DISUSUN OLEH:
JUMAIDA KASIM
02041911073
6B (Manajemen)
Dengan mengucapkan puji syukur alhamdulillah kepada Allah SWT karena atas pemberian
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah tentang INSTRUMEN
KEUANGAN ISLAM , makalah ini di buat dalam rangka nilai dan sebagai bahan informasi
untuk para pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa dalam pembahasan masih banyak
terdapat kekurangan baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam penulisan kalimat.
Walaupun demikian saya telah berusaha semaksimal mungkin supaya dapat mencapai sasaran
penulisan makalah.Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya
dan para pembaca umumnya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang.................................................................................................................... 3
2 .Tujuan...................................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................4
BAB III PENUTUP
1 .Kesimpulan........................................................................................................................ 4
2. Saran.................................................................................................................................. 4
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan
meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai
alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk unuk memenuhi sebagian
perintah Allah seperti infak,zakat,pergi haji,perang (jihad), dan sebagainya.
Harta di katakan halal dan baik apabla niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana
untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam
Al Quran dan as sunah.
Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan
barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko,
larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai
syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-
sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Obligasi Syariah.
Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada Pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada Pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/marjin/fee serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Akad yang dapat digunakan dalam
penerbitan Obligasi Syariah antara lain Mudharabah (Muqaradhah/Qiradh), Musyarakah,
Murabahah, Salam, Istishna, dan Ijara. Jenis usaha Emiten tidak boleh bertentangan dengan
prinsip syariah. Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten kepada Pemegang
Obligasi harus bersih dari unsur non halal. Pendapatan (hasil) yang diperoleh Pemegang
Obligasi Syariah sesuai akad yang digunakan. Dalam hal Obligasi Syariah dengan akad
Mudharabah atau Musyarakah pendapatan yang dibagikan merupakan bagi hasil. Dalam hal
akad jual-beli seperti Murabahah, Salam, atau Istishna, pendapatan yang dibagikan
merupakan marjin. Sedangkan dalam hal akad Ijarah, pendapatan yang dibagikan merupakan
fee (sewa) dari aset yang disewakan. Pemindahan kepemilikan Obligasi Syariah mengikuti
akad-akad yang digunakan.
Akad Mudharabah.
Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang diberikan oleh Pemilik Dana (Shahibul
Maal) kepada Pengusaha (Mudharib) untuk suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan
mudharabah, Shahibul Maal membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan
Mudharib bertindak sebagai Pengelola Usaha. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian
dana, dan pembagian keuntungan ditentukan dimuka berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak. Mudharib boleh melakukan berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai
dengan Syariah, dan Shahibul Maal tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha tetapi
mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Shahibul Maal menanggung
semua kerugian akibat dari akad mudharabah kecuali jika Mudharib melakukan kesalahan
yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Biaya pengelolaan usaha dibebankan kepada
Mudharib.
Akad Musyarakah
Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan. Ketentuan mengenai hasil usaha harus dinyatakan secara jelas
untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi bagi hasil atau pada waktu
penghentian Musyarakah. Sistim pembagian hasil usaha harus tertuang dengan jelas.
Keuntungan harus dibagi secara proporsional dan tidak ada jumlah yang ditentukan dimuka
bagi seorang mitra atau lebih. Namun bila disepakati, jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau sebagian dari kelebihan tersebut dapat diberikan kepada seorang
mitra atau lebih. Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal usaha.
Akad Murabahah
Akad Salam
Akad Istishna
Akad pembiayaan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang
(maal) atau jasa (amal) dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Pihak yang berakad terdiri
atas Pemberi Sewa (pihak yang memilik/menguasai barang atau pemberi/penguasa jasa) dan
Penyewa (pihak yang mengambil manfaat dari barang/jasa) dimana sebagai obyek akad
adalah pembayaran sewa dan manfaat dari barang/jasa. Para pihak harus menjamin
tersedianya obyek akad karena ia adalah rukun yang harus dipenuhi dalam akad Ijarah.
Manfaat harus dinyatakan dan dapat dikenali secara spesifik, termasuk jangka waktu dari
tersedianya dan pemakaian manfaat. Manfaat harus sesuai Syariah dan kesanggupan
memenuhi manfaat harus nyata serta sesuai Syariah. Jangka waktu dan ketentuan pembayaran
sewa tidak harus terkait dengan jangka waktu pemakaian manfaat. Pemberi Sewa wajib
menyediakan barang/jasa yang disewakan, menanggung biaya pemeliharaan barang,
menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan. Penyewa wajib membayar sewa
dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang yang disewa dan biaya pemeliharaan
ringan, namun tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang bukan akibat pelanggaran
ketentuan pemakaian atau akibat kelalaian.
Akad Ijarah :
akad Ijarah yang ditanda tangani oleh Emiten dan Wali Amanat sebagai dasar pengalihan
manfaat Obyek Ijarah.
Obyek Ijarah :
manfaat yang akan diterima oleh Emiten, berasal dari aset tertentu yang dinyatakan secara
rinci dalam Akad Ijarah. Untuk menjaga kelangsungan Akad Ijarah dapat ditentukan Obyek
Ijarah Pengganti yaitu manfaat serupa yang dapat berasal dari aset lain yang dinyatakan
secara rinci dalam Akad Ijarah.
Fee Ijarah :
sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh Emiten sebagai Penerima Manfaat Ijarah kepada
Pemegang Obligasi Syariah Ijarah sebagai Penguasa Obyek Ijarah sehubungan dengan Emisi
Obligasi Syariah Ijarah yang berupa Cicilan Fee Ijarah, Sisa Fee Ijarah, dan Kompensasi
Kerugian Akibat Keterlambatan (bila ada) yang harus dibayar oleh Emiten dari waktu ke
waktu selama berlakunya Perjanjian Perwaliamanatan Obligasi Syariah Ijarah.
Wali Amanat :
badan yang telah memiliki izin usaha Wali Amanat dari instansi yang berwenang, yang diberi
kepercayaan untuk mewakili kepentingan para Pemegang Obligasi Syariah untuk
memperoleh hak-hak para Pemegang Obligasi Syariah sesuai dengan syarat-syarat Emisi
Obligasi Syariah.
Pengakuan Hutang :
akta yang dibuat oleh Emiten untuk kepentingan Pemegang Obligasi Syariah yang diwakili
oleh Wali Amanat yang dimaksudkan untuk memberi kepastian pembayaran Fee atau Bagi
Hasil kepada Pemegang Obligasi Syariah dengan memperhatikan ketentuan dalam Fatwa
Dewan Syariah Nasional.
Perjanjian Penjaminan Emisi Obligasi Syariah :
perjanjian yang dibuat antara Emiten dengan Penjamin Emisi dimana Emiten menyatakan
akan melakukan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat tertentu dan Penjamin Emisi
menyatakan akan menjamin pelaksanaan Emisi Obligasi Syariah dengan syarat-syarat
tertentu.
PENUTUP
Transaksi yang dilarang dalam islam adalah riba, penipuan, perjudian, gharar, penimbunan
barang, monopoli,rekayasa permintaan dll. Maka dari itu pelarangan riba, pembagian resiko,
larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, aktivitas usaha harus sesuai
syariah merupakan sistem keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al-Qur’an dan As-
sunah untuk melaksanakan aktivitas masyarakat dalam dunia ekonomi islam.
Sistem keuangan “bebas bunga” (larangan riba) tidak hanya melihat interaksi antara faktor
produksi dan prilaku ekonomi seperti yang dikenal pada sistem keuangan konvensional,
melainkan juga harus menyeimbankan berbagai unsur etika, moral, sosial dan dimensi
keagamaan untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan menuju masyarakat yang sejahtera
secara menyeluruh. Melalui sistem kerjasama bagi hasil maka akan ada pembagian resiko.
Resiko yang timbul dalam aktivitas keuangan tidak hanya di tanggung penerima modal atau
pengusaha saja, namun juga resiko diterima oleh pemberi modal.
Jadi, prinsip Instrumen keuangan syariah mengacuh pada prinsip rela sama rela.
DAFTAR PUSTAKA