Anda di halaman 1dari 34

IMPLEMENTASI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN

FATWA NO. 114/DSN-MUI/IX/2017 TENTANG AKAD SHIRKAH


TERHADAP PELAKSANAAN INVESTASI DI SWALAYAN SURYA
KATONG PONOROGO

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :
NANDA DWI YANUARI
102180066

Pembimbing:
FARIDA SEKTI PAHLEVI, S,Pd., S.H., M.Hum.
NIP. 198710012015032006

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
TAHUN 2022
1

IMPLEMENTASI KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN


FATWA NO. 114/DSN-MUI/IX/2017 TENTANG AKAD SHIRKAH
TERHADAP PELAKSANAAN INVESTASI DI SWALAYAN SURYA
KATONG PONOROGO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh


gelar sarjana strata satu (S-1) pada Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo

Oleh:
NANDA DWI YANUARI
NIM. 102180066

Pembimbing:
FARIDA SEKTI PAHLEVI, S,Pd., S.H., M.Hum.
NIP. 198710012015032006

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
TAHUN 2022
2

A. Judul Penelitian
Judul dalam penelitian yang akan dilakukan adalah ”Implementasi
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Fatwa No. 114/DSN-
MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah Terhadap Pelaksanaan Investasi Di
Swalayan Surya Katong Ponorogo”
B. Latar Belakang Masalah
Muamalah merupakan aturan-aturan (hukum) Allah untuk mengatur
manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.1
Dalam hal ini terdapat kaidah bahwa dalam hal muamalah semua
diperbolehkan hingga terdapat dalil yang melarangnya.2 Bisa diartikan bahwa
semua perilaku hubungan baik berupa transaksi, akad-akad, perjanjian-
perjanjian, yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan segala bentuknya,
kecuali terdapat dalil atau ketetapan dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang
melarang suatu perbuatan yang dilakukan manusia itu dalam bermuamalah.
Dalil dan ketetapan terhadap muamalah yang telah ditetapkan oleh
Allah dalam firman-Nya serta dalam hadis utusan-Nya, merupakan pedoman
yang harus dijadikan landasan oleh manusia dalam bermuamalah. Mulai dari
dalil yang merupakan prinsip-prinsip umum hingga fiqh yang merupakan
aturan khusus dalam bermuamalah. Islam telah memiliki aturan-aturan
tersebut yang haruslah dipatuhi oleh manusia. Aturan-aturan tersebut
diberikan untuk memberikan petunjuk bagi manusia terkait kepentingan
duniawi dan kepentingan ukhrawi. Kepentingan ukhrawi merupakan kesatuan
daripada kepentingan duniawi. Dalam kepentingan duniawi manusia terdapat
bagian untuk membuat aturan tersendiri. Akan tetapi untuk aturan-aturan
yang berkenaan dengan kepentingan ukhrawi, manusia tidak dapat membuat
maupun menetapkannya. Bagian manusia hanyalah menetapkan aturan-
aturan tentang kepentingan duniawi agar memiliki berhubungan dengan
lahiriyah maupun batiniyah yang tidak hanya berdampak di dunia akan tetapi

1
Hendi, Suhendi. Fiqh Muamalah (Raja Grafindo Perkasa: Jakarta, 2010), 2.
2
Enang, Hidayat. Fiqh Jual Beli (Remaja Rosdakarya: Bandung, 2015), 51.
3

juga berdampak hingga di akhirat. Karena sesungguhnya apa yang dilakukan


dan diupayakan oleh manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang
Pencipta.
Manusia dalam kehidupan selalu memerlukan bantuan dari orang
lain, karena pada fitrahnya manusia merupakan satu kesatuan antara individu
satu dengan yang lain, atau disebut dengan mahkluk sosial, yang berarti
bahwa sebagai makhluk sosial, manusia tidak mungkin memenuhi kebutuhan
kemanusiaannya dengan baik tanpa berada di tengah sesamanya dalam bentuk
hubungan-hubungan tertentu.3 Maka untuk memenuhi kehidupannya
diperlukanlah suatu hubungan kerja antar manusia. Hubungan kerja antar
manusia itulah yang diatur oleh Allah dan dikemas ke dalam fiqh muamalah
oleh para ulama. asdawqwdqwdasdsadsads
Bentuk-bentuk akad yang ada di dalam Islam yaitu: pinjaman (al-
‘ariyah), utang (al-qarḍu), pengalihan utang (hawalah), penggadaian (rahn),
titipan (wadi’ah), perwakilan (wakalah), jaminan (ḍamān), persewaan dan
pengupahan (ju’alah dan ijarah), jual beli (al-bai’). Dalam hal kerjasama
antar manusia di dalam Islam ditentukan dalam berbagai bentuk, yaitu:
kerjasama dalam usaha (shirkah), kerjsama dalam permodalan yaitu
(muḍarābah), kerjasama dalam pertanian (muzarā’ah), kerjsama dalam
perkebunan (musaqah). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pun mengatur
terkait bentuk-bentuk akad tersebut. Ketentuannya berada di dalam Buku II
tentang Akad Bab I Ketentuan Umum Pasal 20 KHES.
Salah satu akad yang menjadi titik fokus pembahasan penelitian ini
adalah kerjasama dalam usaha, yaitu shirkah atau musharakah. Secara
terminologis, menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, shirkah
(shirkah) adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam satu
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.4 Sayyid Sabiq mengatakan

3
PB HMI, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan,(t.tp.: Yayasan Bina Insan Cita, 2015), 44.
4
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), 220.
4

bahwa shirkah adalah akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal
permodalan dan keuntungan.5 Kerjasama dalam usaha atau shirkah yaitu
kerjasama dua belah pihak atau lebih dengan menyertakan modal masing-
masing untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian
keuntungan atau kerugian dalam bagian yang ditentukan.6 Jadi shirkah adalah
kerjasama antara dua belah pihak dalam suatu usaha dengan penyertaan
modal dari masing-masing pihak dan pembagian keuntungan untuk masing-
masing pihak dengan prosentase pembagian sesuai dengan kesepakatan.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
ۤ
‫اْلُلَطَا ِء لَيَ ْبغِ ْي‬
ْ ‫ِم َن‬ ‫اجهٖۗ َواِن َكثِ ْ ًْيا‬
ِ ‫ال لََق ْد ظَلَمك بِسؤ ِال نَعجتِك اِ ىٰل نِع‬
َ َ َ ْ َُ َ َ َ َ‫ق‬

‫ت َوقَلِْيل ما ُه ْم َوظَن َداوٖ ُد‬ ‫ض ُه ْم َع ىلى بَ ْعض اِّل ال ِذيْ َن اى َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ى‬
ِ ‫الصلِ ىح‬ ُ ‫بَ ْع‬
ِ
‫ب‬ ْ َ‫اََّنَا فَتَ ىنهُ ف‬
َ ‫استَ ْغ َفَر َربهٖ َو َخر َراك ًعا واَ ََن‬
7

Artinya:
Dia (Daud) berkata, “Sungguh, dia benar-benar telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan) kepada
kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara orang-orang yang
berserikat itu benar-benar saling merugikan satu sama lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan beramal saleh, dan sedikit sekali mereka itu.”8

Dalam ayat tersebut merupakan sebuah dasar adanya kerjasama di


dalam Islam. Kerjasama yang dibangun dalam Islam adalah kerjasama yang
tidak terdapat unsur kezaliman di dalamnya, dan pihak-pihak yang melakukan
kerjasama haruslah mendapatkan keuntungan sesuai dengan proporsinya dan
sesuai kesepakatan.

5
Mahmudatus Sa’diyah, “Shirkah Dalam Fiqih dan Perbankan Syariah”, Equilibrium, 2,
(2014), 314.
6
Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), 151.
7
Al-Qur’an, Ṣad (38): 24.
8
Shabbany Shodaq dan E Kusman, Terjemah Perkata Metode Warna Untuk Al-Qur’an
(Bandung: Cordoba, 2014), 454.
5

Rasulullah melalui sabdanya memberikan ketentuan dalam


melakukan kerjasama dalam sebuah usaha, yaitu:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah
SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang sedang
berserikat selama salah satu dari keduanya tidak khianat terhadap
saudaranya (temannya). Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka
Aku akan keluar dari mereka”(H.R Abu Dawud),”9

Dalam hadis diatas menerangkan bahwa jika dua orang bekerjasama


dalam suatu usaha maka Allah akan menjadi pihak ketiga yang akan
menemani orang-orang tersebut dalam bekerjasama, dan Allah akan
memberikan jika orang-orang tersebut tidak melakukan pengkhianatan. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat kebolehan terkait akad shirkah yang didasarkan
pada al-Qur’an dan Hadis di atas selama terdapat prinsip-prinsip kebaikan
yang harus disertakan di dalam berserikat atau bekerjasama.
Selain dalam kedua sumber tersebut, negara melalui Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia telah membuat sebuah fatwa terkait akad
shirkah. Tertuang di dalam fatwa No. 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad
Shirkah bahwa shirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi
dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian
ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Shirkah ini merupakan salah
satu bentuk shirkah amwal dan dikenal dengan nama shirkah inan10.
Sesuai dengan makna shirkah yang telah ada di dalam fatwa DSN-
MUI No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad shirkah, dapat diambil makna
bahwa kerjasama dalam dunia bisnis dengan sistem shirkah telah mendapat
legitimasi kebolehan. Kontribusi yang diberikan oleh masing-masing pihak
adalah dana/modal usaha. Ketentuan yang terdapat di dalam fatwa tersebut
adalah keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara

9
Mahmudatus, “Shirkah ...”, 315.
10
Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah, 3-4.
6

proporsional. Kerugian juga ditanggung oleh para pihak sesuai dengan


proporsi masing-masing.
Di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) juga terdapat
legitimasi sistem kerjasama shirkah. Dalam KHES, yang dimaksud dengan
shirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat.11 KHES mengatur terkait praktik shirkah kedalam 10 halaman, 52
pasal. Isi pembahasannya adalah terkait ketentuan umum shirkah, shirkah
amwal, shirkah abdan, shirkah mufawadhah, shirkah inan, dan shirkah
mushtarakah.
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini penulis akan meneliti
berkaitan dengan penerapan fatwa No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad
Shirkah dan penerapan shirkah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
terhadap kerjasama dalam usaha yaitu shirkah. Kerjasama dalam usaha yang
menjadi objek penelitian ini adalah praktik shirkah yang berjalan di dalam
Swalayan Surya Katong Ponorogo. Swalayan Surya Katong Ponorogo
beralamatkan di Jalan Niken Gandini no.49, Singosaren, Kecamatan Jenangan
Kabupaten Ponorogo, tepatnya sebelah timur gapura masuk makam Batoro
Katong.
Praktik shirkah yang berjalan di swalayan tersebut merupakan
kesepakatan antara pihak swalayan dengan investor. Dalam praktiknya
Swalayan Surya Katong Ponorogo menerapkan praktik shirkah antara
beberapa investor yang melakukan penanaman modal di swalayan tersebut.
Dalam sisi pelaksanaan kerjasamanya, dasar yang digunakan adalah
perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan sistem syariah, akan tetapi
dalam pembentukan perjanjian yang dilakukan untuk digunakan sebagai dasar
pelaksanaan kerjasama, para investor memiliki kesepakatan untuk melakukan
kerjasama penanaman modal dengan sistem syariah secara umum. Kerjasama

11
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 20, 10.
7

penanaman modal yang dilakukan yang tertuang didalam perjanjian atau


MoU yang telah dibuat, menggunakan kerjasama penanaman modal dengan
sistem syariah dengan redaksi perjanjian yang tidak memberikan perincian
terkait sistem syariah apa yang di berlakukan di dalam kerjasama tersebut.
KHES dan Fatwa No. 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah,
memberikan pengertian bahwa kerjasama dengan penyertaan modal disebut
dengan shirkah ‘inan.
Dalam suatu perjanjian perlu dituangkan sebuah kalimat atau redaksi
yang memiliki perinician dan penjelasan dengan baik, agar di dalam
pelaksanaan perjanjian tersebut terdapat kesepahaman antar pihak yang
melakukan perjanjian tersebut. Dalam sisi pembentukan perjanjian ini, yang
sesuai redaksinya tidak memberikan suatu kejelasan terhadap jenis sistem
syariah yang diterapkan dalam kerjasama tersebut, berdampak terhadap
kesepahaman pihak-pihak yang melakukan kerjasama. Hal ini sesuai dengan
pemaparan Bapak Khalid,
“Terdapat ketidaksepahaman antara kami pihak swalayan dengan para
penanam modal yang menanamkan modalnya di surya, akibatnya pihak
penanam modal tidak menyepakati sistem syariah yang oleh pihak
swalayan terapkan. Pihak swalayan hanya berusaha mengeluarkan MoU
sesuai dengan sistem syariah akan tetapi pihak penanam modal tidak
menyetujui nya untuk mendasari kerjasama yang dilakukan.”12
Sesuai dengan pemaparan Bapak Khalid, terdapat permasalahan
tersendiri yang ada di dalam kerjasama tersebut.
Dalam sisi pembagian prosentase keuntungan antara investor dengan
pihak swalayan yaitu 40% untuk investor dan 60% untuk pihak swalayan.
Swalayan Surya Katong Ponorogo menerapkan Memorandum of
Understanding dengan pihak investor sebanyak dua jenis, yaitu yang pertama
adalah pembagian hasil persatu tahun bagi pemilik saham sebanyak 12% dari
modal yang ditanam dan perbulan bagi shahībūl māl dengan pemberian
keuntungan 1% dari modal yang ditanam setiap bulannya yang diberikan
kepada shahībūl māl di akhir tahun.

12
Khalid Hanafi (Tim Pendiri), hasil wawancara, 15 Maret 2022.
8

Menurut peneliti kesepakatan yang dilakukan antara pihak shahībūl


māl dan pihak Swalayan Surya Katong tersebut terdapat ketidaksesuaian
terkait bagi hasil yang tertulis di dalam KHES dan Fatwa No.114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah. Menurut pemaparan Pak Kholid Hanafi,
selaku salah satu tim pendiri Swalayan Surya Katong, ketika dua kesepakatan
tersebut dilaksanakan, maka terdapat dua kemungkinan yang nanti akan
terjadi, yang pertama adalah, Swalayan Surya Katong dianggap zalim ketika
pemberian bagi hasil yang telah diberikan kepada investor lebih kecil dari
pembagian 40% dari keuntungan, karena kemungkinan besarnya keuntungan
diperhitungkan diakhir tahun, yang kedua adalah pihak investor dianggap
zalim ketika pemberian bagi hasil yang telah diberikan kepada investor lebih
besar dari kesepatakan yang dilakukan yaitu 40%, karena terdapat
kemungkinan keuntungan yang didapat oleh Swalayan Surya Katong tidak
terlalu banyak, bahkan mendapat kerugian.13
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka peneliti tertarik
untuk membahas perihal pelaksanaan investasi yang terjadi di Swalayan
Surya Katong Ponorogo tersebut, dengan berfokus kepada pelaksanaan
kerjasama yang dilakukan secara umum, dan kepada sistem bagi hasil yang
dilakukan secara khusus yang dianalisis menggunakan KHES dan Fatwa No.
114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah, dengan judul, ”Implementasi
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Dan Fatwa No. 114/DSN-
MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah Terhadap Pelaksanaan Investasi Di
Swalayan Surya Katong Ponorogo”
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah tersusun tersebut, dapat diangkat
sebuah rumusan masalah sebagai berikut,
1. Bagaimana implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa
No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah terhadap pelaksanaan
investasi di Swalayan Surya Katong Ponorogo?

13
Khalid Hanafi (Tim Pendiri), hasil wawancara, 15 Maret 2022.
9

2. Bagaimana implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan Fatwa


No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah terhadap kesepakatan
bagi hasil dalam pelaksanaan investasi di Swalayan Surya Katong
Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami terkait implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan
Fatwa No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah terhadap
pelaksanaan investasi di Swalayan Surya Katong Ponorogo.
2. Memahami terkait implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah dan
Fatwa No.114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah terhadap
kesepakatan bagi hasil dalam pelaksanaan investasi di Swalayan Surya
Katong Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dilakukan ini adalah lebih kepada dampak
yang akan ditimbulkan dari hasil penelitian yang dilakukan, adapun
manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
A. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan kepada masyarakat dalam bidang hukum
ekonomi syariah terkait akad kerjasama.
B. Dapat dijadikan sebagai bahan kajian bagi kalangan akademisi
maupun praktisi hukum ekonomi syariah dan untuk perkembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi ummat.
2. Manfaat Praktis
A. Bagi Penulis
Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan,
pemahaman dan pengalaman dari upaya yang dilakukan dalam
penelitian.
10

B. Bagi pemilik usaha


Bagi pemilik usaha penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
dasar kegiatan usaha, sebagai tolok ukur praktik investasi dan sebagai
kelanjutan dalam upaya melaksanakan prinsip-prinsip syariah dalam
berinvestasi di Swalayan Surya Katong Ponorogo.
F. Telaah Pustaka
Ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat masalah-
masalah yang sama tentang jual beli yang ada dalam sistem pemancingan,
diantaranya sebagai berikut:
1. Skirpsi Penti Vidiantika, dengan judul “Tinjauan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah Terhadap Jual Beli Buah Dengan Sistem Karungan”
(Studi Kasus Di Pasar Pulung Kecamatan Pulung Kabupaten
Ponorogo).14 Dalam skripsi ini membahas tentang KHES digunakan
sebagai pisau analisis terhadap jual beli buah dengan sistem karungan.
Permasalahan yang diangkat adalah terkait kualitas buah yang dijual
dengan sistem karungan dan sistem ganti rugi yang ditimbulkannya. Dari
hasil penelitian yang dilakukan memunculkan sebuah kesimpulan bahwa
kualitas objek dalam jual beli buah dengan sistem karungan di pasar
Pulung Kecamatan Pulung sudah sesuai dengan KHES, karena sudah
terpenuhi Pasal 76 KHES mengenai syarat obyek yang diperjualbelikan.
Dalam hal pelaksanaan ganti rugi dalam jual beli buah dengan sistem
karungan di pasar tersebut sudah sesuai dengan pasal 77 KHES, karena
pengepul sudah bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi atas
kecacatan obyektersebut. Terdapat persamaan dengan penelitian yang
akan dilakukan, yaitu pada pisau analisis KHES-nya, serta perbedaannya
terdapat pada obyek yang dianalisis.
2. Jurnal Lutfi Raidy, Sandy Rizky Febriandi, Yayat Rahmay Hidayat,
dengan judul “Analisis Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017

14
Penti Vidiantika, Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Jual Beli
Buah Dengan Sistem Karungan” (Studi Kasus Di Pasar Pulung Kecamatan Pulung Kabupaten
Ponorogo), Skripsi, (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2021), v.
11

Tentang Akad Shirkah terhadap Penggunaan Piutang Sebagai Modal”


(Studi Kasus di Toko Buku Doa Ibu Kota Bandung).15 Dalam penelitian
ini membahas penggunaan ra’s al-mal sebagai pemenuhan atas modal
yang kurang dalam bisnis di Pasar Buku Palasari Bandung. Penelitian
yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian kualitatif. Fatwa
DSN-MUI No: 114/DSNMUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah digunakan
sebagai pisau analisis terhadap kasus yang permasalahan tersebut.
Berdasarkan penelitian dan analisis yang sudah dilakukan, hampir semua
kegiatan usaha dan kerja sama yang ada di Toko Buku Doa Ibu sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Fatwa DSN-MUI No:
114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah. Tetapi, penggunaan
piutang sebagai modal usaha tidak diperbolehkan oleh Fatwa DSN-MUI
No: 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah, karena hal ini
bertentangan dengan salah satu ketentuan yang ada di dalam fatwa
tersebut, yaitu ketentuan poin kedelapan yang berbunyi ras al-māl tidak
boleh dalam bentuk piutang. Dalam hal ini jurnal tersebut memiliki
beberapa kesamaan dan perbedaan, persamaannya adalah fatwa tersebut
digunakan sebagai pisau analisis pemecahan masalah yang ada. Metode
penelitian yang digunakan juga terdapat kesamaan dengan penelitian
yang akan penulis lakukan, sisi perbedaan yang ada adalah terdapat pada
objek penelitiannya, atau titik fokus pisau analisis diarahkan kemana,
yaitu penelitian jurnal tersebut berfokus pada penggunaan piutang
sebagai modal usaha, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah
berfokus pada sistem investasi dan penerapan bagi hasil di Swalayan
Surya Katong Ponorogo.
3. Skripsi Ilham Ardianata, dengan judul “Model Akad Muamalah Terhadap
Sistem Bagi Hasil Pada Rumah Kos di Desa Paulan Kecamatan
Colomadu Dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-

15
Lutfi Raidy, et al, Sandy Rizky Febriandi, Yayat Rahmay Hidayat, dengan judul
“Analisis Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah terhadap
Penggunaan Piutang Sebagai Modal” (Studi Kasus di Toko Buku Doa Ibu Kota Bandung),
Prosiding Hukum Ekonomi Syariah, 2, 2019, 472.
12

MUI/IX/2017”.16 Dalam skripsi ini membahas tentang praktek bagi hasil


yang dijalankan pada rumah kos di desa Paulan Kecamatan Colomadu
tersebut, serta peneliti menganalisa klasifikasi bentuk akad dan jenis dari
akad muamalah apa yang diterapkan pada usaha tersebut dari ilmu hukum
ekonomi syariah, serta apakah sistem bagi hasil yang diterapkan antar
pihak apakah sesuai dengan fatwa DSN-MUI nomor 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah. Hasil dari penelitian ini, model akad
muamalah yang dipakai dalam sistem bisnis tersebut adalah akad shirkah
berjenis shirkah al-milk karena pihak memiliki aset yaitu tanah dan
bangunan, Lalu bercampurnya harta dari kedua belah pihak menghasilkan
Shirkah al-‘inan. Dalam hal pembagian sistem bagi hasil 50% kepada
mitra tetapi dengan porsi modal berbeda dan beban kerja sama, belum
sesuai dengan fatwa DSN-MUI nomer 114/DSN-MUI/IX/2017. Dalam
hal ini terdapat kesamaan yang muncul, kesamaan yang ada adalah
penggunaan fatwa DSN MUI sebagi pisau analisis untuk memecahkan
masalah yang ada, serta titik fokus penelitian bertujuan untuk meninjau
sistem bagi hasil yang dilakukan.
4. Skripsi Khoirun Nisa’, dengan judul “Implementasi Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) Dalam Pembiayaan Mudharabah di BMT
Surya Kencana Balong Ponorogo.”17 Dalam skripsi ini membahas
tentang akad mudharabah yang ada di BMT surya Kencana Balong
sebagai obyeknya dan pisau analisisnya adalah KHES. Dalam hal ini
terdapat kesamaan yaitu penggunaan KHES sebagai pisau analisis,
sedangkan perbedaannya adalah pada fokus penelitiannya. Dalam skripsi
diatas fokus penelitiannya adalah pada pembiayaan mudharabah yang
dilakukan di BMT tersebut, sedangkan penelitian yang akan penulis
lakukan adalah pada aspek Shirkah-nya.

16
Ilham Ardianata, Model Akad Muamalah Terhadap Sistem Bagi Hasil Pada Rumah
Kos di Desa Paulan Kecamatan Colomadu Dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-
MUI/IX/2017, Skripsi, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019), 4.
17
Khoirun Nisa’, Implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Dalam
Pembiayaan Mudharabah di BMT Surya Kencana Balong Ponorogo, Skripsi¸ (Ponorogo: IAIN
Ponorogo, 2019), 7.
13

5. Skripsi Hayyin Uhtiyani Khoiron, dengan judul “Tinjauan Kompilasi


Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Terhadap Implementasi Kepatuhan
Syariah Pada Produk-Produk Pembiayaan Di Bmt Surya Mandiri Cabang
Pembantu Jetis”.18 Dalam skripsi ini membahas tentang akad
mudharabah yang ada di BMT Mandiri Cabang Pembantu Jetis sebagai
obyeknya dan pisau analisisnya adalah KHES. Masalah yang diangkat
adalah pada penentuan bidang usaha dalam usaha yang dibiayai oleh
BMT tersebut, serta pembagian keuntungan yang diterapkan antara
nasabah dengan pihak BMT. Dalam hal ini terdapat kesamaan yaitu
penggunaan KHES sebagai pisau analisis, sedangkan perbedaannya
adalah pada fokus penelitiannya. Dalam skripsi diatas fokus
penelitiannya adalah pada pembiayaan mudharabah yang dilakukan di
BMT tersebut, sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan adalah
pada aspek Shirkah-nya.
Dari beberapa karya tulis ilmiah diatas, maka penelitian yang peneliti
lakukan memiliki perbedaan dan kesamaan dengan karya-karya sebelumnya,
dan menjadi kebaruan atas penelitian yang akan dilakukan.
G. Landasan/Kajian Teori
1. Fatwa No. 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah
Dalam terminologi ushul fikih, fatwa dimaknai sebagai pendapat
yang dikemukakan seorang mujtahid atau fakih sebagai jawaban yang
diajukan oleh peminta fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak
mengingat.19 Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) telah mengeluarkan fatwa Nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang
Akad Shirkah. Pengeluaran fatwa tersebut berdasarkan beberapa
pertimbangan, pertama, bahwa masyarakat memerlukan panduan untuk
mempraktikan akad Shirkah terkait kegiatan usaha atau bisnis; kedua,

18
Hayyin Uhtiyani Khoiron, Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Terhadap Implementasi Kepatuhan Syariah Pada Produk-Produk Pembiayaan Di Bmt Surya
Mandiri Cabang Pembantu Jetis, Skripsi, (Ponorogo: IAIN Ponorogo), 7.
19
Sofyan A. P. Kau, “Posisi Fatwa Dalam Diskursus Pemikiran Hukum Islam,” Al-
Ulum, 1, (Juni, 2010), 178.
14

bahwa DSN-MUI telah menetapkan fatwa-fatwa terkait Shirkah, baik


untuk perbankan perusahaan pembiayaan, jasa keuangan maupun
aktivitas bisnis lainnya, namun belum menetapkan fatwa tentang Shirkah
untuk lingkup yang lebih luas sebagai fatwa induk; ketiga, bahwa atas
pertimbangan huruf a dan huruf b, DSN-MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang Akad Shirkah untuk dijadikan pedoman.
Dengan dasar pertimbangan demikian DSN-MUI mengeluarkan fatwa
Nomor 114/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah. Fatwa tersebut
berbunyi sebagai berikut:
a) Pertama, Ketentuan Umum
1) Akad Shirkah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan
kontribusi dana/modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau
secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para
pihak secara proporsional. Shirkah ini merupakan salah satu
bentuk Shirkah amwal dan dikenal dengan nama Shirkah inan.
2) Syarik adalah mitra atau pihak yang melakukan akad Shirkah,
baik berupa orang (syakhshiyah thabi'iyah/natuurlijke persoon)
maupun yang dipersamakan dengan orang, baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum (syakhshiyah i'tibariah/
syakhshiyah hukmiyah/rechtsperson).
3) Ra’s al-mal adalah modal usaha beruppa harta kekayaan yang
disatukan yang disatukan yang berasal dari para syarik.
4) Shirkah amwal adalah Shirkah yang ra’s al-mal-nya berupa harta
kekayaan dalam bentuk uang atau barang.
5) Shirkah 'abdan/Shirkah a'mal adalah Shirkah yang ra's al-mal-
nya bukan berupa harta kekayaan namun dalam bentuk keahlian
atau keterampilan usaha/kerja, termasuk komitmen untuk
menunaikan kewajiban Shirkah kepada pihak lain berdasarkan
kesepakatan atau proporsional.
15

6) Shirkah wujuh adalah Shirkah yang ra's al-mal-nya bukan berupa


harta kekayaan namun dalam bentuk reputasi atau nama baik
salah satu atau seluruh syarik, termasuk komitmen untuk
menunaikan kewajiban Shirkah kepada pihak lain berdasarkan
kesepakatan atau proporsional.
7) Taqwim al-'urudh adalah penaksiran barang untuk diketahui nilai
atau harganya.
8) Nisbah bagi hasil - dapatjuga disingkat nisbah – adalah
perbandingan yang dinyatakan dengan angka seperti persentase
untuk membagi hasil usaha, baik nisbah-proporsional maupun
nisbah-kesepakatan.
9) Nisbah-proporsional adalah nisbah atas dasar porsi ra's al-mal
para pihak (syarik) dalam Shirkah yang dijadikan dasar untuk
membagi keuntungan dan kerugian.
10) Nisbah-kesepakatan adalah nisbah atas dasar kesepakatan bukan
atas dasar porsi ra's al-mal yang dijadikan dasar untuk membagi
keuntungan.
11) Shirkah da'imah atau Shirkah tsabitah adalah Shirkah yang
kepemilikan porsi ra's al-mal setiap syarik tidak mengalami
perubahan sejak akad Shirkah dimulai sampai dengan
berakhirnya akad Shirkah, baik jangka waktunya dibatasi
(Shirkah mu'aqqatah-) maupun tidak dibatasi.
12) Musyarakoh mutanaqishah) adalah Shirkah yang kepemilikan
porsi ra's al-mal salah satu syarik berkurang disebabkan
pembelian secara bertahap oleh syarik lainnya.
13) Kerugian usaha (al-khasarah) musharakah adalah hasil usaha, di
mana jumlah modal usaha (ra's al-mal) yang diinvestasikan
mengalami penurunan atau jumlah modal dan biaya-biaya
melebihi jumlah pendapatan.
14) At-ta'addi adalah melakukan suatu perbuatan yang seharusnya
tidak dilakukan.
16

15) At-taqshir adalah tidak melakukan suatu perbuatan yang


seharusnya dilakukan.
16) Mukhalafat asy-syuruth adalah menyalahi isi dan/atau substansi
atau syarat-syarat yang disepakati dalam akad.
b) Kedua, Ketentuan Hukum dan Bentuk Shirkah
Shirkah boleh dilakukan dalam bentuk-bentuk di bawah ini.
1) Shirkah mu'aqqatah.
2) Shirkah da'imah.
3) Musharakah mutanaqishah.
4) Syirknh amwal.
5) Shirkah 'abdan/Shirkah a'mal.
6) Syirknhwujuh.
c) Ketiga, Ketentuan Sighat Akad
1) Akad Shirkah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah
dipahami dan dimengerti, serta diterima oleh para mitra (syarik).
2) Akad Shirkah boleh dilakukan secara lisan, tertulis, isyarat, dan
perbuatan/tindakan, serta dapat diiakukan secara elektronik sesuai
syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d) Keempat, Ketentuan Para Pihak
1) Syarik (mitra) boleh berupa orang (syakhshiyah
thabi'iyah/natuurlijke persoon) atau yang disamakan dengan
orang, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
(syakhshiyah i'tibariah/syakhshiyah hukmiyah/rechtsperson),
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Syarik (mitra) wajib cakap hukum sesuai dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3) Syarik (mitra) wajib memiliki harta yang disertakan sebagai
modal usaha (ra's al-mal) serta memiliki keahlian/keterampilan
usaha.
17

e) Kelima, Ketentuan Ra’s al-Mal


1) Modal usaha Shirkah wajib diserahterimakan, baik secara tunai
maupun bertahap, sesuai kesepakatan.
2) Modal usaha Shirkah boleh dalam bentuk harta (Shirkah amwal),
keahlian/keterampilan (Shirkah 'abdan), dan reputasi usaha/nama
baik (Shirkah wujuh).
3) Modal usaha Shirkah amwal pada dasamya wajib berupa uang
namun boleh juga berupa barang atau kombinasi antara uang dan
barang.
4) Jika modal usaha dalam bentuk barang, harus dilakukan taqwim
al-'urudh pada saat akad.
5) Modal usaha yang diserahkan oleh setiap syarik wajib dijelaskan
jumlah/nilai nominalnya.
6) Jenis mata uang yang digunakan sebagai ra's al-mal wajib
disepakati oleh para syarik.
7) Jika para syarik menyertakan ra's al-mal berupa mata uang yang
berbeda, wajib dikonversi ke dalam mata uang yang disepakati
sebagai ra's al-mal pada saat akad.
8) Ra's al-mal tidak boleh dalam bentuk piutang.
f) Keenam, Ketentuan Nisbah Bagi Hasil
1) Sistem/metode pembagian keuntungan harus disepakati dan
dinyatakan secara jelas dalam akad.
2) Nisbah boleh disepakati dalam bentuk nisbah-proporsional atau
dalam bentuk nisbah-kesepakatan.
3) Nisbah sebagaimana angka 2 dinyatakan dalam bentuk angka
persentase terhadap keuntungan dan tidak boleh dalam bentuk
nominal atau angka persentase dari modal usaha.
4) Nisbah-kesepakatan sebagaimana angka 2 tidak boleh
menggunakan angka persentase yang mengakibatkan
keuntungan hanya dapat diterima oleh salah satu mitra atau mitra
tertentu.
18

5) Nisbah-kesepakatan boleh dinyatakan dalam bentuk muitinisbah


(berjenjang/tiering).
6) Nisbah-kesepakatan boleh diubah sesuai kesepakatan.
g) Ketujuh, Ketentuan Kegiatan Usaha
1) Usaha yang dilakukan syarik (mitra) harus usaha yang halal dan
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Syarik (mitra) dalam melakukan usaha Shirkah harus atas nama
entitas Shirkah, tidak boleh atas nama diri sendiri.
3) Para syarik (mitra) tidak boleh meminjam, meminjamkan,
menyumbangkan, atau menghadiahkan ra's al-mal dan
keuntungan kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan
mitra-mitra.
4) Syarik (mitra) dalam melakukan usaha Shirkah, tidak boleh
melakukan perbuatan yang termasuk at-ta'addi, at-taqshir,
dan/atau mukhalafat asy-syuruth.
h) Kedelapan, Ketentuan Keuntungan (al-Ribh), Kerugian (al-
khasarah) dan Pembagiannya
1) Keuntungan usaha Shirkah harus dihitung dengan jelas untuk
menghindarkan perbedaan dan/atau sengketa pada waktu alokasi
keuntungan atau penghentian musharakah.
2) Seluruh keuntungan usaha Shirkah harus dibagikan berdasarkan
nisbah-proporsional atau nisbah-kesepakatan, dan tidak boleh ada
sejumlah tertentu dari keuntungan ditentukan di awal yang
ditetapkan hanya untuk syarik tertentu.
3) Salah satu syarik boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan
melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan
kepadanya.
4) Keuntungan usaha (ar-ribh) boleh dibagikan sekaligus pada saat
berakhirnya akad atau secara bertahap sesuai kesepakatan dalam
akad.
19

5) Kerugian usaha Shirkah wajib ditanggung (menjadi beban) para


syarik secara proporsinal sesuai dengan porsi modal usaha yang
disertakannya.
6) Dalam Shirkah 'abdan dan Shirkah wujuh wajib dicantumkan
komitmen para syarik untuk menanggung resiko/kerugian dalam
porsi yang sama atau porsi yang berbeda dengan nisbah bagi hasil
yang berbentuk nisbah-kesepakatan.
i) Kesembilan, Ketentuan Aktivitas dan Produk
1) Jika akad Shirkah direalisasikan dalam bentuk pembiayaan, maka
berlaku dhawabith dan hudud sebagaimana terdapat dalam fatwa
DSN-MUI Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musharakah.
2) Jika akad Shirkah direalisasikan dalam bentuk pembiayaan
rekening koran syariah maka berlaku dhawabith dan hudud
sebagaimana terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 55/DSN-
MUI/V/2007 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Musharakah.
3) Jika akad Shirkah direalisasikan dalam bentuk musharakah
mutanaqishah maka berlaku dhawabith dan hudud sebagaimana
terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-MU/IX/2008
tentang Musharakah Mutanaqishah.
4) Jika akad Shirkah direalisasikan dalam bentuk pembiayaan
sindikasi maka berlaku dhawabith dan hudud sebagaimana
terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 91/DSN-MUI/IV/2014
tentang Pembiayaan Sindikasi (Al -Tamwil Al -Mashrifi Al-
Mujamma')
j) Kesepuluh, Ketentuan Penutup
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan
20

syariah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2) Penerapan fatwa ini dalam kegiatan atau produk usaha wajib
terlebih dahulu mendapatkan opini dari Dewan Pengawas
Syariah.
3) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempumakan sebagaimana mestinya.20
2. Akad Shirkah Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
a) Kedudukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Lahirnya KHES berawal dari terbitnya UU No.3 tahun 2006
tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama (UUPA).21 UU No.3 Tahun 2006 ini memperluas
kewenangan PA sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
umat Islam Indonesia saat ini. Dengan perluasan kewenangan
tersebut, kini PA tidak hanya berwenang menyelesaikan sengketa di
bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, dan sadaqah saja,
melainkan juga menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi)
dan menyelesaikan sengketa dalam zakat, infaq, serta sengketa hak
milik dan keperdataan lainnya antara sesama muslim, dan ekonomi
syari’ah. KHES disusun sebagai respon terhadap perkembangan baru
dalam hukum mu’amalat dalam bentuk praktek-praktek ekonomi
Syari’ah melalui LKS yang memerlukan payung hukum. Secara
konstitusional, KHES disusun sebagai respon terhadap UU No. 3
Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama (UUPA), yang memperluas kewenangan PA,
seperti Hukum Ekonomi Syari’ah.

20
Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah
21
Abdul Mughits, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Tinjauan Hukum
Islam, Al-Mawarid, XVII, 2008, 142-143.
21

KHES merupakan sebuah kumpulan dari hukum Islam yang


telah ada, dapat dilihat dari sumber hukum di dalam KHES adalah
sama dengan sumber hukum di dalam Islam. sumber hukum Islam itu
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: pertama, sumber-sumber
hukum yang disepakati (masadir al-ahkam al-muttafaq ’alaiha) atau
sering disebut sumber-sumber utama, yaitu Al-Qur’an, Sunnah,
Ijma’, dan Qiyas; dan kedua sumber-sumber hukum yang
diperselisihkan (maṣādir al-akhkām al-mukhtalāf fīhā), yaitu
Istihsan, Istislah (al-Maslāhah al-Mursālah), Zara’i’, ’Urf, Istishab,
Mazhab Sahābi, Shar’un Man Qablāna, dan Dalālah al-Iqtirān.
Dalam penyusunan KHES, nampak sekali telah merujuk ke banyak
sumber, di samping sumber-sumber pokok juga sumber-sumber
pendukung.22 Dapat disimpulkan KHES adalah sebuah upaya
positifisasi hukum muamalah dalam kehidupan umat Islam di
Indonesia yang secara konstitusional sudah dijamin oleh sistem
konstitusi Indonesia.
b) Shirkah berdasarkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Shirkah di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah berada di
dalam BAB VI dan BAB VII, di dalam BAB VI membahas Shirkah
secara umum, mulai ketentuan umum Shirkah, serta macam-macam
Shirkah dan ketentuan di dalamnya. Dimulai dari pasal 134 hingga
pasal 186 KHES. Pengertian Shirkah secara mendasar berada dalam
ketentuan umum KHES Buku II BAB I Pasal 20, dijelaskan bahwa
Shirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan, dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati
oleh pihak-pihak yang berserikat. Pada BAB VII membahas tentang
Shirkah Milk, yaitu hak milik bersama atas harta dengan kepemilikan

22
Ibid., 153.
22

penuh terjadi apabila ada dua pihak atau lebih, bergabung dalam suatu
kepemilikan atas harta tertentu.23
3. Shirkah
a) Pengertian Shirkah
Pengertian Shirkah menurut bahasa Secara bahasa al-Shirkah
berarti al-Ikhtilat berarti :”percampuran atau persekutuan dua halatau
lebih, sampai-sampai antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti
persekutuan hak kepunyaan atau perserikatan usaha.”24 Definisi
Shirkah menurut mazhab Maliki adalah suatu izin ber-tasharruf bagi
masing-masing pihak yang bersertifikat. Menurut mazhab Hambali,
Shirkah adalah persekutuan dalam hal hak dan tasharruf. Sedangkan
menurut Syafi’i, Shirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua
pihak atau lebih dengan tujuan persekutuanJadi dapat disimpulkan
terkait pengertian Shirkah.25 Menurut Hasbi ash-Shidieqie, bahwa
yang dimaksud dengan Shirkah ialah “akad yang berlaku antara dua
orang atau lebih guna ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan
membagi keuntungannya.”26 Jadi dapat disimpulkan bahwa Shirkah
adalah kerjasama antara dua belah pihak dalam suatu usaha dengan
penyertaan modal dari masing-masing pihak dan pembagian
keuntungan untuk masing-masing pihak dengan presentase
pembagian sesuai dengan kesepakatan.
b) Dasar Hukum Shirkah
Dasar hukum Shirkah terdapat di dalam al-Qur’an dan Hadis.
Dalil dalam al-Qur’an terdapat pada surat Surat Shad ayat 24.

23
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Pasal 187.

24
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik Hingga Kontemporer (Teori dan
Praktek) (Malang: UIN Maliki Press, 2018), 73.
25
Mahmudatus, “Shirkah ...”, 314.
26
Akhmad, “Fiqh Muammalah ...”, 73.
23

ۤ
ْ ‫اجهٖۗ َواِن َكثِ ْ ًْيا ِم َن‬
‫اْلُلَطَا ِء لَيَ ْبغِ ْي‬ ِ ‫ال لََق ْد ظَلَمك بِسؤ ِال نَعجتِك اِ ىٰل نِع‬
َ َ َ ْ َُ َ َ َ َ‫ق‬
‫ت َوقَلِْيل ما ُه ْم َوظَن‬ ‫ض ُه ْم َع ىلى بَ ْعض اِّل ال ِذيْ َن اى َمنُ ْوا َو َع ِملُوا ى‬
ِ ‫الصلِ ىح‬ ُ ‫بَ ْع‬
ِ
‫ب‬َ ‫استَ ْغ َفَر َربهٖ َو َخر َراك ًعا واَ ََن‬ْ َ‫َداوٖ ُد اََّنَا فَتَ ىنهُ ف‬
27

Artinya:
Dia (Daud) berkata, “Sungguh, dia benar-benar telah berbuat zalim
kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (digabungkan)
kepada kambing-kambingnya. Sesungguhnya banyak di antara
orang-orang yang berserikat itu benar-benar saling merugikan satu
sama lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan
sedikit sekali mereka itu.”28

Surat An-Nisa ayat 12.

‫اج ُك ْم اِ ْن َّلْ يَ ُك ْن َّلُن َولَد ۚ فَاِ ْن َكا َن ََّلُن َولَد فَلَ ُك ُم‬ ُ ‫ف َما تَ َرَك اَْزَو‬ ُ ‫ص‬
ِ
ْ ‫۞ َولَ ُك ْم ن‬
ْۢ ِ
‫الربُ ُع ِِما تََرْكتُ ْم اِ ْن َّْل‬
ُّ ُ َ ْ َ َْ َ َ ْ ْ ُّ َ ْ َ ْ ‫الربُ ُع ِِما تََرْك َن م‬
‫ن‬‫َّل‬
َ ‫و‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫و‬ ‫ا‬ ٓ‫ا‬ ِ
‫ب‬ ‫ْي‬ ِ
‫ص‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ة‬ ‫ي‬‫ص‬ِ ‫و‬ ِ
‫د‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ُّ
ِ ِ ِ ْۢ ِ ِ
‫ص ْو َن‬ُ ‫يَ ُك ْن ل ُك ْم َولَد ۚ فَا ْن َكا َن لَ ُك ْم َولَد فَلَ ُهن الث ُُّم ُن ِما تََرْكتُ ْم م ْن بَ ْعد َوصية تُ ْو‬
‫ث َك ىللَةً اَ ِو ْامَراَة ولَهٖ ٓۗ اَخ اَْو اُ ْخت فَلِ ُك ِل‬ ِ
ُ ‫ِبَآ اَْو َديْن َوا ْن َكا َن َر ُجل يُّ ْوَر‬
ْۢ ِ ۤ ِ ۚ ‫الس ُد‬
‫ث ِم ْن بَ ْع ِد‬ ‫ك فَ ُه ْم ُشَرَكاءُ ِِف الثُّ ُل‬ ِ
َ ‫س فَا ْن َكانُْٓوا اَ ْكثَ َر ِم ْن ىذل‬ ُ ُّ ‫احد ِمْن ُه َما‬ِ‫و‬
َ
29 ِ
ۤ ٍۙ
‫ضار ۚ َو ِصيةً ِم َن ىاّللِ َو ىاّللُ َعلِْيم َحلْيم‬ ِ
َ ‫َو ِصية يُّ ْو ىصى بَآ اَْو َديْن َغ ْ َْي ُم‬
Artinya:
Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-
istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri)
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri)
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi)
wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu.
Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia
tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu),
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

27
Al-Qur’an, Sad’ (38): 24.
28
Shabbany Shodaq dan E Kusman, Terjemah Perkata ..., 452.
29
Al-Qur’an, An-Nisa (4): 12.
24

Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari


seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu,
setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar)
utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah
ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”30

Sedangkan Referensi dari hadis, yaitu:


“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah
SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang sedang
berserikat selama salah satu dari keduanya tidak khianat terhadap
saudaranya (temannya). Apabila diantara mereka ada yang
berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka”(H.R Abu
Dawud),”31

c) Rukun dan Syarat Shirkah


Shirkah memiliki beberapa rukun yang sudah digariskan oleh
ulama guna menentukan sahnya akad tersebut, rukun dari Shirkah
tersebut adalah shigat (ijab dan kabul), pihak yang bertransaksi, dan
objek transaksi (modal dan kerja).
Dalam referensi lain, mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun
Shirkah ada tiga, yaitu: sighat, dua orang yang melakukan transaksi
(‘aqidain), dan objek yang ditransaksikan. Sighat, yaitu ungkapan
yang keluar dari masing-masing pihak yang bertransaksi yang
menunjukkan kehendak untuk melaksanakannya. Sighat terdiri dari
ijab qabul yang sah dengan semua hal yang menunjukkan maksud
Shirkah, baik berupa perbuatan, maupun ucapan. ‘Aqidain adalah dua
pihak yang melakukan transaksi. Shirkah tidak sah kecuali dengan
adanya kedua belah pihak ini, karena kedua belah pihak inilah yang
melakukan Shirkah tersebut. Disyaratkan bagi keduanya adanya
kelayakan melakukan transaksi (ahliyah al-‘Aqad yaitu
baligh,berakal, pandai, dan tidak dicekal untuk membelanjakan
harta). Adapun objek Shirkah, yaitu modal pokok. Ini bisa berupa
harta maupun pekerjaan. Modal pokok Shirkah harus ada. Tidak

30
Shabbany Shodaq dan E Kusman, Terjemah Perkata ..., 72.
31
Mahmudatus, “Shirkah ...”, 315.
25

boleh berupa harta yang terutang atau benda yang tidak diketahui
karena tidak dapat dijalankan sebagaimana yang menjadi tujuan
Shirkah, yaitu mendapat keuntungan.32
d) Macam-macam Shirkah
1) Shirkah Amlak
Shirkah amlak adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau
lebih terhadap suatu barang tanpa transaksi Shirkah.33 Dalam
Shirkah amlak ini terdapat dua jenis pembagian, yaitu Shirkah
ikhtiyar (sukarela), yaitu Shirkah yang lahir atas kehendak kedua
belah pihak yang bersekutu. Contohnya: dua orang yang
mengadakan kongsi untuk membeli suatu barang, atau dua orang
yang mendapat hibah atau wasiat untuk melakukan sebuah usaha
dan keduanya menerimanya sehingga keduanya menjalin sebuah
persekutuan dalam hak milik. Yang kedua adalah Shirkah jabar
(paksa), yaitu persekutuan yang terjadi diantara dua orang atau
lebih tanpa sekehendak mereka. Contohnya: dua orang yang
mendapat sebuah warisan sehingga barang yang diwariskan
tersebut menjadi hak milik kedua orang yang bersangkutan.34
2) Shirkah al-‘Uqud
Shirkah al-‘Uqud adalah transaksi yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih untuk menjali persekutuan dalam harta dan keuangan.35
Dalam Shirkah al-‘uqud ini terbagi menjadi 4 bentuk Shirkah,
yaitu:
a. Shirkah al-“inan
Shirkah al-‘inan, yaitu persekutuan dua orang untuk
memanfaatkan harta bersama sebagai modal untuk berdagang
dan keuntungannya dibagi dua.36 Sayyid sabiq menjelaskan

32
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), 221.
33
Panji Adam, Fiqh Muamalah Maaliyah (Konsep, Regulasi, dan Implementasi)
(Bandung: Refika Aditama, 2017), 276.
34
Ibid., 139.
35
Ibid.
36
Ibid., 140.
26

bahwa Shirkah inan yaitu kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha
bersama dengan cara membagi untung atau rugi sesuai dengan
jumlah modal masing-masing. Namun, apabila porsi masing-
masing pihak baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil
berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka, semua ulama
membolehkannya.37
b. Shirkah al-mufawadhah
Shirkah al-mufawwadhah adalah kerjasama antara dua orang
atau lebih untuk melakukan suatu usaha dengan persyaratan
sebagai berikut, pertama, modalnya harus sama banyak,
mempunyai kesamaan wewenang dalam bertindak yang ada
kaitannya dengan hukum, mempunyai kesamaan dalam hal
agama, masing-masing anggota mempunyai hak untuk
bertindak atas nama Shirkah.38
c. Shirkah ‘abdan
Shirkah ‘abdan yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih
untuk melakukan suatu usaha atau pekerjaan. 39
d. Shirkah al-wujuh
Shirkah al-wujuh yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih
untuk membeli sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal
kepercayaan dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.40
e) Cara pembagian hasil
Di kalangan ulama terdapat perselisihan terkait pembagian yang
sah dalam Shirkah. Ulama syafi’iyah berpendapat bahwa yang sah
dilakukan hanyalah Shirkah al-Inan, sementara Shirkah selain itu

37
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqh Muamalah) (Jakarta: Kencana Prenadamedia
Groub, 2012), 225.
38
Ibid.
39
Ibid., 226
40
Ibid.
27

batal untuk dipalukan.41 Dalam referensi lain terdapat dua pembagian,


yaitu keuntungan dibagikan secara proporsional dan pembagian
keuntungan secara tidak proporsional. Untuk pembagian yang
pertama, pembagian keuntungan berdasarkan dengan kontribusi
modal mereka. Pembagian kedua adalah pembagian keuntungan yang
tidak proporsional terhadap modal bila para mitra membuat syarat-
syarat tertentu dalam kontrak.
H. Metode Penelitian Kualitatif
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research).
Penelitian lapangan (field research) merupakan sebuah metode yang
digunakan untuk menemukan secara khusus dan realistik apa yang
tengah terjadi ditengah masyarakat.42 Kejadian-kejadian yang tengah
terjadi di masyarakat menjadi obyek dalam penelitian. Penelitian
dilakukan pada obyek yang alamiah. Obyek yang alamiah adalah
obyek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti
dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek
tersebut.43 Sedangkan peneliti dalam penelitian ini menggunakan jenis
data kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penganut aliran
fenomenologis yang menitik beratkan kegiatan penelitian ilmiahnya
dengan jalan penguraian (describing) dan pemahaman (understanding)
terhadap gejala-gejala sosial yang diamatinya.44 Pendekatan yang
digunakan oleh peneliti adalah pendekatan normatif, yaitu
menggunakan teori-teori hukum Islam yaitu fatwa Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indoneisa dan hukum positif yaitu Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah

41
Hendi, Fiqh Muamalah., 132.
42
Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Mu’amalah (Ponorogo: Stain Po Press, 2010), 6.
43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet- 21 (Bandung:
Alfabeta, 2014), 8.
44
Hardani, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, et.al (Yogyakarta: Pustaka Ilmu,
2020), 39.
28

2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti adalah berperan sebagai instrumen utama
dan pengumpul data. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri.45 Peneliti
Kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan
data dan membuat kesimpulan atas temuannya.46 Peneliti dalam hal ini
juga berperan sebagai pengamat partisipan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang akan menjadi obyek penelitian adalah
Swalayan Surya Katong yang bertempat di kabupaten Ponorogo.
4. Data dan Sumber Data
A. Data
Data yang diperlukan oleh peneliti dalam penelitian ini antara lain
adalah mekanisme investasi dan sistem bagi hasil di Swalayan
Surya Katong yang didapat melalui wawancara dengan pihak
direksi, serta pihak yang memeliki keterkaitan dengan direksi,
yaitu shahibul maal, investor yang nantinya data tersebut akan
diolah menjadi bahan penelitian.
B. Sumber Data
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data.47 Sumber data
primer ini menjadi bahan utama atas apa yang nantinya akan
diteliti oleh peneliti.

45
Sugiyono, Metode Penelitian, 222.
46
Ibid.
47
Ibid., 225.
29

2. Sumber Data Sekunder


Sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat
orang lain atau lewat dokumen.48 Sumber data sekunder bisa
dididapatkan dengan menggali informasi seputar obyek
penelitian yang berkaitan dengan daftar penjualan, dan
dokumen-dokumen pendukung lainnya.
Sumber data yang muncul akan berkembang seiring penelitian
berlangsung, besar kemungkinan sumber data yang di tuangkan
dalam penelitian ini akan bertambah, sesuai dengan kebutuhan
yang menguatkan data.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitan
ini adalah:
A. Wawancara
Wawancara dilakukan melalui para tokoh/key informan.49
B. Observasi
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap
penelitian yang akan dilakukan.
C. Dokumentasi
Dokumen yang nantinya akan diambil dapat berupa tulisan,
gambar, atau foto.
6. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah terkumpulnya data yang diperoleh
dari tahapan-tahapan pengumpulan data. Analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat
mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang

48
Ibid.

49
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan (Bandung:
Refika Aditama, 2014), 205.
30

lain.50 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian


deduktif, yaitu pembahasan-pembahasan yang diawali dengan
mengemukakan dalil-dalil, teori-teori yang bersifat umum kemudian
mereduksi untuk memunculkan penjelasan teoritis yang bersifat
khusus.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini pengecekan keabsahan data yang digunakan
oleh penulis yaitu teknik triangulasi, teknik pengecekan keabsahan
data dengan cara memperoleh data yang sama dari sumber yang
berbeda guna membandingkan atau mengecek.
A. Triangulasi Sumber
Membandingkan dan mengecek kembali derajat keabsahan suatu
informasi yang didapat melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
metode kualitatif.
B. Triangulasi Metode
Terdapat dua strategi yang digunakan, Pertama, pengecekan
derajat kepercayaan penemuan hail penelitian beberapa teknik
pengumpulan data. Kedua, pengecekan derajat kepercayaan
beberapa sumber data dengan metode yang sama.
C. Triangulasi dengan teori
Hal ini dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau
lebih teori dan dinamakan penjelasan banding (rival
explanation).51
I. Sistematika Pembahasan
Rencana Pembahasan dalam penelitian ini dibagi kedalam beberapa bab
yang masing-masing bab mempunyai sub-sub bab, dan masing-masing
rangkaian satuan pembahasan.

50
Sugiyono, Metode Penelitian, 244.

51
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), 173.
31

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, kemudian
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
studi penelitian terdahulu, metode penelitian dan
sistematika penulisan
BAB II : TEORI SHIRKAH
Bab ini berisikan teori-teori mengenai
Shirkah yang berasal dari Fatwa No. 114/DSN-
MUI/IX/2017 tentang Akad Shirkah dan Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah yang nantinya digunakan
sebagai landasan dan pisau analisis dalam
pengkajian dan analisis masalah.
BAB III : INVESTASI DI SWALAYAN SURYA
KATONG PONOROGO
Bab ini berisikan deskripsi terkait informasi
yang diperolah dari lapangan, yaitu terkait gambaran
umum
BAB IV : ANALISIS IMPLEMENTASI KOMPILASI
HUKUM EKONOMI SYARIAH DAN FATWA
NO. 114/DSN-MUI/IX/2017 TENTANG AKAD
SHIRKAH TERHADAP PELAKSANAAN
INVESTASI DI SWALAYAN SURYA
KATONG PONOROGO
Dalam bab ini peneliti membahas terkait
analisis Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Dan
Fatwa No. 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad
Shirkah terhadap pelaksanaan investasi di swalayan
surya katong ponorogo. Kedua teori diatas
digunakan sebagai pisau analisis untuk pemecahan
masalah yang telah tersajikan.
32

BAB V : Penutup
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran
dari hasil penelitian yang telah dibahas oleh peneliti.

J. Daftar Pustaka Sementara


Referensi Buku:
Adam, Panji. Fiqh Muamalah Maaliyah (Konsep, Regulasi, dan
Implementasi). Bandung: Refika Aditama, 2017.
Damanuri, Aji. Metodologi Penelitian Mu’amalah. Ponorogo: Stain Po Press,
2010.
Fauroni, R. Lukman. Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis. Jakarta:
Salemba, 2002.
Hardani. Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. et.al. Yogyakarta:
Pustaka Ilmu, 2020.
Hasan, Akhmad Farroh. Fiqh Muammalah dari Klasik Hingga Kontemporer
(Teori dan Praktek). Malang: UIN Maliki Press, 2018.
Hidayat, Enang. Fiqh Jual Beli. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.
Mardani. Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah. Jakarta: Prenada Media Group, 2012.
Nawawi, Ismail. Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor, Ghalia
Indonesia, 2012.
PB HMI, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan. t.tp.: Yayasan Bina Insan Cita, 2015.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah , cet-5. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,
2010.
Sa’diyah, Mahmudatus. “Shirkah Dalam Fiqih dan Perbankan Syariah”.
Equilibrium. 2. 2014.
Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar Menggali Serat Ekonomi dan
Keuangan Islam. Tangerang: Kholam Publishing, 2008.
33

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cet- 21


.Bandung: Alfabeta, 2014.
Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan.
Bandung: Refika Aditama, 2014.
Referensi Skripsi :
Ardianata, Ilham. Model Akad Muamalah Terhadap Sistem Bagi Hasil Pada
Rumah Kos di Desa Paulan Kecamatan Colomadu Dalam Perspektif
Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2019.
Khoiron, Hayyin Uhtiyani. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) Terhadap Implementasi Kepatuhan Syariah Pada Produk-
Produk Pembiayaan Di Bmt Surya Mandiri Cabang Pembantu Jetis.
Skripsi. Ponorogo: IAIN Ponorogo.
Nisa’, Khoirun. Implementasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Dalam Pembiayaan Mudharabah di BMT Surya Kencana Balong
Ponorogo. Skripsi. Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2019.
Vidiantika, Penti. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Terhadap
Jual Beli Buah Dengan Sistem Karungan” (Studi Kasus Di Pasar Pulung
Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo). Skripsi. Ponorogo: IAIN
Ponorogo, 2021.
Referensi Jurnal atau artikel ilmiah :
Raidy, Lutfi, et al, dengan judul “Analisis Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-
MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah terhadap Penggunaan Piutang
Sebagai Modal” (Studi Kasus di Toko Buku Doa Ibu Kota Bandung),
Prosiding Hukum Ekonomi Syariah, 2, 2019, 472.
Referensi Hukum Positif:
Fatwa DSN-MUI No. 114/DSN-MUI/IX/2017 Tentang Akad Shirkah.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Referensi ayat al-Qur’an :
Al-Qur’an, An-Nisa’ (4):29.
Al-Qur’an, Sad (38): 24.

Anda mungkin juga menyukai