Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN HASIL PELATIHAN PPI

HOTEL GRAND ZURI

19 – 22 APRIL 2015

Peserta : Seluruh Rumah Sakit di Provinsi Banten, serta Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Kota di Provinsi Banten sejumlah 102 peserta

Tempat : Hotel Grand Zuri, BSD, Serpong, Tangerang Selatan

Waktu : Senin, 19 April 2015 jam 15.00 s/d Rabu, 22 April 2015 jam 12.00

Topik : “Penerapan Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit Se-
Provinsi Banten”

Penyelenggara : Dinas Kesehatan Provinsi Banten

Pembicara : PERSI Banten

Dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten yang
bekerjasama dengan PERSI Banten, diharapkan para peserta dapat menerapkan konsep PPI di
masing-masing Rumah Sakit, bukan hanya berkaitan dengan syarat pemerintah dalam penetapan
akreditasi yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Dinas Kesehatan, tetapi juga penting dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang mengutamakan “Patient Safety”,
sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dalam penularan infeksi baik melalui kontak langsung,
droplet maupun airborne dapat diminimalkan.

Hal ini perlu perhatian khusus, dikarenakan penyakit infeksi merupakan masalah penting,
terutama di negara berkembang, dimana meliputi dan berkaitan dengan rantai infeksi yang
meliputi 3 hal utama yaitu:
1) Kuman penyebab (mikroorganisme)
2) Pejamu/inang (host)
3) Lingkungan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya PPI di wilayah Rumah Sakit
yaitu:

1. Melindungi pasien dari risiko mendapatkan infeksi di rumah sakit selama masa
perawatan
2. Melindungi pasien dari risiko mendapatkan infeksi lainnya yang mungkin
didapat sebagai akibat terjadinya kontak dengan pasien lain atau tenaga
kesehatan yang memiliki koloni atau terinfeksi kuman menular lain.
3. Melindungi tenaga kesehatan, pengunjung dan yang berada di lingkungan
rumah sakit dari risiko infeksi yang tidak perlu terjadi

Pada pelatihan kali ini, ditekankan bahwa pencegahan merupakan hal yang utama untuk
terjadinya penularan penyakit, dengan beberapa prinsip yang ada dari 3 faktor penyebaran
infeksi yang utama, yaitu: Peningkatan daya tahan pejamu, Inaktivasi agen penyebab infeksi,
Memutus rantai penularan, Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” /
PEP).Di Indonesia sendiri telah ada dasar hukum yang mendasari tentang persyaratan kesehatan
di lingkungan RS dan mewajibkan adanya PPI di RS.
Struktur organisasi PPI berada langsung di bawah direktur utama sebagai penanggung
jawab, dengan model Komite PPI sebagai pelaksana di lapangan, biasanya dokter spesialis
mikrobiologi sebagai ketua dari komite PPI tersebut yang dibantu dengan Tim PPI yang biasanya
dipimpin langsung oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse) sebagai pelaksana harian di
lapangan.IPCN ini memiliki kewajiban untuk mengontrol setiap tindakan medis maupun
nonmedis yang dapat menyebabkan terjadinya penularan infeksi. Maka dari itu menjadi penting
bahwa Komite PPI mendapat dukungan penuh dari Manajemen Rumah sakit, yang bertujuan
pada Patient Safety
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya untuk mendukung pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
infeksi terdapat pada SK Menkes No. 270/Menkes/SK/III/2007.
Pada pertemuan ini banyak dibahas tentang pentingnya kebersihan tangan terhadap setiap
tindakan yang ada di lingkungan Rumah Sakit. Topik yang diberikan pada pelatihan kali ini
yaitu: Konsep Dasar & Strukture Organisasi PPI, Kewaspadaan Isolasi, Peran dan Fungsi IPCN,
Kebersihan Tangan, Alat Pelindung Diri, Pembersihan Desinfeksi, Manajemen Limbah RS,
Kesehatan Karyawan, Pengendalian Lingkungan, Penanganan Linen dan Laundy, Cara Membuat
Program PPI, Peran Mikrobiologi dalam PPI, Surveilans PPI, ISK, Pencegahan Infeksi Daerah
Operasi, PPI Hospital Acquired Pneumonia atau Ventilator Acquired Pneumonia, PPI Infeksi
Aliran Darah Primer, PPI di ICU, PPI di unit HD, Sanitasi Makanan di RS, dan Tata Laksana
KLB.

Untuk prinsip dasar dari PPI ini adalah kebersihan tangan, dimana dapat mengurangi
sebesar 50% dari penularan infeksi hanya dengan mencuci tangan baik dengan air mengalir
maupun alcohol handrub.Kebersihan tangan merupakan pilar utama dari PPI, sehingga dikatakan
bahwa hal ini merupakan komponen sentral Patient Safety. WHO juga telah membuat ketetapan
tentang Five Moments dalam mencuci tangan, yaitu: Sebelum kontak dengan pasien, sebelum
melaksanakan tindakan aseptic, sesudah resiko terpapar cairan tubuh, sesudah kontak dengan
pasien, sesudah kontak dengan sekeliling pasien. Konsep mencuci tangan dengan 7 langkah juga
menjadi ketetapan dalam pelatihan kali ini.Maka penting untuk mengajarkan seluruh jajaran di
RS tentang pentingnya mencuci tangan.Untuk mengeringkan tangan setelah mencuci tangan,
harus memakai tissue handuk sekali pakai.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) juga menjadi perhatian dalam pelatihan kali ini,
baik dalam penularan yang melalui droplet, Airborne, dan kontak langsung.Contoh yang
termasuk APD yaitu Sarung tangan, masker bedah, masker N95, Gown/Apron, Kacamata, Topi
dan Sepatu.Pemakaian APD ini sendiri memiliki masing-masing indikasi.Pelepasan APD juga
menjadi perhatian khusus.

Proses Dekontaminasi Alat yang digunakan dapat memutus mata rantai penularan infeksi
peralatan medis kepada pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lingkungan rumah sakit.
Dimana pengertian Dekontaminasi adalah Suatu proses untuk menghilangkan/memusnahkan
mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada peralatan medis/objek, sehingga aman untuk
penggunaan selanjutnya, meliputi pembersihan, desinfeksi, sterilisasi. Tindakan Dekontaminasi
sendiri dapat terdiri dari beberapa proses dan indikasi terhadap alat medis baik secara manual
maupun menggunakan mesin.

Pengolahan limbah menjadi hal yang dikendalikan dalam PPI di Rumah Sakit, karena
limbah merupakan sumber penularan infeksi, dapat melindungi pengelola limbah dari cedera
yang tidak disengaja, tempat berkembang biaknya tikus ataupun serangga, penting juga sebagai
peningkatan citra Rumah Sakit di mata masyrakat. Limbah sendiri dibagi dalam beberapa hal,
yaitu limbah medis, limbah benda tajam, limbah domestic dan limbah cair.Semua pembuangan
limbah yang ada harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya dan penanganannya pun berbeda.

PPI sendiri tidak hanya bertujuan kepada pasien, melainkan juga kepada petugas
kesehatan itu sendiri, dan pengunjung pasien ataupun masyarakat sekitar.Petugas kesehatan
memiliki risiko terpajan terhadap agen infeksi. Adapun tujuannya yaitu:

1. Meningkatkan rasa aman karyawan


2. Mempertahankan kesehatan karyawan dan produktifitas kerja
3. Mengurangi biaya perawatan akibat kerja
4. Mencegah timbulnya wabah
5. Mencegah tuntutan hukum

Perencanaan program sendiri dibuat oleh pemimpin RS, dengan program yang mengacu pada
kebutuhan karyawan, contohnya: pemerikasaan kesehatan berkala, pemberian imunisasi,
penatalaksanaan karyawan pasca terpapar needle stick injury parenteral dan non parenteral
Upaya pengendalian lingkungan merupakan upaya yang dilakukan untuk dapat
mengendalikan berbagai faktor lingkungan (Fisik, biologi, dan sosial psikologi ) di RS
dengan cara: Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar sarana kesehatan
sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah dengan mempertimbangkan cost
efektif,Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman,Mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Pengendalian Lingkungan sendiri memiliki ruang lingkup, yaitu: Konstruksi Bangunan,
Udara, Air, Pembersihan Lingkungan Rumah Sakit, Ruang Gizi, Ruang Laundri dan Limbah RS.
Beberapa ruang lingkup ini memiliki standar ukuran yang harus dimiliki oleh RS. Contohnya
ketinggian langit-langit, bahan dasar dinding, sarana kebersihan tangan, ventilasi dan aliran
keluar masuk udara, kebersihan air, standar pencahayaan di masing-masing unit, dan
pengendalian infeksi pada House Keeping.
Pembuatan program PPI penting dilakukan, agar setiap tindakan yang dilakukan sesuai
dengan perencanaan program yang dibuat oleh Komite PPI, dimana harus disetujui oleh direktur
dan didukung penuh oleh Manajemen. Latar belakang dibuatnya PPI mengacu kepada National
Health and Medical Research Council (NHMRC) tahun 2010 menyatakan bahwa "HAI adalah
kejadian tidak diharapkan yang berpotensi dicegah daripada merupakan sebuah komplikasi yang
tak terduga, dan fasilitas layanan kesehatan dengan Program PPI yang efektif dapat secara
signifikan mengurangi angka infeksi ". Program ini dibuat dalam Kerangka Acuan Program,
yang merupakan acuan dalam menjalankan program dan ditandatangani oleh Ketua Komite PPI.
Dalam PPI diperlukan peran mikrobiologi, dimana dalam infeksi didapatkan penularan
agen infeksi seperti virus, bakteri, protozoa, jamur dll. Mikrobiologi berperan penting dalam
mengetahui alur perjalanan kuman, baik flora normal pada tubuh manusia yang dapat
menimbulkan penyakit, maupun cara penularan dan pola tempat tinggal kuman tersebut. Peran
Laboratorium dalam PPI yaitu melakukan Laporan berkala pola kuman RS, Laporan berkala pola
antibiogram dan peningkatan resistensi, Laporan berkala peningkatan jumlah kuman tertentu,
Peran aktif dalam manajemen KLB, Identifikasi kasus, Mencari sumber, Typing terhadap
bakteri, jamur, Menjalin komunikasi aktif antara laboratorium dan PPI, Aktif sebagai anggota
Komite PPI.
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya infeksi
ada pasien, petugas pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit. Salah satu program dari
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah Surveilans Infeksi. Kegiatan surveilans
Infeksi di Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan pedoman surveilans infeksi rumah sakit
yang diterbitkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011.Jenis/Metode Surveilans
infeksi rumah sakit dapat direncanakan, dilaksanakan sesuai kebutuhan dan kondisi masing-
masing rumah sakit itu sendiri. Tujuan dilakukannya Surveilans infeksi RS adalah Memperoleh
data dasar tentang proses perjalanan penyakit,Kewaspadaan dini KLB,Menilai standard mutu
pelayanan,Sebagai sarana mengidentifikasi malpraktek,Menilai keberhasilan suatu program
PPI,Meyakinkan para klinisi,Sebagai suatu tolok ukur akreditasi.
Infeksi Saluran Kemih merupakan kasus paling sering yang didapatkan di Rumah Sakit
berkaitan dengan penularan infeksi yang merupakan 40 persen dari total kasus infeksi di RS.
Kasus ini 66-86 % berkaitan dengan pemasangan kateter urin yang menjadi factor predisposisi
Bakteriuria dan ISK. ISK yang berkaitan dengan pemasangan kateter, dimaksudkan pada Infeksi
yang terjadi 2x24 jam setelah pemasangan kateter urin. CDC sendiri merekomendasikan 2
kategori untuk pemasangan kateter urin yang menjadi pencegahan terjadinya ISK karena
pemasangan kateter urin. Adapun Persi Banten melakukan sosialisasi tentang Bundle ISK yang
memiliki beberapa komponen, yaitu:

1.Kaji Kebutuhan pemasangan kateter


2.Kebersihan tangan
3.Teknik Pemasangan
4.Perawatan Kateter
5.Pemeliharaan Kateter
6.Pencabutan Kateter

Kamar operasi bisa jadi merupakan salah satu sumber infeksi terbesar yang berada di
Rumah Sakit, dikarenakan paparan dari cairan tubuh pada setiap alat yang digunakan di kamar
operasi.Infeksi Dalam Operasi (IDO) merupakan infeksi yang terjadi pada tempat atau daerah
insisi akibat suatu tindakan pembedahan yang di dapatkan dalam 30 – 90 hari setelah operasi,
ada luka terbuka dan tertutup.Infeksi dapat terjadi di jaringan insisional superficial, insisional
dalam dan insisional rongga.Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya IDO pada bekas
luka operasi, baik itu faktor internal maupun external.Untuk mencegah terjadinya IDO
diterapkan pula sistem Bundles, yang merupakan kumpulan intervensi konsep ilmiah yang dapat
dipercaya implementatif untuk mencegah infeksi nosokomial baik pre operatif, intra operatif
maupun paska operatif.
Ruangan ICU sering merawat pasien yang sudah berada dalam kondisi terminal, dimana
daya tahan tubuhnya berada dalam kondisi minimal, maka pencegahan penularan infeksi pada
pasien-pasien ICU juga diperlukan. Kasus infeksi nosokomial pada ruang ICU memiliki angka
sebesar 20%, walaupun jumlah ruang ICU hanya 5% dari total jumlah tempat tidur di seluruh
RS. Kejadian infeksi nosocomial 5 sampai dengan 10 kali lipat lebih berisiko di ruang ICU
daripada di ruang perawatan lain.Tujuan dilakukannya PPI di Unit HCU yaitu Mencegah dan
meminimalkanterjadinya infeksi pada pasien,petugas, pengunjung denganmempertimbangkan
biaya efektif.
Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan kejadian infeksi yang meningkat di luar keadaan
biasa dalam suatu periodepada kelompok orang/pasien tertentu atau munculnya infeksi
yangsebelumnya tidak ada.Sedangkan yang dimaksud Endemis adalah jumlah infeksi RS yang
terjadi selama periode tertentu sebagai angka dasarinfeksi RS.Terjadinya KLB melalui
penyebaran secara :Kontak langsung dan tidak langsung; Udara : droplet dan airbone;Benda
perantara (common source vehicle) sepertiproduk tercemar, makanan ( susu formula ),vector.
Pelayanan gizi di RS memiliki dasar hukum yang jelas, yaitu tercantum pada
PERATURAN MENTERI KESEHATANREPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2013
TENTANG PEDOMANPELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT pada pasal 2, Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 agardigunakan sebagai acuan
bagi pimpinan rumah sakitdan tenaga kesehatan dalam menyelenggarakanpelayanan gizidi
rumah sakit. JCI (Joint Comission International) juga memilik standar yang tercatat pada
Prevention Control of Infection, terkait dengan Food Service point 7.4. Cara untuk mencegah
dan mengendalikan infeksi yaitu dengan melakukan upaya higiene sanitasi makanandengan
mengendalikan variabel terkait yaitu bahan makanan, penjamah makanan, tempat pengelolaan,
peralatan pengolahan dan alat saji.Ada beberapa prinsip tentang sanitasi hygiene yang harus
dijaga pada ruang gizi. Hal ini terkait dengan carapenympanan, pengolahan, pengangkutan,
penyajian makanan dan kebersihan peralatan.

Membuat

Dr.Bram Wongso
HOTEL GRAND ZURI, SERPONG

19 S/D 21 APRIL 2015

Anda mungkin juga menyukai