Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

AKAD PERCAMPURAN MUSYAROKAH

Dosen Pengampu : Indra Saputra Ritonga, SE.MH

Disusun Oleh : Kelompok 6


1. Nova
2. Nursarjana
3. Nursya Dewi
4. Izzati
5. Oni

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


MAMBA’UL ULUM KOTA JAMBI
TAHUN 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah berisi tentang “Akad Percampuran Musyarokah”
tepat pada waktunya.

Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses belajar.

Kami menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan karena pengetahuan yang kami
miliki masih terbatas. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran bagi pembaca yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah kami ini.

Jambi, Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Musyarakah ..................................................... 2
B. Jenis Akad Musyarakah .............................................................. 3
C. Dasar Syariah Akad Musyarakah ............................................... 5
D. Penetapan Akad Nisbah Dalam Musyarakah ............................. 7
E. Perlakuan Akuntansi (PSAK 106) .............................................. 8
F. Ilustrasi Kasus Akad Musyarakah .............................................. 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 15
B. Saran .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu bagian terpenting dari muamalah atau ekonomi dalam perspektif
Islam adalah syirkah (perseroan) (Nabhani, 1996: 153). Transaksi perseroan tersebut
mengharuskan adanya Ijab dan Qabul (A. Mas‟adi, 2002: 77). Sah tidaknya transaksi
perseroan tergantung kepada suatu yang ditransaksikan yaitu harus sesuatu yang bisa
dikelola tersebut sama-sama mengangkat mereka (Diebul, 1984: 206). Secara
sederhana akad ini bisa digambarkan sebagai satu proses transaksi dimana dua orang
(institusi) atau lebih menyatukan modal untuk satu usaha, dengan prosentasi bagi hasil
yang telah disepakati.
Dalam konteks perbankan, musyarakah berarti penyatuan modal dari bank dan
nasabah untuk kepentingan usaha. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiayaan proyek, dimana nasabah dan pihak bank sama-sama menyediakan dana
untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama dengan bagi hasil yang telah disepakati dalam kontrak untuk
pihak bank. Musyarakah juga bisa diterapkan dalam skema modal ventura, pihak bank
diperbolehkan untuk melakukan investasi dalam kepemilikan sebuah perusahaan.
Penanaman modal dilakukan oleh pihak bank untuk jangka waktu tertentu dan setelah
itu bank melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap (Djuwaini, 2010:
207).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu akad musyarakah, apa saja jenisnya, dan apa dasar syariahnya?
2. Bagaimana penetapan akad nisbah dalam musyarakah?
3. Apa perlakuan akuntansi (PSAK 106)?
4. Bagaimana ilustrasi kasus akad musyarakah?
C. Tujuan
1. Mengetahui akad musyarakah, jenis dan dasar syariahnya.
2. Mengetahui penetapan akad nisbah dalam musyarakah.
3. Mengetahui perlakuan akuntansi (PSAK 106).
4. Mengetahui ilustrasi kasus akad musyarakah.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti
al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga
antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau
perserikatan usaha.
Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan, percampuran
atau serikat. Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam bahasa
Inggris disebut partnership.
Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam
Asy-Syaukani menulis sebagai berikut, “(Syirkah syar‟iyah) terwujud
(terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di antara dua orang atau lebih,
yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang
tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan
keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka mendapat
keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah
tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha,
keuntungannya dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak
sama, maka hal itu boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih
sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syariat,
hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang terpenting
didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara para
pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan
melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah
pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.

2
B. Jenis Akad Musyarakah
1. Syirkah Al-Amlak
Syirkah al-amlak (syirkah milik) adalah ibarat dua orang atau
lebih memilikkan suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad
syirkah.
Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa syirkah milik
adalah suatu syirkah dimana dua orang atau lebih bersama-sama
memiliki suatu barang tanpa melakukan akad syirkah. Contoh, dua
orang diberi hibah ssebuah rumah. Dalam contoh ini rumah tersebut
dimiliki oleeh dua orang melalui hibah, tanpa akad syirkah antara
dua orang yang diberi hibah tersebut.
Dalam syirkah al-amlak, terbagi dalam dua bentuk, yaitu:
a. Syirkah al-jabr
Berkumpulnya dua orang atau lebih dalam
pemilikan suatu benda secara paksa.
b. Syirkah Ikhtiyariyah
Yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang
timbul karena perbuatan orang-orang yang berserikat.
2. Syirkah Al-„Uqud
Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat dianggap
sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
perjanjian investasi bersama dan berbagi untuk dan risiko.
Syirkah al-Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Syirkah Mufawwadah.
Merupakan akad kerja sama usaha antar dua pihak atau
lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan modal
dengan porsi modal yang sama dan bagi hasil atas usaha atau
risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam

3
syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak
dan tangung jwab yang sama.
b. Syirkah Inan
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau
lebih, yang masing-masing mitra kerja harus menyerahkan dana
untuk modal yang porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian
hasil usaha sesuai dengan kesepakatan, tidak harus sesuai
dengan kontribusi dana yang diberikan. Dalam syirkah inan,
masing-masing pihak tidak harus menyerahkan modal dalam
bentuk uang tunai saja, akan tetapi dapat dalam bentuk aset atau
kombinasi antara uang tunai dan asset atau tenaga.
c. Syirkah Al-„Amal
Syirkah al-„amal adalah kontrak kerja sama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi
keuntungan dari pekerjaaan itu. Misalnya kerja sama dua orang
arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerjasama, dua
orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah
kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan syirkah abdan
atau sanaa‟i.
d. Syirkah Al-Wujuh
Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prastise yang baik serta ahli dalam bisnis, mereka
membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual
barang tersebut secara tunai. Mereka membagikan berdasarkan
jaminan kepada penyedia barang yang disiapkan oleh setiap
rekan kerja.
Sayyid Sabiq memberikan definisi syirkah al-wujuh yaitu
dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal,
melainkan semata berdagang kepada nama baik dan kepercayaan

4
pada pedagang kepada mereka. Syirkah ini disebut juga syirkah
tanggung jawab tanpa kerja dan modal.
e. Syirkah Mudharabah
Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih
yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang menyediakan
dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak
menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha
yang dijalankan, disebut mudharib.

C. Dasar Syariah Akad Musyarakah


1. Al-Quran
Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam surat Shaad
ayat 24 yang artinya:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat dhalim kepada sebagian yang
lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
sholeh.” (Depag, 1997: 735-736).
T.M. Hasbi Ash Shidieqy (2000: 3505) menafsirkan bahwa
kebanyakan orang yang bekerjasama itu selalu ingin merugikan
mitra usahanya, kecuali mereka yang beriman dan melakukan
amalan yang sholeh karena merekalah yang tidak mau mendhalimi
orang lain. Tetapi alangkah sedikitnya jumlah orangorang seperti
itu. Dan juga dalam surat An-Nisa‟ ayat 12 yang artinya:
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang,
maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang di buat olehnya atau sesudah dibayarutangnya dengan
tidak memberi madhorot (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari‟at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui Lagi Maha Penyantun.”(Depag, 1997: 117)

5
M. Quraish Shihab menerangkan bahwa bagian waris yang
diberikan kepada saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan
yang lebih dari seorang, maka bagiannya adalah sepertiga dari harta
warisan, dan dibagi rata sesudah wasiat dari almarhum ditunaikan
tanpa memberi madhorot kepada ahli waris (Shihab, 2002: 366).
Dari kedua ayat diatas menunjukan bahwa Allah SWT
mengakui adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja
surat Shaad ayat 24 menyebutkan perkongsian terjadi atas dasar
akad (ikhtiyari). Sedangkan surat An-Nisa menyebutkan bahwa
perkongsian terjadi secara otomatis (Jabr) karena waris (Antonio,
1999: 130).
2. Hadits
Dalam hadis dinyatakan sebagai berikut: “Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT berfirman: Aku
adalah pihak ketiga dari dua orang yang sedang berserikat selama
salah satu dari keduanya tidak khianat terhadap saudaranya
(temannya). Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka
Aku akan keluar dari mereka”(H.R Abu Dawud), (As-Sidiqqy,
2001: 175)
Hadis ini menerangkan bahwa jika dua orang bekerja sama
dalam satu usaha, maka Allah ikut menemani dan memberikan
berkah-Nya, selama tidak ada teman yang mengkhianatinya.
Koperasi akan jatuh nilainya jika terjadi penyelewengan oleh
pengurusnya. Inilah yang diperingatkan Allah SWT, bahwa dalam
berkoperasi masih banyak jalan dan cara yang memungkinkan untuk
berkhianat terhadap sesama anggotanya. Itulah koperasi yang
dijauhi atau diangkat berkahnya oleh Allah SWT, maka kejujuran
harus diterapkan kembali. Dengan melihat hadis tersebut diketahui
bahwa masalah serikat (koperasi) sudah dikenal sejak sebelum Islam

6
datang, dan dimuat dalam buku-buku ilmu fiqh Islam. Dimana
koperasi termasuk usaha ekonomi yang diperbolehkan dan termasuk
salah satu cabang usaha.
3. Ijma'
Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni yang dikutip
Muhammad Syafi‟i Antonio dalam bukunya Bank Syari‟ah dari
Teori ke Praktik, telah berkata: “Kaum muslimin telah berkonsesus
terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan dalam beberapa elemen darinya (Antonio, 2001: 91).

D. Penetapan Akad Nisbah Dalam Musyarakah


Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu:
1. Pembagian keuntungan proporsional sesuai modal
Dengan cara ini, keuntungan harus dibagi antara para mitra
secara proporsional sesuai modal yang disetorkan, tanpa
memandang apakah jumlah pekerjaan yang dilaksanakan oleh para
mitra sama atau pun tidak sama. Apabila salah satu pihak
menyetorkan modal lebih besar maka pihak tersebut akan
mendapatkan proporsi laba yang lebih besar.
Jika para mitra mengatakan “keuntungan harus dibagi antara
kita” berarti keuntungan akan dialokasikan menurut porsi modal
masing-masing mitra.
2. Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan modal
Dengan cara ini, dalam penentuan nisbah yang
dipertimbangkan bukan hanya modal yang disetorkan, tapi juga
tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu kerja yang
lebih panjang
Ibnu Qudamah mengatakan “pilihan dalam keuntungan
dibolehkan dengan adanya kerja, karena seorang dari mereka

7
mungkin lebih ahli dalam bisnis dari lain dan ia mungkin lebih kuat
ketimbang yang lainnya dalam melaksanakan pekerjaan. Karenanya
ia diizinkan untuk menuntut lebih bagian keuntungan”.
Mazhab Hanafi dan hambali beragumentasi bahwa keuntungan
adalah bukan hanya hasil modal, melainkan hasil interaksi antara modai
dan kerja. Bila salah satu mitra lebih berpengalaman, ahli, dan teliti dari
lainnya, dibolehkan baginya untuk mensyaratkan dirinya sendiri sesuatu
bagian tambahan dari keuntungan sebagai ganti dari sumbangan kerja yang
lebih banyak. mereka merujuk kepada perkataan Ali Bin Thalib r.a :
“keuntungan harus sesuai dengan yang mereka tentukan, sedangkan
kerugian harus proporsional dengan modal mereka”. Nisbah bisa
ditentukan sama untuk setiap mitra 50:50 atau berbeda 70:30 (misalnya)
atau proporsional dengan modal masing-masing mitra. Begitu para mitra
sepakat atas nisbah tertentu berarti dasar inilah yang digunakan untuk
pembagian keuntungan.

E. Perlakuan Akuntansi (PSAK 106)


Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari
dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Yang dimaksud dengan
mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola
sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya;
sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha
(biasanya adalah lembaga keuangan). Mitra aktif adalah pihak yang
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sehingga mitra aktif
yang akan melakukan pencatatan akuntansi.
1. Akuntansi untuk mitra aktif
a. Pada saat akad
1) Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas
atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.

8
2) Pengukuran investasi musyarakah:
a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
diserahkan; dan
b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai
wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar
dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut
diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah
dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah
tersebut diamortisasi selama masa akad
musyarakah.
c) Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai
sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah
penyusutan yang mencerminkan:
- Penyusutan yang dihitung dengan model
biaya histroris, ditambah dengan;
- Penyusutan atas kenaikan nilai aset
karena penilaian kembali saat
penyerahan aset nonkas untuk usaha
musyarakah.
d) Jika proses penilaian pada nilai wajar
menghasilkan penurunan nilai aset, maka
penurunan nilai ini langsung diakui sebagai
kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah
dinilai sebesar nilai wajar disusutkan
berdasarkan nilai wajar yang baru.
e) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah
(misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat
diakui sebagai investasi musyarakah kecuali ada
persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.

9
f) Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif
(misalnya, bank syariah) diakui sebagai
investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai
dana syirkah temporer sebesar:
- Dana dalam bentuk kas dinilai sebesar
jumlah yang diterima; dan
- Dana dalam bentuk aset nonkas dinilai
sebesar nilai wajar dan disusutkan
selama masa akad atau selama umur
ekonomis jika aset tersebut tidak akan
dikembalikan kepada mitra pasif.
b. Selama akad
1) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan
pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai
sebesar:
a) Jumlah kas yang diserahkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (jika ada); atau
b) Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat
penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2) Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun
dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas
yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal
akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer
yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan
dikurangi kerugian (jika ada).
c. Akhir akad

10
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang
belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai
kewajiban.
d. Pengakuan hasil usaha
1) Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra
aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan
atas pendapatan usaha, pendapatan usaha untuk mitra
pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi
hasil dan kewajiban.
2) Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan
porsi dana masing-masing mitra dan mengurangi nilai
aset musyarakah.
3) JikaJika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra
aktif, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra
aktif.
4) Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi
pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif
yang dilakukan secara terpisah.
2. Akuntansi untuk mitra pasif
a. Pada saat akad
1) Investasi musyarakah diakui pada saat pembayaran kas
atau penyerahan aset nonkas kepada mitra aktif.
2) Pengukuran investasi musyarakah:
a) Dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
dibayarkan; dan
b) Dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai
wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar

11
dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih
tersebut diakui sebagai:
- Keuntungan tanggungan dan
diamortisasi selama masa akad, atau
- Kerugian pada saat terjadinya.
3) Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai
wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya
sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan,
dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan
(jika ada).
4) Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,
biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai
bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan
dari seluruh mitra.
b. Selama akad
1) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan
pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai
sebesar:
a. Jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi dengan
kerugian (jika ada)
b. Nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat
penyerahan untuk usaha musyarakah setelah
dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada).
2) Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun
dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha
musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah
pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada).
c. Akhir akad

12
Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang
belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.
d. Pengakuan Hasil Usaha
Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui
sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan
kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi
dana.
F. Ilustrasi Kasus Akad Musyarakah
Terdapat dua orang yang akan melakukan akad musyarakah. Kedua
orang tersebut bernama Afif dan Ciba. Afif memiliki keinginan untuk
membuat sebuah proyek untuk membuat sekolah desain. Pada kesempatan
yang sama, Ciba juga memiliki keinginan untuk membuat sekolah.
Kemudian mereka bertemu dan membuat kesepakatan kerjasama
musyarakah.
Jenis syirkah yang dipakai adalah syirkah inan dimana Afif
memberikan modalnya sebesar 40 juta dan Ciba memberikan modalnya
sebesar 60 juta. Mereka sepakat untuk nisbah bagi hasil sebesar 60% untuk
Afif dan 40% untuk Ciba. Dalam musyarakah, tidak menjadi masalah
apabila Afif mendapatkan porsi keuntungan lebih tinggi dari Ciba
meskipun porsi modal yang diberikan lebih kecil dari Ciba selama itu
sudah disepakati di awal.
Alhasil usaha tersebut berjalan dan keuntungan yang diperoleh
adalah sebesar 1 miliar rupiah. Maka dalam hal ini Afif mendapatkan
porsinya sebesar 600 juta (60% x 1M) dan Ciba mendapatkan porsinya
sebesar 400 juta (40% x 1M)
Lalu, Bagaimana Bila Rugi?
Bila yang terjadi kemudian usaha mereka mengalami kerugian.
Katakanlah kerugian tersebut adalah sebesar 10 juta rupiah. Maka
perhitungan kerugian tersebut didasarkan pada porsi penyertaan modal.

13
Afif menyertakan modalnya sebesar 40% maka Afif mendapatkan
kerugian sebeasar 4 juta rupiah sedangkan Ciba menyertakan modalnya
sebesar 60% sehingga ia mendapatkan kerugian sebesar 6 juta.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara para pemilik modal
(mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal.
Secara garis besar syirkah terbagi kepada dua bagian yaitu Syirkah Al-Amlak
dan Syirkah Al-„Uqud.
Nisbah dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu: Pembagian keuntungan
proporsional sesuai modal, dan Pembagian keuntungan tidak proporsional dengan
modal.

B. Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan dan menimbulkan banyak pertanyaan.
Oleh karena itu saran dan masukan kami perlukan untuk perbaikan ke depannya.
Semoga mendapat ridho dari Allah swt. setelah membaca makalah yang saya buat
dengan dapat memahaminya dengan mudah. Amin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ghufron A. Mas‟adi. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Mardani. 2014. Hukum Bisnis Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group.

Naf‟an. 2014. Pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah.

Suhendi, Suhendi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers.

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Ascarya. 2001. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.

Sa‟diyah, Mahmudatus. Nur Aziroh. 2014. Musyarakah dalam Fiqh dan Perbankan Syariah.
Equilibrium vol.2 No.2.

Suryahadi, Muhammad. Perlakuan Akuntansi Pendapatan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah


pada PT. Bank syariah Mandiri Cabang Cabang Dumai.

Nurhayati Sri. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

16

Anda mungkin juga menyukai