Anda di halaman 1dari 31

Hanok () adalah sebutan untuk rumah tradisional Korea yang dipakai untuk membedakannya dengan rumah gaya Barat.

Arsitektur Korea memperhitungkan lokasi rumah dari lingkungan sekelilingnya, khususnya mempertimbangkan keadaan geografi dan musim. Struktur interior juga dirancang berdasarkan lokasi rumah. Prinsip yang disebut Baesanimsu () secara harfiah mengatur rumah ideal untuk dibangun membelakangi gunung, dan sungai berada di depan rumah. Hanok dibangun menghadap ke timur atau selatan agar cukup mendapat sinar matahari.

Rumah tradisional Korea dibangun dari bahan-bahan alami seperti kayu, tanah, batu, jerami, genting, dan kertas. Tiang-tiang dan kerangka hanok dibuat dari kayu. Tembok pengisi kerangka rumah dibangun dari bata yang dibuat dari campuran tanah dan rumput. Kertas tradisional Korea (hanji) dipasang di rangka jendela, rangka pintu, dan pelapis dinding. Lantai dibuat dari tanah yang dikeraskan atau batu.

Pinggiran atap yang melengkung ke atas disebut cheoma. Panjang cheoma menentukan jumlah sinar matahari yang masuk ke dalam hanok. Berdasarkan perbedaan mencolok di bagian atap, secara garis besar hanok dibagi menjadi dua jenis: Rumah beratap jerami( ) yang dihuni kalangan petani. Rakyat biasa tinggal di rumah beratap jerami yang bahan-bahannya mudah didapat.hanok beratap jerami sudah menjadi bangunan langka. Rumah beratap genting( ) yang dihuni oleh kalangan atas. Giwajip dibangun memakai genting (giwa) sehingga biaya pembangunan rumah menjadi mahal dan tidak terjangkau oleh rakyat biasa. Hanok beratap genting hingga kini masih digunakan sebagai tempat tinggal.

Rumah beratap jerami( )

Rumah beratap genting( )

Hanok dilengkapi dengan ondol untuk menghangatkan lantai rumah selama musim dingin.Orang Korea duduk, makan, dan tidur di lantai yang terus menerus dihangatkan oleh ondol. Beranda lebar penghubung ruangan satu dengan ruangan lainnya disebut daecheong (). Daechong merupakan ruangan terbuka dengan lantai dari kayu yang dibangun untuk menjaga rumah tetap sejuk di musim panas. Bentuk hanok juga berbeda-beda menurut daerahnya di Korea : Di Korea bagian utara yang dingin, bangunan hanok disusun menyerupai persegi tertutup (atau aksara hangul: )sebagai penahan angin untuk menjaga rumah tetap hangat. Di Korea bagian tengah, ruangan-ruangan disusun membentuk huruf L (atau aksara hangul: ). Di Korea bagian selatan, hanok dibangun memanjang menyerupai huruf I agar angin mudah keluar masuk.

Hanok terdiri dari bangunan-bangunan (ruangan) yang disebut haengrangchae, sarangchae, anchae, dan sadang.
Haengrangchae

adalah bangunan untuk tempat tinggal pelayan, berada di dekat pintu masuk. Sarangchae adalah bangunan untuk pria atau kepala keluarga, termasuk untuk makan dan tidur, dan berada di bagian depan. Anchae adalah bangunan utama sekaligus ruang tidur untuk wanita berikut anak-anak kecil, dan terletak di bagian dalam yang jauh dari pintu masuk. Ruangan untuk altar leluhur disebut sadang. Halaman di tengah-tengah bangunan rumah disebut madang, dan bangunan gudang disebut gwangchae. Selain itu, hanok juga sering memiliki cerobong asap dan pintu gerbang (munganchae).

Hanok Village di Jeonju

Namsangol Hanok Village

Salah Satu Rumah Modern Korea

Rumah Gadang - Sumatera Barat Tongkonan - Toraja (Sulawesi Selatan) Rumah Kebaya - DKI Jakarta Rumah Batak - Sumatera Utara

Rumah adat suku Minangkabau bernama Rumah Gadang yang artinya rumah besar. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung. tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. Mungkin seluruh orang Indonesia sudah mengenal rumah ini. Arsitekturnya sangat unik dengan bentuk atap yang menyerupai tanduk kerbau dahulunya dibuat dari bahan ijuk. Keunikan lainnya erletak pada ukirannya. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.

Tongkonan adalah rumah adat adat masyarakat Toraja. Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang artinya duduk bersamasama. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (namun saat ini sebagian tongkonan meggunakan atap dari seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Banyaknya tanduk kerbau menunjukkan status sosial si pemilik rumah. Di dindingnya, terdapat relief hewan dan tumbuhan yang sangat eksotik.

Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah paggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah. Saya belum mendapat informasi mengapa rumah ini disebut rumah Kebaya.

Keunikannya terletak pada lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama gigi balang. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panilpanil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah. Menurut informasi yang didapatkan, rumah ini telah terancam punah.

Setiap suku di batak memiliki rumah yang berbeda-beda pula. Perbedaanya biasa terletak pada bentuk atap. Tapi pada umumnya rumah batak memiliki bentuk atap segitiga yang runcing. Keunikannya, disebelah depan rumah dihiasi dengan oramen dalam bentuk ukiran yang disebut dengan gorga dan terdiri dari beberapa jenis yaitu gorga sampur borna, gorga sipalang dan gorga sidomdom di robean. Gorga itu dihiasi (dicat) dengan tlga warna yaitu wama merah (narara), putih (nabontar) dan hitam (nabirong). Warna merah melambangkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang berbuah kebijaksanaan. Warna putih melambangkan ketulusan dan kejujuran yang berbuah kesucian. Wama hitam melambangkan kerajaan dan kewibawaan yang berbuah kepemimpinan. Sebelum orang Batak mengenal cat seperti sekarang, untuk mewarnai gorga mereka memakai batu hula untuk warna merah, untuk warna putih digunakan tano buro (sejenis tanah liat tapi berwana putih), dan untuk warna hitam didapat dengan mengambil minyak buah jarak yang dibakar sampai gosong. Sedangkan untuk perekatnya digunakan air taji dari jenis beras yang bernama Beras Siputo.

Disamping gorga, rumah Batak juga dilengkapi dengan ukiran lain yang dikenal sebagai singa-singa, suatu lambang yang mengartikan bahwa penghuni rumah harus sanggup mandiri dan menunjukkan identitasnya sebagai rnanusia berbudaya. Singa-singa berasal dari gambaran sihapor (belalang) yang diukir menjadi bentuk patung dan ditempatkan di sebelah depan rumah tersebut. Belalang tersebut ada dua jenis yaitu sihapor lunjung untuk singa-singa Ruma dan sihapor gurdong untuk rumah Sopo. Hal ini dikukuhkan dalam bentuk filsafat yang mengatakan Metmet pe sihapor lunjung di jujung do uluna yang artinya bahwa meskipun kondisi dan status sosial pemilik rumah tidak terlalu beruntung namun harus selalu tegar dan mampu untuk menjaga integritas dan citra nama baiknya.

Anda mungkin juga menyukai