Anda di halaman 1dari 11

JUDUL:

INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM

DISUSUN OLEH:

JUMAIDA KASIM
02041911073
6B (Manajemen)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MENAJEMEN
UNIVERSITAS KHAIRUN
2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT karena atas pemberian
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang INSTRUMEN
KEUANGAN ISLAM , makalah ini di buat dalam rangka nilai dan sebagai bahan informasi
untuk para pembaca.

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa dalam pembahasan masih banyak
terdapat kekurangan baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam penulisan kalimat.
Walaupun demikian saya telah berusaha semaksimal mungkin supaya dapat mencapai sasaran
penulisan makalah.Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya
dan para pembaca umumnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang.................................................................................................................... 3
2 .Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
BAB III PENUTUP
1 .Kesimpulan........................................................................................................................ 4
2. Saran.................................................................................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 5
BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang

Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan
meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk unuk memenuhi sebagian
perintah Allah seperti infak,zakat,pergi haji,perang (jihad), dan sebagainya.

Harta di katakan halal dan baik apabla niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana
untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam
Al Quran dan as sunah.

Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan
barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko,
larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai
syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-
sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM

 Obligasi Syariah.

Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada Pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/marjin/fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Akad yang dapat digunakan dalam
penerbitan Obligasi Syariah antara lain Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh), Musyarakah,
Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijara. Jenis usaha Emiten tidak boleh bertentangan dengan
prinsip syariah. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten kepada Pemegang
Obligasi harus bersih dari unsur non halal. Pendapatan (hasil) yang diperoleh Pemegang
Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan. Dalam hal Obligasi Syariah dengan akad
Mudharabah atau Musyarakah pendapatan yang dibagikan merupakan bagi hasil. Dalam hal
akad jual-beli seperti Murabahah, Salam, atau Istishna, pendapatan yang dibagikan
merupakan marjin. Sedangkan dalam hal akad Ijarah, pendapatan yang dibagikan merupakan
fee (sewa) dari aset yang disewakan. Pemindahan kepemilikan Obligasi Syariah mengikuti
akad-akad yang digunakan.

 Akad Mudharabah.

Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang diberikan oleh Pemilik Dana (Shahibul
Maal) kepada Pengusaha (Mudharib) untuk suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan
mudharabah, Shahibul Maal membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan
Mudharib bertindak sebagai Pengelola Usaha. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian
dana, dan pembagian keuntungan ditentukan dimuka berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak. Mudharib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai
dengan Syariah, dan Shahibul Maal tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Shahibul Maal menanggung
semua kerugian akibat dari akad mudharabah kecuali jika Mudharib melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Biaya pengelolaan usaha dibebankan kepada
Mudharib.

 Akad Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Ketentuan mengenai hasil usaha harus dinyatakan secara jelas
untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi bagi hasil atau pada waktu
penghentian Musyarakah. Sistim pembagian hasil usaha harus tertuang dengan jelas.
Keuntungan harus dibagi secara proporsional dan tidak ada jumlah yang ditentukan dimuka
bagi seorang mitra atau lebih. Namun bila disepakati, jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau sebagian dari kelebihan tersebut dapat diberikan kepada seorang
mitra atau lebih. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal usaha.

 Akad Murabahah

Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan untuk membeli (mengadakan) suatu barang


dimana Pemberi Pembiayaan akan membeli barang yang telah disepakati (obyek
pembiayaan) untuk kemudian bertindak sebagai Penjual untuk dijual kepada Penerima
Pembiayaan (yang bertindak sebagai Pembeli) senilai harga beli ditambah keuntungan yang
telah disepakati. Penerima Pembiayaan akan membayar harga barang (harga beli ditambah
keuntungan) yang telah disepakati pada jangka waktu tertentu dan dengan cara tertentu sesuai
kesepakatan. Setelah terjadi jual-beli, maka barang yang menjadi obyek pembiayaan menjadi
milik Penjual (Penerima Pembiayaan) dan yang bersangkutan bebas menggunakan barang
tersebut, termasuk untuk menjual kembali. Dalam hal Penerima Pembiayaan (Pembeli)
menjual barang tersebut sebelum masa pembayaran berakhir, Penerima Pembayaran tidak
wajib untuk melunasi pembayaran sebelum masa pembayaran berakhir. Untuk menjamin agar
Penerima Pembiayaan (Pembeli) melunasi kewajibannya, Pemberi Pembiayaan (Penjual)
dapat menentukan jaminan dari Penerima Pembiayaan.

 Akad Salam

Pembiayaan Salam adalah pembiayaan pembelian (pengadaan) barang dimana Pemberi


Pembiayaan memesan barang dan membayar dimuka harga barang kepada Penjual (Penerima
Pembiayaan) yang akan mengadakan barang tersebut, untuk kemudian dijual kembali kepada
Pembeli yang akan membayar harga barang sesuai dengan kesepakatan kepada Pemberi
Pembiayaan. Pemberi Pembiayaan memperoleh keuntungan dari selisih harga barang yang
dibayar dimuka dengan harga yang dibayarkan oleh Pembeli.

 Akad Istishna

Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan pembelian (pengadaan) barang tertentu (termasuk


kapal, bangunan, dsb) dimana Pemberi Pembiayaan akan memesan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara Penerima Pembiayaan (Pembeli)
dengan Penjual (Produsen atau Pembuat Barang). Pemberi Pembiayaan akan membayar
kepada Penjual dan akan menerima pembayaran dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
Pemberi Pembiayaan memperoleh keuntungan dari selisih harga barang yang dibayarkan
kepada Penjual dengan jumlah harga yang dibayarkan Penerima Pembiayaan.
 Akad Ijarah

Akad pembiayaan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
(maal) atau jasa (amal) dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Pihak yang berakad terdiri
atas Pemberi Sewa (pihak yang memilik/menguasai barang atau pemberi/penguasa jasa) dan
Penyewa (pihak yang mengambil manfaat dari barang/jasa) dimana sebagai obyek akad
adalah pembayaran sewa dan manfaat dari barang/jasa. Para pihak harus menjamin
tersedianya obyek akad karena ia adalah rukun yang harus dipenuhi dalam akad Ijarah.
Manfaat harus dinyatakan dan dapat dikenali secara spesifik, termasuk jangka waktu dari
tersedianya dan pemakaian manfaat. Manfaat harus sesuai Syariah dan kesanggupan
memenuhi manfaat harus nyata serta sesuai Syariah. Jangka waktu dan ketentuan pembayaran
sewa tidak harus terkait dengan jangka waktu pemakaian manfaat. Pemberi Sewa wajib
menyediakan barang/jasa yang disewakan, menanggung biaya pemeliharaan barang,
menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. Penyewa wajib membayar sewa
dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang yang disewa dan biaya pemeliharaan
ringan, namun tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang bukan akibat pelanggaran
ketentuan pemakaian atau akibat kelalaian.

2.      DEFINISI TERKAIT OBLIGASI SYARIAH

 Akad Ijarah :
akad Ijarah yang ditanda tangani oleh Emiten dan Wali Amanat sebagai dasar pengalihan
manfaat Obyek Ijarah.

 Obyek Ijarah :
manfaat yang akan diterima oleh Emiten, berasal dari aset tertentu yang dinyatakan secara
rinci dalam Akad Ijarah. Untuk menjaga kelangsungan Akad Ijarah dapat ditentukan Obyek
Ijarah Pengganti yaitu manfaat serupa yang dapat berasal dari aset lain yang dinyatakan
secara rinci dalam Akad Ijarah.

 Fee Ijarah :
sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh Emiten sebagai Penerima Manfaat Ijarah kepada
Pemegang Obligasi Syariah Ijarah sebagai Penguasa Obyek Ijarah sehubungan dengan Emisi
Obligasi Syariah Ijarah yang berupa Cicilan Fee Ijarah, Sisa Fee Ijarah, dan Kompensasi
Kerugian Akibat Keterlambatan (bila ada) yang harus dibayar oleh Emiten dari waktu ke
waktu selama berlakunya Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.

 Cicilan Fee Ijarah :


bagian dari Fee Ijarah yang wajib dibayarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi
Syariah Ijarah sebagai imbalan atas manfaat yang diterima oleh Emiten atas dasar Akad
Ijarah, yang pembayarannya akan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian
Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.

 Sisa Fee Ijarah :


bagian dari Fee Ijarah yang belum dibayarkan dalam bentuk Cicilan Fee Ijarah, yang wajib
dibayarkan oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah Ijarah untuk memenuhi
kewajibannya berdasarkan Akad Ijarah, dimana nilai Sisa Fee Ijarah umumnya sama dengan
nilai Emisi Obligasi Syariah Ijarah.

 Dana Cadangan Fee Ijarah :


dana yang wajib dibentuk secara bertahap oleh Emiten yang khusus digunakan sebagai
cadangan atas pembayaran Fee Ijarah, baik berupa Cicilan Fee Ijarah maupun Sisa Fee Ijarah,
sesuai ketentuan dalam Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.

 Kompensasi Kerugian Akibat Keterlambatan Pembayaran Fee/Bagi-Hasil:


jumlah yang harus dibayar oleh Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah sebagai akibat
dari kelalaian aau keterlambatan Perseroan memenuhi kewajiban pembayaran Fee/Bagi –
Hasil dimana dalam hal ini tidak ada unsur kesalahan dari Pemegang Obligasi Syariah serta
Pemegang Obligasi Syariah dirugikan akibat kelalaian atau keterlambatan tersebut. Besarnya
Kompensasi Kerugian Akibat Keterlambatan dihitung berdasarkan jumlah hari
kelalaian/keterlambatan dan tidak dapat dihitung berdasarkan nilai Fee/Bagi-Hasil yang
bersangkutan.

 Dokumen Emisi Obligasi Syariah :


dokumen-dokumen yang terdiri dari a) Akad-Akad Syariah, b) Perjanjian Perwaliamanatan
Obligasi Syariah, c) Pengakuan Hutang, d) Perjanjian Penjaminan Emisi Obligasi Syariah, e)
Perjanjian Agen Pembayaran, f) Perjanjian Pendaftaran Obligasi Syariah di Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, dan g) Perjanjian Pendahuluan Pencatatan Efek.

 Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah :


perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Wali Amanat untuk kepentingan Pemegang
Obligasi Syariah dan bertugas untuk mewakili kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah
baik dimana dinyatakan hak-hak Pemegang Obligasi Syariah dan hak-hak serta kewajiban
Wali Amanat untuk melakukan tindakan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan,
yang berkaitan dengan kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah mengenai pelaksanaan
hak-hak para Pemegang Obligasi Syariah sesuai dengan syarat-syarat
Emisi Obligasi Syariah, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
Perjanjian Perwaliamanatan serta berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Negara Republik Indonesia dan peraturan tentang penawaran umum dan Obligasi.

 Wali Amanat :
badan yang telah memiliki izin usaha Wali Amanat dari instansi yang berwenang, yang diberi
kepercayaan untuk mewakili kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah untuk
memperoleh hak-hak para Pemegang Obligasi Syariah sesuai dengan syarat-syarat Emisi
Obligasi Syariah.

 Pengakuan Hutang :
akta yang dibuat oleh Emiten untuk kepentingan Pemegang Obligasi Syariah yang diwakili
oleh Wali Amanat yang dimaksudkan untuk memberi kepastian pembayaran Fee atau Bagi
Hasil kepada Pemegang Obligasi Syariah dengan memperhatikan ketentuan dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional.
 Perjanjian Penjaminan Emisi Obligasi Syariah :
perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Penjamin Emisi dimana Emiten menyatakan
akan melakukan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat tertentu dan Penjamin Emisi
menyatakan akan menjamin pelaksanaan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat
tertentu.

 Perjanjian Agen Pembayaran :


perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
mengenai pembayaran Fee atau Bagi Hasil baik berupa Cicilan Fee/Bagi-Hasil maupun Sisa
Fee/Bagi-Hasil atau Pokok Obligasi Syariah.

 Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian :


adalah lembaga self-regulating organization sesuai ketentuan Undang Undang Pasar Modal
yang dalam Emisi Obligasi Syariah bertugas sebagai Agen Pembayaran sesuai dengan
Perjanjian Agen Pembayaran dan melakukan administrasi atas Obligasi Syariah sesuai
dengan Perjanjian Pendaftaran Obligasi Syariah.
BAB III

PENUTUP

Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan
barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko,
larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai
syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-
sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.

Sistem keuangan “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara faktor
produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan konvensional,
melainkan juga harus menyeimbankan berbagai unsur etika, moral, sosial dan dimensi
keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera
secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan ada pembagian resiko.
Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima modal atau
pengusaha saja, namun juga resiko diterima oleh pemberi modal.
Jadi, prinsip Instrumen keuangan syariah mengacuh pada prinsip rela sama rela.
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri. 2006,PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SMA JILID 2, surabaya, PT Glora Aksara


Pratama.
www. Wikipedia .com
Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam, Pustaka : 1997 hlm. 182

INSTRUMEN KEUANGAN ISLAM | KUMPULAN MAKALAH LENGKAP


(makalahkuliahstai.blogspot.com)

Anda mungkin juga menyukai