Anda di halaman 1dari 19

MUDHARABAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Fiqh Muamalah”

Disusun oleh :

Novita Ayu Faradila 402190070

Reni Mulazamah 402190083

Dosen Pengampu :
Ridho rokamah, S. Ag., M.Si.
Jurusan : Perbankan Syariah / Kelas C

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yangtelah melimpahkan rahmat,


hidayah, serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan salah
satu tugas mata kuliah Fiqh Muamalah tentang “Mudharabah”. Makalah ini telah
kami susun dengan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatanmakalah.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karenanya kami dengan lapang dada menerima saran dan kritik yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat di ambil


hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca..

Ponorogo, 8 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL...........................................................................

KATAPENGANTAR.......................................................................... ii

DAFTARISI........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakang.................................................................... 3

B.RumusanMasalah................................................................ 3

C. TujuanPembahasan................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mudharabah....................................................... 5

B. Dasar Hukum Mudharabah.................................................... 6

C. Hikmah Mudharabah.............................................................. 10

D. Syarat-Syarat Mudharabah...................................................... 12

E. Penyebab Pembatalan Mudharabah........................................... 13

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan....................................................................................15

B.Saran ..............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................17

2
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
Salah satu akad dalam kegiatan ekonomi Islam adalah
Mudharabah. Banyak sekali para pelaku ekonomi yang memiliki
kemampuan untuk mengelola harta tetapi tidak memiliki modal yang
cukup untuk digunakan dalam membangun usaha.Di sisi lain, banyak juga
yang memiliki modal tetapi justru tidak dapat memnfaatkannya dengan
baik sehingga diperlukan bantuan orang lain untuk memperlancar
usahanya.Dengan dua permasalahan tersebut muncullah yang dimakan
dengan mudahrabah atau qiradh. Mudharabah dapat mempermudah kedua
belah pihak untuk dapat menyalurkan apa yang dia miliki sehingga
keduanya dapat mendapatkan keuntungan.Hal tersebut juga dapat
membantu dalam hal pendistribusian. Apabila distribusi harta di suatu
negara telah merata maka negara tersebut dapat dikatan sebagai negara
yang berhasil secara finansial dan sosial.
B. RumusanMasalah

1. Apa Pengertian Mudharabah?

2. Apa Dasar Hukum Mudharabah?

3. Apa Hikmah Mudharabah?

4. Apa Syarat Mudharabah?

5. Bagaimana Penyebab Pembatalan Mudharabah?

C. TujuanPembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian Mudharabah.

2. Untuk mengetahui dasar hukum Mudharabah.

3
3. Untuk mengetahui hikmah Mudharabah.

4. Untuk mengetahui syarat Mudharabah.

5. Untuk mengetahui penyebab pembatalan Mudharabah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mudharabah

1. PengertianMudharabah

Secara sederhana mudharabah atau penanaman modal


merupakan bentuk penyerahan modal uang kepada orang yang
berniaga dan nantinya ia mendapatkan persentase keuntungan.
Sebagai salah satu bentuk kontrak, mudharabah adalah akad bagi
hasil dimana pemilik dana/modal (pemodal), biasa disebut shahibul
mal/rabbul mal, menyediakan modal (100 persen) kepada
pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, agar
melakukan aktivitas produktif yang mempunyai syarat tertentu
bahwa keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di antara mereka
menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad
(yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).
Shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal,
tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola atau
entrepreneur) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak
memiliki modal.1
Kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal
apabila terjadi kerugian yang disebabkan proses normal dari usaha,
dan bukan karena kelalaian atau kecurangan pengelola, sedangkan
pengelola kehilangan tenaga dan keahlian yang telah
dicurahkannya. Pengelola bertanggung jawab sepenuhnya apabila
kerugian yang terjadi karena kelalaian dan kecurangan pengelola.

Di awal perjanjian harus sudah disepakati nisbah bagi hasil antara


pemodal dan pengelola. Besarnya nisbah bagi hasil masing- masing
pihak tidak diatur dalam Syariah, tetapi tergantungkesepakatan
mereka. Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata 50:50, tetapi bisa juga
30:70, 60:40, atau proporsi lain yang disepakati. Pembagian
keuntungan yang tidak diperbolehkan adalah dengan menentukan

1
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 61.
5
alokasi jumlah tertentu untuk salah satu pihak. Di luar porsi bagi
hasil yang diterima pengelola, pengelola tidak diperkenankan
meminta gaji atau kompensasi lainnya untuk hasil kerjanya.
Mudharabah merupakan salah satu transaksi pembiayaan
yang menggunakan prinsip syariah, serta digunakan oleh
perbankan syariah dalam melakukan transaksi pembiayaan, yang
dilaksanakan oleh para pihak berdasarkan kepercayaan.
Kepercayaan atau trust adalah unsur yang sangat penting dalam
melakukan transaski pembiayaan mudharabah, yaitu kepercayaan
dari shahibul mal kepada mudarib. Kepercayaan merupakan unsur
terpenting karena dalam transaksi mudharabah, shahib al-mal
tidak boleh meminta jaminan atau agunan dari mudarib dan tidak
boleh ikut campur di dalam pengelolaan proyek atau usaha yang
notabene dibiayai dengan dana shahib al-maltersebut.2

2. Dasar Hukum Mudharabah

Secara umum, landasan dasar syariah akad mudharabah


lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini
tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut:
a. Al-Qur‟an3

1) QS. al-Muzzammil:20.

“Dia (Allah) mengetahui bahwa akan ada di antara kalian


orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di
muka bumi mencari sebagian karunia Allah, dan yang lainnya
orang-orang yang berperang dijalan Allah”. (QS. al-
Muzzammil [73]:20).

Yang menjadi argumen dalam surat ini yaitu adanya kata


yadhribun, apabila diartikan sama dengan akar kata
mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha
2) QS. al-Jumu‟ah:10.
2
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014, Cet. ke-1, h. 294.
3
MuhammadSyafi‟iAntonio,BankSyariah:DariTeorikePraktik,Jakarta:GemaInsani Press, 2001, Cet. ke-1, h.
95.
6
“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan
ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
(QS. al- Jumu‟ah:10).

Dari ayat Al-Quran di atas pada intinya adalah berisi


dorongan bagi setiap manusia untuk melakukan perjalanan
usaha. Di era modern sekarang ini, siapa saja akan mudah
dalam melakukan investasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, antara lain melalui mekanisme tabungan mudharabah
ini.

b. Al-Hadist

1) Diriwayatkan dari Ibnu Majah bahwa “Dari Shalih bin


Shuhaib dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw
bersabda: Ada tiga hal yang mengandung keberkahan; jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah, danmencampur

gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga,


bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).4
2) “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta
sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola
dananya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika
persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana) harus
menanggung risikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan Abbas didengar Rasulullah saw, beliau
membenarkannya.” (Hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ath-Thabrani Rahimahullahu Ta‟ala dari Abdullah bin
Abbas Radhiyallahu„anhu).5

c. Ijma

Imam Zaila telah menyatakan bahwa para sahabat telah

4
Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015, Cet. ke-1, h.188.

5
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, Jakarta:
Akademia Permata, 2012, Cet. ke-1, h. 220.

7
berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim
secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan
dengan spirit hadits yang dikutip AbuUbaid.

d. Undang-Undang Perbankan Syariah tentangMudharabah6

Pasal187:

a. Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan atau barang


yang berharga kepada pihak lain untuk melakukan
kerjasama dalamusaha.
b. Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang
disepakati.
c. Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan
dalam akad Pasal188:
Rukun kerjasama dalam modal dan usaha adalah:

a) Shahibul maal/ pemilikdana

b) Mudharib/ pelakuusaha

c) Akad

e. Fatwa DSN tentangMudharabah7

Fatwa Dewan Syariah Nasional mendefinisikan


mudharabah sebagai berikut: Mudharabah adalah akad kerja
sama dalam suatu usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh
modal, sedang pihak kedua („amil, mudarib, nasabah)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak.
Mudharabah juga bisa dinamakan dengan istilah qirad.
Maka dalam hal ini, investor atau pemilik modal dinamakan

6
Suyud Margono, S.H.,M.Hum., Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah: Dilengkapi
dengan Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009, h. 47.
7
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H/4 April 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qirad).

8
muqarid, istilah mudharabah digunakan oleh mazhab Hanafi,
Hambali dan Zaydi, sedangkan istilah qirad digunakan oleh
mazhab Maliki dan Syafi‟i.

Ada beberapa Fatwa DSN-MUI berkenaan dengan akad


mudharabah yang harus dipedomani untuk menentukan
keabsahan akad mudharabah sebagai berikut:
1) Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang
disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha
yangproduktif.
2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal
(pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek
(usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai
mudarib atau pengelolausaha.
3) Jangka waktu usaha, tata cara pengambilan dana, dan
pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak (LKS denganpengusaha).
4) Mudarib boleh melakukan berbagai macam usaha yang
telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan
LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau
proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan
pembinaan danpengawasan.
5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas
dalam bentuk tunai dan bukanpiutang.
6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian
akibat dari mudharabah kecuali jika mudarib (nasabah)
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak
ada jaminan, namun agar mudarib tidak melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudarib
atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan
apabila mudarib terbukti melakukan pelanggaran terhadap
hal-hal yang telah disepakati bersama dalamakad.

9
8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan
memperhatikan fatwaDSN.
9) Biaya operasional dibebankan kepadamudarib.
10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan
kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap
kesepakatan, mudarib berhak mendapat ganti rugi atau
biayayang telahdikeluarkan.8

3. Hikmah Mudharabah
Hikmah yang disyariatkan pada sistem mudharabah yaitu
untuk memberikan keringanan kepada manusia. Yang dimana ada
sebagian orang yang mempunyai harta, tetapi tidak bisa membuatnya
menjadi produktif. Ada juga sebagian yang lain mempunyai keahlian
tapi tidak mempunyai harta untuk dikelola. Dengan akad mudharabah,
diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemilik harta dan orang
yang memiliki keahlian. Dengan demikian, tercipta kerja sama antara
modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kemaslahatan dan
kesejahteraanumat

4. Rukun Akad Mudharabah

Rukun dari akad mudharabah ada empat, yaitu:

a. Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengeloladana

b. Objek mudharabah, berupa: modal dankerja

c. Ijab kabul/serahterima

d. Nisbahkeuntungan

8
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya, ... , h.297.
10
Ketentuan syariah untuk masing-masing rukun adalah sebagi
berikut:
1) Pelaku

a) Pelaku harus cakap hukum danbaligh.

b) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau


dengannonmuslim.
c) Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan
usaha tetapi ia bolehmengawasi.
2) Objekmudharabah

Objek mudharabah yaitu konsekuensi logis dengan


dilakukannya akadmudharabah.
a) Modal

Beberapa penjelasan terkait dengan modal adalah:

(1) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset


lainnya, harus jelas jumlah danjenisnya.
(2) Modal diberikan secara tunai dan tidak utang. Tanpa
adanya setoran modal, berarti pemilik dana tidak
memberikan kontribusi apa pun padahal pengelola dana
harusbekerja.
(3) Modal harus diketahui jelas jumlahnya jadi bisa
dibedakan darikeuntungannya.9

3) Kerja

Beberapa penjelasan terkait dengan kerja:

a) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian,


keterampilan, selling skill, management skill, dan lain- lain.
b) Kerja merupakan hak pengelola dana dan tidak boleh
diinterverensi oleh pemilikdana.
c) Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan
prinsipsyariah.

9
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, ... , h.
223.

11
4) Ijabkabul

Yaitu pernyataan serta ekspresi saling rida/rela di


antara pihak-pihak pelaku akad yang bisa dilakukan secara
verbal, tertulis, melalui korespondensi atau memakai cara-
cara komunikasi modern.10
5) Nisbahkeuntungan

Beberapa penjelasan terkait dengan nisbah keuntungan:

a) Nisbah merupakan besaran yang dipakai untuk pembagian


keuntungan, mencerminkan imbalan yang berhak diterima
oleh kedua pihak yang bermudharabah atas keuntungan
yang diperoleh.
b) Perubahan nisbah harus sesuai kesepakatan kedua belah
pihak.
c) Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan
dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat
menimbulkanriba.

5. Syarat-syaratMudharabah

a. Modal harus berupa satuan atau alat tukar uang(naqd).

b. Modal yang diserahkan harus jelas dandiketahui.

c. Keuntungan antara pengelola dan pemilik modal harus ditentukan


dan diketahui, seperti setengah, seperempat, sepertiga,
danseterusnya.
d. Mudharabah harus bersifat tak terbatas (muthlaqah). Artinya,
pemodal tidak boleh membatasi pengelola modal dalam
menjalankan perniagaan, baik terkait tempat, jenis barang, dan
waktu perniagaan. Pendapat ini dikemukakan oleh madzhab Asy-
Syafi‟i dan Maliki. Adapun menurut madzhab Abu Hanifah dan
Ahmad, mudharabah tidak harus disyaratkan bersifatmuthlaqah.11

10
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, ... , h. 224.
11
Ahmad Tirmidzi et al., Ringkasan Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2013, h.812.
12
6. Penyebab Pembatalan Mudharabah
Akad Mudharabah menjadi batal disebabkan karena tiga hal, sebagai
berikut:
a. Jika menyalahi persyaratan-persyaratan yang ditentukan ketika
akad, apabila ketika akad misalnya ditentukan bahwa usaha yang
dilakukan adalah berdagang alat-alat rumah tangga, maka pihak
pemberi modal bisa menfaskh Mudharabah itu, kalau
pelaksanaannya tidak memenuh perjanjian yang disepakati
sebelumnya. Selain itu Mudharabah juga bisa dibatalkan apabila
pelaksana modal mudharib melalaikan tugasnya sebagai
pemelihara modal, seperti modal yang ada dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dalam kondisi
pelaksana modal yang melalaikan tugasnya itu, pemilik modal
shahibul mal berhak menuntut ganti rugi bila ra’s al-mal
berkurang jumlahnya.
b. Jika sekiranya pihak pelaksana usaha mudharib Mudharabahkan
pula modal yang diberikan itu kepada orang lain. Dlam
ketentuan agama, modal yang diberikan seseorang kepada orang
lain tidak boleh dipindah tangankan kepada orang lain. Sebab
modal yang diberikan itu bukanlah harta milik pelaksana usaha
mudharib, kalau hal itu terjadi, maka Mudharabah pertama
menjadi batal serta pelaksana usaha berkewajiban
mengembalikan modal kepada pemiliknya.
c. Wafatnya salah satu pihak yang membuat ikatan perjanjian
Mudharabah, kalau pihak pemberi modal shahibul mal yang
wafat, maka pihak pelaksana mudharib wajib mengembalikan
modalnya kepada ahli waris pemilik modal serta keuntungan
yang diperoleh diberikan kepada ahli warisnya itu sebesar kadar
persentase yang disepakati. Dan mudharib tidak berhak
mentasarufkan mengelola harta Mudharabah. Apabila hal itu
dilakukan setelah dia itu mengetahui meninggalnya pemilik
modal dan tanpa izin ahli warisnya maka dia dianggap ghasab
dan dia wajib menanggung atas kerugian yang terjadi, dan 38
13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Hukum Islam, Ensoklopedi Hukum
Islam, h. 1198 jika harta tersebut menghasilkan laba maka dibagi
diantara keduanya. Kalau yang wafat itu pelaksana usaha
mudharib, maka pemilik modal shahibul mal dapat menuntut
kembali modal itu ke ahli warisnya dengan tetap membagi
keuntungan yang di hasilkan berdasarkan persentase jumlah
yang telah disepakati.12

BAB III
PENUTUP

12
Imam Mustofa, FIQIH MU’AMALAH Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 157.
14
A. Kesimpulan

1. Secara sederhana mudharabah atau penanaman modal


merupakan bentuk penyerahan modal uang kepada orang yang
berniaga dan nantinya ia mendapatkan persentase keuntungan.

2. Dasar Hukum Mudharabah: 1) Al-quran. 2) Al-hadist. 3)Ijma’.


4) Undang-Undang Perbankan Syariah
tentangMudharabahPasal187. 5) Fatwa DSN
tentangMudharabah.

3. Hikmah yang disyariatkan pada sistem mudharabah yaitu untuk


memberikan keringanan kepada manusia.

4. Rukun dari akad mudharabah ada empat, yaitu:

1) Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengeloladana

2) Objek mudharabah, berupa: modal dankerja

3) Ijab kabul/serahterima

4) Nisbahkeuntungan

5. Syarat-syarat Mudharabah

• Modal harus berupa satuan atau alat tukar uang(naqd).

• Modal yang diserahkan harus jelas dandiketahui.

• Keuntungan antara pengelola dan pemilik modal harus


ditentukan dan diketahui, seperti setengah, seperempat,
sepertiga, danseterusnya.

• Mudharabah harus bersifat tak terbatas (muthlaqah).

6. Batalnya akad mudharabah

1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat


mudharabah.

2.PIhak pelaksana usaha mudharib Mudharabahkan pula modal


yang diberikan itu kepada orang lain.

15
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia,
atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia.

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat di jadika referensi


olehpembacadan penulis meminta maaf apabila ada kesalahan
dalampenulisan dan materinya. Kritik dan saran dari pembaca
sangat penulisbutuhkan untuk memperbaiki atau pembuatan
makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

16
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, h. 61.
Ahmad Tirmidzi et al., Ringkasan Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2013, h.812.
Dede Rodin, Tafsir Ayat Ekonomi, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015, Cet. ke-1, h.188.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000,
tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H/4 April 2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qirad).
Imam Mustofa, FIQIH MU’AMALAH Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),
h. 157.
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, Jakarta:
Akademia Permata, 2012, Cet. ke-1, h. 220.
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, ... , h.223.
Kautsar Riza Salman, Akuntansi Perbankan Syariah: Berbasis PSAK Syariah, ... , h. 224.
MuhammadSyafi‟iAntonio,BankSyariah:DariTeorikePraktik,Jakarta:GemaInsani Press,
2001, Cet. ke-1, h. 95.
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya,
Jakarta: Prenadamedia Group, 2014, Cet. ke-1, h. 294.
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya,
... , h.297.
Suyud Margono, S.H.,M.Hum., Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah: Dilengkapi
dengan Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta: Novindo Pustaka Mandiri, 2009,
h. 47.

17
18

Anda mungkin juga menyukai