Anda di halaman 1dari 16

MATERI AJAR

FIQIH MUAMALAH
(Syirkah dan Mudharabah)

Dosen Pengampu:
Drs. Uswatun Hasanah, M. Pd. I

KELAS C SEMESTER 5
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
T.A. 2021/2022

1 | Materi ajarFiqih Muamalah/UIN Raden Intan


I. Kompetensi Inti (KI)
K.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
K.2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli (gotong royong,
kerja sama, toleran, damai), santun, respnsif dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan
alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
K.3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konsepsual,
prosedual dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan dan peradaban terkait pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
K.4 Mengolah, menalar dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

II. Kompetensi Dasar


1.1 Menghayati nilai-nilai positif dari pelaksanaan Syirkah dan Mudharabah
2.1 Mengamalkan sikap disiplin, tanggung jawab dan gotong royong dalam kehidupan
sehari-hari
3.1 Menganalisis implementasi ketentuan Syirkah dan Mudharabah
4.1 Menyajikan hasil analisis tentang problematika pelaksanaan Syirkah dan
Mudharabah

III. Indikator Pencapaian Kompetensi


1. Mendeskripsikan pengertian
2. Menjelaskan dasar hukum syirkah
3. Menyebutkan syarat dan rukun syirkah
4. Menjelaskan macam-macam syirkah
5. Mendeskripsikan pengertian
6. Menjelaskan dasar hukum mudharabah
7. Menyebutkan syarat dan rukun mudharabah
8. Menjelaskan macam-macam mudharabah
URAIAN MATERI SYIRKAH

A. Syirkah
1. Pengertian syirkah
Secara etimologi syirkah atau perkongsian berarti percampuran, yakni bercampurnya
salah satu dari dua harta dengan harta lainya , tanpa dapat di bedakan antara keduanya.
Sedangkan, Menurut terminologi ulama’ fiqih beragam pendapat
dalam mengklasifikasikannya, antara lain:
a. Menurut malikiyah
“Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf) harta yang di miliki dua
orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada
salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing
memiliki hak untuk tasharruf”.
b. Menurut hanabilah
“Perhimpunan adalah hak (kewenangan) atau pengolahan harta (tasarruf)”.
c. Menurut syafi’iyah
“Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau lebih dengan cara yang
masyhur (diketahui)”.
d. Menurut hanafiyah
“Ungkapan tentang adanya transaksi (akad) antara dua orang yang bersekutu pada pokok
harta dan keuntungan”.

2. Dasar hukum syirkah


Dasar hukum syirkah (perseroan) terdapat dalam al-qur’an, al-hadist, dan ijma’,
berikut ini.
a. Al-Qur’an
…. ‫¸في‬ ‫…َف ˚ شرك‬.
Artinya: ‫الثُ<ّلُ ء ث‬ ‫ا‬ ‫م‬
‫ه‬
“ mereka bersekutu dalam yang sepertiga”. (QS. An-Nisa’ ayat 12).

‫ما ُه‬
....‫¸ملُ ¸لحا ¸ل ˚يل ˚م‬ ُ‫و ˚يرا من ا خ ¸ء لَ َي ى ˚م ع ي الَّ ¸ذ ˚ي اَ< َمن‬
َ
Artinya: ‫ت وق‬
‫˚واال ص‬ ‫ضا¸ال ˚وا ن‬ ‫ا¸ن ك ˚ل ل ˚ب ¸غ َبع ض ل َبع‬
‫وع‬ ‫ه‬ ‫طا‬
“ sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian meraka berbuat
zholim kepada sebagian yang lain , kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh
dan amat sedikitlah meraka ini”. (QS. Shad ayat 24).

b. Al-hadist

‫َي خن ح‬ ‫ اَ<َنا ثَ<ا ¸لث ¸ ˚ي‬: ‫عز ˚و‬ َ‫¸ هلال‬:‫ص م قَا ا‬ َ‫عن اَ< ¸بي ˚ ر رف‬
‫ما ا د‬ ‫ال ل ر ن‬ ‫وجل ق‬ ‫ي¸ ل ن‬ ‫ي َة َعهُ< ل الن‬
َ‫ل‬ ‫˚ي ك‬ ‫ّ ¸ب‬ ‫ه‬
‫˚م‬ ‫ش‬ ‫ي‬
‫صاح ¸ا خا خر من َب ˚ي‬ ‫ه َما‬
Artinya: ‫ه ج ¸ن ¸ه َما‬ ‫َبه ذَ<ا‬
‫ت‬
“ Dari abu huraira yang di rafa’kan kepada Nabi SAW , bahwa Nabi SAW bersabda, “
sesungguhnya allah SWT . berfirman, “aku adalah yang ketiga pada dua orang yang
bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati temanya, aku akan keluar
dari persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya”. (HR. Abu Dawud dan
Hakim dan menyahitkan sanadnya).
Maksudnya, allah SWT. Akan menjaga dan menolong dua orang yang bersekutu dan
menurunkan berkah pada pandangan meraka. Jika salah seorang yang bersekutu itu
menghianati temanya, allah SWT. Akan menghilangkan pertolongan dan keberkahan tersebut.
Legalitas perkongsian pun di perkuat, ketika nabi diutus, masyarakat sedang
melakukan perkongsian. Beliau bersabda:
)‫يد هلال على الشريكين ما لم يتخاونا (رواه البخاري ومسلم‬
Artinya:
“Kekuasaan allah SWT senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selam keduanya
tidak berkhianat”. (HR. Bukhari dan Muslim).

c. Al-ijma’
Umat islam sepakat bahwa syirkah di bolehkan. Hanya saja, meraka berbeda pendapat
tentang jenisnya.

3. Syarat–syarat syirkah
Syarat–syarat syirkah sebagai berikut.
a. Lafad akad atau surat perjanjian yang berarti izin untuk membelanjakan barang serikat
dan penentuan persentase keuntungan. Dengan kata lain, anggaran dasar dan anggaran
rumah tangganya jelas, sehingga ada pedoman operasional yang jelas.
b. Anggota perseorangan atau perkongsian harus memenuhi syarat:
1) Sehat akalnya.
2) Balig (setidaknya sudah berumur 15).
3) Merdeka dan dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa).
c. Pokok atau modal harus jelas, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Jika modal bukan berupa uang, yakni berupa barang, maka barang tersebut dapat
dihitung dengan nilai uang atau dapat diuangkan.
2) Jika terjadi dua jenis barang pokok yang berbeda, maka keduanya dicampurkan
sehingga sebelum akad, kedua jenis barang ini tidak dapat dibedakan lagi.

4. Rukun syirkah
Rukun-rukun syirkah (berwakil) adalah:
a. Muwakil (orang yang berwakil). Disyartkan bahwa orang yang berwakil itu sah melaukan
apa yang di wakilkannya, sebab milik atu di bawah kekuasaanya. Maka tidaklah sah
berwakil orang yang tidak ahli milik, atau ahli wilayah, seperti anak kecil, orang gila, dan
lain-lain.
b. Wakil. Disyaratkan bahwa wakil itu sah melakukan apa yang di wakilkan kepadanya, tak
ubahnya seperti orang yang berwakil. Maka tidaklah sah wakil bagi anak kecil, orang
gila, dll, sebab ia tidak ahli tassaruf (tidak boleh mengendalikan harta benda).
c. Muakkal fih (sesuatu yang diwakilkan). Disyaratkan bahwa muwakkal fih itu adalah:
1) Menerima penggantian, artinya boleh di wakilan kepada orang lain untuk
mengerjakanya. Tidaklah sah mewakilkan shalat dan ibadah yang sifatnya fardhu ain
sebagaimana telah disebutkan diatas.
2) Dimiliki oleh orang yang berwakil. Tidaklah sah mewakilkan menjual barang yang
akan dibeli.
3) Diketahui dengan jelas. Tidaklah sah wakil orang yang berkata “aku mewakilkan
kepada engkau untuk menikahkan salah seorang anakku”, dan lainya.
4) Shigat (lafal wakil). Disyaratkan bahwa shigat itu adalah ucapan dari orang yang
berwakil menyatakan kerelaannya, yaitu hendaklah ia berkata, “aku wakilkan
ini….kepada engkau, atau kepada si….” Tidak disyaratkan Kabul dari ysng menerima
wakil, tetapi disyarakan agar ia tidak menolak.

5. Macam-macam syirkah
Syirkah / perkongsian terbagi atas dua macam, yaitu perkongsian amla’ (kepemilikan)
dan perkongsian uqud (kontrak), sabagai berikut.
a. Perkongsian amla’
Adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Perkongsian ini
ada dua macam, yakni:
1) Perkongsian sukarela (ikhtiar) adalah perkongsian yang muncul karena adanya kontrak
dari dua orang yang bersekutu. Contohnya: dua orang membeli / memberi atau
berwasiat tentang sesuatu dan keduanya menerima, maka jadilah pembeli, yang di
beri, dan yang di beri wasiat bersekutu diantara keduanya, yakni perkongsian milik.
2) Perkongsian paksaan (ijbar) adalah perkongsian yang di tetapkan kepada dua orang
atau lebih yang bukan di dasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua orang
mewariskan sesuatu, maka yang di beri waris menjadi sekutu mereka.
Hukum kedua jenis perkongsian ini adalah salah seorang yang bersekutu seolah-olah
sebagai orang lain di hadapan yang bersekutu lainya. Oleh karena itu, salah seorang di
antara meraka tidak boleh mengolah (tasharruf) harta perkongsian tersebut tanpa izin
dari teman sekutunya, karena keduanya tidak mempunyai wewenang untuk
menentukan bagian masing-masing.
b. Perkongsian uqud
Perkongsian ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih
untuk bersekutu dalam harta dan keuntunganya. Pengertian ini sama dengan pengertian
perseroan yang telah di kemukakan oleh ulama’ hanafiyah di atas.
Secara umum, fuqaha mesir, yang kebanyakan bermadzhab syafi’i dan maliki,
berpendapat bahwa perkongsian terbagi atas empat macam, yaitu:
1) Perkongsian ‘inan
Adalah persekutuan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang secara
bersama-sama, dan membagi laba atau kerugian bersama-sama.Ulama’ fiqih sepakat
membolehkan perkongsian jenis ini. Hanya saja meraka berbeda pendapat dalam
menentukan persyaratanya, sebagaimana meraka berbeda pedapat dalam memberikan
namanya.
Perkongsian ini banyak dilakukan oleh manusia karena di dalamya tidak di
syaratkan adanya kesamaan dalam modal dan pengolahan (tasharruf). Boleh saja
modal satu orang lebih banyak di bandingkan lainya, sebagaimana di bolehkan juga
seseorang bertanggung jawab sedang yang lain tidak. Begitu pula dalam bagi hasil,
dapat sama dapat juga berbeda, bergantung pada persetuhuan, yang mereka buat sesuai
dengan syarat transaksi.
2) Perkongsian mufawidhah
Arti dari mufawidhah menurut bahasa adalah persamaan. Dinamakan
mufawidhah antara lain sebab harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan, serta
bentuk kerja sama lainnya. Menurut istilah, perkongsian mufawidhah adalah transaksi
dua orang atau lebih untuk berserikat dengan syarat memiliki kesamaan dalam jumlah
modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama yang di anut.
Dengan demikian, setiap orang akan menjamin yang lain, baik dalam pemberian
atau penjualan. Orang yang bersekutu tersebut saling mengisi dalam hak dan
kewajibannya, yakni masing-masing menjadi wakil yang lain atau menjadi orang yang
di wakili oleh lainnya.
3) Perkongsian wujuh
Adalah bersekutunya dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal,
untuk membeli barang secara tidak kontan, kemudian keuntungan yang di peroleh di
bagi di antara mereka dengan syarat tertentu. Penamaan wujuh karena tidak terjadi jual
beli secara tidak kontan jika keduannya tidak di anggap pemimpin dalam pandangan
manusia secara adat. Perkongsian ini pun di kenal sebagai bentuk perkongsian karena
adanya tanggung jawab bukan kerena modal atau pekerjaan.
4) Perkongsian a’mal atau abdan
Adalah persekutuan dua orang untuk menerima suatu pekerjaan yang akan
dikerjakan secara bersama-sama. Kemudian keuntungan di bagi diantara keduannya
dengan menetapkan persyaratan tertentu. Perkongsian jenis ini terjadi, misalnya
diantara dua orang penjahit, tukang besi, dan lain-lain. Perkongsian ini disebut juga
dengan perkongsian shana’I dan taqabbul.

B. MUDHARABAH
1. Pengertian mudharabah
Mudharabah atau qiradh termasuk salah satu bentuk akad syirkah atau perkongsian.
Istilah mudharabah digunakan oleh orang irak, sedangkan orang hijaz menyebutnya dengan
istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah atau qiradh adalah dua istilah untuk maksud
yang sama.
Menurut bahasa, qiradh diambil dari kata qordhu yang berarti potongan, sebab
pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan kepada pengusahah
agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba
yang diperoleh. Bisa juga diambil dari kata muqaradhah yang berarti kesamaan, sebab pemilik
modal dan pengusaha memiliki hak yang sama terhadap laba.
Orang irak menyebutnya dengan istilah mudharabah. Sebab setiap yang melakukan
akad memiliki bagian dari laba, atau pengusaha harus mengadakan perjalanan dalam
mengusahakan harta modal tersebut.
Mengenai pengertian mudharabah menurut istilah, diantara ulama fiqih terjadi
perbedaan pendapat, salah satunya adalah.

‫ح سب‬
‫َما‬ ‫ما ¸ج ˚ي ¸ه ˚ ال ’<¸ر ¸ر‬ ‫ا ˚ل َعا‬ ‫ا ˚ل‬ ‫َان ˚د‬
‫˚ي ¸ب‬ َ‫ال ل ََّيت و ر و ˚بح ن مشت‬ ‫ا¸ل مل ي‬ ‫َ ما ل‬
‫َن‬ ‫¸ف ك‬ ‫ك‬ ‫ع‬
‫كا‬

‫ َما ¸رط‬.
Artinya: ‫اش‬
“Pemilik harta menyerahkan modal kepada pengusaha untuk berdagang dengan modal
tersebut, dan laba dibagi di antara keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.”
Apabila rugi, hal itu ditanggung oleh pemilik modal. Dengan kata lain , pekerja tidak
bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari segi kesungguhan
dan pekerjaanya yang tidak akan mendapat imbalan jika rugi.
Dari pengertian diatas , dapat diketahui bahwa modal boleh berupa barang yang tidak
dibayarkan, seperti rumah. Begitu pula tidak boleh berupa hutang. Pemilik modal memiliki
hak untuk mendapatkan laba sebab modal tersebut memilikinya, sedangkan pekerja
mendapatkan laba dari hasil pekerjaanya.

2. Dasar hukum mudharabah


Ulama’ fiqih sepakat bahwa mudharabah disyaratkan dalam islam berdasarkan Al-
Qur’an , Sunah, Ijma’, dan Qiyas. Sebagai berikut.
a. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berkenaan dengan mudharabah , antara lain.

)‫¸ لهال (المزمل‬ ‫ضل‬ ‫االَ ض َي ن‬ ‫˚ون‬ َ ‫وا ˚و‬


‫˚ر ي ˚بتَ<ُغ ˚و من‬ ‫ض‬ ‫خر ي‬
ُ‫¸رب‬
‫ن‬

Artinya:
“Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagai karunia allah”. (QS. Al-
mujammil: 20)
‫ك ˚م (الب قرة‪)۸۹۱:‬‬
‫¸من ب’‬ ‫لَ ˚يس ˚ي ˚ ج ا ˚بتَ<ُغ ˚وا‬
‫ض الً ¸‬ ‫ع م َنا ح ن َت‬
‫ر‬ ‫لَ ك‬

‫‪Artinya:‬‬
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari tuhan-Mu”.
(QS. Al-Baqarah : 198).
b. As-sunah
Di antara hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadist yang diriwayatkan
oleh Ibn Majah dari Shuhaib bahwanabi SAW, bersabda:

‫˚ي ل ˚ل َب ˚ي ت‬ ‫ اَ< ˚ل َب َ ي وا ˚ل ض و ’ ¸ر‬: ‫ثَ<ال ˚ي ا ˚ل‬


‫¸ر‬ ‫¸ه َبر ن ˚ي كةُ ل َاجل ُمَقار ة خ ¸ب ال ط‬
‫ش‬ ُ‫ا ˚لب‬ ‫˚ل‬ ‫ع‬ ‫ث‬
‫¸ع‬ ‫¸ف‬

‫)ال َب (رواه ابن ما جه عن صهيب‬


‫˚ي‬
Artinya:
‫ل‬
‫˚ل‬
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual-beli yang ditangguhkan, melakukan
qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang mencamprkan gandum dengan jelas
untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majah dan Shuhaib).
Dalam hadist yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Abbas
Muthalib jika memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha
untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar
persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan tersebut disampaikan kepada
Rasulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.
c. Ijma’
Di antara ijma’ dalam mudharabah adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah
dari sahabat menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuatan tersebut tidak
ditentang oleh sahabat lainya.
d. Qiyas
Mudharabah diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola
kebun). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada yang kaya. Distu sisi, banyak
orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi lain, tidak sedikit orang miskin
yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan demikian, adanya mudharabah
ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua golongan di atas, yakni untuk
kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan meraka.
3. Syarat–syarat mudharabah
Syarat–syarat mudharabah ada 3 macam, sebagai berikut.
a. Syarat Aqidani (dua orang yang akan akad)
Di syaratkan orang yang akan melakukan akad, yakni pemilik modal dan pengusaha
adalah ahli dalam mewakilkan atau menjadi wakil, sebab mudharib mengusahakan harta
pemilik modal, yakni menjadi wakil. Namun demikian, tidak disyaratkan harus muslim.
Mudharabah dibolehkan dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang dilindungi di
Negara islam. Adapun ulama malikiyah memakruhkan mudharabah dengan kafir dzimmi jika
mereka tidak melakukan riba dan melarangnya jika meraka melakukan riba.
b. Syarat Modal
1) Modal harus berupa uang, seperti dinar, dirham, atau sejenisnya.
2) Modal harus diketahui dengan jelas dan memiliki ukuran.
3) Modal harus ada, bukan berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di tempat akad.
Modal harus di berikan kepada pengusaha. Hal itu di maksudkan agar pengusaha dapat
mengusahakanya, yakni menggunakan harta tersebut sebagai amanah.
c. Syarat Laba
1) Laba harus memiliki ukuran.
2) Laba harus berupa bagian yang umum (masyhur).

4. Rukun mudharabah
Akad mudharabah yang sah harus memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun mudharabah
ada lima, yaitu:
a. pemilik modal (sahibul mal)
b. pelaku usaha atau pengelola modal (mudarib)
c. modal (ra’sulmal)
d. pekerjaan pengelola modal (al-‘amal
e. keuntungan (al-ribh).

5. Macam-macam mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Mudharabah muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan
menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
b. Mudharabah muqoyyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam
penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
SIMPULAN

Berdasarkan seluruh uraian yang sudah di bahas di atas, maka kami dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut:
Syirkah secara etimologi berarti percampuan, sedangkan menurut terminologi ulama’ fiqih
beragam pendapat. Seperti halnya menurut malikiyah “perkongsian adalah izin untuk
mendayagunakan (tasharuf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh
keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan
harta milik keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk tasharuf”. Dasar hukum
syirkah ada tiga, yakni: Al-qur’an, Al-hadist, dan Al-ijma’. Syarat syirkah ada tiga, yakni:
lafad akad harus jelas, anggota syirkah harus memenuhi syarat, dan modal harus jelas. Rukun
syirkah ada tiga, yakni: muwakil, wakil, dan muakkal fih. Sedangkan macam-macam syirkah
ada dua yakni: syirkah amla’ dan syirkah uqud.
Pengertian mudharabah sama halnya dengan qiradh yang berarti potongan. Dasar hukum
mudharabah ada empat, yakni: Al-qur’an, As-sunah, ijma’, dan qiyas. Syarat mudharabah ada
tiga, yakni: syarat aqidani, syarat modal, syarat laba. Rukun mudharabah adalah ijab dan
qobul. Macam-macam mudharabah ada dua, yakni: mudharabah muthlaqoh dan mudharabah
muqoyyadah.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an terjemah.
Mas’ud Ibnu dan Abidin Zainal. 1997. Fiqih madzhab syafi’I, buku 2. Bandung : Pustaka
Setia.
Syafe’I Rachmat. 1997. Fiqih Muamalah. Bandung : Gunung Djati Press.
Sabiq Sayyid. 2004. Fiqih Sunnah, jilid 4. Jakarta Pusat : Pena Pundi Aksara.
Achmadi W. 2005. Islam jalan hidupku. Klaten : Cempaka putih
Ash-Shiddieqi, Hasby. Pengantar Fiqh Muamalah. 1984. Jakarta:Bulan Bintang.
Ghazaly, Abdul Rahman dkk, Fiqh Muamalat, 2010. Jakarta:PRENADAMEDIA GROUP.
Mustofa, Imam. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. 2015. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Rasjid, H.Sulaiman. FIQIH ISLAM (Hukum fiqih Islam). 2015. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Rifa’I, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. 1978. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. 2005. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wardiah, Mia Lasmi. Dasar-dasar Perbankan.2013. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Zuhaily, Wahbah. al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu. 2005. Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir.

Anda mungkin juga menyukai