Anda di halaman 1dari 8

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 98 TAHUN 2015


TENTANG
PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin keterjangkauan harga


obat sebagai upaya memenuhi akuntabilitas dan
transparansi kepada masyarakat, perlu pengaturan
pemberian informasi harga eceran tertinggi obat;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga
Eceran Tertinggi (HET) Pada Label Obat sudah tidak
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
-2-

Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan


Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5679);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3781);
7. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun
2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 10);
8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5655);
-3-

9. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang


Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 63 Tahun 2014
tentang Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog
Elektronik (E-Catalogue), (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1510);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI
OBAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Harga Eceran Tertinggi Obat yang selanjutnya disingkat
HET adalah harga jual tertinggi obat di apotek, toko
obat dan instalasi farmasi rumah sakit/klinik.
2. Katalog Elektronik (e-catalogue) adalah sistem informasi
elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis,
dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia
barang/jasa pemerintah.
3. Harga Netto Apotek yang selanjutnya disingkat HNA
adalah harga jual termasuk pajak pertambahan nilai
(PPN) dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) kepada
apotek, toko obat dan instalasi farmasi rumah
sakit/klinik.
-4-

4. Obat Generik adalah obat generik dengan


menggunakan nama Internasional Non Proprietary Name
(INN).
5. Keluarga Pasien adalah suami atau istri, ayah atau ibu
kandung, anak kandung, saudara kandung atau
pengampunya.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
pemerintahan di bidang kesehatan.

Pasal 2
Pengaturan pemberian informasi harga eceran tertinggi
obat dimaksudkan untuk memberikan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai harga eceran tertinggi
atau harga obat yang diberikan kepada masyarakat.

BAB II
INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT
PADA LABEL OBAT

Pasal 3
(1) Industri Farmasi wajib memberikan informasi HET
dengan mencantumkan pada label obat.
(2) Informasi HET sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah; atau
b. formula HET.
(3) Informasi HET berupa nilai nominal dalam bentuk
satuan rupiah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a hanya untuk Obat Generik yang belum
terdapat dalam Katalog Elektronik (e-catalogue) dan
obat selain Obat Generik.
(4) Informasi HET berupa formula HET sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya untuk Obat
Generik yang terdapat dalam Katalog Elektronik (e-
catalogue).
-5-

Pasal 4
(1) Informasi HET pada label berupa nilai nominal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a
untuk obat selain Obat Generik ditentukan
berdasarkan HNA ditambah biaya pelayanan
kefarmasian sebesar 28% dari HNA.
(2) Dalam hal Obat Generik tidak terdapat dalam katalog
elektronik (e-catalogue), maka informasi HET pada
label berupa nilai nominal yang mengacu pada harga
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(3) Informasi HET berupa formula HET sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b yaitu “HET =
harga obat katalog elektronik setiap provinsi + biaya
pelayanan kefarmasian sebesar 28% dari harga
katalog elektronik setiap provinsi”.

Pasal 5
Informasi harga obat katalog Elektronik (e-catalogue) dapat
diperoleh dengan mengakses website Lembaga Kebijakan
Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) dengan alamat
website: https://e-katalog.lkpp.go.id.

Pasal 6
(1) Pemberian informasi HET berupa nilai nominal
dilakukan dengan cara mencantumkan HET pada
label obat sampai pada satuan kemasan terkecil.
(2) Pemberian informasi HET berupa formula HET
dilakukan dengan cara mencantumkan formula HET
pada label obat sampai pada satuan kemasan
sekunder.
(3) Pencantuman informasi HET pada label obat harus
dilakukan dengan:
a. ukuran yang cukup besar dan warna yang jelas
serta diletakkan di tempat yang mudah terlihat
sehingga mudah dibaca; dan
b. dicap menggunakan tinta permanen yang tidak
dapat dihapus atau dicetak pada kemasan.
-6-

BAB III
PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI
OBAT PADA PELAYANAN KEFARMASIAN

Pasal 7
(1) Apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah
sakit/klinik hanya dapat menjual obat dengan harga
yang sama atau lebih rendah dari HET.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apotek, toko obat, dan instalasi farmasi
rumah sakit/klinik dapat menjual obat dengan harga
lebih tinggi dari HET apabila harga yang tercantum
pada label sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(3) Dalam hal apotek, toko obat, dan instalasi farmasi
rumah sakit/klinik menjual obat dengan harga lebih
tinggi dari HET sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
maka apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah
sakit/klinik harus memberikan penjelasan kepada
masyarakat.

Pasal 8
(1) Apoteker pada apotek atau instalasi farmasi rumah
sakit/klinik pada saat memberikan pelayanan obat
atas resep dokter wajib memberikan informasi HET
obat kepada pasien atau Keluarga Pasien.
(2) Selain memberikan informasi HET obat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Apoteker harus
menginformasikan obat lain terutama obat generik
yang memiliki komponen aktif dengan kekuatan yang
sama dengan obat yang diresepkan yang tersedia pada
apotek atau instalasi farmasi rumah sakit/klinik
kepada pasien atau Keluarga Pasien.
-7-

Pasal 9
Pasien atau keluarga pasien berhak menentukan pilihan
obat berdasarkan informasi yang disampaikan oleh
Apoteker sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

BAB IV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10
Menteri, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini sesuai dengan tugas dan kewenangan
masing-masing.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 11
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka;
a. Industri farmasi yang telah mencantumkan HET pada
label obat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman
Harga Eceran Tertinggi (HET) pada Label Obat
dinyatakan tetap berlaku; dan
b. Industri farmasi dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga
-8-

Eceran Tertinggi (HET) Pada Label Obat dicabut dan


dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2015

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NILA FARID MOELOEK

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Januari 2016

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 11

Anda mungkin juga menyukai