Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AKUNTANSI SYARIAH

“AKAD MUDHARABAH”

DOSEN PENGAMPU: NOVI FADHILA, S.E., M.M

KELAS: 3B AKUNTANSI PAGI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

1. AZIZAH SIBAGARIANG (2005170058)


2. REIKA NASTASYAH (2005170074)
3. LISMAYANI (2005170080)
4. SITI YULIA SARI (2005170084)
5. MUHAMMAD RIFQY ADITYA (2005170096)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdullillah segala puji dan syukur penulis panjatan kehadirat Allah


SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kelompok 3,
sehingga kelompok 3 dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beriring salam
semoga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah
menuntun kita umat islam ke jalan yang benar.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah,
selain itu makalah ini dibuat dengan tujuan agar penulis dapat memberikan ilmu
yang berguna bagi siapapun. Pada kesempatan ini penulis menyusun makalah ini
dengan judul “Akad Mudharabah", Penulis mengucapkan Terima Kasih kepada Ibu
Novi Fadhila,S.E.,M.M selaku dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Syariah,
yang mana dengan diberikannya tugas ini dapat menambah pemahaman kami
mengenai materi yang kami bawakan serta semua pihak yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan tidak
terlepas dari kekurangan-kekurangan, baik ditinjau dari susunan kata-kata maupun
materi penyusunannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ilmu dan
kemampuan penulis miliki, namum dengan demikian penulis mengharapkan dan
menerima saran dan kritik yang baik untuk kesempurnaan makalah ini. Apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait penulisan maupun isi,
penulis meminta maaf. Akhirnya penulis mengharapkan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua dan para pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Medan, 08 November 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1. 1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1. 2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................... 2
1. 3 TUJUAN .................................................................................................. 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN MUDHARABAH ........................................................... 3
2.2 DASAR HUKUM MUDHARABAH ...................................................... 4
2.3 RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH ........................................... 5
2.4 BENTUK-BENTUK MUDHARABAH .................................................. 9
2.5 MANAJEMEN MUDHARABAH ......................................................... 11
2.6 BERAKHIRNYA AKAD MUDHARABAH ........................................ 15
BAB III ................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................. 16
3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 LATAR BELAKANG

Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan


oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19
UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan
syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkan
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa
Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan
yang ada didalam perbankan syari’ah.

Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal,
dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan
kesepakatan. Didalam pembiayaan madharabah pemilik dana (Shahibul Maal)
membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai
pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad madharabah diperbolehkan
dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan
seorang yang pakar dalam mengelola uang, Dalam sejarah Islam banyak pemilik
modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu
banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk
berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan
kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang
terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.

Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan
pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumnya

1
menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan
pengembalian modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu.
Namun Akad mudharabah tidak menentukan suku bunga tertemu pada madhanb
yang menggunakan pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan muharib
memberikan bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh mudharib Pembiayaan
madharabah pada dasarnya diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis
tertentu. Oleh karena itu, kami sebagai pemakalah akan mencoba membahas
tentang mudharabah ini serta permasalahan yang ada didalamnya.

1. 2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Mudharabah?
2. Apa dasar Mudaharabah?
3. Apa rukun dan syarat Akad Mudharabah?
4. Apa saja Jenis-jenis Akad Mudharabah serta Rukun dan Syaratnya?
5. Apa manajemen Mudharabah?

1. 3 TUJUAN
1. Menjelaskan pengertian Mudharabah
2. Menjelaskan dasar Mudharabah
3. Menjelaskan rukun dan syarat akad Mudharabah.
4. Menjelaskan jenis-jenis akad Mudharabalı beserta Rukun dan Syarat
yang harus ada dalam Mudharabah.
5. Menjelaskan manajemen Mudharabah

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN MUDHARABAH


Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu
berpergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata
alqarrdhu yang bearati potongan, karena pemilik memotong sebagian
hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.

Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar


pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba
dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak,
sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana
kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation oleh
pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk
kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan yang di tentukan di dalam akad
tidak dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force
majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad, atau
merupakan hasil keputusan dari institusi yang berwenang.

Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau


investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur
terpenting dalam akad mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana
kepada pengelola dana. Oleh karena kepercayaan merupakan unsur
terpenting, maka mudharabah dalam istilah bahasa Inggris disebut trust
financing. Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial
ownership atau sleeping partner, pengelola dana disebut managing trustee
atau labour partner. (Syahdeini, 1999)

Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
zaman nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya

3
Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang, ia
melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, ditinjau
dari segi hukum Islam, maka praktek mudharabah ini diperbolehkan, baik
menurut Al-Qur’an, Sunnah maupun Ijma’.

Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan Muhammad,


saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh
Nabi Muhammad SAW ke luar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan
sebagai pemilik modal (Shahib al-maal) sedangkan Nabi Muhammad SAW
berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib). Sistem pembiayaan
mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan
sebagai shahib al-maal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk
dikelola oleh mudharib sesuai dengan rukun dan syarat.

Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal


usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16).
Sedangkan pengembalian dana Mudharabah dapat dilakukan secara
bertahap bersamaandengan destribusi bagi hasil atau secara total pada saat
akad mudharabah berakhir, sesuai kesepakatan pemilikan dana dan
pengelola dana.

2.2 DASAR HUKUM MUDHARABAH


Secara gamblang Al-Qur’an tidak pernah membicarakan tentang
mudharabah meskipun mudharabah menggunakan akar kata “daraba”
(memukul), “yadribu” (sedang memukul), “dorban” (yang dipikul) Al-
Qur’an mengambil akar kata “daraba” 1 menjadi kata mudharabah sebanyak
lima puluh delapan kali.

Sumber Hukum Akad Mudharabah. Menurut Ijmak Ulama,


mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat diambil dari kisah
Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan Siti Khadijah. Siti
Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola

4
dana. Lalu Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam.Dari
kisah ini kita lihat akad mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah
sebelum diangkat menjadi Rasul. Mudharabah telah dipraktikan secara luas
oleh orang-orang sebelum masa Islam dan beberapa sahabat Nabi
Muhammad SAW.Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat selaras
dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam
sistem Islam.

1. Al-Quran
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka
bumi dan carilah karunia Allah SWT.” (QS 62:10).
“.... Maka jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain,hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....” (QS 2:283)

2. As-Sunah
Dari Shalih bib Suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: :” tiga hal
yang didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh
muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukan dengan tepung
untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”( HR. Ibnu Majah).
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak
mengurangi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli
hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (pengelola dana)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang
ditetapkan. Abbas didengar Rasulullah SAW, beliau
membenarkannya.” (HR.Thabrani dan Ibnu Abbas)

2.3 RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH


 RUKUN MUDHARABAH
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:

5
1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Faktor pertama (pelaku) kiranya sudah cukup jelas. Dalam akad mudharabah,
harus ada minimal dua pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pelaksana
usaha (mudharib). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharabah tidak ada.
Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut.
a. Pelaku harus cakap hukum dan tabligh.
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapiia
boleh mengawasi.

2) Objek mudharabah (modal dan kerja)


Objek faktor (objek mudharabah) merupakan konsekuensi logis dari tindakan
yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya
sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya
sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau
barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan
berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill dan lain-lain.
Tanpa dua objek ini, akad mudharabah pun tidak aka ada.
Ketentuan syariah sebegai berikut,
 Modal
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset
lainnya(dinilai sebesar nilai wajar), harus jelas jumlah dan
jenisnya.
b. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran
modal, berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun
padahal pengelola dana harus bekerja.
c. Modal harus diketahui jelas jum;ahnya sehingga dapat
dibedakandari keuntungan.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk mudharabahkan
kembalimodal mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap
terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.

6
e. Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal
kepadaorang lain dan apabila terjadi maka dianggap terjadi
pelanggarankecual atas seizin pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal
menurutkebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak
dilarang secara syariah.
 Kerja
a. Kontribusi pengelolaan dana dapat berbentuk
keahlian,keterampilan, selling skill, management skill, dan lain-
lain.
b. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi
oleh pemilik dana.
c. Pengelolaan dana harus menjalankan usaha sesuai syariah.
d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelolaan dana
sudah menerima modal dan sudah bekerja maka pengelola dana
berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.

3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab qabul)


Ijab qabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, atau menggunakan
komunikasi modern. Namun para ulama mazhab Hanafi “membolehkannya
dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad
oleh mudharib dan shahibul mal. Jelas tidak boleh adalah modal mudharabah
yang belum disetor. Para fuqaha telah bersepakat “tidak bolehnya mudharabah
dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul mal tidak
memberikan kontribusi apa pun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama
Syafi’I dan Maliki melarang hal itu karena merusak sahnya akad.” Persetujuan,
yakni persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-
taradin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela
bersekapat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah.

7
4) Nisbah Pelaku,
Nisbah keuntungan, adalah rukun yang khas dari akad mudharabah, yang tidak
ada dalam akad jual beli.
Syarat ketentuan sebagai berikut,
a. nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,men
cerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak
yang bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola danamen
dapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapatimbalan
atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas
oleh kedua pihak, inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagia
keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak dijelaskan masing-
masing porsi, maka berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan
denganmenyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
Pada dasarnya pengelolaan dana tidak diperkenankan
untukmenudharabahkan kembali modal mudharabah, dan apabila
terjadimaka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana

 SYARAT MUDHARABAH
Syarat-syarat sah mudharabah adalah sebagai berikut:

1) Orang yang terkait dalam akad adalah cakap bertindak hukum


2) Syarat modal yang digunakan harus:
a. Berbentuk uang (bukan barang)
b. Jelas jumlahnya
c. Tunai (bukan berbentuk utang)
d. Langsung diserahkan ke mudharib
3) Pembagian keuntungan harus jelas dan besarnya nisbah sesuai yang
disepakati.

8
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) syarat mudharabah yaitu
sebagai berikut:

1) Pasal 187
a. Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan atau barang yang berharga
kepada pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam usaha.
b. Penerima modal menjalankan usaha dalam bidang yang disepakati
c. Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam akad.

2) Pasal 188 Rukun kerjasama dalam modal dan usaha adalah:


a. Shahib al-mal/pemilik modal
b. Mudharib/pelaku usaha
c. Akad

3) Pasal 189
Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan dapat bersifat mutlak/bebas
dan muqayyad/terbatas pada bidang usaha tertentu, tempat tertentu dan
waktu tertentu.

2.4 BENTUK-BENTUK MUDHARABAH


Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 bentuk yaitu
mudharabah muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah
musytarakah. Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah.

1. Mudharabah Muthalaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dananya


memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya. Mudharabah ini disebut juga investasi tidak terikat.
Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, di daerah
mana usaha tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of
industry, atau line of service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan
ini bukan kebebasan yang tak terbatas sama sekali. Modal yang ditanamka
ntetap tidak boleh digunakan untuk membiayai proyek atau investasi
yangdilarang oleh Islam seperti untuk keperluan spekulasi, perdagangan

9
minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah),
perternakan babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Dalam mudharabah muthalaqah, pengelola dana memiliki
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi
keberhasilan tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola
dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka pengelola dana
harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang ditimbulkannya,
sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan
ditanggung oleh pemilik dana.

2. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana


memberikan batasan kepada pengelola antara lain mengenai dana
lokasi,cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha. Misalnya, tidak
mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya,tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan
tanpa penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan inves
tasisendiri tanpa melalui pihak ketiga, (PSAK par 07). Mudhrabah jenis ini
disebut juga investasi terikat. Apabila pengelola dana bertindak
bertentangan dengan syarat-syarat yangdiberikan oleh pemilik dana, maka
pemilik dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkannya, termasuk konseksuensi keuangan.

3. Mudharabah Musytarakah adalah mudhrabah di mana pegelola


danamenyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi. Diawal
kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal
100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha
dengan pertimbangan tertentu dan kesepakatan engan pemilik dana
pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut jenis
mudharabah sepertiini disebut mudhrabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.

10
2.5 MANAJEMEN MUDHARABAH
Tugas mudharib dalam menjalankan pembiayaan kontrak
mudharabah meliputi pengelola dan mengatur pembelanjaan, penyimpanan,
pemasaran, maupun penjualan barang dagangan. Mudharabah menjamin
dalam mengelola barang tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati dalam pembiayaan mudharabah. Dia bertanggungjawab untuk
menanggung segala kerugian yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri
yang menyimpang dari prosedur ketentuan kontrak. Pihak lembaga
keuangan tidak menanggung kerugian yang disebabkan oleh kesalahan dari
pihak mudharib tersebut. Mudharib harus menjaga barang tersebut dengan
segala resikonya dan juga harus menyimpannya secara tepat. Singkatnya
mudharib harus tunduk terihadap segala persyaratan yang telah ditentukan
dalam kontrak yang berkaita dengan pengelolaan usaha. Pelaksanaan
tersebut umumnya diawasi oleh pihak bank.

Menurut peraturan terkait yakni Fatwa DSN-MUI No. 3 Tahun 2000


tentang deposito, Fatwa DSN-MUI No. 15 Tahun 2000 tentang prinsip
distribusi hasil usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan
Keputusan Menteri Koperasi No. 91 Tahun 2004 tentang petunjuk
pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah.

a. Penerapan Mudharabah
Kontrak mudharabah umumnya telah dioperasikan dalam
sistem Lembaga Keuangan Syariah di Timur Tengah dewasa ini.
Kontrak ini dalam bank Islam kebanyakan digunakan untuk
tujuan perdagangan jangka pendek (short-term 31 comericial)
dan jenis usaha tertentu. Kontrak tersebut memberikan
wewenang terhadap segala macam yang menyangkut dengan
pembelian (buying) dan penjualam (selling) barang, yang
indikasinya untuk merealisasikan tujuan utama dari perdagangan
yang didasarkan pada kontrak. Dalam hal ini, posisi mudharib
berhak sebagai nasabah Lembaga Keuangan Syariah untuk
meminta pembiayaan usaha berdasarkan kontrak mudharabah.

11
Mudharib menerima dukungan dana dari Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai
menjalankan usaha dengan membelanjakan dalam bentuk
barang dagangan untuk dijual kepada pembeli dengan tujuan
agar memperoleh keuntungan (profit). Sebelum pembiayaan
usaha tersebut disetujui, Mudharib memberikan penjelasan
terlebih dahulu kepada LKS mengenai seluk beluk usaha yang
berkaitan dengan barang, sumberi pembelanjaan, maupun
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
tersebut.
Mudharib mengajukan sejumlah harga penjualan, arus
pembayaran dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Persyaratan tersebut akan dipelajari oleh pihak LKS sebelum
memutuskan menyetujui pembiayaan usaha tersebut. LKS
umumnya akan menyetujui membiayai usaha tersebut jika
tingkat keuntungan yang diharapkan cukup.
b. Modal
Lembaga Keuangan Syariah dalam melaksanakan kontrak
mudharabah menentukan sejumlah modal yang dipinjamkan ke
dalam usaha yang akan dijalankan. Umumya dana yang
diberikan dalam pembiayaan kontrak 32 mudharabah tidak
diberikan kontan (cash), hal ini memungkinkan pihak Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) untuk senantiasa mengawasi dan
mengelola usaha tersebut. Karena dalam kontrak ini
pembelanjaan barang dagangan telah ditentukan dan pihak
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) secara langsung akan dapat
menyusun pebayaran kepada penjual (mudharib). Dana yang
dipinjamkan oleh pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
yang dijadikan sebagai modal usaha tidak boleh diselewengkan
mudharib dan tidak boleh digunakan untuk tujuan lain.
Meskipun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mengeluarkan
pernyataan bahwa dana yang dipinjamkan melalui kontrak

12
mudharabah tidak boleh digunakan untuk tujuan lain dari yang
sudah ditentukan dalam kontrak, namun tampaknya masyarakat
masih ada yang menyalahi kontrak.
c. Jaminan
Lembaga Keuangan Syariah mengambil inisiatif meminta
jaminan untuk meyakinkan bahwa modal yang dipinjamkan
kepada nasabah (mudharib) diharapkan kembali seperti semula
sesuai dengan ketentuan awal ketika berlangsung kontrak.
Meskipun dalam hukum Islam dijelaskan, bahwa shahibul al-
mal tidak diperkenankan meminta jaminan (garansi) dari
mudharib. Namun, dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
tetap meminta berbagai macam bentuk jaminan. Mereka
menegaskan, bahwa jamina tidak dimaksudkan untuk
memastikan kembali modal yang telah dipinjamkan, akan tetapi
untuk meyakinkan bahwa mudharib benar-benar melaksanakan
segala ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak.
Internatonal Islamic Bank for Investment and Develoment
dalam melaksanakan pembiayaan kontrak mudharabah 33
menerapkan persyaratan adanya jaminan dari pihak mudharib
untuk diberikan kepada LKS.
Salah satu persyaratan kontrak mudharabah di Faisal Islamic
Bank of Mesir (FIBE) adalah “jika terbukti mudharib tidak
memanfaatkan dana atau tidak menjaga barang dagangan
dengan sebagaimana mestinya berdasarkan ketentuan peryaratan
investor dimana mudharib mengalami kerugian, maka jaminan
(garansi) yang diberikan dijadikan sebagai ganti atas kerugian
yang dialaminya. Dalam kasus tersebut, mudharib bertanggung
jawab atas kerugian yang terjadi, oleh karenanya jaminan
(garansi) yang disyaratkan dalam kontrak menjadi kompensasi
pihak LKS.

13
d. Masa Berlakunya Kontrak
Kontrak mudharabah umumnya digunakan untuk tujuan
perdagangan jangka pendek (short term comericial) yang dapat
dengan mudah menentukan masa berlakunya kontrak dan
ketentuan tersebut yang umumnya berlaku pada Lembaga
Keuangan Syariah (LKS), dengan mengetahui batas akhirnya
kontrak, tingkat keuntungan yang akan diperioleh dari pinjaman
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) akan dapat dihitung dan
diketahui hasilnya, disamping itu juga penting bagi pihak
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) akan dapat dihitung dan
diketahui hasilnya, di samping itu juga penting bagi pihak
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk mengakhiri
pembiayaan mudharabah dan modal Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) akan dikembalikan sesuai batas waktu yang
ditentukan dalam kontrak. Atas dasar tersebut, apabila terjadi
perpanjangan masa berlakunya kontrak yang berjalan 34 di luar
kesepakatan di awal kontrak, maka segala reisiko yang terijadi
dalam kontrak akan menjadi tanggung jawab pihak bank, oleh
karenanya pihak bank tidak diperibolehkan merubah tingkat
rasio keuntungan yang disepakati sesuai dengan kontrak. Sebab
tingkat rasio keuntungan berlaku tetap (costum) di seluruh masa
kontrak mudharabah, sedangkan masa perpanjangan terhadap
masa berlakunya kontrak berarti melalui kontrak mudharabah
tidak boleh dilakukan untuk aktifitas investasi lainnya.
Beberapa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menegaskan,
jika mudharib tidak secara maksimal menggunakan dana
tersebut selama masa yang ditentukan, maka dia harus
memberikan kompensasi kepada bank atas segala kerugian yang
terjadi. Pelaksanaan kontrak mudharabah pada Interinational
Islamic Bank for Investment and Development (IIBID)
menyebutkan: “kontrak secara otomatis akan diberhentikan
sebelum masa berakhirnya kontrak, mudharib harus

14
mengembalikan dana pinjaman kontrak mudharabah kepada
shahibul mal apabila ternyata diketahui membiarkan dana
tersebut selama berlangsungnya masa kontrrak tanpa
menunjukkan hasil.

2.6 BERAKHIRNYA AKAD MUDHARABAH


Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak
terbatas, tetapisemua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu
kontrak kerja sama denganmemberitahukan pihak lainnya. Namun, akad
mudharabah dapat berakhir karenahal-hal sebagai berikut (Sabiqq,2008)

1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka


mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola
usahauntuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad.
Sebagai pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan
hati-hati.
5. Modal sudah tidak ada

15
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Mudharabah adalah salah satu bentuk akad pembiayaan yang akan di
berikankepada nasabah dalam suatu Bank. secara umum Mudharabah terbagi
kepadadua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah.
Dalam sistem Mudharabah ini akadnya adalah kerja sama usaha antara
duapihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola, keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan
yangdituangkan dalam kontrak. Manfaat dari Mudharabah ini adalah Bank
akanmenikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabahmeningkatAkad Mudharabah harus bejalan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan syari’ahdimana si pengelola harus menjalankan usahanya dengan
rasa tanggung jawab yang tinggi, sesuai dengan prisip Syari’ah dan berupaya
agar usahanya tidakterjadi kerugian.

Kerugian bisa di akibatkan oleh beberapa hal, yaitu, disebabkan oleh


resiko bisnis, disebabkan oleh musibah atau bencana alam dan disebabkan oleh
kelalaian atau penyimpangan yang dilakukan oleh si pengelola. Apabila
kerugian terjadi disebabkan oleh resiko bisnis dan bencana alam makaatas
kerugian tersebut ditanggung sepenuhnya oleh si pemilik modal tetapikalau
kerugian itu terjadi disebabkan oleh kelalaian atau penyimpangan yangsengaja
dilakukan oleh si pengelola maka, atas segala kerugian itu harusditanggung oleh
si mudharib sepenuhnya dan modal yang diberikan harusdikembalikan oleh
mudharib sepenuhnya. Oleh karena itu untuk memperkecilkesempatan
terjadinya kerugian yang disebabkan oleh kelalaian ataupenyimpangan yang
dilakukan oleh mudharib atau sipengelola maka, shahibulmal harus dapat
membuat aturan atau peringatan yang dapat mengurangikesempatan mudharib
untuk melakukan tindakan yang merugikan.Pembiayaan mudharabah
dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidaklangsung. Adapun tujuan
akhir dari pembiayaan mudharabah adalah memperoleh keuntungan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Hidaya Karya Agung, 1990), h. 182

Al-Kasani, Al-Badai, vol.6, Terjemahan Adiwarman Karim, T.p.T.t,h. 82

Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought
Indonesia, 2003) h. 205

Asy-Syarbini, Mugni Muhtaj, vol. 2,T.p, T.t,h. 310

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahannya, Diponegoro, Bandung, 2005,


h.47 4 lbid., h. 574

Muamalat Institut, Perbankan Syariah Perspektif Praktisi, (Jakarta: Yayasan


Pendidikan Perbankan dan LKS, 2001), h. 73

Rachmat Syafe'l, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h.223

17

Anda mungkin juga menyukai