Anda di halaman 1dari 16

KERJASAMA DALAM USAHA DAN KEPAILITAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu: Bapak Gatot Bintoro Putra Aji, M.E., Sy

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Ahmad Mubarok 2221020206


2. Fatma Afifah 2221020065

PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2023 M / 1445 H


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan atas rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Berkat Allah
SWT, makalah ini telah selesai dikerjakan tepat pada waktunya. Kami telah menyelesaikan makalah
dengan judul Kerjasama Dalam Usaha dan Kepailitan.

Dengan selesainya makalah ini, maka kami juga ingin berterima kasih kepada Bapak Gatot
Bintoro Putra Aji, M.E., Sy. selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih Muamalah yang telah
memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan baru, serta
teman-teman yang telah terlibat dalam pengerjaan makalah ini sampai dengan selesai tepat pada
waktunya.

Kami mengetahui bahwasanya masih terdapat banyak kekurangan dalam pembuatan makalah
ini, dengan ini kami memohon maaf serta meminta kritik serta saran agar dapat menjadi lebih baik
lagi. Kami menyusun makalah ini dengan tujuan utama yaitu memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pengampu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan kepada penulis
dan pembaca tentang Kerjasama Dalam Usaha dan Kepailitan.

Bandar Lampung, 9 Oktober 2023

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................. 2

Daftar isi .......................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 4
C. Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 5

A. Musyarakah Syirkiah ............................................................................................... 5


B. Pailit........................................................................................................................ 10
C. Dampak Sosial Musyarakah Syirkiah ....................................................................... 13

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 14

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerjasama, yang dalam bahasa Arab disebut "musyarakah," adalah bentuk kemitraan atau
asosiasi dalam dunia bisnis. Dalam kerjasama, dua orang atau lebih menyumbangkan modal
dan sumber daya untuk melakukan usaha bersama. Setiap pihak berbagi keuntungan dan
kerugian sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan. Kerjasama ini dapat menjadi solusi
untuk individu atau perusahaan yang ingin berinvestasi atau berbisnis bersama, berbagi risiko,
dan meraih keuntungan secara bersama-sama.
Kepailitan adalah situasi ketika seorang debitor atau perusahaan tidak mampu membayar
utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ini adalah kondisi yang serius dalam dunia keuangan
dan hukum bisnis yang dapat memiliki dampak yang signifikan pada semua pihak yang
terlibat. Proses kepailitan dimaksudkan untuk mengatur penyelesaian utang secara adil bagi
semua kreditor dan menghindari kekacauan dalam penagihan utang.
Kerjasama (musyarakah) adalah bentuk kolaborasi bisnis yang memungkinkan individu
atau perusahaan untuk berbagi modal dan sumber daya, sementara kepailitan adalah
mekanisme hukum yang mengatur penyelesaian utang ketika seorang debitor tidak mampu
membayar utangnya. Keduanya memiliki peran penting dalam ekonomi dan bisnis modern,
dengan kerjasama mendukung pertumbuhan dan investasi, sementara kepailitan menjaga
keseimbangan dan keadilan dalam penyelesaian utang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan musyarakah syirkah?
2. Apa yang dimaksud dengan pailit?
3. Adakah dampak sosial musyarakah syirkiah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar musyarakah syirkiah
2. Untuk mengetahui konsep pailit
3. Untuk mengetahui dampak sosial dari menjalankan musyarakah syirkiah

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Musyarakah Syirkah
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari
usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen
usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara
para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah
dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang
mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Ketentuannya,
antara lain :
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak
mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan. . Setiap mitra memiliki hak umtuk
mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
b) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan
masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian
yang disengaja.
c) Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana
untuk kepentingannya sendiri.

Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti mencampur. Dalam hal
ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi'il madhi), yashruku (fi'il
mudhari) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau
syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa Arab, syirkah bererti mencampurkan
dua bagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya,

Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w berupa taqrir terhadap
syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah
bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad s.a.W membenarkannya.

Sabda Baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah 'Azza wa jalla
telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya
tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr
Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni)

5
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah mengatakan, "aku dan rekan
pembagianku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan utang." Lalu kami didatangi oleh
Al Barra'bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, " Aku dan rekan kongsiku,
Zaiq bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada Nabi s.a.w
tentang tindakan kami. Baginda menjawab: "barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silkan
kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara utang, silalah kalian bayar"

Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir
zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang
mengatakan: "Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar(penduduk Yahudi)
dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah dan tanaman"

Jenis-jenis Syirkah
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis
syirkah yang syari'e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. (Wahbah Az Zuhaili,
Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah
inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi'e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah
yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhau manafi de zaidiah berpandangan ada 5 jenis
syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.

Ada pun pembagian boleh samada berbagi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan
pembagian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif
Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang syari'i sama seperti pandangan
mazhab Hanafi dan Zaidiah.
1. Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak
menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan
Faizal berbagi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing
mengeluarkan modal RP.50.000 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan
berdasarkan As-Sunnah dan ijma'sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dibagi adalah
berupa uang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal
transaksi. Kerja sama ini dibangun oleh konsep perwakilan(wakalah) dan
kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal
kepada rekan kongsinya bererti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada
rekan kongsinya untuk mengelola perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan
kesepakatan semua pihak yang bekerja sama manakala kerugian berdasarkan peratusan
modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami' meriwayatkan dari Ali r.a
yang mengatakan: "kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung
kepada apa yang mereka sepakati"

2. Syirkah Abdan

6
Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat
tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah
tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah
rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah
berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-
sunnah. Ibnu mas'ud pernah berkata" aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin
Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa'ad membawa dua orang tawanan
sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun" (HR Abu Dawud dan Atsram).
Hadith ini diketahui Rasulullah s.a.w dan beliau membenarkannya.

3. Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu
pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). Istilah
mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. Sebagai
contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada
Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan. Ada 2 bentuk lain
sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama
memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan
menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi
modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong
dalam syirkah mudharabah.
Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun, pengelola terikat
dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai
kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh
pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang
wakil tidak menanggung kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya.
Namun, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar
syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

4. Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian
(wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak
(misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga
(misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh
masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah
sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. Bentuk kedua syirkah
wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang
mereka bell secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa
sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai
pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang

7
pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang
yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua,
sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan
berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh
masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini
hakikatnya termasuk dalam syirkah 'abdan. Namun, An-Nabhani mengingatkan bahawa
ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan
(tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah
syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar),
yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya
sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang
dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya
dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan.

5. Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan
semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, 'abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah
mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis
syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah
lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai
dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika
berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan
barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal,
menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa
masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang
modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan
C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah 'abdan iaitu B dan C sepakat
masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja.
Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka bertiga
wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai
pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan suntikan modal di
samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C
membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti
terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.

6. Syirkah Al Milk
Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership) yang
keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh kepemilikan bersama
(joint ownership) atau suatu kekayaan (aset). Misalnya, dua orang atau lebih menerima

8
warisan/hibah/wasiat sebidang tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat
dibagi atau tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis barang
(misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra harus berbagi atas harta
kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi
masing-masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk tetap
menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta
bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain, seorang mitra tidak
dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama kecuali atas izin mitra yang
bersangkutan.
Syirkah al milk kadang bersifat ikhtiyariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau
jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary). Apabila harta bersama
(warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap
memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat ikhtiyari (sukarela/voluntary).
Contoh lain dari syirkah jenis ini adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah)
yang dibeli secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan
mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al milk bersifat jabari (tidak
sukarela/involuntary atau terpaksa). Misalnya, syirkah di antara ahli waris terhadap harta
warisan tertentu, sebelum dilakukan pembagian

Rukun dan Syarat Syirkah


Rukun Syirkah
Rukun syirkah diperselisihan oleh para ulama', menurut ulama' hanafiyah bahwa rukun
syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab Kabul (akad) yang menentukan adanya
syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada diluar
pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli. Adapun menurut pendapat jumhur
ulama, rukun syirkah ada 3 yaitu :
1. Shighat (Ijab kabul) Contoh: "Saya berserikat dengan anda dalam masalah ini". Kemudian
dijawab oleh pihak kedua, "Saya terima"
2. 'Aqidain (dua orang pihak yang berakad)/Syarik)
3. Ma'qud 'alaih/Objek akad (harta, pembagian kerja, pembagian laba dan kerugian)

Syarat-syarat Syirkah
Ada 2 syarat yang bertalian dengan semua bentuk syirkah :
1. Berkenaan dengan objek akad (harta dan keuntungan):
 Benda (harta) harus diterima sebagai perwakilan (dinar atau dirham)
 Pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui oleh kedua belah pihak, misal
setengah atau sepertiga.
2. Berkenaan dengan orang yang melakukan akad:
 Merdeka
 Baligh
 Rusyd (pintar)

9
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut hanafiyah dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
1. Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan
yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
 Yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima
 Yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan
perwakilan, dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah, sepertiga dan yang lainnya.
2. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang
harus dipenuhi yaitu:
 Bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud),
seperti junaih, riyal, dan rupiah.
 Yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya
sama atau berbeda.
3. Sesuatu yang bertalian dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah
disyaratkan: mufawadhah. lalah merdeka, baligh, dan pintar (rusyd).

B. Pailit
1. Pengertian Pailit
Istilah pailit jika ditinjau dari segi istilah, dapat dilihat dalam perbendaharaan bahasa
Belanda, Perancis, Latin dan Inggris dengan istilah yang berbeda-beda. Dalam bahasa
Prancis istilah failite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran
sehingga orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar disebut le failli. Dalam
bahasa Belanda untuk arti yang sama dengan Bahasa Perancis juga digunakan istilah
faillete, sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah to fail dan dalam bahasa
Latin digunakan istilah foffure, yang memiliki arti rangkap. yaitu sebagai kata benda dan
sebagai kata sifat. Di dalam bahasa Perancis, istilah faillite artinya kemogokan atau
kemacetan dalam melakukan pembayaran. Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah to fail dan di dalam bahasa latin digunakan istilah fallire." US. 1

Dari pengertian yang diberikan dalam Black's Law Dictionary, dapat kita lihat bahwa
pengertian pailit dihubungkan dengan "ketidakmampuan untuk membayar" dari seorang
(debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus
disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara
sukarela oleh debitor sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (diluar debitor), suatu
permohonan pernyataan pailit ke pengadilan."

Pengertian kepalitan menurut Undang-undang No.37 Tahun 2004 Pasal 1 angka I


adalah "sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas

1
ZainalAsikin, Hukum Kepalitan dan Kewajiban Pembayaran di Indonesia Jakarta: Raja Gratindo Persada, 2000

10
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini". Pengertian kepalitan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia yakni "keadaan atau kondisi seseorang atau badan hukum yang tidak
mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada sipiutang".

Pengertian kepalitan menurut Bernadette Waluyo adalah "eksekusi massal yang


ditetapkan dengan keputusan hakim yang berlaku serta merta, dengan melakukan
penyitaan umam atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu
pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepalitan SEM berlangsung, untuk
kepentingan semu kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib"

Pailit dalam khasanah ilmu pengetahuan hukum diartikan sebagai keadaan debitor
yang berutangyang berhenti membayar atau tidak membayar utang-utangnya, hal ini
tercermin dalam Pasal 2ayat (1) UUKPKPU menentukan:
"Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih kreditornya".

UUKPKPU dalam Pasal 1 ayat (1), kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan
debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Kepailitan
mengandung unsur-unsursebagai berikut:
a) Adanya sita umum atas seluruh kekayaan Si debitor
b) Untuk kepentingan semua kreditor
c) Debitor dalam keadaan berhenti membayar utang
d) Debitor tidak kehilangan hak keperdataannya
e) Terhitung sejak pernyataan pailit, debitor kehilangan hak untuk mengurusharta
kekayaannya

Kepailitan berasal dari kata dasar "pailit". Pailit adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang debitur yang telah
jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih kreditor dan
tidak mampu membayar satu atau lebih utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat di
tagih.2

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan


Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat (1)
menyatakan:

2
H. Zaini Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Pailit Jakarta: Airlangga 2012

11
"Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya
dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana di atur di dalam Undang-Undang".

Menurut H. Zaeni Asyhadie, mengutip pendapat dari Zainal Asikin bahwa tergolong
debitur atau seseorang yang dapat dinyatakan pailit adalah:
a) Siapa saja/setiap orang yang menjalankan perusahaan atau tidak menjalankan
perusahaa
b) Badan hukum, baik yang bebentuk perseroan terbatas, firma, koperasi, perusahaan
negara, dan badan-badan hukum lainnya
c) Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia, dapat dinyatakan pailit, apabila
orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada dalam keadaan berhenti
membayar utangnya, atau harta warisannya pada saat meninggal dunia si pewaris tidak
mencukupi untuk membayar utangnya
d) Setiap wanita bersuami (si istri) yang dengan tenaga sendiri melakukan suatu pekerjaan
tetap atau suatu perusahaan atau mempunyai kekayaan sendiri.

2. Tujuan dan Fungsi Kepailita


Tujuan dari kepailitan adalah untuk melakukan pembagian kekayaan milik CRSITAS
SEMA debior kepada para kreditornya dengan melakukan sitaan bersama dan kekayaan
debitor dapat dibagikan kepada kreditor sesuai dengan haknya. Berkaitan dengan ini
berlaku ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
mengatur dan memberikan kedudukan para kreditor sebagai kreditor konkuren sehingga
boedel pailit akan dibagikan kepada para kreditor secara seimbang. 3

Selain itu fungsi dari kepailitan adalah untuk mencegah kreditor melakukan
kesewenang-wenangan untuk memaksa debitor agar membayar utangnya. Menurut Rudhi
Prasetya, adanya lembaga kepailitan berfungsi untuk mencegah kesewenang- wenangan
pihak kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar debitor membayar utangnya.
"Menurut Radin,dalam bukunya The Nature of Bankruptcy sebagaimana dikutip oleh
Jordan, et.al., tujuan semua Undang-Undang Kepailitan adalah untuk memberikan suatu
forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari beberapa penagih terhadap aset seorang
debitor yang tidak cukup nilainya.4

Kepailitan adalah merupakan lembaga hukum perdata Eropa sebagai asas realisasi
dari dua asas pokok dalam hukum perdata Eropa yang tercantum dalam Pasal 1131 dan
1132 KUH Perdata Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa segala kebendaan si
berutang, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru
ada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Menurut

3
Rudhy A Lonton, Hatum Kepilitan Penyelesaian Utang Pistang Melalui Pailit Atau Penandaan Kewajiban Pembayaran
Uang Bandung Alumni, 2001
4
Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi (Alumni Bandung:2007)

12
Pasal 2 Ayat (1) UUKPKPU, syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan
pailit adalah perusahaan tersebut mempunyai ERSITAS SEMAN hutang yang sudah jatuh
tempo, adanya debitor dan kreditor dan pernyataan pailit dari padan D pengadilan khusus
yaitu Pengadilan Niaga, syarat-syarat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Adanya
Lembaga kepailitan memungkinkan debitor membayar utang-utangnya secara tenang,
tertib dan adil, yaitu:
 Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada, yakni seluruh harta
kekayaan yang tersisa dari debitor.
 Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian kreditor yang telah
diperiksa sebagai kreditor yang sah.

3. Faktor-faktor Kepailitan

Berdasarkan penjelasan Undang-undang No.37 Tah 7/23 beberapa faktor perlunya


pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu:

a) Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama
adabeberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor.
b) Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan VERSITAS SEMARA
kebendaan (kreditor separatis) yang menuntut haknya dengan cara menjual barang
milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor pait atau para kreditor lainnya
yaitu kreditor preferendan kreditor konkuren.
c) Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang
kreditor atau debitor sendiri. Misalnya, debitor berusaha untuk memberi keuntungan
kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu sehingga kreditor lainnya
dirugikan, atau adanya perbuatan curang dari debitor untuk melarikan semuaharta

C. Dampak Sosial Musyarakah Syirkiah


Musyarakah Syirkah, yang merupakan salah satu bentuk kerjasama bisnis dalam hukum
Islam, memiliki dampak sosial yang signifikan. Dampak sosial ini mencakup beberapa aspek
penting:
1. Pemberdayaan Ekonomi: Musyarakah Syirkah memungkinkan individu atau kelompok
yang kurang mampu secara ekonomi untuk berpartisipasi dalam usaha bisnis. Hal ini dapat
memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dengan memberikan
mereka akses kepada sumber daya dan peluang ekonomi yang sebelumnya tidak
terjangkau.
2. Pembagian Risiko: Musyarakah Syirkah melibatkan pembagian risiko antara mitra bisnis.
Ini berarti jika salah satu mitra menghadapi kesulitan atau kerugian dalam usaha bisnis,
risiko tersebut dibagi bersama. Ini dapat membantu mengurangi dampak finansial yang
berlebihan pada satu individu atau kelompok.

13
3. Peningkatan Kualitas Hidup: Dengan memungkinkan akses terhadap sumber daya dan
peluang ekonomi, Musyarakah Syirkah dapat meningkatkan kualitas hidup anggota
masyarakat. Ini bisa mencakup peningkatan pendapatan, perbaikan standar hidup, dan
akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik.
4. Pembangunan Komunitas: Musyarakah Syirkah dapat membantu membangun komunitas
yang lebih kuat. Dalam kerjasama bisnis ini, anggota masyarakat bekerja bersama-sama
untuk mencapai tujuan bisnis yang saling menguntungkan. Ini menciptakan hubungan
positif antara individu dan mempromosikan kerjasama yang sehat dalam masyarakat.
5. Pemberdayaan Wanita: Musyarakah Syirkah juga dapat digunakan sebagai alat untuk
memberdayakan wanita dalam masyarakat Islam. Ini dapat memberi kesempatan kepada
wanita untuk terlibat dalam bisnis dan mendapatkan pendapatan sendiri, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan peran dan status sosial mereka.
6. Distribusi Adil: Prinsip-prinsip keadilan dalam hukum Islam mendukung distribusi yang
lebih adil dari kekayaan dan sumber daya. Musyarakah Syirkah mempromosikan prinsip
ini dengan memungkinkan pendistribusian keuntungan dan kerugian yang lebih merata di
antara mitra bisnis.
7. Tanggung Jawab Sosial: Bisnis yang didasarkan pada prinsip Musyarakah Syirkah
cenderung memiliki tanggung jawab sosial yang lebih kuat terhadap masyarakat.
Perusahaan yang mengadopsi prinsip-prinsip ini sering kali terlibat dalam kegiatan amal,
filantropi, dan pemberian kembali kepada masyarakat.

Penting untuk diingat bahwa dampak sosial dari Musyarakah Syirkah dapat berbeda-beda
tergantung pada bagaimana implementasinya dilakukan dan faktor-faktor lokal yang
memengaruhi situasi di masyarakat tertentu. Namun, secara umum, Musyarakah Syirkah
memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi positif terhadap pemberdayaan ekonomi
dan sosial dalam masyarakat Islam.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Musyarakah Syirkah adalah bentuk usaha bagi hasil di mana dua orang atau lebih
menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha dengan pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan. Terdapat beberapa jenis Musyarakah, seperti Musyarakah Inan (modal dan
kerja), Musyarakah Abdan (hanya kerja), Musyarakah Mudharabah (modal dan kerja),
Musyarakah Wujuh (berkaitan dengan kepercayaan), dan Musyarakah Mufawadhah
(kombinasi jenis Musyarakah). Hukum Musyarakah adalah mubah (boleh) berdasarkan dalil
hadis Nabi Muhammad SAW yang membenarkannya. Musyarakah dapat dilakukan dengan
kafir Zimmi (non-Muslim) dalam beberapa kasus.
Kepailitan adalah bahwa ini adalah kondisi di mana seorang debitur berhenti membayar
utangnya yang telah jatuh tempo, dan pengurusan serta pemberesan harta debitur dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Tujuan kepailitan adalah melakukan
pembagian kekayaan debitor kepada para kreditornya dengan adil dan tertib, mencegah
kesewenang-wenangan pihak kreditor, dan memberikan perlindungan kepada debitor.
Faktor-faktor penting dalam mengatur kepailitan adalah menghindari perebutan harta debitor
oleh kreditor, menghindari tindakan curang dari debitor atau kreditor tertentu, serta menjaga
keadilan dalam pembagian aset debitor.
Dengan demikian, Musyarakah Syirkah adalah bentuk usaha bagi hasil yang dapat
digunakan dalam aktivitas bisnis, sementara kepailitan adalah mekanisme hukum yang
melibatkan pengaturan aset debitor dan pembagian aset kepada para kreditor saat debitor
tidak mampu membayar utangnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi (Alumni Bandung:2007)

H. Zaini Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Pailit Jakarta: Airlangga 2012

Rudhy A Lonton, Hatum Kepilitan Penyelesaian Utang Pistang Melalui Pailit Atau Penandaan
Kewajiban Pembayaran Uang Bandung Alumni, 2001

ZainalAsikin, Hukum Kepalitan dan Kewajiban Pembayaran di Indonesia Jakarta: Raja Gratindo
Persada, 2000

16

Anda mungkin juga menyukai