Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH FIQH MUAMALAH II

(KERJASAMA DALAM BISNIS)

MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muamalah II

Dosen Pengampu : Muhammad Taufiq Maulana, S.Sy., M.H.

Disusun Oleh :

Ayu Cyntia Dewi (2019125290370) / Kelompok 11

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH IV

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DENPASAR

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas


limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul Kerjasama Dalam Bisnis “Mudharabah Dan Musyarakah”.

Makalah ini disusun guna menambah wawasan pengetahuan mengenai


Mudharabah merupakan perjanjian antara dua orang atau lebih di mana salah satu
dari mereka bertindak sebagai pemodal, sedangkan pihak lain menyediakan
keahlian atau manajemen untuk menjalankan usaha tertentu, sedangkan
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu. Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Fiqh
Muamalah II Sekolah Tinggi Agama Islam Denpasar.

Penulis menyadari bahwa kemampuan dalam penulisan makalah ini jauh


dari kata sempurna. Penulis telah berusaha dan mencoba dari beberapa sumber
yang saling berkaitan. Apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan
dan kesalahan baik dalam penulisan dan pembahasannya maka penulis sangat
menyadari bahwa semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca yang budiman.

Denpasar, 27 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………..i

Daftar Isi…………………………………………………………………………...ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah……………………………………….


…………….....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………...…………....1
C. Maksud dan Tujuan………………………………….………............................1

BAB II Kerjasama Dalam Bisnis Mudharabah

A. Konsep Dasar Mudharabah…………………..………..…………...……......…2


B. Landasan Hukum Mudharabah……………...…………..………………….….3
C. Rukun Dan Syarat Mudharabah……….……………………………..………...4
D. Hak Dan Kewajiban Pengelola Dalam Mudharabah…………………………..4
E. Pemberhentian Dalam Akad Mudharabah……………………………………..
F. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang Mudharabah…………………..
G. Praktik Mudharabah Dalam Perbankan Syariah.................................................

BAB II Kerjasama Dalam Bisnis Musyarakah

A. Konsep Dasar
Musyarakah………………………………………………………
B. Landasan Hukum
Musyarakah…………………………………………………..
C. Rukun Dan Syarat
Musyarakah………………………………………………….
D. Macam-Macam Syirkah Dalam
Musyarakah……………………………………
E. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang
Musyarakah……………………..
F. Praktik Musyarakah Dalam Perbankan
Syariah…………………………………
BAB IV Penutup

A. Kesimpulan………………………………….……………………..……..…....7
B. Saran………….……………………………….………………..…….………..7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………...……..............…..8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk


melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu
yang diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya
seratus persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya,
namun tetap mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor
yang sudah menjadi sunnatullah.

Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah


satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam
perekonomian Islam.

Mudharabah dan musyarakah atau yang sering dikenal dengan istilah


profit and loss sharing (PLS) adalah dua model perkongsian yang
direkomendasikan dalam Islam karena bebas dari sistem riba. Dalam makalah ini
penulis berusaha mendiskripsikan mudharabah dan musyarakah serta
implementasinya dalam perbankan Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Dasar Mudharabah Dan Musyarakah ?


2. Apa Landasan Hukum Mudharabah Dan Musyarakah ?
3. Apa Saja Rukun Dan Syarat Mudharabah Dan Musyarakah ?
4. Apa Hak Dan Kewajiban Pengelola Dalam Mudharabah ?
5. Bagaimana Pemberhentian Dalam Akad Mudharabah ?
6. Apa Saja Macam-Macam Syirkah Dalam Musyarakah ?
7. Bagaimana Fatwa DSN Tentang Mudharabah Dan Musyarakah ?
8. Bagaimana Praktik Mudharabah Dan Musyarakah Dalam Perbankan Syariah ?

C. Maksud Dan Tujuan

1. Menjelaskan Konsep Dasar Mudharabah Dan Musyarakah.


2. Menjelaskan Landasan Hukum Mudharabah Dan Musyarakah.
3. Menjelaskan Rukun Dan Syarat Mudharabah Dan Musyarakah.
4. Menjelaskan Hak Dan Kewajiban Pengelola Dalam Mudharabah.
5. Menjelaskan Pemberhentian Dalam Akad Mudharabah.
6. Menjelaskan Macam-Macam Syirkah Dalam Musyarakah.
7. Menjelaskan Fatwa DSN Tentang Mudharabah Dan Musyarakah.
8. Menjelaskan Praktik Mudharabah Dan Musyarakah Dalam Perbankan
Syariah.
BAB II

KERJASAMA DALAM BISNIS MUDHARABAH

A. Konsep Dasar Mudharabah

Mudharabah berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata dharaba
‫ب‬
َ ‫ض َر‬
َ yang bermakna memukul, bergerak, pergi, mewajibkan, mengambil bagian,
berpartisipasi. 1Dalam kaitannya dengan pengertian mudharabah maka yang lebih
cocok adalah mengambil bagian dan berpartisipasi. Pengertian memukul atau
berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha. Jadi, disebut kontrak ini disebut mudharabah, karena pekerja
(mudharib) biasanya membutuhkan suatu perjalanan untuk menjalankan bisnis.
Sedangkan perjalanan dalam bahasa Arab disebut juga dharb fil Ardhi.

Adapun menurut istilah ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli
antara lain :

a. Menurut Sayyid Sabiq

1
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003),
cet. VIII, hlm. 1205-1206
Mudharabah adalah akad antara dua pihak dimana salah satu pihak
mengeluarkan sejumlah uang (sebagai modal) kepada pihak lainnya untuk
diperdagangkan, dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan".2

b. Antonio mengutip pendapat al-Syarbasyi sebagai berikut

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (shabib al-mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain
menjadi pengelola dan keuntungan usaha secara dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola".3

c. Adiwarman A. Karim

Mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak
dengan kerja dari pihak lain, dimana satu pihak berperan sebagai pemilik
modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak
kedua, yakni si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung".4

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad


antara dua belah pihak atau lebih, antara pemilik modal (shahib al-mal) dengan
pengelola usaha (mudharib) dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang
dibagi berdasarkan kesepakatan yang tertuang di dalam kontrak, dimana bila
usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola usaha.

B. Landasan Hukum Mudharabah

Mudharabah hukumnya adalah boleh sesuai dengan ijma' (kesepakatan)


ulama. Di dalam Al-Qur'an maupun hadis banyak dijumpai ayat maupun hadis
yang menganjurkan manusia untuk menjalankan usaha. Berikut ini akan
dipaparkan beberapa ayat dan hadits berkenaan dengan anjuran untuk melakukan
usaha.
2
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), penerjemah: Nor Hasanuddin, hlm. 218
3
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 95
4
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2007), hlm. 204-205.
ِ ْ‫ َوآخَ رُونَ يَضْ ِربُونَ فِي اأْل َر‬...
...ِ ‫ض يَ ْبتَ ُغونَ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا‬

Artinya:

"…dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia


Allah…." (Q.S. al-Muzammil: 20)

‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَ ْن تَ ْبتَ ُغوا فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ُك ْم‬


َ ‫لَي‬

Artinya:

"tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu…" (Q.S. al-Baqarah : 198)

Hadits Nabi :

"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas Ibnu Abd al-Muthalib
jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan
agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya,
atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada
Rasulullah SAW dan beliau membolehkannya." (H.R. Thabrani)

C. Rukun Dan Syarat Mudharabah

Rukun adalah segala sesuatu yang menyebabkan suatu akad dapat


dilaksanakan, karena rukun merupakanbagian integral yang tidak terpisahkan
sehingga akad tersebut tidak rusak/batal (fasad) dalam pelaksanaannya.

Berikut adalah rukun mudharabah menurut jumhur ulama :

1. Pihak-pihak yang melakukan akad, yaitu pemilik dana (shahibul maal) dan
pengelola modal (mudharib),
2. Modal (Ra’sul Maal),
3. Usaha yang dijalankan (al-‘amal),
4. Keuntungan (ribh), dan
5. Pernyataan ijab dan kabul (sighat akad)

Sedangkan syarat mudharabah berkaitan dengan rukunnya, yaitu sebagai berikut :

1. Pihak-pihak yang melakukan akad mudharabah disyaratkan harus memiliki


kemampuan untuk dibebani hukum/cakap hukum (mukallaf) untuk melakukan
kesepakatan, dalam hal ini pemilik modal (shahibul maal) akan memberikan
kuasa dan pengelola modal (mudharib) menerima kuasa tersebut, karena di
dalam akad mudharabah terkandung akad wakalah/kuasa.
2. Modal (Ra’sul Maal) dalam akad mudharabah harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
b. Modal harus berupa alat tukar (uang),
c. Modal harus dapat diketahui sehingga mudah untuk diukur,
d. Modal harus dalam bentuk tunai, dan
e. Modal harus dapat dipindahkan/diserahkan dari pemilik modal (shahibul
maal) kepada pengelola modal (mudharib).

D. Hak Dan Kewajiban Pengelola Dalam Mudharabah

Hak dan kewajiban pihak pengelola usaha (mudharib) adalah :

a. Berhak mengelola kegiatan usaha untuk tercapainya tujuan Mudharabah tanpa


campur tangan pihak penyedia modal,
b. Berhak menerima bagian keuntungan tertentu sesuai yang disepakati dalam
Mudharabah,
c. Wajib mengelola modal yang telah diterima dari pihak pemilik modal (shahib
al-mal) dalam suatu kegiatan usaha sesuai kesepakatan,
d. Wajib menanggung seluruh kerugian usaha yang disebabkan oleh kelalaian,
kesengajaan, dan atau pelanggaran pihak pengelola usaha (mudharib), dan
e. Wajib menyatakan secara tertulis bahwa pihak pengelola usaha (mudharib)
menerima modal dari pihak pemilik modal (shahib al-mal) dan berjanji untuk
mengelola modal tersebut dalam suatu usaha sesuai dengan kesepakatan
(pernyataan qabul).
E. Pemberhentian Dalam Akad Mudharabah

Akad mudharabah bisa berhenti/berakhir dengan berbagai kejadian baik


yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Sebenarnya lama kerja sama yang
dibangun dalam akad ini tidak tentu dan tidak memiliki batasan. Namun banyak
pihak yang memilih menentukan jangka waktu yang jelas agar usaha dan transaksi
berjalan dengan jelas dan gamblang. Akad mudharabah bisa berakhir jika :

1. Salah satu pihak memutuskan untuk mengundurkan diri dari perjanjian, baik
dengan alasan diterima maupun tidak diterima. Karena akad ini haruslah
terjadi dengan kesediaan kedua belah pihak tanpa ada paksaan.
2. Dalam hal mudharabah tersebut, dibatasi waktunya atau diberikan waktu
jelasnya
3. Jika salah satu pihak meninggal dunia atau mengalami hilang akal. Sehingga
dianggap sebagai hilangnya kesepakatan.
4. Pengelola tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk
mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad tersebut.
5. Modal yang dimiliki sudah habis atau tidak ada.5

F. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang Mudharabah

Fatwa DSN-MUI Nomor: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan


Mudharabah (Qiradh), Ketentuan Pembiayaan :

1. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS


kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.
2. Dalam pembiayaan ini, LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai
100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)
bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

5
Tiffany, Akuntansi Syariah "Akad Mudharabah : Pengertian, Skema, Jenis, dan Dasar Hukum", https://dosenakuntansi
com.cdn.ampproject.org/v/s/dosen akuntansi.com/akadmudharabah/amp?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQFUAKwASA%3D#referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fdosenakuntansi.com%2Fakad-
mudharabah, (diakses pada 30 Mei 2017)
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan
pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam
manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak dalam pembinaan
dan pengawasan.
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
6. LKS sebagai pemilik dana menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun
agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan
dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan hanya dapat dicairkan apabila
mudharib melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat
ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

G. Praktik Mudharabah Dalam Perbankan Syariah

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan


pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada :

a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,


seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa,
b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan nasabah
khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :

a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja perdagangan dan


jasa,
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh shahib al-mal (bank).

Esensi dari kontrak mudharabah adalah kerjasama untuk mencapai profit


(keuntungan) berdasarkan akumulasi dasar dari pekerjaan dan modal, dimana
keuntungan ditentukan melalui kedua komponen ini. Resiko juga menentukan
profit dalam mudharabah. Pihak investor menanggung resiko kerugian dari modal
yang telah diberikan, sedangkan pihak mudharib menanggung resiko tidak
mendapatkan keuntungan hasil pekerjaan dan usaha yang telah dijalankannya.6

BAB III

KERJASAMA DALAM BISNIS MUSYARAKAH

A. Konsep Dasar Musyarakah

Musyarakah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang diambil dari
َ
kata syaraka َ‫ش•• َرك‬ yang bermakna bersekutu, meyetujui. Sedangkan menurut
istilah, musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/
expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.7

Lewis dan Algaoud juga memberikan definisi musyarakah sebagai sebuah


bentuk kemitraan dimana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja

6
http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-Dalam-Perbankan-Islam,
(diakses pada 02 Maret 2013)

7
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm. 90
mereka untuk merbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang
sama.

B. Landasan Hukum Musyarakah

Dasar hukum dari Musyarakah ini terdapat dalam Al-Qur’an surat Shaad


ayat 24 :

‫ت َوقَلِي ٌل َما هُ ْم ۗ َوظَ َّن دَا ُوو ُد‬ِ ‫ْض إِاَّل الَّ ِذينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا الصَّالِ َحا‬ ُ ‫َوإِ َّن َكثِيرًا ِمنَ ْال ُخلَطَا ِء لَيَب ِْغي بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع‬
َ ‫أَنَّ َما فَتَنَّاهُ فَا ْستَ ْغفَ َر َربَّهُ َو َخ َّر َرا ِكعًا َوأَن‬
‫َاب‬

Artinya:

“… Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu


sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah
mereka ini". (Q.S. Shad: 24)

Hadits Nabi :

"Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya Allah berfirman,


'Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya.'" (H.R. Abu Dawud)

Ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam mengakui tentang


eksistensi perkongsian serta membolehkannya selama salah satu pihak yang
bersekutu tetap memegang teguh kesepakatan yang telah dibuat dan tidak
berkhianat.

C. Rukun Dan Syarat Musyarakah

Menurut Naf'an (2014), rukun musyarakah adalah sebagai berikut :

1. Ijab-qabul (sighat). Adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang
bertransaksi.
2. Dua pihak yang berakad ('aqidani) dan memiliki kecakapan melakukan
pengelolaan harta.
3. Objek aqad (mahal), yang disebut juga ma’qud alaihi, yang mencakup modal
atau pekerjaan.
4. Nisbah bagi hasil.

Menurut Anshori (2010), syarat-syarat musyarakah adalah sebagai berikut :

1. Tidak ada bentuk khusus kontrak, berakad dianggap sah jika diucapkan secara
verbal/tertulis, kontrak dicatat dalam tulisan dan disaksikan.
2. Mitra harus kompeten dalam memberikan/diberikan kekuasaan perwalian.
3. Modal harus uang tunai, emas, perak yang nilainya sama, dapat terdiri dari
aset perdagangan, hak yang tidak terlihat (misalnya lisensi, hak paten dan
sebagainya).
4. Partisipasi para mitra dalam pekerjaan adalah sebuah hukum dasar dan tidak
diperbolehkan bagi salah satu dari mereka untuk mencantumkan tidak ikut
sertanya mitra lainnya. Namun porsi melaksanakan pekerjaan tidak perlu
harus sama, demikian pula dengan bagian keuntungan yang diterima.8

D. Macam-Macam Syirkah Dalam Musyarakah

Ada dua jenis syirkah dalam Musyarakah, yaitu :

1. Syirkah al-milk terjadi karena warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam
musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset
nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut.
2. Syirkah uqud (kontrak) tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal
musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan kerugian.

Syirkah uqud terbagi menjadi : al-'inan, al-mufawwadhah, al- a'mal dan al-
wujuh. Para ulama berbeda berbeda pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia

8
Muchlisin Riadi, Musyarakah "Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis, Ketentuan Pembiayaan",
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/musyarakah. html?m=1, (diakses pada 05 Oktober 2020)
termasuk jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-
mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat
sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-
mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.

a. Syirkah al-'inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih, dimana setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam
kerja, dan kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana
yang disepakati dalam kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik
dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai
dengan kesepakatan mereka.
b. Syirkah al-mufawwadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau
lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja, dan setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dalam jenis syirkah ini syarat utamanya adalah
kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi
oleh masing-masing pihak.
c. Syirkah al-a'mal atau syirkah abdan adalah kontrak kerja sama dua orang
seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan
dari pekerjaan itu.
d. Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, dimana mereka membeli
barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai, dan mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan
jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syirkah ini
tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut dengan musyarakah
piutang.9

E. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Tentang Musyarakah

9
http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-Implement-as-in-Ya-Dalam-Perbankan-
Islam,
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal
berikut :
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan,
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses
bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan
aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa
melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri. mitra melaksanakan kerja sebagai
wakil.

F. Praktik Musyarakah Dalam Perbankan Syariah

Praktik musyarakah dalam perbankan syariah dapat dijumpai pada


pembiayaan-pembiayaan seperti :

a. Pembiayaan Proyek

Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah


dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut,
dan setelah proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama
bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Modal Ventura

Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam


kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan dalam skema modal
ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah
itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara
singkat maupun bertahap.

Pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah


karena keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah
pihak atau lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian
(akad).

Dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang


dibutuhkan mudharib, dan dalam manajemen shahib al-mal tidak diperkenankan
melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak pengawasan untuk
mengantisipasi terjadinya penyelewengan. Bagi hasil diberikan setelah proyek
atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan. Sedangkan dalam
musyarakah, kedua belah pihak ikut andil dalam pemodalan (equity participation)
dan masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, sehingga porsi nisbah
bagi hasil yang diperoleh sangat ditentukan oleh besar kecilnya modal yang
dikeluarkan dan frekuensi keikutsertaan dalam proses manajemen ini. Sedang bila
usaha merugi, maka kedua pihak sama-sama menanggung kerugian tersebut
karena musyarakah menganut azas PLS.

Dari pemaparan di atas, baik mengenai mudharabah maupun musyarakah


bahwasanya perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dapat dilihat pada
hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hubungan antara bank syariah dengan
nasabahnya bukan hubungan antara debitur dengan kreditur, melainkan hubungan
kemitraan antara penyandang dana (shahib al-mal) dengan pengelola dana
(mudharib). Sedangkan pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk
menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan. Demikian
pula bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihakyang memerlukan dana
berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian tentang mudharabah dan musyarakah serta


praktik dalam perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada
prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena keduanya
merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau lebih
untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai porsi
(nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Dan kedua jenis
perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian.

Mudharabah dan musyarakah memiliki perbedaan pada beberapa hal :


pertama, dalam aqad mudharabah, shahib al-mal menyediakan seluruh dana yang
dibutuhkan mudharib, sedang dalam musyarakah kedua belah pihak ikut andil
dalam pemodalan (equity participation), kedua, dalam manajemen mudharabah,
shahib al-mal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun
selain hak pengawasan untuk mengantisipasi terjadinya penyelewengan, sedang
dalam musyarakah masing-masing pihak dapat turut dalam manajemen, ketiga,
dalam mudharabah bagi hasil (porsi nisbah) ditentukan pada awalakad yang
diberikan setelah proyek atau usaha yang dijalankan mudharib selesai dijalankan,
sedang dalam musyarakah porsi nisbah bagi hasil yang diperoleh sangat
ditentukan oleh besar kecilnya modal yang dikeluarkan dan frekuensi
keikutsertaan dalam proses manajemen; keempat, dalam mudharabah kerugian
ditanggung oleh shahib al-mal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh
kelalaian dari pihak mudharib, sedang dalam musyarakah kedua pihak sama-sama
menanggung kerugian tersebut.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis serta
dapat memberi dorongan atau motivasi agar lebih memahami dan menerapkan
perintah Allah SWT. Penulis sadar akan ketidaksempurnaan pada makalah ini.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang positif agar bersifat
membangun untuk menyempurnakan makalah-makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta:


PT.Raja Grafindo, 2007), hlm. 204-205.

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,


(Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 2003), cet. VIII, hlm. 1205-1206

http://www.scribd.com/doc/57195578/Musyarakah-Dan-Mudharabah-Serta-
Implement-as-in-Ya-Dalam-Perbankan-Islam, (diakses pada 02 Maret 2013)

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hlm. 95

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah... op.cit., hlm. 90

Muchlisin Riadi, Musyarakah "Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis, dan


Ketentuan Pembiayaan",
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/musyarakah.html?m=1, (diakses pada 05
Oktober 2020)

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid IV, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006),
penerjemah: Nor Hasanuddin, hlm. 218

Tiffany, Akuntansi Syariah "Akad Mudharabah : Pengertian, Skema, Jenis, dan


Dasar Hukum", https://dosenakuntansi-com.cdn.ampproject.org/v/s/dosen
akuntansi.com/akad-mudharabah/amp?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp
=mq331AQFUAKwASA%3D#referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fdosenakuntansi.com%2Fakad-mudharabah, (diakses pada 30 Mei 2017)

Anda mungkin juga menyukai