Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FIKIH MUAMALAH

“HUKUM SYIRKAH”

(Sebagai syarat dalam melaksanakan tugas pada mata kuliah Fikih Muamalah)

Dosen Pengampu :

Dr. Salma, M.HI.

OLEH

Kelompok 7
Nabila Putri Damogalad

NIM : 20112058

Wahyu Rikshandi Patilima

NIM : 20112043

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai obyek hukum tidak mungkin hidup di dunia ini sendiri tanpa
hubungan sama sekali dengan manusia lainnya, guna memenuhi hajat dan kelangsungan
hidupnya termasuk masalah ekonomi yang berbudaya. Kehidupan manusia merupakan
satu kesatuan yang menimbulkan hubungan timbal balik antara manusia itu sendiri, yang
pada gilirannya akan tercipta suatu tatanan masyarakat yang kompleks, yang memerlukan
aturan-aturan hukum yang mengaturnya. Eksistensi manusia sebagai makhluk sosial
sudah merupakan fitrah yang ditetapkan Allah SWT kepada manusia. Dalam kaitan ini,
Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan
muamalah yang dilalui oleh setiap manusia dalam kehidupan sosial mereka. Dalam
kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa
berinteraksi dengan manusia yang lainnya, yakni berupa pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, dan saling tukar menukar manfaat di semua aspek kehidupan baik melalui bisnis,
jual beli, sewa menyewa, bekerja di bidang pertanian, industri, jasa dan yang lainnya.hal
ini yang membuat manusia berinteraksi, bersatu, berorganisiasi dan saling membantu
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan tolong menolong dalam muamalah tidak dapat ditinggalkan, karena
bermuamalah dengan cara tolong menolong akan mempermudah mendapatkan segala
kebutuhan serta lebih mempererat tali silaturahmi antara sesama manusia.Hal ini yang
membuat manusia Bentuk kerja sama dalam fikih muamalah yang cukup signifikan untuk
dikembangkan dalam dunia bisnis sekarang ini adalah syirkah. Islam telah membenarkan
seorang muslim untuk menggunakan hartanya, baik dilakukan sendiri atau diakukan
dalam bentuk kerja sama. Oleh karena itu islam membenarkan kepada mereka yang
memiliki modal untuk mengandakan usaha dalam bentuk syirkah, apakah itu berupa
perusahaan ataupun perdagangan dengan rekannya.

A. Rumusan masalah

1. Apa pengertian syirkah.?

2. Apa hukum syirkah.?

3. Apa rukun dan syarat syirkah.?

4. Apa macam-macam syirkah islami.?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian syirkah

Secara bahasa Al-syirkah berarti Al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah


satu dari dua harta dengan yang lainnya, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan.
pengertian syirkah dan ikhtilath (bercampur)banyak ditemukan dalam literatur fiqh
mazhab empat, baik maliki, hanafi,syafi’i, maupun hambali. Syirkah diartikan ikhtilath
karena di dalamnya terjadi percampuran harta antara beberapa orang yang berserikat,
dan harta tersebut menjadi satu kesatuan modal bersama.
Definisi syirkah menurut istilah terdapat beberapa pendapat yang dikemukakan di
kalangan ulama:
Menurut Hanafia: “Syirkah adalah suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua
orang yang berserikat di dalam modal dan keuntungan”.
Menurut Malikiyah: “syirkah adalah persetujuan untuk melakukan tasarruf bagi
keduanya beserta diri mereka; yakni setiap orang yang berserikat memberikan
persetujuan kepada teman serikatnya untuk elalukan tasarruf terhadap harta keduanya di
sampin maih tetapnya hak tasarruf bagi masing-masing peserta”.
Mwnurut hanabilah: “syirka adalah berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan
atas ak atau tasarruf’.
Syirkah disebut juga syarikah adalah suatu bentuk partnership atau kerjasama
ekonomi dan bisnis antara dua orang atau lebih yang terikat atau tidak dalam suatu
perjanjian untuk kerja bersama secara kolektif untuk melakukan kegiatan bisnis atau
proyek pekerjaan yang dilakukan secara brsama di mana hasil dan risiko yang diperole
dibagi, dinikmati dan ditanggung bersama diantara pihak bekerja sama tersebut sesuai
dengan kesepakatan perjanjian atau kebiasaan yang dibuat sebelumnya. Dengan
demikian bahwa syirkah merupakan akad atau kerjasama dalam suatu usaha yang hasil
dan keuntungan dinikmati bersama dan munculnya kerugian atau risiko ditanggung
bersama menurut perhitungan yang telah disepakati bersama.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa syirkah atau syarikah adalah hubungan kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam kontribusi permodalan, tenaga dan skill pada suatu
proyek perkerjaan atau usaha bisnis atau perusahaan dengan suatu perjanjian pembagian
hasil dan risiko kerugian menurut nisbah yang disepakati bersama di antara mereka.
B. Hukum syirkah

Syirkah   hukumnya diperbolehkan atau disyari’atkan  berdasarkan Al-Qur’an, Al-


Hadits dan ijma’ (konsensus) kaum muslimin. Dan berikut ini kami sebutkan dalil-dalilnya,
di antaranya:
1. Al-Qur’an

ِ ‫ْض ِإاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬


‫ت َوقَلِي ٌل َّما‬ ُ ‫َوِإ َّن َكثِيراً ِّم ْن ْال ُخلَطَاء لَيَ ْب ِغي بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم َعلَى بَع‬
٢٤﴿ .‫﴾هُ ْم‬
Firman Allah Ta’ala: “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad:
24)
Dan firman-Nya pula:

َ ِ‫﴾فَِإن َكانُ َو ْا َأ ْكثَ َر ِمن َذل‬


ِ ُ‫ك فَهُ ْم ُش َر َكاء فِي الثُّل‬
١٢﴿ ‫ث‬
“Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu.” (QS. An-Nisa’: 12)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenanan dan pengakuan Allah akan adanya
perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat An-Nisa’ ayat 12 perkongsian
terjadi secara otomatis karena waris, sedangkan dalam surat Shaad ayat 24 terjadi atas dasar
akad (transaksi).
2. Hadits

‫ أنا ثالث الشريكين‬:‫ ان هللا عزوجل يقول‬:‫قال‬. ‫م‬.‫عن أبى هريرة رفعه الى النبي ص‬
‫مالم يخن أحدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما‬
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah azza wa jalla
berfirman: “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati pihak lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.”
(HR. Abu Daud no.3383, dan Al-Hakim no.2322).
3. Ijma’
Ijma’ ulama mengatakan, bahwa muslimin telah berkonsensus akan
legitimasi syarikah secara global, walaupun perbedaan pendapat dalam beberapa elemen dari
padanya. Maka secara tegas dapat dikatakan bahwa kegitan syirkah dalam usaha
diperbolehkan dalam islam, sebagai dasar hukumnya telah jelas dan tegas.
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
dalam beberapa elemen darinya.
B. Rukun dan Syarat syirkah

1. Rukun Syirkah
Rukun syirkah di perselisihkan oleh para ulama. Menurut ulama Hanafiya, rukun
syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab dan kabul (akad) yang menentukan adanya
syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada diluar
pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli.
Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariah islam adalah:
a. Sighat (lafadz akad)
b. Orang (pihak-pihak yang mengadakan serikat) yaitu pihak-piak yang mempunyai
kepentingan dalam mengadakan perserikatan.
c. pokok pekerjaan (bidang usaha yang dijalankan yaitu dalam berserikat atau kerja sama
mereka (orang-orang yang berserikat) itu menjalankan usaha dalam bidang apa yang menjadi
titik sentral usaha apa yang dijalankan. Orang-orang yang berserikat harus bekerja dengan
ikhlas dan jujur, artinya semua pekerjaan harus berasas pada kemaslahatan dan keuntungan
terhadap syirkah.

Perjanjian pembentukan serikat atau persero ini sighat atau lafadznya, dalam praktiknya di
Indonesia sering diadakan dalam bentuk tertulis, yaitu dicantumkan dalam akte pendirian
serikat itu. Yang pada hakikatnya sighat tersebut berisikan perjanjian untuk mengadakan
serikat.
Kalimat akad hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan.
Umpamanya salah seorang diantara keduanya berkata, kita berserikat pada barang ini, dan
saya izinkan engkau menjalankanya dengan jalan jual beli dan lain-lainya jawab yang lain,
saya terima seperti apa yang engkau katakan itu.

2. Syarat Syirkah
Syarat-syarat syirkah adalah sebagai berikut:
a. syirkah dilaksanakan dengan modal uang tunai
b. dua orang atau lebih berserikat, menyerahkan modal, mencampurkan antara harta benda
anggota serikat dan mereka bersepakat dalam jenis dan macam persusahaanya.
c. dua orang atau lebih mencampurkan kedua hartanya, sehingga tidak dapat dibedakan satu
dari yang lainya.
d. keuntungan dan kerugian diatur dengan perbandingan modal harta serikatyang diberikan.
Adapun syarat-syarat orang (pihak-pihak) yang mengadakan perjanjian serikat atau kongsi
itu haruslah:
a. Orang yang berakal
b.Baligh, dan
c. Dengan kehendak sendiri (tidak ada unsur paksaan).
Sedangkan mengenai barang modal yang disertakan dalam serikat, hendaklah berupa:
a. Barang modal yang dapat dihargai (lazimnya sering disebutkan dalam bentuk uang).
b. modal yang disertakan oleh masing-masing persero dijadikan satu, yaitu menjadi harta
perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul modal itu.
Menyangkut besarnya saham-saham yang masing-masing yang dimiliki oleh masing-masing
persero tidak ada ditemukan dalam syari’at, dengan sendirinya para persero tidak mesti
memiliki modal yang sama besar, dengan kata lain para persero boleh menyertakan modal
tidak sama besar (jumlahnya).

C. Macam-macam syirkah

a. Syirkah Amlak
Syirkah amlak ini adalah beberapa orang memiliki secara bersama-sama sesuatu barang,
pemilikan secara bersama-sama atas sesuatu barang tersebut bukan disebabkan adanya
perjanjian di antara para pihak (tanpa ada akad atau perjanjian terlebih dahulu), misalnya
pemilikan harta secara bersama-sama yang disebabkan/diperoleh karena pewarisan.
Pengkongsian ini ada dua macam yaitu pengkongsian sukarela dan pengkongsian paksaan.
1. pengkongsian sukarela (ikhtiar)
Pengkongsian ikhtiar adalah pengkongsian yang muncul karna dadanya kontrak dari dua
orang yang bersekutu. Contohnya dua orang membeli atau memberi atau berwasiat tentang
sesuatu dan keduanya menerima, maka jadilah pembeli, yang diberi, dan diberi wasiat
bersekutu diantara keduanya, yakni pengkongsian milik.
2. pengkongsian paksaan (ijbar)
Pengkongsian ijbar adalah pengkongsian yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang
bukan didasarkan pada perbuatan keduanya, seperti dua orang yang mewariskan sesuatu,
maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka. Contoh, menerima warisan dari orang yang
meninggal.
Hukum dari kedua jenis perkongsian ini adalah salah seorang bersekutu seola-olah sebagai
orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh karena itu, salah seorang dari mereka
tidak boleh mengolah harta perkongsian tersebut tanpa izin dari teman sekutunya, karena
keduanya tidak mempunyai wewenag untuk menentukan bagian masing-masing.

b. Syirkah Akad
Akad syirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebihuntuk suatu usaha tertentu di
mana setiap pihak memberikan kontribusi dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan
kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Syirkah ini merupakan salah satu
bentuk Syirkah amwal dan dikenal dengan nama syirkah inan.
c. Syirkah Inan
Syirkah al-inan adalah persekutuan dua orang atau lebih untuk memasukkan bagian tertentu
dari modal yang akan diperdagangkan dengan ketentuan keuntungan dibagi di antara para
anggota sesuai dengan kesepakatan bersama, sedangkan modal masing-masing harus
sama.Dalam syirkah al-inan antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi
kontribusi kerja (amal) dan modal (mal) disyaratkan harus berupa uang (nuqud), sedangkan
barang tidak boleh dijadikan modal syirkah kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qimah
al urudh) pada saat akad. Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung masing-masing mitra usaha berdasarkan porsi modal. Misalnya, masing-masing
pihak modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%.
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jami, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah
berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan
atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).”

d. Syirkah Abdan
Syrikah abdan adalah kerjasama usaha antar para pihak yang hanya menyertertakan
kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (maal). Kontribusi kerja yang dimasukkan
kedalam syirkah dapat berupa kerja fisik, maupun kerja pikiran. Tidak ada syarat kesamaan
profesi pada praktek syirkah abdan. Sehingga dimungkinkan kerjasama syirkah abdan antara
pihak yang menyumbang kerja pikiran dan satu pihak lagi kerja fisik. Contoh syirkah abdan
dalam kehidupan sehari-hari adalah dua orang nelayan yang sama-sama pergi melaut dalam
sebuah perahu. Sebelum melaut mereka menyepakati bagi hasil atas keuntungan pendapatan
hasil tanggkapan mereka. contoh lain syirkah abdan adalah kerjasama usaha antara seorang
arsitek dan tukang bangunan dalam mengerjakan proyek pembangunan rumah.

e. Syirkah Mudharabah
Syirkah mudharabah adalah bentuk kerjasama usaha dengan adanya pemisahan yang jelas
antara pemberi kontribusi kerja dan kontribusi amal. Pada syirkah mudharabah, pengelola
bertanggung jawab melakukan 100% pekerjaan mengelola usaha, agar menguntungkan. Dan
investor bertanggung jawab memberikan 100% modal yang dibutuhkan pengelola usaha
untuk menghasilkan usaha.
Salah satu contoh syirkah mudharabah adalah pada praktek akad mudharabah dalam
pembiayaan bank syariah kepada koperasi simpan pinjam. Bank syariah menyuplai 100%
modal yang dibutuhkan untuk keperluan pembiayaan anggota koperasi. Sedangkan, pengurus
koperasi bertanggung jawab, untuk melakukan verifikasi kesesuaian kebutuhan anggota
dengan akad pembiayaan syariah, melakukan pengecekan kelayakan pinjaman dan
melakukan penagihan.
Apabila dalam contoh mudharabah dalam kehidupan sehari-hari di koperasi ini terdapat
keuntungan. Maka bank dan koperasi berbagi keuntungan sesuai kesepakatan. Sedangkan
apabila terjadi kerugian, pemilik modal menanggung keseluruhan kerugian, sesuai porsi
modal yang disetorkannya.
Beberapa jenis mudharabah telah diterapkan pada lembaga keuangan syariah. Seperti, akad
mudharabah mutlaqah pada produk simpanan bank syariah. Dan akad mudharabah
musytarakah pada asuransi syariah.

f. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih yang sama-sama
memberikan kontribusi kerja (amal). Disebut syirkah wujuh karena para pihak yang
melakukan syirkah ini memiliki reputasi baik dan keahlian dalam berbisnis. Para pihak ini
membeli barang dengan pembayaran tunda kepada pemilik barang, kemudian menjual
kembali secara tunai. Mereka dapat melakukan hal tersebut, karena memiliki reputasi baik
sehingga dipercaya baik oleh pemilik barang, maupun masyakat calon pembeli.Terkadang
para pihak juga memperoleh 100% modal dari shahibul maal. Sehingga, contoh syirkah
wujuh ini sangat mirip dengan syirkah mudharabah.

g. Syirkah Mufawadhah
Pada prakteknya, syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, dan syirkah mudharabah, dapat
digabungkan dalam satu syirkah, syirkah yang mengabungkan macam-macam syirkah uqud
lainnya dikenal dengan nama syirkah mufawadah. Syirkah mufawadah diperbolehkan, karena
setiap jenis syirkah yang telah memenuhi rukun dan syarat syirkah adalah syirkah yang sah,
apabila digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Adapun pembagian keuntungan dilakukan
berdasarkan kesepakatan para pihak, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan ketentuan
masing-masing syirkah lainnya.
Contoh syirkah mufawadaah adalah seorang investor melakukan syirkah mudharabah dengan
dua orang ahli teknik sipil untuk usaha properti. Dua orang ahli teknik sipil ini juga
melakukan syirkah abdan, untuk mengerjakan proyek. Mereka juga melakukan syirkah
wujuh dengan dengan pemilik toko bangunan. Demikianlah macam-macam syirkah dan
contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi syirkah ini memberikan manfaat ekonomi
syariah dan merupakan perwujudan karakteristik ekonomi syariah yaitu adanya kebebasan
berusaha, selama tidak melanggar norma hukum yang berlaku.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam bidang usaha atau
modal yang masing-masing dari harta yang melakukan syirkah tersebut berbaur menjadi satu
tanpa ada perbedaan satu dengan yang lainnya yang keuntungan dan kerugiannya di
tanggung bersama sesuai kesepakatan yang telah di laksanakan. Mengenai landasan hukum
tentang syirkah ini terdapat dalam al-qur’an, sunnah dan ijma.
Adapun rukun syirkah ada dua yaitu, ucapan (sighah) penawaran dan penerimaan
(ijab dan qabul) dan pihak yang berkontrak. Dan mengenai syaratnya ada tiga
yaitu, pertama, ucapan: berakad dianggap sah jika diucapkan secara verbal atau ditulis.
Kontrak musyarakah dicatat dan disaksikan. Kedua, pihak yang berkontrak: disyaratkan
mitra harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan. Ketiga,
objek kontrak (dana dan kerja): modal yang diberikan harus tunai, emas, perak atau yang
bernilai sama. Para ulama menyepakati hal ini.
Kemudian macam-macam syirkah ada dua macam yakni syirkah milk dan syirkah
‘uqûd. Adapun yang membatalkan syirkah ada yang secara umum dan ada pula yang secara
khusus, seperti yang telah dijelaskan diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Ghazaly, Abdul Rahman dan Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat. Edisi 1. Cet. 1.
Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2010.
Al-baghâ, Musthofâ Dayb. al-Tadzhîb fî adillah Matan al-Ghôyah wa al-taqrîb. Cet. 1. Malang:
Ma’had Sunan Ampel al-Ali Uin Maulana Malik Ibrahim, 2013.
Naja, H.R. Daeng. Akad Bank Syariah. Cet. 1. Yogyakarta: pustaka Yustisia, 2011.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan kontemporer. Cet. 1. Bogor: Ghalia Indonesia, 2012.
Sadique, Muhammad Abdurrahman. Essentials of Mushârakah and Mudhârabah. Edisi 1.
Internasional islamic University Malaysia: IIUM Press, 2009.
Al-Qur’ân al-Karîm.
Syafei’, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia, 2001.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Cet. 1. Jakarta: Gema Insani,
2001.
Muhammad. Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah. Edisi 1. Cet. 1. Yogyakarta: Bpfe-
Yogyakarta, 2005
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Edisi 1. Cet. 1. Jakarta: Amzah, 2010.

Anda mungkin juga menyukai