Anda di halaman 1dari 16

ARSITEKTUR VERNAKULAR JAWA TIMUR

Pengertian
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang tumbuh dan berkembang dari arsitektur rakyat yang lahir dari
masyarakat etnik dan berakar pada tradisi etnik, serta dibangun oleh tukang berdasarkan pengalaman (trial
and error), menggunakan teknik dan material lokal serta merupakan jawaban atas setting lingkungan tempat
bangunan tersebut berada dan selalu membuka untuk terjadinya transformasi. Arsitektur ini tetap bertahan
dalam beragam bentuk yang dikenal sebagai bangunan tradisional Indonesia yang umum dipakai dalam
berbagai kegunaan, baik sakral maupun non sakral. Bangunan yang termasuk dalam tradisi-tradisi arsitektur
vernakular Indonesia yang paling penting dan paling sering dibangun adalah rumah yang digunakan sebagai
tempat tinggal, lumbung, dan berbagai macam tempat penyimpanan dan bangunan umum (balai, bale) yang
digunakan sebagai tempat diselenggarakannya ritual, upacara atau pertemuan warga. Di beberapa tempat di
Indonesia, bangunan rumah tradisional hampir punah, yang tersisa adalah sebuah rumah yang selamat karena
alasan tertentu, atau beberapa rumah yang sengaja dibangun sebagai model tipe rumah tradisional tertentu,
atau beberapa rumah yang dibangun berdasarkan arsitektur modern yang ditambah fitur dan karakter tradisi
arsitektur vernakular.

Peran dan Fungsi Arsitektur Vernakular

Di dalam konteks arsitektur, peran dan fungsi arsitektur vernakular menjadi penting bukan hanya di Indonesia
saja tetapi juga di Asia, karena Asia terdiri dari berbagai macam budaya dan adat yang berlainan di berbagai
wilayahnnya, dimana setiap wilayah memiliki ciri arsitektur yang spesifik dan berasal dari tradisi. Antara tradisi
dan arsitektur vernakular sangat erat hubungannya. Tradisi memberikan suatu jaminan untuk melanjutkan
tatanan sebuah arsitektur melalui sistem persepsi ruang, bentuk, dan konstruksi yang dipahami sebagai suatu
warisan yang akan mengalami perubahan secara perlahan melalui suatu kebiasaan. Misalnya bagaimana
adaptasi masyarakat lokal terhadap alam, yang memunculkan berbagai cara untuk menanggulangi, misalnya
iklim dengan cara membuat suatu tempat bernaung untuk menghadapi iklim dan menyesuaikannya dengan
lingkungan sekitar dan dengan memperhatikan potensi lokal seperti potensi udara, tanaman, material alam dan
sebagainya, maka akan terciptalah suatu bangunan arsitektur rakyat yang menggunakan teknologi sederhana
dan tepat guna. Kesederhanaan inilah yang merupakan nilai lebih sehingga tercipta bentuk khas dari arsitektur
vernakular dan tradisional serta menunjukkan bagaimana menggunakan material secara wajar dan tidak
berlebihan. Hasil karya ‘rakyat’ ini merefleksikan akan suatu masyarakat yang akrab dengan alamnya,
kepercayaannya, dan norma-normanya dengan bijaksana.

Pembahasan Umum Dari Asal Objek Arsitektur Rumah Tradisional Jawa Timur

Ponorogo

Kabupaten Ponorogo, terletak antara : 111° 17’ - 111° 52’ Bujur Timur dan 7° 49’ - 8° 20’ Lintang Selatan,
dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan laut. Wilayah ini berbatasan
dengan:
Sebelah utara : Kabupaten Madiun, Magetan dan Nganjuk.
Sebelah Timur : Kabupaten Tulungagung dan Trenggalek.
Sebelah Selatan : Kabupaten Pacitan.
Sebelah Barat : Kabupaten Pacitan dan Wonogiri (Jawa Tengah)

P a g e 1 | 10
Mata pencarian penduduk di kota Ponorogo sebagian besar adalah sebagai petani karena berdekatan dengan
pegunungan. Pertanian merupakan sektor perekonomian terbesar di daerah ini, dengan prosentasi 70%
sebagai petani, 25% sebagai pedagang, dan 5% lain-lain. Serta Agama yang dianut oleh mayoritas
penduduknya adalah Agama Islam, namun Agama Islam di Ponorogo masih bercanpur dengan tradisi kejawen.

Misalnya : ritual Batara Kathong dan ritual Telaga Ngebel.

Di Ponorogo terdapat rumah tradisional Jawa yang disebut Rumah Sinom-an dan Rumahb Doro Gepak.
Rumah Sinom-an adalah rumah yang memiliki 8 tiang, sementara Rumah Doro Gepak adalah Rumah yang
memiliki 4 tiang, masing-masing memiliki ukuran antar tiang 3 m.Jika dilihat dari banyaknya tiang yang terdapat
pada rumah ini, dapat dikatagorikan bahwa rumah ini merupakan jenis Rumah Doro Gepak, karena pada

bagian tengah rumah ini menggunakan 4 tiang soko guru.

Letak rumah yang menjadi objek pembahasan ini adalah rumah tradisional yang berada di daerah Kutu Wetan
kecamatan Jetis, kabupaten Ponorogo. Pada umumnya bentuk bangunan di JawaTimur bagian barat (seperti
di Ngawi, Madiun, Magetan, dan Ponorogo) memiliki kemiripandengan bentuk bangunan di Jawa Tengahan

P a g e 2 | 10
(Surakarta). Bangunan khas Jawa Timur umumnyamemiliki bentuk joglo, limasan (daragepak), srontongan
(empyak setangkep).

Limasan Kampung Joglo Tajug

Elemen Arsitektural Makna dan Tektonika

Pada fasade rumah tradisional Ponorogo, menggunakan pintu Gebyog yang memakai material kayu jati,
sesuai dengan ketentuan norma-norma falsafah jawa, namun jika ditelaah pada saat ini kayu jati merupakan
material kayu yang kuat, tahan lama serta mudah dirawat. Sehingga menguntungkan pemilik rumah. Yang di
maksud dengan gebyog adalah pintu rumah yang lebar serta kerangka Gebyog menyatu dengan konstruksi
bangunan. Gebyog memberikan rasa sejuk disiang hari , dan hangat di malam hari. Gebyog yang di gunakan
untuk Omah Limasan (dalem) dibuat dengan motif ukiran Kudus, buatan baru dari kayu tua atau lama

Pintu Gebyog

Terdapat ukiran pada bagian atas pintu gandhok , menurut simbol tradisional Jawa, ornament tersebut
merupakan ukiran lung-lungan, Sesuai dengan arti harafiah kata “lung” sendiri yang berarti batang tumbuhan
yang masih muda, simbol ini berupa tangkai, buah, bunga dan daun yang distilir. Jenis tumbuhan yang sering

P a g e 3 | 10
digunakan adalah tumbuhan teratai, kluwih, melati, beringin, buah keben dsb. Simbol ini melambangkan

kesuburan sebagai sumber penghidupan dimuka bumi.

Ornamen Ukiran Lung-Lung

Pintu gandhok adalah pintu tanpa menggunakan daun pintu, hanya menggunakan gorden untuk penutupnya
dan berfungsi sebagai penghubung antaraomah njero (senthong) dengan sebuah lumbung. Nama
Gandhok diambil dari nama sebuah ruang (gandhok).

Pintu Gadok

Pembayangan, penahanan terik matahari langsung diterima oleh atap dari bahan genteng,melalui celah-celah
masuklah sinar matahari menerangi di dalam ruang. Hal ini akan menghangatkan ruang di pagi hari, namun
ketika hari mulai siang terasa ruangan menjadi panaskarena tidak adanya plafon kecuali hanya di sector guru
saja. Ketebalan di dinding yang mengelilingi ruang dan terangkainya masa ruang menyulitkan angin untuk
berembus meniupmenjadikan panasnya ruang di siang hari.

P a g e 4 | 10
Potongan Bangunan

Karakteristik Bentuk dan Ruang Arsitektur

Rumah tradisional yang berada di daerah Kutu Wetan kecamatan Jetis, kabupatenPonorogo ini jika dilihat dari
bentuk atapnya, rumah ini termasuk rumah Limasan. Karena rumahini, memiliki luasan rumah yang
memanjang, serta jarak antar tiang soko guru (sebagai konstruksi utama bangunan) dengan kerangka atapnya
memiliki tinggi ± 3m. Selain itu, jikadilihat dari segi jenis ruangnya, rumah ini memiliki beberapa jenis ruang
yang memang dimilikioleh setiap rumah jenis Limasan. Ruang-ruang tersebut ialah regol, langgar,
pendhopo, pringgitan, ndalem, pawon, kandang, dan lumbung.

Rumah Tradisional Kec. Jetis, Kab.Ponorogo


Orientasi rumah tradisional di Ponorogo selalu menghadap ke arah utara atau selatan,dengan arah
memanjang (molo) membujur ke arah timur dan barat, sehingga bagian yangmemajang sedikit terkena sinar
matahari, dan dapat menerima tiupan angin lebih banyak. Hal inisesuai dengan ketentuan pengatasan
terhadap pengaruh iklim, bila ditinjau disetiap masa ruang pendopo, pringgitan Dan ndalem. Namun posisi ke
tiga ruangan ini saling berimpit di tambah dengan pawon, sehingga menjadi satu masa yang membujur ke arah
selatan dan utara.

P a g e 5 | 10
Denah Rumah Tradisional Kec. Jetis,Kab. Ponorogo

Keunikan Obyek Arsitektur

Yang membedakan antara rumah tradisional Ponorogo dengan rumah tradisionallainnya adalah adanya pintu
gebyog dan pintu gandok, selain itu terdapat ukiran lung-lungan yang berarti batang tumbuhan yang masih
muda, simbol ini berupa tangkai, buah,bunga dan daun yang distilir, merupakan ciri lain dari rumah tradisional
Ponorogo. Danmerupakan keunikan bagi rumah tradisional Ponorogo.

Surabaya

Kota Surabaya adalah ibukota Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar
kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa,
Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industri, dan pendidikan di kawasan Indonesia timur.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan dalam

P a g e 6 | 10
perjuangan merebut kemerdekaan bangsa Indonesia dari penjajah. Kata Surabaya konon berasal dari
cerita mitos pertempuran antara sura (ikan hiu) dan baya dan akhirnya menjadi kotaSurabaya

Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat
Madura di Utara dan Timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Surabaya
berada pada dataran rendah,ketinggian antara 3 - 6 m di atas permukaan laut kecuali di bagian Selatan
terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan Gayungan ketinggiannya antara 25 - 50 m diatas
permukaan laut dan di bagian barat sedikit bergelombang. Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu
dari dua pecahan Sungai Brantas. Kota Surabaya terdiri atas 31 kecamatan, yang di bagi dalam 5
wilayah ( Surabaya pusat, Surabaya barat, Surabaya timur, Surabaya selatan, Surabaya utara ).

Elemen Arsitektural dan Tektonika

2.1. Elemen dan Makna Arsitektural

Gedung DPRD Jawa Timur merupakan salah satu gedung pusat adinistratif di Surabaya,
gedung DPRD Jawa Timur menggabungkan antara arsitektur tradisional dengan arsitektur
modern, hal tersebut dapat terlihat dalam façade gedung ini. Misalnya pada atap gedung
DPRD menggunakan bentuk atap yang menggunakan atap joglo serta unsur modern dapat
telihat dari garis-garis tegas yang digunakan untuk elemen pembatas bangunan.

P a g e 7 | 10
Garis-garis tegas pada bangunan modern

Pada atap bangunan jawa timur menggunakan sepertti hiasan berupa pahatan, hal ini juga ada pada
bangunan gedung DPRD Jawa Timur.

2.2. Tektonika dalam Obyek Arsitektur

Menurut Heinz Frick dalam buku Ilmu Konstruksi Bangunan jilid II, arti dan fungsi konstruksi
atap adalah sebagai pelindung manusia terhadap cuaca, baik pelindung terhadap panas maupun
hujan. Curah hujan di Indonesia cukup besar, sehingga air hujan yang jatuh di permukaan atap harus
cepat disalurkan ke dalam tanah. Untuk itu dibutuhkan kemiringan bidang atap yang cukup besar,
yaitu 30o. Dengan ini, diharapkan,

P a g e 8 | 10
air hujan dapat langsung dibuang dari permukaan atap melalui talang horisontal. Talang ini terpasang
di sepanjang bibir permukaan bidang atap.

Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa bentuk atap bangunan tradisional di Indonesia
memiliki kemiringan yang cukup curam. Ini bisa dibuktikan dengan berbagai Bentuk atap bangunan
tradisional tersebut rata-rata memiliki kemiringan sekitar 30 o. Contohnya adalah atap rumah joglo di
Jawa,

Pada gedung DPRD Jawa Timur menggunakan bentuk atap joglo yang secara tektonika
menggunakan detail-detail atap joglo.

Pada bangunan Jawa Timur menggunakan beberapa kolom yang dinamakan soko guru. Ada
juga kolom yang tersekspose pada façade, hal ini juga ditampilkan pada gedung DPRD Jawa Timur.
Kolom-kolom yang ada di luar menggunakan kolom yang tinggi, hal ini dimaksudkan agar bangunan
terlihat megah.

P a g e 9 | 10
3. Karakteristik Bentuk dan Ruang Arsitektural

Karakteristik bentuk yang dapat dilihat adalah bentuk dari atap gedung DPRD Jatim ini, jika
dilihat lebih jauh bentuk tampilan dan kerangka atapnya adalah type Laki-laki (lanangan) : Joglo yang
terlihat kokoh karena rangkanya relatif tebal. Tapi bentuk atap jolglo yang digunakan juga berbentuk
meninggi, yang akan menambah tampilan façade yang megah.

Karakter bentuk dan ruang arsitektural pada


gedung DPRD Jawa Timur tidak jauh berbeda dengan
gedung-gedung DPRD pada daerah-daerah lain
mengingat memilki fungsi yang sama. Pada ruang
sidang gedung DPRD Surabaya banyak menggunakan
unsur kayu, hal ini dikarenakan menyesuaikan bentuk
bangunan yang menggunakan arsitektur Jawa Timur.

P a g e 10 | 10
4. Keunikan dari Obyek Arsitektur

Keunikan pada objek arsitektur adalah penggabungan antara unsur tradisional dengan unsur
modern. Hal tersebut dapat terlihat dari bentuk atap gedung DPRD Jawa TImur yang menggunakan
bentuk atap joglo, sedangkan penggunaan unsur modern terlihat pada bidang massif yang
menggunakan garis-garis tegas dalam membentuk façade. Unsur tradisional juga dapat terlihat pada
gapura yang berbentuk seperti candi bentar yang berfungsi untuk menerima tamu. Kesan Jawa Timur
dapat terbaca langsung bagi siapa saja yang melihat gedung ini. Gedung ini juga menggunakan
warna-warna alam yaitu cokelat yang akan menambah kesan tradisional, karena banguna tradisional
elemen materialnya banyak menggunakan kayu.

Sumber :
Sahroni, Ade “ Arsitektur Vernakular Indonesia: Peran, Fungsi, dan Pelestarian di dalam Masyarakat”, 19 Maret
2012
https://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/19/arsitektur-vernakular-indonesia-peran-fungsi-dan-pelestarian-di-
dalam-masyarakat/

Syahfitri, kajian Obyek Arsitektur Jawa Timur,


https://www.scribd.com/document/66332814/Kajian-Obyek-Arsitektur-Jawa-Timur

Rahmawati, Indah “Arsitektur Vernakular Di Jawa Timur”, 27 Januari 2018


https://nanopdf.com/download/arsitektur-vernacular-di-jawa-timur-e_pdf

P a g e 11 | 10
P a g e 12 | 10
P a g e 13 | 10
P a g e 14 | 10
P a g e 15 | 10
P a g e 16 | 10

Anda mungkin juga menyukai