Anda di halaman 1dari 11

BAB VIII Wakalah dan Sulhu

WAKALAH dan SULHU


A. Wakalah
1. Pengertian Wakalah
Wakalah menurut bahasa artinya mewakilkan, sedangkan menurut istilah yaitu
mewakilkan atau menyerahkan pekerjaan kepada orang lain agar bertindak atas nama orang
yang mewakilkan selama batas waktu yang ditentukan.
2. Hukum Wakalah
Asal hukum wakalah adalah mubah, tetapi bisa menjadi haram bila yang dikuasakan itu
adalah pekerja yang haram atau dilarang oleh agama dan menjadi wajib kalau terpaksa harus
mewakilkan dalam pekerjaan yang dibolehkan oleh agama. Allah SWT. Berfirman:
‫َفاْبَع ُثْو اَأَح َد ُك ْم ِبَو ِر ِقُك ْم َهِِذ ِه ِإَلىاْلَم ِد ْيَنٍة‬
”Maka suruhlah salah seorang diantara kamu ke kota dengan membawa uang perakmu ini”
(Q.S Al-Kahfi: 19) Ayat tersebut menunjukkan kebolehan mewakilkan sesuatu pekerjaan
kepadaorang lain Rasulullah SAW. Bersabda “Dari Abu Hurairah ra.berkata : “Telah
mewakilkan Nabi SAW kepadaku untuk memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi
Uqbah bin Amr seekor kambing agar dibagikan kepada sahabat beliau” (HR.Bukhari).
Kebolehan mewakilkan ini pada umumnya dalam masalah muamalah. Misalnya mewakilkan
jual beli, menggadaikan barang, memberi shadaqah / hadiah dan lain-lain. Sedangkan dalam
bidang ‘Ubudiyah ada yang boleh dan ada yang dilarang. Yang boleh misalnya mewakilkan
haji bagi orang yang sudah meninggal atau tidak mampu secara fisik, mewakilkan memberi
zakat, menyembelih hewan kurban dan sebagainya. Sedangkan yang tidak boleh adalah
mewakilkan Shalat dan Puasa serta yang berkaitan dengan itu seperti wudhu.
3. Rukun dan Syarat Wakalah
a. Orang yang mewakilkan atau memberi kuasa, syaratnya: Ia mempunya wewenang terhadap
urusan tersebut.
b. Orang yang mewakilkan atau yang diberi kuasa, syaratnya: baligh dan berakal sehat.
c. Masalah atau urusan yang dikuasakan: syaratnya jelas dan dapat dikuasakan.
d. Akad (ijab kabul). Syaratnya dapat dipahami oleh orang yang diberi kuasa
4. Syarat Pekerjaan yang dapat diwakilkan
1. Pekerjaan tersebut diperbolehkan agama.
2. Pekerjaan tersebut milik pemberi kuasa.
3. Pekerjaan tersebut dipahami oleh orang yang diberi kuasa.

5. Habisnya Akad Wakalah


a. Salah satu pihak meninggal dunia
b. Jika salah satu pihak menjadi gila
c. Pemutusan dilakukan orang yang mewakilkan dan diketahui oleh orang yang diberi
wewenang
d. Pemberi kuasa keluar dari status kepemilikannya.
6. Hikmah Wakalah
a. Dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat sebab tidak semua orang mempunyai
kemampuan dapat menyelesaikan pekerjaan tertentu dengan sebaik-baiknya. Misalnya tidak
setiap orang yang qurban hewan dapat menyembelih hewan qurbannya, tidak semua orang
dapat belanja sendiri dan lain-lain.
b. Saling tolong menolong diantara sesama manusia. Sebab semua manusia membutuhkan orang
lain
c. Timbulnya saling percaya mempercayai diantara sesama manusia. Memberikan kuasa pada
orang lain merupakan bukti adanya kepercayaan pada pihak lain.

B. Sulhu
1. Pengertian Sulhu
Sulhu menurut bahasa artinya damai, sedangkan menurut istilah yaitu perjanjian
perdamaian diantara dua pihak yang berselisih. Sulhu dapat juga diartikan perjanjian untuk
menghilangkan dendam, persengketaan atau permusuhan (memperbaiki hubungan kembali).
As – sulhu menurut bahasa arab bermakna memutus pertengkaran, perselisihan, atau
perdamaian. Sulhu menurut Hasbi Ash – Shiddiqie dalam bukunya Pengantar Fiqh
Muammalah adalah:
‫عقد يتقق فيه المتنازعان في حق على ما يرتفع به النزاع‬
Artinya:
‘’Akad yang disepakati dua orang yang bertengkar dalam hak untuk melaksanakan sesuatu
dengan akad itu bisa dapat hilang perselisihan.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita pahami bahwa sulhu adalah akad yang bertujuan
untuk mengakhiri perselisihan atau persengketaan. Contohnya, penunduh mengklaim
mempunyai hak terhadap tertuduh dan tertuduh mengakuinya tidak kenal dengannya.
Kemudian, penuduh berdamai dengan tertuduh dengan sebagian dari haknya pada tertuduh
untuk mengjindari perselisihan. Adapun sumpah diharuskan terjadi penolakan dari salah satu
pihak.
2. Hukum Sulhu
Hukum sulhu atau perdamaian adalah wajib, sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau
perintah Allah SWT, didalam Al-Qur’an :
٩ :‫الحجرات‬.…‫وان طائفتن من المؤنين اقتتلوا فاصلحوا بينهما‬
Artinya: “Dan apabila dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara
keduanya..’’. (QS. Al Hujurat: 9)
‫َو الُّص ْلُح َخْيٌر‬
“Perdamaian itu amat baik” (QS. An Nisa’ : 128).
3. Rukun dan Syarat Sulhu
a. Mereka yang sepakat damai adalah orang-orang yang sah melakukan hukum.
b. Tidak ada paksaan.
c. Masalah-masalah yang didamaikan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
d. Jika dipandang perlu, dapat menghadirkan pihak ketiga. Seperti yang disintir dalam Al-
Qur’an An Nisa’ : 35.
4. Macam-macam Sulhu
Dari segi orang yang berdamai, sulhu macamnya sebagai berikut :
a. Perdamaian antar sesama muslim
b. Perdamaian antar sesama muslim dengan non muslim
c. Perdamaian antar sesama Imam dengan kaum bughat (Pemberontak yang tidak mau tunduk
kepada imam).
d. Perdamaian antara suami istri.
e. Perdamaian dalam urusan muamalah dan lain-lain.
5. Hikmah Sulhu
a. Dapat menyelesaikan perselisihan dengan sebaik-baiknya. Bila mungkin tanpa campur
tangan pihak lain.
b. Dapat meningkatkan rasa ukhuwah / persaudaraan sesama manusia.
c. Dapat menghilangkan rasa dendam, angkara murka dan perselisihan diantara sesama.
d. Menjunjung tinggi derajat dan martabat manusia untuk mewujudkan keadilan.
MAKALAH SULHU DAN WAKALAH

Kata Pengantar
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt., karena atas karunianya tugas
makalah mata kuliah Fiqih Siyasah dan Muamalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini berisi
tentang “ASH-SHULHU (PERDAMAIAN)”.
Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagai bidang. Karena
masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan
tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehingga tidak terjadi
penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi dan hubungan sesama
manusia.
Kesadaran bermuamalah hendaknya tertanam lebih dahulu dalam diri masing-masing,
sebelum orang terjun ke dalam kegiatan muamalah itu. Pemahaman agama, pengendalian
diri, pengalaman, akhlaqul-karimah dan pengetahuan tentang seluk-beluk muamalah
hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku (pelaksana) muamalah
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kami
berharap bapak guru dapat memberikan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan ini juga kami berharap yang sebesar-besarnya agar makalah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amiin…

Daftar Isi
Kata Pengantar ……………………………………………………………………i
Daftar Isi ………………………………………………………………………… ii
BAB I. Pendahuluan
A. Latar Belakang ……………………………………………………………1
B. Tujuan …………………………………………………………………….2
BAB II. Pembahasan
A. WAKALAH
1. Pengertian wakalah………………………………………………3
2. Dasar hukum wakalah……………………………………………3
3. Syarat dan rukun wakalah ……………………………………….5
B. SHULHU
1. Pengertian dan hukum shulhu……………………………………6
2. Rukun dan syarat shulhu…………………………………………8
3. Macam-macam shulhu…………………………………………...10
4. Hikmah shulhu…………………………………………………...11
BAB III. Penutup
A. Kesimpulan ……………………………………………………………13
B. Saran………………………………………………………………..…13

Daftar Pustaka……………………………………………………………14
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Krisis global yang menghantam perekonomian nasional, ternyata tidak membuat lembaga
keuangan syariah menurun yang justru semakin diminati masyarakat. Data dari Bank
Indonesia menyebutkan, rata-rata pertumbuhan penyerapan pegawai bank syariah per tahun
22,8 persen. Jumlah kantor bank syariah pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 1430
dengan 16.516 pegawai. Kesempatan bagi sumber daya manusia (SDM) yang mengerti
mengenai sistem keuangan syariah sangat terbuka lebar. Begitu pesatnya permintaan
masyarakat terhadap layanan syariah sudah sepatutnya kita sebagai generasi sumber daya
manusia harus siap menghadapi persoalan-persoalan yang akan kita hadapi dalam
problematika syariah di masyarakat, terutama dalam bidang muamalah.
Di antara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalam kehidupan
sehari-hari adalah masalah muamalah. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan
manusia dalam masyarakat, maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui
dengan baik, sehingga tidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan
ekonomi dan hubungan sesama manusia.
Latar belakang dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang ada dalam fiqih
muamalah, mengenai Ash-shulhu (perdamaian). Karena di dalam perdamaian ini banyak hal
yang dapat kita gali untuk menjadi tambahan ilmu serta wawasan, entah itu dari rukun,
syarat, macam-macam, dan hikmah Shulhu itu sendiri.
Selain itu, kita sebagai umat islam patut mengetahui bahwa di dalam islam, perdamaian
diperbolehkan, asalkan tidak merubah hukum (yang haram menjadi halal atau sebaliknya).
B. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang Ash-
shulhu (perdamaian) dan diharapkan bermanfaat bagi kita semua serta untuk memenuhi nilai
tugas Fiqih Siyasah dan Muamalah
BAB II. PEMBAHASAN

A. WAKALAH
1. Pengertian wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam
bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan
urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut. Namun dalam hal ini yang
dimaksud al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam
hal-hal yang diwakilkan.

2. Dasar hukum wakalah

Islam mensyari’atkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orang


mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusan sendiri. Pada
suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk
mewakili dirinya.
a. Al-Qur’an

Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah sebagaimana dalam firman Allah SWT
berikut:
‫قا ل اجعلنى على خزا ئن االء رض انى حفيظ عليم‬
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga lagi berpengalaman.” (Yusuf: 55)
Dalam hal ini, nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah menjaga Federal
Reserve negeri Mesir.
Dalam surat al-Kahfi juga menjadi dasar al-wakalah yang artinya berikut:
“Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri.
Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya, ‘Sudah berapa lamakah kamu
berdiri di sini?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada di sini satu atau setengah hari.’
Berkata yang lain, ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada di sini.
Maka, suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu
ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorang pun.” (al-Kahfi: 19).
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk
dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.

b. Al-Hadits
‫ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بعث اب رافع ورجال من اال نصار فزو جاه ميمو نة بنت الحارث‬
“Bahwasanya Rasulullah saw. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.”
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai
urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya,
mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain.

c. Ijma

Para ulama sepakat dengan ijma dibolehkannya wakalah, bahkan mereka cenderung
mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-
menolong atas kebaikan dan taqwa.
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah sempat diperdebatkan: apakah wakalah
masuk dalam kategori niabah, yaitu sebatas mewakili atau kategori wilayah atau wali. Hingga
kini, dua pendapat itu masih terus berkembang. Pendapat pertama menyatakan bahwa
wakalah adalah niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini wakil tidak dapat menggantikan
seluruh fungsi muwakkil.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah (menggantikan)
dibolehkan untuk mengarah kepada yang lebih baik sebagaimana dalam jual bel, melakukan
pembayaran secara tunai lebih baik walaupun diperkenankan secara kredit.
Dalam kehidupan perbankan, aktivitas wakalah adalah nasabah ataupun investor (muwakil)
berhubungan timbal balik dengan bank (wakil) yang terikat dengan kontrak dan fee,
sedangkan muwakil dimanfaatkan untuk taukil (agency, administration, payment, co
arranger, dan sebaginya).

3. Syarat dan rukun wakalah


a. Rukunwakalah

Rukun wakalah terdiri atas ijab dari muwakil (pihak yang mewakilkan), dan qabul dari wakil.
Ijab harus di ucapkan secara jelas oleh muwakil, sedangkan qabul tidak harus di ungkapkan,
namun bisa di wujudkan dalam tindakan. Jika wakil mengetahui jenis pekerjaan yang
diwakilkan, kemudian ia secara langsung melakanakannya, maka hal ini dianggap sebuah
qabul, cukup mengetahui adanya wakalah dan diwujudkan dalam tindakan.

b. Syarat wakalah
• seorang muwakil, diisyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu pekerjaan yang
akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan orang yang tidak memiliki otoritas
tersebut kepada orang lain.
• Seorang wakil, disyaratkan haruslahorang yang berakal dan tamyiz.
• Obyek yang diwakilkan harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas apa yang
harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan. Obyek tetrsebut memang bisa
diwakilkan kepada orang lain.
B. SHULHU
4. Pengertian dan hukum shulhu
a. Pengertian Shulhu
Ash-Shulh berasal dari bahasa Arab yang berarti perdamaian, penghentian perselisihan,
penghentian peperangan. Dalam kazanah keilmuan, ash-shulhu dikategorikan sebagai salah
satu akad berupa perjanjian diantara dua orang yang berselisih atau berperkara untuk
menyelesaikan perselisihan diantara keduanya. Dalam terminologi ilmu fiqih ash-shulhu
memiliki pengertian perjanjian untuk menghilangkan polemik antar sesama lawan sebagai
sarana mencapai kesepakatan antara orang-orang yang berselisih.

Misalnya seseorang menuduh orang lain mengambil suatu hak yang diklaimnya sebagai
miliknya, lalu tertuduh mengakui karena ketidaktahuannya terhadap penuduh, kemudian
tertuduh mengajak penuduh berdamai dengan tujuan menjauhi atau menghindari suatu
permusuhan dan sumpah yang diwajibkan atas tertuduh yang menyangkal tuduhan.

Di dalam Ash-shulhu ini ada beberapa istilah yaitu: Masing-masing pihak yang mengadakan
perdamaian dalam syariat Islam distilahkan musalih, sedangkan persoalan yang
diperselisihkan di sebut musalih’anhu, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak
terhadap pihak yang lain untuk mengaklhjiri pertingkaian/pertengkaran dinamakan dengan
musalih’alaihi atau di sebut juga badalush shulh

b. Hukum Shulhu
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan
terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara
pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
Adapun dasar hukum anjuran diadakan perdamaian dapat dilihat dalam al-qur’an, sunah rasul
dan ijma.
Al-qur’an menegaskan dalam surat al-hujarat ayat 9 yang artinya “jika dua golongan orang
beriman bertengkar damaikanlah mereka. Tapi jika salah satu dari kedua golongan berlaku
aniaya terhadap yang lain maka perangilah orang yang aniaya sampai kembali kepada
perintah Allah tapi jika ia telah kembali damaiakanlah keduanya dengan adil, dan
bertindaklah benar. Sungguh Allah cinta akan orang yang bertindak adil (QS. Al-Hujurat :
9)”.
Mengenai hukum shulhu diungkapkan juga dalam berbagai hadits nabi, salah satunya yang
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Imam Tirmizi yang artinya “perdamaian dibolehkan
dikalangan kaum muslimin, kecuali perdamaian menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang haram. Dan orang-orang islam (yang mengadakan perdamaian itu)
bergantung pada syarat-syarat mereka (yang telah disepakati), selain syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR. Ibnu Hibban dan Turmuzi)”.
Pesan terpenting yang dapat dicermati dari hadits di atas bahwa perdamaian merupakan
sesuatu yang diizinkan selama tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang bertentangan dengan
ajaran dasar keislaman. Untuk pencapaian dan perwujudan perdamaian, sama sekali tidak
dibenarkan mengubah ketentuan hukum yang sudah tegas di dalam islam. Orang-orang islam
yang terlibat di dalam perdamaian mesti mencermati agar kesepakatan perdamaian tidak
berisikan hal-hal yang mengarah kepada pemutarbalikan hukum; yang halal menjadi haram
atau sebaliknya.
Dasar hukum lain yang mengemukakan di adakannya perdamaian di antara para pihak-pihak
yang bersengketa di dasarkan pada ijma.
5. Rukun dan syarat shulhu
a. Rukun Shulhu
Adapun yang menjadi rukun perdamaian adalah:
1) Mushalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk
menghilangkan permusuhan atau sengketa.
2) Mushalih’anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan.
3) Mushalih ’alaih, ialah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya
untuk memutuskan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan istilah badal al-shulh.
4) Shigat ijab dan Kabul di antara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.
Ijab kabul dapat dilakukan dengan lafadz atau dengan apa saja yang menunjukan adanya ijab
Kabul yang menimbulkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar
utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah aku
terima”.
Dengan adanya perdamaian (al-shulh), penggugat berpegang kepada sesuatu yang disebut
badal al-shulh dan tergugat tidak berhak meminta kembali dan menggugurkan gugatan,
suaranya tidak didengar lagi.
Apabila rukun itu telah terpenuhi maka perdamaian di antara pihak-pihak yang bersengketa
telah berlangsung. Dengan sendirinya dari perjanjian perdamaian itu lahirlah suatu ikatan
hukum, yang masing-masing pihak untuk memenuhi / menunaikan pasal-pasal perjanjian
perdamaian.
b. Syarat Shulhu
Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian dapat diklasifikasikan
kepada:
1) Menyangkut subyek, yaitu musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian perdamaian)

Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang cakap bertindak
menurut hukum. Selain cakap bertindak menurut hukum, juga harus orang yang mempunyai
kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang
dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak menurut hukum dan mempunyai kekuasaan atau
wewenang itu seperti :
a. Wali, atas harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.
b. Pengampu, atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya
c. Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.
2) Menyangkut obyek perdamaian
Tentang objek perdamaian haruslah memenuihi ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk harta (dapat berupa benda berwujud seperti tanah dan dapat juga benda tidak
berwujud seperti hak intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan,
dan bermanfaat.
b. Dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan,
yang pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian yang baru pada objek yang sama.
3) Persoalan yang boleh di damaikan
Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh atau dapat di damaikan adalah hanyalah sebatas
menyangkut hal-hal berikut :
a. Pertikaian itu berbentuk harta yang dapat di nilai
b. Pertikaian menyangkut hal manusia yang dapat diganti
Dengan kata lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan muamalah
(hukum privat). Sedangkan persoalan-persoalan yang menyangkut hak ALLAH tidak dapat di
lakukan perdamaian.
3. Macam-macam Shulhu
Secara garis besar ash-shulhu terbagi atas empat macam, yaitu:
a) Perdamaian antara kaum muslimin dengan masyarakat nonmuslim, yaitu membuat
perjanjian untuk meletakkan senjata dalam masa tertentu (dewasa ini dikenal dengan istilah
gencatan senjata), secara bebas atau dengan jalan mengganti kerugian yang diatur dalam
undang-undang yang disepakati dua belah pihak.
b) Perdamaian antara penguasa (imam) dengan pemberontak, yakni membuat perjanjian-
perjanjian atau peraturan-peraturan mengenai keamanan dalam Negara yang harus ditaati,
lengkapnya dapat dilihat dalam pembahasan khusus tentang bughat.
c) Perdamaian antara suami dan istri dalam sebuah keluarga, yaitu membuat perjanjian dan
aturan-aturan pembagian nafkah, masalah durhaka, serta dalam masalah menyerahkan haknya
kepada suaminya manakala terjadi perselisihan.
d) Perdamaian antara para pihak yang melakukan transaksi (perdamaian dalam mu’amalat),
yaitu membentuk perdamaian dalam mesalah yang ada kaitannya dengan perselisihan-
perselisihan yang terjadi dalam masalah ma’amalat.
4. Hikmah Shulhu
Dalam menyelesaikan berbagai masalah yang terjadi antara ummat manusia, Islam telah
memberikan beberapa konsep dasar untuk membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi.
Penyelesaian masalah ini dapat melalui shulhu (perdamaian).
Imam Ash-Shan’ani menerangkan hadits di atas dengan berkata :
‫ َو الُّص ْلُح َبْيَن الَّز ْو َج ْيِن َو الُّص ْلُح َبْيَن اْلِفَئِة اْلَباِغَيِة َو اْلَع اِد َلِة َو الُّص ْلُح َبْيَن‬، ‫ ُص ْلُح اْلُم ْس ِلِم َم َع اْلَك اِفِر‬،‫َقْد َقَّس َم اْلُع َلَم اُء الُّص ْلَح َأْقَس اًم ا‬
‫اْلُم َتَقاِضَيْيِن َو الُّص ْلُح ِفي اْلِج َر اِح َك اْلَع ْفِو َع َلى َم اٍل َو الُّص ْلُح ِلَقْطِع اْلُخ ُصوَم ِة إَذ ا َو َقَع ْت ِفي اَأْلْم اَل ِك َو اْلُح ُقوِق َو َهَذ ا اْلِقْس ُم ُهَو‬
‫اْلُمَر اُد ُهَنا َو ُهَو اَّلِذ ي َيْذ ُك ُر ُه اْلُفَقَهاُء ِفي َباِب الُّص ْلِح‬
“Para ulama telah membagi ash-shulhu (perdamaian) menjadi beberapa macam; perdamaian
antara muslim dan kafir, perdamaian antara suami isteri, perdamaian antara kelompok yang
bughat dan kelompok yang adil, perdamaian antara dua orang yang bertahkim kepada qadhi
(hakim), perdamaian dalam masalah tindak pelukaan seperti pemberian maaf untuk sanksi
harta yang mestinya diberikan, dan perdamaian untuk memberikan sejumlah harta kepada
lawan sengketa jika terjadi pada harta milik bersama (amlaak) dan hak-hak. Pembagian inilah
yang dimaksud di sini, yakni pembagian yang disebut oleh para fuqoha pada bab ash-shulhu
(perdamaian).” (Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, 4/247).
Secara ringkas hikmah ash-shulhu dapat mengakibatkan penyelesaian suatu masalah dengan
jalan yang sama-sama adil bagi kedua belah pihak dan tetap berada dijalan allah serta syariat
islam. Serta melindungi seorang muslim dari penyakit hati terutama iri dan dengki juga
menghindari seseorang dari sikap curiga terhadap lawannya dalam suatu sengketa atau
masalah.

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan

Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam
bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku serahkan
urusanku kepada Allah” mewakili pengertian istilah tersebut. Namun dalam hal ini yang
dimaksud al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam
hal-hal yang diwakilkan.
Ash-Shulh berasal dari bahasa Arab yang berarti perdamaian, penghentian perselisihan,
penghentian peperangan. Dalam kazanah keilmuan, ash-shulhu dikategorikan sebagai salah
satu akad berupa perjanjian diantara dua orang yang berselisih atau berperkara untuk
menyelesaikan perselisihan diantara keduanya. Dalam terminologi ilmu fiqih ash-shulhu
memiliki pengertian perjanjian untuk menghilangkan polemik antar sesama lawan sebagai
sarana mencapai kesepakatan antara orang-orang yang berselisih.
B. Saran
Makalah ini di susun dengan pembahasan yang mudah, di harapkan para pelajar atau
pembaca dapat memahaminya .
Kami tahu pembahasan di makalah ini kurang begitu lengkap. Sehingga kami menyarankan
pembaca untuk mencari buku, kitab atau bahan bacaan lain yang menjelaskan tentang
masalah wakalah dan shulhu yang lebih luas . dan semoga makalah ini bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman al Gharyani. Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer. Surabaya: Pustaka
Progresif. 2004

Ilmi, makhalul. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII Press.
2002

Syafi’I Antonio, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
Press. 2001

Syaikh Jabir al-Jaza’iri, Abu Bakar. 2008. Minhajul Muslim. Jakarta : Darul Haq.
Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. 2002. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai