Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FIQIH

WAKALAH DAN SULHU

OLEH :
Muhammad Eagel Triutama
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Dengan rahmat Allah swt. Atas curahan nikmat dan karunianya.
Makalah Wakalah dan Sulhu dalam memenuhi tugas yang diberikan oleh bunda dapat penulis
selesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad. Amin
Saya ucapkan terima kasih kepada Pak Atan yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Juga segenap teman-teman yang membantu saya dalam penulisan makalah ini.
Dengan dibuatnya makalah ini, semoga menjadi motivasi dan inspirasi dalam meneladani setiap
alur peristiwa sejarah islam hingga masa jayanya.
Saya ucapkan terima kasih kepada segenap teman-teman X MIA I yang telah mendukung dan
memberikan aspirasinya dalam penulisan makalah ini. Semoga menjadi petunjuk dan hidayah
kita untuk meraih rahmat dan ridho Allah swt.
Penulis menyadari segala kekurangansempurnaan, untuk itu penulis memohon maaf sebesar-
besarnya atas kesalahan tersebut dan kritik serta saran diperlukan dalam penulisan makalah ini.
Semoga Makalah Fiqih dan Syariah Islam bernilai ibadah jariyah yang terus mengalir bagi
penulis. Amin.

Pekanbaru, 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring perkembangan zaman banyak sekali berdiri bank-bank syari’ah baik di Indonesia
maupun di luar negeri. Itu berarti pertumbuhan bisnis syariah semakin pesat dan khususnya
didunia akuntansi syariah. Kita sebagai umat muslim harus paham mengenai makna, landasan
hukum, syarat transaksi berbasis syari’ah.
             Dengan demikian kami menulis makalah tentang “Wakalah” ini selain kami
berikan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fiqih Muamalah, kami berikan juga
kepada seluruh umat muslim yang membaca makalah ini. Karena isi dan makna dari  makalah
“Wakalah” ini  sangatlah penting untuk kehidupan khususnya didunia perbankan. Mengapa
kita harus mempelajarinya? Karena kita harus mengerti prosedur hutang piutang dengan baik
dan benar menurut syariat islam.
Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan “As-Shulhu” , secara harfiah atau
secara etimologi mengandung pengertian “memutus pertengkaran/perselisihan”. Yang
dimaksud dengan al-Shulh adalah suatu akad yang bertujuan untuk mengakhiri perselisihan
atau persengketaan. Perdamaian dalam syariat islam memiliki dasar hukum yang kuat, yakni
terdapat di dalam Al-Quran dan Sunah Nabi SAW. Serta ijtihad para ulama. Didalam
perdamaian tidak terjadi secara begitu saja namun ada rukun dan syarat-syarat yanag harus
dipenuhi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hikmah yang dapat diambil dari Wakalah dan Sulhu?

2. Apa saja syarat-syarat dan rukun-rukun dalam Wakalah dan Sulhu?

3 Apa tujuan dari penerapan Wakalah dan Sulhu?

4. Apa perbedaan antara Wakalah dan Sulhu?

C. Tujuan Masalah

1. Mendeskripsikan pengertian Wakalah dan Sulhu

2. Mendeskripsikan rukun-rukun serta syarat Wakalah dan Sulhu

3. Menjelaskan hikmah dari Wakalah dan Sulhu

4. Menjelaskan hukum dari Wakalah dan Sulhu


BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Wakalah dalam bahasa Arab berarti menolong, memelihara, mendelegasikan, atau menjadi wakil
yang bertindak atas nama orang yang diwakilinya. Secara istilah, wakalah berarti tolong menolong
antar-pribadi dalam suatu persoalan ketika seseorang tidak mampu secara hukum atau mempunyai
halangan untuk melakukannya.
B. Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampuuntuk
mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untukmenggatikan yang
bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini, telah dilakukan olehorang terdahulu seperti yang
dikisahkan oleh al-Qur’an tentang ashabul kahfi, dimana adaseorang diantara mereka diutus untuk
mengecek keabsahan mata uang yang mereka milikiratusan tahun di dalam gua.
a.Al- Qur’an Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu kepada
orang lain dimana orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yangmewakilkan
sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh agama.Dalil yang dipakai untuk
menunjukkan kebolehan itu, antara lain :QS Al-Kahfi (18:19), QS Al-Baqarah (2:283), QS An-
Nisaa (4:35), QS Yusuf (12:55)
b.Ijma’Ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolongmenolong
atas dasar kebaikan dan taqwa yang diperintahkan oleh Allah SWT danRasul-Nya. Allah SWT
berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat 2
.c.HaditsDalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain
untukberbagai urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan penetapan had
danmembayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.
C. Rukun dan Syarat Wakalah
1. Rukun wakalah :
a. wakil (Penerima kuasa);
b. Muwakil (Pihak yang meminta diwakilkan);
c. Objek akad berupa barang atau jasa;
d. Ijab kabul / serah terima.
2. Syarat wakalah :
a. seorang muwakil, diisyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu pekerjaan yang akan
didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan orang yang tidak memiliki otoritas tersebut
kepada orang lain.
b. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz.
c. Obyek yang diwakilkan harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas apa yang harus
dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan. Obyek tetrsebut memang bisa diwakilkan kepada
orang lain.
d. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang
dilakukan secara verbal, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern

D. Hikmah Wakalah
a.    Saling tolong menolong.
b.   Timbul saling saying-menyangi, percaya-mempercayai dalam kehidupan.
c.    Memperat tali persaudaraan diantara sesamanya.
d.   Mendidik sikap bertanggung jawab terhadap amanh bagi si penerima madat/kuasa.

E. Pengertian Sulhu
Dalam bahasa arab perdamaian diistilahkan dengan “As-Shulhu” , secara harfiah atau
secara etimologi mengandung pengertian “memutus pertengkaran/perselisihan”. Sedangkan
menurut istilah (terminologi) didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1.Menurut imam Taqiy al-Din Abi Bakr ibn Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayatu
al-Akhyar yang dimaksud al-Sulh adalah “akad yang memutuskan perselisihan dua pihak
yang berselisih”.
2.Hasbi Ash-Shidieqy dalam bukunya pengantar fiqh muamalah berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan Al-Shulh adalah “Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar
dalam hak untuk melaksanakan sesuatu, dengan akad itu dapat hilang perselisihan”.
[Hasbie Ash-Shidieqy,Pengantar Fiqh Muamalah,(Bulan Bintang: Jakarta,1984),hlm.92.]
3.Sulaiman Rasyid berpendapat bahwa yang dimaksud Al-Shulh adalah akad perjanjian
untuk menghilangkan dendam, permusuhan, dan perbantahan. [Sulaiman Rasyid,fiqh
Islam,(at-Tahairiyyah: Jakarta, 1976),hlm.151-152.]
4.Sayyid Sabiq berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-Shulh adalah suatu jenis
akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.
F. Hukum Sulhu
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan
terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara
pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur’an,
sunah rasul dan ijma.
‫األخ َرى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَ ْب ِغي َحتَّى تَفِي َء إِلَى‬
ْ ‫َت إِحْ دَاهُ َما َعلَى‬ ْ ‫طائِفَتَا ِن ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ ا ْقتَتَلُوا فَأَصْ لِحُوا بَ ْينَهُ َما فَإ ِ ْن بَغ‬ َ ‫َوإِ ْن‬
ْ ْ ‫هَّللا‬ ُ ْ َ ْ
)٩( َ‫ت فَأصْ لِحُوا بَ ْينَهُ َما بِال َع ْد ِل َوأق ِسطوا إِ َّن َ ي ُِحبُّ ال ُمق ِس ِطين‬ َ ْ ‫أَ ْم ِر هَّللا ِ فَإ ِ ْن فَا َء‬
Artinya : dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil. (QS. Al-Hujurat : 9)”.
Mengenai hukum shulhu diungkapkan juga dalam berbagai hadits nabi, salah satunya
yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan  Imam Tirmizi  yang artinya “perdamaian dibolehkan
dikalangan  kaum muslimin, kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang haram. Dan orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu)
bergantung pada syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Turmuzi)”.
Pesan terpenting yang dapat dicermati dari hadits di atas bahwa perdamaian
merupakan sesuatu yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan
dengan ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali
tidak dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas di dalam islam. Orang-orang
islam yang terlibat di dalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan perdamaian tidak
berisikan hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum; yang halal menjadi haram
atau sebaliknya.
Dasar hukum lain yang mengemukakan di adakannya perdamaian di antara para
pihak-pihak yang bersengketa di dasarkan pada ijma.

G. Rukun dan Syarat Shulhu


Rukun-rukun Al-Shulh adalah sebagai berikut:
1. Mushalih,yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk
menghilangkan permusuhan atau sengketa.
2.      Mushalih‘anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan
3.      Mushalih’alaihi, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap
lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah badal
al-Shulh.
4.      Shigat, ijab dan Qabul diantara dua pihak yang melakukan akad perdamaian. [Hendi
Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), hlm.172.]
Ijab kabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya
ijab Kabul yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai
denganmu, kubayar utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain
menjawab “ Telah aku terima”.
Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan:
1) Menyangkut subyek, yaitu musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian  
perdamaian)
Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang
cakap bertindak menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus
orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan
haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan
atau wewenang itu seperti :
a. Wali, atas harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.
b. Pengampu, atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya
c. Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.

2)      Menyangkut obyek perdamaian


Tentang objek perdamaian haruslah memenuihi ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda
tidak berwujud seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat
diserah terimakan, dan bermanfaat.
b. Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan,
yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang sama.

3)      Persoalan yang boleh di damaikan


Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah
hanyalah sebatas menyangkut hal-hal berikut :
a. Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat di nilai
b. Pertikaian menyangkut hal manusia yang dapat diganti
Dengan kata lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan
muamalah (hukum privat). Sedangkan persoalan-persoalan yang menyangkut hak
Allah tidak dapat di lakukan perdamaian. [Pasaribu & K. Lubis,Hukum….,.hlm.28-
30]
H. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur tangan piha
lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan di antara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan. Disalin dari
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan inti yakni bahwasanya Al-Sulh dalam bahasa
arab yang diartikan sebagai perdamaian yang bertujuan memutus perselisihan diantara kedua bela
pihak yang bersengketa. Dasar hokum dianjurkannya perdamaian diantara para pihak yang
bersengketa ini dapat dilihat dalam ketentuan Al-Quran, Sunnah Rasul dan Ijma. Perdamaian
disyariatkan Allah sebagaimana yang tertuang didalam Al-Quran surat Al hujaratt ayat 9.
Perdamaian dapat dikatakan sah apabila terpenuhinya rukun-rukun dan syarat-syaratnya yaitu
Mushalih,yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian.Mushalih ‘anhu, yaitu
persoalan-persoalan yang diperselisihkan. Mushalih’alaihi, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah
satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan.Shigat, ijab dan Qabul diantara dua
pihak yang melakukan akad perdamaian.
Adapun pelaksanaan perdamaian ada 2 jalan yakni pelaksanaan perdamaian diluar sidang
pengadilan dan perdamaian melalui persidangan pengadilan yang masing masing cara bisa ditempuh
untuk terciptanya perjanjian perdamaian.
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain
sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan
sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu
telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan
perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Anda mungkin juga menyukai