarakat.
Kedua, memperkuat kesadaran budaya yang hidup di masyarakat. Ketiga, memperkuat
kompetensi interkultural dari budaya-budaya yang hidup di masyarakat. Keempat, membasmi
rasisme, seksisme, dan berbagai jenis prasangka. Adapun kelima, mengembangkan kesadaran
atas kepemilikan planet bumi. Dan Keenam, mengembangkan keterampilan aksi sosial.

Sebelum dikenal apa yang disebut multikulturisme di Barat, jauh berabad-abad yang
lalu bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah “Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga
membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka
semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”. (Pimpinan MPR dan Tim
Kerja Sosialisasi MPR RI, 2016: 185).

Sejak Indonesia merdeka, para pendiri bangsa dengan dukungan penuh seluruh rakyat
Indonesia bersepakat mencantumkan kalimat Bhinneka Tunggal Ika pada lambang Negara
Garuda Pancasila yang ditulis dengan huruf latin pada pita putih yang dicengkeram burung
garuda. Semboyan tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti “Berbeda-beda tetapi
tetap satu jua” dengan makna semboyan pemersatu wilayah Nusantara. Dengan demikian,
kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta
semangat peserta didik bangsa, jauh sebelum zaman modern. (MPR RI, 2016: 186-187).

Allah swt. menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya saling


mengenal. Firman Allah dalam Q.s. al-Hujurat/49: 13. Terjemahnya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.

Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk; memiliki jumlah penduduk yang
cukup besar, memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda, mempunyai suku bangsa yang
beragam, mempunyai agama yang berbeda-beda, warna kulit bermacam-macam, adat istiadat,
dan banyak lagi perbedaan lainnya, melahirkan semboyan yang mengungkapkan rasa
persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman. (MPR RI, 2016: 67)
Dengan demikian, jelaslah bahwa kemajemukan/keberagaman yang telah menjadi sunnatullah
tidak mungkin dihindari, tetapi perlu dirawat agar dapat menjadi dinamika kehidupan yang
mengasyikkan dengan saling menghargai dan menghormati antara sesama anak bangsa

C. Persatuan
Persatuan adalah tiang penyangga daya suatu negara. Kemajuan atau kemunduran
suatu negara ditentukan oleh persatuan dan kesatuan bangsanya. Bangsa yang makmur
adalah bangsa yang bersatu sedangkan bangsa yang hancur adalah bangsa yang berseteru.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas berbagai macam ras, suku dan agama. Tentu
terdapat banyak perbedaan di dalamnya. Namun dalam keberagaman itu kita bersatu
dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. itulah hal
dasar yang merupakan tiang kokoh bangsa kita. Untuk meningkatkan citra bangsa di mata
dunia kita perlu mempertahankan keberagaman dengan persatuan dan kesatuan yang
selama ini kita bina. Pandangan Islam dalam menanggapi perbedaan, sesungguhnya
sesuai kodrat penciptaan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling
mengenal. Firman Allah dalam Q.s. al-Hujurat/49: 13

Terjemahnya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Teliti.

Allah swt. mengisyaratkan agar kita semua memperkokoh persatuan dan kesatuan
dan melarang untuk bercerai berai. Ini terangkai dalam Qur’an surat Ali ‘Imran/3: 103

Terjemahnya: Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu
menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah
berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Ayat tersebut memotivasi kita agar perbedaaan ideologi, organisasi, agama, adat
istiadat, suku bangsa, dan bahasa harus menjadi jembatan emas guna memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, mulai detik ini kita samakan langkah,
seragamkan gerak, satukan persepsi, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Perbedaan
jangan melahirkan perpecahan, tapi hendaknya perbedaan menjadikan kita harus saling
menghargai dan melengkapi. Lalu jika kita lihat keadaan bangsa kita sekarang ini, dari
Sabang sampai Merauke, terdapat sebuah pertanyaan besar. Bagaimanakah kekompakan
di negeri kita sekarang? Alhamdulillah seiring dengan semangat gotong royong, seirama
dengan semangat bhinneka tunggal ika, berbeda-beda tapi satu jua, perbedaan persepsi
dan visi dalam pembangunan masih dirasakan sebagai ‫رات خ ال قوا ب ت س ا ف‬L‫ ي‬berlomba-
lomba dalam kebaikan. Berkompetisi dalam kebaikan adalah merupakan realisasi dari
firman Allah swt. dalam Q.s. al-Maidah/5: 48

Terjemahnya:…Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),


tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu,
maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali,
lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.

D. Penanaman Nilai-Nilai Kebangsaan


Dalam KMA Nomor 184 Tahun 2019 pada BAB IV ayat 3 disebutkan bahwa
Pengembangan muatan lokal mendukung terwujudnya empat pilar kebangsaan Republik
Indonesia (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Muatan lokal
dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan
kearifan di daerah tempat tinggalnya. Pada Bab V ayat 1 disebutkan pula bahwa
Madrasah menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler sebagai suplemen dari usaha
pengembangan potensi, bakat, minat dan karakter peserta didik. Dan pada ayat 3
Pramuka menjadi kegiatan ekstrakurikuler wajib. Selanjutnya pada ayat 4 disebutkan
bahwa Kegiatan ekstrakurikuler meliputi: Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Palang
Merah Remaja (PMR), PASKIBRA, olah raga, seni, pengembangan riset dan teknologi,
komunikasi, pembinaan olimpiade/kompetisi sains,pecinta alam, keagamaan Islam,
keputrian, pengembangan bahasa, kewirausahaan dan kegiatan lain yang menjadi
keunggulan madrasah.
E. Penananaman Nilai-Nilai Kebhinekaan
Globalisasi memiliki peran sentral dalam meningkatkan gerakan-gerakan
radikalisasi massa. Nilai-nilai kebangsaan harus ditanamkan pada para peserta didik dan
atau santri di pondok Pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
tertua yang merupakan produk budaya Indonesia dan telah lama eksis di negeri ini.
Semakin besar efek yang ditimbulkan globalisasi, maka nilai-nilai kebangsaan Indonesia
akan terpinggirkan bahkan terancam. Pandangan masyarakat yang seolah-olah bahwa
pesantren lekat dengan teroris dan anti nasionalisme, harus dihilangkan.
Derasnya arus globalisasi menyebabkan nilai-nilai kebangsaan dapat dikatakan
semakin dilupakan keberadaannya. Salah satu masalah utama adalah masalah identitas
kebangsaan. Dengan derasnya arus globalisasi dikhawatirkan budaya bangsa khususnya
nilai-nilai kebangsaan dan budaya lokal mulai terkikis. Budaya asing kian mewabah dan
mulai mengikis eksitensi budaya bangsa dan nilai-nilai nasional yang sarat makna. Agar
eksistensi budaya bangsa tetap kukuh diperlukan upaya mempertahankan identitas bangsa
yang dikarenakan fenomena peserta didik lebih menyukai dan bangga dengan budaya
budaya asing dari pada budaya asli bangsanya sendiri. Hal ini dibuktikan dengan adanya
rasa bangga yang lebih pada diri anak manakala menggunakan produk luar negeri
dibandingkan jika menggunakan produk bangsa sendiri.

Generasi muda adalah salah satu aset Indonesia pada masa yang akan datang. Bangsa
Indonesia harus mampu menempatkan generasinya untuk menjadi pemimpin di masa
mendatang. Hal tersebut harus ada upaya untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan sebagai
ciri khas budaya bangsa untuk membedakan dengan orang lain di negera ini. Selain itu
adanya budaya lokal yang melekat pada diri peserta didik di sekolah akan mampu
memperkuat jati diri sebagai bangsa Indonesia. Masalah ini merupakan suatu.

fakta yang tidak boleh diabaikan mengingat pentingnnya sikap nasionalisme dalam
memajukan Negara Indonesia. Terkait dengan penanaman nilai kebangsaan di era global ini,
salah satu lembaga formal yang ikut bertanggung jawab adalah satuan pendidikan formal
yang turut membantu tugas pendidikan informal. Sekolah dapat dikatakan sebagai rumah
kedua. Di sekolah dan asrama selain mendapatkan pendidikan akademik, peserta didik juga
mendapatkan pendidikan moral dan spiritual, karena itu sekolah dan asrama menjadi salah
satu wadah yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan kepada peserta didik.
Dalam hal ini guru dan pembina asrama mempunyai peran yang sangat penting.

Menanamkan nilai-nilai kebangsaan di sekolah dan asrama menjadi salah satu


upaya untuk membentuk peserta didiknya menjadi warga negera yang berkarakter, karena
dengan pendidikan dapat menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan untuk
kehidupan bangsa di masa mendatang. Namun kenyataanya di sekolah masih ditemukan
peserta didik yang kurang memahami negara dan bangsanya sendiri dan kurang disiplin.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti beranggapan bahwa penanaman nilai-nilai
nasionalisme dalam lingkup kehidupan sehari-hari dirasakan masih perlu untuk diperkuat lagi
eksistensinya khususnya di sekolah atau madrasah agar peserta didik atau santri dapat
mengamalkan nilai-nilai nasionalisme, selain itu juga agar jati diri bangsa Indonesia yang ada
dari dulu, dapat tertanam dengan baik pada diri setiap santrinya.

F. Faktor yang Mempengaruhi Wawasan Kebangsaan Peserta Didik


Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengembangan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negera. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pendidikan dalam menanamkan wawasan kebangsaan pada peserta didik
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Adapun yang dimaksud
dengan faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Sedangkan faktor
ekstern adalah faktor yang berasal dari luar individu. Adapun faktor-faktor yang dimaksud
dapat memengaruhi wawasan kebangsaan peserta didik adalah:

1. Faktor intern, terdapat beberapa faktor yang terdiri dari:

a. Faktor jasmaniah yang berupa faktor kesehatan. Di mana dalam aktivitas peserta didik
akan tergangggu jika kondisi fisiknya kurang sehat. Dan pada nantinya akan
berpengaruh terhadap kehidupannya. Untuk itu, agar seseorang dapat menyerap nilai-
nilai dengan baik, maka hendaklah bisa menjaga kondisi fisiknya agar tetap sehat dan
segar, sehingga bisa melaksanakan aktivitas dengan baik dan benar.
b. Faktor psikologis. Peserta didik sebagai manusia yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan, bakat, minat, motivasi, watak, ketahanan, semangat, dan sebagainya.
Dalam berbagai ciri itu peserta didik yang lebih unggul pada hampir ke semua ciri
yang dapat disebutkan, ada pula yang unggul pada sebagian ciri tertentu. Sedangkan
pada ciri yang lainnya lemah, keadaan tersebut dapat membatasi kelangsungan dan
hasil pendidikan

2. Faktor ekstern, terdiri dari:


a. Faktor keluarga; Keluarga merupakan masyarakat dalam bentuk kecil yang terdiri dari
bapak, ibu, dan anak. seiring dengan pertumbuhannya, maka anak akan menerima
pengaruh dari keluarganya, baik itu positif maupun negatif. Menurut Dewa Ketut
Sukardi (1988: 59), dijelaskan bahwa faktor lingkungan keluarga meliputi orang tua,
suasana rumah dan keadaan sosial ekonomi keluarga.
b. Faktor sekolah; Faktor sekolah yang dapat memengaruhi wawasan kebangsaan peserta
didik, bisa berupa: Metode mengajar, lingkungan, kondisi, sarana prasarana
pendidikan, dan yang sangat berpengaruh adalah kompetensi kepribadian dan sosial
pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah.
c. Faktor masyarakat; selain di rumah dan di sekolah, lingkungan masyarakat tempat
peserta didik bergaul cukup besar pengaruhnya terhadap jati diri, watak dan krakter
seseorang; berupa: perkumpulan remaja, karang taruna, penyaluran bakat dan minat,
organisasi pemuda, dan lain-lain.

G.Memelihara Toleransi
Toleransi dalam masyarakat majemuk dirasa penting, untuk terus menjaga silaturrahim
warga yang memiliki latar belakang kehidupan yang sangat beragam dari segi suku,
bahasa, budaya dan agama yang ada di NKRI. Dalam menjaga toloransi masyarakat
majemuk, sering kali di beberapa tempat dan situasi karena alasan tertentu, mungkin
solidaritas, kedaerahan, agama, organisasi, dan sebagainya - akhirnya keberagaman
dikorbankan, baik dalam pesta demokrasi seperti Pilkada maupun dalam situasi lainnya.
Kita berharap generasi muda dapat membentengi diri dari segala pengaruh negatif yang
ada saat ini, termasuk memelihara toleransi di masyarakat. Kita hidup dalam masyarakat
yang majemuk yang kaya keanekaragaman, hal tersebut harus menjadi nilai positif bagi
kita. Dalam penegakan hukum dikenal Pro Justicia kepolisian melakukan penyelidikan
dan penyidik, dan Restorative Justice di mana alternatif hukum menjadi pilihan.

UU tentang toleransi pertama UU 1/1965 tentang penodaan agama hukuman 5 Tahun


penjara. UU 40/2008 penghapusan diskriminasi, ras dan etnis hukuman 5 Tahun dan
denda Rp 500 juta. UU 11/2008 tentang informasi dan transaksi elektronik hukuman 6
Tahun, dan denda Rp 1 Milyar. Semua hukuman yang ada adalah melanjutkan yang
tertuang dalam undang-undang, di mana setiap hukuman tidak sama. Toleransi biasanya
berhubungan dengan SARA di mana suku, agama, ras dan antar golongan yang tergabung
dalam kebhinnekaan Sikap toleransi dan menghargai tidak hanya berlaku terhadap orang
lain, terhadap yang berbeda agama dan keyakinan juga tetap mengenal toleransi. Dalam
menyikapi keberagaman wajib dilandasi nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI dan
Bhinneka Tunggal Ika. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
dengan demikian konteks kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berlandaskan
nilai-nilai ketuhanan. Di sisi lain, toleransi dari prespektif kaum muda, pemuda menurut
undang-undang 40 Tahun 2009 WNI yang berusia 16-36 tahun. Toleransi sikap yang
saling memiliki dan menghargai perekat dan pengikat kerukunan bangsa. Potensi konflik
dan tantangan di mana kita merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman
dalam segala hal.

Nilai-nilai agama dan budaya perlu dijadikan sumber etika dalam berbangsa dan
bernegara. Semua agama mengajarkan tentang kebaikan. Nilai-nilai agama harus
dijadikan sebagai sumber etika dan moral, agar generasi muda memiliki acuan yang jelas
dalam menjaga persatuan dan kesatuan. Terjadinya konfik sosial budaya karena salah
dalam mengartikan toleransi, selain itu kesenjangan ekonomi, praktik birokrasi yang
diwarnai KKN, praktik demokrasi yang mencampuradukan kepentingan pribadi dan
kelompoknya dapat menjadi pemicu ketegangan dan pertentangan batin bagi generasi
muda anak bangsa. Toleransi dari prespektif kaum muda menjadikan nilai-nilai agama
dan budaya sebagai sumber etika kehidupan dalam rangka memperkuat akhlak dan moral.
Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia telah mencatat peran penting, sebagai garda
terdepan bangsa ini. Toleransi merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupan
bermasyarakat.

2.3 Pentingnya Semboyan Bhinneka Tunggal Ika


Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku
atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka
Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras,
kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan
setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain
yang sama. Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik
Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram
sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan :
Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia
sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam
namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan
wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober
diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun
1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-
macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya
itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia.

Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun


justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru
memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh
dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan
yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang
berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide
dan kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh
kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis.
Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh
kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh
dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsip-prinsip
nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan
harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut
adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang
terkandung dalam Pancasila.Di dalam perkembangan nasionalisme didunia terdapat berbagai
macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme terbentuk ke
persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “.

Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui
jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku
bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah
negara Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang
beraneka ragam itu bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun
perbedaan itu justru merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh
keanekaragaman itu terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan
kesatuan bangsa.

Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah
dibentuk dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan
kebudayaan. Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia (Persatuan Indonesia) tersusun dalam
kesatuan majemuk tunggal yaitu :a) Kesatuan sejarah; yaitu bangsa Indonesia tumbuh dan
berkembang dalam suatu proses sejarah.b) Kesatuan nasib; yaitu berda dalam satu proses
sejarah yang sama dan mengalami nasib yang sama yaitu dalam penderitaan penjajah dan
kebahagiaan bersama.c) Kesatuan kebudayaan; yaitu keanekaragaman kebudayaan tumbuh
menjadi suatu bentuk kebudayaan nasional.d) Kesatuan asas kerohanian; yaitu adanya ide,
cita-cita dan nilai-nilai kerokhanian yang secara keseluruhan tersimpul dalam
Pancasila.Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme yang tersimpul dalam sila ketiga
tersebut dapat disimpulkan bahwa naionalisme (Persatuan Indonesia) pada masa perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia memiliki peranan historis yaitu mampu mewujudkan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi “ Persatuan Indonesia “ sebagai jiwa dan
semangat perjuangan kemerdekaan RI.D.
Peran Persatuan Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan IndonesiaMenurut
Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam
panggung politik Internasional melalui suatu proses sejarahnya sendiri yang tidak sama
dengan bangsa lain. Dalam proses terbentuknya persatuan tersebut bangsa Indonesia
menginginkan suatu bangsa yang benar-benar merdeka, mandiribebas menentukan nasibnya
sendiri tidak tergantung pada bangsa lain. Menurutnya terwujudnya Persatuan Kebangsaan
Indonesia itu berlangsung melalui tiga fase. Pertama Zaman Kebangsaan Sriwijaya, kedua
Zaman Kebangsaan Majapahit, dan ketiga Zaman Kebangsaan Indonesia Merdeka (yang
diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945). Kebangsaan Indonesia pertama dan kedua itu
disebutnya sebagai nasionalisme lama, sedangkan fase ketiga disebutnya sebagai
nasionalisme Indonesia Modern, yaitu suatu Nationale Staat atau Etat Nationale yaitu suatu
negara Kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan yang berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan.Pada masa perjuangan kemerdekaan
Indonesia, pengertian “ Persatuan Indonesia “ adalah sebagai faktor kunci yaitu sebagai
sumber semangat, motivasi dan penggerak perjuangan Indonesia.

Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “ Dan
perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat
sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “.Cita-cita untuk mencapai
Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi modern baik berdasarkan agama Islam, paham
kebangsaan ataupun sosialisme itu dipelopori oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (1990),
Budi Utomo (1908), kemudian Serikat Islam (1911), Muhammadiyah (1912),Indiche Partij
(1911), Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929), Partindo (1933)
dan sebagainya. Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali tampak
dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik/ organisasi masyarakat yang ada yaitu
permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (1927).Kebulatan
tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “ kemudian tercermin dalam ikrar “

Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia,dimana kita haruslah dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat,warna kulit
dan lain-lain.Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau
dimana setiap daerah memiliki adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga
Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dimana setiap oarng akan hanya mementingkana dirinya sendiri
atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan bersama.Bila hal tersebut terjadi pastinya
negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka tunggal ika
dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun
haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang
dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi
negara kesatuan.

2.4     Makna Bhinneka Tunggal Ika


Kata-kata Bhineka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara republik indonesia
yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita
yang bertuliskan Bhineka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat diartikan : Berbeda-beda
tetapi tetap satu itu. Dalam Persatuan Indonesiam Bhineka Tunggal Ika mengandung makna
bahwa walaupun bangsa indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu
persatuan.

Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara indonesia terdiri atas
beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-
macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara indonesia namun keseluruhannya itu
merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara indonesia.

2.5.    Arti Lambang Pancasila


1. Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan sebuah bintang
emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Buddha,
Hindu, Kristen, dan juga ideologi sekuler sosialisme.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan Rantai yang disusun atas gelang-
gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu sama lain yang saling membantu,
gelang yang persegi menggambarkan pria sedangkan gelang yang lingkaran
menggambarkan wanita.

3. Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin (Ficus benjamina) di bagian


kiri atas perisai berlatar putih, Pohon beringin merupakan sebuah pohon Indonesia yang
berakar tunjang - sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar ini
dengan tumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Hal ini mencerminkan kesatuan dan
persatuan Indonesia. Pohon Beringin juga mempunyai banyak akar yang menggelantung
dari ranting-rantingnya. ini mencerminkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun
memiliki berbagai latar belakang budaya yang berbeda-beda (bermacam-macam).

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /


Perwakilan. yang disimbolkan dengan kepala banteng pada bagian kanan atas perisai
berlatar merah. Lembu liar atau Banteng merupakan binatang sosial, sama halnya dengan
manusia cetusan Bung Karno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan secara
musyawarah, kekeluargaan dan gotong royong merupakan nilai- nilai yang menjadi ciri
bangsa Indonesia.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan padi dan kapas di
bagian kanan bawah perisai yang berlatar putih. Padi dan kapas (menceminkan pangan
dan sandang) merupakan kebutuhan pokok semua masyatakat Indonesia tanpa melihat
status maupun kedudukannya.Ini mencerminkan persamaan sosial dimana tidak adanya
kesenjangan sosial antara satu dan yang lainnya.

2.7. Implementasi Bhinneka Tunggal Ika


Implementasi terhadap Bhinneka Tunggal Ika bisa tercapai bila rakyat dan seluruh
komponen bangsa mematuhi prinsip yang terkandung di dalamnya.

Beberapa contoh implementasi Bhinneka Tunggal Ika meliputi:

1. Perilaku inklusif

Seseorang harus menganggap bahwa dirinya sedang berada di dalam suatu populasi yang
luas. Sehingga tidak melihat dirinya melebihi dari yang lain, begitu juga dengan
kelompok. Kepentingan bersama lebih diutamakan daripada sebuah keuntungan pribadi
atau kelompoknya. Kepentingan bersama bisa membuat segala komponen merasa puas
dan senang. Masing-masing kelompok mempunyai peranan masing-masing di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Mengakomodasi sifat pluralistik

Ditinjau dari keanekaragaman yang ada di dalam negeri, Indonesia adalah bangsa dengan
tingkat pluralistik terbesar di dunia. Ini membuat bangsa Indonesia disegani oleh bangsa
lain. Tapi bila kondisi plural tidak dimanfaatkan dengan baik, maka sangat mungkin akan
terjadi disintegrasi di dalam bangsa. Jumlah agama, ras, suku bangsa, bahasa, adat dan
budaya yang ada di Indonesia sangat banyak dan beragam. Sikap saling toleran, saling
menghormati, saling mencintai, dan saling menyayangi menjadi hal mutlak yang
dibutuhkan oleh segenap rakyat Indonesia. Supaya tercipta masyarakat yang tenteram dan
damai.

3. Tidak mencari menang sendiri

Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah terjadi pada zaman sekarang. Apalagi dengan
diberlakukannya sistem demokrasi yang menuntut segenap rakyat bebas mengungkapkan
pendapat masing-masing. Oleh sebab itu, untuk mencapai prinsip keBhinnekaan maka
seseorang harus saling menghormati antara satu pendapat dengan pendapat yang lain.
Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan tetapi untuk dicari suatu titik temu dengan
mementingkan suatu kepentingan bersama. Sifatnya konvergen harus benar-benar
dinyatakan dalam hidup berbangsa dan bernegara, jauhkan sifat divergen.

4. Musyawarah untuk mufakat

Perbedaan pendapat antarkelompok dan pribadi haruslah dicari solusi bersama dengan
diberlakukannya musyawarah. Segala macam perbedaan direntangkan untuk mencapai
satu kepentingan. Prinsip common denominator atau mencari inti kesamaan harus
diterapkan di dalam musyawarah. Dalam musyawarah, segala macam gagasan yang akan
timbul akan diakomodasikan dalam kesepakatan. Sehingga kesepakatan itu yang
mencapai mufakat antar pribadi atau kelompok.

5. Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban

Sesuai dengan pedoman sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi manusia
lainnya, rasa rela berkorban harus diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Rasa rela
berkorban ini akan terbentuk dengan dilandasi oleh rasa saling kasih mengasihi, dan
sayang menyayangi. Jauhi rasa benci karena akan menimbulkan konflik dalam kehidupan.

Contoh Penerapan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari:


Penampilan perilaku yang mencerminkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika dapat dilakukan di berbagai lingkungan kehidupan, yaitu di
lingkungan keluarga. sekolah, dan masyarakat.

Di Lingkungan Keluarga
         Di dalam keluarga sebagai unsur terkecil masyarakat terjadi pergaulan yang akrab dan dinamis
sehingga keutuhan dan kerukunan keluarga dapat terwujud.
Beberapa sikap perilaku yang perlu dikembangkan dalam keluarga untuk memajukan pergaulan d’emi
keutuhan dan kesatuan, misalnya

1. saling mencintai sesarna anggota keluarga;


2. mengakui keberadaan dan fungsi tiap-tiap anggota keluarga;
3. mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa salira;
4. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; dan
5. adanya keterbukaan antaranggota keluarga.
         Dengan beberapa contoh pengembangan sikap perilaku seperti di atas maka kehidupan keluarga
dapat berlangsung secara harmonis, dan bila keluarga harmonis masyarakat juga harmonis dan
selanjutnya bangsa dan negara dapat berkembang secara harmonis dan dengan sendirinya persatuan
dan kesatuan dapat terwujud sebaik-baiknya.

Di Lingkungan Sekolah
        Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan memiliki misi khusus dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Beberapa sikap perilaku yang mencerm inkan persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan masyarakat Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika, misalnya

1. menaati peraturan tata tertib sekolah;


2. menghindan perselisihan maupun pertengkaran antarwarga sekolah;
3. tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA);
4. menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam bergaul antar warga sekolah:
5. menjaga nama baik sekolah;
6. melaksanakan upacara bendera dengan khidmat dan disiplin.
Di Lingkungan Masyarakat
        Pengaruh lingkungan masyarakat terhadap pertumbuhan generasi muda sangat besar. Oleh karena
itu. sikap perilaku yang mencerminkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika perlu dikembangkan, misalnya

1. hidup rukun dengan semangat kekeluargaan antarwarga masyarakat;


2. setiap warga masyarakat menyelesaikan masalah sosial secara bersama-sama;
3. bergaul dengan sesama warga masyarakat dengan tidak membeda-bedakan suku, agama, ras
ataupun aliran;
4. menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam bergaul antar suku bangsa; dan
5. mengadakan bakti sosial.
Di Lingkungan Negara
        Sikap perilaku yang mencerminkan persatuan dan kesatuan dalam kehidupan kenegaraan yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika. Misalnya

1. mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan;
2. memberikan kesempatan yang sama kepada suku hangsa untuk memperk enalkan kesenian
daerahnya ke daerah lainnya.
3. memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa; dan
4. memberikan kesempatan yang sama kepada semua daerah untuk mengemb angkan kebudayaan
daerah.

2.8. Pemahaman Nilai-Nilai Bhinneka Tunggal Ika

Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang majemuk, dalam membina dan membangun atau
menyelenggarakan kehidupan nasional, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan rakyat semestanya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dalam
satu wadah/wilayah yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pembinaan dan
penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal
balik antara falsafah Pancasila, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi sosial budaya dan
pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan ke-Bhinneka Tunggal
Ika-annya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa kemajemukan etnik/suku, ras, sosial, budaya, dan agama,
merupakan kepelbagaian yang berbeda satu sama lain, namun demi kepentingan bersama, menuju
masyarakat yang makmur dan sejahtera, kepelbagaian menjadi penguat sehingga terintegrasi secara
nasional sejak Indonesia merdeka di bawah ideologi Pancasila. Kemajemukan yang terintegrasi secara
nasional menjadi kondisi potensi nasional yang harus dapat menempatkan nilai-nilai ke-Bhinneka
Tunggal Ika-an sebagai landasan dan pedoman dalam mewujudkan stabilitas nasional dan ketahanan
nasional dengan segala aspek-aspek yang ada didalamnya. Untuk itulah, aktualisasi pemahaman nilai-
nilai Bhinneka Tunggal Ika yang termaktub dalam Pancasila sebagai filsafat dan pandangan hidup
bangsa perlu dipahami dan dikembangkan serta diimplementasikan dalam  berinteraksi sosial, karena
nilai-nilai yang terkandung dalam ke-Bhinneka Tunggal Ika-an mempunyai fungsi sebagai motivasi
dan rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan dalam
bermasyarakat, dan berpemerintahan, baik di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat
Indonesia. Selain itu, berfungsi juga untuk mewujudkan nasionalisme yang tinggi disegala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan
individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah, dengan  tetap menghormati kepentingan lain,
selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

Pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus dijadikan arahan, pedoman, acuan
dan tuntunan bagi setiap individu dalam bertindak dan membangun serta memelihara tuntutan bangsa
yang terintegrasi secara nasional demi keutuhan NKRI yang dikenal dengan masyarakat multikultural.
Karena itu, implementasi atau penerapan nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an  harus tercermin pada
pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mendahulukan kepentingan bangsa dan NKRI
daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Untuk mengaktualisasikan pemahaman nilai-nilai ke-
Bhinneka Tunggal Ika-an agar terintegrasi secara nasional dalam kemajemukan sosial budaya
masyarakat, implementasinya harus tergambar dalam kehidupan politik, sosial budaya, dan seluruh
aspek kehidupan berbangsa dalam  penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis.

Aspek politik misalnya, diarahkan untuk mampu menumbuh kembangkan rasa dan semangat
kebangsaan yang selanjutnya dapat dijadikan landasan bagi pengembangan jiwa nasionalisme dan
pembentukan jati diri bangsa. Sosialisasi aktualisasi nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus
dilaksanakan oleh seluruh komponen nasional untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang demokratis
dan berkeadilan serta mampu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
golongan dan individu, menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), tidak terjadi kesewenangan
kekuasaan tetapi sebaliknya yang terjadi adalah hubungan yang harmonis, saling menghargai tugas
dan wewenang masing-masing, serta memantapkan keyakinan warga terhadap nilai-nilai ke-Bhinneka
Tunggal Ika-an. Hal tersebut tampak dalam wujudnya pemerintahan yang kuat, aspiratif dan
terpercaya, yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat sehingga kepercayaan warga
terhadap pelaksana pemerintahan terjamin.
Penerapan aktualisasi pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an yang terigrasi dalam
kehidupan keseharian akan menciptakan tatanan masyarakat yang  benar-benar menjamin pemenuhan
dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata dan adil. Untuk itu aktualisasi
pemahaman nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an harus mampu menumbuhkembangkan kehidupan
bermasyarakat yang saling berinteraksi secara sinergis antara satu daerah dengan daerah lain yang
berbeda budaya, etnik/suku, bahasa, agama, dan strata sosial dalam mewujudkan sistem integrasi
nasional yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh warga serta daya saing
bangsa. Seluruh komponen harus mampu memanfaatkan potensi daerah sebagai sumber daya dan
kearifan lokal guna meningkatkan kesejahteraan secara adil dan mesra merata sebagai wujud  rasa
nasionalisme bangsa dengan menjaga kelestarian sumber daya dan potensi yang dimiliki demi generasi
penerus bangsa. Di samping itu, mencerminkan tanggungjawab terhadap pola sikap dan tindakan yang
saling menghormati dan saling menghargai antar daerah, suku, bahasa, agama, bahkan strata sosial,
secara timbal balik demi kelestarian keanekaragaman budaya yang menjadi kekayaan milik bersama
dalam kesatuan dan persatuan negara bangsa.

Penerapan aktualisasi nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan sosial budaya akan
menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk
perbedaan  sebagai kenyataan hidup sekaligus sebagai karunia Sang Pencipta. Untuk itu, setiap warga
diarahkan agar mampu mengembangkan budaya daerah yang saling berinteraksi dan mengisi secara
sinergis dengan budaya daerah lainnya atas dasar saling menghormati dan saling menghargai khasanah
masing-masing sehingga terwujud kehidupan bangsa yang rukun dan bersatu secara integral. Selain
itu, harus mampu mewujudkan kebudayaan nasional yang merupakan perpaduan harmonis alamiah
dari kebudayaan daerah yang dapat dikembangkan sebagai jati diri bangsa, mampu mewujudkan
sistem hukum nasional yang dapat mengakomodasi dan mengakar pada nilai-nilai dan norma-norma
hukum yang berlaku dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diabadikan untuk kepentingan
nasional. Kemudian mampu juga mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diabadikan bagi peningkatan hakekat dan martabat
bangsa. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang rukun dan
bersatu tanpa membeda-bedakan suku, asal-usul daerah, agama atau kepercayaan, serta golongan
berdasarkan status sosialnya.

Penerapan pemaham nilai-nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam kehidupan pertahanan


keamanan  juga akan menumbuh-kembangkan kesadaran cinta tanah air untuk lebih lanjut akan
membentuk sikap bela negara pada setiap warga negara, yang kemudian akan menjadi modal utama
dalam menggerakkan partisipasi setiap warga menanggapi setiap bentuktantangan, seberapapun
kecilnya dan darimanapun datangnya atau setiap gejala yang membahayakan keselamatan bangsa dan
kedaulatan negara. Untuk itu setiap warga harus mampu menumbuh kembangkan kesadaran cinta
tanah air dan bangsa yang selanjutnya akan menumbuh kembangkan jiwa dan semangat bela negara,
dan pada akhirnya dapat membangun sistem pertahanan negara yang bertumpu pada keterpaduan
upaya seluruh rakyat serta pengerahan segenap potensi nasional secara semesta dengan semangat
pantang menyerah.

Ada sedikit contoh penerapan semboyan Bhineka Tunggal Ika pada kehidupan sehari-hari, antara lain :
Berteman dengan siapa saja.

Bersikap merendah dan tidak sombong terhadap orang lain.

Memberikan kebebasan beragama terhadap orang lain.  

Tidak memaksa orang lain untuk mengikuti ajaran agamannya.  

Bersikap adil terhadap sesama.  

Bertindak, bersikap, dan berperilaku sesuai norma/aturan yang berlaku di masyarakat.  

Menumbuhkan sikap tenggang rasa antar sesama warga negara Indonesia.

Memiliki sikap toleran yang tinggi atau mudah memaafkan orang lain.  

Menjaga suasana masyarakat agar selalu tentram agar tidak menimbulkan perpecahan.  

Menjunjung tinggi kepentingan bersama di atas kepentingan individu maupun golongan.  

Rela berkorban demi keutuhan NKRI.

Menghindari perilaku membeda-bedakan orang lain berdasarkan background kehidupannya.

Menghargai dan menghormati setiap perbedaan pendapat yang ada.

Menjalankan setiap kewajiban yang kita miliki sebagai warga negara.  

Menerima hak sewajarnya dan tidak berlebihan.  

Gemar bergotong-royong dalam menyelesaikan berbagai hambatan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.  

Aktif dan giat dalam kegiatan yang positif.  

Mempererat tali silaturahmi dan kekeluargaan dengan orang lain

Usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dan masyarakat dalam menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa indonesia antara lain :

1. saling mendukung kegiatan yang diadakan pemerintah

2. Saling menghargai satu sama lain, tanpa adanya membeda-bedakan ras, suku, dan agama.

3. Mengadakan kegiatan kerja bakti/gotong-royong untuk mempererat tali persatuan.

4. Membangun lembaga-lembaga masyarakatMenjalin kerjasama antar daerah


Persatuan adalah salah satu bagian yang tepenting dalam untuk membuat hidup kita damai tanpa ada
masalah. Persatuan lah yang membuat kita menjadi satu, Indonesia.  Sikap persatuan adalah sikap
dimana kita semua bersatu tanpa membeda bedakan seperti "Bhinneka Tunggal Ika".

Persatuan juga merupakan bagian dari pancasila, yaitu sila ke-3 yang berbunyi "Persatuan Indonesia".
Segala yang ada di pancasila harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai kedudukan
pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup. Maka, persatuan harus diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari juga baik dirumah, disekolah, di masyarakat bahkan di kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Agar tidak terjadi perpecah belahan dalam negara, antara Pemerintah dan masyarakat harus ada
kesesuian sehinggan persatuan dan kesatuan tetap terjaga. Disini, pemerintah tidak bisa melakukan apa
yang dia mau sendiri, itu bukanlah bagian dari persatuan. Pemerintah dan masyarakat harus
merundingkan dan saling terbuka. Aspirasi masyarakat ditampung dalam lembaga masyarakat yang
selanjutnya akan dirundingkan bersama pemerintah. Masyarakat juga tidak bisa seenaknya melanggar
peraturan, masyarakat tetap harus mengkuti aturan yang ada. Jika hal ini tidak dilakukan, masyarakat
akan melakukan aksi demo di jalan yang membuat keributan, terdapat rasa iri-dengki sehingga
terjadilah perkelahian yang berujung perpecahan.  

Untuk mencegah hal ini terjadi, pemerintah harus sering melakukan kegiatan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat. Misalnya diselenggarakannya kegiatan se-provinsi. Sehingga
masyarakat baik pemerintah akan saling menjalin tali persatuan. Masyarakat juga harus saling
menghormati, jangan sampai ada unsur SARA dalam kehidupan. 

Indahnya kehidupan yang damai dan tentram di Indonesia memang sepatutnya kita jaga. Menjaga
keutuhan NKRI adalah kewajiban kita semua sebagai warga negara. Enggak selalu orang tua yang
harus turun tangan berperan di balik kedamaian Indonesia. Anak muda pun berhak menyebarkan
semangat positif Bhineka Tunggal Ika.

Agar semangat yang terkadung dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika bisa melekat di hati lo, tentunya
membutuhkan niat sebagai pupuk agar hal tersebut bisa tumbuh dengan baik. Jika lo pernah atau
sedang tinggal di kota besar, lo akan berjumpa dengan keberagaman. Dari pengalaman hidup di
tengah-tengah keberagaman, pastinya lo mampu mengenali dan memahami perbedaan yang ada. Agar
tetap terjaga kedamaian negara Indonesia, berikut ini adalah kegiatan seru yang tentunya bisa
melanggengkan keberadaan semboyan Bhineka Tunggal Ika di dalam diri masyarakat Indonesia.

1. Senyum Tulus dan Menyapa


Tidak hanya negaranya yang hangat karena beriklim tropis, orang-orang Indonesia pun terkenal
dengan sifat ramah kepada turis. Pastinya lo pernah dengar kalau Indonesia mendapatkan predikat
sebagai negara yang penduduknya super ramah kepada wisatawan. Memberikan senyum tulus
memang kegiatan sederhana, tetapi berawal dari senyum kepada orang lain akan membawa rasa
damai di hati. Nah, lebih baik lagi kalau keramahan itu diterapkan ke semua orang, termasuk sesama
bangsa Indonesia. Enggak cuma ke turis aja.

2. Bakti Sosial
Kegiatan bakti sosial merupakan wujud nyata dari kepedulian terhadap sesama. Dengan terjun
langsung melakukan kegiatan ini, akan timbul solidaritas dan memperat hubungan dengan sesama
manusia. Lo bisa menjadi pengajar pendidikan nonformal untuk anak-anak jalanan, melakukan
kunjungan ke panti asuhan, menghibur kakek dan nenek penghuni panti jompo, atau bisa juga sebagai
relawan ketika terjadi musibah bencana alam. Pengalaman baru tentunya akan lo dapat dari mengikuti
kegiatan bakti sosial yang menjadi salah satu semangat dari semboyan Bhineka Tunggal Ika di hati lo.

3. Piknik Lintas Budaya


Adanya kesamaan hobi di dalam diri manusia biasanya akan membentuk sebuah komunitas. Lo
pastinya memiliki hobi yang sedang didalami atau malah lo sedang menjalani hobi yang
mendatangkan penghasilan. Piknik lintas budaya tentunya bisa lo lakukan untuk menyemarakkan
semboyan Bhineka Tunggal Ika dari hobi lo tersebut. Lo bisa berkunjung pribadi atau bersama
dengan komunitas lo untuk mengunjungi komunitas serupa di daerah lain. Yap, berbagi pengalaman
dan menemukan keluarga baru tentunya enggak kalah mengasyikan dari ngeceng di mal.

5. Mencoba Tinggal di Daerah Baru


Sekadar membaca dan menonton karakter suku bangsa di Indonesia memang rasanya kurang
puas buat lo yang berjiwa muda. Rasa penasaran lo bisa diatasi dengan menginap di rumah
penduduk di daerah. Tentunya enggak langsung numpang bobok dan seenaknya di rumah orang,
loh. Lo harus mendapatkan izin dari tuan rumah, kepala daerah atau kepala adat atas tujuan
kunjungan lo di sana. Menikmati suasana baru, gaya hidup di desa, mencari makan ke hutan, dan
ingin berkebun di hamparan ladang luas, bisa jadi pengalaman baru lo ketika tinggal di pelosok
daerah Indonesia. Pengalaman lo akan membuktikan sendiri dari apa yang selama ini lo ketahui
dari internet tentang budaya Indonesia.

6. Melakukan Parade Budaya


Kalau lo belum sempat bepergian ke berbagai daerah di Indonesia untuk mengenal
kebhinekaan budaya di Indonesia, lo bisa mengikuti parade budaya. Pertunjukan kebudayaan
Indonesia bisa praktis ditampilkan dalam satu lokasi. Pentingnya pelaksanaan parade budaya
adalah untuk menyadarkan masyarakat kalau Indonesia itu ada karena keberagaman. Salah satu
kegiatan yang paling rutin dilaksanakan adalah festival yang dijalankan oleh Kedutaan Besar
Indonesia di negara-negara luar. Dari kegiatan tersebut, orang luar pun jadi tau kalau keberagaman
di Indonesia itu keren.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa
memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:

1.    Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa;

2.    Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan besatu;

3.    Cinta akan tanah air dan bangsa;

4.    Demokrasi atau kedaulatan rakyat;

5.    Kesetiakawanan sosial;

6.    Masyarakat adil-makmur.

3.2. Saran
Sebagai warga negara indonesia yang baik, kita harus menerapkan bhinneka tunggal ika dalam
kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai masyarakat yang satu dengan yang lainnya
tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat-istiadat, warna kulit, aturan, kebiasaan dan
lain sebagainya. Karena bhinneka tunggal ika sebagai dasar persatuan dan kesatuan indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2013. Negara Kebangsaan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.


Jakarta. Pusat kurikulum dan perbukuan http://www.markijar.com/2015/11/arti-
dan-makna-lambang-dan-simbol.html

H.A.R. Tilaar. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia: Tinjauan
dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hlmn 181.

H.A.R. Tilaar. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia: Tinjauan
dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, hlmn xvii.

Dr Udin S.Winataputra,M.A. 2009. Multikulturalisme-Bhinneka Tunggal IKa dalam


Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pembangunan Karakter Bangsa
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai