Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AGAMA

KONSEPSI ISLAM TENTANG KERUNUKAN UMAT BERAGAMA

Oleh

Romi Ramadhan 14 -2103-057

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Definisi Kerukunan.....................................................................................................3
2.2 Kerukunan Antar Umat Beragama..............................................................................3
2.3 Kendala-Kendala.........................................................................................................4
2.3.1 Rendahnya Sikap Toleransi..................................................................................4
2.3.2 Kepentingan Politik..............................................................................................5
2.3.3 Sikap Fanatisme...................................................................................................5
2.4 Solusi...........................................................................................................................6
2.4.1 Dialog Antar Pemeluk Agama..............................................................................6
2.4.2 Bersikap Optimis..................................................................................................7
2.5 Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial...........................................8
2.5.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Umat non Islam...........................................8
2.5.2 Tanggung Jawab Sosial Umat Islam....................................................................9
2.5.3 Amar Maruf dan Nahi Munkar...........................................................................9
2.6 Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama..............................................................10
2.6.1 Menghindari Terjadinya Perpecahan..................................................................10
2.6.2 Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan.......................................10
BAB III PENUTUP...............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan................................................................................................................12
3.2 Saran..........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila
telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia
yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya
wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar
umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut
warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia,
maka banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak
telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti
masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang
banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari
kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan
hingga konflik agama.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa Definisi Kerukunan?
b) Bagaimana kerukunan antar umat beragama?
c) Apa saja kendala-kendalanya?
d) Bagaimana solusinya?
e) Bagaiman kebersamaan umat beragama dalam kehidupan sosial?
f) Apa saja manfaat kerukunan antar umat beragama?

1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Agama Islam dan
untuk menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan antar umat beragama serta
permasalahan yang di hadapi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kerukunan


Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna baik dan damai. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak
menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut
dijadikan pegangan, maka kerukunan adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh
masyarakat manusia. Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang
menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada
penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar
semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan.
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada
ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama
dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu,
memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama,
serta cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika
kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan
kerja sama antarumat beragama.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material
maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (taawun)
dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat
Islam dapat berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.

2.2 Kerukunan Antar Umat Beragama


Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan
agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan
damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap
fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi

3
dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang
untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan
merusak nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama
tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat
beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus
dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti
keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bias diartikan dengan toleransi antar
umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang
dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling
menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang
satu dengan lainnya tidak saling mengganggu. Departemen agama juga menjadikan
kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi
konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural
dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak
saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.

2.3 Kendala-Kendala
2.3.1 Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan
teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan
masalah-masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena
baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi

4
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik.

2.3.2 Kepentingan Politik


Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan
yang paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh
tahun, dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan bangunan dialog yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang
terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri
ini, tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-
saudara kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup
secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan
alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.

2.3.3 Sikap Fanatisme


Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan
yang dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman
keagamaan yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran
agama seharusnya diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih
berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin
keselamatan menusia. Jika orang ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan
orang-orang non-Muslim, menurut perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte
atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin.
Ada banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu

5
saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis,
misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya
untuk meningkatkan keimanan dan mereka yang berada di luar untuk masuk dan
bergabung. Bagi kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan
dianugerahi salvation atau keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-
pandangan setiap sekte dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang
berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.

2.4 Solusi
2.4.1 Dialog Antar Pemeluk Agama
Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal
hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai sejarah konvensional dikembangkan dengan
mencakup bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang
disebut sebagai sejarah baru (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut
sebagai sejarah sosial (social history) sebagai bandingan dari sejarah politik (political
history). Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan
sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut
kedua agama ini di luar bidang politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling
pengertian dan kedamaian, yang pada gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara
damai (peaceful co-existence) di antara para pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain)
akan terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan
agama-agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu,
hampir tidak ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari
lingkungan komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti
dengan meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian
orang dipandang sebagai sebuah negara Kristen, telah berubah menjadi negara yang secara
keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami

6
kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara
agama-agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-
waktu tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang
memunculkan krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi
hal ini seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi
feature utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari
pertukaran (exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara
longgar dapat disebut sebagai non-agama.
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di
Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai
tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan,
pada gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.

2.4.2 Bersikap Optimis


Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka,
saling pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap
pesimis. Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam
menghadapi dan menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat
membuat kita bersikap optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam
maupun di luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari
misalnya, di universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat
Studi Agama-agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi
pertanda dan sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran
dan pada akhirnya lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama,
seperti Interfidei dan FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam
menumbuhkembangkan paham pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif
baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik
secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan
berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran

7
semacam ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh
para penganut agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara
pemimpin agama dan umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan
fisik peribadatan dan menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman
(intensity) keberagamaan serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran
agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan,
baik oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun
berkali-kali masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah
bisa membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi
agama autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni
pemerintah, para pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di
negeri kita untuk tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar
teror untuk mengadu domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai
kawan dan mitra daripada sebagai lawan.

2.5 Kebersamaan Umat Beragama Dalam Kehidupan Sosial


2.5.1 Pandangan Agama Islam Terhadap Umat non Islam
Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di
sebut kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima
atau menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia melalui ajaran islam.
Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab,
sebagian dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak
orang yang menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari
orang orang musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli
kitab baik orang yahudi maupun orang nasrani.

8
2.5.2 Tanggung Jawab Sosial Umat Islam
Umat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini.
Bentuk tanggung jawab sosial umat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di antaranya
adalah:
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah
kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan
2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk zakat
maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan taziyah bila ada anggota
masyarakat yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya.
4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik
mental spiritual maupun fisik materialnya.

2.5.3 Amar Maruf dan Nahi Munkar


Amar maruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat baik
dan mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar maruf dan
nahi munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan
tiga tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak memungkinkan.
Bentuk amar maruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi sosial

9
2.6 Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai
faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan pada Negara.
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat
memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam
kehidupan berbangsa.
Beberapa manfaat yang dapat kita perolah dari kebersamaan umat beragama dengan
sikap toleransi antara lain :

2.6.1 Menghindari Terjadinya Perpecahan


Kebersamaan dengan mengabadikan sikap toleransi merupakan solusi agar tidak
terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu
kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam
kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi
maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.
Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang
bersifat universal, berikut firman Allah SWT:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu
Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang
neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (Al-Imran:103)

2.6.2 Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan


Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh
tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia
lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya,
perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama
merupakan salah satu faktor penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.
Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika
masing-masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama,
bahwa setiap penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas

10
dan tanpa tekanan. Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan
untuk memperkokoh silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud
perdamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
Jadi dalam kehidupan sosial, kebersamaan sangat diperlukan antar umat beragama,
karena akan memberikan dampak positif baik pada diri kita maupun lingkungan.
Memberikan rasa kebersamaan yang tinggi dan kasih sayang antar sesama manusia semakin
terasa bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang harus saling menjaga satu sama lain.
Dengan begitu peselisihan, pertengkaran, permusuhan, tak ada nada lagi jika kita
selalu menjaga kebersamaan dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan
masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling
bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara. Cara menjaga sekaligus mewujudkan
kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat
beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama.
Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat
beragama antara lain:
a) Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain
b) Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan
orangnya.
c) Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang
beribadah.
d) Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya menanamkan sejak
dini pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar
sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://putriadri.blogspot.com/2013/04/makalah-agama-tentang-kerukunan-antar.html diakses
pada tanggal 10 Mei 2017
http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-beragama.html diakses
pada tanggal 10 Mei 2017

http://karanindah.blogspot.com/2012/12/manfaat-kebersamaan-antar-umat-beragama.html
diakses pada tanggal 10 Mei 2017

13

Anda mungkin juga menyukai