Anda di halaman 1dari 25

Penggunaan Obat Rasional

untuk Infeksi Covid-19 di


Indonesia

Rianto Setiabudy
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Jakarta, 8 Mei 2020
Masalah yang kita hadapi
◼ Pandemi menjalar sangat cepat
◼ Angka kematian sangat tinggi pada kasus
berat
◼ Pilihan obat sudah banyak, tapi belum ada
yang established untuk berbukti ilmiah untuk
Covid-19
◼ Kebingungan di kalangan dokter
◼ Tidak cukup waktu untuk mengembangkan
obat/vaksin baru

2
Kerangka bahasan
1. Prinsip Penggunaan Obat yang
Rasional

2. Beberapa obat anti Covid-19

3. Polifarmasi dan risikonya

4. Penggunaan Obat Rasional untuk


infeksi Covid-19
PRINSIP PENGGUNAAN
OBAT RASIONAL
Apa itu Penggunaan Obat yang
Rasional (The Rational Drug Use)?
The rational use of drugs requires that patients
receive medications appropriate to their clinical
needs, in doses that meet their own individual
requirements for an adequate period of time,
and at the lowest cost to them and their
community.

(WHO conference of experts, Nairobi 1985)

5
Apa itu Penggunaan Obat yang
Rasional (The Rational Drug Use)?

The rational use of drugs requires that


patients receive medications appropriate
to their clinical needs, in doses that meet
their own individual requirements for an
adequate period of time, and at the lowest
cost to them and their community.

(WHO conference of experts, Nairobi 1985)

6
Ciri Pengobatan Obat yang
Rasional

Ciri Penggunaan Obat Rasional:


1. Efektif
2. Aman
3. Sesuai untuk pasien individual
4. Harga yang terjangkau

7
BEBERAPA OBAT ANTI
COVID-19
Pilihan obat anti Covid-19
1. Klorokuin 7. Oseltamivir
2. Hidroksiklorokuin 8. Plasma konva-
3. Azitromisin lesens
4. Favipiravir 9. Interferon -2b

5. Remdesivir 10. Levofloksasin

6. Lopinavir/rito- 11. Metisoprinol


navir
9
Berbagai obat pendamping
lainnya
1. Asetilsistein 8. Berbagai proton
pump inhibitors
2. Bromheksin
9. Berbagai vitamin
3. Berbagai immune
dosis tinggi
boosters dan
imunomodulator 10. Berbagai
bronkodilator
4. Analgetik/antipiretik
11. Berbagai antitusif
5. Berbagai sedativum
12. Heparin
6. Loperamid
13. Obat2 herbal
7. Berbagai antibiotik

10
Bolehkah kita menggunakan obat
yang belum punya bukti ilmiah?

◼ Pedoman dari Deklarasi Helsinki


◼ Obat2 yang belum mantap tapi menjadi
favorit di Indonesia:
◆ Klorokuin

◆ Hidroksiklorokuin

◆ Azitromisin

◆ Favipiravir

11
Klorokuin
◼ Klorokuin dulu digunakan sebagai obat
antimalaria
◼ Menghambat masuknya virus ke dalam sel
dan sebagai imunomodulator
◼ Dosis untuk Covid kasus ringan: 2x500
mg/hari selama 5 hari (1 tab @ 250 mg)
◼ Untuk kasus berat: Hari 1-3: 2x500 mg/hari,
hari 4-10: 2x250 mg/hari
◼ Memperpanjang interval QT dan banyak
interaksi dengan obat lain
12
Hidroksiklorokuin
◼ Biasanya digunakan untuk kasus lupus
eritematosus
◼ Efek samping menyerupai klorokuin disertai
banyak interaksi obat
◼ Dosis untuk semua kasus Covid: 1x 400
mg/hari selama 5 hari (1 tab @ 200 mg)

13
Azitromisin
◼ Dikombinasi dengan klorokuin atau
hidroksiklorokuin
◼ Rasionalitas penggunaannya tidak jelas
karena ini bukan antiviral
◼ Mungkin karena pada terapi awal infeksi
infeksi berat, memang dibenarkan
penggunaan kombinasi antimikroba
◼ Dosis: 1x 500 mg/hari selama 3 hari (tab @
500 mg, kapsul @ 250 mg)
◼ Hati2: memperpanjang interval QT
14
Favipiravir (Avigan®)

◼ Dikembangkan sebagai obat anti influenza


◼ Mekanisme kerja: menghambat RNA
dependent RNA polimerase virus influenza
◼ Beberapa penelitian di Jepang dan Tiongkok
menunjukkan adanya efikasi obat ini
◼ Dosis: hari pertama 2x8 tab, hari ke 2-5: 2x3
tab (1 tab @ 200 mg)
◼ Masalah: kontraindikasi bagi wanita hamil

15
16
POLIFARMASI DAN
RISIKONYA
Penyebab terjadinya kecenderungan
polifarmasi pada terapi Covid-19

1. Hingga sekarang tidak diketahui obat anti


Covid-19 yang efektif dan aman → berikan
saja banyak obat, mungkin “ada yang kena”
2. Tidak diketahui penyebab kematian pada
kasus berat infeksi Covid-19 (Badai sitokin?
disseminated intra vascular coagulation?
penyakit komorbid? usia lanjut? daya tahan
lemah? kurang vitamin?)

18
3. Banyaknya keluhan pasien: sesak, demam,
diare, batuk, sakit kepala, sulit tidur, tidak
nafsu makan, mual/muntah, gelisah,
palpitasi, dll → memicu pengobatan “per
gejala”.
4. Penyakit2 yang sudah ada sebelumnya

19
Apa bahaya pengobatan
berlebihan?
1. Frekuensi dan intensitas efek samping
meningkat
2. Kemungkinan interaksi obat meningkat
3. Fenomena prescribing cascade
4. Beban tambahan bagi organ ekskresi
5. Biaya meningkat
6. Kepatuhan (compliance) pasien bisa
menurun
20
Obat anti Covid yang mudah
berinteraksi dengan obat lain
◼ Klorokuin
◼ Hidroksi klorokuin
◼ Azitromisin
◼ Vitamin C dosis tinggi

21
PENGGUNAAN OBAT
RASIONAL UNTUK INFEKSI
COVID-19
Kiat menggunakan obat anti
Covid-19 yang rasional
1. Pilihlah salah satu yang dipertimbangkan
paling aman, efektif, tersedia, dan terjangkau
2. Perhatikan posologinya dengan teliti
3. Hindarkan polifarmasi sedapat mungkin
4. Hindari pengobatan “per gejala”
5. Hindari pemberian profilaksis sampai kelak
terbukti ada obatnya

23
6. Makin banyak jenis obat yang digunakan,
makin besar risikonya
7. Betapapun bagusnya teori mekanisme
kerja, data in vitro, data pada hewan coba dll
dari suatu obat, sebelum itu terbukti dengan
EBM, maka bukti itu belum memadai
8. Hindari penggunaan berbagai obat yang
belum terbukti manfaatnya: vitamin2 dosis
tinggi, pendongkrak sistem imun,
kortikosteroid, mukolitik, obat herbal, dll

24
Ringkasan
◼ Banyak obat sekarang tersedia untuk terapi
infeksi Covid-19, namun belum ada satu pun yang
berbasis EBM
◼ Dalam terapi untuk infeksi berat selalu ada
kecenderungan menggunakan obat berlebihan
◼ Prinsip Penggunaan Obat Rasional harus
diterapkan dalam tatalaksana Covid-19
◼ Tersedia 8 kiat praktis untuk menggunakan obat
secara rasional bagi pasien dengan infeksi Covid-
19

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai