Anda di halaman 1dari 19

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PALING

AWAL DI INDONESIA

Diajukan Guna Menenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam


di Indonesia

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Haidar Putra Daulay,MA & Dr. Solihah Titin Sumanti, M.Ag

Oleh :

Nurul Pathiyah
NPM :3003213007

PROGRAM MAGISTER PASCA SARJANA

PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUMATERA UTARA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN...............................................................................` 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 1

C. Kerangka Teori..................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

A. Lembaga-Lembaga Pendidikan Paling Awal Di Indonesia ................. 2

1. Diawali Dengan Kontak-Kontak Pribadi Antara Muballigh Dengan

Masyarakat setempat........................................................................ 6

2. Tumbuh Lembaga-Lembaga Pendidikan......................................... 7

a. Mesjid dan Sanggar................................................................... 7

b. Pesantren................................................................................... 9

c. Meunasah, Rangkang dan Dayah.............................................. 10

d. Surau......................................................................................... 11

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 5

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillah ucapan syukur padalah Allah Ta’ala yang telah

memberikan kekuatan berfikir dan kesehatan sehingga makalah dapat

terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alihi wasallam. Beliau telah berjuang untuk

menyebarkan agama Islam sehingga pendidikan Islam tersohor sampai ke

Indonesia. Makalah pada pembahasan ini menceritakan Lembaga-lembaga

Pendidikan Islam paling awal di Indonesia yang dipelopori oleh pendidikan Islam.

Sejrah mencatat bahwa peran Pendidikan Islam Dalam perkembangannya,

pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh munculnya berbagai

lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang amat sederhana, sampai

dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap.

Lembaga pendidikan Islam telah memainkan perannya sesuai dengan

tuntutan masyarakat dan zamannya. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan

tersebut telah menarik perhatian para ahli baik dari dalam maupun luar negeri

untuk melakukan studi ilmiah secara konferensif, oleh sebab itu, penulis

mengharapkan kritikan yang bersifat membangun guna untuk menghilangkan

kesalahan tersebut menuju kesempurnaan dan bisa pula dibaca oleh orang-orang

yang mencari ilmu pengetahuan. Penulis ucapkan terima kasih.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-


satunya pusat berbagai kegiatan. Baik kegiatan keagamaan, sosial
kemasyarakatan, maupun kegiatan pendidikan. Bahkan kegiatan pendidikan yang
berlangsung di masjid masih bersifat sederhana kala itu sangat dirasakan oleh
masyarakat muslim. Maka tidak mengherankan apabila masyarakat dimasa itu
menaruh harapan besar kepada masjid sebagai tempat yang bisa membangun
masyarakat muslim yang lebih baik. Awal mulanya masjid mampu menampung
kegiatan pendidikan yang diperlukan masyarakat. Namun karena terbatasnya
tempat dan ruang, mulai dirasakan tidak dapat menampung masyarakat yang ingin
belajar. Maka dilakukanlah berbagai pengembangan secara bertahap hingga
berdirinya lembaga pendidikan Islam yang secara khusus berfungsi sebagai sarana
menampung kegiatan pembelajaran sesuai dengan tuntutan masyarakat saat itu.
Dari sinilah mulai muncul beberapa istilah lembaga pendidikan di Indonesia
(KM.Akhiruddin, 2015).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil rumusan masalah


“Bagaimana Lembaga-lembaga Pendidikan Islam paling awal di Indonesia.

C. Kerengka Teori

Dalam makalah ini akan membahas kajian tentang Lembaga-lembaga


Pendidikan Islam di Indonesia. Adapun kerangka teori kajian ini adalah: Pertama,
pengertian dari Lembaga Pendidikan Islam Lembaga pendidikan Islam secara
terminologi diartikan sebagai

1
suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga
pendidikan mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan
juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-normadan peraturan-
peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri (Huda, 2020).

Proses masuknya Islam di Nusantara, banyak memunculkan debatable


dikalangan sejarawan. Perdebatan ini menurut Sunanto dikarenakan orang-orang
yang terlibat dalam kegiatan dakwah pada masa awal tersebut tidak bertendensi
apapun selain bertanggung jawab dan menunaikan kewajiban. Dengan demikian
sangat wajar kemudian jika para aktor sejarah ketika itu tidak membuat catatan
sejarah yang mengabadikan peran mereka dalam perjalanan sejarah Islam di
Nusantara (Iskandar, 2018).

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lembaga-Lembaga Pendidikan Paling Awal Di Indonesia


1. Diawali dengan Kontak-Kontak Pribadi antara Muballigh dengan
masyarakat setempat

Pada awal Pendidikan islam itu berlangsung secara informal. Para


muballigh banyak memberikan contoh dan teladan dalam sikap hidup mereka
sehari-hari. Para muballigh itu menunjukkan akhlakul karimah, hingga
masyarakat yang didatangi menjadi tertarik untuk memeluk agama islam dan
mencontohkan perilaku mereka.

Lewat pergaulan antara muballigh dan masyarakat sekitar dan terkadang


juga lewat perkawinan antara pedagang muslim atau mubaligh dengan masyarakat
sekitar, terbentuklah masyarakat muslim. Masyarakat muslim inilah merupakan
cikal bakal tumbuh dan berkembangnya kerajaan Islam.

Setelah masyarakat muslim disuatu daerah terbentuk, maka yang menjadi


perhatian mereka buat pertama sekali adalah mendirikan rumah ibadah (masjid,
Langgar atau mushollah). Apa sebab?, karena kaum muslimin itu diwajibkan
untuk sholat lima waktu sehari semalam dan sangat dianjurkan untuk berjamaah.
Kemudian sekali seminggu diwajibkan untuk melaksanakan sholat jumat. Jadi,
suatu hal yang tidak boleh tidak mesti ada di lingkungan masyarakat muslim
adalah rumah ibadah.

Didalam sejarah Islam sejak zaman Nabi Muhammad Saw telah


difungsikan rumah ibadah tersebut sebagai tempat Pendidikan. Rasul menjadikan
masjid Nabawi untuk berlangsungnya proses Pendidikan didalamnya. Perbuatan
beliau ini diteru oleh khaligfah-khalifah sesudah beliau. Baik Khulafaur Rasyidin,
maupun khalifah-khalifah Bani Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah, Usmaniyah
dan lain sebagainya. Dengan demikian, masjid berfungsi sebagai tempat

3
Pendidikan merupakan suatu keharusan dikalangan masyarakat muslim (Daulay,
2012).

Tentu saja setelah terbentuknya masyarakat muslim pada daerah tertentu di


Indonesia, dapat dipastikan bahwa mereka membangun masjid, dan dengan
adanya masjid tersebut dapat pula dipastikan bahwa mereka menggunakan untuk
melaksanakan proses Pendidikan islam didalamnya, dan sejak saat itu pula mulai
berlangsungnya Pendidikan nonformal (Daulay, 2018).

Selain dari proses diatas yakni dimulai dari terbentuknya pribadi-pribadi


muslim kemudian dari kumpulan pribadi-pribadi tersebut membentuk masyarakat
muslim dan dari situ mjnculnya kerajaan islam, tetapi juga bisa terjadi pada
muballigh terlebih dahulu mengislamkan penguasa setempat, dan dengan
demikian masyakat atau rakyatnya memeluk agama Islam, seperti yang terjadi
pada beberapa kerajaan yaitu kerajaan malaka, dengan demikian terbentuk pulalah
secara otomatis masyarakat muslim (Daulay, 2019).

Inti dari materi Pendidikan pada masa awal tersebut adalah ilmu-ilmu
agama yang di konsentrasikan dengan membaca kitab-kita klasik. Kitab-kita
klasik adalah menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama seseorang.
Pendidikan islam yang sedemikian rupa amat kontras dengan Pendidikan barat
yang dibangun oleh pemerintah colonial belanda ini bersifat “sekuler”, tidak
mengajarkan sama sekali ilmu-ilmu agama disekolah-sekolah pemerintah. Sama
hal nya dengan Pendidikan Islam dikala ini tidak mengajarkan sama sekali ilmu-
ilmu umum. Kenyataan ini membuat terpolanya Pendidikan di Indonesia pada
Ketika ini dengan dua system yang saling kontras tersebut.

Sesuai dengan gencarnya suara pembaharuan pemikiran Islam yang


dicanangkan oleh para pembaru muslim dari berbagai negara seperti mesir, india,
turki, akhirnya sampai juga gaung pembaharuan itu ke Indonesia. Salah satu
dampak dari suatu pembaharuan itu adalah munculnya pembaharuan di bidang
Pendidikan islam.

4
Diawal abad ke 20 muncullah ide-ide pembaharuan Pendidikan islam di
Indonesia, ide muncul disebabkan sudah mulai banyak orang yang tidak pusa
dengan system Pendidikan yang berlaku saat itu, pertama dari segi isi (Materi),
kedua dari segi metode, Ketika manajemen dan administrasi Pendidikan.

Dari segi isi (materi) yang disampaikan sudah ada kegiatan untuk
memasukkan materi pengetahuan umum kedalam isi pengajaran pada Ketika itu.
Dari segi metode tidak hanya menggunakan metode sorongan, wetonan, hafalan
tetapi juga diinginkan metode-metode baru yang sesuai dengan perkembangan
zaman. Selanjutnya keinginan untuk me-manage Lembaga Pendidikan Islam,
telah muncul dengan diterapkannya system klasikal dan pemberlakuan
administrasi Pendidikan.

Apa sebetulnya yang melatar belakangi timbulnya pembaharuan tersebut?


Hai ini disebabkan karena dua hal, pertama, daya dorong dari ajaran islam itu
sendiri yang mendorong umat islam untuk memotivasi umatnya untuk melakukan
pembaharuan dan juga kondisi umat Islam yang jauh tertingal dalam bidang
Pendidikan. Kedua, daya dorong yang muncul dari para pembaharu pemikiran
Islam yang di Inspirasi dari berbagai tokoh-tokoh pembaharu pemikuran islam
pada Ketika itu.

Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia semakin memperlihatkan


dinamikanya sejak Indonesia merdeka, pesantren berkembang dari bentuk
tradisional (Salafi) berkembang pada pesantren modern (Khalafi) sehingga
pesantren bentuk kedua ini berkembang hampir di seluruh Indonesia. Ke
modernan ini dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara
materi ilmu-ilmu, kedua, metode pelajaran telah bervariasi, tidak hanya semata-
mata memakai metode sorongan, wetonan dan hafalan, ketiga, dikelola
berdasarkan prinsip-prinsip manajemen (Daulay, 2018).

Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di pondok pesantren


adalah sebagai berikut:

5
a. Wetonan Metode wetonan yaitu kyai membacakan salah satu kitab di
depan para santri yang juga memegang dan memerhatikan kitab yang
sama. Dengan metode tersebut, santri hanya menyimak, memerhatikan,
dan mendengarkan pembacaan dan pembahasan isi kitab yang dilakukan
oleh kyai. Tidak digunakan absensi kehadiran, evaluasi, dan tidak ada pola
klasikal Dalam proses belajarnya, biasanya kyai dikelilingi santrinya yang
membentuk lingkaran, yang disebut halaqah.
b. Metode sorogan adalah metode pembelajaran sistem privat yang dilakukan
santri kepada seorang kyai. Dalam metode sorogan ini, santri datang
kepada kyai dengan membawa kitab kuning atau kitab gundul, lalu
membacanya di depan kyai dan menerjemahkannya. Metode sorogan
sebagai metode yang sangat penting untuk para santri,terutama santri yang
bercita-cita menjadi kyai. Karena dengan metode sorogan, santri akan
memperoleh ilmu yang meyakinkan dan lebih fokus kepada persyaratan
utama menjadi kyai, yakni memahami ilmu alat dalam ilmu-ilmu yang
paling prinsipil di pondok pesantren (KM.Akhiruddin, 2015).
2. Tumbuh Lembaga-Lembaga Pendidikan
Pendidikan Islam juga soal sosial, sehingga dalam kelembagaannya ia

tidak bisa dilepaskan dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Lembaga disebut

juga dengan institusi atau pranata, sedangkan lembaga sosial adalah suatu bentuk

organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola tingkah laku, peranan-peranan dan

relasi-relasi dan terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas formal

dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan- kebutuhan sosial dasar.Dalam

proses pembudayaan umat, keberadaan kelembagaan Pendidikan dalam

masyarakat merupakan syarat mutlak (conditioncine qua non) dengan tugas dan

tanggung jawab kultural-edukatif terhadap anak didik (masyarakat) (Maunah,

2015).

6
Dalam pokok bahasan ini, masih ada perdebatan tentang lemaba apa saja

yang layak disebut sebagai lembaga pendidikan Islam. Menurut Hamdani Ali,

sebagaimana dikutip oleh Muhaimin dan Abdul Mujib, wujud Lembaga

Pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Mesjid Dan Langgar

Masjid fungsi utamanya adalah untuk tempat shalat yang lima waktu

ditambah dengan sekali seminggu dilaksanakan shalat jum’at dan dua kali setahun

dilaksanakan shalat hari raya Idul fitri dan Idul Adha. Selain dari masjid ada juga

tempat ibadah yang disebut langgar, bentuknya lebih kecil dari masjid dan

digunakan hanya tempat shalat lima waktu, bukan untuk tempat shalat jum’at.

SelainSelain dari fungsi utama masjid dan langgar difungsikan juga untuk tempat

pendidikan. Di tempat ini dilakukan pendidikan buat oreng dewasa adalah

penyampaian-penyampaian ajaran Islam oleh mubaligh kepada para jama’ah

dalam bidang yang berkenaan dengan akidah, ibadah dan akhlak.

Sedangkan pengajian untuk anak-anak berpusat kepada pengajian Al-

Qur’an menitik beratkan kepada kemampuan membacanya dengan baik sesuai

dengan kaedah-kaedah bacaan dan juga diberi pendidikan keimanan ibadah dan

akhlak (Iskandar, 2018).

Istilah langgar dipakai untuk menunjuk bangunan kecil—biasanya

berbentuk segi empat seperti bangunan mesjid namun lebih kecil-- yang berdiri di

sekitar rumah-rumah komunitas muslim. Secara umum bangunan tersebut

digunakan sebagai tempat ibadah salat (selain salat jum’at). Oleh karena itu,

langgar sering disebut pula musolla (tempat salat). Selain sebagai tempat salat,

7
beberapa langgar menjadi tempat belajar agama tingkat dasar. Istilah lain yang

hampir sama dengan langgar adalah tajug dan surau.

Langgar lebih dikenal di Jawa-Madura, tajug di Pasundan Jawa Barat,

sedangkan surau digunakan secara luas di Minangkabau, Tanah Batak, Sumatera

Tengah, Sumatera Selatan. Bahkan di Semenanjung Malaya dan Patani (Thailand

Selatan) istilah surau juga dikenal (Kosim, 2009).1

Di Minangkabau, surau dibedakan menjadi; surau kecil, yang dapat

menampung sampai 20 murid; surau sedang, yang dapat menampung sampai 80

murid; dan surau besar, yang muridnya berkisar antara 100 sampai 1000 orang.

Surau kecil lebih kurang sama dengan langgar atau musolla di Jawa-Madura, yang

umumnya menjadi tempat belajar al-Qur’an dan tempat salat. Sedangkan surau

sedang dan besar sengaja didirikan sebagai lembaga pendidikan Islam dalam

pengertian yang luas. Keberadaan surau sedang dan besar ini dapat disamakan

dengan pesantren di Jawa atau pondok di Malaysia. Di Malaysia, setidaknya di

wilayah Kelantan, surau dibedakan men- jadi dua; surau kecil dan surau besar.

Surau kecil memiliki fungsi yang sama dengan surau kecil di Minangkabau atau

langgar di Jawa- Madura. Surau besar berfungsi seperti mesjid di Indonesia,

dalam hal memiliki fungsionaris keagamaan yang lengkap seperti khâtib, imâm,

bilâl, ‘âmil, dan lain-lain.

1
Fenomena yang cukup unik tentang langgar terjadi di pulau Madura. Di wilayah ini
ditemukan bangunan langgar di hampir setiap rumah penduduk, utamanya di daerah pedesaan.
Bangunan langgar biasanya merupakan satu kesatuan dengan bangunan rumah, dapur, dan
kandang (rumah hewan). Kesemuanya disebut tanéan, artinya halaman yang dikelilingi oleh rumah
dan bangunan yang lain. Kalau komplek perumahan itu terdiri dari beberapa rumah, maka disebut
tanéan lanjeng (halaman panjang). Bangunan langgar selalu berada di ujung halaman bagian barat
sebagai simbolisasi lokasi Ka’bah yang merupakan kiblat orang Islam ketika melakukan ibadah
salat.

8
Dalam konteks historis, keberadaan langgar di Indonesia tidak bisa

dipisahkan dari tradisi pra-Islam. Sebelum Islam datang, menurut Sidi Gazalba,

bangunan langgar/surau sudah dikenal luas dalam masyarakat Hindu-Budha.

Awalnya surau berupa bangunan kecil yang terletak di puncak bukit atau di

tempat yang lebih tinggi dari bangunan sekitarnya. Bangunan tersebut berfungsi

sebagai tempat perumahan peribadatan umat Hindu-Budha, tempat berkumpulnya

anak-anak muda mempelajari sejumlah pengetahuan dan keterampilan, dan

sebagai tempat berkumpul kaum lelaki dewasa. Setelah Islam datang, lembaga

tersebut mengalami proses islamisasi.8 Mansurnoor juga mengatakan bahwa

langgar merupakan tradisi agama asli Asia Teng- gara yang telah mengalami

proses islamisasi. Dia mencontohkan kasus penganut Budha di Thailand dan

Burma, yang sebagian besar memiliki sebuah kuil keluarga yang fungsinya tidak

terlalu berbeda dengan langgar di kalangan umat Islam, demikian pula umat

Hindu di Bali (Kosim, 2009).

b. Pesantren

Ditinjau dari segi sejarah, belum ditemukan data sejarah, kapan pertama

sekali berdirinya pesantren, ada pendapat mengatakan bahwa pesantren telah

tumbuh sejak awal masuknya Islam ke Indonesia, sementara yang lain

berpendapat bahwa pesantren baru muncul pada masa Walisongo dan Maulana

Malik Ibrahim dipandang senangi orang yang pertama mendirikan pesantren.

Inti dari pesantren itu adalah pendidikan ilmu agama, dan sikap beragama.

Karenanya mata pelajaran yang diajarkan semata-mata pelajaran agama.

Pada tingkat dasar anak didik baru diperkenalkan tentang dasar agama, dan Al-

9
Qur’an Al-Karim. Setelah berlangsung beberapa lama pada saat anak didik telah

memiliki kecerdasan tertentu, maka mulailah diajarkan kitab-kitab klasik. Kitab-

kitab klasik ini juga diklasifikasikan menjadi tingkat dasar, tingkat menengah dan

tinggi (Djafri, 2017).

c. Meunasah, Rangkang dan Dayah

Secara epistemologi meunasah berasal dari perkataan madrasah, tempat belajar

atau sekolah. Ditinjau dari segi pendidikan awal bagi anak- anak yang dapat

disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Dimeunasah diajarkan menulis,

membaca huruf arab, almu agama dan ilmu bahasa Jawi, akhlak. Di tinjau dari

segi pendidikan, meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang

dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Di meunasah para murid di ajar

menulis, membaca huruf Arab, ilmu agama, dan akhlaq. Meunasah dipimpin oleh

seorang tengku, yang di Aceh besar disebut tengku meunasah. Tengku meunasah

bertugas untuk membina agama di suatu tempet- tempat tertentu.

Rangkang adalah tempat tinggal murid, yang dibangun disekitar masjid.

Tiap-tiap kampung harus ada satu meunasah. Masjid berfungsi sebagai tempat

kegiatan pendidikan. Pendidikan di Rangkang ini terpusat kepada pendidikan

agama, disini telah diajarkan kitab-kitab yang berbahasa arab. Tingkat pendidikan

ini jika dibandingkan dengan sekolah saat sekarang setingkat sekolah lanjutan

pertama.

Sistem pendidikan di Rangkang ini sama dengan sistem pendidikan di

Pesantren, murid-murid duduk membentuk lingkaran dan guru menerangkan

10
pelajaran, berbentuk halakah, metode yang disampaikan di dunia pesantren

disebut dengan wetonan dan sorogan.

Dayah berasal dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah pada mulanya

merujuk kepada sudut dari satu bangunan, dan sering di kaitkan dengan masjid.

Disudut masjid itu terjadi proses pendidikan antada pendidik dengan terdidik.

Selanjutnya zawiyah dikaitkan tarekat-tarekat sufi, dimana seorang syekh atau

mursyid melakukan kegiatan pendidikan kaum sufi.

Dayah adalah sebuah Lembaga pendidikan yang mengajarkan mata

pelajaran agama yang brsumber dari bahasa arab, misalnya fiqih, bahasa Arab,

Tauhid, tasawuf, dll, tingkat pendidikannya adalah sama dengan tingkat Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (Djafri, 2017).

d. Surau

Surau, istilah Melayu-Indonesia “surau”, dan kontraksinya “suro”, adalah

kata yang luas penggunaannya di Asia Tenggara. Sejak waktu yang sangat lama,

dalam pengertian yang sama, istilah ini kelihatannya banyak digunakan di

Minangkabau, Sumatera Selatan, Semenanjung Malaysia, Sumatera Tengah dan

Patani (Thailand Selatan). Secara bahasa, kata “surau” berarti “tempat” atau

“tempat penyembahan”. Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil

yang dibangun untuk penyembahan arwah nenek moyang. Karena alasan inilah,

surau paling awal biasanya dibangun di puncak bukit atau tempat yang lebih

tinggi dari lingkungannya.

Surau merupakan lembaga pendidikan tertua di Minangkabau, bahkan

sebelum Islam masuk ke Minangkabau surau sudah ada. Dengan datangnya Islam,

11
surau juga mengalami proses islamisasi, tanpa harus mengalami perubahan nama.

Selanjutnya surau semakin berkembang di Minangkabau. Di samping fungsinya

sebagai tempat beribadah (shalat), tempat mengajarkan Al- Qur'an dan Hadis serta

ilmu lainnya, juga sebagai tempat musyawarah, tempat mengajarkan adat, sopan

santun, ilmu beladiri (silat Minang) dan juga sebagai tempat tidur bagi pemuda

yang mulai remaja dan bagi laki-laki tua yang sudah bercerai. Ini barangkali sudah

merupakan aturan yang berlaku di Minangkabau, karena di rumah orang tuanya

tidak disiapkan kamar untuk anak laki- laki remaja atau duda, maka mereka

bermalam di surau. Hal ini secara alamiah menjadi sangat penting, karena dapat

membentuk watak bagi generasi muda Minangkabau, baik dari segi ilmu

pengetahuan maupun ketrampilan praktis.

Setelah Islam berkembang, arsitektur bangunan surau di Minangkabau

masih terpengaruh oleh budaya dan kepercayaan setempat. Misalnya, puncak

bangunan surau ada yang bergonjong. Ini sebagai refleksi dari kepercayaan mistis

tertentu dan belakangan sebagai lambang adat Minangkabau.

Dengan berkembangnya lembaga pendidikan surau ini, terjadi transformasi

ilmu pengetahuan dan budaya terhadap pemuda-pemuda Minang. Ilmu yang

didapatkan di surau ini tidak hanya ilmu agama saja, tetapi juga ilmu yang

dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pengetahuan adat, ilmu bela diri,

sopan santun, kemandirian dan sebagainya. Surau ini walaupun ada yang

berbentuk masjid, tetapi tidak sama dengan masjid. Surau di Minangkabau tidak

dilakukan shalat Jum'at padanya, sementara masjid tempat dilaksanakan shalat

Jum'at.

12
Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi

keagamaannya semakin penting yang diperkenalkan pertama kali oleh Syekh

Burhanuddin Ulakan, Pariaman. Pada masa ini, eksistensi surau di samping

sebagai tempat shalat juga digunakan oleh Syekh Burhanuddin sebagai tempat

mengajarkan agama Islam, khususnya tarekat (suluk) (Zein, 2012).

13
BAB III

KESIMPULAN

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang konon

tertua serta tumbuh dan berkembang di Indonesia khususnya di pulau Jawa yang

khas Indonesia dan sampai saat ini tetap survive. Untuk bisa dikatakan sebuah

pesantren sekurang-kurangnya harus memiliki kyai, santri, masjid, dan pondok.

Sosok kyai dalam lembaga pesantren memberikan kesan yang luar biasa yang

harus disegani dan dihormati baik oleh santrinya maupun masyarakat sekitar. Ini

karena seorang kyai merupakan tempat bertanya atau sumber referensi, tempat

menyelesaikan masalah dalam segala urusan, serta tempat meminta nasihat dan

fatwa.

Surau berasal dari Sumatera Barat tepatnya di Minangkabau. Sebelum

menjadi lembaga pendidikan Islam, surau pernah digunakan sebagai tempat

peribadatan agama Hindu-Budha. Bagi masyarakat Sumatra Barat, surau tidak

hanya berfungsi sebagai tempat belajar saja tetapi juga bersungsi untuk kegiatan

lainnya seperti tempat rapat, berkumpul, dan kegiatan lainnya. Dalam sejarah

lembaga pendidikan Islam, surau telah mampu melahirkan ulama-ulama besar

yang disegani banyak masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA

Daulay, H. P. (2012). Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia (p. 44).

Daulay, H. P. (2018). Sejarah Pertumbuhan & Perkembangan Pendidikan Islam


Di Indonesia. In Penerbit Universiti Sains Malaysia.
http://mcp.anu.edu.au/papers/darwis/bab1.html%0Ahttp://mcp.anu.edu.au/
papers/darwis/Utama.html

Daulay, H. P. (2019). Pendidikan Islam Di Indonesia Historis dan Eksistensi.


938/MENKES/SK/VIII/2017 Tentang Asuhan Standar Kebidanan

Djafri, M. T. (2017). NUKHBATUL ‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam.


Jurnal Bidang Keislaman, 3(1), 42–49.

Huda, A. (2020). Lembaga Dan Sistem Pendidikan Islam Di Indonesia. Tarbiyatul


Misbah (Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan), 228–244.
https://jurnal.stitmugu.ac.id/index.php/pai/article/view/89

Iskandar. (2018). Sejarah Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia sebelum


Kemerdekaan (Abad 7 dan 8 Masehi). Nukhbatul ’Ulum, 4(2), 55–65.
https://doi.org/10.36701/nukhbah.v4i2.41

KM.Akhiruddin. (2015). Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara. Jurnal


Tarbiya, 1(1), 212–213.
Kosim, M. (2009). Langgar Sebagai Institusi Pendidikan. Tadrîs, 4(2), 239.
Maunah, B. (2015). Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia: Kajian Deskripsi-
Analitik Model Lembaga Pendidilan Islam. Empirisma, 24(2), 264–274.
https://doi.org/10.30762/empirisma.v24i2.23

Zein, M. (2012). Sistem Pendidikan Surau : Karakteristik, Isi Dan Literatur


Keagamaan. Ta’dib, 17(02), 255–270.

15
16

Anda mungkin juga menyukai