Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MUDHARABAH ATAU QIRADH

Mata kuliah: Studi Fiqih


Dosen pengampu: Fatkhul Wahab, S.Ag, S.Pd, MA.

DIBUAT OLEH:

MOCH ALFIN FADIL : 22208401471018


NUR LAILA SYARIFAH : 22208401471000
FARDATUS SOLIHA : 22208401471000

TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL- QOLAM
GONDANGLEGI MALANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat AllahSWT,yang telah
melimpahkan Rahmat serta InayahNya sehingga kami mampumenyelesaikan penulisan
makalah Mudharabah atau Qiradh dan tak lupa kami ucapakan terima kasih kepada teman-
teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatanmakalah ini.sarana penunjang makalah ini
kami susun berdasarkan referensi yang bermacam-macam. Hal ini dengan tujuan untuk
membantu para mahasiswa untukmengetahui,memahami bahkan menerapkannya.

Adapun makalah ini kami susun dengan tujuan: Pertama, mempermudahmahasiswa


untuk menyampaikan materi yang ada. Kedua, mempermudahmahasiswa untuk belajar.
Ketiga, dapat memperlancar proses belajar danmengajar,sehingga mahasiswa menjadi aktif.

Namun demikian, dalam penulisan makalah ini masih terdapat kelemahandan


kekurangan.oleh karena itu, saran dan kritik dari berbagai pihak sangat diharapkan.

Akhirul kalam,semoga yang tersaji ini dapat memberikan


bantuan kepada para mahasiswa dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar diKampus
.Aamiin

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Malang, 3 Mei 2023

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………3

BAB I…………………………………………………………………………………………………...4

PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………...4

a. Latar Belakang……………………………………………………………………………….4
b. Rumusan Masalah……………………………………………………………………………7

BAB II………………………………………………………………………………………………….7

PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………….7

c. Pengertian Mdharabah tatau Qiradh.....…................………………….……………7


d. Syarat dan Rukun Mudharabah atau Qiradh…….……….......………………………9

e. Teknis Pengelolaan Mudharabah atau Qiradh............................................................12

f. Pembatalan Mudharabah atau Qiradh.....................................................................13

BAB III………………………………………………………………………………………………..16

PENUTUP…………………………………………………………………………………………….16

g. Kesimpulan………………………………………………………………………………….16

3
BAB I
A. Latar Belakang

Mudharabah merupakan suatu transaksi perdanaan atau investasi yang

berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakana unsur terpenting dalam

mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana ( shohibul maal ) kepada pengelolah

dana ( mudharib ), di samping itu karana pemilik dana tidak boleh ikut campur di dalam

manajemen perusahaan atau proyek yang di biayai dengan dana pemilik tersebut,

kecuali sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola

dana ( Syhdeini 2007 ).

Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan terjadi kerugian yang

mengakibatkan sebagaian atau bahkan seluruh modal yang di tanamkan oleh pemilik

dana habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya pemilik dana. Sedangan

pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus manganti kerugian atas

modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi sebagai akibat kesengajaan,

kelalaian atau pelanggaran akad yang di lakukan oleh pengelola dana. Pengelolah dana

hanya menanggung kehilangan atau resiko berupa waktu, pikiran, dan jerih payah yang

telah di curahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut, serta kehilangan

kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian sesuai dengan yang telah di

tetapkan dalam perjanjian mudharabah.

Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa

pihakpihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama -sama menanggung risiko

(berbagi risiko), dalam hal transaksi mudharabah, pemilik dana akan menanggung

resiko financial sedangkan pengelola dana akan menanggung resiko nonfinancial.

Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk

4
bagiannya 1 2 karna dapat di persamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau

imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang di perbolehkan syariah sehingga

besarnya kentungan yang di terimah tergantung pada laba yang di hasilkan.

Keuntungan yang di bagaikan pun tidak boleh mengunakan nilai proyeksi

(predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang

mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodic di susun oleh pengelola dana

dan di serahkan kepada pemilik dana. Pada prinspnya dalam mudharabah tidak boleh

ada jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan

penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak

ketiga. Tentu saja jaminan ini hanya dapat di cairkan apabila pengelola dana dapat

terbukti melakukan keselahan yang di sengaja, ialah atau melakukan pelengaraan

terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

Pembiayaan mudharabah membutuhkan kerangka akuntansi menyeluruh yang

dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat

mengkomunikasikan informasi akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang di

andalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan akuntansi anatara pemilik dan

dan pengelola.

Munculnya perusahan atau perbankan yang berbasis syariah menuntut adanya

perangkat akuntansi perusahaan berdasarkan syariah. Telah beroperasi bisnis berbasis

syariah tentu akan menuntut adanya praktek akuntansi yang dapat mengkover

persoalanpersoalan ekonomi dan akuntansi yang sesuai dengan syariah. Akuntansi

merupakan salah satu sarana utama untuk mendasari ekonomi islam, yakni keadilan.

Salah satu kritik islam terhadap praktek perbankan konvensional adalah

dilanggarnya prinsip al kharaj bi al dhaman (untung muncul bersama resiko). Dalam

pembayaraan bunga kredit dan pembayaraan bunga deposito, tabungan dan givo, bank

5
3 konvensional memberikan pinjaman dengan mensyaratkan pembayaraan bunga yang

besarnya tetap dan di tentukan terlebih dulu di awal transaksi (fixed and predetermined

rat ). Sedangkan nasabah yang mendapatkan pinjaman tidak mendapatkan keuntungan

yang fixed and predetermined juga, karna dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi,

impas atau untung yang besarnya tidak dapat ditentukan dari awal.

Dengan dasar nilah yang ditonjolkan bank syariah adalah dengan bagi hasilnya,

dengan prinsip bagi hasil d harapkan para pemilik atau pengelola dana bisa saling

membantu dan tidak memberatkan salah satu pihak dalam mengelola dananya dan

inilah yang mebedakan dengan system perbangkan konvesional yaitu dengan

menerapkan bunga, tentunya dalam islam bunga itu haram karna ketidakpastian dan

harta dari hasil bunga itu adalah harta yang seharusnya bukan hak kita tidak melakukan

apa- apa, beda dengan system bagi hasil, di sini bagi hasil semuanya di tentukan dan di

sepakati oleh kedua pihak baik pemberi dana maupun pengelola dan.

Menurut Triyuwono & As’ udi (2007) akad mudharabah merupakan suatu

transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan

merupakan unsur penting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana

(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib). Maka mudharabah dalam istilah

bahasa inggris tersebut trust financing. Pemilik dana merupan investor di sebut

beneficial ownership atau sleeping partner, dan pengelola dana di sebut managing truste

atau labour partner.

Dalam kajian hukum syariah, masalah akad (‘aqd) atau perjanjian menempati

posisi sentral, karna merupakan cara paling penting yang di gunakan untuk memperoleh

suatu maksud, terutama yang berkenaan dengan harta atau manfaat sesuatu secara sah.

Kesempatan atau akad adalah salah satu perbuatan hukum atau di sebut dengan

tasharruf

6
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Mdharabah tatau Qiradh ?

2. Apa saja Syarat dan Rukun Mudharabah atau Qiradh ?

3. Apa saja Teknis Pengelolaan Mudharabah atau Qiradh ?

4. Bagaimana Pembatalan Mudharabah atau Qiradh ?

C. Pembahasan

Pengertian Mudharabah atau Qiradh

Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah

bepergian atau berjalan. Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-

qardhu, berarti al-qath‟u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya

untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Ada pula yang

menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah. Jadi, menurut bahasa,

mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u (potongan), berjalan, dan atau bepergian.

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara sahahibul maal (pemilik dana) Dan

mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di muka, jika

usaha mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan

adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewangan,

kecurangan, dan penyalahgunaan dana.1

Menurut istilah, mudharabah atau qiradh dikemukakan oleh para ulama sebagai

berikut.

1) Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang) saling

menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk

1
Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia (edisi revisi) (Jakarta: Mitra Wacana,
2013), h. 185

7
diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah

atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

2) Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad

yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain dan

yang lain punya jasa mengelola harta itu.

3) Menurut Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Akad perwakilan, di

mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk diperdagangkan

dengan pembayaran yang ditentukan (mas dan perak)”

4) Menurut Hanabilah berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Ibarat pemilik harta

menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan

bagian dari keuntungan yang diketahui.”

5) Menurut Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah: “Akad yang

menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan.” 2

6) Menurut syaikh Syihab al-Din al-Qalyubi dan Umairah berpendapat bahwa

mudharabah ialah: “Seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan

dan keuntungan bersama-sama.”

7) Menurut Al-Bakri Ibn al-Arif Billah al-Sayyid Muhammad Syata berpendapat bahwa

mudharabah ialah: “Seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan di

dalamnya diterima penggantian.”

8) Menurut Sayyid Sabiq berpendapat, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak

untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan

syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian.3

2
Lihat Fiqh „Ala Madzabih al-Arba‟ah, h. 34-35
3
Lihat Fiqh al-Sunnah, h. 212

8
9) Menurut Imam Taqiyuddin, mudharabah ialah: “Akad keuangan untuk dikelola

dikerjakan dengan perdagangan.”5 Setelah diketahui beberapa pengertian yang

dijelaskan oleh para ulama di atas, kiranya dapat dipahami bahwa mudharabah atau

qiradh ialah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola belah pihak sesuai

jumlah kesepakatan. Dalam satu kontrak mudharabah pemodal dapat bekerjasama

dengan lebih dari satu pengelola. Para pengelola tersebut seperti bekerja sebagai mitra

usaha terhadap pengelola yang lain. Nisbah (porsi) bagi hasil pengelola dibagi sesuai

kesepakatan di muka.4

D. Syarat dan Rukun Mudharabah atau Qiradh

Rukun mudharabah ada empat, yaitu:

a) Pelaku, terdiri atas: pemilik dana dan pengelola dana.

b) Objek mudharabah, berupa: modal dan kerja.

c) Ijab kabul atau serah terima.

d) Nisbah keuntungan. Ketentuan syarat, adalah sebagai berikut:

1. Pelaku

a. Pelaku harus cakap hukum dan baligh.

b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim.

c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh

mengawasi.

4
Lihat Kifayat al-Akhyar, h. 301

9
2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja) Objek mudharabah merupakan kosekuensi

logis dengan dilakukannya akad mudharabah.

1) Modal

a) Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai besar

nilai wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.

b) Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti

pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana

harus bekerja.

c) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari

keuntungan.

d) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudharabahkan kembali

modal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran

kecuali atas seizin pemilik dana.

e) Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada

orang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas

seizin pemilik dana.

f) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut

kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syari’ah.

2) Kerja

a) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling

skill, management skill, dan lain-lain.

b) Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik

dana.

10
c) Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.

d) Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syari’ah.

e) Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan

pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal dan

sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan atau ganti

rugi atau upah.

3) Ijab Kabul

Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha atau rela di antara pihak-pihak

pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau

menggunakan cara-cara komunikasi modern. 62 4) Nisbah Keuntungan

a) Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,

mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang

bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan

imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas

penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh

kedua pihak, inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua

belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad

tersebut tidak dijelaskan masing-masing porsi, maka pembagiannya menjadi

50% dan 50%.

b) Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. c)

Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan

nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.5

5
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2012), h. 124-125

11
E. Teknis Pengelolaan Mudharabah atau Qiradh

AKUNTANSI MUDHARABAH
1.Pengakuan Modal Mudharabah Pada Saat Akad

a) Modal pembiayaan Mudharabah akan diakui ketika pembayaran dilakukan kepada


Mudharib (Nasabah)
b) Jika modal pembiayaan Mudharabah diberikan secara angsur maka diakui pada
saat pemberian pembayaran angsuran.

2. Penilaian Mudharabah Pada Saat Akad

a) Pembiayaan pada mudharabah akan dinilai ketika pembayaran atau sudah berada
di bawah kekuasaan mudharib

b) Pembiayaan mudharabah yang disiapkan dalam bentuk lain (barang dagangan atau
non monetary asset yang digunakan dalam usaha) akan dinilai berdasarkan nilai
wajar dari asset tersebut (nilai yang disepakati) dan jika penilaian itu
menghasilkan perbedaan antara nilai wajar dan nilai buku, maka perbedaan akan
diakui sebagai keuntungan/kerugian.

c) Biaya
biaya yang timbul akibat akad ditanggung oleh salah satu atau dua belah
pihak (seperti studi kelayakan dan biaya sejenisnya), karena ini bukan merupakan
bagian dari mudharabah, kecuali disepakati bersama.

3. Penialaian Modal Mudharabah Setelah Akad Pembiayaan Berakhir

a) Modal mudharabah akan dinilai setelah akad berakhir sebagaimana penilaian pada
saat akad

b) Jika sebagian modal mudharabah hilang karena bukan kelalaian nasabah, maka
besar kerugian tersebut akan mengurangi modal mudh
arabah dan akan
diperlakukan sebagai kerugian bank.

c) Apabila seluruh modal mudharabah hilang tanpa pelanggaran atau kealpaan


dipihak nasabah/mudharib, maka pembiayaan mudharabah akan diakhiri dan
perhitungannya akan diselesaikan dan kerugian diperlakukan se
bagai kerugian
bank.
d) Jika pembiayaan yang diakhiri dengan cara likuidasi dan modal mudharabah
belum dikembalikan pada bank, maka modal mudharabah diakui sebagai piutang
bank kepada mudharib.

4. Pengakuan Keuntungan atau Kerugian untuk Bank

12
a) Keuntungan atau kerugian yang diterima bank dalam transaksi mudharabah dari
awal hingga akhir periode usaha diakui pada saat diselesaikan

b) Jika mudharib tidak membayar kewajiban pada bank, maka diakui sebagai piutang
bank terhadap mudharib

c) Hasil kerugian dari penyelesaian mudharabah akan diakui pada saat


penyelesaiannya dengan mengurangi modal mudharabah.

d) Kerugian yang disebabkan oleh kesalahan atau kealpaan mudharib akan


ditanggung oleh mudharib dan kerugian tersebut diakui sebagai piutang bank
kepada mudharib.6

F. Pembatalan Mudharabah atau Qiradh

Lamanya kerja sama dalam akad mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas, tetapi

semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama dengan

memberitahukan pihak lainnya. Namun akad mudharabah dapat berakhir karena hal-

hal sebagai berikut:

a) Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir pada

waktu yang telah ditentukan.

b) Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.

c) Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.

d) Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk

mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban

amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.

e) Modal sudah tidak ada.7

6 JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS |Volume 6| No 2|DESEMBER|2018|pp.57

7
Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi, h. 125-126

13
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu

syarat muharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengusaha

dan sudah diperdagangkan, maka pengusaha mendapatkan sebagian keuntungannya

sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas

berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk

pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggungjawab pemilik

modal karena pengusaha adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan

tidak bertanggungjawab sesuatu apa pun, kecuali atas kelalaiannya.

2. Pengusaha dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau

pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam

keadaan seperti ini pengusaha bertanggungjawab jika terjadi kerugian karena dialah

penyebab kerugian.8

3. Mudharabah menjadi batal dengan adanya pembatalan mudharabah, larangan untuk

mengusahakan (tasharruf), dan pemecatan. Semua ini jika memenuhi syarat pembatalan

dan larangan, yakni orang yang melakukan akad mengetahui pembatalan dan

pemecatan tersebut, serta modal telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan.

4. Salah seorang aqid meninggal dunia. Jumhur ulama berpendapat bahwa mudharabah

batal, jika salah seorang aqid meninggal dunia, baik pemilik modal atau pengusaha. Hal

ini karena mudharabah berhubungan dengan perwakilan yang akan batal dengan

meninggalnya wakil atau yang mewakilkan. Pembatalan tersebut, dipandang sempurna

dan sah, baik diketahui salah seorang yang melakukan akad atau tidak. Sedangkan

ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya

salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat diserahkan kepada ahli warisnya, jika

dapat dipercaya.

8
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ..., h.143.

14
5. Salah seorang aqid gila. Jumhur ulama berpendapat bahwa gila membatalkan

mudharabah, sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.

6. Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam) atau terbunuh dalam keadaan

murtad, atau bergabung dengan musuh serta telah diputuskan oleh hakim atas

pembelotannya, menurut Imam Abu Hanifah, hal itu membatalkan mudharabah sebab

bergabung dengan musuh sama saja dengan mati. Hal itu menghilangkan keahlian

dalam kepemilikan harta, dengan dalil bahwa harta orang murtad dibagikan di antara

para ahli warisnya.

7. Modal rusak di tangan pengusaha, jika harta rusak sebelum di belanjakan,

mudharabah menjadi batal. Hal ini karena modal harus di pegang oleh pengusaha. Jika

modal rusak, mudharabah batal. Begitu pula, mudharabah di anggap rusak jika modal

diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehingga tidak tersisa untuk diusahakan. 9

BAB III

G. Kesimpulan

Baik, mudharabah dan qiradh adalah jenis kontrak dalam sistem keuangan

Islam. Mudharabah adalah kesepakatan antara dua pihak di mana satu pihak

menyediakan modal dan pihak lainnya bertanggung jawab untuk mengelola modal

9
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, ..., h. 237-238.

15
tersebut dengan tujuan memperoleh keuntungan. Sedangkan qiradh adalah kesepakatan

antara dua pihak di mana satu pihak menyediakan modal dan pihak lainnya bertanggung

jawab untuk mengelola modal tersebut dengan tujuan memperoleh keuntungan, namun

pihak yang mengelola modal diizinkan untuk menerima imbalan tertentu sebagai

bagian dari keuntungan.

H. Daftar Pustaka

Slamet Wiyono dan Taufan Maulamin, Memahami Akuntansi Syariah di Indonesia (edisi
revisi) (Jakarta: Mitra Wacana, 2013), h. 185
Lihat Fiqh „Ala Madzabih al-Arba‟ah, h. 34-35

Lihat Fiqh al-Sunnah, h. 212


Lihat Kifayat al-Akhyar, h. 301
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2012),
h. 124-125
JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS |Volume 6| No 2|DESEMBER|2018|pp.57

Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi, h. 125-126

Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ..., h.143.


Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, ..., h. 237-238

16

Anda mungkin juga menyukai