Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

AKUTANSI SYARIAH

“Akad Mudharabah”

Di Susun Oleh:
Ruslin (23320028)

Dosen Pengampu:
Wa Ode Suwarni, SE., M.Sc

PROGRAM STUDI AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN

BAUBAU

2024
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini membahas mengenai ”Akad Mudharabah”.

Dengan pertolongan-Nya, Saya dapat menyelesaikan makalah ini. saya sangat


mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari setiap pembaca agar perbaikan dapat
dilakukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.

Baubau, 15 April 2024


DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI.....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .......4

1.1 Latar belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah........................................................................................................5

1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan.....................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................6

2.1 Pengertian Akad Mudharabah.....................................................................................6

2.2 Jenis Akad Mudharabah...............................................................................................8

2.3 Dasar Syariah..............................................................................................................9

2.4 Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah.....................................................10

2.5 Berakhirnya Akad Mudharabah................................................................................12

2.6 Prinsip Pembagian Hasil Usaha (Psak 105 Par II)....................................................13

2.7 Bagi hasil Untuk Akad Mudharabah Musyawarah (Psak 105 Par 34)......................14

2.8 Perlakuan Akutansi (Psak 105)..................................................................................14

2.9 Laporan Keuangan Syariah.......................................................................................15

BAB III PENUTUP.......................................................................................................16


3.1 Kesimpulan...............................................................................................................16
DAFTARPUSTAKA......................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan,
bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad
mudharabah. Selain itu bank Indonesia juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia
(PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan
Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan
mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah.
Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan
ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan.
Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya
suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib).
Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk
saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola
uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam
mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak
memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong,
Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan
orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu.
Akad mudharabah berbeda dengan akad pembiayaan yang ada pada perbankan
pada umumnya (perbankan konvensional). Perbankan konvensional pada umumya
menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku bunga tertentu dan pengembalian
modal yang telah digunakan mudharib dalam jangka waktu tertentu. Namun Akad
mudharabah tidak menentukan suku bunga tertentu pada mudharib yang menggunakan
pembiayaan mudharabah, melainkan mewajibkan mudharib memberikan bagi hasil dari
keuntungan yang diperoleh mudharib. Pembiayaan mudharabah pada dasarnya
diperuntukan untuk jenis usaha tertentu atau bisnis tertentu. Oleh karena itu, kami
sebagai pemakalah akan mencoba membahas tentang mudharabah ini serta permasalahan
yang ada didalamnya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Akad Mudharabah?
2. Landasan Hukum Mudharabah?
3. Apa saja Jenis-jenis Akad Mudharabah serta Rukun dan Syaratnya?
4. Apa Manfaat dan Resiko dari akad Mudharabah?
5. Aplikasi Mudharabah?

1.3. Maksud dan Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan pengertian Mudharabah.
2. Menjelaskan landasan hukum Mudharabah.
3. Menjelaskan jenis-jenis akad Mudharabah beserta Rukun dan Syarat yang harus
ada dalam Mudharabah.
4. Menjelaskan apa manfaat dan resiko dari Mudharabah.
5. Menjelaskan aplikasi tentang Mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Akad Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adhdharaby fil ardhi yaitu berpergian untuk urusan
dagang. Disebut juga qiradh yang berasal dari kata alqarrdhu yang bearati potongan,
karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungan.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerja sama usaha antar pemilik dana dan
pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil
menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan
ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau
violation oleh pengelola dana. PSAK 105 par 18 memberikan beberapa contoh bentuk
kelalaian pengelola dana, yaitu: persyaratan yang di tentukan di dalam akad tidak
dipenuhi, tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau
yang telah ditentukan dalam akad, atau merupakan hasil keputusan dari institusi yang
berwenang.
Akad Mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang
berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsure terpenting dalam akad
mudharabah, yaitu kepercayaan dari pemilik dana kepada pengelola dana. Oleh karena
kepercayaan merupakan unsure terpenting, maka mudharabah dalam istilah bahasa
Inggris disebut trust financing. Pemilik dana yang merupakan investor disebut beneficial
ownership atau sleeping partner, pengelola dana disebut managing trustee atau labour
partner. (Syahdeini, 1999)
Kepercayaan ini penting dalam akad mudharabah karena pemilik dana tidak boleh
ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayai dengan dana
pemilik dana tersebut, kecuali sebatas memberikan saransaran dan melakukan
pengawasan pada pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kegagalan dan
terjadi kerugian yang mengakibatkan sebagian atau bahkan seluruh modal yang
ditanamkan oleh pemilik dana habis, maka yang menanggung kerugian keuangan hanya
pemilik dana. Sedangkan pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus
mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi sebagai
akibat kesengajaan, kelalaian ayau pelanggaran akad yang dilakukan oleh pengelola
dana. Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau resiko berupa waktu, pikiran,
dan jerih payah yang telah dicurahkannya selama mengelola proyek atau usaha tersebut,
serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh sebagian dari pembagian keuntungan
sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam perjanjian mudharabah.
Hal tesebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-
pihak yang telibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung resiko
(berbagi resiko), dalam hal transaksi mudharabah, pemilik dana akan menanggung resiko
finansial sedangkan pengelola dana akan memiliki resiko nonfinansial. Sebagaimana
telah dijelaskan di atas hal ini dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ali r.a:

“Pungutan itu tergantung pada kekayaan. Sedangkan laba tergantung pada apa yang
mereka sepakati bersama.”

Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu


untuk bagiannya karena dapat dipersamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau
imbalan tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan syariah. Misalnya, ia
akan memberi modal sebesar Rp. 100 juta dan ia menyatakan setiap bulan mendapat Rp.
5 juta. Dalam mudharabah, pembagian keuntungan harus dalam bentuk
persentase/nisbah, misalnya 70:30, 70% untuk pengelola dana dan 30% untuk pemilik
dana. Sehingga besarnya keuntungan yang diterima tergantung pada laba yang
dihasilkan.
Keuntungan yang dibagikan pun tidak boleh menggunakan nilai proyeksi
(predictive value) akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, yang
mengacu pada laporan hasil usaha yang secara periodik disusun oleh pengelola dana dan
diserahkan pada pemilik dana. Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada
jaminan atas modal, namun demikian agar pengelola dana tidak melakukan
penyimpangan, pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak
ketiga. Tentu saja jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau melakukan pelanggaran terhadap hal-hal
yang telah disepakati bersama dalam akad.
Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada
manusia. Terkadang ada sebagian orang yang memiliki harga, tetapi tidak mampu untuk
membuatnya menjadi produktif. Terkadang pula, ada orang yang tidak memiliki harta
tetapi ia mempunyai kemampuan untuk memproduktifkannya. Sehingga dengan akad
mudharabah kedua belah pihak dapat mengambil manfaat dari kerja sama yang
terbentuk. Pemilik dana mendapatkan manfaat dengan pengalaman pengelola dana ,
sedangkan pengelola dana dapat memperoleh manfaat dengan harta sebagai modal.
Dengan demikian, dapat tercipta kerja sama antara modal dan kerja, sehingga dapat
tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Agar tidak terjadi perselisihan di
kemudian hari maka akad/kontrak/perjanjian sebaiknya dituangkan secara tertulis dan
dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek antara lain tujuan
mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya
yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang
dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya. Sehingga apabila terjadi hal
yang tidak diinginkan atau terjadi persengketaan, kedua belah pihak dapat merujuk pada
kontrak yang telah disepakati bersama. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak
dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana (PSAK 105 par 16).
Sedangkan pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan
dengan destribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir, sesuai
kesepakatan pemilikan dana dan pengelola dana.

2.2. Jenis Akad Mudharabah

Dalam PSAK, mudharabah diklasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu mudharabah


muthalaqah, mudharabah muqayyadah dan mudharabah musytarakah.
Berikut adalah pengertian masing-masing jenis mudharabah.
1. Mudharabah Muthalaqah adalah Mudharabah di mana pemilik dananya memberikan
kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini
disebut juga investasi tidak terikat.

Jenis mudharabah ini tidak ditentukan masa berlakunya, di daerah mana usaha
tersebut akan dilakukan, tidak ditentukan line of trade, line of industry, atau line of
service yang akan dikerjakan. Namun kebebasan ini bukan kebebasan yang tak terbatas
sama sekali. Modal yang ditanamkan tetap tidak boleh digunakan untuk membiayai
proyek atau investasi yang dilarang oleh Islam seperti untuk keperluan spekulasi,
perdagangan minuman keras (sekalipun memperoleh izin dari pemerintah), perternakan
babi, atau pun berkaitan dengan riba dan lain sebagainya.
Dalam mudharabah muthalaqah, pengelola dana memiliki kewenangan untuk
melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan tujuan mudharabah itu.
Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian atau kecurangan, maka
pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkannya, sedangkan apabila terjadi kerugian atas usaha itu, yang bukan karena
kelalaian dan kecurangan pengelola dana maka kerugian itu akan di tanggung oleh
pemilik dana.

2. Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola
antara lain mengenai dana lokasi, cara, dan atau objek investasi atau sektor usaha.
Misalnya, tidak mencampurkan dana yang dimiliki oleh pemilik dana dengan dana
lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa
penjamin atau mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa
melalui pihak ketiga, (PSAK par 07). Mudhrabah jenis ini disebut juga investasi
terikat.

Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang diberikan oleh
pemilik dana, maka pemilik dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-
konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konseksuensi keuangan.

3. Mudharabah Musytarakah
adalah mudhrabah di mana pegelola dana menyertakan modal atau dananya dalam
kerja sama investasi.

Diawal kerja sama, akad yang disepakati adalah akad mudharabah dengan modal
100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan pertimbangan tertentu
dan kesepakatan engan pemilik dana, pengelola dana ikut menanamkan modalnya dalam
usaha tersebut jenis mudharabah seperti ini disebut mudhrabah musytarakah merupakan
perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah.

2.3. Dasar Syariah

Sumber Hukum Akad Mudharabah


Menurut Ijmak Ulama, mudharabah hukumnya jaiz (boleh). Hal ini dapat diambil
dari kisah Rasulullah yang pernah melakukan mudharabah dengan Siti Khadijah. Siti
Khadijah bertindak sebagai pemilik dana dan Rasulullah sebagai pengelola dana. Lalu
Rasulullah membawa barang dagangannya ke negeri Syam. Dari kisah ini kita lihat akad
mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah sebelum diangkat menjadi Rasul.
Mudharabah telah dipraktikan secara luas oleh orang-orang sebelum masa Islam dan
beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW. Jenis bisnis ini sangat bermanfaat dan sangat
selaras dengan prinsip dasar ajaran syariah, oleh karena itu masih tetap ada di dalam
sistem Islam.

1. Al-Quran
“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah
karunia Allah SWT.” (QS 62:10) “.... Maka jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya....” (QS 2:283)
2. As-Sunah
Dari Shalih bib Suaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: :”tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh muqaradhah (mudharabah),
dan mencampuradukan dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk
dijual.”(HR. Ibnu Majah)
“Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada pengelola dananya agar tidak mngurangi lautan dan tidak
menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(pengelola dana) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan.
Abbas didengar Rasulullah SAW, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dan Ibnu
Abbas).

2.4 Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Mudharabah

Rukun Mudharabah ada empat, yaitu:


1. Pelaku terdiri atas : pemilik dana dan pengelola dana
2. Objek Mudharabah, berupa : modal dan kerja
3. Ijab Kabul/Serah Terima
4. Nisbah Keuntungan

Ketentuan syariah, adalah sebagai berikut:


1. Pelaku
a. Pelaku harus cakap hukum dan tabligh.
b. Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan nonmuslim.
c. Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh
mengawasi.

2. Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)


Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad
mudharabah.

 Modal
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya (dinilai sebesar nilai
wajar), harus jelas jumlah dan jenisnya.
b. Modal harus tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal, berarti pemilik dana
tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola dana harus bekerja.
c. Modal harus diketahui jelas jum;ahnya sehingga dapat dibedakan dari keuntungan.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk mudharabahkan kembali modal
mudharabah, dan apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas
seizin pemilik dana.
e. Pengelola tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang lain dan
apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecual atas seizin pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut kebijaksanaan
dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarangsecara syariah.
 Kerja
a. Kontribusi pengelolaan dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill,
management skill, dan lain-lain
b. Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh pemilik dana.
c. Pengelolaan dana harus menjalankan usaha sesuai syariah.
d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan,pengelolaan dana sudah menerima modal dan sudah bekerja
maka pengelola dan berhak mendapatkan imbalan/ganti rugi/upah.

3. Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi salaing rida/rela diantara pihak-pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau menggunakan cara-
cara komunikasi modern.
4.Nisbah Keuangan
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh. Pengelola dana mendapatkan
imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas penyertaan
modalnya. Nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak,
inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan. Jika memang dalam akad tersebut tidak
dijelaskan masingmasing porsi, maka berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan menyatakan nilai
nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba. Pada dasarnya pengelolaan dana
tidak diperkenankan untuk menudharabahkan kembali modal mudharabah, dan
apabila terjadi maka dianggap terjadi pelanggaran kecuali atas seizin pemilik dana.
Apabila pengelola dana dibolehkan oleh pemilik dana untuk memudharabahkan kembali
modal mudharabah maka pembagian keuntungan untuk kasus seperti ini, pemilik dana
mendapatkan keuntungan sesuai dengan kesepakatan antara dia dan pengelola dana
pertama. Sementara itu bagian keuntungan dari pengelola dana pertama dibagi dengan
pengelola dan yang kedua sesuai dengan porsi bagian yang telah disepakati antara
keduanya. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada
misconduct, negligence atau violation, cara menyelesaikan adalah sebagai berikut:
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung
modal.
b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal.

2.5. Berakhirnya Akad Mudharabah


Lamanya kerja sama dalam mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas, tetapi
semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama dengan
memberitahukan pihak lainnya. Namun, akad mudharabah dapat berakhir karena hal-hal
sebagai berikut (Sabiqq,2008) 1. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya,
maka mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.
3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk
mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang mengemban
amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.
5. Modal sudah tidak ada.

2.6. Prinsip Pembagian Hasil Usaha (Psak 105 Par 11)

Dalam mudharabah istilah profit and loss sharing tidak tepat digunakan karena
yang dibagi hanya keuntungannya saja (profit), tidak termasuk kerugian (loss). Sehingga
untuk pembahasan selanjutnya, akan digunakan istilah prinsip bagi hasil seperti yang
digunakan dalam undang-undang no 10 tahun 1998, karena apabila usaha tersebut gagal
kerugian tidak dibagi antara pemilik dana dan pengelola dana, tetapi harus ditanggung
sendiri oleh pemilik dana.
Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan pengakuan
penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi
hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan
mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Untuk menghindari perselisihan dalam
hal biaya yang dikeluarkan oleh pengelola dana, dalam akad harus disepakati biaya-biaya
apa saja yang dapat dikurangkan dari pendapatan.
Contoh perhitungan pembagian hasil usaha:
Data:
Penjualan Rp 1.000.000
HPP (Rp 650.000)
Laba Kotor Rp 350.000
Biaya-biaya Rp 250.000
Laba (rugi) bersih Rp 100.000
a) Berdasarkan prinsip bagi laba (profit sharing) dengan nisbah pemilik dana :
pengelola dana = 30:70
Pemilik dana : 30% x Rp 100.000 = Rp 30.000
Pengelola Usaha : 70% x Rp 100.000 = Rp 70.000
Dasar pembagian hasil usaha adalah laba neto/laba bersih yaitu laba kotor dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah.
b) Berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba
bruto/laba kotor bukan pendapatan usaha dengan nisbah pemilik dana :
pengelolaan dana = 10:90
Bank Syariah : 10% x Rp 350.000 = Rp 35.000
Pengelola : 90% x Rp 350.000 = Rp 315.000
Jika akad mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui
dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati (PSAK 105 par
20)

2.7. Bagi Hasil Untuk Akad Mudharabah Musyarakah (Psak 105 Par 34)

Ketentuan bagi hasil untuk akad jenis ini dapat dilakukan dengan dua pendekatan
yaitu:

a. Hasil investasi diantara pengelola dana dana pemilik dana sesuai nisbah yang
disepakati, selajutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola
dana tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik
dana sesuai porsi modal masing-masing ;atau
b. Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana
sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi
setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara
pengelola dana dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
Contoh: jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan
modal para musytarik.

2.8. Perlakuan Akuntansi (Psak 105)


Akuntansi Untuk Pemilik Dana
1. Dana Mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi
mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada
pengelola dana.
2. Pengukuran investasi mudharabah
a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan;
b) Investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar nonkas
pada saat penyerahan.

Nilai dari investasi mudharabah dalam bentuk asset nonkas harus disetujui oleh
pemilik dana dan pengelola dana pada saat penyerahan.

2.9 Laporan Keuangan Syariah

Asumsi pencatatan untuk pengelola dana yang telah dibahas di atas


menggunakan akad mudharabah muthlaqah, apabila akadnya mudharabah
muqayyadah, di mana dana dari pemilik dana langsung disalurkan kepada pengelola
dana lain (kedua) dan pengelola dana pertama hanya bertindak sebagai perantara yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pengelola dana lain (kedua); maka dana
untuk jenis seperti ini akan dilaporkan Off Balance Sheet.
Atas kegiatan tersebut pengelola dana pertama akan menerima komisi atas jasa
mempertemukan kedua pihak. Sedangkan antara pemilik dana dan pengelola dana lain
(kedua) berlaku nisbah bagi hasil.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam operasional bank Syariah, mudharabah merupakan salah satu bentuk akad
pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sistem dari mudharabah ini merupakan
akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak. Dalam penentuan kontraknya, harus dilakukan diawal ketika
akan memulai akad mudharabah tersebut.
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional
bank syari’ah secara keseluruhan. Secara syari’ah prinsip berdasarkan pada kaidah
mudharabah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan
pengusaha yang meminjam dana.
DAFTAR PUSTAKA

http://makalah-makalah-makalah.blogspot.com/2014/03/makalah-mudharabah.html

http://www.elsyames.com/lms/pluginfile.php/9214/mod_resource/content/2/eBook%20Konsep
%20Mudharabah.pdf

http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/pernyataan-sas-68-psak-105-akuntansi-
mudharabah

http://aniesakuntan.blogspot.com/2020/10/ilustrasi-akuntansi-mudharabah.html

Anda mungkin juga menyukai