Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKUNTANSI KEUANGAN MUSYARAKAH


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Keuangan dan
Perbankan Syariah
Dosen Pengampu: Aqmari Zhafarina Kamal, M.E

Disusun Oleh:
Pebi Nuryaman (1209230190)
Putri Ramadanti (1209230195)
Raihan Bagja (1209230202)

JURUSAN MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH/6/E


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang Ia berikan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang berkontribusi dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan memicu penelitian yang lebih mendalam.
Kami sadar bahwa dalam proses penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sekalian.

Bandung, 7 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II LANDASAN/KAJIAN TEORI........................................................ 3
A. Pengertian Musyarakah........................................................................ 3
B. Dasar Hukum Musyarakah................................................................... 4
C. Rukun, Syarat dan Pembagian Musyarakah......................................... 5
D. Akad Musyarakah................................................................................. 8
E. Ketentuan Pembagian Keuntungan dan Kerugian Musyarakah........... 9
F. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah....................................................... 9
G. Standar Akuntansi Keuangan Musyarakah........................................... 11
BAB III PENUTUP......................................................................................... 14
A. Kesimpulan .......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan prinsip-prinsip Islam dalam berbagai sistem ekonomi terus
meningkat. Selain itu, populasi Muslim Indonesia yang besar mendorong peluang
kerja di bisnis syariah dan akuntansi syariah. Dimulai dengan bank dan pasar
modal, akuntansi syariah menjadi semakin populer di kalangan umat Islam di
seluruh dunia. 
Akuntansi Syariah adalah sarana identifikasi, klasifikasi dan pencatatan
yang menghasilkan laporan keuangan berdasarkan prinsip-prinsip perjanjian
syariah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan.
Beberapa prinsip syariah yang harus diperhatikan antara lain tidak menipu, tidak
menggunakan barang haram, tidak merugikan, tidak mendzalimi, riba dan judi1. 
Akuntansi syariah merupakan penyempurnaan dari akuntansi konvensional
yang masih belum menggunakan prinsip syariah dalam kegiatan pencatatannya.
Selain itu, akuntansi syariah juga menawarkan alternatif atas permasalahan yang
muncul dalam kehidupan bisnis.
Salah satu hal mendasar yang diberikan oleh prinsip akuntansi Islam
adalah panduannya. Akuntansi syariah berorientasi pada komunitas, sedangkan
akuntansi konvensional berorientasi pada individu2. Tujuan dari akuntansi syariah
adalah untuk menghasilkan laba yang wajar, sedangkan tujuan akuntansi
konvensional adalah untuk menghasilkan laba semaksimal mungkin. Oleh karena
itu akuntansi syariah ini sangat penting untuk kehidupan ekonomi masyarakat,
terkhusus umat Muslim.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan musyarakah?
1
Hani Werdi Apriyanti, Teori Akuntansi Berdasarkan Pendekatan Syariah, (Yogyakarta:
Deepublish, 2018)
2
Azharsyah Ibrahim. Akuntansi Konvensional VS Akuntansi Syariah: Islamisasi Konsep-Konsep
Dasar Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Islam: Volume 1, No 1, 2009)

1
2. Apa saja dasar hukum musyarakah?
3. Apa saja rukun, syarat dan pembagian musyarakah?
4. Bagaimana akad musyarakah?
5. Bagaimana ketentuan pembagian keuntungan dan kerugian musyarakah

2
6. Apa saja aplikasi pembiayaan musyarakah?
7. Bagaimana standar akuntansi keuangan musyarakah?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka diperoleh tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan musyarakah
2. Untuk mengetahui apa saja dasar hukum musyarakah
3. Untuk mengetahui apa saja rukun, syarat dan pembagian musyarakah
4. Untuk mengetahui bagaimana akad musyarakah
5. Untuk mengetahui ketentuan pembagian keuntungan dan kerugian musyarakah
6. Untuk mengetahui apa saja aplikasi pembiayaan musyarakah
7. Untuk mengetahui standar akuntansi keuangan musyarakah
BAB II
LANDASAN/KAJIAN TEORI

A. Pengertian Musyarakah
Musyarakah menurut bahasa berasal dari kata syirkah yang berarti al-
ikhtilath yang artinya campur atau pencampuran. Maksud dari pencampuran disini
yaitu seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak
mungkin untuk dibedakan.3
Musyarakah adalah suatu kerjasama dan pengaturan bagi hasil antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
menyumbangkan atau menggabungkan modal, harta atau model dengan suatu
perjanjian yang menutup hak, kewajiban, resiko dan keuntungan secara
proporsional. Nisbah (bagi hasil) ditentukan oleh besarnya modal dan peran
masing-masing.4
Sedangkan menurut PSAK No 106 tentang akuntansi musyarakah,
musyarakah merupakan akad kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk
melakukan suatu usaha atau bisnis tertentu, yang dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan keuntungan yang didapat akan
dibagi berdasarkan kesepakatan awal, dan jika mengalami kerugian maka akan
dibagi berdasarkan persentase kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas ataupun
non kas yang dibolehkan oleh syariah. Aturan mengenai pembiayaan musyarakah
tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No: 08/DSN-MUI/IV/2000.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), Syirkah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih, dalam hal permodalan, keterampilan,
kepercayaan dalam suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.

3
Gustavo, Dony Firmansyah Arizal, and Wirman Wirman. "Analisis Penentuan Nisbah
Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Pada PT Bank Syariah Mandiri." Jurnal Ilmiah Wahana
Pendidikan 9.1 (2023): 97-109.
4
Arweni. Pengaruh pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap tingkat
profitabilitas bank BRI Syariah tahun 2011-2020. Diss. Universitas_Muhammadiyah_Mataram,
2022.

3
Menurut Fatwa DSN-MUI, Musyarakah merupakan pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan konstribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.

B. Dasar Hukum Musyarakah


Musyarakah merupakan salah satu akad yang diperbolehkan oleh syariah
berdasarkan Alqur'an, sunnah, dan ijma ulama.
Dalil mengenai akad musyarakah dalam Alqur'an disebutkan dalam surat Shaad
ayat 24, yaitu:
ِ ‫صلِ ٰ َح‬
‫ت َوقَلِي ٌل َّما هُ ْم‬ ۟ ُ‫وا َو َع ِمل‬
َّ ٰ ‫وا ٱل‬ ۟ ُ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَعْض اَّل ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
ُ ‫َوِإ َّن َكثِيرًا ِّمنَ ْٱل ُخلَطَٓا ِء لَيَ ْب ِغى بَ ْع‬
َ ‫ٍ ِإ‬
Artinya: "Dari sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini" (Q.S Shaad:24).

Dalil mengenai akad musyarakah dalam hadist seperti yang diriwayatkan oleh
Abu Daud dari Abu Hurairah, yaitu:
ُ ْ‫احبَهُ َخ َرج‬
‫ت ِم ْن‬ ِ ‫ص‬َ ‫ فَِإ َذا خَ انَ َأ َح ُدهُ َما‬،ُ‫احبَه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ث ال َّش ِر ْي َك ْي ِن َما لَ ْم يَ ُخ ْن َأ َح ُدهُ َما‬
ُ ِ‫ َأنَا ثَال‬:ُ‫ِإ َّن هللاَ تَ َعالَى يَقُوْ ل‬
‫بَ ْينِ ِه َما‬
Artinya: "Nabi SAW bersabda, sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku adalah
yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya
tidak mengkhianati temanya, Aku akan keluar dari persekutuan tersebut apabila
salah seorang menghianatinya".
Dalil tentang akad musyarakah menurut ijma para ulama disebutkan oleh Ibnu
Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni, yaitu "kaum mulismin telah berkonsensus
terhadap legitimasi Musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan
pendapat dalam beberapa elemen darinya".

C. Rukun, Syarat dan Pembagian Musyarakah


1. Syarat Musyarakah

4
Syarat dan rukun musyarakah Adapun mengenai syarat-syarat syirkah
menurut Idris Ahmad adalah: 5
1) mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat
kepada pihak yang akan mengendalikan harta serikat,
2) anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah
wakil dari yang lain,
3) mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik
berupa mata uang maupun bentuk yang lain (Ahmad, 1969: 66).
2. Rukun Musyarakah
Para ulama memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut ulama
Hanafiyah rukun syirkah ada dua yaitu ijab dan qabul. Sebab ijab qabul (akad)
yang menentukan adanya syirkah. Adapun mengenai dua orang yang berakad dan
harta berada di luar pembahasan akad seperti dalam akad jual beli (Al-Jaziri,
1990: 71). Dan Jumhur ulama menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal
yang harus dilakukan dalam syirkah. Adapun rukun syirkah menurut para ulama
meliputi;
1. Sighat (Ijab dan Qabul). Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkah
tergantung pada sesuatu yang di transaksikan dan juga kalimat akad hendaklah
mengandung arti izin buat membelanjakan barang syirkah dari peseronya.
2. Al-‘Aqidain (subjek perikatan). Syarat menjadi anggota perserikatan yaitu: a)
orang yang berakal, b) baligh, c) merdeka atau tidak dalam paksaan. Disyaratkan
pula bahwa seorang mitra diharuskan berkompeten dalam memberikan atau
memberikan kekuasaan perwakilan, dikarenakan dalam musyarakah mitra kerja
juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan (Tim Pengembangan Perbankan
Syariah, 2001: 182).
3. Mahallul Aqd (objek perikatan). Objek perikatan bisa dilihat meliputi modal
maupun kerjanya. Mengenai modal yang disertakan dalam suatu perserikatan
hendaklah berupa: a) modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau
yang nilainya sama,
b) modal yang dapat terdiri dari aset perdagangan,

5
Musyarakah, Analisis Akad Pembiayaan. "Analisis Akad Pembiayaan Musyarakah (Studi Kasus
Perjanjian Musyarakah No. 55/064-1/10/10 di BPRS Buana Mitra Perwira Purbalingga)."

5
c) modal yang disertakan oleh masing-masing pesero dijadikan satu, yaitu
menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana asal-usul modal itu
(Pasaribu 1996: 74).
Dilihat dari segi peranan dalam pekerjaan, partisipasi para mitra dalam
pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum dasar dan tidak dibolehkan dari salah
satu dari mereka untuk mencantumkan ketidak ikutsertaan dari mitra lainnya,
seorang mitra diperbolehkan melaksanakan pekerjaan dari yang lain. Dalam hal
ini ia boleh mensyaratkan bagian keuntungan tambahan lebih bagi dirinya.
3. Pembagian Musyarakah
Jenis dan macam-macam musyarakah Pembahasan mengenai macam-
macam syirkah, para ulama fiqih memberikan beberapa macam syirkah, sebagian
ulama ada yang memperoleh syirkah tertentu dan ada yang melarang syirkah
tertentu pula. Ulama fiqih membagi syirkah dalam dua bentuk, yaitu syirkah
amlak dan syirkah uqud. (Alma, 2003: 251).
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan) Syirkah Amlak berarti
eksistensi suatu perkongsian tidak perlu suatu kontrak dalam membentuknya,
tetapi terjadi dengan sendirinya serta mempunyai ciri masing-masing anggota
tidak mempunyai hak untuk mewakilkan dan mewakili terhadap partnernya.
Bentuk syirkah amlak ini terbagi menjadi dua yaitu:
a. Syirkah Ikhtiari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas
untuk menerima atau menolak. Otomatis berarti tidak memerlukan kontrak untuk
membentuknya. Hal ini dapat terjadi apabila dua orang atau lebih mendapatkan
hadiah atau wasiat bersama dari pihak ketiga
2. Syirkah Jabari, ialah terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa,
tidak ada alternatif untuk menolaknya. Hal ini terjadi dalam proses waris mewaris,
manakala dua saudara atau lebih menerima warisan dari orang tua mereka
(Muhammad, 2003: 34).
3. Syirkah Uqud Syirkah Uqud yaitu sebuah perserikatan antara dua pihak atau
lebih dalam hal usaha, modal dan keuntungan. Mengenai syirkah al-uqud ini para
ulama membagi menjadi bermacam-macam jenis, Fuqaha Hanafiyah
membedakan jenis syirkah menjadi tiga macam yaitu, syirkah al-amwal, syirkah
al-a’mal, syirkah alwujuh, masing-masing bersifat syirkah al-mufawadhah dan

6
‘Inan. Dan fuqaha Hanabilah membedakan menjadi lima macam syirkah yaitu
Syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah al-abdan dan syirkah al-wujuh
serta syirkah al-mudharabah dan yang terakhir menurur fuqaha Malikiyah dan
Syafi’iyah membedakanya menjadi empat jenis syirkah yaitu syirkahal-’inan,
syirkah al-mufawadhah, abdan dan wujuh. (Al-Zuhailiy, 1989: 794).
Dari paparan para fuqaha di atas, pembagian dari jenis syirkah tersebut
dapat dihimpun menjadi dua kategori, kategori pertama merupakan kategori dari
pembagian segi materi syirkah yaitu syirkah al-amwal, a’mal, abdan dan wujuh,
sedangkan kategori kedua adalah kategori dari segi pembagian posisi dan
komposisi saham. Yaitu syirkah al-’inan, syirkah al-mufawadhah dan syirkah al-
Mudharabah.
Dari berbagai jenis syirkah di atas maka akan lebih jelas bila dijelaskan
dari masing-masing jenis syirkah tersebut:
1. Syirkah al-amwal adalah persekutuan antara dua pihak pemodal atau lebih
dalam usaha tertentu dengan mengumpulkan modal bersama dan membagi
keuntungan dan resiko kerugian berdasarkan kesepakatan (A Masadi, t.th: 194).
2. Syirkah al-a’mal adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima
pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu misalnya
kerjama dua orang arsitek untuk mengerjakan satu proyek. Syirkah ini disebut
juga Syirkah abdan atau Syirkah sana’i (Antonio, 1999: 132).
3. Syirkah al-wujuh adalah persekutuan antara dua pihak pengusaha untuk
melakukan kerjasama dimana masing-masing pihak sama sekali tidak
menyertakan modal dalam bentuk dana tetapi hanya mengandalkan wajah
(wibawa dan nama baik). Mereka menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan
pihak ketiga keuntungan yang dihasilkan dibagi berdasarkan kesepakatan
bersama. Syirkah al-’inan adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah belum tentu sama baik
dalam hal modal pekerjaan maupun dalam hal keuntungan dan resiko kerugian (A
Masadi, t.th: 194).
4. Syirkah al-mufawadhah adalah sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamya adalah sama baik dalam hal modal
keuntungan dan resiko kerugian (A Masadi, t.th: 194).

7
5. Syirkah al-mudharabah adalah persekutuan antara pihak pemilik modal dengan
pihak yang ahli dalam melakukan usaha, dimana pihak pemodal menyediakan
seluruh modal kerja. Dengan demikian mudharabah dapat dikatakan sebagai
perserikatan antara pemodal pada satu pihak dan pekerja pada pihak lain.
Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian ditanggung oleh
pihak shahibul mal (A Masadi, t.th: 195).

D. Akad Musyarakah
Suatu akad kerjasama antara kedua belah pihak atau bisa juga lebih tergantung
pada kesepakatan masing-masing. Setiap pihak akan memberikan kontribusi dana
yang telah disepakati di awal. Karena itulah keuntungan dan resiko kerugian juga
akan ditanggung bersama-sama.
Dalam perbankan Islam, musyarakah merupakan sebuah produk yang menjadi
sebuah mekanisme kerjasama yang dapat menggabungkan modal usaha baik
untuk kebutuhan produksi barang maupun jasa pada bisnis yang dijalankan.
Produksi tersebut bisa saja bermanfaat bagi diri sendiri selaku pemilik usaha,
pihak yang berkepentingan, maupun bagi masyarakat, sama halnya dengan akad
mudharabah.6
Ketentuan Akad Musyarakah
- Apabila terdapat kerugian maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh
masing-masing pihak musyarakah berdasarkan jumlah dana yang
disetorkan.
- Apabila terdapat keuntungan maka keuntungan tersebut harus dibagi
dengan pihak musyarakah sesuai kesepakatan
- Pemilik modal akan dianggap telah mengakhiri akad apabila menarik diri
dari usaha musyarakah.
- Pihak akan keluar dari usaha musyarakah apabila melanggar hukum atau
meninggal dunia.
- Semua pihak musyarakah harus mengetahui semua biaya yang dikeluarkan
dan jangka waktu usaha musyarakah.

6
Musfiroh, Mila Fursiana Salma. "Musyârakah dalam Ekonomi Islam (Aplikasi Musyârakah
dalam Fiqih dan Perbankan Syariah)." Syariati: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum 2.01 (2016):
173-186.

8
- Tidak memberikan pinjaman kepada pihak lain dengan menggunakan dana
usaha musyarakah.
- Tidak menggabungkan antara dana usaha musyarakah dengan dana
pribadi.

E. Ketentuan Pembagian Keuntungan dan Kerugian Musyarakah


Sesuai dengan definisinya keuntungan dan kerugian pada akad musyarakah
dibagi sesuai dengan kesepakatan diawal.
Keuntungan:
berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan
dapat diketahui oleh dua belah pihak, misalnya setengah, sepertiga, dan lain
sebagainya.
Pembagian keuntungan dari pemakaian dana dinyatakan dalam bentuk nisbah.
Nisbah atau bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak. Nisbah dapat ditetapkan
secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan.
Sementara pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan cara bagi untung atau
rugi (profit and loss sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Pembagian
keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan keuangan nasabah.
Kerugian
 Apabila terjadi kerugian dalam Musyarakah akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra Musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian
tersebut menanggung beban kerugian tersebut.\
 Kelalaian atau kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan oleh:
Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad.
Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim
dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad.
Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan
F. Aplikasi Pembiayaan Musyarakah
Prinsip pembiayaan usaha dengan sistem bagi hasil atas pendapatan /
keuntungan yang diperoleh dari usaha bersama dengan sharing dana modal

9
(kemitraan) antara nasabah dengan Bank. Pembagian keuntungan (bagi hasil)
sesuai dengan porsi modal dan nisbah yang telah disepakati.7
Teknis Perbankan :
 Tujuan
Akad musyarakah digunakan oleh bank untuk memfasilitasi pemenuhan
sebagian kebutuhan permodalan nasabah guna menjalankan usaha atau proyek
yang disepakati. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai
mitra dapat sebagai pengelola usaha sesuai dengan kesepakatan.
1. Modal Harta
- Penyaluran dana musyarakah dapat diberikan dalam bentuk tunai dan atau
barang
- Dalam hal pembiayaan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan.
2. Bagi Hasil
- Pembagaian keuntungan dari pemakaian dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah
- Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka
waktu investasi kecuali atas dasar kesepakatan para pihak
- Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang
besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan.
- Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan cara bagi untung atau rugi
(profit and loss sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing)
- Pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan
keuangan nasabah.
3. Kerugian
- Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional sesuai modal
masing-masing
- Dalam hal terjadi kerugian karena kecurangan, kelalaian atau menyalahi
perjanjian maka kerugian tersebut ditanggung oleh pihak yang melakukan
hal tersebut.
7
Risal, Taufiq. "Peningkatan peran perbankan syariah dengan menggerakkan sektor riil dalam
pembangunan." Accumulated Journal (Accounting and Management Research Edition) 1.1 (2019):
36-47.

10
4. Jaminan
- Untuk mengantisipasi risiko akibat kelalaian atau kecurangan, bank dapat
meminta jaminan atau agunan dari nasabah.
5. Pengawasan
- Bank dapat melakukan pengawasan usaha nasabah sesuai dengan
kesepakatan.
6. Pengembalian Modal
- Pengembalian modal dapat dilakukan pada akhir periode akad atau
dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in
flow) dari usaha nasabah.

G. Standar Akuntansi Keuangan Musyarakah


Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi musyarakah
yang sebelumnya diatur dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah
diganti dengan PSAK 106 tentang akuntansi musyarakah. Dalam transi
musyarakah pada umumnya bank syariah hanya melakukan penyetoran modal saja
(mitra pasif), pengelolaan usaha dijalankan oleh mitra lainnya. Oleh karena itu
akuntansi musyarakah yang dilaksanakan oleh bank syariah pada umumnya
adalah akuntansi musyarakah pada mitra pasif. Musyarakah merupakan usaha
bekerja dari dua atau lebih pemodal, oleh karenanya dalam PSAK 106 tentang
akuntansi musyarakah mitra aktif sebagai pengelola usaha harus membuat catatan
terpisah dari catatan usaha lainnya. Hal ini diatur dalam paragraf 13 sebagai
berikut:
13 Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan
sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak
yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan
akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut.
Beberapa hal yang harus diketahui dalam pengukuran, pengakuan, penyajian dan
pengungkapan transaksi musyarakah yang dilakukan oleh mitra pasif sebagaimana
diatur dalam PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah antara lain:
Pada Saat Akad

11
- Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan
aset nonkas kepada mitra aktif musyarakah.
- Pengukuran investasi musyarakah:
(a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan
(b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih
antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui
sebagai:
(i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau
(ii) kerugian pada saat terjadinya.
- Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset
yang diserahkan dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan.
- Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali
ada persetujuan dari seluruh mitra.
Selama Akad
- Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana
mitra di akhir akad dinilai sebesar:
(a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad
dikurangi dengan kerugian (apabila ada); atau
(b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha
musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (apabila ada).
- Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan
pengembalian dana mitra secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang
dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah
pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (apabila ada).
Akhir Akad
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan
oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
Pengakuan Hasil Usaha

12
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebagai pendapatan sebesar
bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah
diakui sesuai dengan porsi dana.
Penyajian
Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah dalam
laporan keuangan sebagai berikut:
(a) Investasi musyarakah untuk kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada
mitra aktif;
(b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada
nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi
musyarakah.
Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak
terbatas, pada:
(a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
(b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan
Keuangan Syariah.

13
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa musyarakah merupakan pembiayaan dilakukan
oleh dua pihak yang bermitra untuk melakukan suatu usaha, setiap pihak saling
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah
berjalan maupun yang akan dijalankan. Selanjutnya
para pihak dapat mengembalikan modal usaha yang diberikan tersebut berikut pen
erimaan bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus.
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva
non- kas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan hak paten.
Begitupun dasar hukum pada akad musyarakah ini terdapat pada surat Shaad
ayat 24 dan ijma para ulama. Dalam akad musyarakah terdapat rukun, syarat serta
pembagian musyarakah. Rukun syirkah menurut para ulama meliputi ijab dan
qabul. Sedangkan pembagian syirkah terbagi kedalam dua bentuk yaitu syirkah
amlak dan syirkah uqud. Ketentuan pembagian keuntungan dan kerugian di dalam
akad musyarakah yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui
oleh dua belah pihak, misalnya setengah, sepertiga, dan lain sebagainya. Apabila
terjadi kerugian dalam Musyarakah akibat kelalaian atau penyimpangan mitra
Musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian tersebut menanggung beban
kerugian tersebut.
Sehingga, Akuntansi keuangan musyarakah ini dalam transi musyarakah
pada umumnya bank syariah hanya melakukan penyetoran modal saja (mitra
pasif), pengelolaan usaha dijalankan oleh mitra lainnya. Oleh karena itu akuntansi
musyarakah yang dilaksanakan oleh bank syariah pada umumnya adalah
akuntansi musyarakah pada mitra pasif. Musyarakah merupakan usaha bekerja

14
dari dua atau lebih pemodal, oleh karenanya dalam PSAK 106 tentang akuntansi
musyarakah mitra aktif sebagai pengelola usaha harus membuat catatan terpisah
dari catatan usaha lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

 Apriyanti, Hani Werdi. Teori Akuntansi Berdasarkan Pendekatan Syariah.


(Yogyakarta: Deepublish, 2018)
 ARWENI, ARWENI. Pengaruh pembiayaan mudharabah dan
musyarakah tehadap tingkat profitabilitas bank BRI Syariah tahun 2011-
2020. Diss. Universitas_Muhammadiyah_Mataram, 2022.
 Gustavo, Dony Firmansyah Arizal, and Wirman Wirman. "Analisis
Penentuan Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Pada PT Bank
Syariah Mandiri." Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 9.1 (2023): 97-109.
 Ibrahim, Azharsyah. Akuntansi Konvensional VS Akuntansi Syariah:
Islamisasi Konsep-Konsep Dasar Akuntansi. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan Islam: Volume 1, No 1, 2009)
 Musfiroh, Mila Fursiana Salma. "Musyârakah dalam Ekonomi Islam
(Aplikasi Musyârakah dalam Fiqih dan Perbankan Syariah)." Syariati:
Jurnal Studi Al-Qur'an dan Hukum 2.01 (2016): 173-186.
 Musyarakah, Analisis Akad Pembiayaan. "Analisis Akad Pembiayaan
Musyarakah (Studi Kasus Perjanjian Musyarakah No. 55/064-1/10/10 di
BPRS Buana Mitra Perwira Purbalingga)."
 Risal, Taufiq. "Peningkatan peran perbankan syariah dengan
menggerakkan sektor riil dalam pembangunan." Accumulated Journal
(Accounting and Management Research Edition) 1.1 (2019): 36-47.

15

Anda mungkin juga menyukai