Dosen Pengampu:
Oleh :
T.A 2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................... i
BAB I: PENDAHULUAN...............................................................................` 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
BAB II PENUTUP........................................................................................... 10
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak kaidah fiqih yang ruang lingkup dan cakupannya lebih sempit dan
isi kandungannya lebih sedikit. Kaidah yang semacam ini hanya berlaku dalam
cabang-cabang fiqih tertentu, dan disebut al-qawaid al-fiqhiyah al-khashshah atau
juga disebut al-dhabith oleh Sebagian ulama. Kemudian dalam pembandingannya
pun berbeda, ada yang membidangkan kepada empat bidang saja, yaitu bidang
ibadah, bidang jual beli, bidang pengakuan dan bidang munakahat.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Al-Qur’an dan hadis untuk bidang selain ibadah mahdhah dan hukum
keluarga islam hanya menentukan garis-garis besarnya yang tercermin dalam
dalil-dalil kulli (bersifat umum), maqashid al-syariah (tujuan hukum), semangat
ajaran dan kaidah-kaidah kulliyah. Hal ini tampak erat kaitannya dengan fungsi
manusia yang selain sebagai hamba Allah juga sebagai khalifa fi al-ardh.
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. Dikutip dari situs Pengadilan Agama Jepara,
Asbabun Nuzul surat Az Zariyat ayat 56 adalah ketika para malaikat mengetahui
rencana Allah SWT menciptakan khalifah di bumi.(qs. Adz-Dzariyaat:56)
3
Artinya: Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. Dia telah
menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. (Qs-Hud:61)
Kedua fungsi ini sebagai Amanah dari Allah (Qs. Ahzab:72) harus
ditunaikan dalam kehidupannya didunia agar tercapai kebahagiaan dunia dan
akhirat (Qs. Al-Baqarah:201), yang tujuan akhirnya meraih keridhoan Allah swt
(Qs.Al-Baqarah: 207 dan 265; Qs An-Nisa’ 114; al-Lail:20 dan Al-Fajr:28).
4
Kaidah-kaidah fikih dibidang muamalah mulai dari kaidah asasi dan
cabangnya, kaidah umum dan kaidah khusus yang kemudia di himpun oleh
ulama-ulama turki zaman kekhalifahan zaman turkey Usmani tidak kurang dari 99
kaidah, yang termuat dalam majalah al-ahkam al-adliyah. Kesembilan puluh
Sembilan tadi menjadi acuan dan menjadi jiwa dari 1851 pasal tentang transaksi
yang tercantum dalam majalah al-ahkam al-adliyah.
Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa kaidah fikih yang khusus
dibidang muamalah, karena kaidah asasi dan cabang-cabangnya serta kaidah
umum, telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya. Di antara kaidah khusus di
bidang muamalah ini adalah:
1. احةُ اِالَّ َأ ْن يَ ُد ٌل َدلِ ْي ٌل َعلَي تَحْ ِر ْي ِمهَا ِ اَألصْ ُل ِفي ال ُم َعا َملَ ِة
َ َاال ب
“hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi
pada dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama
(mudharabah atau musyarakah), perwakilan dan lain-lain, kecuali yang tegas-
tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan judi dan riba.
َ اَألصْ ُل ِف ْي ال َع ْق ِد ِر
2. ض الُتَ َعا ِق َدي ِْن َونَتِ َجتُهُ َما اِلتَ َز َماهُ بِاالتَ َعاقُ ِد
“Hukum asal dalam transaksi adalah keridhoan kedua belah pihak yang
berakad, hasilnya adalah berlaku sah yang diakad kan”
5
Keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu,
transaksi barulah sah apabila didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak.
Artinya, tidak sah akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau
dipaksa atau juga merasa tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling
meridhoi, tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang
keridhoaannya, maka akad tersebut bisa batal. Contohnya seperti pembeli merasa
tertipu karena dirugikan oleh penjual karena barangnya terdapat cacat.
Atas dasar kaidah ini, maka sipenjual harus memiliki barang yang dijual
atau wakil dari pemilik barang atau yang diberi wasiat atau wakilnya. Tidak ada
hak orang lain pada barang yang dijual
Akad yang batal dalam hukum islam dianggap tidak ada atau tidak pernah
terjadi. Oleh karena itu, akad yang batal tetap tidak sah walaupun diterima oleh
salah satu pihak. Contohnya Bank syariah tidak boleh melakukan akad dengan
Lembaga keuangan yang lain yang menggunakan system bunga, meskipun system
bunga dibolehkan oleh pihak lain, karena system bunga sudah dinyatakan haram
oleh dewan syariah Nasional. Akad baru sah apabila Lembaga itu mau
6
menggunakan akad-akad yang diberlakukan pada perbankan syariah, yaitu akad-
akad atau transaksi tanpa menggunakan system bunga.
Yang disebut dengan dhaman atau ganti rugi dalam kaidah tersebut adalah
mengganti dengan barang yang sama. Apabila barang tersebut ada dipasaran atau
membayar seharga barang tersebut apabila barangnya tidak ada dipasaran
(Majalah ahkam al-Adliyah pasal 416)
ُ ض َم
7. ان َ
َّ الخ َرا ُج بِال
“Manfaat suatu benda merupakan faktor pengganti kerugian”
7
Asal Al-Kharaj adalah sesuatu yang dikeluarkan baik manfaat benda
maupun pekerjaan, seperti pohon mengeluarkan buah, atau Binatang
mengeluarkan susu. Sedangkan al-dhaman adalah ganti rugi.
8. الخ ْن ِم
َ ِالخرْ ُم ب
َ
“Resiko itu menyertai manfaat”
8
ِ َال َع ْق ُد َعلَى اَأل ْعي
10. ان كا َ ل َع ْق ِد َعلَى َمانَفِ ِع ِه
“Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap
manfaat benda tersebut”.
Objek suatu akad bisa berupa barang tertentu, misalnya jual beli, dan bisa
pula manfaat berupa suatu barang seperti sewa menyewa. Bahkan sekarang
objeknya bisa berupa seperti jasa seperti jasa broker. Maka pengaruh hukum dari
akad yang objeknya barang atau manfaat dari barang adalah sama, dalam arti
hukum dan sayaratnya sama.
Akad mu’awadhah adalah akad yang diberlakukan oleh dua pihak yang
masing-masing memiliki hak dan kewajiban, seperti jual beli, satu pihak (penjual)
berkewajiban menyerahkan barang dan berhak terhadap harga barang yang
dibelinya. Dalam akad yang semacam ini tidak sah apabila dibatasi waktunya,
sebab akad jual beli tidak dibatasi waktunya. Apabila waktunya dibatasi maka
bukan jual beli tapi sewa menyewa.
9
tersebut adalah batal. Kaidah ini juga bisa masuk dalam fikih syasyah, apabila
dilihat dari sisi kewenangan dari atasan kepada bawahannya
Akad tabarru’ adalah akad yang dilakukan demi untuk kebajikan semata
seperti hibah atau hadiah. Hibah tersebut belum n=mengikat sampai penyerahan
barangnya dilaksanakan.
Maksud kaidah ini adalah sesuatu yang dibolehkan oleh syariah baik
melakukan atau meninggalkannya, tidak dapat dijadikan tuntutan ganti rugi.
Contohnya si A menggali sumur ditempat miliknya sendiri. Kemudia Binatang
tetangganya jatuh kedalam sumur tersebut dan mati. Maka tetangga tadi tidak bisa
menuntut rugi kepada si A, sebab menggali sumur ditempatnya sendiri dibolehkan
oleh syariah.
َّ ع َش ْي ٌء ِم ْن يَ ٍد َأ َح ٍد ِإالَّ بِ َح
ٍ ِق ثَاب
15. ت ُ الَ يَ ْن َز
“Sesuatu benda tidak bisa dicabut dari tangan seseorang kecuali atas dasar
ketentuan hukum yang telah ditetapkan”
Sesungguhnya berdasarkan kaidah ini, adalah sah dalam setiap akad jual
beli, sewa menyewa dan lain-lainnya, akad untuk menyebut “qabiltu” (saya telah
terima) dengan tidak mengulangi rincian dari ijab.rincian ijab itu, seperti saya jual
10
barang ini dengan harga sekian dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya
terima”
Contohnya, seperti dalam hal gadai emas kemudia ada syarat bahwa
apabila barang gadai tidak ditebus dalam waktu sekian bulan, maka penerima
gadai berhak untuk menjualnya atau syarat kebolehan memilih, syarat tercatat
dinotaris.
Kaidah no. 17 dan 18 ini sering pula disebut dhabith karena merupakan
bab tertentu dari satu budang hukum. Tetapi ada pula yang menyebutnya kaidah
seperti dalam al-subki. Tampaknya lebih tepat disebut kaidah tafshiliyah atau
kaidah yang detail.
“ Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan
riba”
11
ض َج َّر نَ ْفعًافَهُ َو َح َر ٌم
ٍ ْقُلُّ فَر
“Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah haram”
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Ali Ahmad Al- Nadwi, al-Qawaid al-Fiqhiyah, cet.V, Beirut: Dar al-Qalam, 1420
H/1998 M, hlm. 95.
Mustafa Ahmad Al-Zarqa, Al-Fiqh, Al-Ihsan fi Tsaubihi al-Jadid, Beirut: Dar al-
Fikr, 1965, Lihat juga Al- Djazulu, Hukum Perdata Islam, hlm. Xxx
14