Anda di halaman 1dari 16

Makalah

Profit and Loss Sharing (Musyarakah)

Mata Kuliah : Produk Dan Layanan Bank Syariah

Dosen Pengampu : Ambok Pangiuk, S.Ag, M.Si

Disusun oleh :
- Miftakhul Jannah (501190063)
- Milen Eva Pertiwi (501190061)
- Rina Hartati (501190053)

Program Studi Ekonomi Syariah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas
makalah Perpajakan yangberjudul “Profit and Loss Sharing (Musyarakah)”.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta


pengetahuan kita tentang mengenai Profit dan Loss Sharing.

     Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-


kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritikan,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa sarana yang membangun. Semoga tugas yang sederhana ini dapat
dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Penyusun

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................iii

 A. Latar Belakang ....................................................................................................iii


 B. Rumusan Masalah ...............................................................................................iii
 C. Tujuan Penulisan .................................................................................................iii

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................................1

 A. Akad musyarakah .................................................................................................2


 B. Landasan hukummusyarakah ...............................................................................4
 C. Tarif Pajak dan Penerapannya...............................................................................4
 D. Produk Bank Syariah dengan Akad Musyarakah.................................................5
 E. Contoh Akad Musyarakah.....................................................................................6
 Sebab yang membatalkan akad musyarakah.............................................................8
 Prktek Musyarakah Di Masyarakat............................................................................9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................11

 A. Simpulan ............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bagian terpenting dari muamalah atau ekonomi dalam perspektif Islam
adalah syirkah (perseroan) (Nabhani, 1996: 153). Transaksi perseroan tersebut mengharuskan
adanya Ijab dan Qabul (A. Mas’adi, 2002: 77). Sah tidaknya transaksi perseroan tergantung
kepada suatu yang ditransaksikan yaitu harus sesuatu yang bisa dikelola tersebut sama-sama
mengangkat mereka (Diebul, 1984: 206).
Secara sederhana akad ini bisa digambarkan sebagai satu proses transaksi dimana dua
orang (institusi) atau lebih menyatukan modal untuk satu usaha, dengan prosentasi bagi hasil
yang telah disepakati. Dalam konteks perbankan, musyarakah berarti penyatuan modal dari
bank dan nasabah untuk kepentingan usaha. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiayaan proyek, dimana nasabah dan pihak bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati dalam kontrak untuk pihak bank.
Musyarakah juga bisa diterapkan dalam skema modal ventura, pihak bank
diperbolehkan untuk melakukan investasi dalam kepemilikan sebuah perusahaan. Penanaman
modal dilakukan oleh pihak bank untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank
melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap (Djuwaini, 2010: 207).
Musyarakah ini sekilas merupakan akad yang didasarkan atas prinsipprinsip syariah. Tetapi
tentu belum bisa dikatakan bahwa akad ini telah memenuhi kualifikasi sebagai bagian dari
akad-akad syariah. Karena, saat ini banyak sekali bermunculan bank dengan label syariah
tetapi sesungguhnya tidak menerapkan sistem tersebut. Musyarakah dimaksudkan sebagai
pembiayaan khusus untuk modal kerja, dimana dana dari bank merupakan bagian dari modal
usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Akad Musyarakah ?
2. Apa Landasan Hukum Akad Musyarakah ?
3. Hal-Hal Apa saja yang dapat membatalkan sebagian Akad Musyarakah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Apa itu akad musyarakah
2. Untuk mengtahui landasan hukum akad musyarakah
3. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dapat membatalkan akad musyarakah

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk kerjasama dua orang atau lebih dengan pembagian
keuntungan secara bagi hasil.Menurut Dewan Syariah Nasional MUI dan PSAK Np.
1069 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing – masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian
berdasarkan kontribusi dana. Para mitra bersama – sama menyediakan dana untuk
mendanai suatu usaha tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan
maupun yang baru. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas, setara kas atau
asset non kas.Jenis akad musyarakah berdasarkan eksistensi terdiri dari :
a. Syirkah Al Milk atau perkongsian amlak Mengandung kepemilikan
bersama yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih
memperoleh kepemilikan bersama atas suatu kekayaan.Syirkah ini bersifat
memaksa dalam hukum positif.Misalnya : dua orang atau lebih menerima
warisan atau hibah atau wasiat sebidang tanah.
b. Syirkah Al Uqud Yaitu kemitraan yang tercipta dengankesepakatan dua
orang atau lebih untuk bekerja sama dlam mencapai tujuan tertentu. Setiap
mitra berkontribusi dana dn atau dengan bekerja, serta berbagai
keuntungan dan kerugian. Syirkah jenis ini dapat dianggap kemitraan yang
sesungguhnya karena pihak yang bersangkutan secara sukarela
berkeinginan untuk membuat kerjasama investasi dan berbagi keuntungn
dan resiko.Syirkah uqud sifatnya ikhtiariyah (pilihan sendiri). Syirkah
Aluqud dapat dibagi sebagai berikut :
1. Syirkah abdan, yaitu bentuk syirkah antara dua pihak atau lebih dari
kalangan pekerja atau professional dimana mereka sepakat untuk
bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan
yang diterima. Syirkah ini dibolehkan oleh ulama malikiyah, hanabilah
dan zaidiyah dengan alasan tujuan dari kerjasama ini adalah mendapat
keuntungan selain itu kerjasama ini tidak hanya pada harta tetapi dapat
juga pada pekerjaan. Sedangkan ulama syafiiyah, imamiyah dan zafar
dari golongan hanafiyah menyatakan bahwa sirkah jenis ini batal

1
karena syirkah itu dikhususkan pada harta (modal) dan bukan pada
pekerjaan.
2. Syirkah wujuh, yaitu kerjasama antara dua pihak dimana masing –
masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan
usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Penamaan wujuh ini
dikarenaknan jual beli tidak terjadi secara kontan. Kerjasama ini hanya
berbentuk kerjasama tanggungjawab bukan modal atau pekerjaan.
Ulama hanafiyah, hanabilah dan zaidiyah membolehkan syirkah ini
sebab mengandung unsure perwakilan dari seorang partner dalam
penjualan dan pembelian. Ulama malikiyah, sayifiiyah berpendapat
bahwa syirkah ini tidak sah karena syirkah ini gada unsur kerjasama
modal atau pekerjaan.
3. Syirkah inan, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi
pihak – pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam
modal maupun pekerjaan. Ulama fiqih membolehkan syirkah ini.
4. Syirkah muwafadah, yaitu sebuah persekutuan dimana posisi dan
komposisi pihak – pihak yang terlibat didalamnya harus sama, baik
dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko
kerugian. Jika komposisi modal tidak sama maka syirkahnya batal.
Menurut pendapat ulama hanafiyah dan maliki syirkah ini boleh.
Namun menurut syafii dan hanabilah dan kebanyakan ulama fiqih lain
menolaknya karena syirkah ini tidak dibenarkan syara, selain itu syarat
untuk menyamakan modal sangatlah sulit dilakukan dan mengundang
unsur ke-gharar-an.
5. Musyarakah berdasarkan PSAK terdiri dari:
- Musyarakah permanen Musyarakah permanen adalah musyarakah
dengan ketentuan bagian dana setiap mitra dotentukan saat akad
dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK No 106 par
04). Contohnya : Antara mitra A dan mitra p yang telah melakukan
akad musyarakah menanamkan modal yang jumlah awal masing –
masing Rp 20 juta, maka sampai akhir masa akad syirkah modal
mereka masing – masing tetap Rp 20 juta.
- Musyarakah menurun atau musyarakah mutanaqisah. Musyarakah
menurun adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah

2
satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah
tersebut. Contohnya: Mitra A dan mitra P melakukan akad
usyarakah, mitra P menanmkan Rp 100 juta dan mitra A
menanamkan Rp 200 juta. Seiring berjalannya kerjasama akad
musyarakah tersebut, modal mitra P sebesar Rp 100 juta akan
beralih kepada mitra A melalui pelunasan secara bertahap yang
dilakukan oleh mitra A.
6. Perlakuan Akuntansi PSAK 106 Perlakuan akuntansi untuk transaksi
musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra
pasif. Yang dimaksud dengan mitra aktif adalah pihak yang mengelola
usaha musyarakah baik mengelola sendiri maupun menunjuk pihak
lain untuk mengelola atas namanya, sedangkan mitra pasif adalah
pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya lembaga keuangan).
Mitra aktif adalah pihak yang bertanggungjawab melakukan
pengelolaan sehingga ia yang wajib melakukan pencatatan akuntansi .
7. Rukun dan ketentuan syariah dalam akad musyarakah
a. Unsur – unsur yang harus ada dalam akad musyarakah ada 4 :
- Pelaku terdiri dari para mitra.
- Objek musyarakah berupa modal dan kerja.
- Ijab qabul.
- Nisbah keuntungan (bagi hasil)
b. Ketentuan syariah
- Pelaku : mitra harus cakap hukum dan baligh
- Objek musyarakah:
c. Modal :
- Modal yang diberikan harus tunai
- Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, asset
perdagangan atau asset tak berwujud seperti hak paten dan lisensi.
- Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus
ditentukan nilai tunainyaterlebih dahulu dan harus disepakati
bersama.
- Modal para mitra harus dicampur, tidak boleh dipisah.

3
d. Kerja :
- Partisipasi mitra merupakan dasar pelaksanaan musyarakah
- Tidak dibenarkan jika salah satu mitra tidak ikut berpartisipasi
- Setiap mitra bekerja atas dirinya atau mewakili mitra‟
- Meskipun porsi mitra yang satu dengan yang lainnya tidak harus
sama, mitra yang bekerja lebih banyak boleh meminta bagian
keuntungan lebih besar.
e. Ijab qabul Ijab qabul disini adalah pernyataan tertulis dan ekspresi
saling ridha antara para pelaku akad.
f. Nisbah
- Pembagian keuntungan harus disepakati oleh para mitra.
- Perubahan nisbah harus disepakati para mitra.
g. Keuntungan yang dibagi tidak boleh menggunakan nilai proyeksi
akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan. h)
Berakhirnya akad musyarakah
- Jika salah satu pihak menghentikan akad
- Salah seorang mitra meninggal atau hilang akal. Dalam hal ini bisa
digantikan oleh ahli waris jika disetujui oleh para mitra lainnya.
- Modal musyarakah habis
Landasan Hukum Musyarakah
a. Al-Qur‟an
Firman Allah,” …maka mereka berserikat pada sepertiga…(an-nisa : 12)

Firman Allah,“Dan, sesungguhnya kabanyakan dari orang-orang yang berserikat itu


sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang
beriman dan mengerjakan amal shaleh.”(Shaad:24)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan
adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-nisa: 12
perkosian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris; Sedangkan dalam surah Shaad:
24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari)
b. Al-hadis
Hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah yang artinya: Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfiman, „Aku pihak ketiga dari dua orang

4
yang berserikat selama salah satuhnya tidak mengkhianati lainnya.” (HR Abu
Dawud no 2936, dalam kitab al;buyu, dan hakim)
Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya
yang melakukan perkongsian selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan
dan menjauhi pengkhianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni11 telah berkata, “kaum muslimin telah
berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.

B. Produk Bank Syariah Dengan Akad Musyarakah

Musyarakah dapat digunakan LKS antara lain dalam pembiayaan proyek dan modal
ventura. Dalam pembiayaan proyek nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana
untuk membiayai suatu proyek tertentu. setelah proyek itu selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasilnya yang telah disepakati oleh pihak
LKS. Sementara dalam modal ventura, penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu
tertentu, dan setelah itu bank melakukan divestasi,baik secara singkat/sekaligus maupun
bertahap.
Musyarakah dapat diaplikasikan pada perbankan syariah dalam berbagai bentuk,
anatar lain:
1. Musyarakah permanen (continous mushrakah), dimana pihak bank merupakan
rekanan usaha tetap dalam suatuproyek usaha. Meskipun jarang dipraktikkan,
namun investasi modal permanen ini merupakan alternative menarik bagi
investasi surat-surat berharga atau saham, yang merupakan salah satu portofolio
investasi bank. Dalam musyarakah jenis ini, bank dituntut untuk terlihat langsung
dalam menjalankan usaha yang menguntungkan, selama masing-masing partner
musyarkaha mneginginkannya.
2. Musyarakah untuk modal kerja (musharakah in working capital). bank merupakan
rekanan pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. dalam skin ini,
pihak bank akan menyediakan atau merupakan pemilik dari alat-alat produksi dari
usaha tadi. dalam waktu yang sama, rekan usaha bank tadi mempunyai hak dan

5
peluang untuk membeli alat-alat produksi atau bentuk-bentuk modalkerja lain
9yang telah disepakti) dari bank.
3. Decreasing musyarakah atau diminishing musharakah, suau perjanjian syirkah
antara bank dan nasabah bahwa modal bank akan menurun dari waktu ke waku
dan kepemilikan proyek akan dimiliki oleh nasabah sendiri.
4. Musyarakah digunakan untuk instrumen operasi pasar bank sentral. dalam hal ini
untuk menambah atau mengurangi jumlah uang beredar dapat membeli atau
menjual kepemilikan perusahaan-perusahaan besar, minimal yang mempunyai
pengaruh ekonomi yang besar. sistem ini antara lain dipraktekkan oleh bank
sentral Sudan, dimana musyarakah dibuat dalam bentuk sertifikat berharga dan
likuid. dengan sistem ini, sertifikat musyarakah bisa digunakan sebagaimana
misalnya SBI atau instrument-instrumen bank moneter lainnya untuk kepentingan
dalam menjalankan expansinary atau contractionary policy.
Model pembagian proporsi keuntungan yang bisa dilakukan antara kedua belah pihak
dan harus dipenuhi hal-hal berikut:
1. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada para mitra usaha harus disepakati
diawal kontrak (akad) jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurut
syariah.
2. Rasio /nisbah kuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan
sesuai keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan
berdasarkan modal yang disetakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan
lumsum untuk mitra tertentu, atau keuntungan tertentu yang dikaitkan denan
modal investasinya.
Contoh : jika A dan B bermitra dan sepakat bahwa A akan mendapatkan keuntungan
setiap bulan sekitar Rp. 100 ribu, sisanya merupakan bagian keuntungan dari B, maka
kemitraan ini tidak sah. demikian pula jika disepakati bahwa A akan memperoleh 15%
dari nilai investasi, kemitraan ini tidak sah. Dasar yang benar untuk mendistribusikan
keuntungan adalah persentase yang disepakati dari keuntungan yang benar-benar
diperoleh dari usaha.
Dalam menentukan proporsi keuntungan terdapat beberapa pendapat dari para ahli
hukum islam sebagai berikut:
1. Imam Malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi keuntungandibagi
antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad
sesuai dengan proposrsi modal yang disertakan.

6
2. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari
prosorsi modal yang mereka sertakan.
3. Imam Abu Hanifah, dapat dikatakan sebagai tengah-tengah, berpendapat bahwa
proporsi keuntungan dapat berbeda-beda dari proporsi modal pada kondisi
normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan menjadi sleeping partner,
proporsi keuntungan tidak boleh melebihi proporsi modalnya.
Musyarakah yang dipajami dalam lembaga keuangan syariah merupakan mekanisme
kerja (akumulasi antara pekerja dan modal) yang member manfaat kepada masyarakat
luas dalam produksi barang maupun pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat. Kontrak
musyarakah dapat digunakan dalam berbagai macam lapangan usaha yang indikasinya
mengaruh untuk menghasilkan keuntungan (profit).
Lembaga keungan islam umumnya tidak sama dengan menjalankan metode bagi
hasil (profit and loss sharing) dari proyek mereka berdasarkan pembiayaan kontrak
musyarakah. Prinsip bagi hasil secara luas dilaksanakan tergantung pada peranan partner
dalam mengelola proyek usaha musyarakah, kontribusi modal diberikan dari kedua belah
pihak yaitu partner dan bank. Aplikasi dari pembiayaan musyarakah menawarkan
pembagian keuntungan sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat presentase partner berdasarkan usaha dalam tangguhan yang
berkaitan dengan musyarakah.
2. Menentukan tingkat presentase bagi bank berdasarkan pengawasan dan
manajemennya terhadap proyek musyarakah.
3. Menentukan tingkat presentase keuntungan yang akan diterima kedua belah
pihak berdasarkan ratio perbandingan kontribusi modal yang disertakan dalam
kontrak musyarakah.
Pembiayaan pada perbankan syariah yang didasarkan pada akad bagi hasil salah
satunya musyarakah. Dimana masyarakat biasanya dalam pelaksanaan untuk pembiayaan
usaha atau proyek nasabah dan bank secara bersama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek selesai, maka nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan
usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank,
sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

7
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal ,
aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar
terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah atau musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap dimana bank menagih penerimaan pembiayaan satu jumlah bunga
tetap berapun keuntungan yang dilakukan nasabah , bahkan sekalipun merugi dan
terjadi krisis ekonomi.

Ada beberapa sebab umum yang dapat membatalkan seluruh bentuk musyarakah
dan adapula beberapa sebab khusus yang membantalkan sebagiannya saja .
1. Sebab- sebab Umum
Hal-hal umum yang mebatalkan seluruh akad musyarakah antara lain :
a. Salah satu syarik membatalkan Musyarkah
Musyarakah adalah akad yang bersifat tidak mengikat(ghair lazim)
menurut maypritas ulama, maka akad ini memungkinkan untuk
dibatalkan. Menurut ulama malikiyah, musyarakah tidak bisa dibatalkan,
kecuali adanya kesepakatan kedua syarik untuk membatalkan , karena
musyarakah mereka adalah akad yang mengikat (Lazim).
b. Kematian salah seorang syarik
Jika salah satu syarik meninggal, maka musyarakah menjadi batal, karena
batalnya kepemilikan dan hilangnya kemampuan dalam memebelanjakan
harta karena kematian, baik syarik lainnya mengetahui kematiannya
maupun tidak.
c. Salah seorang syarik murtad .
d. Salah seorang syarik gila secara permanen, karena demikian wakil telah
keluar dari wakalah. Gila secara permanen dihitung sekitar satu bulan
atau setengah tahun .

2. Sebab-sebab Khusus
Hal-hal khusus yang dapat membatalkan sebagian bentuk musyarakah saja
sebagai berikut :

8
a. Rusaknya modal musyarakah, secara keseluruan atau modal salah satu
syarik sebelum dibelanjakan dalam syirkah amwal, baik kedua modal
berbeda jenis maupun sejenis sebelum digabungkan, sebabnya adalah
karena mauqul alaih ( objhek akad) dalam akad musyarakah adalah harta
dan harta dalam musyarakah dapat ditentukan dengan ketentuan.
b. Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufawadhah ketika
akad akan dimulai. Hal tersebut karena adanya persamaan antara modal
pada permulaan akad merupakan syarat penting dalam keabsahah akad.

C. Praktek Musyarakah di Masyarakat


Praktek kerjasama usaha bagi hasil dalam islam ini memberikan kemudahan bagi
pemilik usaha yang mencari investor untuk modal usaha. Serta peluang bagi
pemilik dana yang hendak berinvestasi. Melalui mekanisme system bagi hasil atas
keuntungan mereka.
Pengelola usaha dapat memperoleh manfaat musyarakh, sebab lebih mudah dalam
mencari investor untuk pengembangan usaha. Hal ini karena kebutuhan modal
nya menjadi lebih sedikit. Sedangkan investor mendapatkan manfaat musyarakah
dengan tidak terpapar resiko terburuk, yaitu mengalami kerugian lebih besar
apalagi usaha gagal bukan karena kesalahan pengelola, seperti yang menjadi
ketentuan dalam akad mudharabah dan contohnya.
Tambahan lagi, dengan ikut menyertakan sejumlah modal untuk kegiatan bisnis
yang ditawarkan kepada investor, dapat menambah kekayaan pemodal. Umumnya
pemodal menyukai pengelola yang mampu memasukkan sejumlah modal untuk
usahanya. Sebab setidaknya membantu mereka mengidentifikasikan dua hal
berikut ini :
1. Keyakinan pengelola bahwa usaha akan membawa keuangan.
2. Kemampuan pengelola , mengelola usaha sehingga mampu mendatangkan
laba yang akan dibagi-bagikan.
Contoh akad musyarakah dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temukan
dalam berbagai kerjasama usaha bagi hasil. Misalnya, pada studi kasus system
bagi hasil pengembangan usaha ternak lele berikut ini.
Seorang peternak lele, mampu mengahasikan 50 kg lele perharinya. Dia
berencana menaikan kapasitas produksinya hingga mencapai 100 kg/hari. Namun

9
keuntungan yang diperolehnya tidak mencukupi untuk membiayai keseluruan
kebutuhan penambahan luas kolam lele, pembelian bibit dan pakan lele.
Peternak Lele kemudian menawarkan kerjasama usaha kepada investor, dengan
persyaratan modal dari investor 60% dan peternak sisanya. Porsi keuntungan
dapat disepakati , apakah dari keseluruan kapasitas produksi 100 kg/hari atau
menggunakan hasil penambahan kapasitas produksi sebesar 50 kg/hari.
Skema seperti ini juga merupakan contoh akad musyarakah permanen, yaitu
perjanjian musyarakah dengan menetapkan porsi bagi hasil (nisbah) yang tetap
selama masa kontraknya.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu bagian terpenting dari muamalah atau ekonomi dalam perspektif
Islam adalah syirkah (perseroan) (Nabhani, 1996: 153). Transaksi perseroan tersebut
mengharuskan adanya Ijab dan Qabul (A. Mas’adi, 2002: 77). Sah tidaknya transaksi
perseroan tergantung kepada suatu yang ditransaksikan yaitu harus sesuatu yang bisa
dikelola tersebut sama-sama mengangkat mereka (Diebul, 1984: 206).
Secara sederhana akad ini bisa digambarkan sebagai satu proses transaksi
dimana dua orang (institusi) atau lebih menyatukan modal untuk satu usaha, dengan
prosentasi bagi hasil yang telah disepakati. Dalam konteks perbankan, musyarakah
berarti penyatuan modal dari bank dan nasabah untuk kepentingan usaha. Musyarakah
biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek, dimana nasabah dan pihak bank
sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu
selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama dengan bagi hasil yang telah
disepakati dalam kontrak untuk pihak bank.

11
Daftar Pustaka

Wahbah Zuhaily, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004)
.
Edwin Nasution (et.al.), Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2007), cet. II.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) hlm 53.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2012) hlm 220.

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, (Jakarta: Paramadina, 2004) hlm 122.

12

Anda mungkin juga menyukai