Anda di halaman 1dari 5

YUSRAN khaunar

(07262111073)

1.) Indonesia telah lama mengenal seni bangunan. Pada zaman Neolithikum dimana kehidupan bangsa
Indonesia masih dalam tingkat berburu, telah timbul keinginan untuk hidup menetap seperti terlihat
pada peninggalannya pada bukit-bukit karang di pantai timur Sumatera. Untuk berlindung dari panas
matahari dan angin mereka mencari gua-gua, merekapun telah membuat semacam tirai penahan angin
berbentuk gubuk yang sederhana.

Pada jaman Neolithikum dan Megalithikum, arsitektur batu sudah dikenal sekalipun masih dalam
tingkatan sederhana. Peninggalan kebudayaan Megalithikum banyak terdapat di Indonesia dan menjadi
saksi bagi peradaban yang telah lampau. Di Pulau Nias, misalnya bangunan megalitik masih merupakan
bangunan tempat pemujaan, di Pulau Sumba dan Flores masih didirikan monumen kubur dari batu,
sedangkan di Lebak Sibedug Jawa Barat menemukan tempat pemujaan berbentuk piramid
berteras.Kehidupan masyarakat desa waktu itu, sesuai dengan lingkungan geografisnya, misalnya
bangunan yang didirikan di atas tiang kayu dengan bentuk persegi. Peralatan untuk bekerja yang
digunakan masih sederhana seperti pahat, kampak, dan sebagainya. Sebagian besar dari bangunan
rumah digunakan untuk keluarga, istri dan anak-anak. Di dalam rumah terjadi bermacam-macam
kegiatan

2.) Secara umum ada tiga macam bentuk atap rumah tradisional Jawa, yaitu tipe kampung, limasan, dan
joglo. Sebetulnya ada juga bentuk-bentuk atap lain, yaitu atap tajug/masjid dan panggang-pe, yang biasa
digunakan untuk bangunan-bangunan bukan rumah tinggal.

3.) Secara garis besar, tempat tinggal orang Jawa dapat dibedakan menjadi rumah bentuk Joglo,
Limasan, Kampung, Masjid dan Tajug atau Tarub serta Panggang Pe. Namun, terdapat tiga jenis atap
yang utama, yaitu kampung, limasan dan joglo.

5.) Penggunaan bahan bangunan juga tergantung pada status sosial pemiliknya, seperti:

 Masyarakat biasa, menggunakan popolan (campuran yang terbuat dari lumpur tanah liat untuk
dinding bangunan.  Golongan raja dan brahmana menggunakan batu bata sebagai dinding bangunan.

 Untuk bangunan suci/tempat pemujaan bahan bangunan di

sesuaikan dengan kemampuan ekonomi para pemiliknya seperti atap ijuk untuk ekonomi mampu
sedangkan untuk ekonomi kurang mampu menggunakan atap dari alang-alang.

6.) Prosesi pembangunan rumah tradisional Bali:

 Pengukuran tapak (nyikut karang).

 Pengeruak karang yaitu ritual persembahan kurban dan mohon izin untuk membangun.
 Perletakan batu pertama (nasarin), memohon kekuatan pada ibu pertiwi agar kelak bangunan menjadi
kuat dan kokoh.

 Pembangunan dimulai

 Setelah pembangunan selesai dan sebelum bangunan digunakan maka dilakukan lagi upacara
syukuran yang disebut melaspas dan pengurip, bertujuan membersihkan bangunan dari aura negatif dan
menghidupkan aura positif Dalam perkembangannya sekarang arsitektur tradisional Bali mengalami
perkembangan dan pergeseran fungsi yang berpengaruh pada bentuk, struktur, konstruksi, bahan
material dan cerminan status sosial pemiliknya. Contohnya: Wantilan, dulunya merupakan balai
pertemuan dan kegiatan adat, maka sekarang bergesere fungsinya menjadi taman kanak-kanak (TK),
tempat usaha, olahraga dan lain-lain.

Akibat kemajuan pariwisata yang berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat Bali maka
sekarang sulit dibedakan antara puri dan rumah tinggal masyarakat biasa. Karena bagi yang
mapan/mampu bisa membangun rumah tinggal layaknya sebuah puri yang dulunya merupakan tempat
tinggal raja dan keluarganya

7.) ARSITEKTUR BUGIS

 Orang Bugis membangun rumah tanpa gambar. Pembangunan rumah dilaksanakan oleh Panrita Bola
(ahli rumah) dan Panre Bola (tukang rumah).

 Panrita Bola menangani hal-hal yang bersifat spiritual, adat dan kepercayaan. Sedangkan Panre Bola
mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis, mengolah bahan kayu menjadi komponen struktur sampai
rumah berdiri dan siap dihuni.  Umumnya orang Bugis tinggal di rumah panggung dari kayu berbentuk
segi empat panjang dengan tiang-tiang yang tinggi memikul lantai dan atap.

 Konstruksi rumah dibuat secara lepas-pasang (knock down) sehingga bisa dipindahkan dari satu
tempat ke tempat lain.

 Bentuknya biasanya memanjang ke belakang, dengan tanbahan disamping bangunan utama dan
bagian depan (orang bugis menyebutnya lego-lego).

 Sistem struktur dan konstruksi rumah terdiri atas lima komponen:

(1) rangka utama (tiang dan balok induk), (2) konstruksi lantai,

(3) konstruksi dinding,

(4) konstruksi atap,

(5) konstruksi tangga.


 Pekerjaan biasanya dimulai dengan membuat Posi Bola (pusar rumah), sebuah tiang yang dianggap
sebagai simbol 'perempuan', ibu yang mengendalikan kehidupan di dalam rumah.

.9) Posi Bola (pusar rumah)

Untuk tiang pusat ini dibuat dari kayu khusus (raja kayu), dimana persyaratannya harus lurus, tidak
berlubang, yang paling besar dihutan. Biasanya kayu ini ditebang pada 12 hari terbitnya bulan komariah.

 Jumlah tiang rumah tergantung pada besarnya rumah, biasanya 20 tiang (5x4 baris tiang) atau 30
tiang (5x6 baris tiang).

 Jumlah tiang menunjukkan status sosial penghuni. Semakin banyak tiangnya semakin tinggi status
sosial pemilik rumah. Rumah raja (sao raja), istana raja biasanya memiliki tiang 40 buah atau lebih.

Ragam hias rumah umumnya merupakan ukiran pada ujung balok induk, ambang pintu dan jendela,
induk tangga dan ujung puncak bubungan atap.

 Bagian-bagian dari rumah adat tradisional Bugis:

1. Tiang utama (alliri).

Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya, jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat,
tetapi pada umumnya, terdiri dari 3/4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.

2. Fadongko’.

Fadongko' adalah bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.

3. Fattoppo.

Fattopo adalah bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.

 Bola Adat, sebagai Simbol laki-laki, berfungsi sebagai tempat


pengontrolanpelaksanaanpemerintahan(DPR). Arah rumah mengahadap ke sebelah Barat yang
bermakna urusan dunia. BolaArung,sebagaisimbolperempuan.Tempat raja berkuasa dan
keturunannya, berfungsi sebagai rumah raja dimana pemerintahan dijalankan. Rumah menghadap ke
sebelah Timur dan bermakna urusan akhirat.

9.) Posi Bola (pusar rumah)


Untuk tiang pusat ini dibuat dari kayu khusus (raja kayu), dimana persyaratannya harus lurus, tidak
berlubang, yang paling besar dihutan. Biasanya kayu ini ditebang pada 12 hari terbitnya bulan komariah.

 Jumlah tiang rumah tergantung pada besarnya rumah, biasanya 20 tiang (5x4 baris tiang) atau 30
tiang (5x6 baris tiang).

 Jumlah tiang menunjukkan status sosial penghuni. Semakin banyak tiangnya semakin tinggi status
sosial pemilik rumah. Rumah raja (sao raja), istana raja biasanya memiliki tiang 40 buah atau lebih.

Ragam hias rumah umumnya merupakan ukiran pada ujung balok induk, ambang pintu dan jendela,
induk tangga dan ujung puncak bubungan atap.

 Bagian-bagian dari rumah adat tradisional Bugis:

1. Tiang utama (alliri).

Biasanya terdiri dari 4 batang setiap barisnya, jumlahnya tergantung jumlah ruangan yang akan dibuat,
tetapi pada umumnya, terdiri dari 3/4 baris alliri. Jadi totalnya ada 12 batang alliri.

2. Fadongko’.

Fadongko' adalah bagian yang bertugas sebagai penyambung dari alliri di setiap barisnya.

3. Fattoppo.

Fattopo adalah bagian yang bertugas sebagai pengait paling atas dari alliri paling tengah tiap barisnya.

 Bola Adat, sebagai Simbol laki-laki, berfungsi sebagai tempat


pengontrolanpelaksanaanpemerintahan(DPR). Arah rumah mengahadap ke sebelah Barat yang
bermakna urusan dunia. BolaArung,sebagaisimbolperempuan.Tempat raja berkuasa dan
keturunannya, berfungsi sebagai rumah raja dimana pemerintahan dijalankan. Rumah menghadap ke
sebelah Timur dan bermakna urusan akhirat.

10.) Elemen-elemen rumah adat Bugis:

1. Jendela (Talongang)

Bentuk jendela persegi panjang, jendela yang paling tengah dengan dua daun pintu, sedang kiri dan
kanannya masing-masing satu daun saja. Ukuran jendela tidak terlalu lebar, namun cukup untuk
memasukkan cahaya matahari. Setiap bilik mempunyai sebuah jendela pada sebelah kiri badan rumah.

2. Atap (Pengate)

Tappi atau puncak atap dihias menyilang menyerupai tanduk kerbau. Pada bubungan atap dijepit
dengan bambu
3. Overstek

Pada ujung overstek menggantung ukiran-ukiran yang dinamai bate-bate.

Pasak

Lantai Rak penyimpanan keperluan pesta Bate-bate

4. Dinding Dinding Dalam

Dinding Luar Belakang

Dinding Luar Samping

5. Tangga

Susunan anak tangga pada rumah adat ada 9 anak tangga, sedangkan pada rumah raja ada 11 anak
tangga

Anda mungkin juga menyukai