Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AKAD PERCAMPURAN MUDHARABAH

Dosen Pengampu : Indra Saputra Ritonga, S.E, M.E

Di Susun Oleh Kelompok 5 :

Mawarni
Meli Rahma Fitriyani
Meliza
Muhammad Andri
Neneng Pratiwi

YAYASAN MAMBA’UL ULUN


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MAMBA’UL ULUM
HUKUM EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke Hadirat Allah Subhanahu


Wata‟ala, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyusun tugas makalah yang berjudul Akad Percampuran Mudharabah.
Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aplikasi
Kontaktual Bisnis Syari‟ah yang di bimbing oleh Bapak Indra Saputra
Ritonga, S.E, M.H dan Penulis mengucapkan trimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang
mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang bersifat membangun.
Kritik dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
khususnya untuk penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Jambi, 11 Mei 2022

Penulis
1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................1


DAFTAR ISI ..............................................................................................2
BAB I.........................................................................................................3
PENDAHULUAN .......................................................................................3
A. Latar Belakang ............................................................................3
B. Permasalahan .............................................................................4
BAB II........................................................................................................5
PEMBAHASAN .........................................................................................5
1. Pengertian Akad Mudharabah .......................................................5
2. Jenis Akad Mudharabah ................................................................7
3. Sumber Hukum Akad Mudharabah ...............................................8
4. Rukun dan Ketentuan Syariat Akad Mudharabah ........................9
5. Sebab-Sebab Batalnya Akad Mudharabah .................................12
BAB III.....................................................................................................14
PENUTUP ...............................................................................................14
A. Kesimpulan ...............................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................15

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syari‟ah. Seperti yang disebutkan dalam
Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah
(selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah
satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari‟ah adalah akad
mudharabah. Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari‟ah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank Syari‟ah, juga menyebutkan mudharabah adalah
salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari‟ah. 1
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan
pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua
belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan
mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu
usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha
(Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam
agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak
pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya.
Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak
memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong
menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama
antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan
memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada
pada perbankan pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan
konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan
menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian modal yang telah
digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang

1
Khotibul Umam, Legislatif Fikih Ekonomi dan Penerapannya dalam Produk Perbankan Syariah di
Indonesia, (Yogyakarta: BPFE, 2011), h. 85
3
menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan
mudharib memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh
mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya diperuntukan untuk
jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai
pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta
permasalahan yang ada didalamnya.

B. Permasalahan
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Mudharabah?
2. Landasan Hukum Mudharabah?
3. Apa saja Jenis-jenis Akad Mudharabah serta Rukun dan
Syaratnya?
4. Apa saja penyebab batalnya akad mudharabah?

C. Maksud dan Tujuan


1. Menjelaskan pengertian Mudharabah.
2. Menjelaskan landasan hukum Mudharabah.
3. Menjelaskan jenis-jenis akad Mudharabah beserta Rukun dan
Syarat yang harus ada dalam Mudharabah.
4. Menjelaskan apa saja yang menyebabkan batalnya akad
mudharabah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Akad Mudharabah


Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berjalan di
muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan
dalam ranka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di
jalan Allah. Mudharabah disebut juga qiradh yang berasal dari kata
alqarrdhu yang bearati potongan, karena pemilik memotong sebagian
hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian
keuntungan.2
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar
pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha,
laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua
belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si
pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau
violation oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan
beberapa contoh bentuk kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan
yang di tentukan di dalam akad tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi
di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah
ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi
yang berwenang.
Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau
investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan
unsure terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari
pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan
merupakan unsure terpenting, maka mudharabah dalam istilah
bahasa Inggris disebut trust financing. Pemilik dana yang merupakan
investor disebut beneficial ownership atau sleeping partner, pengelola
dana disebut managing trustee atau labour partner. (Syahdeini, 1999)
Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik
dana tidak boleh ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau
proyek yang dibiayai dengan dana pemilik dana tersebut, kecuali
sebatas memberikan saransaran dan melakukan pengawasan pada
pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan
terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh

2
A fiqus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, karya
Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, hal.359
5
modal yang ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang
menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangkan
pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus
mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut
terjadi sebagai akibat kesengajaan, kelalaian ayau pelanggaran akad
yang dilakukan oleh pengelola dana. Pengelola dana hanya
menanggung kehilangan atau resiko berupa waktu, pikiran, dan jerih
payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha
tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian
dari pembagian keuntungan sesuai dengan yang telah ditetapkan
dalam perjanjian mudharabah.
Hal tesebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu
bahwa pihak-pihak yang telibat dalam suatu transaksi harus bersama-
sama menanggung resiko (berbagi resiko), dalam hal transaksi
mudharabah, pemilik dana akan menanggung resiko finansial
sedangkan pengelola dana akan memiliki resiko nonfinansial. Agar
tidak terjadi perselisihan di kemudian hari maka
akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan secara tertulis dan
dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek
antara lain tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan,
periode pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boleh dikurangkan
dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang
dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya.
Sehingga apabila terjadi hal yang tidak diinginkan atau terjadi
persengketaan, kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang
telah disepakati bersama.
Apabila terjadi perselisihan di antara dua belah pihak maka dapat
diselesaikan secara musyawarah oleh mereka berdua atau melalui
badan arbitrese syariah. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan
sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola
dana (PSAK 105 par 16). Sedangkan pengembalian dana
mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan
destribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah
berakhir, sesuai kesepakatan pemilikan dana dan pengelola dana.

6
2. Jenis Akad Mudharabah
Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu
mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah
musytarakah.
Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah.
1. Mudharabah Muthalaqah adalah Mudharabah di mana pemilik
dananya memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam
pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi
tidak terikat. Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa
berlakunya, di daerah mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak
ditentukan line of trade, line of industry, atau line of service yang
akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak
terbatas sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh
digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang
oleh Islam seperti untuk keperluan spekulasi, perdagangan
minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah),
perternakan babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain
sebagainya. Dalam mudharabah muthalaqah, pengelola dana
memiliki kewenangan untuk melakukan apa saja dalam
pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu.
Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau
kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, sedangkan apabila
terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena kelalaian dan
kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan di tanggung
oleh pemilik dana.
2. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik
dana memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai
dana lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha.
Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik
dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada
transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau mengharuskan
pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui
pihak ketiga, (PSAK par 07). Mudhrabah jenis ini disebut juga
investasi terikat. Apabila pengelola dana bertindak bertentangan
dengan syarat-syarat yang diberikan oleh pemilik dana, maka
pemilik dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-

7
konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konseksuensi
keuangan.
3. Mudharabah Musytarakah adalah mudhrabah di mana pegelola
dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama
investasi. Diawal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad
mudharabah dengan modal 100% dari pemilik dana, setelah
berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu dan
kesepakatan engan pemilik dana, pengelola dana ikut
menanamkan modalnya dalam usaha tersebut jenis mudharabah
seperti ini disebut mudhrabah musytarakah merupakan perpaduan
antara akad mudharabah dan akad musyarakah.
3. Sumber Hukum Akad Mudharabah
Menurut Ijmak Ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini
dapat diambil dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan
mudharabah dengan Siti Khadijah. Siti Khadijah bertindak sebagai
pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu Rasulullah
membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini kita
lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum
diangkat menjadi Rasul. Mudharabah telah dipraktikan secara luas
oleh orang-orang sebelum masa Islam dan beberapa sahabat Nabi
Muhammad SAW. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat
selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu masih
tetap ada di dalam sistem Islam.
1. Al-Qur‟an
٨٧٢ َ‫لربَ ٰٓو ۟ا إِن كُنتُم ُّمؤْ ِمنِين‬
ّ ِ ‫ى ِمنَ ٱ‬ ۟
َ ‫ّلل َوذَ ُروا َما بَ ِق‬ َ َّ ‫وا ٱ‬ ۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
۟ ُ ‫يَـٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
ُ ‫سو ِل ِهۦ ۖ َو ِإن تُبْت ُ ْم فَلَ ُك ْم ُر ُء‬
‫وس‬ ِ َّ ‫ب ِ ّمنَ ٱ‬
ُ ‫ّلل َو َر‬ ٍ ‫وا ِب َح ْر‬ ۟ ُ‫وا فَأْذَن‬ ۟ ُ‫فَإِن لَّ ْم ت َ ْفعَل‬
٨٧٢ َ‫ظلَ ُمون‬ ْ ُ ‫ظ ِل ُمونَ َو ََل ت‬ ْ َ ‫أ َ ْم َو ِل ُك ْم ََل ت‬
Artinya : “Hai orang-orang beriman, bertakwalah pada Allah dan
tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak melaksanakan (apa yang diperintahkan ini) maka
ketahuilah, bahwa akan terjadi perang dahsyat dari Allah dan
RosulNya dan jika kamu bertaubat maka bagi kamu pokok harta
kamu, kamu tidak dianiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (Q.S. Al
Baqarah : 278-279)
2. Hadits
Sebelum Rasulullah diangkat menjadi Rasul, Rasulullah pernah
melakukan Mudharabah dengan Khadijah, dengan modal dari

8
Khadijah. Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut
untuk diperdagangkan.

‫ط ْالب ِ ُّر‬
ُ َ‫ضةُ َوا َ ْخال‬ َ ِ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكةُ ْالبَ ْي ُع إ‬
َ َ‫لى ا َ َج ٍل َواْلمق‬
َ ‫ار‬ ٌ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثَال‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ِ‫س ُّو ُل هللا‬
ْ ِ ‫بِاال َّش ِعي ِْر ِل ْلبَ ْي‬
ِ‫ت َلَ ِللبَيْع‬
Rasulullah saw bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqaradhah (bagi hasil)
dan mencampur gandum putih dengan gandum merah untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah no. 2280,
Kitab at-Tijarah)

‫احبِ ِه ا َ ْن ََل َي ْسلُ َك ِب ِه‬


ِ ‫ص‬َ ‫ط َعلَى‬ َ ‫ار َبةً اِ ْشت ََر‬
َ ‫ض‬ َ ‫ب اِذَا َدفَ َع ْال َما َل ُم‬
ِ ‫ط ِ ّل‬
َ ‫ع ْب ِداْل ُم‬ ُ ‫َكانَ َس ِّي ِدنَا ْال َعب‬
َ ‫َّاس ب ِْن‬
ُ‫ض ِم َن فَ َبلَ َغ ش َْرتُه‬ ْ ‫ات َك ِب ٍد َر‬
َ ‫ط َب ٍة فَإ ِ ْن فَ َع َل ذَ ِل َك‬ َ َ‫ي ِب ِه َدابَّةً ذ‬َ ‫ َو ََل َي ْن ِز َل ِب ِه َوا ِديًا َو ََل َي ْشت َِر‬,‫َبح ًْرا‬
ُ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوا‘ ِل ِه َو َسلَّم فَأ َ َج‬
ُ ‫ازه‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫َر‬
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai
Mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak
mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli
hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus
menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas
itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya”(HR. Thabrani
dari Ibnu Abbas).3
3. Ijma‟
Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai mudharabah dan tidak
seorangpun mengingkari mereka. Karenanya, hal itu dipandang
sebagai ijma.4
4. Rukun dan Ketentuan Syariat Akad Mudharabah
Rukun Mudharabah menurut mazhab Maliki , yaitu:5
1. Modal
2. Pekerjaan
3. Keuntungan
4. Dua orang yang melakukan pekerjaan
5. Shigat (Ijab dan Qabul)

3
Menurut sunnah diantaranya hadis Ibnu Abbas r.a., bahwa Nabi mengakui syarat-syarat
mudharabah yang ditetapkan Al-Abbas bin Abdul Muthalib kepada mudharib.
4
Wahbah Zuhaily, Fiqh Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattani, dkk dalam “al-Fiqh
al-Islam wa Adilatuhu”, (Damaskus: Darul Fikr, jilid IV, 1989), h.838
5
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, (Riyadh: Daarul Muayyad, 1997) Jilid 3, h. 22
9
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut.
1. Pelaku
 Pelaku harus cakap hukum dan tabligh.
 Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau
dengan nonmuslim.
 Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan
usaha tetapi ia boleh mengawasi.
2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja) Objek mudharabah
merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad
mudharabah.
 Modal
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset
lainnya (dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah
dan jenisnya.
b. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya
setoran modal, berarti pemilik dana tidak memberikan
kontribusi apapun padahal pengelola dana harus
bekerja.
c. Modal harus diketahui jelas jum;ahnya sehingga dapat
dibedakan dari keuntungan.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk
mudharabahkan kembali modal mudharabah, dan
apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran
kecuali atas seizin pemilik dana.
e. Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan
modal kepada orang lain dan apabila terjadi maka
dianggap terjadi pelanggaran kecual atas seizin pemilik
dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur
modal menurut kebijaksanaan dan pemikirannya
sendiri, selama tidak dilarangsecara syariah.
 Kerja
a. Kontribusi pengelolaan dana dapat berbentuk keahlian,
keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-
lain
b. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh
diintervensi oleh pemilik dana.

10
c. Pengelolaan dana harus menjalankan usaha sesuai
syariah.
d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban
atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan,pengelolaan dana sudah menerima modal
dan sudah bekerja maka pengelola dan berhak
mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.

3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi salaing rida/rela diantara
pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara
verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
4. Nisbah Keuangan
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian
keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima
oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan
yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan imbalan atas
kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui
dengan jelas oleh kedua pihak, inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai
cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad
tersebut tidak dijelaskan masingmasing porsi, maka
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan
dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat
menimbulkan riba. Pada dasarnya pengelolaan dana tidak
diperkenankan untuk menudharabahkan kembali modal
mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi
pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana. Apabila
pengelola dana dibolehkan oleh pemilik dana untuk
memudharabahkan kembali modal mudharabah maka
pembagian keuntungan untuk kasus seperti ini, pemilik
dana mendapatkan keuntungan sesuai dengan
kesepakatan antara dia dan pengelola dana pertama.
Sementara itu bagian keuntungan dari pengelola dana

11
pertama dibagi dengan pengelola dan yang kedua sesuai
dengan porsi bagian yang telah disepakati antara
keduanya.

5. Sebab-Sebab Batalnya Akad Mudharabah


Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah. Apabila
terdapat satu syarat yang tidak dipenuhi, sedangkan mudharib
sudah terlanjur menggunakan modal Mudharabah untuk bisnis
perdagangan, maka dalam keadaan seperti ini mudharib
berhak mendapatkan upah atas kerja yang dilakukannya,
karena usaha yang dilakukannya atas izin pemilik modal dan
mudharib melakukan suatu pekerjaan yang berhak untuk diberi
upah. Semua laba yang dihasilkan dari usaha yang telah
dikerjakan adalah hak pemilik modal. Jika terjadi kerugian maka
pemilik modal juga yang menanggungnya. Karena mudharib
dalam hal ini berkedudukan sebagai buruh dan tidak dapat
dibebani kerugian kecuali karena kecerobohannya.
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas
sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
Jika seperti itu dan terjadi kerugian maka, pengelola
berkewajiban untuk menjamin modal karena penyebab dari
kerugian tersebut.
3. Pengelola meninggal dunia atau pemilik modalnya, maka
Mudharabah akan menjadi batal. Jika pemilik modal yang
wafat, pihak pengelola berkewajiban mengembalikan modal
kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan yang
diperoleh diberikan kepada ahli warisnya sebesar kadar
prosentase yang disepakati. Tapi jika yang wafat itu pengelola
usaha, pemilik modal dapat menuntut kembali modal itu kepada
ahli warisnya dengan tetap membagi keuntungan yang
dihasilkan berdasarkan prosentase jumlah yang sudah
disepakati.
Jika Mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk
„urudh (barang dagangan), maka pemilik modal dan pengelola
menjual atau membaginya, karena yang demikian itu merupakan
hak berdua. Dan jika si pengelola setuju dengan penjualan,

12
sedangkan pemilik modal tidak setuju, maka pemilik modal dipaksa
menjualnya, karena si pengelola mempunyai hak di dalam
keuntungan dan dia tidak dapat memperolehnya kecuali dengan
menjualnya. Demikian menurut madzhab Asy Syafi‟i dan Hambali.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar
pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha,
laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua
belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si
pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau
violation oleh pengelola dana.
Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu
mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah
musytarakah.
Sumber hukum mudharabah terdapat dalam surah Al Baqarah Ayat
278 dan 279
Rukun Mudharabah ada empat, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas : pemilik dana dan pengelola dana
2. Objek Mudharabah, berupa : modal dan kerja
3. Ijab Kabul/Serah Terima
4. Nisbah Keuntungan
Mudharabah menjadi batal karena hal-hal berikut:
1. Tidak terpenuhinya syarat sahnya Mudharabah.
2. Pengelola atau mudharib sengaja tidak melakukan tugas
sebagaimana mestinya dalam memelihara modal, atau
melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
3. Pengelola atau pemilik modalnya meninggal dunia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya


R.I., Kementerian Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam
dan Pembinaan Syariah, 2012.
https://www.ojk.go.id Undang-Undang no 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syari‟ah
https://qazwa.id/blog/mudharabah/
Sabiq. Sayyid, Fiqhus Sunnah, (Riyadh: Daarul Muayyad, Jilid 3, 1997)
Umam. Khotibul, Legislatif Fikih Ekonomi dan Penerapannya dalam
Produk Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: BPFE, 2011)
Zuhaily. Wahbah, Fiqh Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk dalam “al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu”, (Damaskus: Darul Fikr,
jilid IV, 1989)

15

Anda mungkin juga menyukai